Anda di halaman 1dari 160

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI

NO. 741/MENKES/PER/VII/2008

TENTANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
1. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal, perlu menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota;
2. Bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota tidak sesuai
lagi;
3. Bahwa berdasarkan huruf a dan huruf b tersebut di atas, dipandang perlu
menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4431);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);

Himpunan Produk Hukum 61


Standar Pelayanan Minimal (SPM)
PERMENKES NO. 741/MENKES/PER/VII/2008

6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan Dan Pengawasan


Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4593);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan
Kerjasama Antar Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal;
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.05-76 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal.

Mengingat : Hasil Rekomendasi Sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah


tanggal 11 Juni 2008

M E M U T U S K A N:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR


PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/
KOTA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan selanjutnya disebut SPM Kesehatan
adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah
Kabupaten/Kota.
2. Pelayanan dasar kepada masyarakat adalah fungsi Pemerintah dalam memberikan
dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan rakyat.
3. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Menteri Kesehatan.

62 Himpunan Produk Hukum


Standar Pelayanan Minimal (SPM)
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

4. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum


yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah Kabupaten/Kota dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemerintah Daerah adalah Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7. Pengembangan kapasitas adalah upaya meningkatkan kemampuan sistem atau
sarana dan prasarana, kelembagaan, personil, dan keuangan untuk melaksanakan
fungsi-fungsi pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pelayanan dasar dan/
atau SPM Kesehatan secara efektif dan efisien dengan menggunakan prinsip-
prinsip tata pemerintahan yang baik.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.

BAB II
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN

Pasal 2

1. Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan.


2. SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan pelayanan
kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target
Tahun 2010 Tahun 2015:
a. Pelayanan Kesehatan Dasar :
1) Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 95 % pada Tahun 2015;
2) Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 % pada Tahun 2015;
3) Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan 90% pada Tahun 2015;
4) Cakupan pelayanan nifas 90% pada Tahun 2015;
5) Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada Tahun
2010;
6) Cakupan kunjungan bayi 90%, pada Tahun 2010;
7) 7. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100%
pada Tahun 2010;
8) 8. Cakupan pelayanan anak balita 90% pada Tahun 2010;
9) 9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24
bulan keluarga miskin 100 % pada Tahun 2010;
10) 10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada Tahun
2010;
11) 11. Cakupan Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100 % pada
Tahun 2010;
12) 12. Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010;

Himpunan Produk Hukum 63


Standar Pelayanan Minimal (SPM)
PERMENKES NO. 741/MENKES/PER/VII/2008

13) 13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100%


pada Tahun 2010;
14) 14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100% pada
Tahun 2015.
b. Pelayanan Kesehatan Rujukan
1) Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100%
pada Tahun 2015;
2) 2. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan
sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota 100 % pada Tahun 2015.
c. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa /KLB
Cakupan Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan
epidemiologi < 24 jam 100% pada Tahun 2015.
d. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Cakupan Desa Siaga
Aktif 80% pada Tahun 2015.

Pasal 3

Di luar jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Kabupaten/Kota
tertentu wajib menyelenggarakan jenis pelayanan sesuai kebutuhan, karakteristik,
dan potensi daerah.

Pasal 4

SPM Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 diberlakukan juga
bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

BAB III
PENGORGANISASIAN

Pasal 5

1. Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan


kesehatan sesuai SPM Kesehatan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah
Kabupaten/Kota dan masyarakat;
2. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara operasional dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota;
3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai SPM Kesehatan dilakukan oleh
tenaga kesehatan sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan.

BAB IV
PELAKSANAAN

Pasal 6

1. SPM Kesehatan yang ditetapkan merupakan acuan dalam perencanaan program


pencapaian target masing-masing Daerah Kabupaten/Kota.
2. Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud dalam perencanaan program
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Pedoman/Standar Teknis yang
ditetapkan.

64 Himpunan Produk Hukum


Standar Pelayanan Minimal (SPM)
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

BAB V
PELAPORAN

Pasal 7

1. Bupati/Walikota menyampaikan laporan teknis tahunan kinerja penerapan dan


pencapaian SPM Kesehatan kepada Menteri Kesehatan.
2. Berdasarkan laporan teknis tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Menteri Kesehatan melakukan pembinaan dan pengawasan teknis penerapan
SPM Kesehatan.

BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 8

1. Menteri Kesehatan melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM


Kesehatan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu
pelayanan dasar kepada masyarakat.
2. Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundangundangan.
3. Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah untuk Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.

Pasal 9

Hasil monitoring dan evaluasi penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dipergunakan sebagai:
a. Bahan masukan bagi pengembangan kapasitas pemerintah daerah dalam
pencapaian SPM Kesehatan;
b. Bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pengawasan penerapan SPM
Kesehatan, termasuk pemberian penghargaan bagi pemerintah daerah yang
berprestasi sangat baik; dan
c. Bahan pertimbangan dalam memberikan sanksi kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang tidak berhasil mencapai SPM Kesehatan dengan baik
dalam batas waktu yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi
khusus Daerah yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB VII
PENGEMBANGAN KAPASITAS

Pasal 10

1. Menteri Kesehatan memfasilitasi pengembangan kapasitas melalui peningkatan


kemampuan sistem, kelembagaan, personal dan keuangan, baik di tingkat
pemerintah maupun Kabupaten/Kota.

Himpunan Produk Hukum 65


Standar Pelayanan Minimal (SPM)
PERMENKES NO. 741/MENKES/PER/VII/2008

2. Fasilitasi pengembangan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa


pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan
pelatihan, dan/atau bantuan lainnya meliputi:
a. Perhitungan sumber daya dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM
Kesehatan, termasuk kesenjangan pembiayaan;
b. Penyusunan rencana pencapaian SPM Kesehatan dan penetapan target
tahunan pencapaian SPM Kesehatan;
c. Penilaian prestasi kerja pencapaian SPM Kesehatan; dan
d. Pelaporan prestasi kerja pencapaian SPM Kesehatan.
3. Fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis,
pendidikan dan pelatihan, dan/atau bantuan lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), mempertimbangkan kemampuan kelembagaan, personal dan
keuangan negara serta keuangan daerah.

BAB VIII
PENDANAAN

Pasal 11

1. Pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan penyusunan, penetapan,


pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan,
pembangunan sistem dan/atau sub sistem informasi manajemen, serta
pengembangan kapasitas untuk mendukung penyelenggaraan SPM Kesehatan
yang merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah, dibebankan kepada
APBN Departemen Kesehatan.
2. Pendanaan yang berkaitan dengan penerapan, pencapaian kinerja/
target, pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan,
pembangunan sub sistem informasi manajemen, serta pengembangan
kapasitas, yang merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintahan daerah
dibebankan kepada APBD.

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 12

1. Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis atas penerapan dan


pencapaian SPM Kesehatan.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
menyusun Petunjuk Teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Kesehatan.
3. Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, dapat
mendelegasikan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah.

Pasal 13

1. Menteri Kesehatan dalam melakukan pengawasan teknis atas penerapan dan


pencapaian SPM Kesehatan, dibantu oleh Inspektorat Jenderal Departemen
Kesehatan.

66 Himpunan Produk Hukum


Standar Pelayanan Minimal (SPM)
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

2. Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dalam melakukan pengawasan


teknis atas penerapan dan pencapaian SPM Kesehatan, dibantu oleh Inspektorat
Provinsi berkoordinasi dengan Inspektorat Kabupaten/Kota.
3. Bupati/ Walikota melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sesuai SPM Kesehatan di daerah masing-masing.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

1. Pada saat peraturan ini mulai berlaku semua peraturan yang berkaitan dengan
SPM Kesehatan dinyatakan tidak berlaku.
2. Dengan berlakunya peraturan ini, maka keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 15

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juli 2008

MENTERI KESEHATAN RI,

ttd

Dr. dr. Siti Fadilah Supari,


Sp.JP (K)

Himpunan Produk Hukum 67


Standar Pelayanan Minimal (SPM)
68 Himpunan Produk Hukum
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NOMOR 828/MENKES/SK/IX/2008

TENTANG
PETUNJUK TEKNIS
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN
DI KABUPATEN/KOTA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka pembinaan sebagaimana tercantum dalam


Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, perlu menetapkan
Keputusan Menteri Kesehatan tentang Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
100 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

1
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang
Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4761);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007
tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian
Standar Pelayanan Minimal;

2
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.05-76
Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Konsultasi
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

M E M U T U S K A N:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA.

Kesatu : Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan


di Kabupaten/Kota sebagaimana tercantum dalam lampiran
Keputusan ini.

Kedua : Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud diktum kesatu


digunakan sebagai acuan bagi perangkat kesehatan di Daerah
Kabupaten/Kota untuk mencapai target Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan.

Ketiga : Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 1091/MENKES/SK/X/2004 tentang Petunjuk
Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota dinyatakan tidak berlaku lagi.

Keempat : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 September 2008

MENTERI KESEHATAN,

Dr.dr.Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K)

3
Lampiran I Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 317/MENKES/SK/V/2009
Tanggal : 4 Mei 2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman


Penyusunan dan Penerapan SPM serta Permendagri No. 6 Tahun 2007
tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM, pemerintah
wajib menyusun SPM berdasarkan urusan wajib yang merupakan
pelayanan dasar, yaitu bagian dari pelayanan publik. Sedangkan
Permendagri No. 79 Tahun 2007 selanjutnya mengatur tentang Rencana
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal berdasarkan Analisis Kemampuan
dan Potensi Daerah.

Menindaklanjuti hal tersebut di atas, Departemen Kesehatan telah


mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kab/Kota.

SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota mencakup 4 (empat) jenis pelayanan,


terdiri dari :
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
2. Pelayanan Kesehatan Rujukan
3. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB
4. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Dalam rangka penerapan dan pencapaian SPM Bidang Kesehatan secara


bertahap diperlukan panduan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM
bidang kesehatan di Kab/Kota untuk dijadikan acuan bagi pemerintah
daerah dengan memperhatikan potensi dan kemampuan daerah.

B. TUJUAN DAN SASARAN

Panduan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kesamaan visi


kepada pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penyusunan
perencanaan pembiayaan penerapan SPM bidang kesehatan di Kab/Kota.

Adapun sasaran dari panduan ini adalah tersusunnya perencanaan


pembiayaan SPM bidang kesehatan oleh pemerintah Daerah Kab/Kota
dalam rangka pencapaian secara bertahap SPM Bidang kesehatan di
daerahnya.
C. PENGERTIAN

1. Indikator kinerja SPM bidang kesehatan adalah tolok ukur prestasi


kuantitatif dan kualitatif di bidang kesehatan yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam
pencapaian SPM bidang kesehatan di Kab/Kota berupa masukan,
proses, hasil, dan/atau manfaat pelayanan.
2. Batas waktu pencapaian adalah batas waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai target (nlai) indikator SPM secara bertahap yang ditentukan
untuk mencapai SPM daerah Kab/kota.
3. Langkah kegiatan adalah tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan
untuk memenuhi capaian indikator SPM sesuai situasi dan kondisi serta
kemampuan keuangan pemerintah daerah Kab/kota.
4. Kurun waktu adalah kurun/waktu dalam pelaksanaan kegiatan periode 1
(satu) tahun.
5. Satuan kerja/Lembaga penanggung jawab adalah lembaga di daerah
yang bertanggung jawab dalam penerapan SPM. Penentuan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ini harus mempertimbangkan tugas
pokok dan fungsi, kualifikasi dan kompetensi sumber daya SKPD yang
bersangkutan.
6. Kemampuan dan potensi daerah adalah kondisi keuangan daerah
seperti PAD, DAU, dan DAK serta sumber daya yang dimilki daerah
untuk meyelenggarakan urusan wajib pemerintahan daerah dan dalam
rangka pembelanjaan untuk membiayai penerapan SPM.
7. Rencana Pencapaian SPM adalah target pencapaian SPM yang
dituangkan dalam dokumen perencanaan daerah yang dijabarkan pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), RKPD,
Renstra-SKPD dan Renja-SKPD untuk digunakan sebagai dasar
perhitungan kebutuhan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan dasar.
8. Analisis kemampuan dan potensi daerah terkait data dan informasi
menyangkut kapasitas dan sumber daya yang dimiliki daerah.
9. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang
berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang
disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi
SKPD.
10. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau
lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran
terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan
pengerahan sumber daya baik yang berupa personal (sumber daya
manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau
kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya
tersebut.sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output)
dalam bentuk barang/jasa.
D. DASAR HUKUM

1. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman


Penyusunan dan Penerapan SPM;
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM
3. Permendagri No. 79 Tahun 2007 selanjutnya mengatur tentang
Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal.
4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/MENKES/VII/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota.
5. SK Menkes No. 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota

E. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM bidang


kesehatan, meliputi:
1. Rencana Pencapaian SPM
2. Pengintegrasian rencana pencapaian SPM dalam bentuk dokumen
perencanaan dan penganggaran
3. Mekenisme pembelanjaan penerapan SPM dan perencanaan
pembiayaan pencapaian SPM bidang kesehatan di Kab/Kota
4. Sistem penyampaian informasi rencana dan realisasi pencapaian
target tahunan SPM kepada masyarakat
BAB II
RENCANA PENCAPAIAN SPM

Dalam menentukan rencana pencapaian dan penerapan SPM, pemerintah daerah


harus mempertimbangkan:
1. Kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar
Kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar dilihat dari kegiatan yang
sudah dilakukan oleh daerah sampai saat ini, terkait dengan jenis-jenis
pelayanan yang ada di dalam SPM bidang kesehatan di Kab/Kota.
2. Target pelayanan dasar yang akan dicapai
Target pelayanan dasar yang akan dicapai mengacu pada target
pencapaian yang sudah disusun oleh Departemen Kesehatan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/MENKES/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota dan SK Menkes No.
828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota
3. Kemampuan, potensi, kondisi, karakteristik dan prioritas daerah

Rencana pencapaian SPM Bidang Kesehatan di daerah mengacu pada batas


waktu pencapaian SPM Bidang Kesehatan secara nasional yang telah ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan dengan memperhatikan analisis kemampuan dan
potensi daerah.

Analisis kemampuan dan potensi daerah disusun berdasarkan data, statistik dan
informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat
khusus maupun umum. Pengertian khusus dalam hal ini adalah data, statistik dan
informasi yang secara langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang
Kesehatan di Kab/Kota, misalnya data teknis, sarana dan prasarana fisik, personil,
alokasi anggaran untuk melaksanakan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota.
Sedangkan pengertian umum dalam hal ini adalah data, statistik, dan informasi
yang secara tidak langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang Kesehatan,
namun keberadaannya menunjang pelaksanaan SPM secara keseluruhan.
Misalkan kondisi geografis, demografis, pendapatan daerah, sarana prasarana
umum dan sosial ekonomi.

Potensi daerah yang dimaksud dalam hal ini mengandung pengertian


ketersediaan sumber daya yang dimiliki baik yang telah dieksploitasi maupun yang
belum dieksploitasi yang keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk menunjang
pencapaian SPM.

Faktor kemampuan dan potensi daerah digunakan untuk menganalisis:


a. penentuan status awal yang terkini dari pencapaian pelayanan dasar di
daerah;
b. perbandingan antara status awal dengan target pencapaian dan batas waktu
pencapaian SPM yang ditetapkan oleh pemerintah.
c. Perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM, analisa standar belanja
kegiatan berkaitan dengan SPM dan satuan harga kegiatan; serta
d. Perkiraan kemampuan keuangan dan pendekatan penyediaan pelayanan
dasar yang memaksimalkan sumber daya daerah.

Analisis kemampuan dan potensi daerah digunakan untuk menyusun skala


prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota.
BAB III
PENGINGTEGRASIAN RENCANA PENCAPAIAN SPM DALAM DOKUMEN
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Pemerintah daerah menyusun rencana pencapaian SPM bidang kesehatan yang


dituangkan dalam RPJMD dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM
bidang kesehatan. RPJMD yang memuat rencana pencapaian SPM bidang
kesehatan akan menjadi pedoman dalam penyusunan Renstra SKPD, kebijakan
umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafond Anggaran (PPA). Adapun mekanisme
rencana pencapaian SPM dalam RPJMD sbb:

Gambar 2. Pengintegrasian

Pelayanan Dasar Analisis keuangan


Urusan & kondisi umum
Urusan pilihan
pemerintahan daerah

Urusan bersama Urusan wajib SPM


Kondisi umum
daerah

Urusan
Urusan mutlak Menjadi salah pemerintahan
satu faktor dalam kewenangan
menggambarkan daerah
Faktor geografis
Perekonomian
daerah
Menjadi acuan Kondisi sosial
Renja - SKPD dalam budaya
Prasarana dan
RKPD penyusunan
sarana
Pemerintahan
umum
RKA - SKPD Prestasi kerja
Rancangan RPJMD pelayanan publik
berbasis SPM
Strategi
Renstra - SKPD Penetapan Perda pembagunan
ttg RPJMD daerah
Visi misi & tujuan Arah kebijakan
Strategi &
keuangan
kebijakan
Program, indikasi daerah
kegiatan, prestasi Program
kerja berbasis prioritas daerah
SPM

Pengintegrasian rencana pencapaian SPM ke dalam RPJMD dilakukan dengan


menggunakan format sesuai tabel 2.
BAB IV
MEKANISME PEMBELANJAAN PENERAPAN SPM DAN PERENCANAAN
PEMBIAYAAN PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN

Nota kesepakatan tentang KUA dan PPA yang disepakati bersama antara Kepala
Daerah dan DPRD wajib memuat target pencapaian dan penerapan SPM Bidang
Kesehatan di Kab/Kota. Nota kesepakatan inilah yang menjadi dasar penyusunan
RKA-SKPD yang menggambarkan secara rinci dan jelas program dan kegiatan
yang akan dilakukan dalam rangka pencapaian dan penerapan SPM Bidang
Kesehatan di Kab/Kota. Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD ini dapat dilihat
pada gambar 3.

Gambar 3. Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD

RKPD Analisis standar SKPD


belanja
Penyusunan rincian
anggaran
SPM pendapatan
Rancangan KUA Penyusunan rincian
SE KDh ttg anggaran belanja
Nota Kesepakatan Pedoman tidak langsung
KUA Penyusunan RKA - Penyusunan rincian
SKPD penerimaan
pembiayaan daerah
Rancangan PPAS
Penyusunan rincian
pengeluaran
pembiayaan daerah
Nota Kesepakatan
PPAS

Standar satuan
harga

RKA _ SKPD

Penetapan Perda Penyusunan


APBD Evaluasi Raperda Raperda APBD Badan
Kepegawaian/
Daftar Pegawai

Per. KDH Raperda APBD Nota Keuangan


Penjabaran SPBD Akuntansi/
Laporan Kuangan

Mekanisme perencanaan pembiayaan pencapaian SPM bidang kesehatan


(gambar 4) dilakukan untuk melihat kemampuan dan potensi daerah dalam
pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota. Adapun tahapan
mekanisme perencanaan pembiayaan SPM adalah sbb:

1. Pemerintah daerah menyusun rincian kegiatan untuk masing-masing jenis


pelayanan dalam rangka pencapaian SPM dengan mengacu pada indikator
kinerja dan batas waktu pencapaian SPM yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
2. pemerintah daerah menetapkan batas waktu pencapaian SPM untuk
daerahnya dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM secara
nasional, kemampuan dan potensi daerahnya masing-masing.
3. pemerintah daerah menetapkan target tahunan pencapaian SPM mengacu
pada batas waktu yang sudah ditentukan oleh masing-masing daerah.
4. pemerintah daerah membuat rincian belanja untuk setiap kegiatan dengan
mengacu pada rincian belanja yang sudah ditetapkan oleh masing-masing
daerah.
5. pemerintah daerah dapat mengembangkan jenis kegiatan dari masing-
masing jenis pelayanan yang sudah ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan sesuai kebutuhan daerahnya dalam pencapaian SPM di daerah
masing-masing.
6. pemerintah daerah menggunakan perencanaan pembiayaan pencapaian
SPM bidang kesehatan untuk melihat kondisi dan kemampuan keuangan
daerahnya dalam mencapai SPM Bidang Kesehatan yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah.
7. apabila pembiayaan yang dibutuhkan dalam pencapaian SPM bidang
kesehatan melebihi kemampuan keuangan daerah maka pemerintah
daerah dapat mengurangi kegiatan atau mencari sumber anggaran lainnya.

Gambar 4. Mekanisme Perencanaan Pembiayaan SPM Bidang Kesehatan

Pemda

Indikator SPM
RPJMD
Program kegiatan
pencapaian SPM

Batas waktu
pencapaian SPM
daerah

RKPD
Batas waktu
pencapaian SPM
nasional Target tahunan

Rincian belanja

Adapun uraian kegiatan dan biaya dalam rangka penyusunan perencanaan


pembiayaan pencapaian SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota, dijelaskan pada
lampiran berikut:
BAB V
SISTEM PENYAMPAIAN INFORMASI

Rencana pencapaian target tahunan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota dan


realisasinya merupakan bagian dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah (LPPD), Laporan Keuangan Pertanggungjawaban (LKPJ) dan Informasi
laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (ILPPD) yang harus diinformasikan
kepada masyarakat.

Selain itu, sesuai dengan Pasal 12 PP 65/2005 Pemerintah Daerah


mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan SPM ke dalam
sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-
undangan.

Gambar 5. Mekanisme Sistem Pengelolaan Data dan Informasi SPM Bidang


Kesehatan
Depkes
(Siknas Online)

Dinkes Dinkes Pemda Kab/Kota


Kab/Kota (Bupati/Walkota)
Provinsi
(Bag. Program)

Puskesmas Rumah Sakit Balai Praktek Swasta/ Unit Kesehatan


perorangan BUMN/BUMD

1) Puskesmas/ Rumah Sakit/ Balai/ praktek perorangan/swasta/ Unit


Kesehatan BUMN/ BUMND menyusun laporan kegiatan untuk masing-
masing jenis pelayanan dan indikator kinerja serta batas waktu
pencapaian melalui pelaporan puskesmas (LB-1, LB-2, LB-3, dan LB-4)
serta pelaporan RS (RL-1, RL-2, RL-3, RL-4 dan RL-5) untuk kemudian
dikirim secara berkala kepada dinas Kab/Kota.
2) Dinas Kesehatan kab/kota mengkompilasi laporan sebagimana dimaksud
pada nomor (1) di atas, kemudian dimasukan ke dalam formulir SPM dan
Sistem SIKNAS online.
3) Dinas Kesehatan kab/kota mengirimkan laporan sebagai tembusan
kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota
(Bupati/ Walikota).
4) Dinas Kesehatan Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi atas
penyelenggaraan SPM Kab/Kota.
5) Departemen Kesehaan melalui SIKNAS online mengkompilasi laporan
kegiatan SPM secara nasional. Kemudian juga memperbarui data aplikasi
nasional serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan SPM
kab/kota.
BAB VI
PENUTUP

Panduan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM Bidang Kesehatan di


Kab/Kota disusun sebagai acuan daerah dalam menyusun perencanaan
pembiayaan pencapaian SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota. Perencanaan
pembiayaan pencapaian SPM ini akan memudahkan daerah dalam
mengalokasikan besarnya biaya yang dibutuhkan bagi pelaksanaan SPM di
daerah selama 5 tahun ke depan dan mengevaluasi setiap tahunnya.
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

DEFINISI OPERASIONAL
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

I. PELAYANAN KESEHATAN DASAR

1. Cakupan kunjungan Ibu Hamil K- 4

a. Pengertian

1) Ibu hamil K-4 adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai
standar paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian pelayanan yang
dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan
kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan.
2) Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal :
(1) Timbang badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah, (3) Skrining
status imunisasi tetanus (dan pemberian Tetanus Toksoid), (4) (ukur) tinggi fundus
uteri, (5) Pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan), (6) temu wicara
(pemberian komunikasi interpersonal dan konseling), (7) Test laboratorium
sederhana (Hb, Protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, Sifilis, HIV,
Malaria, TBC).
3) Jumlah sasaran Ibu Hamil dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,10 x Crude
Birth Rate x Jumlah Penduduk (pada tahun yang sama). Angka CBR dan jumlah
penduduk Kab/Kota didapat dari data BPS masing masing Kab/Kota/Provinsi
pada kurun waktu tertentu. 1,1 adalah konstanta untuk menghitung Ibu hamil.
4) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi
ibu hamil sehingga kesehatan janin terjamin melalui penyediaan pelayanan
antenatal.

b. Definisi Operasional
Cakupan kunjungan ibu hamil K-4 adalah cakupan Ibu hamil yang telah memperoleh
pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus

Jml Ibu Hamil yg memperoleh pelayanan


Cakupan antenatal K4 di satu wil. kerja pada kurun waktu
kunjungan = tertentu x 100%
ibu hamil K4
Jumlah sasaran ibu hamil di satu wil. kerja dalam
kurun waktu yang sama

2) Pembilang
Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai standar
minimal 4 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

3) Penyebut
Jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.

1
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)

5) Contoh Perhitungan
Jumlah Penduduk 500.000, Angka Kelahiran Kasar (CBR) 2,3 %. Hasil
pelayanan antenatal K4 = 12.000 Bumil Januari - Desember tahun 2003, Maka:
Persentase cakupan K4 adalah =
Jml kunjungan ibu hamil K4 x 100%
Jml sasaran ibu hamil dalam satu tahun

12.000 x 100 % = 94,86 %


1,1 x 2,3% x 500.000

d. Sumber Data
1) SIMPUS (LB 3) dan SIRS termasuk pelayanan yang dilakukan oleh swasta.
2) Kohort ibu,
3) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA

e. Rujukan
1) Buku Pedoman Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) tahun 2008.
2) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal tahun
2002;
3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2003;
4) Pedoman pelayanan kebidanan dasar berbasis HAM dan keadilan gender
tahun 2004;
5) Pedoman pemberian Tablet besi Folat dan Sirup Besi bagi petugas Depkes
tahun 1999;
6) Booklet anemia Gizi dan tablet tambah darah untuk WUS;
7) Buku KIA tahun 2006;
8) Pedoman pelayanan IMS/ISR pada pelayanan Kespro terpadu tahun 2006;
9) Pedoman PMTCT tahun 2006;
10) Pedoman pencegahan dan penanganan Malaria pada ibu hamil tahun 2006;
11) Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi.

f. Target
Target 2015: 95 %

g. Langkah Kegiatan
1) Pengadaan buku KIA (dengan stiker P4K);
2) Pendataan Bumil;
3) Pelayanan Antenatal sesuai standar;
4) Kunjungan rumah bagi yang Drop Out;
5) Pembuatan kantong persalinan;
6) Pelatihan KIP/konseling;
7) Pencatatan dan Pelaporan;
8) Supervisi, Monitoring dan Evaluasi (PWS KIA, Analisis Manajemen Prog. KIA
tahun 2000).

h. SDM
1) Dokter
2) Bidan
3) Perawat

2
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

a. Pengertian

1) Komplikasi yang dimaksud adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu
nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi;
2) Komplikasi dalam kehamilan : a) Abortus, b) Hiperemesis Gravidarum, c)
perdarahan per vaginam, d) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia,
eklampsia), e) kehamilan lewat waktu, f) ketuban pecah dini.
Komplikasi dalam persalinan : a) Kelainan letak/presentasi janin, b) Partus
macet/ distosia, c) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), d)
perdarahan pasca persalinan, e) Infeksi berat/ sepsis, f) kontraksi dini/persalinan
prematur, g) kehamilan ganda.
Komplikasi dalam Nifas : a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia,
eklampsia), b) Infeksi nifas, c) perdarahan nifas.
3) Ibu hamil, ibu bersalin dan nifas dengan komplikasi yang ditangani adalah ibu
hamil, bersalin dan nifas dengan komplikasi yang mendapatkan pelayanan sesuai
standar pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas,
Puskesmas PONED, Rumah bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK);
4) PONED : Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi
kemampuan untuk menangani dan merujuk : a) Hipertensi dalam kehamilan
(Preeklampsia, Eklampsia), b) Tindakan Pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi
Vakum pada Pertolongan Persalinan, c) Perdarahan post partum, d) Infeksi nifas,
e) BBLR dan Hipotermi, Hipoglikemia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah
pemberian minum pada bayi, f) Asfiksia pada bayi, g) Gangguan nafas pada bayi,
h) Kejang pada bayi baru lahir, i) Infeksi neonatal, j) Persiapan umum sebelum
tindakan kedaruratan Obstetri Neonatal antara lain Kewaspadaan Universal
Standar.
5) Puskesmas PONED adalah Puskesmas Rawat Inap yang memiliki kemampuan
serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu
hamil, bersalin dan nifas dan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang
sendiri atau atas rujukan kader/ masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan
melakukan rujukan ke RS PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
6) PONEK adalah Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif di
Rumah Sakit, meliputi kemampuan untuk melakukan tindakan a) seksio sesaria,
b) Histerektomi, c) Reparasi Ruptura Uteri, Cedera Kandung/saluran Kemih, d)
Perawatan Intensif Ibu dan Neonatal, e) Transfusi Darah.
7) RS PONEK 24 Jam adalah RS yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONEK
siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan
bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan Puskesmas PONED.
8) Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk
menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan.
9) Perhitungan jumlah Ibu dengan komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pada
kurun waktu yang sama : dihitung berdasarkan angka estimasi 20% dari Total Ibu
Hamil disatu wilayah pada kurun waktu yang sama.
10) Total sasaran Ibu Hamil dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,10 x Crude
Birth Rate x Jumlah Penduduk (pada tahun yang sama). Angka CBR dan jumlah
penduduk Kab/Kota didapat dari data BPS masing masing Kab/Kota/Provinsi
pada kurun waktu tertentu. 1,1 adalah konstanta untuk menghitung Ibu hamil.
11) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada ibu (hamil,
bersalin, nifas) dengan komplikasi.

3
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

b. Definisi Operasional
Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani adalah ibu dengan komplikasi
kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang mendapat
penanganan definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan terlatih pada
tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED,
Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK).

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus

Jumlah Komplikasi kebidanan yang mendapat


Cakupan komplikasi penanganan definitif disatu wilayah kerja pada
kebidanan yg = kurun waktu tertentu
x 100%
ditangani Jml Ibu dengan komplikasi kebidanan di satu
wilayah kerja pada kurun waktu yang sama

2) Pembilang
Jumlah komplikasi kebidanan di satu wilayah tertentu yang mendapat
penanganan definitif pada kurun waktu tertentu.

3) Penyebut
Jumlah ibu dengan komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu
yang sama.

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)

5) Contoh Perhitungan
Jumlah Penduduk 500.000, Angka Kelahiran Kasar (CBR) 2,3%. Hasil cakupan
komplikasi kebidanan = 2250 bayi periode Januari - Desember tahun 2003,
maka: Persentase cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani adalah :
2250 x 100 % = 88,93 %.
20% x 1,1 x 2,3 % x 500.000)

d. Sumber Data
1) SIMPUS dan SIRS termasuk pelayanan yang dilakukan oleh swasta.
2) Laporan Audit Maternal dan Perinatal (AMP).

e. Rujukan
1) Buku acuan pelatihan PONED tahun 2007;
2) Buku KIA tahun 2006;
3) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal tahun
2002;
4) Acuan Asuhan Persalinan Normal/APN tahun 2007;
5) Standar Pelayanan Kebidanan (th. 2003);
6) Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat (PWS-KIA) tahun 2004;
7) Pedoman Pengembangan PONED tahun 2004;
8) Pedoman Teknis Audit Maternal-Perinatal di tingkat Kab/kota tahun 2007;
9) Buku Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan
Gender tahun 2004;
10) Buku Pedoman Manajemen PONEK 24 jam di Kab/Kota tahun 2006;
11) Pedoman sistem rujukan maternal dan neonatal di RS Kab/Kota tahun 2006;
12) Buku pedoman penyelenggaraan RS;

4
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

13) Buku pedoman penyelenggaraan RS PONEK 24 jam;


14) Buku Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

f. Target
Target 2015: 80 %

g. Langkah Kegiatan
1) Deteksi Bumil, Bulin, dan Bufas Komplikasi
2) Rujukan kasus komplikasi kebidanan
3) Pelayanan penanganan komplikasi kebidanan
4) Penyediaan pusat pelatihan Klinis
5) Pelatihan PONED bagi Bidan Desa dan Tim Puskesmas
6) Pelatihan Tim PONEK di RS Kabupaten/Kota
7) Penyediaan peralatan PONED di Puskesmas dan PONEK di RS
Kabupaten/Kota
8) Penyediaan Bank Darah Rumah Sakit (BDRS)
9) Pelaksanaan PONED dan PONEK
10) Pencatatan dan Pelaporan
11) Pemantauan & Evaluasi

h. SDM
1) Tim PONEK RS (1 Dr.SpOG, 1 Dr.SpA, 1 Dr. umum, 3 bidan, dan 2 perawat)
2) Tim PONED Puskesmas (1 dokter, 1 bidan, 1 Perawat)
3) Bidan di Desa

5
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi


kebidanan.

a. Pengertian

1) Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I


sampai dengan kala IV persalinan.
2) Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah tenaga
kesehatan yang memiliki kemampuan klinis kebidanan sesuai standar.
3) Jumlah seluruh Ibu Bersalin dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,05 x
Crude Birth Rate x Jumlah Penduduk. Angka CBR dan jumlah penduduk
Kab/Kota didapat dari data BPS masing masing Kab/Kota/Provinsi pada kurun
waktu tertentu. 1,05 adalah konstanta untuk menghitung Ibu bersalin
4) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam
menyelenggarakan pelayanan persalinan yang profesional.

b. Definisi Operasional
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
kebidanan adalah Ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan disatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus

Cakupan pertolongan Jumlah ibu bersalin yg ditolong oleh tenaga


persalinan oleh kesehatan di satu wilayah kerja pada kurun
tenaga kesehatan = waktu tertentu
x 100%
Jumlah seluruh sasaran ibu bersalin di satu
wilayah kerja dalam kurun waktu yg sama

2) Pembilang
Jumlah ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.

3) Penyebut
Jumlah seluruh sasaran ibu bersalin di satu wilayah kerja dalam kurun waktu
yang sama.

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)

5) Contoh Perhitungan
Jumlah Penduduk 500.000, Angka Kelahiran Kasar (CBR) 2,3 %.
jumlah ibu bersalin ditolong oleh Nakes Januari- Desember tahun 2003, =
10.500
Maka : Persentase cakupan Pn adalah =
Jml persalinan oleh tenaga kesehatan x 100 %
Jml seluruh sasaran persalinan dalam satu tahun
10.500 x 100 % = 86,96 %
1,05 x 2,3% x 500.000

6
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

d. Sumber Data
SIMPUS dan SIRS termasuk pelayanan yang dilakukan oleh swasta

e. Rujukan
1) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal tahun
2002;
2) Acuan Asuhan Persalinan Normal/APN tahun 2007
3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2003
4) Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender
tahun 2004
5) PWS KIA tahun 2004

f. Target
Target 2015: 90 %

g. Langkah Kegiatan
1) Kemitraan Bidan Dukun
2) Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
3) Pelayanan persalinan
4) Penyediaan/Pengantian Peralatan Persalinan (Bidan KIT)
5) Pelatihan + Magang (APN)
6) Supervisi, Monitoring, dan Evaluasi (PWS-KIA dan Analisis Manajemen Program
KIA)

h. SDM
1) Dr. SpOG
2) Dokter Umum
3) Bidan

7
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

4. Cakupan Pelayanan Nifas

a. Pengertian

1) Nifas adalah periode mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
2) Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3
kali, pada 6 jam pasca persalinan s.d 3 hari; pada minggu ke II, dan pada
minggu ke VI termasuk pemberian Vitamin A 2 kali serta persiapan dan/atau
pemasangan KB Pasca Persalinan.
3) Jumlah seluruh Ibu Nifas di hitung melalui estimasi dengan rumus: 1,05 x Crude
Birth Rate (CBR) x Jumlah Penduduk. Angka CBR dan jumlah penduduk
Kab/Kota didapat dari data BPS masing masing Kab/Kota/Provinsi pada kurun
waktu tertentu. 1,05 adalah konstanta untuk menghitung Ibu Nifas
4) Dalam pelaksanaan pelayanan nifas dilakukan juga pelayanan neonatus sesuai
standar sedikitnya 3 kali, pada 6-24 jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada -28
hari setelah lahir yang dilakukan difasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah.
5) Pelayanan kesehatan neonatal adalah pelayanan kesehatan neonatal dasar (ASI
ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian
vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan pada saat lahir, pemberian imunisasi
hepatitis B1 (bila tidak diberikan pada saat lahir), manajemen terpadu bayi muda.
6) Neonatus adalah bayi berumur 0-28 hari.
7) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam
menyelenggarakan pelayanan nifas yang professional.

b. Definisi Operasional
Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal pada masa 6
jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus

Jumlah ibu nifas yg telah memperoleh 3 kali


Cakupan pelayanan nifas sesuai standar di satu wilayah x 100%
Pelayanan = kerja pada kurun waktu tertentu
NIfas
Seluruh Ibu nifas di satu wilayah kerja dalam kurun
waktu yg sama

2) Pembilang
Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar di
satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

3) Penyebut
Jumlah seluruh ibu nifas di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)

5) Contoh Perhitungan
Jumlah Penduduk 500.000, Angka Kelahiran Kasar (CBR) 2,3 %. Hasil
pelayanan nifas = 10.000 Januari - Desember tahun 2003, Maka :
Persentase cakupan pelayanan nifas adalah
Jml ibu nifas yg telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai
Standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu x 100% =
Seluruh Ibu nifas di satu wilayah pada kurun waktu tertentu

8
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

10.000 x 100 % = 82,82%


1,05 x 2,3% x 500.000

d. Sumber Data
1) SIMPUS dan SIRS termasuk pelayanan yang dilakukan oleh swasta.
2) Kohort LB3 Ibu PWS-KIA

e. Rujukan
1) Buku Pedoman Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) tahun 2008
2) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2003;
4) Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender
5) PWS KIA tahun 2004
6) Buku Pedoman Pemberian Vit A pada Ibu Nifas tahun 2005

f. Target
Target 2015: 90 %

g. Langkah Kegiatan
1) Pelayanan Nifas sesuai standar (ibu dan neonatus)
2) Pelayanan KB pasca persalinan
3) Pelatihan/magang klinis kesehatan maternal dan neonatal.
4) Pelayanan rujukan nifas
5) Kunjungan Rumah bagi yang Drop Out
6) Pencatatan dan Pelaporan
7) Supervisi, Monitoring dan Evaluasi (PWS KIA, Analisis Manajemen Prog. KIA)

h. SDM
1) Dokter
2) Bidan
3) Perawat

9
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

5. Cakupan Neonatus dengan komplikasi yang ditangani

a. Pengertian

1) Neonatus adalah bayi berumur 0 28 hari.


2) Neonatus dengan komplikasi adalah neonatus dengan penyakit dan kelainan yang
dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan, dan kematian. Neonatus dengan
komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis,
trauma lahir, BBLR (berat badan lahir rendah < 2500 gr ), sindroma gangguan
pernafasan, kelainan kongenital.
3) Neonatus dengan komplikasi yang ditangani adalah neonatus komplikasi yang
mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter, dan bidan di
sarana pelayanan kesehatan.
4) Perhitungan sasaran neonatus dengan komplikasi : dihitung berdasarkan 15% dari
jumlah bayi baru lahir. Jika tidak diketahui jumlah bayi baru lahir maka dapat
dihitung dari Crude Birth Rate x jumlah penduduk. Angka CBR dan jumlah
penduduk Kab/Kota didapat dari data BPS Kab/Kota/Provinsi.
5) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada neonatus
dengan komplikasi.
6) Sarana Pelayanan Kesehatan adalah polindes, praktek bidan, puskesmas,
puskesmas perawatan/PONED, rumah bersalin, dan rumah sakit
pemerintah/swasta.
7) Penanganan definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi
neonatus.

b. Definisi Operasional
Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani adalah neonatus dengan
komplikasi disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang ditangani sesuai
dengan standar oleh tenaga kesehatan terlatih di seluruh sarana pelayanan
kesehatan.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus

Cakupan Neonatus Jumlah neonatus dgn komplikasi yg


dgn komplikasi yg = tertangani x 100%
ditangani Jumlah seluruh neonatus dgn komplikasi yg
ada

2) Pembilang
Jumlah neonatus dengan komplikasi yang tertangani dari satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu di sarana pelayanan kesehatan.

3) Penyebut
Neonatus dengan komplikasi yang ada dengan perkiraan 15 % bayi baru lahir dari
satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama di sarana pelayanan kesehatan.

4) Ukuran/Konstanta
Prosentase (%)

5) Contoh Perhitungan
Jumlah seluruh neonatus di kec. A tahun 2003 = 300 neonatus
Jml perkiraan neonatus dgn komplikasi di kec. A adalah 15% x 300 = 45 neonatus.

10
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

Jml neonatus komplikasi yg memperoleh pelayanan kes. sesuai standar : 20


neonatus
Cakupan neonatus yg tertangani = 20 / 45 x 100 % = 44 %.

d. Sumber Data
1) SIMPUS,
2) SIRS
3) Laporan pelaksanaan audit Maternal dan perinatal.

e. Rujukan
1) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), tahun 2006;
2) Modul Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), tahun 2006;
3) Modul Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, tahun 2006;
4) Modul Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED), tahun 2006;
5) Modul Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK), tahun
2006;
6) Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), tahun 2006;
7) Pedoman pelaksanaan program imunisasi di Indonesia;
8) Pedoman Pelayanan Perinatal pada RSU Kelas C dan Kelas D;
9) Pedoman manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di
rumah sakit, tahun 2004;
10) Pedoman Pemantauan Wilayah setempat (PWS-KIA), tahun 2004;
11) Pedoman pengembangan PONED, tahun 2004;
12) Pedoman teknnis audit maternal-perinatal di tingkat Kab/Kota, tahun 2007;
13) Pedoman pelayanan kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan gender,
tahun 2004;
14) Pedoman manajemen PONEK 24 jam di Kab/Kota, tahun 2006;
15) Pedoman sistem rujukan maternal dan neonatal di RS Kab/Kota, tahun 2006.

f. Target
Target 2010: 80%

g. Langkah Kegiatan
1) Deteksi Dini Bumil, Bulin, dan Bufas komplikasi.
2) Pelayanan kesehatan pasca persalinan untuk ibu dan neonatal sesuai standar
3) Penyediaan sarana, peralatan, laboratorium, obat esensial yg memadai, dan
transport.
4) Pelatihan manajemen BBLR bagi bidan, manajemen Asfiksia bayi baru lahir,
MTBS, PONED bagi Tim puskesmas, PONEK bagi Tim RSUD
5) Pelaksanaan PONED dan PONEK;
6) Pemantauan untuk asuhan tindak lanjut bagi neonatus yang dirujuk
7) Pencatatan dan pelaporan
8) Pemantauan pasca pelatihan dan evaluasi
9) Pelaksanaan dan Pemantapan Audit Maternal Perinatal (AMP);
10) Rujukan pasien, tenaga medis, dan spesimen.

h. SDM

1) Tim PONEK RS (1 Dr.SpOG, 1 Dr.SpA, 1 Dr. umum, 3 bidan, dan 2 perawat)


2) Tim PONED Puskesmas (1 dokter, 1 bidan, 1 Perawat)
3) Dokter Umum
4) Perawat
5) Bidan

11
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

6. Cakupan Kunjungan Bayi

a. Pengertian
1) Bayi adalah anak berumur 29 hari 11 bulan.
2) Cakupan kunjungan bayi adalah Cakupan kunjungan bayi umur 29 hari 11 bulan
di sarana pelayanan kesehatan (polindes, pustu, puskesmas, rumah bersalin dan
rumah sakit) maupun di rumah, posyandu, tempat penitipan anak, panti asuhan
dan sebagainya melalui kunjungan petugas.
3) Setiap bayi memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu satu kali pada
umur 29 hari-3 bulan, 1 kali pada umur 3-6 bulan, 1 kali pada umur 6-9 bulan, dan
1 kali pada umur 9-11 bulan.
4) Pelayanan Kesehatan tersebut meliputi pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/
HB1-3, Polio 1-4, Campak), stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang
(SDIDTK) bayi dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi
5) Penyuluhan perawatan kesehatan bayi meliputi : konseling ASI eksklusif,
pemberian makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan, perawatan dan tanda
bahaya bayi sakit (sesuai MTBS), pemantauan pertumbuhan dan pemberian
vitamin A kapsul biru pada usia 6 11 bulan.
6) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi
bayi sehingga kesehatannya terjamin melalui penyediaan pelayanan kesehatan.

b. Definisi Operasional
Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi yang memperoleh pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, dan perawat yang memiliki
kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali disatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus
Jumlah bayi memperoleh pelayanan
kesehatan sesuai standar disatu wilayah
Cakupan
kerja pd kurun waktu tertentu x 100 %
Kunjungan bayi =
Jumlah seluruh bayi lahir hidup disatu
wilayah kerja dalam kurun waktu yg sama

2) Pembilang
Jumlah bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar,
paling sedikit 4 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

3) Penyebut
Seluruh bayi lahir hidup di satu wilayah kerja dalam kurun waktu sama.

Catatan :
Jika tidak ada data dapat digunakan angka estimasi jumlah bayi lahir hidup
berdasarkan data BPS atau perhitungan CBR dikalikan jumlah penduduk.

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)

5) Contoh Perhitungan
Jumlah seluruh bayi lahir hidup di desa A tahun 2005 : 75 bayi.
Jml bayi memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar, 4 kali oleh bidan : 40
bayi.

12
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

Cakupan kunjungan bayi = 40 / 75 x 100 % = 53,33 %.

Jumlah penduduk Kabupaten B: 270.000 jiwa.


CBR: 2.3%
Rekapitulasi jumlah bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan
standar 4 kali, se kabupaten B: 5000 bayi
Estimasi jumlah bayi lahir hidup: 2.3% x 270.000= 6210 bayi
Persentase cakupan kunjungan bayi 5.000/6.210 x 100 % = 80,52 %.

d. Sumber Data
SIMPUS (kohort bayi), SIRS dan klinik.

e. Rujukan
1) Modul manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
2) Buku kesehatan ibu dan anak (KIA)
3) Pedoman pelaksanaan program imunisasi di Indonesia
4) Modul Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) Anak.
5) Pedoman pemantauan pertumbuhan balita.
6) Pedoman pemberian MP-ASI.
7) Pedoman pemberian Vitamin A.

f. Target
Target 2010: 90 %

g. Langkah Kegiatan
1) Peningkatan kompetensi klinis kesehatan bayi meliputi SDIDTK, stimulasi
perkembangan bayi dan MTBS;
2) Pemantauan pasca pelatihan MTBS dan SDIDTK;
3) Pelayanan kesehatan bayi sesuai standar di fasilitas kesehatan;
4) Pelayanan rujukan;
5) Pembahasan audit kematian dan kesakitan bayi.
6) Pelayanan kunjungan rumah bagi yang tidak datang ke fasilitas kesehatan.

h. SDM
1) Dokter SpA
2) Dokter Umum
3) Bidan,
4) Perawat (terlatih),

13
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

7. Cakupan Desa/ Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)

a. Pengertian

1) Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten


dan/atau daerah kota di bawah kecamatan. (UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah).
2) Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional
dan berada di bawah kabupaten.
3) UCI (Universal Child Immunization) adalah tercapainya imunisasi dasar secara
lengkap pada bayi (0-11 bulan), Ibu hamil, WUS dan anak sekolah tingkat dasar.
4) Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis
Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis Campak. Ibu hamil dan WUS meliputi 2 dosis
TT. Anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT, 1 dosis campak, dan 2 dosis
TT.
5) Imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus
harus dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditetapkan, berdasarkan
kelompok usia sasaran dan tempat pelayanan.
6) Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang tidak rutin dilaksanakan,
hanya dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau
evaluasi. Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan meliputi: Backlog
Fighting dan Crash program.
7) Imunisasi dalam penanganan KLB adalah kegiatan imunisasi yang disesuaikan
dengan situasi epidemiologis penyakit.

b. Definisi Operasional
Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) adalah
Desa/Kelurahan dimana 80% dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah
mendapat imunisasi dasar lengkap dalam waktu satu tahun.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus

Desa /Kelurahan UCI = Jumlah desa / kelurahan UCI x 100 %


Seluruh desa / kelurahan

2) Pembilang
Jumlah Desa/Kelurahan UCI di satu wilayah kerja pada waktu tertentu.

3) Penyebut
Seluruh Desa/Kelurahan di satu wilayah kerja dalam waktu yang sama.

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)

5) Contoh Perhitungan
Jumlah desa/kelurahan UCI di Kabupaten/Kota X sebanyak 75 desa.
Jumlah desa di Kabupaten/Kota X sebanyak 90 desa.
Persentase Desa/kelurahan UCI di wilayah Kabupaten/Kota X = 75/90 x
100% = 83,3 %

14
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

d. Sumber Data
SIMPUS, SIRS dan Klinik

e. Rujukan
1) Pedoman operasional program imunisasi tahun 2004, IM. 16.
2) Kepmenkes No. 1611/MENKES/SK/XI/2005 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi.

f. Target
Target 2010: 100%

g. Langkah Kegiatan
1) Imunisasi Rutin
2) Imunisasi Tambahan (Backlog Fighting, Crash Program)
3) Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response)
4) Kegiatan Imunisasi tambahan untuk penyakit tertentu dalam wilayah yang luas
dan waktu yang tertentu (PIN, Sub PIN, Catch Up Campaign Campak)

h. SDM
1) Dokter
2) Perawat
3) Bidan

15
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

8. Cakupan pelayanan anak balita

a. Pengertian

1) Anak balita adalah anak berumur 12 - 59 bulan.


2) Setiap anak umur 12 - 59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan
pertumbuhan setiap bulan, minimal 8 x dalam setahun yang tercatat di Kohort
Anak Balita dan Pra Sekolah, Buku KIA/KMS, atau buku pencatatan dan
pelaporan lainnya.
3) Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan pertinggi/panjang
badan (BB/TB). Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah
pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap bulan di Posyandu, Taman
Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan Anak dan Taman Kanak-Kanak, serta
Raudatul Athfal dll.
Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak
balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk
menentukan status gizinya dan upaya tindak lanjut.
4) Pemantauan perkembangan meliputi penilaian perkembangan gerak kasar,
gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian, pemeriksaan
daya dengar, daya lihat. Jika ada keluhan atau kecurigaan terhadap anak,
dilakukan pemeriksaan untuk gangguan mental emosional, autisme serta
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas.
Bila ditemukan penyimpangan atau gangguan perkembangan harus dilakukan
rujukan kepada tenaga kesehatan yang lebih memiliki kompetensi.
5) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setiap anak usia 12-59 bulan
dilaksanakan melalui pelayanan SDIDTK minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan)
dan tercatat pada Kohort Anak Balita dan Prasekolah atau pencatatan pelaporan
lainnya. Pelayanan SDIDTK dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, ahli gizi,
penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sektor lain yang dalam
menjalankan tugasnya melakukan stimulasi dan deteksi dini penyimpangan
tumbuh kembang anak.
6) Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak umur 12-
59 bulan 2 kali pertahun (bulan Februari dan Agustus).
7) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi
anak balita sehingga kesehatannya terjamin melalui penyediaan pelayanan
kesehatan.

b. Definisi Operasional
Cakupan pelayanan anak balita adalah anak balita (12 59 bulan) yang
memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus

Jml anak balita yg memperoleh pelayanan


Cakupan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali
pelayanan = disatu wilayah kerja pd waktu tertentu
x 100%
anak balita Jumlah seluruh anak balita disatu wilayah
kerja dalam waktu yg sama

2) Pembilang
Jumlah anak balita (12 59 bulan) yang memperoleh pelayanan pemantauan
pertumbuhan minimal 8 kali di satu wilayah kerja pada waktu kurun tertentu.

16
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

3) Penyebut
Jumlah seluruh anak balita (12 59 bulan) di satu wilayah kerja dalam kurun
waktu tertentu.

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)

5) Contoh Perhitungan
Jumlah anak balita di Kabupaten A tahun 2003 adalah 6.000 orang.
Jumlah anak balita yang memperoleh pelayanan kesehatan 3.000 orang.
Persentase cakupan = 3.000/6.000 x 100 % = 50 %

d. Sumber Data
1) Kohort balita
2) Laporan rutin SKDN
3) Buku KIA
4) KMS
5) Pencatatan pada Pos PAUD (Pemantauan Anak Usia Dini), Taman Bermain,
Taman Penitipan Anak,Taman Kanak-kanak, Raudatul Athfal dll.

e. Rujukan
1) Buku Standar Pemantauan Pertumbuhan
2) Buku Pedoman pelaksanaan SDIDTK anak.
3) Buku KIA
4) Buku pedoman pemberian Vitamin A bagi petugas
5) Buku pedoman pendampingan keluarga

f. Target
Target 2010: 90%

g. Langkah Kegiatan
1) Pendataan sasaran anak usia 12 59 bulan;
2) Pemantauan pertumbuhan anak usia 12 59 bulan minimal 8 x dalam
setahun;
3) Pemantauan perkembangan anak usia 12 59 bulan minimal tiap 6 bulan
sekali;
4) Melakukan intervensi bila dijumpai gangguan pertumbuhan dan kelainan
perkembangan
5) Melakukan rujukan bila tidak ada perbaikan setelah dilakukan intervensi
6) Penyediaan skrining Kit SDIDTK;
7) Pengadaan Vitamin A dosis tinggi (200.000 iu) sesuai sasaran;
8) Pengadaan formulir pendukung pencatatan pelaporan
9) Monitoring dan evaluasi;
10) Pelatihan

h. SDM
1. Dokter SpA
2. Dokter Umum
3. Bidan
4. Perawat

17
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 24 bulan


keluarga miskin

a. Pengertian

1) Anak usia 6-24 bulan keluarga miskin adalah bayi usia 6 11 bulan dan anak
usia 6 24 bulan dari keluarga miskin (GAKIN).
2) Kriteria dan keluarga miskin ditetapkan oleh pemerintah setempat (Kab/Kota).
3) MP-ASI pabrikan berupa bubuk instan untuk bayi usia 6 11 bulan dan biskuit
untuk anak usia 12 24 bulan.

b. Definisi Operasional
Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 24 bulan
keluarga miskin adalah pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6
24 Bulan dari keluarga miskin selama 90 hari.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus

Cakupan Jumlah anak usia 6 24 bln keluarga


pemberian = miskin yg mendapat MP - ASI x 100 %
makanan Jumlah seluruh anak usia 6 24 bln
pendamping ASI keluarga miskin

2) Pembilang
Jumlah anak usia 6 24 bulan dari Gakin yang mendapat MP-ASI di satu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

3) Penyebut
Jumlah seluruh anak usia 6 24 bulan dari Gakin di satu wilayah kerja dalam
kurun waktu yang sama.

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%).

5) Contoh Perhitungan
Jumlah anak usia 6 24 bulan keluarga miskin yg mendapat MP ASI di Kab. A
dalam kurun waktu 1 (satu) tahun : 5.000 anak
Jumlah seluruh anak usia 6 24 bln keluarga miskin di Kab. A : 5.500 anak.

Persentase cakupan pemberian makanan pendamping ASI keluarga miskin =


5.000 x 100 % = 91 %
5.500

d. Sumber Data
Laporan khusus MP-ASI, R-1 gizi, LB3-SIMPUS.

e. Rujukan
Pedoman pengelolaan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) untuk anak
usia 6 24 bulan.

f. Target
Target 2010 : 100 %

18
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

g. Langkah Kegiatan
1) Pendataan sasaran;
2) Pelatihan pemberian makanan bagi anak / konseling menyusui
3) Pengadaan MP-ASI
4) Penyimpanan MP-ASI
5) Distribusi sampai ke sasaran
6) Pencatatan pelaporan
7) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemberian MP-ASI.

h. SDM
Nutrisionis/Tenaga kesehatan terlatih gizi

19
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

10) Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan

a. Pengertian

1) Balita adalah anak usia di bawah 5 tahun (anak usia 0 s/d 4 tahun 11 bulan)
yang ada di kabupaten/Kota.
2) Gizi buruk adalah status gizi menurut badan badan (BB) dan tinggi badan (TB)
dengan Z-score <-3 dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus,
kwashiorkor, dan marasmus-kwasiorkor).
3) Perawatan adalah perawatan sesuai tatalaksana gizi buruk.

b. Definisi Operasional
Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang
ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di satu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

c. Cara Perhitungan / Rumus


1) Rumus

Jumlah balita gizi buruk mendapat perawatan di


sarana pelayanan kesehatan disatu wilayah kerja pd
Cakupan kurun waktu tertentu x 100 %
Balita gizi buruk =
Jumlah seluruh balita gizi buruk yg ditemukan di satu
wilayah kerja pada kurun waktu yg sama

2) Pembilang
Jumlah balita gizi buruk mendapat perawatan di sarana pelayanan kesehatan di
satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

3) Penyebut
Jumlah seluruh balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah kerja pada kurun
waktu yang sama.

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%).

5) Contoh Perhitungan
Jumlah balita gizi buruk yg mendapat perawatan di sarkes di Kab. A dalam kurun
waktu 1 (satu) tahun : 16 balita
Jumlah seluruh balita gizi buruk yg ditemukan di Kab. A : 20 balita.

Persentase cakupan balita gizi buruk yg mendapat perawatan


= 16 x 100 % = 80 %
20
d. Sumber Data
R-1 /gizi, LB3-SIMPUS, SIRS, W-1 (laporan wabah KLB), laporan KLB gizi buruk
Puskesmas, dan atau Rumah Sakit.

e. Rujukan
1) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Rumah Sakit Kab/Kota, tahun 1998;
2) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan Rumah Tangga, tahun
1998;
3) Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, tahun 2007;
4) Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk, tahun 2007;

20
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

5) Panduan Pelatihan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, tahun 2007;


6) Pedoman dan pelayanan gizi rumah sakit, tahun 2007
7) Pedoman penyelenggaraan Pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk bagi tenaga
kesehatan, tahun 2007;
8) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

f. Target
Target 2010 : 100 %.

g. Langkah Kegiatan
1. Surveilans gizi termasuk penemuan kasus secara aktif
2. Respon cepat penanganan kasus gizi buruk
3. Pelatihan tatalaksana gizi buruk
4. Penyediaan mineral mix
5. Perawatan kasus gizi buruk di Rumah Sakit, TFC (Therapeutic Feeding Center)
6. Pendampingan kasus gizi buruk pasca rawat (Community Therapeutic Center)
7. Bintek dan supervisi berjenjang

h. SDM
Tim asuhan gizi (Dokter, Nutrisionis, Bidan/Perawat)

21
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

11. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat

a. Pengertian

1) Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat adalah pemeriksaan kesehatan


umum, kesehatan gigi dan mulut siswa SD dan setingkat melalui penjaringan
kesehatan terhadap murid kelas 1 SD dan Madrasah Ibtidaiyah yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama guru, dokter kecil.
2) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya terpadu lintas program dan
lintas sektor dalam rangka meningkatkan kemampuan hidup sehat dan
selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat anak usia sekolah yang berada di
sekolah.
3) Sekolah Dasar setingkat adalah Sekolah Dasar Negeri, Sekolah Dasar Swasta,
Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah Ibtidaiyah serta satuan pendidikan
keagamaan termasuk Ponpes baik jalur pendidikan sekolah maupun luar
sekolah;
4) Tenaga Kesehatan adalah tenaga medis, keperawatan atau petugas
Puskesmas lainnya yang telah dilatih sebagai tenaga pelaksana UKS/UKGS;
5) Guru UKS/UKGS adalah guru kelas atau guru yang ditunjuk sebagai pembina
UKS/UKGS di sekolah dan telah dilatih tentang UKS/UKGS;
6) Dokter kecil adalah kader kesehatan sekolah yang biasanya berasal dari murid
kelas 4 dan 5 SD dan setingkat yang telah mendapatkan pelatihan dokter kecil;
7) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program Usaha Kesehatan
Anak Sekolah dalam melindungi anak sekolah sehingga kesehatannya terjamin
melalui pelayanan kesehatan.

b. Definisi Operasional
Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat adalah cakupan siswa SD
dan setingkat yang diperiksa kesehatannya oleh tenaga kesehatan atau tenaga
terlatih (guru UKS/dokter kecil) melalui penjaringan kesehatan di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus
Cakupan
penjaringan Jml murid SD dan setingkat yg diperiksa kesehatannya
kesehatan oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih disatu
siswa SD & = wilayah kerja pada kurun waktu tertentu x 100%
setingkat Jumlah murid SD dan setingkat disatu wilayah kerja
dalam kurun waktu yg sama

2) Pembilang
Jumlah murid kelas 1 SD dan setingkat yang diperiksa kesehatannya melalui
penjaringan kesehatan oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih (guru
UKS/dokter kecil) disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

3) Penyebut
Jumlah murid kelas 1 SD dan setingkat disatu wilayah kerja pada kurun waktu
yang sama.

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)

22
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

5) Contoh Perhitungan
Jumlah murid SD dan setingkat di Kabupaten X pada tahun 2003 adalah 12.000
orang.
Jumlah murid SD dan setingkat yang diperiksa kesehatannya melalui
penjaringan kesehatan 9.000 orang
Persentase cakupan = 9.000 x 100 % = 75 %.
12.000
d. Sumber Data
1) Catatan dan pelaporan hasil penjaringan kesehatan (Laporan kegiatan UKS)
(sumber data diperbaiki, data akan masuk ke puskesmas melalui tenaga
kesehatan);
2) Data Diknas/BPS setempat;

e. Rujukan
1) Buku Pedoman UKS untuk Sekolah Dasar, tahun 2006;
2) Buku Pedoman Penjaringan Kesehatan, tahun 2001;
3) Buku Pedoman UKGS murid Sekolah Dasar, tahun 2006

f. Target
Target 2010: 100%

g. Langkah Kegiatan
1) Pendataan
2) Pengadaan dan pemeliharaan UKS kit, UKGS kit
3) Pelatihan petugas, guru UKS/UKGS dan dokter kecil;
4) Penjaringan kesehatan
5) Pelayanan kesehatan
6) Pencatatan dan pelaporan

h. SDM
1) Dokter Umum
2) Dokter Gigi
3) Perawat

23
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

12. Cakupan peserta KB aktif

a. Pengertian

1) Peserta KB aktif adalah Pasangan Usia Subur yang salah satu pasangannya
masih menggunakan alat kontrasepsi dan terlindungi oleh alat kontrasepsi
tersebut.
2) Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami Isteri, yang istrinya
berusia 15 49 tahun.
3) Angka Cakupan Peserta KB aktif menunjukkan Tingkat pemanfaatan
kontrasepsi di antara para Pasangan Usia Subur (PUS).

b. Definisi Operasional
Cakupan peserta KB aktif adalah jumlah peserta KB aktif dibandingkan dengan
jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus

Cakupan Jumlah PUS yang menggunakan kontrasepsi di satu


peserta KB = wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
aktif x 100 %
seluruh Pasangan Usia Subur di satu wilayah kerja dalam
kurun waktu yang sama

2) Pembilang
Jumlah PUS yang menggunakan kontrasepsi di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.

3) Penyebut
Jumlah seluruh Pasangan Usia Subur di satu wilayah kerja dalam kurun waktu
yang sama.

4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)
5) Contoh Perhitungan
Jumlah PUS yang menggunakan kontrasepsi di Kabupaten A = 12.000 PUS
Jumlah PUS di Kabupaten A= 15.000 PUS
Persentase cakupan peserta aktif KB
= 12.000 x 100 % = 80 %.
15.000

d. Sumber Data
SIMPUS, SIRS dan Formulir 2 KB

e. Rujukan
1) Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (BP3K), tahun 2007;
2) Panduan Baku Klinis Program Pelayanan KB;
3) Pedoman Penanggulangan Efek Samping/Komplikasi Kontrasepsi;
4) Pedoman Pelayanan Kontrasepsi Darurat, tahun 2004
5) Penyeliaan Fasilitatif Pelayanan KB, tahun 2007;
6) Instrumen Kajian Mandiri Pelayanan KB, tahun 2007;
7) Panduan Audit Medik Pelayanan KB, tahun 2004;

24
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

8) Analisis Situasi & Bimbingan Teknis Pengelolaan Pelayanan KB, tahun 2007;
9) Pedoman Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu, tahun 2002.

f. Target
Target 2010: 70%

g. Langkah Kegiatan
1) Pendataan Sasaran PUS.
2) Konseling KB untuk PUS.
3) Pelayanan Kontrasepsi sesuai standar.
4) Pengadaan Alat dan Obat Kontrasepsi (Alokon)
5) Pelatihan Klinis Pelayanan Kontrasepsi Terkini/Contraceptive Technical Update
6) Pelatihan Peningkatan Kinerja Pelayanan KB
7) Pelatihan Penggunaan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
8) Penguatan Sistem informasi pelayanan KB
9) Supervisi, Monitoring dan Evaluasi

h. SDM;
1) Dokter
2) Bidan
3) Perawat

25
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin

a. Pengertian

1) Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang


meliputi observasi diagnosa pengobatan rehabilitasi medik tanpa tinggal di
ruang rawat inap di sarana kesehatan strata pertama.
2) Rawat Inap Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang
meliputi observasi diagnosa pengobatan rehabilitasi medik tinggal di ruang
rawat inap di sarana kesehatan strata pertama.
3) Cakupan rawat jalan adalah jumlah kunjungan kasus (baru dan lama) rawat
jalan di sarana kesehatan strata pertama.
4) Kunjungan pasien baru adalah seseorang yang baru berkunjung ke sarana
kesehatan dengan kasus penyakit baru.
5) Sarana kesehatan strata pertama adalah tempat pelayanan kesehatan
meliputi antara lain : puskesmas, balai pengobatan pemerintah dan swasta,
praktek bersama dan perorangan.
6) Masyarakat miskin adalah masyarakat sasaran program pengentasan
kemiskinan yang memenuhi kriteria tertentu menggunakan 14 (empat belas)
variabel kemiskinan dalam satuan Rumah Tangga Miskin (RTM).

b. Definisi Operasional
Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin adalah Jumlah
kunjungan pasien masyarakat miskin di sarana kesehatan strata pertama di satu
wilayah kerja tertentu pada kurun waktu tertentu.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus
Cakupan pelayanan Jumlah kunjungan pasien maskin di
kesehatan dasar = Sarkes strata 1 x 100 %
maskin Jumlah seluruh maskin di kab/kota

2) Pembilang
Jumlah kunjungan pasien maskin selama 1 tahun (lama dan baru).
3) Penyebut
Jumlah seluruh maskin di wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)
5) Contoh Perhitungan
Jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap maskin yang mendapat perawatan di
Puskesmas dan klinik di Kabupaten A = 12.000 orang
Jumlah seluruh maskin di Kabupaten A = 150.000 orang
Persentase cakupan pelayanan kesehatan dasar
= 12.000 x 100 % = 8 %.
150.000

d. Sumber Data
Laporan Puskesmas . Laporan Dinas Kesehatan Kab/Kota

e. Rujukan
1) Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat, 2008
2) Pedoman Unit Cost Pemberi Pelayanan Kesehatan, 2007
3) Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Badan Pusat Statistik, 2006
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

f. Target
Target 2015: 100%

g. Langkah Kegiatan
1) Pendataan penduduk, sarana kesehatan dan kunjungan ke sarana kesehatan
2) Jenis Pelayanan dasar maskin
3) Penyuluhan
4) Pelatihan
5) Monitoring dan evaluasi
6) Pencatatan dan pelaporan

h. SDM
1) Dokter Umum
2) Perawat
3) Bidan
4) Tenaga kesehatan lainnya
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

II. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

15. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin

a. Pengertian
1) Rawat Inap Tingkat Lanjut adalah pelayanan kesehatan perorangan yang
meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik
dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan strata dua dan
strata tiga pemerintah dan swasta, yang oleh karena penyakitnya penderita
harus menginap.
2) Rawat Jalan Tingkat Lanjut adalah pelayanan kesehatan perorangan yang
meliputi observasi diagnosa pengobatan rehabilitasi medik tanpa tinggal di
ruang rawat inap di sarana kesehatan strata dua dan strata tiga Pemerintah
dan Swasta.
3) Sarana kesehatan strata dua dan strata tiga adalah balai kesehatan mata
masyarakat, balai pengobatan penyakit paru, balai kesehatan indera
masyarakat, balai besar kesehatan paru masyarakat, rumah sakit baik milik
pemerintah maupun swasta.

b. Definisi Operasional
Cakupan rujukan pasien maskin adalah jumlah kunjungan pasien maskin di
sarana kesehatan strata dua dan strata tiga pada kurun waktu tertentu (lama &
baru).

c. Cara Perhitungan/Rumus
1)Rumus

Cakupan Jumlah pasien maskin di sarkes x 100 %


rujukan maskin = strata 2 dan strata 3
Jumlah masyarakat miskin

2)Pembilang
Jumlah kunjungan pasien maskin selama 1 tahun (lama dan baru).
3)Penyebut
Jumlah seluruh maskin di wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
4)Ukuran/Konstanta
Persentase (%)
5)Contoh Perhitungan
Jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap maskin yang mendapat perawatan di
RS di Kabupaten A = 10.000 orang
Jumlah seluruh maskin di Kabupaten A = 150.000 orang
Persentase cakupan pelayanan kesehatan dasar
= 10.000 x 100 % = 6,66 %.
150.000

d. Sumber Data
SP2RS/SIRS, Laporan Dinas Kesehatan kab/kota, SKN.

e. Rujukan
1) Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat, 2008
2) Pedoman Unit Cost Pemberi Pelayanan Kesehatan, 2007
3) Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Badan Pusat Statistik, 2006
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

f. Target
Target 2015: 100%

i. Langkah Kegiatan
1) Pendataan penduduk, sarana kesehatan dan kunjungan ke sarana kesehatan
2) Jenis pelayanan lanjutan/rujukan maskin
3) Penyuluhan
4) Pelatihan SDM
5) Pencataan dan Pelaporan
6) Monitoring dan evaluasi

j. SDM
1) Dokter Spesialis
2) Dokter Umum
3) Perawat
4) Tenaga kesehatan lainnya
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

16. Cakupan Pelayanan Gawat Darurat level 1 yang harus diberikan Sarana Kesehatan
(RS) di Kab/ Kota

a. Pengertian
1. Gawat darurat level 1 adalah tempat pelayanan gawat darurat yang memiliki Dokter
Umum on site 24 jam dengan kualifikasi GELS dan/atau ATLS + ACLS, serta
memiliki alat trasportasi dan komunikasi.
2. On site adalah berada di tempat .
3. GELS adalah General Emergency Life Support
4. ATLS adalah Advance Trauma Life Support
5. ACLS adalah Advance Cardiac Life Support.

b. Definisi Operasional
Pelayanan gadar level 1 yg hrs diberikan sarana kesehatan (RS) di kab/Kota.

c. Cara Perhitungan/ Rumus


1) Rumus

pelayanan gawat pelayanan gawat darurat level 1


darurat level 1 = x 100 %
Jumlah RS kab/kota

2) Pembilang
Jumlah RS yang mampu memberikan pelayanan gadar level 1..
3) Penyebut
Jumlah RS kabupaten.
4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%).
5) Contoh Perhitungan
Jumlah sarana kesehatan (3 RS), (10 Puskesmas), (17 RB) = 30 sarkes.
Jumlah sarana kesehatan yang mempunyai pelayanan gawat darurat (2RS),(5
Puskesmas), (8 RB) = 20 sarkes.
Persentase sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang
dapat diakses masyarakat = 20 x 100 % = 66,6 %
30

d. Sumber Data
SIMPUS, SIRS, dan Dinkes Kab/Kota.

e. Rujukan
1) Evaluasi tahunan
2) Standar Pelayanan Gawat-darurat RS (2007) SK Menkes tahun 2007
3) Pedoman penyusunan Disaster Plan Rumah Sakit SK Menkes tahun 2007

f. Target
Target 2015 : 100 %
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

g. Langkah Kegiatan
1) Standarisasi pelayanan gawat-darurat di Kabupaten dan Provinsi
2) Penyusunan Disaster Plan
3) Penghitungan biaya pelayanan pasien gawat-darurat (menurut service cost)
4) Pencarian sumber biaya (Askes Jasa Raharja jamsostek Badan
Penanggulangan Bencana Pusat/Daerah APBN APBD - Bappenas)
5) Pencatatan
6) Diklat

h. SDM
Tim Gawat Darurat (Dokter Umum dan Perawat)
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

III. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DAN PENANGGULANGAN KLB

17. Cakupan Desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan


epidemiologi < 24 jam

a. Pengertian

1. Desa/ kelurahan mengalami KLB bila terjadi peningkatan kesakitan atau


kematian penyakit potensial KLB, penyakit karantina atau keracunan makanan.
2. KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian
yang bermakna secara epidemiologis pada suatu desa /kelurahan dalam waktu
tertentu.
a. Ditangani adalah mencakup penyelidikan dan penanggulangan KLB.
b. Pengertian kurang dari 24 jam adalah sejak laporan W1 diterima sampai
penyelidikan dilakukan dengan catatan selain formulir W1 dapat juga berupa
fax atau telepon.
3. Penyelidikan KLB adalah rangkaian kegiatan berdasarkan cara-cara
epidemiologi untuk memastikan adanya suatu KLB, mengetahui gambaran
penyebaran KLB dan mengetahui sumber dan cara-cara penanggulangannnya.
4. Penanggulangan KLB adalah Upaya untuk menemukan penderita atau
tersangka penderita, penatalaksanaan Penderita, pencegahan peningkatan,
perluasan dan menghentikan suatu KLB.

b. Definisi Operasional
Cakupan Desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam adalah
Desa/kelurahan mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) yang ditangani < 24 jam oleh
Kab/Kota terhadap KLB periode/kurun waktu tertentu.

c. Cara Perhitungan/Rumus
1) Rumus

Jumlah KLB di desa/kelurahan yang ditangani


Cakupan KLB Desa/ <24 jam dalam periode tertentu
kelurahan yang ditangani = x 100 %
< 24 jam Jumlah KLB di desa/kelurahan yang terjadi
pada periode yang sama

Catatan :
Bila dalam 1 desa/kelurahan terjadi lebih dari 1 kali KLB pada suatu periode, maka
jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB dihitung sesuai dengan frekuensi KLB
yang terjadi di desa/kelurahan tersebut, dan ikut dimasukan dalam penghitungan
pembilang maupun penyebut.

2) Pembilang
Jumlah kejadian Luar Biasa (KLB) di Desa/ Kelurahan yang ditangani < 24 jam
periode/ kurun waktu tertentu.
3) Penyebut
Jumlah Kejadian Luar biasa (KLB) yang terjadi pada wilayah Desa/ Kelurahan
pada periode/kurun waktu yang sama.
4) Ukuran/Konstanta
Persentase (%)
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

5) Contoh Perhitungan

Data terjadinya KLB di Kabupaten X Januari s/d Desember tahun 2005

J P M D D Jml KLB Jml KLB di


Kel/ a e a s e Frek. Ditangani Desa/ keterangan
Desa n b r t S KLB < 24 jam Kelurahan

Jml desa/kel me-


A x x x - - 3 3 3 ngalami KLB dihi tung
3 krn KLB di desa/kel
A terjadi 3 kali pd thn
tersebut.

B - - - - - 0 0 0 Tdk dihitung, krn tdk


terjadi KLB.

C - x - - - 1 0 1 Jml desa/kel
mengalami KLB
dihitung 1 krn KLB di
desa/kel A terjadi 1
kali pd thn tersebut

D - - x - x 2 1 2 Jml desa/kel
mengalami KLB dihi
tung 2 krn KLB di
desa/kel A terjadi 2
kali pd thn tersebut.

E x x x - x 4 2 4 Jml desa/kel
mengalami KLB dihi
tung 4 krn KLB di
desa/kel A terjadi 4
kali pd thn tersebut

Jml 2 3 3 0 2 10 6 10

Keterangan: x : terjadi KLB


- : tidak terjadi KLB

Hasil perhitungan pencapaian target berdasarkan indikator di Kabupaten X


tahun 2005 adalah (6 : 10 ) x 100 % = 60 %

d. Sumber Data
1) Laporan KLB 24 jam ( W1);
2) Laporan hasil penyelidikan dan penanggulangan KLB;
3) Laporan Masyarakat dan media massa.

e. Rujukan
1) UU nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular (sebagai referensi untuk
pembuatan SK Bupati/ Walikota/ Perda);
2) PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular;
3) SK Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini KLB;
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

f. Target
Target 2015: 100 %

g. Langkah Kegiatan
1) Pengumpulan data;
2) Penyajian dan analisis data;
3) Diseminasi;
4) Pencegahan dan pengendalian KLB;
5) Monitoring dan evaluasi;
6) Pelatihan

h. SDM

1) Dokter Umum
2) Perawat
3) Tenaga Epidemiologi Kesehatan
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

IV. PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

18. Cakupan Desa Siaga Aktif

a. Pengertian
1) Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya
dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah
kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri.
Pengertian Desa ini dapat berarti Kelurahan atau Nagari atau istilah-istilah lain
bagi satuan administrasi pemerintahan setingkat desa.
2) Desa Siaga Aktif adalah desa yang mempunyai Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) atau UKBM lainnya yang buka setiap hari dan berfungsi sebagai
pemberi pelayanan kesehatan dasar, penanggulangan bencana dan
kegawatdaruratan, surveilance berbasis masyarakat yang meliputi pemantauan
pertumbuhan (gizi), penyakit, lingkungan dan perilaku sehingga masyarakatnya
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
3) Poskesdes adalah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
yang dibentuk di desa dalam rangka upaya mendekatkan pelayanan kesehatan
dasar bagi masyarakat desa. Poskesdes dikelola oleh 1 orang Bidan dan
minimal 2 orang kader dan merupakan koordinator dari UKBM yang ada.
4) Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan yang sesuai
kewenangan bidan penangungjawab poskesdes, selanjutnya dirujuk ke pustu
atau puskesmas apabila tidak bisa ditangani.
5) Surveilans penyakit yang berbasis masyarakat adalah upaya pengamatan dan
pencatatan yang dilakukan oleh masyarakat (kader dan bidan/perawat) tentang
kejadian penyakit yang dapat mengancam kesehatan penduduk/masyarakat.
6) Pemantauan Pertumbuhan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh kader
untuk mengetahui berat badan balita setiap bulan untuk mendeteksi secara
dini pertumbuhan balita (D/S).
7) Masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah masyarakat
dimana penduduknya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Definisi Operasional
Cakupan Desa Siaga Aktif adalah desa yang mempunyai Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) atau UKBM lainnya yang buka setiap hari dan berfungsi sebagai
pemberi pelayanan kesehatan dasar, penanggulangan bencana dan
kegawatdaruratan, surveilance berbasis masyarakat yang meliputi pemantauan
pertumbuhan (gizi), penyakit, lingkungan dan perilaku sehingga masyarakatnya
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dibandingkan dengan
jumlah desa siaga yang dibentuk

c. Cara Perhitungan/Rumus
1)Rumus
Cakupan
Desa Siaga = Jumlah Desa siaga yg aktif x 100 %
Aktif Jumlah Desa Siaga yg dibentuk

2)Pembilang
Jumlah desa siaga yang aktif di satu wilayah pada kurun waktu tertentu.
3)Penyebut
Jumlah desa siaga yang dibentuk di satu wilayah pada kurun waktu tertentu.
Lampiran Kepmenkes Nomor : 828/MENKES/SK/IX/2008

4)Ukuran/Konstanta
Persentase (%)

5)Contoh Perhitungan
Jumlah Desa di wilayah Kab A seluruhnya = 75 Desa
Jumlah Desa Siaga yang dibentuk = 60 Desa
Jumlah Desa Siaga yang aktif = 45 Desa
Desa Siaga aktif = 45/60 x 100% = 75%

d. Sumber Data
Hasil pencatatan kegiatan Puskesmas dan Laporan Profil PSM/UKBM.

e. Rujukan
1) Kepmenkes Nomor 564/VIII tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengembangan Desa Siaga.
2) Juknis penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengambangan
desa siaga.
3) Juknis pengembangan dan penyelenggaraan Pos Kesehatan Desa

f. Target
Target 2015: 80%

g. Langkah Kegiatan
1) Persiapan
a. Persiapan Petugas:
Pelatihan Bidan (1 desa: 1 Bidan)
Pelatihan Kader dan Toma (1 desa: 2 kader + 1 toma) selama 4 hari: 3
hari di kelas, 1 hari di lapangan
b. Persiapan Masyarakat:
Pembentukan forum melalui pertemuan Tingkat Desa (3 kali/tahun)
Survei Mawas Diri (pendataan ke lapangan atau pertemuan rembuk
desa) 2 kali/tahun)
Musyawarah Masyarakat Desa: 2 kali/tahun

2) Pelaksanaan
a) Pelayanan kesehatan dasar;
b) Kader dan toma melakukan surveilan berbasis masyarakat (pengamatan
sederhana) thd KIA, Gizi, Kesling, Penyakit, PHBS, melakukan pendataan
PHBS dengan survei cepat;
c) Pertemuan tindak lanjut penemuan hasil surveilans dalam rangka
meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat (1 bulan sekali)
d) Alih pengetahuan dan olah ketrampilan melalui pertemuan: 2 kali/tahun
e) Pertemuan Forum Masyarakat Desa untuk membahas masalah kesehatan
dengan memanfaatkan forum yang ada di desa (1bulan sekali).

h. SDM
5) Bidan atau petugas kesehatan lainnya
6) Kader
7) Tokoh masyarakat
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 317/MENKES/SK/V/2009

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS
PERENCANAAN PEMBIAYAAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN
MINIMAL BIDANG KESEHATAN KABUPATEN/KOTA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat


(1) huruf a Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
di Kabupaten/Kota, perlu menetapkan Keputusan Menteri
Kesehatan tentang Pedoman Teknis Perencanaan
Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan Kabupaten/Kota;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Nomor 100 Tahun 1992, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);

2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang


Pedoman Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimal (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4585 );

4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737 );

1
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
741/Menkes/PER/VI/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


828/MENKES/SK/X/2009 tentang Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERENCANAAN PEMBIAYAAN
PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
KESEHATAN KABUPATEN/KOTA.

KEDUA Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar


Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota
sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.

KETIGA : Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud diktum kedua digunakan


sebagai acuan bagi perangkat kesehatan di daerah untuk
melaksanakan Standar Pelayanan Minimal di Kabupaten/Kota.

KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : .

MENTERI KESEHATAN

Dr.dr.Siti Fadilah Supari, Sp.JP (K)

2
Lampiran I Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 317/MENKES/SK/V/2009
Tanggal : 4 Mei 2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman


Penyusunan dan Penerapan SPM serta Permendagri No. 6 Tahun 2007
tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM, pemerintah
wajib menyusun SPM berdasarkan urusan wajib yang merupakan
pelayanan dasar, yaitu bagian dari pelayanan publik. Sedangkan
Permendagri No. 79 Tahun 2007 selanjutnya mengatur tentang Rencana
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal berdasarkan Analisis Kemampuan
dan Potensi Daerah.

Menindaklanjuti hal tersebut di atas, Departemen Kesehatan telah


mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kab/Kota.

SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota mencakup 4 (empat) jenis pelayanan,


terdiri dari :
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
2. Pelayanan Kesehatan Rujukan
3. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB
4. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Dalam rangka penerapan dan pencapaian SPM Bidang Kesehatan secara


bertahap diperlukan panduan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM
bidang kesehatan di Kab/Kota untuk dijadikan acuan bagi pemerintah
daerah dengan memperhatikan potensi dan kemampuan daerah.

B. TUJUAN DAN SASARAN

Panduan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kesamaan visi


kepada pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penyusunan
perencanaan pembiayaan penerapan SPM bidang kesehatan di Kab/Kota.

Adapun sasaran dari panduan ini adalah tersusunnya perencanaan


pembiayaan SPM bidang kesehatan oleh pemerintah Daerah Kab/Kota
dalam rangka pencapaian secara bertahap SPM Bidang kesehatan di
daerahnya.
C. PENGERTIAN

1. Indikator kinerja SPM bidang kesehatan adalah tolok ukur prestasi


kuantitatif dan kualitatif di bidang kesehatan yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam
pencapaian SPM bidang kesehatan di Kab/Kota berupa masukan,
proses, hasil, dan/atau manfaat pelayanan.
2. Batas waktu pencapaian adalah batas waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai target (nlai) indikator SPM secara bertahap yang ditentukan
untuk mencapai SPM daerah Kab/kota.
3. Langkah kegiatan adalah tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan
untuk memenuhi capaian indikator SPM sesuai situasi dan kondisi serta
kemampuan keuangan pemerintah daerah Kab/kota.
4. Kurun waktu adalah kurun/waktu dalam pelaksanaan kegiatan periode 1
(satu) tahun.
5. Satuan kerja/Lembaga penanggung jawab adalah lembaga di daerah
yang bertanggung jawab dalam penerapan SPM. Penentuan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ini harus mempertimbangkan tugas
pokok dan fungsi, kualifikasi dan kompetensi sumber daya SKPD yang
bersangkutan.
6. Kemampuan dan potensi daerah adalah kondisi keuangan daerah
seperti PAD, DAU, dan DAK serta sumber daya yang dimilki daerah
untuk meyelenggarakan urusan wajib pemerintahan daerah dan dalam
rangka pembelanjaan untuk membiayai penerapan SPM.
7. Rencana Pencapaian SPM adalah target pencapaian SPM yang
dituangkan dalam dokumen perencanaan daerah yang dijabarkan pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), RKPD,
Renstra-SKPD dan Renja-SKPD untuk digunakan sebagai dasar
perhitungan kebutuhan biaya dalam penyelenggaraan pelayanan dasar.
8. Analisis kemampuan dan potensi daerah terkait data dan informasi
menyangkut kapasitas dan sumber daya yang dimiliki daerah.
9. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang
berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang
disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi
SKPD.
10. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau
lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran
terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan
pengerahan sumber daya baik yang berupa personal (sumber daya
manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau
kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya
tersebut.sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output)
dalam bentuk barang/jasa.
D. DASAR HUKUM

1. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman


Penyusunan dan Penerapan SPM;
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM
3. Permendagri No. 79 Tahun 2007 selanjutnya mengatur tentang
Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal.
4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/MENKES/VII/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota.
5. SK Menkes No. 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota

E. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM bidang


kesehatan, meliputi:
1. Rencana Pencapaian SPM
2. Pengintegrasian rencana pencapaian SPM dalam bentuk dokumen
perencanaan dan penganggaran
3. Mekenisme pembelanjaan penerapan SPM dan perencanaan
pembiayaan pencapaian SPM bidang kesehatan di Kab/Kota
4. Sistem penyampaian informasi rencana dan realisasi pencapaian
target tahunan SPM kepada masyarakat
BAB II
RENCANA PENCAPAIAN SPM

Dalam menentukan rencana pencapaian dan penerapan SPM, pemerintah daerah


harus mempertimbangkan:
1. Kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar
Kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar dilihat dari kegiatan yang
sudah dilakukan oleh daerah sampai saat ini, terkait dengan jenis-jenis
pelayanan yang ada di dalam SPM bidang kesehatan di Kab/Kota.
2. Target pelayanan dasar yang akan dicapai
Target pelayanan dasar yang akan dicapai mengacu pada target
pencapaian yang sudah disusun oleh Departemen Kesehatan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/MENKES/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota dan SK Menkes No.
828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kab/Kota
3. Kemampuan, potensi, kondisi, karakteristik dan prioritas daerah

Rencana pencapaian SPM Bidang Kesehatan di daerah mengacu pada batas


waktu pencapaian SPM Bidang Kesehatan secara nasional yang telah ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan dengan memperhatikan analisis kemampuan dan
potensi daerah.

Analisis kemampuan dan potensi daerah disusun berdasarkan data, statistik dan
informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat
khusus maupun umum. Pengertian khusus dalam hal ini adalah data, statistik dan
informasi yang secara langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang
Kesehatan di Kab/Kota, misalnya data teknis, sarana dan prasarana fisik, personil,
alokasi anggaran untuk melaksanakan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota.
Sedangkan pengertian umum dalam hal ini adalah data, statistik, dan informasi
yang secara tidak langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang Kesehatan,
namun keberadaannya menunjang pelaksanaan SPM secara keseluruhan.
Misalkan kondisi geografis, demografis, pendapatan daerah, sarana prasarana
umum dan sosial ekonomi.

Potensi daerah yang dimaksud dalam hal ini mengandung pengertian


ketersediaan sumber daya yang dimiliki baik yang telah dieksploitasi maupun yang
belum dieksploitasi yang keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk menunjang
pencapaian SPM.

Faktor kemampuan dan potensi daerah digunakan untuk menganalisis:


a. penentuan status awal yang terkini dari pencapaian pelayanan dasar di
daerah;
b. perbandingan antara status awal dengan target pencapaian dan batas waktu
pencapaian SPM yang ditetapkan oleh pemerintah.
c. Perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM, analisa standar belanja
kegiatan berkaitan dengan SPM dan satuan harga kegiatan; serta
d. Perkiraan kemampuan keuangan dan pendekatan penyediaan pelayanan
dasar yang memaksimalkan sumber daya daerah.

Analisis kemampuan dan potensi daerah digunakan untuk menyusun skala


prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota.
BAB III
PENGINGTEGRASIAN RENCANA PENCAPAIAN SPM DALAM DOKUMEN
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Pemerintah daerah menyusun rencana pencapaian SPM bidang kesehatan yang


dituangkan dalam RPJMD dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM
bidang kesehatan. RPJMD yang memuat rencana pencapaian SPM bidang
kesehatan akan menjadi pedoman dalam penyusunan Renstra SKPD, kebijakan
umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafond Anggaran (PPA). Adapun mekanisme
rencana pencapaian SPM dalam RPJMD sbb:

Gambar 2. Pengintegrasian

Pelayanan Dasar Analisis keuangan


Urusan & kondisi umum
Urusan pilihan
pemerintahan daerah

Urusan bersama Urusan wajib SPM


Kondisi umum
daerah

Urusan
Urusan mutlak Menjadi salah pemerintahan
satu faktor dalam kewenangan
menggambarkan daerah
Faktor geografis
Perekonomian
daerah
Menjadi acuan Kondisi sosial
Renja - SKPD dalam budaya
Prasarana dan
RKPD penyusunan
sarana
Pemerintahan
umum
RKA - SKPD Prestasi kerja
Rancangan RPJMD pelayanan publik
berbasis SPM
Strategi
Renstra - SKPD Penetapan Perda pembagunan
ttg RPJMD daerah
Visi misi & tujuan Arah kebijakan
Strategi &
keuangan
kebijakan
Program, indikasi
daerah
kegiatan, prestasi Program
kerja berbasis prioritas daerah
SPM

Pengintegrasian rencana pencapaian SPM ke dalam RPJMD dilakukan dengan


menggunakan format sesuai tabel 2.
BAB IV
MEKANISME PEMBELANJAAN PENERAPAN SPM DAN PERENCANAAN
PEMBIAYAAN PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN

Nota kesepakatan tentang KUA dan PPA yang disepakati bersama antara Kepala
Daerah dan DPRD wajib memuat target pencapaian dan penerapan SPM Bidang
Kesehatan di Kab/Kota. Nota kesepakatan inilah yang menjadi dasar penyusunan
RKA-SKPD yang menggambarkan secara rinci dan jelas program dan kegiatan
yang akan dilakukan dalam rangka pencapaian dan penerapan SPM Bidang
Kesehatan di Kab/Kota. Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD ini dapat dilihat
pada gambar 3.

Gambar 3. Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD

RKPD Analisis standar SKPD


belanja
Penyusunan rincian
anggaran
SPM pendapatan
Rancangan KUA Penyusunan rincian
SE KDh ttg anggaran belanja
Nota Kesepakatan Pedoman tidak langsung
KUA Penyusunan RKA - Penyusunan rincian
SKPD penerimaan
pembiayaan daerah
Rancangan PPAS
Penyusunan rincian
pengeluaran
pembiayaan daerah
Nota Kesepakatan
PPAS

Standar satuan
harga

RKA _ SKPD

Penetapan Perda Penyusunan


APBD Evaluasi Raperda Raperda APBD Badan
Kepegawaian/
Daftar Pegawai

Per. KDH Raperda APBD Nota Keuangan


Penjabaran SPBD Akuntansi/
Laporan Kuangan

Mekanisme perencanaan pembiayaan pencapaian SPM bidang kesehatan


(gambar 4) dilakukan untuk melihat kemampuan dan potensi daerah dalam
pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota. Adapun tahapan
mekanisme perencanaan pembiayaan SPM adalah sbb:

1. Pemerintah daerah menyusun rincian kegiatan untuk masing-masing jenis


pelayanan dalam rangka pencapaian SPM dengan mengacu pada indikator
kinerja dan batas waktu pencapaian SPM yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
2. pemerintah daerah menetapkan batas waktu pencapaian SPM untuk
daerahnya dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM secara
nasional, kemampuan dan potensi daerahnya masing-masing.
3. pemerintah daerah menetapkan target tahunan pencapaian SPM mengacu
pada batas waktu yang sudah ditentukan oleh masing-masing daerah.
4. pemerintah daerah membuat rincian belanja untuk setiap kegiatan dengan
mengacu pada rincian belanja yang sudah ditetapkan oleh masing-masing
daerah.
5. pemerintah daerah dapat mengembangkan jenis kegiatan dari masing-
masing jenis pelayanan yang sudah ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan sesuai kebutuhan daerahnya dalam pencapaian SPM di daerah
masing-masing.
6. pemerintah daerah menggunakan perencanaan pembiayaan pencapaian
SPM bidang kesehatan untuk melihat kondisi dan kemampuan keuangan
daerahnya dalam mencapai SPM Bidang Kesehatan yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah.
7. apabila pembiayaan yang dibutuhkan dalam pencapaian SPM bidang
kesehatan melebihi kemampuan keuangan daerah maka pemerintah
daerah dapat mengurangi kegiatan atau mencari sumber anggaran lainnya.

Gambar 4. Mekanisme Perencanaan Pembiayaan SPM Bidang Kesehatan

Pemda

Indikator SPM
RPJMD
Program kegiatan
pencapaian SPM

Batas waktu
pencapaian SPM
daerah

RKPD
Batas waktu
pencapaian SPM
nasional Target tahunan

Rincian belanja

Adapun uraian kegiatan dan biaya dalam rangka penyusunan perencanaan


pembiayaan pencapaian SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota, dijelaskan pada
lampiran berikut:
BAB V
SISTEM PENYAMPAIAN INFORMASI

Rencana pencapaian target tahunan SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota dan


realisasinya merupakan bagian dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah (LPPD), Laporan Keuangan Pertanggungjawaban (LKPJ) dan Informasi
laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (ILPPD) yang harus diinformasikan
kepada masyarakat.

Selain itu, sesuai dengan Pasal 12 PP 65/2005 Pemerintah Daerah


mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan SPM ke dalam
sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-
undangan.

Gambar 5. Mekanisme Sistem Pengelolaan Data dan Informasi SPM Bidang


Kesehatan
Depkes
(Siknas Online)

Dinkes Dinkes Pemda Kab/Kota


Kab/Kota (Bupati/Walkota)
Provinsi
(Bag. Program)

Puskesmas Rumah Sakit Balai Praktek Swasta/ Unit Kesehatan


perorangan BUMN/BUMD

1) Puskesmas/ Rumah Sakit/ Balai/ praktek perorangan/swasta/ Unit


Kesehatan BUMN/ BUMND menyusun laporan kegiatan untuk masing-
masing jenis pelayanan dan indikator kinerja serta batas waktu
pencapaian melalui pelaporan puskesmas (LB-1, LB-2, LB-3, dan LB-4)
serta pelaporan RS (RL-1, RL-2, RL-3, RL-4 dan RL-5) untuk kemudian
dikirim secara berkala kepada dinas Kab/Kota.
2) Dinas Kesehatan kab/kota mengkompilasi laporan sebagimana dimaksud
pada nomor (1) di atas, kemudian dimasukan ke dalam formulir SPM dan
Sistem SIKNAS online.
3) Dinas Kesehatan kab/kota mengirimkan laporan sebagai tembusan
kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota
(Bupati/ Walikota).
4) Dinas Kesehatan Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi atas
penyelenggaraan SPM Kab/Kota.
5) Departemen Kesehaan melalui SIKNAS online mengkompilasi laporan
kegiatan SPM secara nasional. Kemudian juga memperbarui data aplikasi
nasional serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan SPM
kab/kota.
BAB VI
PENUTUP

Panduan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM Bidang Kesehatan di


Kab/Kota disusun sebagai acuan daerah dalam menyusun perencanaan
pembiayaan pencapaian SPM Bidang Kesehatan di Kab/Kota. Perencanaan
pembiayaan pencapaian SPM ini akan memudahkan daerah dalam
mengalokasikan besarnya biaya yang dibutuhkan bagi pelaksanaan SPM di
daerah selama 5 tahun ke depan dan mengevaluasi setiap tahunnya.
PERHITU GA SUMBER DA A
YA G DIBUTUHKA U TUK ME CAPAI SPM KESEHATA , TERMASUK KESE JA GA
PEMBIAYAA

[SEBAGAI BAGIA DARI PEMBI AA ME TERI KESEHATA BAGI DAERAH SEBAGAIMA A


BAB VI, PASAL 14, AYAT (2), PP 65 / 2005]

BAB-VI, PASAL-14, AYAT (2) PEMBINAAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (1) DAPAT BERUPA FASILITASI,
PEMBERIA ORIETASI UMUM, PETUJUK TEKIS, BIMBIGA TEKIS, PEDIDIKA DA PELATIHA ATAU BATUA
TEKIS LAIYA YAG MECAKUP : (A) PERHITUGA SUMBER DAYA DA DAA YAG DIBUTUHKA UTUK MECAPAI
SPM KESEHATA, TERMASUK KESEJAGA PEMBIAYAA, (B) PEYUSUA RECAA PECAPAIA SPM DA PEETAPA
TARGET TAHUA PECAPAIA SPM, (C) PEILAIA PRESTASI KERJA PECAPAIA SPM, DA (D) PELAPORA PRESTASI
KERJA PECAPAIA SPM
INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL
BIDANG KESEHATAN DI KAB/KOTA
PERMENKES : 741/MENKES/PER/VII/2008

Satuan
Batas Waktu
Standar Pelayanan Minimal Kerja/Lembaga
Jenis Pelayanan Pencapaian Keterangan
No Penanggung-
(Tahun)
Indikator Nilai jawab
1 2 3 4 5 6 7
I Pelayanan 1. Cakupan Kunjungan Ibu 95% 2015 Dinkes Kab/Kota
Kesehatan Dasar Hamil K4.
2. Cakupan Ibu hamil dengan 80% 2015 Dinkes Kab/Kota
komplikasi yang ditangani.
3. Cakupan pertolongan 90 % 2015 Dinkes Kab/Kota
persalinan oleh bidan atau
tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi
kebidanan.
4. Cakupan pelayanan Ibu 90% 2015 Dinkes Kab/Kota
Nifas
5. Cakupan neonatal dengan 80% 2010 Dinkes Kab/Kota
komplikasi yang ditangani.
6. Cakupan kunjungan bayi. 90% 2010 Dinkes Kab/Kota
7. Cakupan Desa/Kelurahan 100% 2010 Dinkes Kab/Kota
Universal Child
Immunization (UCI).
8. Cakupan pelayanan anak 90% 2010 Dinkes Kab/Kota
balita.
9. Cakupan pemberian 100% 2010 Dinkes Kab/Kota
makanan pendamping
ASI pada anak usia 6-24
bulan keluarga miskin.
10. Cakupan Balita gizi buruk 100% 2010 Dinkes Kab/Kota
mendapat perawatan.
11. Cakupan penjaringan 100% 2010 Dinkes Kab/Kota
kesehatan siswa SD dan
setingkat.
12. Cakupan peserta KB Aktif. 70% 2010 Dinkes Kab/Kota
13. Cakupan Penemuan dan 100% 2010 Dinkes Kab/Kota
penanganan penderita
penyakit.
14. Cakupan pelayanan 100% 2015 Dinkes Kab/Kota
kesehatan dasar
masyarakat miskin.
II Pelayanan 15. Cakupan pelayanan 100% 2015 Dinkes Kab/Kota
Kesehatan kesehatan rujukan pasien
Rujukan masyarakat miskin.
16. Cakupan pelayanan gawat 100 % 2015 Dinkes Kab/Kota
darurat level 1 yg harus
diberikan sarana
kesehatan (RS) di
Kab/Kota.
III Penyelidikan 17. Cakupan Desa/Kelurahan 100% 2015 Dinkes Kab/Kota
epidemiologi dan mengalami KLB yang
Penanggulangan dilakukan penyelidikan
KLB epidemiologi <24 jam.
IV Promosi 18. Cakupan Desa Siaga Aktif. 80 % 2015 Dinkes Kab/Kota
kesehatan dan
pemberdayaan
masyarakat
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR

2. Indikator : 1. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4


Definisi Operasional : Cakupan kunjungan ibu hamil K-4 adalah cakupan Ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar
paling sedikit 4 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Pembilang : Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai standar minimal 4 kali di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
Penyebut : Jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
Perkiraan ibu hamil di wilayah kerja yang sama dapat dihitung dengan formula : 1,1 X CBR Kabupaten/Kota X Jumlah penduduk
di wilayah kerja.

4. Target Tahun 2015 : 95 %

5. Rumus :
Jml Ibu Hamil yg memperoleh pelayanan antenatal K4 di satu wil. kerja pada kurun
Cakupan kunjungan waktu tertentu
ibu hamil K4 = x 100%
Jumlah sasaran ibu hamil di satu wil. kerja dalam kurun waktu yang sama

6. Langkah Kegiatan : 1) Pengadaan buku KIA (dengan stiker P4K);


2) Pendataan Bumil;
3) Pelayanan Antenatal sesuai standar;
4) Kunjungan rumah bagi yang Drop Out;
5) Pembuatan kantong persalinan;
6) Pelatihan KIP/konseling;
7) Pencatatan dan Pelaporan;
8) Supervisi, Monitoring dan Evaluasi (PWS KIA, Analisis Manajemen Prog. KIA tahun 2000).

7. Rujukan : 1) Buku Pedoman Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) tahun 2008.
2) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal tahun 2002;
3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2003;
4) Pedoman pelayanan kebidanan dasar berbasis HAM dan keadilan gender tahun 2004;
5) Pedoman pemberian Tablet besi Folat dan Sirup Besi bagi petugas Depkes tahun 1999;
6) Booklet anemia Gizi dan tablet tambah darah untuk WUS;
7) Buku KIA tahun 2006;
8) Pedoman pelayanan IMS/ISR pada pelayanan Kespro terpadu tahun 2006;
9) Pedoman PMTCT tahun 2006;
10) Pedoman pencegahan dan penanganan Malaria pada ibu hamil tahun 2006;

1
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4
1. Pendataan Ibu Hamil
Transport petugas Transport petugas (dilakukan di sarkes)
Formulir A. Jumlah bumil
B. Harga Formulir Kunjungan bumil A * B/ C
C. Selembar formulir untuk 15 bumil
2. Pelayanan Antenatal
ANC bumil Transport petugas Transport petugas (dilakukan di sarkes)
Tablet Fe A. Cakupan 90 tablet FE bumil
B. Tablet Fe A*B*C
C. Jumlah paket Fe 90 tablet
Kunjungan Rumah Bumil (drop out) Transport petugas A. Cakupan ANC kunjungan rumah bumil
B. Frek. kunjungan rmh bumil per periode kehamilan (do) A*B*C
C. Transport per petugas polindes/bidan D
D. 1 kali transport mencakup 10 ibu hamil
3. Pelatihan KIP/Konseling Transport peserta A. Frekuensi pelatihan KIP/Konseling
B. Jumlah angkatan pelatihan KIP/Konseling
A * B * C* D
C. Jumlah peserta pelatihan KIP/Konseling per angkatan
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Lumpsum/honor/uang harian peserta A. Frekuensi pelatihan KIP/Konseling
B. Jumlah angkatan pelatihan KIP/Konseling
C. Lama pelatihan KIP/Konseling A * B * C * D* E
D. Jumlah peserta pelatihan KIP/Konseling per angkatan
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan KIP/Konseling
B. Jumlah angkatan pelatihan KIP/Konseling
A*B*C*D
C. Jml narasumber lokal pelatihan KIP/Konseling per angk.
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar Kab/Kota A. Frekuensi pelatihan KIP/Konseling
B. Jumlah angkatan pelatihan KIP/Konseling
A*B*C*D
C. Jml narasumber luar pelatihan KIP/Konseling per angk.
D. Transport narasumber luar pelatihan per orang
Lumpsum/honor/uang harian narasumber A. Frekuensi pelatihan KIP/Konseling
lokal B. Jumlah angkatan pelatihan KIP/Konseling
C. Lama pelatihan KIP/Konseling A*B*C*D*E
D. Jml narasumber lokal pelatihan KIP/konseling per angk.
E. Uang harian narasumber lokal pelatihan per orang hari

2
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Lumpsum/honor/uang harian narasumber A. Frekuensi pelatihan KIP/Konseling
luar B. Jumlah angkatan pelatihan KIP/Konseling
C. Lama pelatihan KIP/Konseling
D. Jumlah narasumber luar pelatihan KIP/konseling per A*B*C*D*E
angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar pelatihan
per orang hari
Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan KIP/Konseling
B. Jumlah angkatan pelatihan KIP/Konseling
C. Lama pelatihan KIP/Konseling
D. Jumlah peserta pelatihan KIP/Konseling per angkatan
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan KIP/konseling per A * B * C * (D+E+F) * G
angkatan
F. Jumlah narasumber luar pelatihan KIP/konseling per
angkatan
G. Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan KIP/Konseling
B. Jumlah angkatan pelatihan KIP/Konseling
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan KIP/Konseling per angkatan
D. Bahan pelatihan KIP/konseling
4. Pembuatan Kantong Persalinan Pembuatan kantong persalinan di setiap
poskesdes
5. Pencatatan dan Pelaporan Buku KIA dan stiker (masuk biaya inv.)
Register kohort ibu A. Jumlah bumil
B. Harga register kohort ibu A*B/C
C. Selembar register untuk 30 bumil
Simpus A. Jumlah bumil
B. Harga simpus bumil A*B/C
C. Selembar simpus untuk 30 bumil
6. Monitoring dan Evaluasi Transport supervisi kabupaten ke A. Frekuensi supervisi kabupaten ke puskesmas
puskesmas B. Jumlah puskesmas A*B*C
C. Transport tenaga kabupaten per supervisi
Transport supervisi puskesmas ke polindes A. Frekuensi supervisi puskesmas ke polindes
B. Jumlah polindes A*B*C
C. Transport tenaga puskesmas per supervisi
Pertemuan PWS-KIA tingkat Puskesmas A. Frekuensi pertemuan PWS-KIA Tk. puskesmas
B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA puskesmas
D. Transport pertemuan PWS-KIA Tk. puskesmas

3
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Pertemuan PWS-KIA tingkat Kabupaten A. Frekuensi pertemuan PWS-KIA tingkat kab/ kota
B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA Kab/Kota
D. Transport pertemuan PWS-KIA tingkat kab.
Pertemuan evaluasi tingkat Puskesmas A. Frekuensi pertemuan evaluasi tingkat puskesmas
B. Jumlah dokter puskesmas
C. Jumlah tenaga KIA seluruh puskesmas A * (B + C) * D
D. Transport pertemuan evaluasi tingkat puskesmas
Pertemuan evaluasi tingkat Kabupaten A. Frekuensi pertemuan evaluasi tingkat Kab/Kota
B. Jumlah dokter puskesmas
C. Jumlah tenaga KIA Kab/Kota A * (B + C) * D
D. Transport pertemuan evaluasi tingkat Kab/Kota
Pertemuan perencanaan A. Frekuensi pertemuan perencanaan
B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA Kab/Kota
D. Transport pertemuan perencanaan
Akomodasi Pertemuan PWS-KIA tingkat A. Frekuensi pertemuan PWS-KIA Tk. puskesmas
Puskesmas B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA Puskesmas
D. Akomodasi pertemuan
Akomodasi Pertemuan PWS-KIA tingkat A. Frekuensi pertemuan PWS-KIA tingkat Kab/Kota
Kabupaten B. Jumlah dokter puskesmas
C. Jumlah tenaga KIA Kab/Kota A * (B + C) * D
D. Akomodasi pertemuan
Akomodasi Pertemuan evaluasi tingkat A. Frekuensi pertemuan evaluasi tingkat puskesmas
Puskesmas B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA seluruh puskesmas
D. Akomodasi pertemuan
Akomodasi Pertemuan evaluasi tingkat A. Frekuensi pertemuan evaluasi tingkat Kab/Kota
Kabupaten B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA Kab/Kota
D. Akomodasi pertemuan
Akomodasi Pertemuan perencanaan A. Frekuensi pertemuan perencanaan tingkat Kab/Kota
B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA Kab/Kota
D. Akomodasi pertemuan
Bahan Pertemuan PWS-KIA tingkat A. Frekuensi pertemuan PWS-KIA tingkat puskesmas
Puskesmas B. Jumlah dokter puskesmas
C. Jumlah tenaga KIA seluruh puskesmas A * (B + C) * D
D. Bahan pertemuan

4
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Bahan Pertemuan PWS-KIA tingkat A. Frekuensi pertemuan PWS-KIA tingkat Kab/Kota
Kabupaten B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA Kab/Kota
D. Bahan pertemuan
Bahan Pertemuan evaluasi tingkat A. Frekuensi pertemuan evaluasi tingkat puskesmas
Puskesmas B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA seluruh puskesmas
D. Bahan Pertemuan
Bahan Pertemuan evaluasi tingkat A. Frekuensi pertemuan evaluasi tingkat Kab/Kota
Kabupaten B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA Kab/Kota
D. D. Bahan pertemuan
Bahan Pertemuan perencanaan A. Frekuensi pertemuan perencanaan
B. Jumlah dokter puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah tenaga KIA Kab/Kota
D. Bahan pertemuan

5
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
Definisi Operasional : Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani adalah ibu dengan komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu yang mendapat penanganan definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan terlatih pada tingkat pelayanan dasar dan
rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK).
Pembilang : Jumlah komplikasi kebidanan di satu wilayah tertentu yang mendapat penanganan definitif pada kurun waktu tertentu.
Penyebut : Jumlah ibu dengan komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
Perkiraan ibu dengan komplikasi kebidanan di wilayah kerja yang sama dapat dihitung dengan formula : 20% X 1,1 X CBR
Kabupaten/Kota X Jumlah penduduk di wilayah kerja.
4. Target Tahun 2015 : 80 %
5. Rumus :
Cakupan komplikasi Jml Komplikasi kebidanan yang mendapat penanganan definitif disatu wilayah kerja
kebidanan yg pada kurun waktu tertentu
= x 100%
ditangani Jml Ibu dengan komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pd kurun waktu yg sama
6. Langkah Kegiatan : 1) Deteksi Bumil, Bulin, dan Bufas Komplikasi
2) Rujukan kasus komplikasi kebidanan
3) Pelayanan penanganan komplikasi kebidanan
4) Penyediaan pusat pelatihan Klinis
5) Pelatihan PONED bagi Bidan Desa dan Tim Puskesmas
6) Pelatihan Tim PONEK di RS Kabupaten/Kota
7) Penyediaan peralatan PONED di Puskesmas dan PONEK di RS Kabupaten/Kota
8) Penyediaan Bank Darah Rumah Sakit (BDRS)
9) Pelaksanaan PONED dan PONEK
10) Pencatatan dan Pelaporan
11) Pemantauan & Evaluasi
7. Rujukan : 1) Buku acuan pelatihan PONED tahun 2007;
2) Buku KIA tahun 2006;
3) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal tahun 2002;
4) Acuan Asuhan Persalinan Normal/APN tahun 2007;
5) Standar Pelayanan Kebidanan (th. 2003);
6) Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat (PWS-KIA) tahun 2004;
7) Pedoman Pengembangan PONED tahun 2004;
8) Pedoman Teknis Audit Maternal-Perinatal di tingkat Kab/kota tahun 2007;
9) Buku Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender tahun 2004;
10) Buku Pedoman Manajemen PONEK 24 jam di Kab/Kota tahun 2006;
11) Pedoman sistem rujukan maternal dan neonatal di RS Kab/Kota tahun 2006;
12) Buku pedoman penyelenggaraan RS;
13) Buku pedoman penyelenggaraan RS PONEK 24 jam;
14) Buku Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

6
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-2 CAKUPAN KOPLIKASI KEBIDANAN YANG DITANGANI
1. Persiapan Pelayanan Antenatal
Penyediaan SDM Transport peserta A. Frekuensi pelatihan (bidan & perawat)
a. Pelatihan (Bidan & Perawat) B. Jumlah angkatan
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan (bidan & perawat)
D. Transport peserta pelatihan
Lumpsum/uang harian Peserta A. Frekuensi pelatihan (bidan & perawat)
B. Jumlah angkatan
C. Lama pelatihan A*B*C*D*E
D. Jumlah peserta pelatihan (bidan & perawat)
E. Lumpsum/uang harian peserta pelatihan
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan (bidan & perawat)
B. Jumlah angkatan
A*B*C*D
C. Jumlah narasumber lokal
D. Transport narasumber lokal
Transport narasumber luar A. Frekuensi pelatihan (bidan & perawat)
B. Jumlah angkatan
A*B*C*D
C. Jumlah pelatihan (bidan & perawat)
D. Transport pelatih pelatihan
Lumpsum narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan (bidan & perawat)
B. Jumlah angkatan
C. Lama pelatihan A*B*C*D*E
D. Jumlah pelatih pelatihan (bidan & perawat)
E. Lumpsum Pelatih pelatihan
Lumpsum narasumber luar A. Frekuensi pelatihan (bidan & perawat)
B. Jumlah angkatan
C. Lama pelatihan A*B*C*D*E
D. Jumlah pelatih pelatihan (bidan & perawat)
E. Lumpsum Pelatih pelatihan
Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan (bidan & perawat)
B. Jumlah angkatan
C. Lama pelatihan
A * B * C * (D + E) * F
D. Jumlah pelatih pelatihan (bidan & perawat)
E. Jumlah peserta pelatihan (bidan & perawat)
F. Akomodasi pelatihan per peserta per hari
Bahan Pelatihan A. Frekuensi pelatihan (bidan & perawat)
B. Jumlah angkatan
A * B * (C + D) * E
C. Jumlah pelatih pelatihan (bidan & perawat)
D. Jumlah peserta pelatihan (bidan & perawat)

7
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
E. Paket Bahan pelatihan per peserta
Biaya Pendidikan Dr. Spesialis (Obsgin & A. Jumlah peserta pendidikan dr spesialis obgin &
Anestasi) anestesi
A*B
B. Biaya pendidikan dr spesialis (obsgin & anestesi) per
tahun
Biaya Kontrak Dr. Spesialis (Obsgin & A. Jumlah dr spesialis (obsgin & anestesi) yang
Anestasi) dikontrak
A*B
B. Biaya kontrak dr spesialis (obsgin & anestesi) per
tahun
Biaya Rekrutmen & Penempatan Dr. A. Jumlah dokter spesialis (obsgin & anestesi) yang
Spesialis (Obsgin & Anestasi) direkrut
A*B
B. Biaya rekrutmen dan penempatan dr spesialis (obsgin
& anestesi)
2. Pelayanan ANC
Obat, BMHP & Alkes Pendarahan (dosis 390 bumil) A. Cakupan bumil dg risti/komplikasi pendarahan yang
ditangani A*B
B. Biaya paket perdarahan C
C. Dosis 390 bumil
Preeklampsia/eklampsia (dosis 130 bumil) A. Cakupan bumil dg risti/komplikasi
preeklamsia/eklamsia yang ditangani A*B
B. Biaya paket Preeklampsia/eklampsia C
C. Dosis 130 bumil
Paket Infeksi (dosis 130 bumil) A. Cakupan bumil dg komplikasi infeksi yg ditangani
A*B
B. Biaya paket Infeksi
C
C. Dosis 130 bumil
Paket anafilaktik syok (dosis 65 bumil) A. Jumlah bumil dg komplikasi anafilaktik syok yg
ditangani A*B
B. Biaya paket Anafilaktik shok C
C. Dosis 65 bumil
Robekan jalan lahir (315 bumil) A. Jumlah bumil komplikasi Robekan jalan lahir yg
ditangani A*B
B. Biaya paket Robekan jalan lahir C
C. Dosis 315 bumil
Paket Kebutuhan Obat utk Ibu dg A. Jumlah bumil risti/komplikasi kebidanan yang
Komplikasi Kebidanan ditangani A*B
B. Biaya paket bumil dg komplikasi kebidanan yg
ditangani
Rujukan Ibu dg Komplikasi Transport tenaga pendamping A. Cakupan ibu hamil risti yg dirujuk
Kebidanan B. Jumlah tenaga pendamping A*B*C
C. Transport tenaga pendamping pasien rujukan

8
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Formulir rujukan A. Harga selembar formulir rujukan
A*B
B. Cakupan ibu dg komplikasi kebidanan yang dirujuk
3. Persiapan Pertolongan Persalinan
Pertemuan Transport peserta A. Frek. pertemuan persiapan pertolongan persalinan
B. Jumlah Dokter
C. Jumlah Bidan Desa/Bidan di bawah Puskesmas A * (B + C + D) * E
D. Jumlah tenaga KIA seluruh Dinkes
E. Transport peserta
Akomodasi pertemuan A. Frekwensi pertemuan
B. Jumlah Dokter
C. Jumlah Bidan Desa/Bidan di bawah Puskesmas A * (B + C + D) * E
D. Jumlah tenaga KIA seluruh Dinkes
E. Akomodasi pertemuan per peserta
Bahan Pertemuan A. Frekwensi pertemuan
B. Jumlah Dokter
C. Jumlah Bidan Desa/Bidan di bawah Puskesmas A * (B + C + D) * E
D. Jumlah tenaga KIA seluruh Dinkes
E. Bahan pertemuan per peserta
4. Persiapan Pendeteksian Bumil dg Komplikasi Kebidanan
Pertemuan Lintas Program Transport A. Frekwensi pertemuan rutin
B. Jumlah Dokter
C. Jumlah Bidan Desa/Bidan di bawah Puskesmas A * (B + C + D) * E
D. Jumlah tenaga KIA seluruh Dinkes
E. Transport peserta
Akomodasi pertemuan A. Frekwensi pertemuan
B. Jumlah Dokter
C. Jumlah Bidan Desa/Bidan di bawah Puskesmas A * (B + C + D) * E
D. Jumlah tenaga KIA seluruh Dinkes
E. Akomodasi pertemuan per peserta
Bahan Pertemuan A. Frekwensi pertemuan
B. Jumlah Dokter
C. Jumlah Bidan Desa/Bidan di bawah Puskesmas A * (B + C + D) * E
D. Jumlah tenaga KIA seluruh Dinkes
E. Bahan pertemuan per peserta
5. Deteksi Bumil dg Komplikasi
Kebidanan
Transport A. Frekwensi deteksi Bumil dengan Komplikasi
Kebidanan
A * (B + C + D) * E
B. Jumlah Bidan Desa/Bidan di bawah Puskesmas
C. Transport peserta

9
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Bahan A. Harga selembar formulir rujukan
A*B
B. Cakupan ibu dg komplikasi kebidanan yg ditangani
6. Pembentukan Tim P2KP Kab./Kota
Pertemuan Lintas Sektor Transport A. Frekwensi pertemuan pembentukan Tim
B. Jumlah peserta pertemuan pembentukan Tim A*B*C
C. Transport per-peserta
Akomodasi pertemuan A. Frekwensi pertemuan pembentukan Tim
B. Jumlah peserta pertemuan pembentukan Tim A*B*C
C. Akomodasi per-peserta
Bahan Pertemuan A. Frekwensi pertemuan pembentukan Tim
B. Jumlah peserta pertemuan pembentukan Tim A*B*C
C. Bahan per-peserta
7. Pelatihan PONEK & PONED Transport peserta A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan
D. Transport per peserta pelatihan
Lumpsum/uang saku Peserta A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan
C. Lama pelatihan A*B*C*D*E
D. Jumlah peserta pelatihan
E. Lumpsum/uang saku per peserta pelatihan
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan
A*B*C*D
C. Jumlah narasumber lokal
D. Transport per narasumber lokal
Transport narasumber Luar A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan
A*B*C*D
C. Jumlah narasumber luar
D. Transport per narasumber luar
Lumpsum/uang saku narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan
C. Lama pelatihan A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber lokal
E. Lumpsum/uang saku narasumber lokal
Lumpsum/uang saku narasumber luar F. Frekuensi pelatihan
G. Jumlah angkatan
H. Lama pelatihan
A*B*C*D*E
I. Jumlah narasumber luar
J. Lumpsum/uang saku narasumber luar

10
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Akomodasi Pelatihan A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan
C. Lama pelatihan
A*B*C*
D. Jumlah narasumber lokal
(D + E +F) * G
E. Jumlah narasumber luar
F. Jumlah peserta pelatihan
G. Akomodasi pelatihan per peserta per hari
Bahan Pelatihan A. Jenis pelatihan transfusi darah
B. Jumlah angkatan
A * B * (C + D) * E
C. Jumlah peserta pelatihan
D. Paket bahan pelatihan per peserta
8. Penyediaan Sarana lihat kebutuhan alat medis & non medis
9. Tersedianya Bank Darah RS
a. Petugas Transport petugas skrining darah dilaksanakan di faskes
b. Obat, BMHP dan Alkes Kantong darah A. Cakupan bumil dg komplikasi kebidanan yg mendapat
transfusi darah A*B
B. Harga satuan kantong darah
Reagen test A. Cakupan bumil dg komplikasi kebidanan yg mendapat
transfusi darah A*B
B. Harga satuan Reagen test
Bahan non medis/administrasi
Teritegrasi dengan cakupan bumil K4
(juklak/juknis)
10. Monitoring & Evaluasi
Transport monev (petugas puskesmas) A. Frekuensi monev puskesmas
B. Jumlah tenaga monev per Puskesmas
A*B*C
C. Jumlah Puskesmas
D. Transport tenaga Puskesmas per 1 x monev
Transport supervisi (petugas Dinkes A. Frekuensi monev Dinkes Kab./Kota
Kab./Kota) B. Jumlah tenaga monev Dinkes Kab./Kota A*B*C
C. Transport tenaga Dinkes Kab./Kota per 1 x monev

11
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan
Definisi Operasional : Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah Ibu bersalin yang mendapat
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan disatu wilayah kerja pada kurun waktu terten
Pembilang : Jumlah ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Penyebut : Jumlah seluruh sasaran ibu bersalin di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
Perkiraan jumlah ibu bersalin di wilayah kerja yang sama dapat dihitung dengan formula : 1,05 x CBR Kabupaten/Kota X Jumlah
penduduk di wilayah kerja.
4. Target Tahun 2015 : 90 %
5. Rumus :
Cakupan pertolongan Jumlah ibu bersalin yg ditolong oleh tenaga kesehatan di satu wilayah kerja pada
persalinan oleh kurun waktu tertentu
= x 100%
tenaga kesehatan Jml seluruh sasaran ibu bersalin di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yg sama
6. Langkah Kegiatan : 1) Kemitraan Bidan Dukun
2) Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
3) Pelayanan persalinan
4) Penyediaan/Pengantian Peralatan Persalinan (Bidan KIT)
5) Pelatihan + Magang (APN)
6) Supervisi, Monitoring, dan Evaluasi (PWS-KIA dan Analisis Manajemen Program KIA)
7. Rujukan : 1) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal tahun 2002;
2) Acuan Asuhan Persalinan Normal/APN tahun 2007
3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2003
4) Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender tahun 2004
5) PWS KIA tahun 2004

12
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-3 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi Kebidanan
1. Kemitraan Bidan - Dukun
a. Pertemuan rapat Transport pertemuan/rapat A. Frekuensi pertemuan/rapat kemitraan bidan dukun
B. Jumlah bidan desa/bidan dibawah puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah dukun bersalin
D. Transport per petugas polindes/bidan (kegiatan)
Akomodasi pertemuan/rapat A. Frekuensi pertemuan/rapat kemitraan bidan dukun
A. Jumlah bidan desa/bidan dibawah puskesmas
A * (B + C) * D
B. Jumlah dukun bersalin
C. Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan pertemuan/rapat A. Frekuensi pertemuan/rapat kemitraan bidan dukun
B. Jumlah bidan desa/bidan dibawah puskesmas
A * (B + C) * D
C. Jumlah dukun bersalin
D. Bahan pertemuan/rapat kemitraan bidan - dukun
b. Transport pelatihan Transport peserta A. Frekuensi pelatihan kemitraan bidan dukun
B. Jumlah angkatan pelatihan kemitraan bidan dukun
A*B*C*D
C. Jml peserta pelatihan kemitraan bidan-dukun per angk.
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Uang harian peserta A. Frekuensi pelatihan kemitraan bidan dukun
B. Jumlah angkatan pelatihan kemitraan bidan dukun
C. Lama pelatihan kemitraan bidan dukun
A*B*C*D*E
D. Jumlah peserta pelatihan kemitraan bidan dukun per
angkatan
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan kemitraan bidan dukun
B. Jumlah angkatan pelatihan kemitraan bidan dukun
C. Jumlah narasumber lokal pelatihan kemitraan bidan A*B*C*D
dukun per angkatan
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber daari luar A. Frekuensi pelatihan kemitraan bidan dukun
Kab./Kota B. Jumlah angkatan pelatihan kemitraan bidan dukun
C. Jumlah narasumber luar pelatihan kemitraan bidan A*B*C*D
dukun per angkatan
D. Transport narasumber luar dinkes pelatihan per orang
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan kemitraan bidan dukun
B. Jumlah angkatan pelatihan kemitraan bidan dukun
C. Lama pelatihan kemitraan bidan dukun
A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber lokal pelatihan kemitraan bidan
dukun per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian nara sumber lokal

13
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
pelatihan per orang per hari
Lumpsum/honor narasumber luar A. Frekuensi pelatihan kemitraan bidan dukun
B. Jumlah angkatan pelatihan kemitraan bidan dukun
C. Lama pelatihan kemitraan bidan dukun
D. Jumlah narasumber luar pelatihan kemitraan bidan A*B*C*D*E
dukun per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian nara sumber luar
pelatihan per orang per hari
c. Akomodasi pelatihan Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan kemitraan bidan dukun
B. Jumlah angkatan pelatihan kemitraan bidan dukun
C. Lama pelatihan kemitraan bidan dukun
D. Jml peserta pelatihan kemitraan bidandukun perangk.
A*B*C*
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan kemitraan bidan
dukun per angkatan (D + E + F) * G
F. Jumlah narasumber luar pelatihan kemitraan bidan
dukun per angkatan
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari
d. Bahan pelatihan Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan kemitraan bidan dukun
B. Jumlah angkatan pelatihan kemitraan bidan dukun
A*B*C*D
C. Jml peserta pelatihan kemitraan bidandukun perangk.
D. Bahan pelatihan kemitraan bidan dukun
2. Pelayanan Persalinan
Vitamin, Vaksin, BMHP dan Obat Ringer laktat 500 ml A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
(3 botol/bulin) B. Harga satuan per botol Ringer laktat 500 ml A*B*C
C. Kebutuhan RL 500 ml per bulin (3 botol/bulin)
Oksitosin injeksi 10 IU/ml 1 ml (8 A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan/ nakes.
ampul/ bulin) B. Harga per ampul Oksitosin injeksi 10 IU/ml 1 ml
A*B*C
C. Kebutuhan Oksitosin injeksi 10 IU/ml 1 ml per bulin
(8 ampul per bulin)
Amoksisilin kaplet 500 mg A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
(10 kaplet/bulin) B. Harga per kapsul Amoksisilin kaplet 500 mg
C. Kebutuhan Amoksisilin kaplet 500 mg per bulin (10
A*B*C
kaplet/bulin)
Lidokain HCl 1% A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
A*B
B. Harga per ampul Lidokain HCl 1%
Metilergometrin maleat injeksi 0,200 mg A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
1 ml (2 ampul per bulin) B. Harga per ampul metil. maleat injeksi 0,200 mg 1 ml A*B*C
C. Kebuth metilergometrin maleat injeksi / bulin 2 ampul
Magnesium sulfat A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
A*B*C
(2 vial/bulin) B. Harga per vial Magnesium sulfat

14
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
C. Kebutuhan Magnesium sulfat per bulin 2 vial
Sarung tangan A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
(2 pasang/menolong bulin) B. Harga per pasang sarung tangan A*B*C
C. Kebutuhan pasang sarung tangan per bulin
Kasa pembalut A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
A*B
(1 bungkus/10 bulin) B. Harga per rol kasa pembalut (2 helai)
C
C. Per bungkus kasa pembalut untuk 10 bulin
Kapas berlemak 500 gram A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
A*B
(1 bungkus/10 bulin) B. Harga per bungkus kapas berlemak 500 gram
C
C. Per bungkus kapas berlemak untuk 10 bulin
Benang tali pusat A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
A*B
B. Harga per kotak benang tali pusat
C
C. Per kotak benang tali pusat untuk 10 bulin
Disposible 2,5 ml A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
( 6 set/bulin ) B. Harga per set disposible 2,5 ml A*B*C
C. Kebutuhan disposible 2,5 ml per bulin
Disposible 5 ml A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
( 2 set/bulin ) B. Harga per buah disposible 5 ml A*B*C
C. Kebutuhan disposible 5 ml per bulin
Disposible 1 ml A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
B. Harga per buah disposible 1 ml A*B
(1 set/bulin)
Benang cromic 2/3 A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
A*B
B. Harga per kotak benang cromic 2/3
Infus set A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
A*B
B. Harga per buah infus set
Abocat A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
A*B
B. Harga per set Abocat
Alkohol 1000 cc (500 bulin) A. Cakupan Pertolongan persalinan oleh bidan / nakes.
A*B
B. Harga per botol Alkohol 1000 cc
C. Kebutuhan alkohol 500 cc/bulin C

3. Pelatihan dan Magang

a. Transport pelatihan Transport peserrta A. Frekuensi pelatihan dan magang APN


B. Jumlah angkatan pelatihan dan magang APN
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan + magang APN
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Uang harian peserta A. Frekuensi pelatihan + magang APN
B. Jumlah angkatan pelatihan + magang APN A*B*C*D
C. Lama pelatihan dan magang APN

15
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
D. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan dan magang APN
B. Jumlah angkatan pelatihan dan magang APN
A*B*C*D
C. Jumlah narasumber lokal pelatihan + magang APN
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar Kab./kota A. Frekuensi pelatihan dan magang APN
B. Jumlah angkatan pelatihan dan magang APN
A*B*C*D
C. Jumlah narasumber luar pelatihan + magang APN
D. Transport narasumber luar pelatihan per orang
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan dan magang APN
B. Jumlah angkatan pelatihan dan magang APN
C. Lama pelatihan dan magang APN
A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber lokal pelatihan + magang APN
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang per hari
Lumpsum/honor narasumber luar A. Jumlah angkatan pelatihan dan magang APN
B. Lama pelatihan dan magang APN
C. Frekuensi pelatihan dan magang APN
A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber luar pelatihan + magang APN
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang per hari
b. Akomodasi pelatihan Akomodasi Pelatihan A. Frekuensi pelatihan dan magang APN
B. Jumlah angkatan pelatihan dan magang APN
C. Lama pelatihan dan magang APN
D. Jumlah peserta dan magang APN A * B * C *( D+E+F) * G
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan + magang APN
F. Jumlah narasumber luar pelatihan + magang APN
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari
c. Bahan Pelatihan Bahan pelatihan A. Bahan pelatihan dan magang APN
B. Jumlah peserta pelatihan dan magang APN
A*B*C*D
C. Jumlah angkatan pelatihan dan magang APN
D. Frekuensi pelatihan dan magang APN
d. Biaya peserta yang dikirim untuk Biaya transport A. Frekuensi pengiriman peserta pelatihan & magang APN
pelatihan + magang APN B. Lama pengiriman peserta pelatihan dan magang APN
C. Jumlah peserta yang dikirm utk pelatihan + magang A*B*C*D
(dilaksanakan di luar)
D. Trans. pengiriman pserta pelthn magang APN perpsrt
Uang harian peserta A. Frekuensi pengiriman peserta pelatihan & magang APN
B. Lama pengiriman peserta pelatihan dan magang APN
C. Jumlah peserta yang dikirm utk pelatihan + magang A*B*C*D
(dilaksanakan di luar)
D. Uang harian peserta yang dikirm utk pelatihan +

16
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
magang APN per peserta per hari
Biaya pelatihan + magang APN A. Frekuensi pengiriman peserta pelatihan & magang APN
B. Lama pengiriman peserta pelatihan dan magang APN
C. Jumlah peserta yang dikirm utk pelatihan + magang A*B*C*D
(dilaksanakan di luar)
D. Biaya pelatihan + magang APN per orang
4. Monitoring dan Evaluasi Terintegrasi dengan cakupan bumil

17
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 4. Cakupan Pelayanan Nifas
Definisi Operasional : Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan
sesuai standar.
Pembilang : Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Penyebut : Jumlah seluruh ibu nifas di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
Perkiraan jumlah ibu nifas di wilayah kerja yang sama dapat dihitung dengan formula : 1,05 x CBR Kabupaten/Kota X Jumlah
penduduk di wilayah kerja.
4. Target Tahun 2015 : 90 %
5. Rumus :
Jumlah ibu nifas yg telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar di satu
Cakupan Pelayanan wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
NIfas = x 100%
Seluruh Ibu nifas di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yg sama
6. Langkah Kegiatan : 1) Pelayanan Nifas sesuai standar (ibu dan neonatus)
2) Pelayanan KB pasca persalinan
3) Pelatihan/magang klinis kesehatan maternal dan neonatal.
4) Pelayanan rujukan nifas
5) Kunjungan Rumah bagi yang Drop Out
6) Pencatatan dan Pelaporan
7) Supervisi, Monitoring dan Evaluasi (PWS KIA, Analisis Manajemen Prog. KIA)
7. Rujukan : 1) Buku Pedoman Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) tahun 2008
2) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2003;
4) Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender
5) PWS KIA tahun 2004

18
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-4 Cakupan Ibu Nifas
1. Pelayanan Nifas
a. Konsultasi Paska Melahirkan Transport petugas Dilakukan di sarana kesehatan
Formulir A. Jumlah bufas
B. Harga Formulir Kunjungan bufas A * B/ C
C. Selembar formulir untuk 15 bufas
b. Vitamin, Vaksin, BMHP dan Obat Fe bufas 30 tablet A. Cakupan kunjungan ibu nifas
B. Harga satuan tablet FE A*B*C
C. Paket tablet FE bufas
Vitamin A Bufas (2 x per bufas) A. Cakupan kunjungan ibu nifas
B. Harga satuan Vitamin A A*B*C
C. Paket Vitamin A bufas
2. Pelayanan Neonatus
a. Transport petugas Transport Dilakukan disarana kesehatan A*B*C
Formulir Teritegrasi dengan formulir pelayanan bufas
b. Vitamin, Vaksin, BMHP dan Obat Amoksisilin sirup kering 125 mg/5ml A. Jumlah ibu nifas
B. Harga satuan Amoksisilin sirup kering 125 mg/5ml A*B*C
C. % perkiraan penggunaan obat = 15%
Garam oralit A. Jumlah ibu nifas
B. Harga satuan garam oralit A*B*C
C. % perkiraan penggunaan obat = 15%
Tetrasiklin HCL tetes mata 0.5% A. Jumlah ibu nifas
B. Harga satuan Tetrasiklin HCL tetes mata 0.5% A*B*C
C. % perkiraan penggunaan obat = 15%
Gentian violet 1% A. Jumlah ibu nifas
B. Harga satuan Gentian violet 1% A*B*C
C. % perkiraan penggunaan obat = 15%
3. Kunjungan Rumah Bufas (drop out)
Transport Kunjungan Rumah Transport petugas A. Cakupan kunjungan rumah bufas (drop out)
A*B*C
B. Transport per petugas polindes/bidan
D
C. 1 kali transport mencakup 10 ibu nifas
4. Monitoring dan Evaluasi Terintegrasi dengan cakupan bumil K4

19
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 5. Cakupan Neonatus dengan komplikasi yang ditangani
Definisi Operasional : Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani adalah neonatus dengan komplikasi disatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu yang ditangani sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan terlatih di seluruh sarana pelayanan kesehatan.
Pembilang : Jumlah neonatus dg komplikasi yang tertangani dari satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu di sarana pelayanan kesehatan.
Penyebut : Neonatus dengan komplikasi yang ada dengan perkiraan 15 % bayi baru lahir dari satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama
di sarana pelayanan kesehatan.
Perkiraan jumlah neonatus dg komplikasi di wilayah kerja yg sama dapat dihitung dengan formula: 15% x jumlah bayi baru lahir.
4. Target Tahun 2010 : 80 %
5. Rumus :
Cakupan Neonatus Jumlah neonatus dgn komplikasi yg tertangani
dgn komplikasi yg =
Jumlah seluruh neonatus dgn komplikasi yg ada x 100%
ditangani
6. Langkah Kegiatan : 1) Deteksi Dini Bumil, Bulin, dan Bufas komplikasi.
2) Pelayanan kesehatan pasca persalinan untuk ibu dan neonatal sesuai standar
3) Penyediaan sarana, peralatan, laboratorium, obat esensial yg memadai, dan transport.
4) Pelatihan manajemen BBLR bagi bidan, manajemen Asfiksia BBL, MTBS, PONED (Tim puskesmas), PONEK (Tim RSUD)
5) Pelaksanaan PONED dan PONEK;
6) Pemantauan untuk asuhan tindak lanjut bagi neonatus yang dirujuk
7) Pencatatan dan pelaporan
8) Pemantauan pasca pelatihan dan evaluasi
9) Pelaksanaan dan Pemantapan Audit Maternal Perinatal (AMP);
10) Rujukan pasien, tenaga medis, dan spesimen.
7. Rujukan : 1) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), tahun 2006;
2) Modul Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), tahun 2006;
3) Modul Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, tahun 2006;
4) Modul Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED), tahun 2006;
5) Modul Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK), tahun 2006;
6) Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), tahun 2006;
7) Pedoman pelaksanaan program imunisasi di Indonesia;
8) Pedoman Pelayanan Perinatal pada RSU Kelas C dan Kelas D;
9) Pedoman manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit, tahun 2004;
10) Pedoman Pemantauan Wilayah setempat (PWS-KIA), tahun 2004;
11) Pedoman pengembangan PONED, tahun 2004;
12) Pedoman teknnis audit maternal-perinatal di tingkat Kab/Kota, tahun 2007;
13) Pedoman pelayanan kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan gender, tahun 2004;
14) Pedoman manajemen PONEK 24 jam di Kab/Kota, tahun 2006;
15) Pedoman sistem rujukan maternal dan neonatal di RS Kab/Kota, tahun 2006.
16) Buku Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

20
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-5 Cakupan Neonatus dengan Komplikas yang Ditangani
1. Pelatihan (bidan & perawat) Terintegrasi dg penanganan bumil dg kompl. kebidanan
2. Pemantapan AMP
Penyusunan TIM AMP/Pertemuan Transport A. Frekwensi pertemuan pembentukan Tim
Lintas Sektoral B. Jumlah peserta pertemuan pembentukan Tim A*B*C
C. Transport per-peserta
Akomodasi pertemuan A. Frekwensi pertemuan pembentukan Tim
B. Jumlah peserta pertemuan pembentukan Tim A*B*C
C. Akomodasi per-peserta
Bahan Pertemuan A. Frekwensi pertemuan pembentukan Tim
B. Jumlah peserta pertemuan pembentukan Tim A*B*C
C. Bahan per-peserta
3. Penyediaan Peralatan, Tenaga
Spesialis dan Obat Esensial
a. Penyediaan Peralatan Lihat kebutuhan alat
b. Penyediaan Tenaga Spesialis
Prog. Pendidikan Dr. Spesialis (Anak) Biaya Pendidikan Dr. Spesialis (Anak) A. Jumlah peserta pendidikan Dr spesialis (anak)
(Kerja Sama dg Fak. Kedokteran) B. Biaya pendidikan Dr spesialis (anak) per tahun A*B

Kontrak Dr. Spesialis (Anak) Biaya Kontrak Dr. Spesialis (Anak) A. Jumlah Dr. Spesialis (Anak) yang dikontrak
A*B
B. Biaya kontrak Dr. Spesialis (Anak) per tahun
Rekrutmen & Penempatan Dr. Biaya Rekrutmen & Penempatan Dr. A. Jumlah Dr. Spesialis (Anak) yang direkrut
Spesialis (Anak) Spesialis (Anak) B. Biaya rekrutmen dan penempatan Dr. Spesialis A*B
(Anak)
c. Obat Esensial A. Cakupan Neonatus dg Komplikasi yg ditangani
A*B
B. Harga satuan Obat
4. Rujukan Nonatus dg Komplikasi Transport tenaga pendamping A. Cakupan Neonatus dg Koplikasi yg dirujuk
B. Jumlah tenaga pendamping rujukan A*B*C
C. Transport tenaga pendamping rujukan
Formulir rujukan A. Jumlah Neonatus yang dirujuk
A*B
B. Harga lembar formulir rujukan

21
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 6. Cakupan Kunjungan Bayi
Definisi Operasional : Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan,
dan perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Pembilang : Jumlah bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar, paling sedikit 4 kali di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
Penyebut : Seluruh bayi lahir hidup di satu wilayah kerja dalam kurun waktu sama.
4. Target Tahun 2010 : 90 %
5. Rumus :
Jumlah bayi memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar disatu wilayah kerja pd
Cakupan Kunjungan bayi kurun waktu tertentu
= x 100%
Jumlah seluruh bayi lahir hidup disatu wilayah kerja dalam kurun waktu yg sama
6. Langkah Kegiatan : 1) Peningkatan kompetensi klinis kesehatan bayi meliputi SDIDTK, stimulasi perkembangan bayi dan MTBS;
2) Pemantauan pasca pelatihan MTBS dan SDIDTK;
3) Pelayanan kesehatan bayi sesuai standar di fasilitas kesehatan;
4) Pelayanan rujukan;
5) Pembahasan audit kematian dan kesakitan bayi.
6) Pelayanan kunjungan rumah bagi yang tidak datang ke fasilitas kesehatan.
7. Rujukan : 1) Modul manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
2) Buku kesehatan ibu dan anak (KIA)
3) Pedoman pelaksanaan program imunisasi di Indonesia
4) Modul Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) Anak.
5) Pedoman pemantauan pertumbuhan balita.
6) Pedoman pemberian MP-ASI.
7) Pedoman pemberian Vitamin A.

22
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-6 Cakupan Kunjungan Bayi
1. Kunjungan Bayi Terintegrasi dg penanganan bumil dg kompl. kebidanan
a. Transport petugas Dilakukan di sarana kesehatan
b. Formulir A. Jumlah kunjungan bayi
B. Harga lembar formulir A*B/C
C. 1 lembar formulir untuk 15 bayi
c. Vitamin, Vaksin, BMHP dan Obat 1. Kotrimoksasol sirup A. Target kunjungan bayi
2. Amoksisilin sirup B. Harga Vitamin, Vaksin BMHP & Obat
C. Petugas membawa obat dan BMHP sebanyak 10% A*B*C
3. Tetrasiklin 1% salep mata
4. Gentian violet 1% dari jumlah bayi yg dikunjungi

2. Pelatihan MTBS
a. Transport pelatihan Transport peserrta A. Frekuensi pelatihan MTBS
B. Jumlah angkatan pelatihan MTBS
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan MTBS
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Uang harian peserta A. Frekuensi pelatihan MTBS
B. Jumlah angkatan pelatihan MTBS
A*B*C*D
C. Lama pelatihan MTBS
D. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan MTBS
B. Jumlah angkatan pelatihan MTBS
A*B*C*D
C. Jumlah narasumber lokal pelatihan MTBS
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan MTBS
Kab./kota B. Jumlah angkatan pelatihan MTBS
A*B*C*D
C. Jumlah narasumber luar pelatihan MTBS
D. Transport narasumber luar pelatihan per orang
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan MTBS
B. Jumlah angkatan pelatihan MTBS
C. Lama pelatihan MTBS
A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber lokal pelatihan MTBS
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang per hari
Lumpsum/honor narasumber luar A. Jumlah angkatan pelatihan MTBS
B. Lama pelatihan dan MTBS
C. Frekuensi pelatihan MTBS
A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber luar pelatihan MTBS
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang per hari

23
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
b. Akomodasi pelatihan Akomodasi Pelatihan A. Frekuensi pelatihan MTBS
B. Jumlah angkatan pelatihan MTBS
C. Lama pelatihan MTBS
D. Jumlah peserta MTBS A*B*C*( D+E+F)*G
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan MTBS
F. Jumlah narasumber luar pelatihan MTBS
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari
c. Bahan Pelatihan Bahan pelatihan A. Bahan pelatihan MTBS
B. Jumlah peserta pelatihan MTBS
A*B*C*D
C. Jumlah angkatan pelatihan MTBS
D. Frekuensi pelatihan MTBS
3. Pencatatan dan Pelaporan Terintegrasi dengan indikator sebelumnya
4. Monitoring dan Evaluasi Terintegrasi dengan indikator sebelumnya

24
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 7. Cakupan Desa/ Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
Definisi Operasional : Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) adalah Desa/Kelurahan dimana 80% dari jumlah bayi yang ada di
desa tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap dalam waktu satu tahun.
Pembilang : Jumlah Desa/Kelurahan UCI di satu wilayah kerja pada waktu tertentu.
Penyebut : Seluruh Desa/Kelurahan di satu wilayah kerja dalam waktu yang sama.
4. Target Tahun 2010 : 100 %
5. Rumus :
Jumlah desa / kelurahan UCI
Desa /Kelurahan UCI =
Seluruh desa / kelurahan x 100%

6. Langkah Kegiatan : 1) Imunisasi Rutin


2) Imunisasi Tambahan (Backlog Fighting, Crash Program)
3) Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response)
4) Kegiatan Imunisasi tambahan untuk penyakit tertentu dalam wilayah yang luas dan waktu yang tertentu (PIN, Sub PIN, Catch
Up Campaign Campak)
7. Rujukan : 1) Pedoman operasional program imunisasi tahun 2004, IM. 16.
2) Kepmenkes No. 1611/MENKES/SK/XI/2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.

25
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
7. Desa/Kelurahan Universal Child Immunization
1. Imunisasi Rutin
a. Transport Petugas Transport petugas imunisasi anak sekolah Dilaksanakan di sarkes
b.
Transport petugas imunisasi anak sek. A. Frekuensi penyuluhan & imunisasi anak sekolah per SD
B. Jumlah SD sedrajat
A*B*C*D
C. Jumlah petugas inunisasi bayi (per Puskesmas)
D. Transport per petugas puskesmas (kegiatan)
b. Vaksin,BMHP & Obat Vaksin BCG untuk imunisasi bayi A. Jumlah bayi dengan imunisasi lengkap
Bayi (0-11 bulan) B. Harga vaksin BCG per ampul A*B/C
C. Jumlah dosis pemberian per bayi (1 ampul vaksin BCG
untuk 20 bayi)
Vaksin Campak untuk imunisasi bayi A. Jumlah bayi dengan imunisasi lengkap
B. Harga vaksin Campak per vial A*B/C
C. Jumlah dosis pemberian per bayi (1 vial vaksin
Campak untuk 10 bayi
Vaksin DPT untuk imunisasi bayi A. Jumlah bayi dengan imunisasi lengkap
B. Jumlah pemberian vaksin DPT secara lengkap (3X)
C. Harga vaksin DPT per vial A*B *C/D
D. Jumlah dosis pemberian per bayi (1 vial vaksin DPT
untuk 10 bayi
Vaksin Polio untuk imunisasi bayi A. Jumlaj bayi dengan imunisasi lengkap
B. Jumlah pemberian vaksin Volio secara lengkap (4X)
C. Harga vaksin Polio per vial A*B *C/D
D. Jumlah dosis pemberian per bayi (1 vial vaksin Polio
untuk 10 bayi
Vaksin Hepatitis B untuk imunisasi bayi A. Jumlaj bayi dengan imunisasi lengkap
B. Jml pemberian vaksin Hepatitis B secara lengkap (3X)
C. Harga vaksin Hepatitis B per vial A*B *C/D
D. Jumlah dosis pemberian per bayi (1 vial vaksin
Hepatitis B untuk 5 bayi
Vaksin DPT-HB (Combo) untuk imunisasi A. Jumlaj bayi dengan imunisasi lengkap
bayi B. Harga vaksin Hepatitis B per vial A*B/C
C. Jumlah dosis pemberian per bayi (1 vial vaksin
Hepatitis B untuk 5 bayi

26
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Autodisable syringe (ADS) 0,5 ml untuk bayi A. Jumlaj bayi dengan imunisasi lengkap
0-11 bulan B. Jml dosis utk imunisasi BCG, DPT & HB yg dibutuhkan (8 x)
C. Harga ADS 0,5 ml per buah A*B*C
Autodisable syringe (ADS) 0,5 ml untuk A. Jumlah bayi dengan imunisasi campak lengkap
imunisasi Campak bayi 0-11 bulan B. Jumlah dosis untuk imunisasi campak (1 x) A*B*C
C. Harga ADS 0,5 ml per buah
Kapas 250 gram (1000 bayi) A. Jumlaj bayi dengan imunisasi lengkap
B. Harga kapas 250 gram A*B/C
C. Kapas 250 gram untuk 1000 bayi
Alkohol 1000 cc (1000 orang) A. Jumlaj sasaran bayi dengan imunisasi lengkap
B. Harga Alkohol 1000cc A*B/C
C. Alkohoil 1000cc untuk 1000 orang
Bumil & WUS Vaksin TT untuk Ibu Hamil A. Jumlah sasaran ibu hamil
B. Jumlah dosis imunisasi TT dibutuhkan 2 x A*B*C/D
C. Harga vaksin TT per vial
D. Jumlah dosis pemberian per sasaran
Vaksin TT untuk Wanita Usia Subur (WUS) A. Jumlah sasaran WUS
B. Jumlah dosis imunisasi WUS dibutuhkan 2 x A*B*C/D
C. Harga vaksin WUS per vial
D. Jumlah dosis pemberian per sasaran
Autodisable syringe (ADS) 0,5 ml untuk A. Jumlah sasaran bumil & WUS
imunisasi Bumil & WUS B. Jumlah dosis untuk imunisasi campak (4 x) A*B*C
C. Harga ADS 0,5 ml per buah
Kapas 250 gram (1000 bayi) A. Jumlaj sasaran bumil & WUS
B. Harga kapas 250 gram A*B/C
C. Kapas 250 gram untuk 1000 bayi
Alkohol 1000 cc (1000 orang) A. Jumlaj sasaran bumil & WUS
B. Harga Alkohol 1000cc A*B/C
C. Alkohoil 1000cc untuk 1000 orang
Anak Sekolah Vaksin TT untuk imunisasi anak sekolah A. Jumlah sasaran anak sekolah dasar kelas 2 dan 3
dasar kelas 2 dan 3 B. Harga vaksin TT per vial A*B*C
C. Jumlah dosis pemberian per sasaran
A. Jumlah sasaran anak sekolah dasar kelas 2 dan 3
Vaksin DT untuk imunisasi anak sekolah B. Harga vaksin DT per vial A*B*C
C. Jumlah dosis pemberian per sasaran
Autodisable syringe (ADS) 0,5 ml untuk A. Jumlah bayi dengan imunisasi campak lengkap
imunisasi Campak bayi 0-11 bulan B. Jumlah dosis untuk imunisasi campak (1 x) A*B*C
C. Harga ADS 0,5 ml per buah

27
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Kapas 250 gram (1000 orang) A. Jumlaj sasaran murid SD
B. Harga kapas 250 gram A*B/C
C. Kapas 250 gram untuk 1000 bayi
Alkohol 1000 cc (1000 orang) A. Jumlaj sasaran murid SD
B. Harga Alkohol 1000cc A*B/C
C. Alkohoil 1000cc untuk 1000 orang
Pengambilan Vaksin Transport pengambilan vaksin petugas A. Frekuensi pengambilan vaksin 1 tahun
puskesmas ke kab/kota B. Jumlah puskesmas
A*B*C*D
C. Juml petugas pengambilan vaksin per Puskesmas
D. Transport petugas pengambilan vaksin
Pengambilan Vaksin Transport pengambilan vaksin petugas A. Frekuensi pengambilan vaksin 1 tahun
kabupaten/kota ke propinsi B. Jml petugas pengambilan vaksin petugas kab./kota A*B*C
C. Transport pengambilan vaksin
1a. Sweeping Transport petugas puskesmas ke lapangan A. Jumlah desa dg cakupan imunisasi rendah
a. Transport dalam rangka sweeping B. Jumlah petugas sweeping per puskesmas
A*B*C*D
C. Jumlah puskesmas
D. Transport per petugas puskesmas (kegiatan)
b. obat/BMHP/Vaksin Vaksin Campak untuk imunisasi bayi A. Jumlah bayi dengan imunisasi tdk lengkap/Cakupan
sweeping bayi (< 12 bulan) A*B/C
B. Harga vaksin Campak per vial
C. Jumlah dosis pemberian per bayi (1 vial vaksin
Campak untuk 10 bayi
Vaksin DPT untuk imunisasi bayi A. Jml bayi dg imunisasi tdk lengkap/cakupan sweeping
bayi (< 12 bulan)
B. Harga vaksin DPT per vial A*B *C/D
C. Jml dosis pemberian per bayi (1 vial DPT utk 10 bayi)
Vaksin Polio untuk imunisasi bayi A. Jumlaj bayi dengan imunisasi tdk lengkap/Cakupan
sweeping bayi (< 12 bulan)
B. Harga vaksin Polio per vial A*B *C/D
C. Jml dosis pemberian per bayi (1 vial Polio utk 10 bayi)
Autodisable syringe (ADS) 0,5 ml untuk A. Jumlah bayi dengan imunisasi lengkap/Cakupan
imunisasi Campak dan DPT bayi 0-11 bulan sweeping bayi (< 12 bulan) A*B*C
B. Jumlah dosis untuk imunisasi campak dan DPT (2 x)
C. Harga ADS 0,5 ml per buah
Kapas 250 gram (1000 bayi) A. Jumlah bayi dengan imunisasi lengkap/Cakupan
sweeping bayi (< 12 bulan)
A*B/C
B. Harga kapas 250 gram
C. Kapas 250 gram untuk 1000 bayi

28
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Alkohol 1000 cc (1000 orang) A. Jumlah sasaran bayi dengan imunisasi tdk
lengkap/Cakupan sweeping bayi (< 12 bulan)
A*B/C
B. Harga Alkohol 1000cc
C. Alkohoil 1000cc untuk 1000 orang
Pertemuan/rapat Transport peserta pertemuan/rapat A. Frekuensi pertemuan/rapat sweeping
B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Transport per petugas puskesmas (kegiatan)
Akomodasi pertemuan/rapat A. Frekuensi pertemuan/rapat sweeping
B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan pertemuan/rapat A. Frekuensi pertemuan/rapat sweeping
B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Bahan pertemuan sweeping/backlog fighting per orang
2. Imunisasi Tambahan Terintegrasi dengan transport petugas
Backlog Fighting (BLF) sweeping
a. Transport
b. Obat/BMHP/Vaksin Vaksin Campak A. Jml anak (umur 12-59 bln) dg imunisasi tdk lengkap
B. Harga vaksin Campak per vial
C. Jumlah dosis pemberian per anak (1 vial vaksin A * B / C * 50%
Campak untuk 10 anak balita)
D. Setiap kegiatan backlog fighting membawa 50% dari
jumlah anak balita dg imunisasi tdk lengkap.
Vaksin DPT A. Jml anak (umur 12-59 bln) dg imunisasi tdk lengkap
B. Harga vaksin DPT per vial
C. Jumlah dosis pemberian per anak (1 vial vaksin DPT A * B / C * 50%
untuk 10 anak balita)
D. Setiap kegiatan backlog fighting membawa 50% dari
jumlah anak balita dg imunisasi tdk lengkap.
Vaksin Polio A. Jml anak (umur 12-59 bln) dg imunisasi tdk lengkap
B. Harga vaksin DPT per vial
C. Jumlah dosis pemberian per anak (1 vial vaksin DPT A * B / C * 50%
untuk 10 anak balita)
D. Setiap kegiatan backlog fighting membawa 50% dari
jumlah anak balita dg imunisasi tdk lengkap.
Autodisable syringe (ADS) 0,5 ml untuk A. Jumlah anak (umur 12-59 bln) dg imunisasi tdk
imunisasi Campak dan DPT bayi 0-11 bulan lengkap
A*B*C
B. Jumlah dosis untuk imunisasi campak dan DPT (2 x)
C. Harga ADS 0,5 ml per buah

29
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Kapas 250 gram (1000 bayi) A. Jumlaj bayi dengan imunisasi lengkap
B. Harga kapas 250 gram A*B/C
C. Kapas 250 gram untuk 1000 bayi
Alkohol 1000 cc (1000 orang) A. Jumlaj sasaran bayi dengan imunisasi tdk
lengkap/Cakupan sweeping bayi (< 12 bulan)
A*B/C
B. Harga Alkohol 1000cc
C. Alkohoil 1000cc untuk 1000 orang
c. Pertemuan/rapat (terintegrasi rapat (terintegrasi dg pertemuan/rapat
dg pertemuan/rapat sweeping) sweeping)
Crash Program Transport petugas penyuluhan A. Frekuensi penyuluhan & imunisasi anak sekolah SD
a. Penyuluhan (per sekolah)
B. Jumlah petugas penyuluhan imunisasi
Bahan penyuluhan (terintegrasi dengan IK
sebelumnya
b. Pertemuan/Rapat/Desinfo
Transport Transport peserta pertemuan/rapat A. Frekuensi Rapat Pemantapan Program
penerapan program B. Jumlah Peserta Rapat Pemantapan Program A*B*C
C. Transport pertemuan per petugas
Transport peserta pertemuan/rapat LP A. Frekuensi Rapat Lintas Program
B. Jumlah Peserta Rapat Lintas Program A*B*C
C. Transport pertemuan per petugas
Transport peserta pertemuan/rapat LS A. Frekuensi Rapat Lintas Sektor
B. Jumlah Peserta Rapat Lintas Sektor A*B*C
C. Transport pertemuan per petugas
Transport peserta pertemuan/rapat A. Frekuensi Rapat Konsultasi
Konsultasi B. Jumlah Peserta Rapat Konsultasi A*B*C
C. Transport pertemuan per petugas
Akomodasi Akomodasi peserta pertemuan/rapat A. Frekuensi Rapat Pemantapan Program
penerapan program B. Jumlah Peserta Rapat Pemantapan Program A*B*C
C. Akomodasi pertemuan per petugas
Akomodasi peserta pertemuan/rapat LP A. Frekuensi Rapat Lintas Program
B. Jumlah Peserta Rapat Lintas Program A*B*C
C. Akomodasi pertemuan per petugas
Akomodasi peserta pertemuan/rapat LS A. Frekuensi Rapat Lintas Sektor
B. Jumlah Peserta Rapat Lintas Sektor A*B*C
C. Akomodasi pertemuan per petugas

30
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Akomodasi peserta pertemuan/rapat A. Frekuensi Rapat Konsultasi
Konsultasi B. Jumlah Peserta Rapat Konsultasi A*B*C
C. Akomodasi pertemuan per petugas
Bahan peserta pertemuan/rapat penerapan A. Frekuensi Rapat Pemantapan Program
program B. Peserta Rapat Pemantapan Program A*B*C
C. Transport pertemuan per petugas
Bahan i pertemuan/rapat A. Frekuensi pertemuan/rapat BLF
B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Akomodasi rapat pertemuan per peserta
Bahan pertemuan/rapat A. Frekuensi pertemuan/rapat BLF
B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Bahan rapat pertemuan per peserta
Bahan peserta pertemuan/rapat A. Frekuensi pertemuan/rapat BLF
B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Transport Peserta pertemuan/rapat BLF
c. Pelatihan
Transport Transport peserta A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
A * B * C* D
C. Jumlah peserta pelatihan per angkatan
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Lumpsum/honor/uang harian peserta A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan A * B * C * D* E
D. Jumlah peserta pelatihan per angkatan
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari

31
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
A*B*C*D
C. Jml narasumber lokal pelatihan per angk.
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar Kab/Kota A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
A*B*C*D
C. Jml narasumber luar pelatihan per angk.
D. Transport narasumber luar pelatihan per orang
Lumpsum/honor/uang harian narasumber A. Frekuensi pelatihan
lokal B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan
A*B*C*D*E
D. Jml narasumber lokal pelatihan per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang hari
Lumpsum/honor/uang harian narasumber A. Frekuensi pelatihan
luar B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan
A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber luar pelatihan per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang hari
Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan
D. Jumlah peserta pelatihan per angkatan A * B * C * (D+E+F) * G
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan per angkatan
F. Jumlah narasumber luar pelatihan per angkatan
G. Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan per angkatan
D. Bahan pelatihan
3. Imunisasi tambahan untuk penyakit tertentu (PIN, Sub PIN, Catch Up Campaign Campak)
a. Transport Transport petugas A. Frekuensi PIN
B. Frekuensi Sub PIN
C. Frekuensi Catch Up Campaign Campak
D. Jumlah Petugas PIN (per episode per Puskesmas) (A+B+C) * D * E * F
E. Jumlah puskesmas
F. Transport petugas

32
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Vaksin Campak A. Jumlah bayi (1 - 12 bulan)
B. Frekuensi Catch Up Campaign Campak
C. Harga vaksin Campak per vial A*B*C/D
D. Jumlah dosis pemberian per bayi (1 vial vaksin
Campak untuk 10 bayi
Vaksin Polio A. Jumlah bayi (1 - 12 bulan)
B. Frekuensi PIN
C. Frekuensi Sub PIN {(A * B) + (A * C)}
D. Harga vaksin polio per vial *D/ E
E. Jumlah dosis pemberian per anak (1 vial vaksin DPT
untuk 10 anak balita)
Autodisable syringe (ADS) 0,5 ml untuk A. Jumlah bayi (1 - 12 bulan)
imunisasi Campak dan DPT bayi 0-11 bulan B. Jumlah dosis untuk imunisasi campak dan DPT (1 x) A*B*C
C. Harga ADS 0,5 ml per buah
Kapas 250 gram (1000 bayi) A. Jumlah bayi (1 - 12 bulan)
B. Harga kapas 250 gram A*B/C
C. Kapas 250 gram untuk 1000 bayi
Alkohol 1000 cc (1000 orang) A. Jumlah bayi (1 - 12 bulan)
B. Harga Alkohol 1000cc A*B/C
C. Alkohoil 1000cc untuk 1000 orang
Transport petugas kasus KIPI Dilakukan di sarana kesehatan
4. Penanggulangan KIPI

Parasetamol sir. 120 mg/5 ml A. Jumlah kasus KIPI


A*B
B. Harga per botol parasetamol sir. 120mg/5ml
Biaya perawatan kasus KIPI A. Jumlah hari rawat (ALOS=3 hari)
A*B
B. Biaya perawatan per hari rawat
8. Pencatatan dan Pelaporan Buku imunisasi bayi A. Harga buku
B. Jumlah petugas imunisasi A*B*C
C. Harga satuan buku imunisasi bayi
Buku imunisasi anak sekolah A. Harga buku
B. Jumlah petugas imunisasi A*B*C
C. Harga satuan buku imunisasi bayi
Buku imunisasi WUS A. Harga buku
B. Jumlah petugas imunisasi A*B*C
C. Harga satuan buku imunisasi bayi
Buku sweeping A. Harga buku
B. Jumlah petugas imunisasi A*B*C
C. Harga satuan buku imunisasi bayi

33
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Buku backlog fighting A. Harga buku
B. Jumlah petugas imunisasi A*B*C
C. Harga satuan buku imunisasi bayi
Buku pencatatan suhu tempat penyimpanan A. Harga buku
B. Jumlah petugas imunisasi A*B*C
C. Harga satuan buku imunisasi bayi
9. Monitoring & Evaluasi Transport petugas monitoring & evaluasi A. Frekuensi Monitoring dan Evaluasi
B. Jumlah Puskesmas
C. Jumlah petugas monitoring dan evaluasi (per A*B*C*D
Puskesmas)
D. Transport petugas

34
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 8. Cakupan Pelayanan Anak Balita
Definisi Operasional : Cakupan pelayanan anak balita adalah anak balita (12 59 bulan) yang memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan.
Pembilang : Jumlah anak balita (12 59 bulan) yang memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali di satu wilayah kerja
pada waktu kurun tertentu.
Penyebut : Jumlah seluruh anak balita (12 59 bulan) di satu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu.
4. Target Tahun 2010 : 90 %
5. Rumus :
Jml anak balita yg memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan
Cakupan pelayanan anak minimal 8 kali disatu wilayah kerja pd waktu tertentu
balita = x 100%
Jumlah seluruh anak balita disatu wilayah kerja dalam waktu yg sama
6. Langkah Kegiatan : 1) Pendataan sasaran anak usia 12 59 bulan;
2) Pemantauan pertumbuhan anak usia 12 59 bulan minimal 8 x dalam setahun;
3) Pemantauan perkembangan anak usia 12 59 bulan minimal tiap 6 bulan sekali;
4) Melakukan intervensi bila dijumpai gangguan pertumbuhan dan kelainan perkembangan
5) Melakukan rujukan bila tidak ada perbaikan setelah dilakukan intervensi
6) Penyediaan skrining Kit SDIDTK;
7) Pengadaan Vitamin A dosis tinggi (200.000 iu) sesuai sasaran;
8) Pengadaan formulir pendukung pencatatan pelaporan
9) Monitoring dan evaluasi;
10) Pelatihan
7. Rujukan : 1) Buku Standar Pemantauan Pertumbuhan
2) Buku Pedoman pelaksanaan SDIDTK anak.
3) Buku KIA
4) Buku pedoman pemberian Vitamin A bagi petugas
5) Buku pedoman pendampingan keluarga

35
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
8. Cakupan Pelayanan Anak Balita
1. Registrasi Sasaran Transport Petugas Registrasi Terintegrasi dengan IK 7
Formulir A. Jumlah bayi 6-11 bulan
B. Harga Formulir Kunjungan Balita A * B/ C
C. Selembar formulir untuk 15 balita
2. Pelatihan Petugas Pemantauan
Pertumbuhan (standarisasi)
Transport Pelatihan Transport Peserta A. Frekuensi pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
B. Jumlah angkatan pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan A * B *C * D
C. Jumlah peserta pelatihan pemantauan pertumbuhan
anak balita
D. Transportpeserta pelatihan per peserta
Lumpsum Peserta A. Frekuensi pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
B. Jumlah angkatan pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
A * B *C * D * E
C. Lama pelatihan petugas pemantau pertumbuhan
D. Jumlah peserta pelatihan pemantauan pertumbuhan
anak balita
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
B. Jumlah angkatan pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan A * B *C * D
C. Jumlah narasumber lokal pelatihan pemantauan
pertumbuhan anak balita
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan petugas pemantauan
Kab/Kota pertumbuhan
B. Jumlah angkatan pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
A * B *C * D
C. Jumlah narasumber luar pelatihan pemantauan
pertumbuhan anak balita
D. Transport narasumber luar dinkes kab./kota pelatihan
per orang

36
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
B. Jumlah angkatan pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
C. Lama pelatihan petugas pemantau pertumbuhan A * B *C * D * E
D. Jumlah narasumber lokal pelatihan pemantauan
pertumbuhan anak balita
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang per hari
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
B. Jumlah angkatan pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
C. Lama pelatihan petugas pemantau pertumbuhan A * B *C * D * E
D. Jumlah narasumber luar pelatihan pemantauan
pertumbuhan anak balita
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang per hari
Akomodasi pelatihan Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
B. Jumlah angkatan pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
C. Lama pelatihan petugas pemantau pertumbuhan
D. Jumlah peserta pelatihan pemantauan pertumbuhan
A * B *C *( D + E + F) * G
anak balita
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan pemantauan
pertumbuhan anak balita
F. Jumlah narasumber luar pelatihan pemantauan
pertumbuhan anak balita
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari
Bahan pelatihan Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
B. Jumlah angkatan pelatihan petugas pemantauan
pertumbuhan
C. Jumlah peserta pelatihan pemantauan pertumbuhan A * B *C * D
anak balita
D. Bahan pelatihan pemantauan pertumbuhan anak
balita per orang

37
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
3. Pelayanan Kunjungan Anak Balita
Transport prtugas pelayanan kunjungan Transport petugas pelayanan Transport petugas (dilaksanakan di sarkes)
anak balita kunjungan anak balita
Bahan Bahan A. Cakupan anak balita
B. Konsumsi Vitamin A balita per tablet A * B *C
C. Cakupan anak balita BGM
4. Pelatihan MTBS
5. Pelayanan rujukan
Transport Transport petugas rujukan A. Cakupan anak balita BGM
B. Jumlah tanaga pendamping rujukan anak balita A * B *C
C. Transport petugas rujukan pe 1 x rujukan

38
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 24 bulan keluarga miskin
Definisi Operasional : Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 24 bulan keluarga miskin adalah pemberian makanan
pendamping ASI pada anak usia 6 24 Bulan dari keluarga miskin selama 90 hari.
Pembilang : Jumlah anak usia 6 24 bulan dari Gakin yang mendapat MP-ASI di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Penyebut : Jumlah seluruh anak usia 6 24 bulan dari Gakin di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
4. Target Tahun 2010 : 100 %
5. Rumus :
Cakupan pemberian Jumlah anak usia 6 24 bln keluarga miskin yg mendapat MP - ASI
= x 100%
makanan pendamping ASI Jumlah seluruh anak usia 6 24 bln keluarga miskin
6. Langkah Kegiatan : 1) Pendataan sasaran;
2) Pelatihan pemberian makanan bagi anak / konseling menyusui
3) Pengadaan MP-ASI
4) Penyimpanan MP-ASI
5) Distribusi sampai ke sasaran
6) Pencatatan pelaporan
7) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemberian MP-ASI.
7. Rujukan : 1) Pedoman pengelolaan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) untuk anak usia 6 24 bulan.

39
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1 PELAYANAN KESEHATANDASAR
IK-9 Cakupan Pemberian MP-ASI Pada Anak USia 6-24 Bulan Gakin
1. Registrasi Sasaran Registrasi sasaran Terintegrasi pada JP sebelumnya
2. Penyusunan Spesifikasi & Pedoman
Pengelolaan MP - ASI
3. Pelatihan Penyelenggaraan Pemberian Transport peserta A. Frekuensi pelatihan tatalaksana MP-ASI
MP ASI B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana MP-ASI
A*B*C*D
C. Jml peserta pelthn penyelenggaraan pemberian MP-ASI
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Lumpsum peserta A. Frekuensi pelatihan tatalaksana MP-ASI
B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana MP-ASI
C. Lama pelatihan tatalaksana MP-ASI A*B*C*D*E
D. Jml peserta pelthn penyelenggaraan pemberian MP-ASI
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport pelatih lokal A. Frekuensi pelatihan tatalaksana MP-ASI
B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana MP-ASI
A*B*C*D
C. Jml NS lokal pelthn penyelenggrn pemberian MP-ASI
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport pelatih dari luar kab./kota A. Frekuensi pelatihan tatalaksana MP-ASI
B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana MP-ASI
C. Jml NS luar pelthn penyelenggrn pemberian MP-ASI A*B*C*D
D. Transport narasumber luar dinkes kab./kota pelatihan
per orang
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan tatalaksana MP-ASI
B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana MP-ASI
C. Lama pelatihan tatalaksana MP-ASI
A*B*C*D*E
D. Jml NS lokal pelthn penyelenggrn pemberian MP-ASI
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang per hari
Lumpsum/honor narasumber luar A. Frekuensi pelatihan tatalaksana MP-ASI
B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana MP-ASI
C. Lama pelatihan tatalaksana MP-ASI
A*B*C*D*E
D. Jml NS luar pelthn penyelenggrn pemberian MP-ASI
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang per hari
Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan tatalaksana MP-ASI
B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana MP-ASI
C. Lama pelatihan tatalaksana MP-ASI
A * B * C * (D + E +
D. Jml peserta pltihn penyelenggaraan pemberian MP-ASI
E. Jml NS lokal pelthn penyelenggrn pemberian MP-ASI F) * G
F. Jml NS luar pelthn penyelenggrn pemberian MP-ASI
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari

40
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan tatalaksana MP-ASI
B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana MP-ASI
C. Jumlah peserta pelatihan penyelenggaraan pemberian A*B*C*D
MP-ASI
D. Bahan pelatihan penyelenggaraan pemberian MP-ASI
Sosialisasi/penyuluhan Transport petugas Terintegrasi pada JP sebelumnya
Bahan penyuluhan Leaflet A. Cakupan anak 6-24 bulan dari gakin yang mendapat
MP-ASI
A*B*C
B. Leaflet per lember
C. Frekuensi sosialisasi program MP-ASI
Poster A. Poster per lembar
B. Jumlah petugas penyuluh MP-ASI (per Puskesmas) A*B*C
C. Jumlah Puskesmas
5. Distribusi dan Penyimpanan MP-ASI Transport petugas A. Frekuensi distribusi MP-ASI ke Puskesmas (petugas
kabupaten)
B. Jumlah Puskesmas A*B*C*D
C. Jumlah petugas penyimpanan MP-ASI (per Puskesmas)
D. Transport per petugas puskesmas (kegiatan)
Sewa gudang A. Biaya Sewa gudang penyimpanan MP-ASI per tahun
A
(harga setempat)
Formulir penyimpanan dan distribusi A. Cakupan anak 6-24 bulan dari gakin yang mendapat
MP-ASI
B. Harga formulir penyimpanan dan distribusi MP-ASI A*B*C/D
C. Jumlah lembar formulir
D. Setiap lembar formulir dipergunakan utk 15 sasaran
Pemberian MP-ASI pada anak dari Transport Petugas pemberian MP-ASI A. Frekuensi distribusi MP-ASI gakin (petugas
gakin (90 hari) puskesmas)
B. Jumlah Puskesmas A*B*C
C. Jumlah petugas distribusi ke balita gakin (per
Puskesmas)
Bahan MP-ASI A. Harga Bahan MP-ASI
B. Jumlah anak 6-24 bulan dari gakin yang mendapat A*B
MP-ASI

41
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
6. Pencatatan dan pelaporan Khohort Ibu & KMS Balita Terintegrasi pada IK 1 dan IK 8
7. Monitoring dan Evaluasi Transport petugas monitoring dan evaluasi A. Frekuensi monev ke Desa (petugas Puskesmas)
(Puskesmas) B. Jumlah Puskesmas
C. Jumlah petugas monev (tenaga Puskesmas per A*B*C*D
Puskesmas)
D. Transport per petugas polindes/bidan (kegiatan)
Transport petugas monitoring dan evaluasi A. Frekuensi monev ke Puskesmas (petugas kabupaten)
(Dinkes) B. Jumlah Puskesmas
A*B*C*D
C. Jumlah petugas monev (tenaga Dinkes)
D. Transport per petugas Puskesmas (kegiatan)

42
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan
Definisi Operasional : Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai
tatalaksana gizi buruk di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Pembilang : Jumlah balita gizi buruk mendapat perawatan di sarana pelayanan kesehatan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Penyebut : Jumlah seluruh balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
4. Target Tahun 2010 : 100 %
5. Rumus :
Jumlah balita gizi buruk mendapat perawatan di sarana pelayanan
kesehatan disatu wilayah kerja pd kurun waktu tertentu
Cakupan balita gizi buruk = x 100%
Jumlah seluruh balita gizi buruk yg ditemukan di satu wilayah kerja pada
kurun waktu yg sama
6. Langkah Kegiatan : 1) Surveilans gizi termasuk penemuan kasus secara aktif
2). Respon cepat penanganan kasus gizi buruk
3). Pelatihan tatalaksana gizi buruk
4). Penyediaan mineral mix
5). Perawatan kasus gizi buruk di Rumah Sakit, TFC (Therapeutic Feeding Center)
6). Pendampingan kasus gizi buruk pasca rawat (Community Therapeutic Center)
7). Bintek dan supervisi berjenjang
7. Rujukan : 1) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Rumah Sakit Kab/Kota, tahun 1998;
2) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan Rumah Tangga, tahun 1998;
3) Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, tahun 2007;
4) Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk, tahun 2007;
5) Panduan Pelatihan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, tahun 2007;
6) Pedoman dan pelayanan gizi rumah sakit, tahun 2007
7) Pedoman penyelenggaraan Pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk bagi tenaga kesehatan, tahun 2007;
8) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

43
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-10 Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
1. Perencanaan Penyiapan Sarana Prasarana Transport A. Frekuensi pertemuan perencanaan, penyiapan
sarana/prasarana tatalaksana gizi buruk
A*B*C
B. Frekuensi pelatihan tatalaksana gizi buruk
C. Transport per petugas dinkes kab./kota (kegiatan)
Akomodasi A. Frekuensi pertemuan perencanaan, penyiapan
sarana/prasarana tatalaksana gizi buruk
A*B*C
B. Frekuensi pelatihan tatalaksana gizi buruk
C. Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan A. Frekuensi pertemuan perencanaan, penyiapan
sarana/prasarana tatalaksana gizi buruk
B. Frekuensi pelatihan tatalaksana gizi buruk A*B*C
C. Bahan pertemuan perencanaan penyiapan sarana &
prasarana perawatan balita gizi buruk
2. Pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk Transport peserta A. Frekuensi pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
B. Jml angkatan pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Lumpsum peserta A. Frekuensi pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
B. Jml angkatan pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
C. Lama pelatihan tatalaksana balita gizi buruk A*B*C*D*E
D. Jumlah peserta pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
B. Jml angkatan pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
C. Jumlah narasumber lokal pelatihan penatalaksanaan A*B*C*D
gizi buruk
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
kab./kota B. Jml angkatan pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
C. Jumlah narasumber luar pelatihan penatalaksanaan
A*B*C*D
gizi buruk
D. Transport narasumber luar dinkes kab./kota pelatihan
per orang
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
B. Jml angkatan pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
C. Lama pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
D. Jumlah narasumber lokal pelatihan penatalaksanaan A*B*C*D*E
gizi buruk
E. Lumpsum/honor/uang harian nara sumber lokal
pelatiahn per orang per hari

44
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Lumpsum/honor narasumber luar A. Frekuensi pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana balita gizi
buruk
C. Lama pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber luar pelatihan penatalaksanaan
gizi buruk
E. Lumpsum/honor/uang harian nara sumber luar
pelatiahn per orang per hari
Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana balita gizi
buruk
C. Lama pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
D. Jumlah peserta pelatihan penatalaksanaan gizi buruk
A * B * C * (D + E + F) *G
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan penatalaksanaan
gizi buruk
F. Jumlah narasumber luar pelatihan penatalaksanaan
gizi buruk
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari
Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan tatalaksana balita gizi buruk
B. Jumlah angkatan pelatihan tatalaksana balita gizi
buruk A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan penatalaksanaan gizi buruk
D. Bahan pelatihan tatalaksana gizi buruk
3. Pelayanan Kasus/Perawatan Balita Gizi
Buruk
Obat, Vitamin, Vaksin, BMHP dan Alkes
4. Monitoring dan Evaluasi Transport petugas monitoring dan A. Frekuensi monev ke Puskesmas (petugas Kabupaten)
evaluasi (Dinkes) B. Jumlah petugas monev (tenaga Dinkes) A*B*C
C. Transport per petugas Puskesmas (kegiatan)
Transport petugas monitoring dan A. Frekuensi monev ke Desa (petugas Puskesmas)
evaluasi (Puskesmas) B. Jumlah petugas monev (tenaga Puskesmas per
A*B*C
Puskesmas)
C. Transport per petugas Polindes/bidan (kegiatan)

45
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 11. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat
Definisi Operasional : Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat adalah cakupan siswa SD dan setingkat yang diperiksa kesehatannya oleh
tenaga kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS/dokter kecil) melalui penjaringan kesehatan di satu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
Pembilang : Jumlah murid kelas 1 SD dan setingkat disatu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
Penyebut : Jumlah seluruh balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
4. Target Tahun 2010 : 100 %
5. Rumus :
Cakupan penjaringan Jml murid SD dan setingkat yg diperiksa kesehatannya oleh tenaga kesehatan
kesehatan siswa SD atau tenaga terlatih disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu x 100%
=
& setingkat Jumlah murid SD dan setingkat disatu wilayah kerja dalam kurun waktu yg sama
6. Langkah Kegiatan : 1) Pendataan
2) Pengadaan dan pemeliharaan UKS kit, UKGS kit
3) Pelatihan petugas, guru UKS/UKGS dan dokter kecil;
4) Penjaringan kesehatan
5) Pelayanan kesehatan
6) Pencatatan dan pelaporan
7. Rujukan : 1) Buku Pedoman UKS untuk Sekolah Dasar, tahun 2006;
2) Buku Pedoman Penjaringan Kesehatan, tahun 2001;
3) Buku Pedoman UKGS murid Sekolah Dasar, tahun 2006

46
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-11 Penjaringan Kesehatan Siswa SD & Setingkat
1. Penyedian USG Kit dan UKGS Kit Penyediaan Peralatan (Lihat kebutuhan investasi)
2. Perencanaan Kebutuhan Anggaran,
Logistik dan Pelatihan
Pertemuan Perencanaan Kebutuhan Transport petugas A. Frek. pertemuan perencanaan kebutuhan anggaran
Anggaran B. Jumlah perserta pertemuan perencanaan anggaran
A*B*C
per 1 x pertemuan (siswa SD)
C. Transport per petugas dinkes kab./kota (kegiatan)
Akomodasi pertemuan A. Frek. pertemuan perencanaan kebutuhan anggaran
B. Jumlah perserta pertemuan perencanaan anggaran
A*B*C
per 1 x pertemuan (siswa SD)
C. Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan Pertemuan A. Frek. pertemuan perencanaan kebutuhan anggaran
B. Jumlah perserta pertemuan perencanaan anggaran
A*B*C
per 1 x pertemuan (siswa SD)
C. Bahan pertemuan perencanaan anggaran per orang
Pertemuan Perencanaan Kebutuhan Transport petugas A. Frekuensi pertemuan perencanaan kebutuhan logistik
Logistik B. Jumlah perserta pertemuan perencanaan logistik per
A*B*C
1 x pertemuan (siswa SD)
C. Transport per petugas dinkes kab./kota (kegiatan)
Akomodasi pertemuan A. Frekuensi pertemuan perencanaan kebutuhan logistik
B. Jumlah perserta pertemuan perencanaan logistik per
A*B*C
1 x pertemuan (siswa SD)
C. Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan Pertemuan A. Frekuensi pertemuan perencanaan kebutuhan logistik
B. Jumlah perserta pertemuan perencanaan logistik per
A*B*C
1 x pertemuan (siswa SD)
C. Bahan pertemuan perencanaan anggaran per orang
Pertemuan Perencanaan Kebutuhan Transport petugas A. Frek. pertemuan perencanaan kebutuhan pelatihan
Pelatihan B. Jumlah peserta pertemuan perencanaan pelatihan
A*B*C
per 1 x pertemuan (siswa SD)
C. Transport per petugas dinkes kab./kota (kegiatan)
Akomodasi pertemuan A. Frek. pertemuan perencanaan kebutuhan pelatihan
B. Jumlah peserta pertemuan perencanaan pelatihan
A*B*C
per 1 x pertemuan (siswa SD)
C. Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan Pertemuan A. Frek. pertemuan perencanaan kebutuhan pelatihan
B. Jumlah peserta pertemuan perencanaan pelatihan
A*B*C
per 1 x pertemuan (siswa SD)
C. Bahan pertemuan perencanaan anggaran per orang

47
3. Pelatihan Petugas, Guru UKS/UKGS dan
Dokter Kecil
Pelatihan Guru UKS/UKGS Transport peserta A. Frekuensi pelatihan guru UKS/UKGS
B. Jumlah angkatan pelatihan guru UKS/UKGS
A*B*C*D
C. Jml pesrta pelatihan guru UKS/UKGS per angkatan
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Uang harian peserta A. Frekuensi pelatihan guru UKS/UKGS
B. Lama pelatihan guru UKS/UKGS
C. Jumlah angkatan pelatihan guru UKS/UKGS
A*B*C*D*E
D. Jml pesrta pelatihan guru UKS/UKGS per angkatan
E. Uang harian pesrta pelatihan per peserta per orang
per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan guru UKS/UKGS
B. Jumlah angkatan pelatihan guru UKS/UKGS
A*B*C*D
C. Jumlah narasumber lokal pelatihan guru UKS/UKGS
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan guru UKS/UKGS
kab./kota B. Jumlah angkatan pelatihan guru UKS/UKGS
C. Jml NS luar pelatihan guru UKS/UKGS per angkatan A*B*C*D
D. Transport narasumber luar dinkes kab./kota
pelatihan per orang
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan guru UKS/UKGS
B. Lama pelatihan guru UKS/UKGS
C. Jumlah angkatan pelatihan guru UKS/UKGS
A*B*C*D*E
D. Jml NS lokal pelatihan guru UKS/UKGS per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang per hari
Lumpsum/honor narasumber luar A. Frekuensi pelatihan guru UKS/UKGS
B. Lama pelatihan guru UKS/UKGS
C. Jumlah angkatan pelatihan guru UKS/UKGS
A*B*C*D*E
D. Jml NS luar pelatihan guru UKS/UKGS per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang per hari
Akomodasi Pelatihan A. Frekuensi pelatihan guru UKS/UKGS
B. Lama pelatihan guru UKS/UKGS
C. Jumlah angkatan pelatihan guru UKS/UKGS
D. Jml peseta pelatihan guru UKS/UKGS per angkatan A * B * C * (D + E + F) * G
E. Jml NS lokal pelatihan guru UKS/UKGS per angkatan
F. Jml NS luar pelatihan guru UKS/UKGS per angkatan
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari
Bahan Pelatihan A. Frekuensi pelatihan guru UKS/UKGS
B. Jumlah angkatan pelatihan guru UKS/UKGS
A*B*C*D
C. Jml peseta pelatihan guru UKS/UKGS per angkatan
D. Bahan pelatihan guru UKS/UKGS per orang

48
Pelatihan Dokter Kecil Transport peserta
Uang harian peserta
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan dokter kecil
B. Jumlah angkatan pelatihan dokter kecil
A*B*C*D
C. Jml NS lokal pelatihan dokter kecil per angkatan
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan dokter kecil
kab./kota B. Jumlah angkatan pelatihan dokter kecil
C. Jml NS luar pelatihan dokter kecil per angkatan A*B*C*D
D. Transport narasumber luar dinkes kab./kota pelatihan
per orang
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan dokter kecil
B. Lama pelatihan dokter kecil
C. Jumlah angkatan pelatihan dokter kecil
D. Jumlah narasumber lokal pelatihan dokter kecil per A*B*C*D*E
angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang per hari
Lumpsum/honor narasumber luar A. Frekuensi pelatihan dokter kecil
B. Lama pelatihan dokter kecil
C. Jumlah angkatan pelatihan dokter kecil
D. Jumlah narasumber luar pelatihan dokter kecil per A*B*C*D*E
angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang per hari
Akomodasi Pelatihan A. Frekuensi pelatihan dokter kecil
B. Lama pelatihan dokter kecil
C. Jumlah angkatan pelatihan dokter kecil
D. Jumlah peserta dokter kecil per angkatan
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan dokter kecil per
angkatan A * B * C * (D + E + F) * G
F. Jumlah narasumber luar pelatihan dokter kecil per
angkatan
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari
H. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang per hari
Bahan Pelatihan A. Frekuensi pelatihan dokter kecil
B. Jumlah angkatan pelatihan dokter kecil
A*B*C*D
C. Jumlah peserta dokter kecil per angkatan
D. Bahan pelatihan dokter kecil per orang
Pelatihan Petugas Transport peserta A. Frekuensi pelatihan nakes
B. Jumlah angkatan pelatihan nakes
C. Jumlah peserta pelatihan petugas kesehatan per A*B*C*D
angkatan
D. Transport peserta pelatihan per peserta

49
Uang harian peserta A. Frekuensi pelatihan nakes
B. Lama pelatihan nakes
C. Jumlah angkatan pelatihan nakes
A*B*C*D
D. Jumlah peserta pelatihan petugas kesehatan per
angkatan
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan nakes
B. Jumlah angkatan pelatihan nakes
C. Jml NS lokal pelatihan petugas kesehatan per A*B*C*D
angkatan
D. Transport nara sumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan nakes
kab./kota B. Jumlah angkatan pelatihan nakes
C. Jml NS luar pelatihan petugas kesehatan per
A*B*C*D
angkatan
D. Transport nara sumber luar dinkes kab./kota
pelatihan per orang
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan nakes
B. Lama pelatihan nakes
C. Jumlah angkatan pelatihan nakes
D. Jumlah narasumber lokal pelatihan petugas A*B*C*D*E
kesehatan per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang
Lumpsum/honor narasumber luar A. Frekuensi pelatihan nakes
B. Lama pelatihan nakes
C. Jumlah angkatan pelatihan nakes
D. Jumlah narasumber luar pelatihan petugas kesehatan A*B*C*D*E
per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang
Akomodasi Pelatihan A. Frekuensi pelatihan nakes
B. Lama pelatihan nakes
C. Jumlah angkatan pelatihan nakes
D. Jml peserta pelatihan petugas kes. per angkatan
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan petugas A * B * C * ( D + E + F) * G
kesehatan per angkatan
F. Jumlah narasumber luar pelatihan petugas kesehatan
per angkatan
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari
Bahan Pelatihan A. Frekuensi pelatihan nakes
B. Jumlah angkatan pelatihan nakes
C. Jumlah peserta pelatihan petugas kesehatan per A*B*C* D
angkatan
D. Bahan pelatihan petugas kesehatan per orang

50
4. Pelayanan Kesehatan Murid SD Transport pemeriksaan (tenaga A. Frekuensi pemeriksaan kes. Siswa kls 1 SD,
kesehatan) guru/UKS/UKGS, dr. Kecil & nakes terlatih
B. Jumlah tenaga pemeriksaan kesehatan (nakes) siswa
A*B*C* D
SD per sekolah
C. Jumlah SD sederajat
D. Transport per petuga Puskesmas (kegiatan)
Formulir A. Jumlah pemeriksaan kes. siswa kls 1 SD ol
guru/UKS/UKGS, dr. kecil & nakes terlatih
B. Harga formilar pemeriksaan anak sekolah (murid SD) A*B/C
C. Selembar formulir di pergunakan untuk mendata 15
murid SD
5. Pencatatan dan Pelaporan Buku register A. Harga Buku register anak sekolah (murid SD)
A*B
B. Jumlah SD

51
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR

2. Indikator : 12. Cakupan peserta KB aktif


Definisi Operasional : Cakupan peserta KB aktif adalah jumlah peserta KB aktif dibandingkan dengan jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu.
Pembilang : Jumlah PUS yang menggunakan kontrasepsi di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Penyebut : Jumlah seluruh Pasangan Usia Subur di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.

4. Target Tahun 2010 : 75 %

5. Rumus :
Jumlah PUS yang menggunakan kontrasepsi di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu
Cakupan peserta KB aktif = x 100%
Jumlah Seluruh PUS di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama
6. Langkah Kegiatan : 1) Pendataan Sasaran PUS.
2) Konseling KB untuk PUS.
3) Pelayanan Kontrasepsi sesuai standar.
4) Pengadaan Alat dan Obat Kontrasepsi (Alokon)
5) Pelatihan Klinis Pelayanan Kontrasepsi Terkini/Contraceptive Technical Update
6) Pelatihan Peningkatan Kinerja Pelayanan KB
7) Pelatihan Penggunaan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
8) Penguatan Sistem informasi pelayanan KB
9) Supervisi, Monitoring dan Evaluasi
7. Rujukan : 1) Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (BP3K), tahun 2007;
2) Panduan Baku Klinis Program Pelayanan KB;
3) Pedoman Penanggulangan Efek Samping/Komplikasi Kontrasepsi;
4) Pedoman Pelayanan Kontrasepsi Darurat, tahun 2004
5) Penyeliaan Fasilitatif Pelayanan KB, tahun 2007;
6) Instrumen Kajian Mandiri Pelayanan KB, tahun 2007;
7) Panduan Audit Medik Pelayanan KB, tahun 2004;
8) Analisis Situasi & Bimbingan Teknis Pengelolaan Pelayanan KB, tahun 2007;
9) Pedoman Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu, tahun 2002.

52
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-12 PELAYANAN KELUARGA BERENCANA

Cakupan peserta KB aktif

1. Pengadaan Alat kontrasepsi IUD A. Jumlah akseptor IUD baru


A*B
B. Harga satuan IUD (CuT 308 A) per set
Suntik A. Jumlah akseptor Suntik baru
B. Harga satuan Suntik (DMPA) per ampul A*B*C
C. 4 kali suntikan per tahun
Implant A. Jumlah akseptor Implant baru
A*B
B. Harga satuan Implant (Norplant) per set
Pil A. jumlah akseptor Pil baru
B. Harga satuan Pil (mini pil atau pil kombinasi) per strip A*B*C
C. 12 strip per tahun
Kondom A. Jumlah akseptor kondom baru
A*B
B. Harga satuan Kondom per kotak
2. Pelatihan Contraceptive Technology Transport peserta A. Frekuensi pelatihan Contraceptive Technology Update
Update (CTU) (CTU)
B. Jumlah angkatan pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU) A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU)
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Lumpsum peserta A. Frek. pelatihan Contraceptive Technology Update
(CTU)
B. Jumlah angkatan pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU)
C. Lama pelatihan pelatihan Contraceptive Technology A*B*C*D*E
Update (CTU)
D. Jumlah peserta pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU)
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan Contraceptive Technology Update
(CTU)
B. Jumlah angkatan pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU) A*B*C*D
C. Jumlah narasumber lokal pelatihan Contraceptive
Technology Update (CTU)
D. Transport narasumber local pelatihan per orang

53
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan Contraceptive Technology Update
kab./kota (CTU)
B. Jumlah angkatan pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU)
C. Jumlah narasumber luar pelatihan Contraceptive A*B*C*D
Technology Update (CTU)
D. Transport narasumber luar dinkes kab./kota pelatihan
per orang

Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan Contraceptive Technology Update


(CTU)
B. Jumlah angkatan pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU)
C. Lama pelatihan Contraceptive Technology Update
A*B*C*D*E
(CTU)
D. Jumlah narasumber lokal pelatihan Contraceptive
Technology Update (CTU)
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang per hari
Lumpsum/honor narasumber luar A. Frekuensi pelatihan Contraceptive Technology Update
(CTU)
B. Jumlah angkatan pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU)
C. Lama pelatihan Contraceptive Technology Update
(CTU) A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber luar pelatihan Contraceptive
Technology Update (CTU)
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang per hari

Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan Contraceptive Technology Update


(CTU)
B. Jumlah angkatan pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU)
C. Lama pelatihan Contraceptive Technology Update
(CTU)
D. Jumlah peserta pelatihan Contraceptive Technology A * B * C * (D + E + F) * G
Update (CTU)
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan Contraceptive
Technology Update (CTU)
F. Jumlah narasumber luar pelatihan Contraceptive
Technology Update (CTU)
G. Akoodasi pelatihan per orang per hari

54
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan Contraceptive Technology Update
(CTU)
B. Jumlah angkatan pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU)
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan Contraceptive Technology
Update (CTU)
D. Bahan pelatihan CTU

3. Pelatihan Peningkatan Kinerja Transport peserta A. Frekuensi pelatihan peningkatan kinerja


B. Jumlah angkatan pelatihan peningkatan kinerja
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan peningkatan kinerja
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Lumpsum peserta A. Frekuensi pelatihan peningkatan kinerja
B. Jumlah angkatan pelatihan peningkatan kinerja
C. Lama pelatihan peningkatan kinerja A*B*C*D*E
D. Jumlah peserta pelatihan peningkatan kinerja
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan peningkatan kinerja
B. Jumlah angkatan pelatihan peningkatan kinerja
C. Jumlah narasumber lokal pelatihan peningkatan A*B*C*D
kinerja
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan peningkatan kinerja
kab./kota B. Jumlah angkatan pelatihan peningkatan kinerja
C. Jumlah narasumber luar pelatihan peningkatan
A*B*C*D
kinerja
D. Transport narasumber luar dinkes kab./kota pelatihan
per orang
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan peningkatan kinerja
B. Jumlah angkatan pelatihan peningkatan kinerja
C. Lama pelatihan peningkatan kinerja
D. Jumlah narasumber lokal pelatihan peningkatan A*B*C*D*E
kinerja
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang per hari
Lumpsum/honor narasumber luar A. Frekuensi pelatihan peningkatan kinerja
B. Jumlah angkatan pelatihan peningkatan kinerja
C. Lama pelatihan peningkatan kinerja
D. Jumlah narasumber luar pelatihan peningkatan A*B*C*D*E
kinerja
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang per hari

55
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan peningkatan kinerja
B. Jumlah angkatan pelatihan peningkatan kinerja
C. Lama pelatihan peningkatan kinerja
D. Jumlah peserta pelatihan peningkatan kinerja
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan peningkatan A * B * C * (D + E + F) * G
kinerja
F. Jumlah narasumber luar pelatihan peningkatan
kinerja
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari
Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan peningkatan kinerja
B. Jumlah angkatan pelatihan peningkatan kinerja
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan peningkatan kinerja
D. Bahan pelatihan peningkatan kinerja
4. Pelatihan Penggunaan Alat Bantu Transport peserta A. Frekuensi pelatihan penggunaan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
B. Jumlah angkatan pelatihan ABPK Ber-KB A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan ABPK Ber-KB
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Lumpsum peserta A. Frekuensi pelatihan penggunaan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
B. Jumlah angkatan pelatihan ABPK Ber-KB
A*B*C*D*E
C. Lama pelatihan ABPK Ber-KB
D. Jumlah peserta pelatihan ABPK Ber-KB
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan penggunaan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
B. Jumlah angkatan pelatihan ABPK Ber-KB A*B*C*D
C. Jumlah narasumber lokal pelatihan ABPK Ber-KB
D. Transport narasumber lokal pelatihan per orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan penggunaan Alat Bantu
kab./kota Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
B. Jumlah angkatan pelatihan ABPK Ber-KB
A*B*C*D
C. Jumlah narasumber luar pelatihan ABPK Ber-KB
D. Transport narasumber luar dinkes kab./kotal
pelatihan per orang
Lumpsum/honor narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan penggunaan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
B. Jumlah angkatan pelatihan ABPK Ber-KB
C. Lama pelatihan ABPK Ber-KB A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber lokal pelatihan ABPK Ber-KB
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber lokal
pelatihan per orang per hari

56
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Lumpsum/honor narasumber luar A. Frekuensi pelatihan penggunaan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
B. Jumlah angkatan pelatihan ABPK Ber-KB
C. Lama pelatihan ABPK Ber-KB A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber luar pelatihan ABPK Ber-KB
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber luar
pelatihan per orang per hari
Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan penggunaan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
B. Jumlah angkatan pelatihan ABPK Ber-KB
C. Lama pelatihan ABPK Ber-KB
A * B * C * (D + E + F) * G
D. Jumlah peserta pelatihan ABPK Ber-KB
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan ABPK Ber-KB
F. Jumlah narasumber luar pelatihan ABPK Ber-KB
G. Akomodasi pelatihan per orang per hari
Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan penggunaan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber-KB
B. Jumlah angkatan pelatihan ABPK Ber-KB A*B*C* D
C. Jumlah peserta pelatihan ABPK Ber-KB
D. Bahan pelatihan penggunaan ABPK Ber-KB
5. Informasi Penyuluhan KB Transport petugas Transport petugas (dilakukan di sarkes)
Leaflet A. Jumlah pasangan usia subur
A*B
B. Biaya pembuatan leaflet per lembar
Poster A. Jumlah tenaga penyuluh KB
A*B
B. Biaya pembuatan poster per lembar
Radio spot A. Frekuensi penyiaran selama setahun
A*B
B. Biaya Radio Spot per paket
6. Monitoring dan Evaluasi Terintegrasi dengan cakupan bumil K4

57
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR

2. Indikator : 13 A. Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk < 15 tahun
Definisi Operasional : Jumlah kasus AFP Non Polio yang ditemukan diantara 100.000 penduduk < 15 tahun pertahun di satu wilayah kerja tertentu.
Pembilang : Jumlah kasus AFP non Polio pada penduduk <15 tahun di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Penyebut : Jumlah Penduduk <15 tahun di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
4. Target Tahun 2010 : 2/100.000 penduduk dibawah 15 tahun

5. Rumus :
Non Polio AFP rate per 100.000 Jumlah kasus AFP non Polio yang dilaporkan
=
penduduk Jumlah Penduduk < 15 tahun x 100%

6. Langkah Kegiatan : 1) Sosialisasi


2) Pencarian kasus
3) Pengambilan spesimen
7. Rujukan : 1) Kepmenkes 483/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Surveilans Akut Flacid Paralysis;
2) Modul Pelatihan.

58
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-13 A. Acute Flacid Paralysis (AFP)
1a. Pertemuan Lintas Program Transport peserta A. Frekuensi pertemuan lintas program
B. Jumlah peserta pertemuan lintas program
A*B*C
C. Transport per petugas dinkes kab./kota
(kegiatan)
Bahan Pertemuan A. Frekuensi pertemuan lintas program
B. Jumlah peserta pertemuan lintas program
A*B*C
C. Biaya bahan pertemuan/rapat LP AFP Non
Polio per peserta
Akomodasi pertemuan A. Frekuensi pertemuan lintas program
B. Jumlah peserta pertemuan program A*B*C
C. Biaya akomodasi pertemuan 1 orang
b. Pertemuan Lintas Sektor Transport peserta A. Frekuensi pertemuan lintas sektor
B. Jumlah peserta pertemuan lintas sektor A*B*C
C. Transport per petugas dinkes kab./kota
(kegiatan)
Bahan pertemuan A. Frekuensi pertemuan lintas sektor
B. Jumlah peserta pertemuan lintas sektor
C. Biaya bahan pertemuan/rapat LP AFP Non A*B*C
Polio per peserta
Akomodasi pertemuan A. Frekuensi pertemuan lintas sektor
B. Jumlah peserta pertemuan lintas sektor
C. Biaya akomodasi pertemuan 1 orang A*B*C
2. Pencarian/Penemuan Kasus Transport petugas A. Frekuensi pencarian/penemuan kasus
B. Jumlah tenaga penemuan kasus per
Puskesmas
A*B*C*D
C. Jumlah puskesmas
D. Transport per petugas Puskesmas
(kegiatan)
Bahan administrasi A. Frekuensi pencarian/penemuan kasus
B. Jumlah kasus AFP non polio pd penduduk
< 15 tahun yang ditangani A *B*C
C. Harga bahan administrasi penemuan
kasus per paket
3. Pengambilan & Pengiriman specimen Tinja Transport petugas A. Cakupan kasus AFP non polio pd
a. Pengambilan Specimen Tinja penduduk < 15 tahun yang ditangani
B. Frekuensi pengambilan specimen tinja
C. Jumlah tenaga penemuan kasus per A*B *C*D
Puskesmas
D. Transport per petugas Puskesmas
(kegiatan)

59
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Bahan administrasi A. Frekuensi pencarian/penemuan kasus
B. Jumlah kasus AFP non polio pd penduduk
< 15 tahun yang ditangani
C. Frekuensi pengambilan specimen tinja
Frekuensi pengiriman/pemeriksaan A
specimen ke laboratorium Harga bahan
administrasi penemuan kasus per paket
D. Biaya Bahan administrasi pemeriksaan
specimen
b. Pemerikasaan Specimen Tinja Transport petugas A. Cakupan kasus AFP non polio pd
penduduk < 15 tahun yang ditangani
B. Frekuensi pengiriman/pemeriksaan
specimen ke laboratorium
C. Jumlah petugas pengiriman/pemeriksaan A*B *C*D
specimen ke laboratorium
D. Transport petugas
pengiriman/pemeriksaan specimen ke
laboratorium
Bahan administrasi Terintegrasi diatas
4. Pelaporan
Bahan Formulir pencatatan dan pelaporan Terintegrasi di atas

60
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 13 B. Penemuan Penderita Pneumonia Balita
Definisi Operasional : Persentase balita dengan Pneumonia yang ditemukan dan diberikan tatalaksana sesuai standar di Sarana Kesehatan di satu
wilayah dalam waktu satu tahun.
Pembilang : Jumlah penderita Pneumonia Balita yang yang ditangani di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun.
Penyebut : Jumlah perkiraan penderita Pneumonia Balita di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
4. Target Tahun 2010 : 100%

5. Rumus :
Jumlah penderita pneumonia balita yang ditangani disatu
Cakupan balita dengan wilayah kerja pd kurun waktu satu tahun
=
Pneumonia yang ditangani Jumlah perkiraan penderita Pneumonia balita di satu Wilayah x 100%
kerja pada kurun waktu yg sama.
6. Langkah Kegiatan : 1) Pelayanan penderita
Deteksi dini penderita pneumonia balita sesuai klasifikasi
Pengobatan
Fasilitasi penderita pneumonia berat yang memerlukan rujukan
Pembinaan care seeking
2) Penyediaan alat (Peralatan ISPA)
3) Pelatihan petugas
Pelatihan Peningkatan Manajemen Program ISPA
Pelatihan MTBS
Pelatihan Autopsi Verbal Balita
Pelatihan tata laksana pneumonia Balita
4) Penyuluhan ke masyarakat
5) Jejaring kerja dan Kemitraan
6) Pengumpulan, pengolahan, dan analisa data
7) Monitoring/Supervisi ke Sarana Kesehatan
8) Pertemuan Evaluasi
9) Pencatatan dan pelaporan
7. Rujukan : 1) KEPMENKES RI No. 1537A/MENKES/SK/XII/2002 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita
2) Buku Tatalaksana Pneumonia Balita

61
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-13 B. PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA BALITA
1. Pendataan Terintegrasi dengan IK 1
2. Promosi Transport Penyuluhan A. Frekuensi penyuluhan
B. Jumlah tenaga penyuluh (tenaga
Puskesmas)
C. Jumlah Puskesmas A*B*C*D
D. Transport per petugas dinkes kab./kota
(kegiatan)
Leaflet A. Jumlah balita umur 2 bulan 5 bulan
B. Frekuensi penyuluhan
C. Biaya pembuatan leaflet per lembar A*B*C
Poster A. Jumlah tenaga penyuluh (tenaga
puskesmas)
B. Jumlah Puskesmas A*B*C
C. Biaya pembuatan poster per lembar
Media elektronik A. Frekuensi penyiaran selama setahun
A*B
B. Biaya penyiaran per 1 kali siar (radio spot)
3. Peningkatan Kualitas
Tatalaksana/Pelayanan Penderita
Vitamin, BMPH dan Obat Kotrimoksazol ped tab A. Cakupan kasus Pneumonia balita yang
ditangani
B. Harga Kotrimoksazol ped tab A*B*C
C. Dosis minum per hari
Parasetamol tab 100 mg A. Cakupan kasus Pneumonia balita yang
ditangani
A*B*C
B. Harga Parasetamol tab 100 mg
C. Dosis minum per hari
Pelayanan Rujukan
Vitamin, BMHP dan obat pra rujukan Ampisilin serbuk injeksi im/v 500 A. Cakupan kasus yang di rujuk
mg/ml B. Ampisilin serbuk injeksi im/v 500 mg/ml A*B*C
C. Dosis
Aqua steril A. Cakupan kasus yang di rujuk (A * B) * D
B. Harga Aqua steril 20 ml C
C. Dosis penggunaan aqua steril per hari
4. Peningkatan SDM Transport peserta pelatihan A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan per angkatan

62
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
D. Transport peserta pelatihan per peserta

Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan


peserta pelatihan B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan per 1 x pelatihan
A*B*C*D*E
D. Jumlah peserta pelatihan per angkatan
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta
per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Jml narasumber lokal pelatihan tata-
A*B*C*D
laksana pneumonia balita per angkatan
D. Transport narasumber lokal pelatihan per
orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan
kab./kota B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Jumlah narasumber luar pelatihan
tatalaksana pneumonia balita per A*B*C*D
angkatan
D. Transport narasumber luar dinkes
kab./kota pelatihan per orang
Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan
narasumber lokal B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan per 1 x pelatihan
D. Jml narasumber lokal pelatihan tata- A*B*C*D*E
laksana pneumonia balita per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber
lokal pelatihan per orang per hari
Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan
narasumber luar B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan per 1 x pelatihan
D. Jml narasumber luar pelatihan tatalaksana A*B*C*D*E
pneumonia balita per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber
luar pelatihan per orang per hari
Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan per 1 x pelatihan
D. Jumlah peserta pelatihan per angkatan
A * B * C * (D + E + F) * G
E. Jml narasumber lokal pelatihan tata-
laksana pneumonia balita per angkatan
F. Jml narasumber luar pelatihan tatalaksana
pneumonia balita per angkatan

63
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
G. Biaya akomodasi pelatihan per orang per
hari
Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan per angkatan
D. Biaya bahan pelatihan per peserta
5. Surveilans Transport petugas A. Frekuensi surveilans
B. Jumlah tenaga surveilans (tenaga
kab./kota) A*B*C
C. Transport per petugas dinkes kab./kota
(kegiatan)
Formulir surveilans A. Frekuensi surveilan
B. Jumlah tenaga survelans (tenaga
Kab./Kota) A*B*C
C. Transport per petugas dinkes kab/kota
(kegiatan)
6. Monitoring dan Evaluasi Transport petugas Puskesmas A. Frekuensi monev
B. Jumlah tenaga monev Puskesmas per
Puskesmas A*B*C*D
C. Transport per petugas Puskesmas
D. Jumlah Puskesmas
Transport petugas kab./kota A. Frekuensi monev
B. Jumlah tenaga monev kabupaten A*B*C
C. Transport per petugas dinas kab/kota
Formulir monev balita pneumonia A. Jumlah kasus pneumonia
A*B
B. Harga formulir

64
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 13 C. Penemuan Pasien Baru TB BTA Positif
Definisi Operasional : Angka penemuan pasien baru TB BTA positif atau Case Detection Rate (CDR) adalah persentase jumlah penderita baru TB BTA
positif yang ditemukan dibandingkan dengan jumlah perkiraan kasus baru TB BTA positif dalam wilayah tertentu dalam waktu satu
tahun.
Pembilang : Jumlah pasien baru TB BTA Positif yang ditemukan dan diobati dalam satu wilayah selama satu tahun.
Penyebut : Jumlah perkiraan pasien baru TB BTA (+) dalam satu wilayah pada waktu satu tahun.
4. Target Tahun 2010 : 100%

5. Rumus :
Jumlah pasien baru TB BTA positif yang ditemukan dan diobati
presentase penemuan pasien baru TB dalam satu wilayah selama satu tahun
=
BTA positif TB BTA (+) Jumlah perkiraan pasien baru TB BTA positif dalam satu wilayah x 100%
dalam waktu satu tahun
6. Langkah Kegiatan : 1) Tatalaksana pasien TB baru
penemuan penderita TB baru
pengobatan penderita TB baru
2) Pemeriksaan sputum
3) Pelatihan
4) Penyuluhan
5) Pencatatan pelaporan
6) Monitoring dan Evaluasi
7. Rujukan : 1) Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis

65
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-13 C. PENEMUAN PENDERITA BARU PENDERITA TBC BTA +
1. Penemuan penderita

Pemeriksaan dahak Transport penemuan penderita di laksanakan di sarkes


Biaya pemeriksaan laboratorium A. Perkiraan jumlah kasus penderita TBC
(BTA) BTA +
A*B*C
B. Biaya 1 x pemeriksaan specimen dahak
C. 3 x pemeriksaan
Bahan laboratorium (specimen) A. Perkiraan jumlah kasus penderita TBC
BTA + A*B
B. Harga bahan laboratorium spesimen
Pengobatan Paket pengobatan TBC BTA + A. Cakupan penderita TBC BTA + yg diobati
selama 6 bulan B. Harga pengobatan TBC BTA+ selama 6 A*B
bulan
2. Pencatatan dan pelaporan Formulir pencatatan dan pelaporan A. Cakupan penderita TBC BTA + yg diobati
B. Frekuensi pelaporan
A*B*C
C. Harga formular pencatatan & pelaporan
TB paru
3. Monitoring dan evaluasi Transport Terintegrasi dengan IK-13B
Bahan formulir monev Terintegrasi dengan formulir pencatatan dan
pelaporan
4. Penyuluhan Transport penyuluhan A. Frekuensi penyuluhan
B. Jumlah tenaga penyuluh per Puskesmas
A*B*C*D
C. Jumlah Puskesmas
D. Transport per petugas Puskesmas
Bahan penyuluhan Leaflet A. Perkiraan jml kasus penderita TBC BTA +
B. Frekuensi pelatihan A*B*C
C. Biaya pembuatan leaflet per lembar
Poster A. Jumlah tenaga penyuluh per Puskesmas
B. Jumlah Puskesmas A*B*C
C. Biaya pembuatan poster per lembar
Media elektronik A. Frekuensi penyiaran selama setahun
B. Biaya penyiaran per 1 kali siar (radio A*B
spot) per paket
5. Pelatihan Terintegrasi dengan IK-13B

66
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 13 D. Penderita DBD yang Ditangani
Definisi Operasional : Persentase penderita DBD yang ditangani sesuai standar di satu wilayah dalam waktu 1 (satu) tahun dibandingkan dengan
jumlah penderita DBD yang ditemukan/dilaporkan dalam kurun waktu satu tahun yang sama.
Pembilang : Jumlah penderita DBD yang ditangani sesuai standar operasional prosedur (SOP) di satu wilayah dalam waktu satu tahun.
Penyebut : Jumlah penderita DBD yang ditemukan di suatu wilayah dalam waktu satu tahun yang sama
4. Target Tahun 2010 : 100%

5. Rumus :
Jumlah penderita DBD yang ditangani sesuai SOP di satu wilayah dalam
Penderita DBD waktu satu tahun
= x 100%
yang ditangani Jumlah penderita DBD yang ditemukan di satu wilayah dalam waktu satu
tahun yang sama
6. Langkah Kegiatan : 1) Penegakkan diagnosis, pengobatan dan rujukan penderita di tingkat Puskesmas dan RS.
2) Pelatihan SDM
3) Penanggulangan kasus oleh puskesmas
4) Penyelidikan epidemiologi
5) Pencatatan dan Pelaporan
6) Monitoring dan Evaluasi
7. Rujukan : 1). Buku Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia, tahun 2005.
2). Buku Tatalaksana Demam berdarah Dengue di Indonesia, tahun 2004.

67
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-13 D. PENDERITA BERDARAH DENGUE (DBD) YANG DI TANGANI
1. Tatalaksana Penderita DBD di RS
Vitamin, BMHP dan obat Na Cl 0,9% atau RL A. Perkiraan jumlah kasus penderita DBD
A*B
B. Harga Na Cl 0,9% per botol
Glukosa 10% A. Perkiraan jumlah kasus penderita DBD
A*B
B. Harga glukosa 10% per botol
Infus Set A. Perkiraan jumlah kasus penderita DBD A*B
B. Harga infus set
Reagen A. Perkiraan jumlah kasus penderita DBD
A*B
B. Harga Reagen
C
C. Untuk 20 penderita
2. Pengelolaan logistik penyemprotan Transport petugas penyemprotan A. Transport tenaga penyemprotan DBD per fokus
B. Jumlah fokus A*B*C
C. Frekuensi penyemprotan per fokus
Bahan penyemprotan Larvasida A. Jumlah rumah/bangunan se kab./kota
B. Harga Larvasida per saset A*B/C
C. 1 kg larvasida untuk 50 rumah
Insektisida (1 galon untuk 1500) A. Jumlah insektisida
B. Jumlah rumah/bangunan se kab./kota (A * B) * D
C. Untuk 1500 rumah C
D. Frekuensi penyemprotan per fokus
Solar A. Jumlah focus
B. Frekuensi penyemprotan per focus
A*B*C*D
C. Harga bahan campur insektisida (solar) per liter
E
D. Jumlah rumah/bangunan se kab./kota
E. Untuk 150 rumah
BBM A. Jumlah focus
B. Frekuensi penyemprotan per focus
A*B*C*D
C. Harga BBM per liter
E
D. Jumlah rumah/bangunan se kab./kota
E. Untuk 45 rumah
3. Pencegahan DBD Transport Terintegrasi dengan IK-13B
4. Surveilans Terintegrasi dengan IK-13B
5. KIE Transport KIE Terintegrasi dengan IK-13B
Bahan KIE Leaflet A. Frekuensi penyuluhan KIE
B. Perkiraan jumlah kasus penderita DBD A*B*C
C. Biaya pembuatan leaflet per lembar

68
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Poster A. Jumlah tenaga penyuluh KIE per puskesmas
B. Jumlah puskesmas A*B*C
C. Biaya pembuatan leaflet per lembar
Media elektronik A. Frekuensi penanyangan di TV
A*B
B. Biaya penanyangan TV per paket
6. Pelatihan Terintegrasi dengan IK-13B
7. Kerjasama LS/LP Transport peserta pertemuan A. Frekuensi pertemuan pokjanal DBD
pokjanal B. Jumlah peserta pokjanal DBD A*B*C*D
C. Transport per petugas dinkes kab./kota (kegiatan)
Akomodasi pertemuan pokjanal A. Frekuensi Pertemuan pokjanal
B. Jumlah peserta pokjanal DBD A*B*C
C. Biaya akomodasi pertemuan pokjanal per paket
Bahan pertemuan pokjanal A. Frekuensi pertemuan pokjanal
B. Jumlah peserta pokjanal A*B*C
C. Biaya bahan pertemuan pokjanal per paket
8. Monitoring dan Evaluasi Terintegrasi dengan IK-13B
Bahan administrasi A. Frekuensi monev
A*B
B. Bahan administrasi monev per paket

69
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR
2. Indikator : 13 E. Penemuan Penderita Diare
Definisi Operasional : Penemuan penderita diare adalah jumlah penderita yang datang dan dilayani di Sarana Kesehatan dan Kader di suatu wilayah
tertentu dalam waktu satu tahun.
Pembilang : Jumlah penderita diare yang datang dan dilayani di sarana Kesehatan dan Kader di suatu wilayah tertentu dalam waktu satu
tahun.
Penyebut : Jumlah perkiraan penderita diare pada suatu wilayah tertentu dalam waktu yang sama
4. Target Tahun 2010 : 100%

5. Rumus :
Jumlah penderita diare yang datang dan dilayani di sarana Kesehatan dan Kader di suatu
Penderita Diare wilayah tertentu dalam waktu satu tahun
= x 100%
yang ditangani Jumlah perkiraan penderita diare pd satu wilayah tertentu dalam waktu yg sama (10%
dari angka kesakitan diare x jumlah penduduk)
6. Langkah Kegiatan : 1) Tatalaksana Kasus
2) Penyediaan Formulir R/R
3) Pengumpulan, Pengolahan, dan analisa data
4) Pelatihan Petugas
Penatalaksana kasus
Manajemen Program
5) Promosi/penyuluhan
6) Jejaring kerja dan Kemitraan
7) Pertemuan Evaluasi
7. Rujukan : 1). Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor : 1216/MENKES/SK/ XI/2001 pada tanggal 16 Nopember 2001 tentang Pedoman
Pemberantasan Penyakit Diare.

70
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-13 E. PENEMUAN PENDERITA DIARE
1. Penyusunan dan penyediaan formulir R/R Formular R/R A. Harga formolir R/R diare
A*B
B. Perkiraan jumlah kasus penderita diare
2. Tatalaksana Penderita Diare Pengobatan Penderita A. Perkiraan jumlah kasus penderita diare
B. Paket obat, BMHP, dan alkes penderita
A * (B / C)
diare
C. Untuk 150 penderita
3. Pengelolaan Logistik Transport petugas pengiriman A. Frekuensi pengiriman logistik.
logistik B. Jumlah petugas pengiriman logistic per
A*B*C*D
puskesmas
C. Jumlah puskesmas
D. Transport petugas pengiriman logistik
Kartu logistik A. Biaya pembuatan kartu logistik diare per
A
lembar
4. Pencegahan Diare PSM Transport petugas pencegahan A. Jumlah tenaga surveilans diare per
diare PSM (LS/LP) puskesmas
A*B*C
B. Jumlah puskesmas
C. Transport per petugas puskesmas
5. Surveilans Epidemiologi Terintegrasi dengan IK-13D
6. KIE Transport KIE Terintegrasi dengan IK-13D
Leaflet A. Perkiraan jumlah kasusu penderita diare
B. Frekuensi penyuluhan KIE A*B*C
C. Biaya pembuatan leaflet per lembar
Poster A. Jumlah tenaga penyuluhan KIE
B. Jumlah puskesmas A*B*C
C. Biaya pembuatan poster per lembar
7. Pelatihan Terintegrasi dengan IK-13D
8. Kerjasama LS/LP Terintegrasi dengan IK-13D
8. Monitoring dan Evaluasi Terintegrasi dengan IK-13D

71
1. Jenis Pelayanan : I. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR

2. Indikator : 14. Cakupan Pelayanan Kesehatan Dasar Pasien Masyarakat Miskin


Definisi Operasional : Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin adalah Jumlah kunjungan pasien masyarakat miskin di sarana
kesehatan strata pertama di satu wilayah kerja tertentu pada kurun waktu tertentu.
Pembilang : Jumlah kunjungan pasien maskin selama 1 tahun (lama dan baru).
Penyebut : Jumlah seluruh maskin di wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
4. Target Tahun 2015 : 100%
5. Rumus :
Cakupan pelayanan Jumlah kunjungan pasien maskin di Sarkes strata 1
= x 100%
kesehatan dasar maskin Jumlah seluruh maskin di kab/kota
6. Langkah Kegiatan : 1) Pendataan penduduk, sarana kesehatan dan kunjungan ke sarana kesehatan
2) Jenis Pelayanan dasar maskin
3) Penyuluhan
4) Pelatihan
5) Monitoring dan evaluasi
6) Pencatatan dan pelaporan
7. Rujukan : 1) Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat, 2008
2) Pedoman Unit Cost Pemberi Pelayanan Kesehatan, 2007
3) Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Badan Pusat Statistik, 2006

72
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR
IK-14 Cakupan Pelayanan Kesehatan Dasar Pasien Masyarakat Miskin
1. Pendataan Maskin Transport petugas A. Frekuensi pendataan maskin
B. Jml petugas pendataan maskin per Pusk.
A*B*C*D
C. Jumlah Puskesmas
D. Transport per petugas
Bahan A. Frekuensi pendataan maskin
B. Jumlah KK Miskin
A*B*C/D
C. Harga formulir per lembar
D. 1 lembar formulir utk 15 maskin
2. Pendistribusian kartu maskin
a. Transport Transport petugas A. Jumlah petugas pendistribusian kartu
peserta (tenaga Pemda) A*B
B. Transport per petugas
b. Bahan Kartu miskin A. Jumlah KK Miskin
A*B
B. Harga per lembar kartu
Formulir bukti penerimaan kartu A. Jumlah KK Miskin
maskin B. Harga per lembar kartu A*B/C
C. 1 lembar formulir utk 15 maskin
3. Pelayanan dasar masyarakat Miskin
a. Pelayanan rawat jalan Biaya A. Jumlah kunjungan rawat jalan dr maskin
A *B
B. Biaya pelayanan Rajal (Rata-2) per px
b. Pelayanan rawat inap Biaya A. Jumlah kunjungan rawat inap dr maskin
B. Average Lenght of Stay per tahun A *B*C
C. Biaya pelayanan Rawat inap per px
4. Sosialisasi/Penyuluhan Transport petugas A. Frekuensi penyuluhan/sosialisasi
B. Jml petugas penyulhan/sosialiss per Pusk.
A*B *C*D
C. Jumlah Puskesmas
D. Transport per petugas
5. Monitoring dan Evaluasi Transport petugas A. Frekuensi monev
B. Jumlah petugas monev per Puskesmas
A*B *C*D
C. Jumlah Puskesmas
D. Transport per petugas
Bahan Monev A. Frekuensi monev
B. Cakupan kes. dasar maskin (dr jml
kunjungan rajal & rain) maskin
C. Jumlah petugas monev Dinkes Kab./Kota
A*B *C*D/E
D. Harga 1 lembar formulir
E. 1 lamber formulir dipergunakan 15 gakin

73
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
4. Pelaporan Bahan A. Frekuensi pencatatan dan pelaporan
B. Jumlah petugas pencatatan & pelaporan
per Sarkes
A * B * (C + D) * E
C. Jumlah Puskesmas
D. Jumlah RSUD
E. Harga perlembar formulir
Formulir pencatatan dan pelaporan Terintegrasi di atas

74
1. Jenis Pelayanan : II. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN
2. Indikator : 15. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rujukan Pasien Masyarakat Miskin
Definisi Operasional : Cakupan rujukan pasien maskin adalah jumlah kunjungan pasien maskin di sarana kesehatan strata dua dan strata tiga pada
kurun waktu tertentu (lama & baru).
Pembilang : Jumlah kunjungan pasien maskin selama 1 tahun (lama dan baru).
Penyebut : Jumlah seluruh maskin di wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
4. Target Tahun 2015 : 100%
5. Rumus :
Cakupan Jumlah pasien maskin di sarkes strata 2 dan strata 3
= x 100%
rujukan maskin Jumlah masyarakat miskin (?)
6. Langkah Kegiatan : 1) Pendataan penduduk, sarana kesehatan dan kunjungan ke sarana kesehatan
2) Jenis pelayanan lanjutan/rujukan maskin
3) Penyuluhan
4) Pelatihan SDM
5) Pencataan dan Pelaporan
6) Monitoring dan evaluasi
7. Rujukan : 1) Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat, 2008
2) Pedoman Unit Cost Pemberi Pelayanan Kesehatan, 2007
3) Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Badan Pusat Statistik, 2006

75
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
II PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN
IK-15 Cakupan Pelayanan Kesehatan Rujukan Pasien Masyarakat Miskin
1. Pendataan Maskin Terintegrasi dengan IK-14
2. Pelayanan dasar masyarakat Miskin
a. Pelayanan rawat jalan Biaya A. Jumlah kunjungan rawat jalan dr maskin
A *B
B. Biaya pelayanan Rajal (Rata-2) per px
b. Pelayanan rawat inap Biaya A. Jumlah kunjungan rawat inap dr maskin
B. Average Lenght of Stay per tahun A *B*C
C. Biaya pelayanan Rawat inap per px
3. Sosialisasi/Penyuluhan Terintegrasi dengan IK-14
4. Monitoring dan Evaluasi Terintegrasi dengan IK-14
5. Pelaporan Terintegrasi dengan IK-14

76
1. Jenis Pelayanan : II. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN
2. Indikator : 16. Cakupan Pelayanan Gawat Darurat level 1 yang harus diberikan Sarana Kesehatan (RS) di Kab/ Kota
Definisi Operasional : Pelayanan gadar level 1 yg hrs diberikan sarana kesehatan (RS) di kab/Kota.
Pembilang : Jumlah RS kab./kota yang mampu memberikan pelayanan gadar level 1.
Penyebut : Jumlah RS kabupaten/kota
4. Target Tahun 2015 : 100%

5. Rumus :
Cakupan Desa Pelayanan gawat darurat level 1
= x 100%
Siaga Aktif Jumlah RS kab/kota
6. Langkah Kegiatan : 1) Standarisasi pelayanan gawat-darurat di Kabupaten dan Provinsi
2) Penyusunan Disaster Plan
3) Penghitungan biaya pelayanan pasien gawat-darurat (menurut service cost)
4) Pencarian sumber biaya (Askes, Jasa Raharja, Jamsostek, Badan Penanggulangan Bencana Pusat/Daerah, APBN, APBD
dan Bappenas)
5) Pencatatan
6) Diklat
7. Rujukan : 1). Evaluasi tahunan
2) Standar Pelayanan Gawat-darurat RS (2007) SK Menkes tahun 2007
3) Pedoman penyusunan Disaster Plan Rumah Sakit SK Menkes tahun 2007

77
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
II PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN
IK-16 Cakupan Pelayanan Gawat Darurat level 1 yang harus diberikan Sarana Kesehatan (RS) di Kab/ Kota
1. Pelatihan
a. Transport Pelatihan Transport peserta A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Jumlah peserta pelatihan per angkatan A * B * C* D
D. Transport peserta pelatihan per peserta

Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan


peserta B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan
A * B * C * D* E
D. Jumlah peserta pelatihan per angkatan
E. Uang harian peserta pelatihan per
peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Jml narasumber lokal pelatihan per angk.
A*B*C*D
D. Transport narasumber lokal pelatihan per
orang

Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan


Kab/Kota B. Jml angk. pelatihan
C. Jml narasumber luar pelatihan per angk.
A*B*C*D
D. Transport narasumber luar pelatihan per
orang

Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan


narasumber lokal B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan
A*B*C*D*E
D. Jml narasumber lokal pelatihan per angk.
E. Uang harian narasumber lokal pelatihan
per orang hari
Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan
narasumber luar B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan
D. Jumlah narasumber luar pelatihan per A*B*C*D*E
angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber
luar pelatihan per orang hari

78
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
b. Akomodasi Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
C. Lama pelatihan
D. Jumlah peserta pelatihan per angkatan
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan per A * B * C * (D+E+F) * G
angkatan
F. Jumlah narasumber luar pelatihan per
angkatan
G. Akomodasi pertemuan 1 orang
c. Bahan Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan
B. Jumlah angkatan pelatihan
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan per angkatan
D. Bahan pelatihan
2. Bahan UGD
Bahan non Medis Kebutuhan bahan non A. Cakupan masy. yg dpt mengakses gawat
medis/adminstrasi darurat level 1 A*B
B. Biaya Administrasi per pengakses gadar
Kebutuhan bahan rekam medik A. Cakupan masy. yg dpt mengakses gawat
darurat level 1 A*B
B. Biaya bahan rekam medik per pasien
Juklak/Juknis A. Cakupan sarkes dg kemampuan gawat
darurat level 1
B. Setiap sarkes yg mempunyai kemampuan A*B*C
gadar level 1 mendapat 10 exemplar
C. Harga Juklak/juknis per exemplar
Pedoman gawat darurat A. Cakupan sarkes dg kemampuan gawat
darurat level 1 A*B
B. Harga Pedoman gawat darurat
3. Rapat Koordinasi
a. Pertemuan Rutin Transport peserta pertemuan A. Frekuensi pertemuan
B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Transport per peserta per 1 x pertemuan
Akomodasi pertemuan A. Frekuensi pertemuan
B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Biaya Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan pertemuan A. Frekuensi pertemuan
B. Jumlah peserta pertemuan
A*B*C
C. Bahan pertemuan per peserta per 1 x
pertemuan
79
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
a. Pertemuan Lintas Sektoral Transport peserta pertemuan D. Frekuensi pertemuan
E. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
F. Transport per peserta per 1 x pertemuan
Akomodasi pertemuan D. Frekuensi pertemuan
E. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
F. Biaya Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan pertemuan D. Frekuensi pertemuan
E. Jumlah peserta pertemuan
A*B*C
F. Bahan pertemuan per peserta per 1 x
pertemuan

80
1. Jenis Pelayanan : III. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DAN PENANGGULANGAN KLB
2. Indikator : 17. Cakupan Desa/Kelurahan Mengalami KLB yang Dilakukan Penyelidikan Epidemiologi < 24 jam
Definisi Operasional : Cakupan Desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam adalah Desa/kelurahan mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB)
yang ditangani < 24 jam oleh Kab/Kota terhadap KLB periode/kurun waktu tertentu.
Pembilang : Jumlah kejadian Luar Biasa (KLB) di Desa/ Kelurahan yang ditangani < 24 jam periode/ kurun waktu tertentu.
Penyebut : Jumlah Kejadian Luar biasa (KLB) yang terjadi pada wilayah Desa/ Kelurahan pada periode/kurun waktu yang sama.
4. Target Tahun 2015 : 100%

5. Rumus :
Cakupan KLB Desa/ Jumlah KLB di desa/kelurahan yang ditangani <24 jam dalam periode
Kelurahan yang tertentu x 100%
=
ditangani < 24 jam Jumlah KLB di desa/kelurahan yang terjadi pada periode yang sama
6. Langkah Kegiatan : 1) Pengumpulan data;
2) Penyajian dan analisis data;
3) Diseminasi;
4) Pencegahan dan pengendalian KLB;
5) Monitoring dan evaluasi;
6) Pelatihan
7. Rujukan : 1) UU nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular (sebagai referensi utk pembuatan SK Bupati/Walikota/Perda);
2) PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular;
3) SK Menkes No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini KLB;

81
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
III PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI DAN PENANGGULANGAN KLB
IK-17 Cakupan Desa/Kelurahan Mengalami KLB yang Dilakukan Penyelidikan Epidemiologi < 24 jam
1. SKD-KLB Transport petugas A. Frekeuns SKD-KLB
B. Lama SKD-KLB per survey
C. Jumlah petugas SKD-KLB A*B*C*D
D. Transport petugas SKD-KLB per orang per hari
Bahan / ATK SKD-KLB A. Frekeunsi SKD-KLB
B. Lama SKD-KLB per survey
A*B*C*D
C. Jumlah petugas SKD-KLB
D. Biaya bahan SKD-KLB per survey
2 Pengolahan dan Analisis Data Honor pengelola & analisis data A. Frekeunsi SKD-KLB
B. Jumlah tenaga pengolahan & analisis data KLB
C. Jenis KLB
A*B*C*D*E
D. Frekuensi KLB
E. Honor petugas pengolah & analisis data (1xKLB)
Bahan ATK A. Frekuensi KLB
B. Bahan ATK KLB per KLB A*B
Tinta printer A. Jenis KLB
B. Jumlah tenaga pengolahan an analisis data KLB
C. Harga tinta printer per unit
D. 1 satu petugas pengolah dan analisis data (A * B * C) * D
memerlukan 1 tinta printer untuk 1 x klb
3 Desiminasi Informasi Transport narasumber A. Frekuensi KLB
B. Frekuensi Desiminasi KLB
C. Jumlah narasumber desiminasi informasi KLB A*B*C*D
D. Honor narasumber desiminasi KLB per orang
Buletin epidemiologi A. Frekuensi KLB
B. Cakupan desa/keluarahan mengalami KLB yang A*B*C
ditangani < 24 jam
C. Harga satuan buletin epidemiologi
4 Penyelidikan KLB Transport petugas Puskesmas A. Frekuensi KLB
B. Jumlah petugas KLB (Puskesmas) per
Puskesmas A*B*C*D*E
C. Jumlah Puskesmas
D. Transport petugas KLB (Puskesmas)

82
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Transport petugas Kab/Kota A. Frekuensi KLB
B. Jumlah petugas KLB (Kab) A*B*C
C. Transport petugas KLB (Kab)
5 Pengelolaan dan Upaya Pencegahan Honor petugas pengelolaan dan A. Frekeunsi SKD-KLB
Penularan pencegahan penularan B. Jumlah tenaga pengolahan & analisis data KLB
C. Jenis KLB
A*B*C*D*E
D. Frekuensi KLB
E. Honor petugas pengolah & analisis data (1xKLB)
6 Seminar Hasil Transport peserta seminar A. Frekuensi seminar hasil
B. Jumlah peserta seminar hasil dari tk Puskesmas
C. Transport peserta seminar dari tk Puskesmas
KLB
(A * B * C) + (A* D* E)
D. Jumlah peserta seminar hasil dari tk Kabupaten
E. Transport peserta seminar dari tk Kabupaten
KLB
Akomodasi seminar A. Frekuensi seminar hasil
B. Jumlah peserta seminar hasil dari tk Puskesmas
C. Jumlah peserta seminar hasil dari tk Kabupaten
D. Biaya akomodasi seminar A * (B + C) * D

Bahan seminar A. Frekuensi seminar hasil


B. Jumlah peserta seminar hasil dari tk Puskesmas
C. Jumlah peserta seminar hasil dari tk Kabupaten A * (B + C) * D
D. Biaya bahan seminar hasil
7 Rekomendasi dan tindak lanjuit Honor petugas rekomendasi dan A. Frekeunsi rekomendasi dan tindak lanjut
tindak lanjut B. Jumlah petugas rekomendasi dan tindak lanjut
A*B*C
C. Transport petugas rekomendasi & tindak lanjut

83
1. Jenis Pelayanan : IV. PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
2. Indikator : 18. Cakupan Desa Siaga Aktif
Definisi Operasional : Cakupan Desa Siaga Aktif adalah desa yang mempunyai Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau UKBM lainnya yang buka setiap
hari dan berfungsi sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar, penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan, surveilance
berbasis masyarakat yang meliputi pemantauan pertumbuhan (gizi), penyakit, lingkungan dan perilaku sehingga
masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dibandingkan dengan jumlah desa siaga yang dibentuk.
Pembilang : Jumlah desa siaga yang aktif di satu wilayah pada kurun waktu tertentu.
Penyebut : Jumlah desa siaga yang dibentuk di satu wilayah pada kurun waktu tertentu.
4. Target Tahun 2015 : 80%

5. Rumus :
Cakupan Desa Jumlah Desa siaga yg aktif
= x 100%
Siaga Aktif Jumlah Desa Siaga yg dibentuk
6. Langkah Kegiatan : 1) Persiapan
a) Persiapan Petugas:
Pelatihan Bidan (1 desa: 1 Bidan)
Pelatihan Kader dan Toma (1 desa: 2 kader + 1 toma) selama 4 hari: 3 hari di kelas, 1 hari di lapangan
b) Persiapan Masyarakat:
Pembentukan forum melalui pertemuan Tingkat Desa (3 kali/tahun)
Survei Mawas Diri (pendataan ke lapangan atau pertemuan rembuk desa) 2 kali/tahun)
Musyawarah Masyarakat Desa: 2 kali/tahun
2) Pelaksanaan
a) Pelayanan kesehatan dasar;
b) Kader dan toma melakukan surveilan berbasis masyarakat (pengamatan sederhana) thd KIA, Gizi, Kesling, Penyakit,
PHBS, melakukan pendataan PHBS dengan survei cepat;
c) Pertemuan tindak lanjut penemuan hasil surveilans dalam rangka meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat (1
bulan sekali)
d) Alih pengetahuan dan olah ketrampilan melalui pertemuan: 2 kali/tahun
e) Pertemuan Forum Masyarakat Desa untuk membahas masalah kesehatan dengan memanfaatkan forum yang ada di
desa (1bulan sekali).
7. Rujukan : 1). Kepmenkes Nomor 564/VIII tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga.
2) Juknis penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengambangan desa siaga.
3) Juknis pengembangan dan penyelenggaraan Pos Kesehatan Desa

84
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
IV PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
IK-18 Cakupan Desa Siaga Aktif
1. Persiapan
A. Persiapan Petugas
- Pelatihan Bidan Transport peserta A. Frekuensi pelatihan Bidan (petugas Desi)
B. Jumlah angkatan pelatihan Bidan (petugas
Desi)
A * B * C* D
C. Jumlah peserta pelatihan Bidan (petugas
Desi) per angkatan
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan Bidan (petugas Desi)
peserta B. Jumlah angkatan pelatihan Bidan (petugas
Desi)
C. Lama pelatihan Bidan (petugas Desi)
A * B * C * D* E
D. Jumlah peserta pelatihan Bidan (petugas
Desi) per angkatan
E. Uang harian peserta pelatihan per
peserta per hari
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan Bidan (petugas Desi)
B. Jumlah angkatan pelatihan Bidan (petugas
Desi)
C. Jml narasumber lokal pelatihan Bidan A*B*C*D
(petugas Desi) per angk.
D. Transport narasumber lokal pelatihan per
orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan Bidan (petugas Desi)
Kab/Kota B. Jml angk. pelatihan Bidan (petugas Desi)
C. Jml narasumber luar pelatihan Bidan
A*B*C*D
(petugas Desi) per angk.
D. Transport narasumber luar pelatihan per
orang
Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan Bidan (petugas Desi)
narasumber lokal B. Jumlah angkatan pelatihan Bidan (petugas
Desi)
C. Lama pelatihan Bidan (petugas Desi)
A*B*C*D*E
D. Jml narasumber lokal pelatihan Bidan
(petugas Desi) per angk.
E. Uang harian narasumber lokal pelatihan
per orang hari

85
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan Bidan (petugas Desi)
narasumber luar B. Jumlah angkatan pelatihan Bidan (petugas
Desi)
C. Lama pelatihan Bidan (petugas Desi)
A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber luar pelatihan Bidan
(petugas Desi) per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber
luar pelatihan per orang hari
Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan Bidan (petugas Desi)
B. Jumlah angkatan pelatihan Bidan (petugas
Desi)
C. Lama pelatihan Bidan (petugas Desi)
D. Jumlah peserta pelatihan Bidan (petugas
Desi) per angkatan A * B * C * (D+E+F) * G
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan Bidan
(petugas Desi) per angkatan
F. Jumlah narasumber luar pelatihan Bidan
(petugas Desi) per angkatan
G. Akomodasi pertemuan 1 orang
Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan Bidan (petugas Desi)
B. Jumlah angkatan pelatihan Bidan (petugas
Desi)
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan Bidan (petugas
Desi) per angkatan
D. Bahan pelatihan Bidan (petugas Desi)
- Pelatihan Kader dan Toma Transport peserta A. Frekuensi pelatihan Kader dan Toma
B. Jumlah angkatan pelatihan Kader dan
Toma
A * B * C* D
C. Jumlah peserta pelatihan Kader dan Toma
per angkatan
D. Transport peserta pelatihan per peserta
Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan Kader dan Toma
peserta B. Jumlah angkatan pelatihan Kader dan
Toma
C. Lama pelatihan Kader dan Toma
A * B * C * D* E
D. Jumlah peserta pelatihan Kader dan Toma
per angkatan
E. Uang harian peserta pelatihan per peserta
per hari

86
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Transport narasumber lokal A. Frekuensi pelatihan Kader dan Toma
B. Jumlah angkatan pelatihan Kader dan
Toma
C. Jml narasumber lokal pelatihan Kader dan A*B*C*D
Toma per angk.
D. Transport narasumber lokal pelatihan per
orang
Transport narasumber dari luar A. Frekuensi pelatihan Kader dan Toma
Kab/Kota B. Jumlah angkatan pelatihan Kader dan
Toma
C. Jml narasumber luar pelatihan Kader dan A*B*C*D
Toma per angk.
D. Transport narasumber luar pelatihan per
orang
Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan Kader dan Toma
narasumber lokal B. Jumlah angkatan pelatihan Kader dan
Toma
C. Lama pelatihan Kader dan Toma
A*B*C*D*E
D. Jml narasumber lokal pelatihan Kader dan
Toma per angk.
E. Uang harian narasumber lokal pelatihan
per orang hari
Lumpsum/honor/uang harian A. Frekuensi pelatihan Kader dan Toma
narasumber luar B. Jumlah angkatan pelatihan Kader dan
Toma
C. Lama pelatihan Kader dan Toma
A*B*C*D*E
D. Jumlah narasumber luar pelatihan Kader
dan Toma per angkatan
E. Lumpsum/honor/uang harian narasumber
luar pelatihan per orang hari
Akomodasi pelatihan A. Frekuensi pelatihan Kader dan Toma
B. Jumlah angkatan pelatihan Kader & Toma
C. Lama pelatihan Kader dan Toma
D. Jumlah peserta pelatihan Kader dan Toma
per angkatan
A * B * C * (D+E+F) * G
E. Jumlah narasumber lokal pelatihan Kader
dan Toma per angkatan
F. Jumlah narasumber luar pelatihan Kader
dan Toma per angkatan
G. Akomodasi pertemuan 1 orang
87
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
Bahan pelatihan A. Frekuensi pelatihan Kader dan Toma
B. Jumlah angkatan pelatihan Kader dan
Toma
A*B*C*D
C. Jumlah peserta pelatihan Kader dan Toma
per angkatan
D. Bahan pelatihan Kader dan Toma
Persiapan Masyarakat
Pembentukan Forum Desi Transport peserta pertemuan A. Frekuensi pertemuan
pembentukan forum Desi B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Transport per peserta per 1 x pertemuan
Bahan adm. pembentukan forum A. Frekuensi pertemuan
Desi B. Jumlah peserta pertemuan
A*B*C
C. Bahan pertemuan per peserta per 1 x
pertemuan
Akomodasi pertemuan A. Frekuensi pertemuan
pembentukan forum Desi B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Biaya Akomodasi pertemuan 1 orang
Survei Mawas Diri (Pendataan/ Transport peserta pertemuan A. Frekuensi survei mawas diri
Pertemuan Rembuk Desa) survey mawas diri B. Jumlah peserta A*B*C
C. Transport per peserta per 1 x survei
Bahan adm. survei mawas diri A. Frekuensi survei mawas diri
B. Jumlah peserta A*B*C
C. Bahan survei per peserta per 1 x survei
Akomodasi pertemuan survei A. Frekuensi pertemuan
mawas diri B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Biaya Akomodasi pertemuan 1 orang
Musyawarah Masyarakat Desa Transport peserta musyawarah A. Frek. pertemuan musyawarah masy. desa
masyarakat desa B. Jumlah peserta pertemuan musyawarah
A*B*C
masyarakat desa
C. Transport per peserta per 1 x pertemuan
Bahan adm. musyawarah A. Frekuensi musyawarah masyarakat desa
masyarakat desa B. Jumlah peserta pertemuan musyawarah
A*B*C
masyarakat desa
C. Bahan per peserta per 1 x pertemuan
Akomodasi pertemuan musyawarah A. Frekuensi pertemuan
masyarakat desa B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Biaya Akomodasi pertemuan 1 orang
2. Pelaksanaan
a. Pelayanan Kesehatan Dasar Teritegrasi dengan indikator sebelumnya
88
JP LANGKAH KEGIATAN VARIABEL KOMPONEN RUMUS
1 2 3 4 5
b. Surveilan berbasis masyarakat Transport petugas surveilan A. Frekuensi Surveilan berbasis masyarakat
B. Jumlah petugas surveilan berbasis masy. A*B*C
C. Transport per peserta per 1 x survei
Bahan adm. surveilan A. Frekuensi survei berbasis masyarakat
B. Jumlah peserta surveilan berbasis masy. A*B*C
C. Bahan per peserta per 1 x pertemuan
Akomodasi pertemuan surveilan A. Frekuensi pertemuan
berbasis mayarakat B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Biaya Akomodasi pertemuan 1 orang
c. Pertemuan tindak lanjut hasil surveilan Transport peserta pertemuan tindak A. Frekuensi pertemuan
lanjut hasil surveilan B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Transport per peserta per 1 x pertemuan
Bahan adm. tindak lanjut hasil A. Frekuensi pertemuan
surveilan B. Jumlah peserta pertemuan
A*B*C
C. Bahan pertemuan per peserta per 1 x
pertemuan
Akomodasi pertemuan tindak lanjut A. Frekuensi pertemuan
hasil surveilan B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Biaya Akomodasi pertemuan 1 orang
d. Pertemuan (alih pengetahuan dan olah Transport peserta pertemuan A. Frekuensi pertemuan
keterampilan) B. Jumlah peserta pertemuan
C. Transport per peserta per 1 x pertemuan
Bahan adm. A. Frekuensi pertemuan
B. Jumlah peserta pertemuan
C. Bahan pert. / peserta / 1 x pertemuan
Akomodasi pertemuan A. Frekuensi pertemuan
B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Biaya Akomodasi pertemuan 1 orang
e. Pertemuan Forum Masyarakat Desa Transport peserta pertemuan forum A. Frekuensi pertemuan forum masy. desa
masyarakat desa B. Jml peserta pertemuan forum masy. desa A*B*C
Transport per peserta per 1 x pertemuan
Bahan adm. Forum masyarakat A. Frekuensi pertemuan forum masy. desa
desa B. Jumlah peserta pertemuan forum
A*B*C
masyarakat desa
C. Bahan per peserta per 1 x pertemuan
Akomodasi pertemuan forum A. Frekuensi pertemuan
masyarakat desa B. Jumlah peserta pertemuan A*B*C
C. Biaya Akomodasi pertemuan 1 orang

89

Anda mungkin juga menyukai