Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah


Kandung empedu atau gallbladder merupakan organ tubuh yang berbentuk
seperti buah terung, memiliki ukuran 30-60 cc, terletak tepat di bawah hati bagian kanan.
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan cairan empedu yang berasal dari hati.
Fungsi empedu dikendalikan oleh enzim cholecystokinin pancreozymin (CCK-PZ) yang
dilepaskan dari mukosa usus halus karena adanya rangsangan makanan yang masuk ke
dalam usus. CCK akan merangsang kandung empedu untuk berkontraksi dan
mengeluarkan cairan empedu yang selanjutnya akan digunakan untuk membantu
melarutkan lemak di dalam usus.1

Gangguan tersering yang mengenai kandung empedu adalah pertumbuhan batu


empedu. Fungsi kandung empedu sebagai tempat penyimpan dan pemekatan merupakan
predisposisi agregasi kristal kolesterol dan kalsium. Batu bilirubin paling sering terjadi
pada penderita gangguan hemolitik kronik atau hemoglobinopati. Batu mungkin sedikit,
dan ukurannya besar atau kecil dan secara harfiah jumlahnya beratus-ratus. Batu yang
berukuran lebih kecil lebih mudah terlepas dari kandung empedu dan menimbulkan
penyumbatan duktus koledokus. Satu atau beberapa batu yang terjepit pada leher duktus
sistikus akan mengakibatkan tanda-tanda kolesistitis akut yang klasik. Paling sering,
secara klinis, batu empedu bersifat diam , kecuali kalau terjadi penyumbatan saluran.2

Sekresi hepatik dari kolesterol empedu tersaturasi merupakan persyaratan


terbentuknya batu empedu kolesterol. Mempertahankan kolesterol dalam bentuk larutan,
tergantung pada adanya garam empedu dan fosfolipid dalam jumlah yang cukup dalam
empedu. Perubahan dari keseimbangan ini menimbulkan saturasi kolesterol empedu dan
akhirnya, presipitasi kolesterol. Nukleasi merujuk pada proses dimana kristal kolesterol
monohidrat terbentuk dan menggumpal sehingga menjadi makroskopik.3

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di


negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu
empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami
gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai
menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah
dan penyulit akan terus meningkat.4

Di Amerika Serikat, 10 % populasi menderita cholelithiasis. Di Amerika Serikat


dan dibanyak negara barat lainnya, batu empedu kolesterol mendominasi, terjadi dalam
sekitar 70 % dari semua kasus. Sisanya 30 % dari pasien menderita batu pigmen,
komposisi yang dapat bervariasi, yang agak masuk akal. Di seluruh dunia, batu empedu
pigmentosa merupakan tipe batu yang paling umum.3

Prosedur pengangkatan batu empedu secara bedah disebut kolesistektomi. Pilihan


kolesistektomi ada dua, yaitu secara bedah terbuka atau dengan metode bedah minimal
invasif (kolesistektomi laparoskopi). Prinsipnya, terapi standar pengangkatan batu
empedu saat ini adalah kolesistektomi laparoskopi. Bila hal ini tidak memungkinkan
maka pilihannya adalah bedah terbuka atau laparotomi.1

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

Karakteristik Penderita Cholelithiasis Post Laparoscopic Cholecystectomy dan Open


Cholecystectomy.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan masalah, antara lain :

1. Bagaimanakah karakteristik penderita cholelithiasis yang ditangani dengan


laparoscopic cholecystectomy ?

2. Bagaimanakah karakteristik penderita cholelithiasis yang ditangani dengan open


cholecystectomy ?

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui karakteristik penderita cholelithiasis yang ditangani dengan


tindakan laparoscopic cholecystectomy atau dengan tindakan open
cholecystectomy
I.3.2. Tujuan Khusus

a. Mempelajari bagaimana karakteristik penderita cholelithiasis

b. Menentukan karakteristik penderita cholelithiasis yang ditangani dengan


tindakan laparoscopic cholesystectomy

c. Menentukan karakteristik penderita cholelithiasis yang ditangani dengan


tindakan open cholecystectomy

I.4. Manfaat Penelitian

1. Peneliti : Untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam penelitian serta


menerapkan ilmu yang telah didapat selama studi khususnya tentang
karakteristik penderita cholelithiasis.

2. Ilmu Pengetahuan : Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan untuk


penelitian-penelitian selanjutnya mengenai kejadian cholelithiasis dan
penanganannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1.1 Definisi Kolelitiasis


Kolelitiasis atau biasa disebut batu empedu merupakan endapan satu atau lebih
komponen empedu yaitu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam
lemak, dan fosfolipid.5
Kolelitiasis disebut juga sebagai batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.6
Batu empedu menurut komposisinya dibagi menjadi 3 jenis yaitu batu pigmen,
batu kolesterol, dan batu campuran. Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah
satu dari keempat anion ini yaitu bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai
panjang. Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multiple, dan berwarna hitam
kecoklatan. Batu pigmen yang berwarna hitam berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu
pigmen berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis, batu semacam ini lebih
jarang dijumpai.5

II.1.2. Epidemiologi Kolelitiasis


Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di
negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu
empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami
gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai
menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah
dan penyulit akan terus meningkat.4
Di Amerika Serikat, 10 % populasi menderita cholelithiasis. Di Amerika Serikat
dan dibanyak negara barat lainnya, batu empedu kolesterol mendominasi, terjadi dalam
sekitar 70 % dari semua kasus. Sisanya 30 % dari pasien menderita batu pigmen,
komposisi yang dapat bervariasi, yang agak masuk akal. Di seluruh dunia, batu empedu
pigmentosa merupakan tipe batu yang paling umum.3
II.1.3. Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang
terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh
hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil
tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan
bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan
duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian
terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal
sebagai sfingter Oddi.7
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati.
Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah
melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung
empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam
anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan
lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu
akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan
ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan
kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam
makanan merupakan rangsangan terkuat untuk menimbulkan kontraksi. Hormone CCK
juga memperantarai kontraksi.7

II.1.4. Fisiologi Kandung Empedu


Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.
Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses
ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain saling
berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang
membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.8
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian
keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai
doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.9

II.1.4.1. Pengosongan kandung empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung


empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam
duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa
duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu
berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus
coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental
ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk
emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.8
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
A. Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang
mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar
peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
B. Neurogen :
a). Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung
atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu.
b). Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai
Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu
akan tetap keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal
memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.10

KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU


Komposisi Cairan Empedu11
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -

1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
a. Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan,
sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk
dapat dicerna lebih lanjut.
b. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut
dalam lemak.11
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu
dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan
dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut
terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.11
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera
berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin.
Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide.
Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin
yang terbentuk sangat banyak.11

II.1.5. Etiologi Batu Kandung Empedu


Penyebab pasti dari kolelitiasis atau batu empedu belum di ketahui. Suatu teori
mengatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan superaturasi empedu di kandung
empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami superaturasi menjadi
mengkristal dan memulai membantuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen.
Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas
berkombinasi dengan kalsium.12

II.1.6. Faktor Risiko


Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor risiko di bawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Jenis kelamin. Wanita memiliki resiko 3 kali lipat terkena kolitiasis dibandingkan pria.
Ini dikarenakan hormon estrogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar estrogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi
hormon (estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia >60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini dikarenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.
4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu
dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah
crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung
empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat
dalam kandung empedu.
II.1.7. Patofisiologi13
Sekitar 75% pasien, batu empedu terdiri atas kolesterol, dan sisanya merupakan
batu pigmentasi yang terutama mengandung bilirubin tidak terkonjugasi. Secara normal,
kolesterol tidak mengendap dalam empedu, karena mengandung garam empedu
terkonjugasi dan phosphatidylcholine secukupnya dalam bentuk micellar solution. Jika
rasio konsentrasi kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine meningkat,
kelebihan kolesterol dalam batas minimal, kejenuhannya akan meningkat (supersaturasi)
dalam larutan lumpur. Adanya supersaturasi oleh peningkatan rasio kolesterol, akan
menyebabkan hepar mensekresi kolesterol konsentrasi tinggi sebagai inti vesikel
unilamelar dalam kandung empedu dimana phosphatidylcholine menjadi kulit luar
pembungkus vesikel dengan diameter 50-100 nm. Jika jumlah kandungan kolesterol
relatif meningkat, vesikel multilamelar akan terbentuk (diameter melebihi 1000 nm).
Vesikel-vesikel ini tidak stabil dan mengendap lingkungan cairan dalam bentuk kristal
kolesterol. Kristal kolesterol ini merupakan prekursor batu empedu.

Penyebab penting peningkatan rasio kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine


adalah:

1. Peningkatan sekresi kolesterol, baik oleh karena peningkatan sintesis kolesterol


(peningkatan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl [HMG]-CoA-kolesterol
reduktase) ataupun penghambatan esterifikasi kolesterol seperti progesterone
selama kehamilan
2. Penurunan sekresi garam empedu oleh karena penurunan simpanan garam
empedu pada penyakit Crohns atau setelah reseksi ataupun selama puasa dan
nutrisi parenteral
3. Penurunan sekresi phosphatidylcholine sebagai penyebab batu kolesterol
ditemukan pada wanita Chili yang hidup hanya memakan sayuran.

Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%) yang memberikan
warna hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam juga mengandung kalsium karbonat
dan fosfat, dimana batu coklat juga mengandung stearat, palmitat dan kolesterol.
Peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi pada empedu, yang dipecahkan hanya
dalam micelles, ini merupakan penyebab utama pembentukan batu empedu,
dimana normalnya mengandung hanya 1-2% dalam empedu.
Adapun sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi adalah:

1. Meningkatnya pemecahan hemoglobin seperti pada anemia hemolitik, yang mana


terdapat banyak bilirubin yang akan mengalami proses konjugasi dengan
perantara enzim glukorunidase dalam hepar, ditemukan kelainan sebagai berikut:

a. Penurunan kapasitas konjugasi dalam hepar seperti pada sirosis hepar


b. Dekonjugasi non-enzimatik bilirubin dalam empedu khususnya
monoglukoronat
c. Dekonjugasi enzimatik (-glucosidase) oleh bakteri.

Gambar 3. Skema patofisiologi pembentukan batu empedu kolesterol

Bakteri juga tidak mengkonjugasi secara enzimatik garam empedu sehingga terjadi
pembebasan palmitat dan stearat (dari phoshatidylcholine) dalam presipitat sebagai garam
kalsium. Batu hitam dibentuk oleh tiga mekanisme pertama diatas, mengandung
komponen tambahan, kalsium karbonat dan fosfat, inilah yang akan menurunkan
kapasitas keasaman dalam kandung empedu.

Kandung empedu, dimana komponen spesifik (kolesterol, garam empedu,


phoshatidylcholine) terkonsentrasi dalam waktu yang lama keterikatan dalam air, juga
merupakan bagian penting dalam pembentukan batu empedu. Gangguan pengosongan
kandung empedu bisa menjadi salah satu penyebab baik karena insufisiensi CCK (tidak
ada asam lemak bebas yang dilepaskan dalam lumen pada insufisiensi pancreas) sehingga
rangsangan kontraksi ke kandung empedu melemah, ataupun karena vagotomy
nonselektif tidak terdapat sinyal kontraksi dan asetilkolin. Kontraksi kandung empedu
melemah juga pada keadaan kehamilan. Saat itu menjadi waktu yang sangat cukup terjadi
endapan kristal untuk membentuk batu yang besar. Peningkatan sekresi mukus
(dirangsang oleh prostaglandin) bisa memicu peningkatan jumlah inti kristalisasi.

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada kolelitiasis adalah kolik. Jika terjadi
penghambatan saluran empedu oleh sumbatan batu empedu, tekanan akan meningkat
dalam saluran empedu dan peningkatan kontraksi peristaltik di daerah sumbatan
menyebabkan nyeri viseral pada daerah epigastrik, mungkin dengan penyebaran nyeri ke
punggung dan disertai muntah.

Gambar 4. Skema patofisiologi pembentukan batu pigmen empedu

II.1.8. Klasifikasi Batu Empedu

II.1.9. Diagnosa Kolelitiasis

II.1.9.1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul
tiba-tiba.7

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.7

II.1.9.2. Pemeriksaan Fisik


1. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif
apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas.7

2. Batu saluran empedu


Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari
3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat,
akan timbul ikterus klinis.7

II.1.9.3. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin
serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum
dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali
terjadi serangan akut.7

Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan banyak tes


biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes fungsi hati.
Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung dan langsung dari
reaksi Van den bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik. Walaupun sering
peningkatan bilirubin serum menunjukkan kelainan hepatobiliaris, bilirubin serum bisa
meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan yang mencakup
episode bermakna hemolisis intravaskular dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim
peningkatan bilirubin serum timbul sekunder terhadap kolestatis intrahepatik, yang
menunjukkan disfungsi parenkim hati atau kolestatis ekstrahepatik sekunder terhadap
obstruksi saluran empedu akibat batu empedu, keganasan, atau pankreas jinak.14

Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bilirubin serum memuncak 25


sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi bilirubin sama dengan produksi
harian. Nilai >30 mg per 100 ml berarti terjadi bersamaan dengan hemolisis atau
disfungsi ginjal atau sel hati. Keganasan ekstrahepatik paling sering menyebabkan
obstruksi lengkap (bilirubin serum 20 mg per 100 ml), sedangkan batu empedu biasanya
menyebabkan obstruksi sebagian, dengan bilirubin serum jarang melebihi 10 sampai 15
mg per 100 ml.14

Alanin aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat-oksalat


transaminase) dan Aspartat aminotransferase (dulu SGPT, serum glutamat-piruvat
transaminase) merupakan enzim yang disintesisi dalam konstelasi tinggi di dalam
hepatosit. Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel hati, tetapi
peningkatan enzim ini ( 1-3 kali normal atau kadang-kadang cukup tinggi tetapi sepintas)
bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu, terutama obstruksi saluran
empedu.14

Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesisi dalam sel epitel saluran
empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus
meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan
obstruksi saluran empedu. Tetapi fosfatasi alkali juga ditemukan di dalam tulang dan
dapat meningkat pada kerusakan tulang. Juga meningkat selama kehamilan karena
sintesis plasenta.14
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan
foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas
yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.7

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis (Yekeler, 2004)

3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)


Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.15

Ultrasonografi sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik penyaring,


tidak hanya dilatasi duktus biliaris ekstra dan intra hepatik yang bisa diketahui secara
meyakinkan, tetapi kelainan lain dalam parenkim hati atau pankreas (seperti massa atau
kista) juga bisa terbukti. Pada tahun belakangan ini, ultrasonografi jelas telah ditetapkan
sebagai tes penyaring awal untuk memulai evaluasi diagnostik bagi ikterus. Bila telah
diketahui duktus intrahepatik berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestatis
ekstrahepatik. Jika tidak didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan kolestatis
intrahepatik. Ketepatan ultrasonografi dalam membedakan antara kolestatis intra dan
ekstrahepatik tergantung pada derajat dan lama obstruksi saluran empedu, tetapi jelas
melebihi 90% .Distensi usus oleh gas mengganggu pemeriksaan ini.14

4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.7

II.1.10. Penatalaksanaan Kolelitiasis

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak.7

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan
kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan
kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.7

Pilihan penatalaksanaan antara lain :3

1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur
ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.3

2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang
ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi
normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung
dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut.3

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya


kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih
sering selama kolesistektomi laparaskopi.3

II.2.1. Definisi Laparoskopi


Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan minimally invasive dengan
memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat ruang antara dinding
depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan akses endoskopi ke dalam rongga
peritoneum tersebut.7 Teknik laparoskopi atau pembedahan minimally invasive
diperkirakan menjadi trend bedah masa depan. Di Indonesia, teknik bedah laparoskopi
mulai dikenal di awal 1990-an ketika tim dari RS Cedar Sinai California AS mengadakan
live demo di RS Husada Jakarta. Selang setahun kemudian, Dr Ibrahim Ahmadsyah dari
RS Cipto Mangunkusumo melakukan operasi laparoskopi pengangkatan batu dan kantung
empedu (Laparoscopic Cholecystectomy) yang pertama. Sejak 1997, Laparoscopic
Cholecystectomy menjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit kantung empedu di
beberapa rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia.16

II.2.2. Laparoscopi Cholecystectomy


Cholesistektomi diindikasikan pada pasien simtomatis yang terbukti menderita penyakit
batu empedu (cholelitiasis). Indikasi laparoskopi untuk Cholesistektomi sama dengan
indikasi open Cholesistektomi. 3 Keuntungan melakukan prosedur laparoskopi pada
cholesistektomi yaitu: laparoscopic cholesistektomi menggabungkan manfaat dari
penghilangan gallblader dengan singkatnya lama tinggal di rumah sakit, cepatnya
pengembalian kondisi untuk melakukan aktivitas normal, rasa sakit yang sedikit karena
torehan yang kecil dan terbatas, dan kecilnya kejadian ileus pasca operasi dibandingkan
dengan teknik open laparotomi. Namun kerugiannya, trauma saluran empedu lebih umum
terjadi setelah laparoskopi dibandingkan dengan open cholesistektomi dan bila terjadi
pendarahan perlu dilakukan laparatomy.17

Kontra indikasi pada laparoskopi cholesistektomi antara lain: penderita ada resiko tinggi
untuk anestesi umum; penderita dengan morbid obesity; ada tanda-tanda perforasi seperti
abses, peritonitis, fistula; batu kandung empedu yang besar atau curiga keganasan
kandung empedu; dan hernia diafragma yang besar.18
a. Kemungkinan konversi ke pembedahan terbuka harus dijelaskan kepada pasien
sebelum operasi
b. Kateter Foley dan slang orogastrik dipasang
c. Baik metode terbuka maupun tertutup telah digunakan untuk menciptakan
pneumoperitoneum yang adekuat
d. Teknik terbuka
e. Kanula berujung tumpul khusus (Hasson)
f. Begitu pneumoperitoneum sudah adekuat, sebuah trokar 11 mm dimasukkan
melalui insisi supraumbilikal, lalu dimasukkan laparoskop yang dilengkapi
dengan kamera video
g. Trokar tambahan dimasukkan dengan visualisasi langsung
h. Dibuat dua port yang lebih kecil untuk memegang kandung empedu dan
menempatkannya pada posisi ideal untuk kolesistektomi antegrad
i. Port lateral
j. Kanula 5 mm medial
k. Taut kandung empedu dan ductus cysticus diidentifikasi
l. Triangulus calot dibebaskan dari semua jaringan lemak dan limfe
m. Begitu ductus

II.3.1. Definisi Open Cholecystectomy


DAFTAR PUSTAKA

1. Batu Empedu. Dr. J.B Suharjo B. Cahyono, Sp.PD. Penerbit Kanisius. Tahun
2009
2. Major Diagnosis Fisik. Delp & Manning. Edisi revisi. Penerbit EGC. Jakarta.
Tahun 1996
3. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.
4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru W. Sudoyo, dkk. Edisi 5. Jilid 1. Penerbit
EGC. Jakarta. Tahun 2009
5. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Price, S.A. Edisi 6. Penerbit
EGC, Jakarta. Tahun 2006
6. Nucleus Precise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise
7. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005.
8. Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. Bina Rupa Aksara, Jakarta.
9. Snell, Richard S.. Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1. Penerbit EGC, Jakarta. 2002
10. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam
Buku Ajar Bedah, Edisi 2. Penerbit EGC, Jakarta.
11. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
12. Williams, L.S, Hopper, P.D. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing
Second Edition. Philadelphia : F.A Davis Company
13. Silbernagl S, Florian Lang. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme
Stuttgart; 2000.
14. Sabiston David C. Buku Ajar Bedah, Bagian 2. Penerbit EGC. Jakarta. 1994
15. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV 2006, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
16. Anonynim, Laparoskopi Cikal Bakal Bedah Masa Depan available:
http://www.kompas.com/LaparoskopiCikalBakalBedahMasaDepan.asp (Accessed:
2008, January 22)
17. Barash, P.G., Cullen, B.F., Stoelting, R.K., Handbook of Clinical Anesthesia, 4th
edition. Lippincott Williams and Wilkins, USA. 2001
18. Zollinger, Robert M., Zollingers Atlas of Surgical Operations 8th edition,
international edition: McGraw Hill. United State Of America. 2003

Anda mungkin juga menyukai

  • Contoh:: Catatan
    Contoh:: Catatan
    Dokumen4 halaman
    Contoh:: Catatan
    Zul Fajri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Biologi
    Laporan Biologi
    Dokumen13 halaman
    Laporan Biologi
    Nur Sri Hardianty
    100% (1)
  • Second Hand
    Second Hand
    Dokumen10 halaman
    Second Hand
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Dokumen34 halaman
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • K
    K
    Dokumen12 halaman
    K
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Tugas PPKN 2 Semester 2 Virginia Kls X
    Tugas PPKN 2 Semester 2 Virginia Kls X
    Dokumen3 halaman
    Tugas PPKN 2 Semester 2 Virginia Kls X
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Dokumen14 halaman
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Nhlsss
    Nhlsss
    Dokumen6 halaman
    Nhlsss
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Lasik
    Lasik
    Dokumen12 halaman
    Lasik
    Latifa Sary
    Belum ada peringkat
  • Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Dokumen2 halaman
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Makalah: (Polio)
    Makalah: (Polio)
    Dokumen18 halaman
    Makalah: (Polio)
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • KLDDDDF
    KLDDDDF
    Dokumen1 halaman
    KLDDDDF
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Referat Syok Septik
    Referat Syok Septik
    Dokumen29 halaman
    Referat Syok Septik
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Acvfgh
    Acvfgh
    Dokumen1 halaman
    Acvfgh
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Asdre
    Asdre
    Dokumen1 halaman
    Asdre
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • TP Farmako DDT
    TP Farmako DDT
    Dokumen7 halaman
    TP Farmako DDT
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Martindale Fenobarbital Translate
    Martindale Fenobarbital Translate
    Dokumen12 halaman
    Martindale Fenobarbital Translate
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • 5
    5
    Dokumen1 halaman
    5
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Aut
    Aut
    Dokumen5 halaman
    Aut
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • TGS
    TGS
    Dokumen80 halaman
    TGS
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Bab II5
    Bab II5
    Dokumen11 halaman
    Bab II5
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Tugas Histo
    Tugas Histo
    Dokumen3 halaman
    Tugas Histo
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Asma
    Lapsus Asma
    Dokumen23 halaman
    Lapsus Asma
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Bab I - Referat SSJ
    Bab I - Referat SSJ
    Dokumen16 halaman
    Bab I - Referat SSJ
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • EKTIMA
    EKTIMA
    Dokumen8 halaman
    EKTIMA
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • CA Caput Pankreas
    CA Caput Pankreas
    Dokumen46 halaman
    CA Caput Pankreas
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Tugas PBL
    Tugas PBL
    Dokumen80 halaman
    Tugas PBL
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • BAB Ii6
    BAB Ii6
    Dokumen11 halaman
    BAB Ii6
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Rububiyah
    Rububiyah
    Dokumen1 halaman
    Rububiyah
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat