Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Larar Belakang
Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan
gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan yang
berulang-ulang yang terjadi akibat adanya ketidak normalan kerja sementara
sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron

(sel

saraf) peka rangsang yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan


motorik, sensorik, otonom atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat
disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel otak.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan
bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi
dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi
seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk
terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani
pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization
(WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsy.
Para penderita epilepsi cenderung sulit dalam penyembuhannya dan
membutuhkan terapi jangka panjang. Kualitas hidup menjadi penting sebagai
indikator keberhasilan perawatan kesehatan pada penderita epilepsi. Peran
dalam meningkatkan kualitas hidup penderita tidak hanya fokus pada
parahnya epilepsi yang diderita, namun juga efek sosial dan psikologis dari
epilepsi itu sendiri.
I. 2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan epilepsi?
2. Bagaimana patafisiologi dari epilepsi?

I.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :


1. Untuk mengetahui tentang penyakit epilepsi
2. Untuk mengetahui patofisiologi dari epilepsi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

II.1 Pengertian Epilepsi


Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan
untuk mengalami kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari
pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang
ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan,
aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori.
Epilepsi juga merupakan suatu gangguan saraf yang timbul secara tibatiba dan berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya
adalah aksi serentak dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di
otak. Aksi ini disertai pelepasan muatan listrik. 2% dari penduduk dewasa
pernah mengalami kejang. Sepertiga dari kelompok tersebut mengalami
epilepsy.
II. 2Epidemologi
Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologis yang umum terjadi
di seluruh dunia (WHO, 2001). Insiden epilepsi di dunia masih tinggi yaitu
berkisar antara 33-198 per 100.000 penduduk tiap tahunnya (WHO, 2006).
Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000 penduduk,
sementara di negara berkembang mencapai 100/100.000 penduduk (WHO,
2001). Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita epilepsi cukup tinggi
yaitu berkisar antara 0,5%- 2%. Sedangkan, insidensi epilepsi di
Indonesia berkisar antara 11-34 orang/ 100.000 penduduk.
Epilepsi dapat terjadi pada pria maupun wanita dan pada semua
umur. Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak.
Insiden tertinggi terjadi pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai umur
50 tahun, dan setelah itu meningkat lagi. Insidensi epilepsi pada anakanak merupakan penyakit neurologis utama pada kelompok usia,

bahkan

dari tahun ke tahun ditemukan bahwa prevalensi epilepsi pada anakanak cenderung meningkat.
II.3 Etiologi
Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai
berikut:

Idiopatik, tidak terdapat deficit neurologis. Diperkirakan


mempunyai

predisposisi

genetik

berhubungan dengan usia.


Simtomatis:
bangkitan
epilepsi
kelainan/lesi

structural

pada

dan

umumnya

disebabkan

otak, misalnya;

oleh
cedera

kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak


ruang,

gangguan

peredaran

mtomatis

tetapi

penyebabnya belum diketahui. Termasuk di sini

adalah

sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi


mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati
difus. darah

otak,

toksik

(alkohol,obat),

metabolic,

kelainan neurodegeneratif.
II.4 Patofisiologi
Menurut para ahli bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari
sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara
berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang
disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik
yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian
dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan
daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan
epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron
diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun
mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka
menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini
belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel
neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan.
II.5 Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
a) Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari
epilepsy
b) Melakukan terapi simtomatik
c) Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat

sasaran

pengobatan yang dicapai, yakni:


Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.

Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan


syaraf pusat yang normal.
Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal

II. 6 Golongan Benzodiazepin: Diazepam, Alprazolam,


a) Diazepam
Indikasi
Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan
pada putus alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme
otot.

Dosis
oral: ansietas 2 mg 3 kali/hari, Injeksi intramuskular atau injeksi
intravena lambat (kedalam vena yang besar dengan kecepatan tidak
lebih dari 5 mg/menit.
Efek samping
Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam
agresi,

gangguan

mental,

amnesia,

ketergantungan,

depresi

pernapasan, kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung. Kadangkadang terjadi: nyeri kepala, vertigo, hipotensi, perubahan salivasi,
gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan
libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah dan sakit kuning,
pada injeksi intravena terjadi: nyeri, tromboflebitis dan jarang apneu
atau hipotensi
Interaksi
Alcohol, antidepresan, antihistamin, analgesic opioit, simetidin,

rifampisin atau barbiturat


Mekanisme kerja
Kerja benzodoazepin terutama merupakan interaksinya dengan
reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh asam
gamma amino butirat (GABA). Reseptor GABA merupakan protein
yang terikat pada membrane dan dibedakan dalam 2 bagian besar
sub-tipe, yaitu reseptor GABAA dan reseptor GABAB.
Reseptor inotropik GABAA terdiri dari 5 atau lebih sub unit
(bentuk majemuk , , dan subunit) yang membentuk suatu
reseptor kanal ion klorida kompleks. Resptor ini berperan pada
sebagian besar besar neurotransmitter di SSP.Reseptor GABA B,
5

terdiri dari peptide tunggal dengan 7 daerah transmembran,


digabungkan terhadap mekanisme signal transduksinya oleh proteinG. Benzodiazepin bekerja pada reseptor GABAA, tidak pada reseptor
GABAB.
Farmakokinetik
Diazepam

(N-demethylated)

merupakan

golongan

benzodiazepine yang larut dalam lemak. Diazepam cepat diabsorbsi


dari saluran gastrointestinal pada saat pemberian secara oral
(penyerapan diazepam lebih dari 90% ), dengan konsentrasi puncak
sekitar 60-90 menit pada dewasa tetapi lebih cepat 15 sampai 30
menit pada anak-anak. Masa kerja diazepam tidak berhubungan
dengan reseptor tetapi ditentukan laju metabolism dan eliminasi obat.
Diazepam pada prinsipnya dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati
dengan menggunakan jalur N-demethylasi.
Dua metabolit utama diazepam adalah desmethyldiazepam dan
oxazepam.

Desmethyldiazepam

dimetabolisme

lebih

lambat

dibandingkan oxazepam. Pengaruh metabolit ini seperti mengantuk


sekitar

6-8

jam

setelah

pemberian

diazepam.

Resirkulasi

enterohepatik dapat mengakibatkan terjadinya efek sedasi yang


berulang.Konsentrasi plasma diazepam secara klinis signifikans dan
dapat diperkirakan cepat perubahannya sebagai konjugat asam
glukoronat.
Masa paruh eliminasi diazepam lambat sekitar 21 sampai 37
jam. Sirosis

hati berhubungan dengan peningkatan masa paruh

eliminasi diazepam. Masa paruh eliminasi diazepam juga meningkat


cepat dengan penambahan usia karena

peningkatan sensitivitas

pasien terhadap efek sedasi obat. Perpanjangan masa paruh eliminasi


diazepam dengan sirosis hati berhubungan dengan penurunan ikatan
protein obat dan peningkatan volume distribution serta penurunan
clearance hati akibat aliran darah hati yang menurun.
Perpanjangan masa paruh eliminasi pada pasien usia tua
merupakan akibat dari peningkatan volume distribution,dimana
peningkatan

lemak

tubuh

berhubungan

dengan

usia

yang

mengakibatkan peningkatan volume distributionobat yang larut

dalam lemak.Clearance hati tidak berubah dengan penuaan.


Dibandingkan dengan lorazepam, diazepam mempunyai masa paruh
yang lebih lama tetapi masa kerja yang lebih singkat daripada
lorazepam dan berdisosiasi lebih terhadap reseptor GABAA.
b) Alprazolam
Indikasi
Ansietas, campuran ansietas-depresi, dan gangguan

panik

(pemakaian jangka pendek).


Dosis
Untuk ansietas: dosis dimulai dengan 0,75-1,5 mg sehari,
Efek samping
Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam
agresi,

gangguan

mental,

amnesia,

ketergantungan,

depresi

pernapasan, kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung. Kadangkadang terjadi: nyeri kepala, vertigo, hipotensi, perubahan salivasi,
gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan
libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah dan sakit kuning,
pada injeksi intravena terjadi: nyeri, tromboflebitis dan jarang apneu
atau hipotensi
Interaksi

Alkohol,barbiturate, simetidine.
Mekanisme kerja

Kerja benzodoazepin terutama merupakan interaksinya


dengan reseptor penghambat neurotransmitter yang diaktifkan oleh
asam gamma amino butirat (GABA). Reseptor GABA merupakan
protein yang terikat pada membrane dan dibedakan dalam 2 bagian
besar sub-tipe, yaitu reseptor GABAA dan reseptor GABAB.
Reseptor inotropik GABAA terdiri dari 5 atau lebih sub unit
(bentuk majemuk , , dan subunit) yang membentuk
suatu reseptor kanal ion klorida kompleks. Resptor ini

berperan pada sebagian besar besar neurotransmitter di SSP.


Reseptor GABAB, terdiri dari peptide tunggal dengan 7
daerah transmembran, digabungkan terhadap mekanisme
signal transduksinya oleh protein-G. Benzodiazepin bekerja
pada reseptor GABAA, tidak pada reseptor GABAB.

II.7 Antihistamin

Aztemizol
Indikasi
Gejala Alergi Seperti Hay Fever, Urtikaria.
Dosis
10 mg/hari; Anak di bawah 6 tahun tidak dianjurkan, 6-12 tahun 5
mg/hari

Efek Samping
Sedikit sedatif, berat badan betambah dan nafsu makan bertambah

Interaksi
Ketokonazol (dan turunan azol lain), eritromisin (dan makrolid lain),

kuinidin.
Mekanisme Kerja
AH1 non sedatif mempunyai efek menghambat
kerja histamin terutama

diperifer, sedangkan di

sentral tidak terjadi karena tidak dapat melalui sawar


darah

otak.

Antihistanin

bekerja

dengan

cara

kompetitif dengan histamin terbadap reseptor histamin


pada sel, menyebabkan histamin tidak mencapai
target organ.
AH1 non

sedatif

umumnya

mempunyai

efek

antialergi yang tidak berbeda dengan AH1 klasik.


Beberapa peneliti melaporkan bahwa untuk penderita
seasonal

rhinitis alergika. terfenidin bekerja lebih

cepat (1-3 jam) dari astemizol 1-6 hari. Karena itu


untuk penyakit ini astemizol dianjurkan oleh mereka
untuk

profilaktik.

Loratadin

dan

Mequitazin

mempunyai mula kerja dan efektivitas yang sama


dengan

terfenidin.

Diantara

AH1

non

sedatif

Mequitazin yang paling tidak spesifik, karena masih


mempunyai efek antikolinergik.
II.8 Interaksi Obat Benzodiasepin dan Antihistamin.
Mekanisme Interaksi Obat Benzodiasepin dan Antihistamin

Benzodiazepin mengganggu kinerja psikomotor. Efek penenang akan


meningkat antihistamin sedatif diberikan dengan benzodiazepin. Obat
antihistamin memiliki mekanisme kerja yang kompetisi dengan reseptor
AH1 pada sel efektor di saluran pencernaan, pembuluh darah dan saluran
pernapasan. Penggunaan suatu antihistamin non sedatif, lebih dari 2
minggu dapat menyebabkan bertambahnya nafsu makan dan berat badan.
Efek nafsu makan didapatkan dari efek samping penggunaan antihistamin
generasi ke 2.

BAB III
PENUTUP
III. 1 KESIMPULAN
1. Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan
untuk mengalami kejang berulang.
2. Epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak,
yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok
sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus
epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun
yang fokal (parsial).
III. 2 SARAN
Diharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan
makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Hoan tjay,tan dan rahardja,kirana.1978 .Obat-obat penting khasiat,penggunaan


dan efek-efek sampingnya.PT Elex Media Komputindo : Jakarta
Judith Hopfer Deglin dan April Hazard Vallerand.2004. Pedoman Obat Untuk
Perawat. EGC : Jakarta
Katzung, Bertram G. (2004). Basic & clinical pharmacology, 9th Edition, Lange
Medical Books. Mcgraw-Hill: New York, Hal : 6, 152 (e-book version of
the text).

Perdosi. 2014. Pedoman Tata Laksana Epilepsi Edisi Kelima. Uniar : Suarabaya

Universitas Indonesia. 2008. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi


dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai