Ketika hamil, ia bernazar bahwa bayi yang ada di perutnya itu akan dijadikannya sebagai
muharrar, dikhususkan untuk beribadah dan berkhidmat di Baitul Maqdis. Namun, ketika ia
melahirkan, ternyata yang lahir anak perempuan, padahal laki-laki tidak sama dengan
perempuan dalam hal kekuatan dan ketabahan/ketekunan dalam beribadah dan berkhidmat di
Masjidil Aqsha
Namun, sebelumnya, Bani Israil berselisih tentang siapa di antara mereka yang hendak
membesarkan Maryam. Ibnu Katsir menjelaskan, Ikrimah rahimahullah berkata bahwa
Hannah keluar membawa Maryam di dalam kainnya. Ditemuinya kabilah Bani al-Kahin bin
Harunsaudara Musa alaihissalam. Hannah menyuruh mereka mengambil Maryam dan
menjelaskan bahwa Maryam ia nazarkan kepada Allah subhanahu wa taala untuk
berkhidmat di Baitul Maqdis. Bani al-Kahin, yang mengurusi khidmat di Baitul Maqdis,
senang akan hal tersebut karena Maryam adalah putri Imran, imam shalat mereka.
Namun, Nabi Zakariyya alaihissalam meminta mereka menyerahkan Maryam kepada beliau
karena bibi Maryam (saudara Hannah) adalah istri beliau, sedangkan bibi dari pihak ibu
berkedudukan seperti ibu. Mereka pun berselisih, kemudian bersepakat mengundi siapa yang
berhak memelihara anak yang menjadi nazar Hannah ini. Mereka pergi ke sungai Yordan
untuk berundi dengan cara melemparkan pena-pena mereka ke dalam sungai. Orang yang
penanya tetap menancap dan tidak terbawa air akan menjadi pemelihara Maryam. Seluruh
pena terbawa air, kecuali pena Zakariyya. Ternyata, Allah subhanahu wa taala menakdirkan
Nabi Zakariyya alaihissalam untuk membesarkannya.
Ibnu Ishaq menjelaskan, Zakariyya merawat Maryam karena Maryam menjadi yatim. Ahli
tafsir yang lain menyebutkan bahwa Bani Israil tertimpa tahun paceklik sehingga Nabi
Zakariyya alaihissalam memelihara Maryam. Dua hal ini tidak saling menafikan. Allah
menjadikan Zakariyya sebagai orang yang memeliharanya tidak lain untuk kebahagiaan
Maryam, agar Maryam dapat memperoleh faedah ilmu yang melimpah lagi bermanfaat dan
amalan yang saleh dari Zakariyya.
Dalam tafsir surat Maryam, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa Maryam tumbuh
dengan baik di tengah-tengah Bani Israil. Ia menjadi salah satu wanita ahli ibadah yang
masyhur dengan ibadah-ibadah yang agung, at-tabattul (meninggalkan kehidupan dunia
untuk beribadah pada Allah subhanahu wa taala), dan ketekunan beribadah. Maryam
dipelihara oleh Zakariyya, suami dari saudara perempuannya, atau bibinya (dari keluarga
Hannah). Zakariyya adalah salah seorang nabi dari Bani Israil dan pembesar mereka, yang
menjadi rujukan mereka dalam masalah agama.