Anda di halaman 1dari 11

Definisi

Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones dan biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu.2,12

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu16

Etiologi

Batu empedu kolesterol, pigmen hitam dan coklat memiliki patogenesis dan faktor resiko
yang berbeda.12 Di Amerika Serikat, batu kolesterol hampir 75% sampai 80% dari semua
kolelitiasis. Batu kolesterol mengandung 50-90% kolesterol dari total berat badan. Dari
analisis beberapa batu, ada yang miskin kolesterol. Garam kalsium pigmen bilirubin,
karbonat dan protein terkandung dalam batu. Faktor resiko pembentukan batu empedu
meliputi obesitas, penurunan berat badan mendadak, trauma tulang belakang, jenis kelamin
wanita lebih beresiko, paritas dan penggunaan estrogen. Batu pigmen dikategorikan batu
hitam dan coklat tergantung komposisi kimia dan penampakan batu. Batu ini juga dibedakan
berdasarkan patogenesis dan manifestasi klinisnya.7

Tiga faktor utama dalam pembentukan batu kolesterol antara lain perubahan komposisi
empedu hepar, pembentukan inti kolesterol dan gangguan fungsi kandung empedu.

Peranan infeksi walaupun infeksi dikatakan menjadi faktor penting dalam pembentukan
batu kolesterol, DNA bakteri ditemukan dalam batu ini. Secara konsep, bakteri mungkin
terdekonjugasi dalam garam empedu selama absorpsi dan penurunan kelarutan kolesterol.
Infeksi bilier berperan dalam pembentukan batu pigmen coklat, mayoritas mengandung
bakteri pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.

Umur peningkatan prevalensi kolelitiasis secara bermakna tiap tahunnya, kemungkinan


peningkatan isi kolesterol dalam empedu. Pada umur 75 tahun, 20% laki-laki dan 35% wanita
memiliki kolelitiasis. Kolelitiasis kedua batu pigmen dan tipe kolesterol sudah dilaporkan
pada anak.
Genetik pasien dengan kolelitiasis secara relatif frekuensi batu meningkat dua sampai
empat kali, tidak tergantung pada umur, berat badan dan diet mereka. Alel apoE4 lipoprotein
E memiliki predisposisi pembentukan batu kolesterol. Frekuensi apoE4 lebih tinggi pada
pasien dengan riwayat kolesistektomi dibandingkan penderita tanpa batu empedu. Adanya
apoE4 memiliki prediksi kekambuhan batu secara cepat setelah litotripsi. Mekanisme ini
masih belum jelas walaupun apolipoprotein E mungkin memainkan peranan absorpsi lipid
diet, transport dan distribusi ke jaringan. ApoE4 tidak dihubungkan dengan pembentukan
kolelitiasis baru selama kehamilan.11

Obesitas sindrom metabolik pada obesitas, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi dan hiperlipidemia erat kaitannya dengan peningkatan sekresi kolesterol hepar dan
merupakan faktor resiko pembentukan batu kolesterol.12 Biasanya terjadi pada wanita dengan
umur kurang dari 50 tahun. Obesitas erat kaitannya dengan peningkatan sintesis kolesterol.
Tidak ada perubahan yang konsisten pada volume kandung empedu post prandial. Pola
makan (2100 kJ per hari) bisa menghasilkan cairan empedu dan pembentukan batu empedu
simtomatis pada individu dengan obesitas. Sejumlah kecil lemak dalam diet untuk menjaga
pengosongan kandung empedu dapat menurunkan resiko pembentukan batu empedu. 11

Diet peningkatan diet kolesterol meningkatkan kolesterol empedu tetapi tidak ada data
epidemiologi dan pola makan yang memaparkan asupan kolesterol dengan kolelitiasis.

Sirosis hepatis sekitar 30% pasien sirosis menderita kolelitiasis. Resiko pembentukan
kolelitiasis sangat berhubungan kuat dengan sirosis Childs grade C dan sirosis alkoholik
dengan insiden tiap tahunnya 5%. Mekanismenya masih belum jelas. Semua pasien dengan
penyakit hepatoseluler menunjukkan derajat hemolisis yang bervariasi. Walaupun sekresi
asam empedu menurun, batu yang terbentuk biasanya merupakan batu pigmen hitam.
Phospolipid dan sekresi kolesterol juga menurun sehingga empedu tidak tersaturasi.11

Tipe dan Komposisi Batu Empedu

Secara normal, empedu terdiri atas 70% garam empedu (terutama cholic dan asam
chenodeoxycholic), 22% pospholipid (lechitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin.5

Terdapat tiga tipe utama batu empedu antara lain batu kolesterol, pigmen hitam dan pigmen
coklat. Di negara barat lebih banyak ditemukan batu kolesterol. Walaupun batu ini
predominan terdiri atas kolesterol (51-99%), diantara semua tipe, memiliki komponen
kompleks dan mengandung proporsi yang bervariasi dari kalsium karbonat, fosfat,
bilirubinate, dan palmitat, fospolifid, glikoprotein dan mukopolisakarida. Batu pigmen hitam
terdiri atas 70% kalsium bilirubinat dan lebih banyak terjadi pada pasien dengan anemia
hemolitik dan sirosis. Batu pigmen coklat jarang terjadi, dibentuk dalam saluran empedu
intrahepatik dan ekstrahepatik sama halnya yang terjadi pada kandung empedu. Batu pigmen
coklat dibentuk dari stasis dan infeksi dalam sistem empedu oleh bakteri E. coli dan
Klebsiella spp. Klasifikasi batu empedu dapat dilihat pada Tabel 1.

Table 1. Klasifikasi Batu Empedu11

Kolesterol Pigmen hitam Pigmen coklat


Lokasi Kandung empedu, Kandung empedu,
duktus duktus

DuktusKandungan terbanyakKolesterolPigmen bilirubin polimer

Kalsium bilirubinatKonsistensiKristaline dengan inti

kerasLunak, rapuh% radiopak15%60%0%

InfeksijarangjarangSering

Penyakit lain-Hemolisis, sirosisObstruksi empedu parsial kronis

Batu Pigmen

Istilah batu pigmen empedu digunakan untuk batu yang mengandung kolesterol kurang dari
30%. Terdapat dua tipe yaitu batu pigmen hitam dan coklat.

Batu pigman hitam sebagian besar mengandung pigmen bilirubin polimer terlarut dengan
kasium fosfat dan karbonat. Tidak mengandung kolesterol. Mekanisme pembentukan batu
masih belum jelas, tetapi hipersaturasi empedu dengan bilirubin terkonjugasi, mengubah pH
dan kalsium dan overproduksi matrik organik (glikoprotein) juga berperan. Dari semua kasus,
20-30% kolelitiasis adalah batu pigmen coklat. Insiden ini meningkat dengan bertambahnya
umur. Batu empedu hitam biasanya menyertai hemolisis kronis, biasanya pada penyakit
sickle cell atau spherocytosis herediter dan prostese mekanik misalnya pada katup jantung
dalam sirkulasi. Semua penyakit tersebut diatas menunjukkan peningkatan prevalensi dengan
segala bentuk sirosis khususnya alkoholik.

Batu pigmen coklat mengandung kalsium bilirubinat, kalsium palmitat dan stearat seperti
halnya kolesterol. Bilirubinat dipolimeralisasi tidak seluas batu hitam. Batu coklat jarang
ditemukan dalam kandung empedu. Batu ini terbentuk di duktus biliaris dan berhubungan
dengan stasisnya empedu dan infeksi empedu. Penampakan biasanya radiolusen. Bakteri
ditemukan lebih dari 90%. Pembentukan batu berhubungan dengan dekonjugasi bilirubin
diglukuronide oleh bakteri -glukoronidase.11

Gambar 2. Berbagai tipe batu empedu5

Patofisiologi1
Sekitar 75% pasien, batu empedu terdiri atas kolesterol, dan sisanya merupakan batu
pigmentasi yang terutama mengandung bilirubin tidak terkonjugasi. Secara normal, kolesterol
tidak mengendap dalam empedu, karena mengandung garam empedu terkonjugasi dan
phosphatidylcholine secukupnya dalam bentuk micellar solution. Jika rasio konsentrasi
kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine meningkat, kelebihan kolesterol dalam
batas minimal, kejenuhannya akan meningkat (supersaturasi) dalam larutan lumpur. Adanya
supersaturasi oleh peningkatan rasio kolesterol, akan menyebabkan hepar mensekresi
kolesterol konsentrasi tinggi sebagai inti vesikel unilamelar dalam kandung empedu dimana
phosphatidylcholine menjadi kulit luar pembungkus vesikel dengan diameter 50-100 nm. Jika
jumlah kandungan kolesterol relatif meningkat, vesikel multilamelar akan terbentuk
(diameter melebihi 1000 nm). Vesikel-vesikel ini tidak stabil dan mengendap lingkungan
cairan dalam bentuk kristal kolesterol. Kristal kolesterol ini merupakan prekursor batu
empedu.

Penyebab penting peningkatan rasio kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine


adalah:

1. Peningkatan sekresi kolesterol, baik oleh karena peningkatan sintesis kolesterol


(peningkatan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl [HMG]-CoA-kolesterol
reduktase) ataupun penghambatan esterifikasi kolesterol seperti progesterone selama
kehamilan

2. Penurunan sekresi garam empedu oleh karena penurunan simpanan garam empedu
pada penyakit Crohns atau setelah reseksi ataupun selama puasa dan nutrisi
parenteral

3. Penurunan sekresi phosphatidylcholine sebagai penyebab batu kolesterol ditemukan


pada wanita Chili yang hidup hanya memakan sayuran.

Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%) yang memberikan warna
hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam juga mengandung kalsium karbonat dan fosfat,
dimana batu coklat juga mengandung stearat, palmitat dan kolesterol. Peningkatan jumlah
bilirubin tak terkonjugasi pada empedu, yang dipecahkan hanya dalam micelles, ini
merupakan penyebab utama pembentukan batu empedu, dimana normalnya mengandung
hanya 1-2% dalam empedu.

Adapun sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi adalah:

1. Meningkatnya pemecahan hemoglobin seperti pada anemia hemolitik, yang mana


terdapat banyak bilirubin yang akan mengalami proses konjugasi dengan perantara
enzim glukorunidase dalam hepar, ditemukan kelainan sebagai berikut:

Penurunan kapasitas konjugasi dalam hepar seperti pada sirosis hepar

Dekonjugasi non-enzimatik bilirubin dalam empedu khususnya monoglukoronat

Dekonjugasi enzimatik (-glucosidase) oleh bakteri.


Gambar 3. Skema patofisiologi pembentukan batu empedu kolesterol

Bakteri juga tidak mengkonjugasi secara enzimatik garam empedu sehingga terjadi
pembebasan palmitat dan stearat (dari phoshatidylcholine) dalam presipitat sebagai garam
kalsium. Batu hitam dibentuk oleh tiga mekanisme pertama diatas, mengandung komponen
tambahan, kalsium karbonat dan fosfat, inilah yang akan menurunkan kapasitas keasaman
dalam kandung empedu.

Kandung empedu, dimana komponen spesifik (kolesterol, garam empedu,


phoshatidylcholine) terkonsentrasi dalam waktu yang lama keterikatan dalam air, juga
merupakan bagian penting dalam pembentukan batu empedu. Gangguan pengosongan
kandung empedu bisa menjadi salah satu penyebab baik karena insufisiensi CCK (tidak ada
asam lemak bebas yang dilepaskan dalam lumen pada insufisiensi pancreas) sehingga
rangsangan kontraksi ke kandung empedu melemah, ataupun karena vagotomy nonselektif
tidak terdapat sinyal kontraksi dan asetilkolin. Kontraksi kandung empedu melemah juga
pada keadaan kehamilan. Saat itu menjadi waktu yang sangat cukup terjadi endapan kristal
untuk membentuk batu yang besar. Peningkatan sekresi mukus (dirangsang oleh
prostaglandin) bisa memicu peningkatan jumlah inti kristalisasi.

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada kolelitiasis adalah kolik. Jika terjadi penghambatan
saluran empedu oleh sumbatan batu empedu, tekanan akan meningkat dalam saluran empedu
dan peningkatan kontraksi peristaltik di daerah sumbatan menyebabkan nyeri viseral pada
daerah epigastrik, mungkin dengan penyebaran nyeri ke punggung dan disertai muntah.
Gambar 4. Skema patofisiologi pembentukan batu pigmen empedu

Gejala Klinis

Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pasien dengan batu
asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan komplikasi batu
empedu.3 Sedangkan dilihat dari tahapan penyakitnya, dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu
stadium litogenik, dimana kondisi yang memungkinkan terbentuknya batu; batu empedu
asimtomatis; episode kolik biliaris dan kolelitiasis terkomplikasi. Gejala dan komplikasi
kolelitiasis merupakan efek yang terjadi dalam kandung empedu atau dari batu yang keluar
dari kandung empedu ke saluran duktus biliaris komunis.12

Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu diagnosis maupun
selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien dengan batu empedu selama
20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30% mengalami
kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.3

Batu empedu asimtomatis mayoritas penderita kolelitiasis secara klinis tersembunyi dan
tanpa memberikan gejala. Pada pemantauan jangka panjang pasien asimtomatis, resiko
kumulatif timbulnya gejala akan berkembang dengan waktu yaitu 10% dalam 5 tahun, 15%
dalam 10 tahun dan 18% dalam 15 tahun.7 Pada pasien kolelitiasis asimtomatis ditemukan
secara insidental. Pada kebanyakan kasus kolelitiasis asimtomatis tidak memerlukan
penanganan.12

Kolik bilier kolik bilier timbul secara episodik, nyeri hebat, berlokasi di epigastrium atau di
kuadran kanan atas. Nyeri ini menyebar ke belakang atau daerah punggung kanan tetapi
biasanya tidak fluktuatif, sebagaimana istilah kolik pada umumnya. Nyeri ini mula-mula
timbul secara tiba-tiba di daerah epigastrium atau kuadran kanan atas dan menyebar di sekitar
punggung tepatnya di interskapula.5 Secara umum, nyeri timbul secara cepat, kurang dari 30
menit sampai 3 jam, dan secara berangsur-angsur mereda. Kolik bilier benigna tidak
berhubungan dengan demam, leukositosis atau tanda peritoneal akut. Adanya gejala ini atau
nyeri bilier lebih lama dari 4 sampai 6 jam, kemungkinan kecurigaan kolekistitis akut.7 Kolik
bilier timbul akibat desakan batu empedu pada duktus kistikus selama kontraksi kandung
empedu, peningkatan tekanan dinding kandung empedu. Konstraksi kandung empedu ini
timbul akibat pelepasan kolekistokinin yang dirangsang oleh diet lemak.4 Pada kebanyakan
kasus, obstruksi akan kembali ke relaksasi kandung empedu dan nyeri akan mereda. Nyeri
bersifat konstan dan tidak ditimbulkan oleh muntah, antasid, defekasi atau perubahan posisi.
Nyeri ini diikuti oleh mual dan muntah.12

Gejala komplikasi kolesistitis akut maupun kronis terjadi bila batu menyumbat dan terjepit
dalam duktus kistikus menyebabkan kandung empedu menjadi distensi dan inflamasi
progresif. Pasien akan merasakan nyeri kolik biliaris tetapi secara spontan hilang timbul dan
kadang akan memberat. Pertumbuhan koloni bakteri yang banyak pada kandung empedu
sering terjadi, dan pada kasus yang berat, akumulasi pus dalam kandung empedu yang
dikenal dengan empiyema kandung empedu. Dinding kandung empedu akan menjadi
nekrotik kemudian timbul perforasi dan abses polikistik. Kolekistitik akut merupakan
kedaruratan bedah, walaupun nyeri dan inflamasi dapat ditangani secara konservatif seperti
dengan hidrasi dan antibiotik. Jika serangan akut timbul secara spontan, inflamasi kronis
berubah berlangsung lama dengan eksaserbasi akut.11,12

Fistula biliaris interna atau fistula kolekistoenterik merupakan komplikasi penyerta migrasi
batu empedu akut atau biasanya kronis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran
cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus
obstruksi.2

Diagnosis

Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih
dari 15 menit dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.2

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu, disertai mual
dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah
menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada
waktu menarik nafas dalam.2

Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan


komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung
empedu, empiyema kandung empedu, atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri
tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas.2
Batu saluran empedu batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang
dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat,
akan timbul ikterus klinis.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak


menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang
tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali
terjadi serangan akut.2

Pemeriksaan radiologis foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas
yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.2

Gambar 5. Foto Rongent pada kolelitiasis13

Ultrasonografi (USG) ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang


tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain.
Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG, punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.14
Kolesistografi untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,
muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pilorus dan hepatitis karena pada
keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.2

Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-
timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan
berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain :

Kolesistektomi terbuka operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk
prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.15

Kolesistektomi laparaskopi indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledukus. Secara teoritis, keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat
cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering pada kolesistektomi
laparaskopi.15

Disolusi medis masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah
angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya
memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak
dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara
lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.15

Disolusi kontak meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
seperti metil-ter-butil-eter (MTBE) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang
diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien
tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi
(50% dalam 5 tahun).15

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) sangat populer digunakan beberapa tahun yang
lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

Kolesistotomi dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan disamping tempat tidur
pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya
kritis.15
DAFTAR PUSTAKA

1. Silbernagl S, Florian Lang. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme


Stuttgart; 2000.

2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005.hal: 570-579.

3. Lesmana L. Penyakit Batu Empedu. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia; 2006. hal: 479-481.

4. Keshav.S. The Gastrointestinal System at a Glance. London: Blackwell Science;


2004.

5. Beckingham, IJ. Gallstone disease. In: ABC of Liver, Pancreas and Gall Bladder.
London: BMJ Books; 2001.

6. Greenberger NJ, Paumgartner G, Disease of The Gallbladder and Bile Duct. In:
Kasper et all, editors. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. London:
McGraw-Hill; 2005

7. Sekijima J.H, Lee, Sum P. Gallstones and Cholecystitis. In: Humes D, Dupon L,
editors. Kelleys Textbook of Internal Medicine. 4th ed.

8. Naheed T, Akbar N. Frequency Of Gallstones In Patient Of Liver Cirrhosis-A Study


In Lahore. Pak J Med Sci 2004; 20(3): 215-218.

9. Zhang Y et all. Factor Influencing The Prevalence of Gallstones in Liver Chirrhosis.


Journal of Gastroenterology and Hepatology 2006; 62(9): 1455-1458.

10. Conte D et all. Close Relation Between Cirrhosis and Gallstones. Arc Intern Med
1999; 159 (11):49-52

11. Sherlock S, Dooley J. Disease of the Liver and Billiary System. 11th ed. Oxford:
Blacwell Science; 2002.

12. Heuman M Douglas. Cholelithiasis. Avaliable from:


http://www.emedicine.com/med/topic836.htm. Last update agust, 2nd 2006 (diakses
pada tanggal 22 Maret 2008).

13. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of Medicine.


Avaliable from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318. Last update 25
November 2005 (diakses pada tanggal 22 Maret 2008).

14. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

15. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery).


Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.
16. Webmaster. Cholelithiasis. Avaliable from : http://www.medlineplus.com. Last update
8 Juli 2007 (diakses pada tanggal 22 Maret 2008).

Anda mungkin juga menyukai

  • Contoh:: Catatan
    Contoh:: Catatan
    Dokumen4 halaman
    Contoh:: Catatan
    Zul Fajri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Biologi
    Laporan Biologi
    Dokumen13 halaman
    Laporan Biologi
    Nur Sri Hardianty
    100% (1)
  • Second Hand
    Second Hand
    Dokumen10 halaman
    Second Hand
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Dokumen34 halaman
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • K
    K
    Dokumen12 halaman
    K
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Tugas PPKN 2 Semester 2 Virginia Kls X
    Tugas PPKN 2 Semester 2 Virginia Kls X
    Dokumen3 halaman
    Tugas PPKN 2 Semester 2 Virginia Kls X
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Dokumen14 halaman
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Nhlsss
    Nhlsss
    Dokumen6 halaman
    Nhlsss
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Lasik
    Lasik
    Dokumen12 halaman
    Lasik
    Latifa Sary
    Belum ada peringkat
  • Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Dokumen2 halaman
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Makalah: (Polio)
    Makalah: (Polio)
    Dokumen18 halaman
    Makalah: (Polio)
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • KLDDDDF
    KLDDDDF
    Dokumen1 halaman
    KLDDDDF
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Referat Syok Septik
    Referat Syok Septik
    Dokumen29 halaman
    Referat Syok Septik
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Acvfgh
    Acvfgh
    Dokumen1 halaman
    Acvfgh
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Asdre
    Asdre
    Dokumen1 halaman
    Asdre
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Tugas Histo
    Tugas Histo
    Dokumen3 halaman
    Tugas Histo
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Martindale Fenobarbital Translate
    Martindale Fenobarbital Translate
    Dokumen12 halaman
    Martindale Fenobarbital Translate
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • TGS
    TGS
    Dokumen80 halaman
    TGS
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Aut
    Aut
    Dokumen5 halaman
    Aut
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • BAB II2a
    BAB II2a
    Dokumen19 halaman
    BAB II2a
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Bab II5
    Bab II5
    Dokumen11 halaman
    Bab II5
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • 5
    5
    Dokumen1 halaman
    5
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • CA Caput Pankreas
    CA Caput Pankreas
    Dokumen46 halaman
    CA Caput Pankreas
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • TP Farmako DDT
    TP Farmako DDT
    Dokumen7 halaman
    TP Farmako DDT
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Bab I - Referat SSJ
    Bab I - Referat SSJ
    Dokumen16 halaman
    Bab I - Referat SSJ
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • EKTIMA
    EKTIMA
    Dokumen8 halaman
    EKTIMA
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Tugas PBL
    Tugas PBL
    Dokumen80 halaman
    Tugas PBL
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Asma
    Lapsus Asma
    Dokumen23 halaman
    Lapsus Asma
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Rububiyah
    Rububiyah
    Dokumen1 halaman
    Rububiyah
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat