A. PENGERTIAN
Fraktur adalah Discontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya
di sebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak (Bernard Bloch,
1986)
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan
luasnya (Harnowo, 2002)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif, 2000)
B. KLASIFIKASI KLINIS
1. Fraktur dahan patah (Greenstick fracture) :
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkok
Terjadi pada anak-anak, tulang patah dibawah lapisan periosteum yang elastis
dan tebal (lapisan periosteum itu sendiri tidak rusak)
2. Fissura fraktur :
Patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang berarti
3. Fraktur yang lengkap (complete fracture) :
Patah tulang yang disertai dengan terpisahnya bagian-bagian tulang (gambar 1
& 3)
4. Communited fracture :
Patah tulang menjadi beberapa fragmen (gambar 2)
5. Fraktur tekan (stress fracture):
Kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sesudah berulang-ulang ada
tekanan berlebihan yang tidak lazim
6. Impacted fracture :
Fragmen-fragmen tulang terdorong masuk kearah dalam tulang satu sama lain,
sehingga tidak dapat terjadi gerakan diantara fragmen-fragmen itu
Selain klasifikasi diatas, fraktur juga diklasifikasikan menjadi :
1. Fraktur tertutup / closed atau disebut juga fraktur simplex :
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, atau
Patahan tulang disini tidak mempunyai hubungan dengan udara terbuka
2. Fraktur terbuka / open (compound fracture) :
Bila tedapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan di kulit.
Kulit terobek :
(a) dari dalam karena fragmen tulang yang menembus kulit
(b) karena kekerasan yang berlangsung dari luar
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :
Derajat I :
luka < 1 cm
kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda lunak remuk
fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan
kontaminasi minimal
Derajat II :
laserasi > 1 cm
kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
fraktur kominutif sedang
kontaminasi sedang
Derajat III :
Terjadi keusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat ini
terbagi atas :
a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat
besanya ukuran luka
b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulangyang terpapar atau
kontamnasi masif
c. Luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
3. Fraktur komplikata : disini persendian, syaraf, pembuluh darah atau organ
viscera juga ikut terkena. Fraktur seperti ini dapat berbentuk fraktur tertutup atau
fraktur terbuka.
Contoh seperti :
Umum :
3. Komplikasi lama
Lokal :
sendi : ankilosis fibrosa, dll
tulang gagal taut/taut lama/salah taut
patah tulang ulang
osteomyelitis, dll
otot/tendo: ruptur tendo, dll
syaraf ; kelumpuhan saraf lambat
Umum :
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada
masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu
tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di
RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi
semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan
lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada
jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
2. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya
fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya
fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien
dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen
patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan
lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
tulang
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan
yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang
ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama,
dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera.
Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah
yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk
menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur,
bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang
diterangkan diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan
dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera.
Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin
jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
3. Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani
pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi
stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan
peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan
yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat
ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan
ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :
a. Reduksi,
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis
Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi
anatomik normalnya.
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip
yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus,
reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami
penyembuhan.
Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) denganManipulasi dan Traksi
manual. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan
persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan
diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang
diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter.
Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas
untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui
apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi, dapat digumnakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi
terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Imobilisasi,
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan.
Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi
penyembuhan
Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat
eksternal bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi,
balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll)
Tabel.1. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang fraktur
2. Metakarpal 6
3. Karpal 6
6. Humerus : 3
Proksimal (dengan
pergeseran)
7. Klavikula 6-10
8. Vertebra 16
9. Pelvis 6
10. Femur : 24
Intrakapsuler 10-12
Intratrokhanteri
18
k
Batang 12-15
Suprakondiler
Proksimal 14-20
Batang
6
Maleolus
13. Metatarsal 6
c. Rehabilitasi,
Pada proses penyembuhan patah tulang ini dapat mengalami beberapa gangguan, diantaranya
adalah :