TUGAS INDIVIDUAL
Disusun oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
TAHUN AJARAN 2013/2014
PENDAHULUAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
dapat menyelesaikan laporan individual (Program Based Learning) dengan baik
dan tepat waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Laporan ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas individual. Terima kasih
untuk semua pihak yang telah membantu dalam mencari informasi dan
mengumpulkan data.
Penyusun
Soal
Jawaban
1. Sebutkan semua diagnosis banding untuk :
Skenario A
Demam Tifoid
Malaria
Chikungunya
Difteri
Demam Kuning
Skenario B
Demam tifoid
Malaria
Skenario C
Demam Tifoid
Malaria
Chikungunya
Difteri
Skenario Lesu
Skenario A
Filariasis
Trichuriasis
Ascaris
Skenario B
Parotitis Epidemika
Askariasis
Skenario C
Enterobiasis
Necatoriasis
Anchilostomiasis
Trichuriasis
Skenario A
Ptyriasis Alba
Tinea Versikolor
Vitiligo
Morbus Hansen
Skenario B
Morbus Hansen
Tinea Versikolor
Skenario C
Morbus Hansen
Tinea Versikolor
Ptyriasis Alba
Tinea Cruris
Vitiligo
Skenario A
Morbus Hansen
Pitiriasis Rosea
Tinea Corporis
Morbili
Dermatitis Atopi
Herpes Zoster
Varicella
Skenario B
Morbus Hansen
Tinea Cruris
Candidiasis intertriginosa
Eritrasma
Skenario C
Morbus Hansen
Pitiriasis Rosea
Ptiriasis rubra
Eritroderma
SKENARIO DEMAM
DEFINISI
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue.
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN -1, DEN 2, DEN 3dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak .terdapat reaksi silang antara serotipe
dengue dengan flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese enchepalitis
dan West Nile Virus.
GEJALA KLINIK
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Myalgia/artragia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)
Leukopenia
Pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegaskan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :
(1) Demam atau riwayat demam akut Antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik
(2) Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
Uji tourniquet positif
Petekie, ekimosis, atau purpura
Peningkatan nilai hematocrit > 20% dari nilai baku sesusai umur
dan jenis kelamin
Penurunan nilai hematocrit > 20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemia, asites, efusi
pleura
PATHOGENESIS
DD / Derajat Laboratorium
DBD
Leukopenia
Demem disertai 2 atau lebih
PENATALAKSANAAN
DEMAM TIFOID 2
PENDAHULUAN
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemic di
Indonesia.Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam
Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah.Kelompok penyakit
menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat
menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
Surveilens Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam
tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994
terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari
survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan
1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu
dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.
Insidens demam tifoid nervariasi di tiap daerah dan biasanya
terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah urban ditemukan 760-810 per
100.000 penduduk.Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat
dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi
lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat
kesehatan lingkungan.
PATOGENESIS
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan
leukopenia , dapat pula terjadi leukosit normal atau leukositosis.
Leukosistosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder.Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia.Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi
aneosinofilia maupun limfopenia.Laju endap darah pada demam tifoid
dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan khusus.
b. Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman
S.typhi.pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen
kuman S.typhi dengan antibody yang disebut aglutinin. Maksud uji
Widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum
penderita tersangka demam tifoid yaitu: a). Aglutinin O, b).Aglutinin
H (flagella kuman), dan c).Aglutinin Vi (simpai kuman).
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang
digunakan untuk diagnosis demam tifoid.Semakin tinggi titernya
semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Pembentukan agglutinin ini mulai terbenttuk pada minggu pertama
demam, kemudia meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase
akut mula-mula tinggi aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin
H. pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai
setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-
12 bulan. Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menentukan
kesembuhan
c. Uji Typhidot
Uji Typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membrane luar Salmonella typhi. Hasil uji typhidot
didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara
spesifik antibody IgG dan IgM terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD,
yang terdapat pada strip nitroselulosa.
d. Uji IgM Dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibody IgM dpesifik terhadap S.
typhi pada spesimen serum atau whole blood.Pemeriksaan ini mudah
dan cepat (dalam 1 hari) dilakukan tanpa peralatan khusus apapun,
namun akuransi hasil didapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1
minggu setelah timbulnya gejala.
e. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang postif memastikan demam tifoid, akan tetapi
hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal seperti berikut:
1) Telah mendapat terapi antibiotik
2) Volume darah yang kurang
3) Riwayat vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibodi dalam
darah pasien .antibodi ini dapat menekan bakterimia hingga
biakan darah dapat negatif
4) Waktu pengambilan darah setlah minggu pertama, pada saat
aglutinin meningkat.
PENATALAKSANAAN
MALARIA
DEFINISI
ETIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
PATOGENESIS
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi
melalui dua cara yaitu :
DIAGNOSIS
KOMPLIKASI
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih
dari 30 menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus
dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7
atau equal dengan keadaan klinis soporous.
3. Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik
harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi,
talasemia/hemoglobinopati lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau
12 ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin >
3 mg/dl.
8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena
obat anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)
PENGOBATAN
Obat antimalaria dapat dibagi dalam 9 golongan yaitu :
kuinin (kina)
mepakrin
klorokuin, amodiakuin
proguanil, klorproguanil
Primakuin
Pirimetamin
kuinolin methanol
antibiotic
Berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap
obat antimalaria, maka obat antimalaria dapat juga dibagi dalam 5 golongan yaitu
FILARIASIS
DEFENISI
EPIDEMOLOGI
ETIOLOGI
Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik,
disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe seperti Wuchereria
Bancrofti.Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing yang menyerang jaringan
viscera, parasit ini termasuk kedalam superfamili Filaroidea, family
onchorcercidae. Menurut lokasi kelainan yang ditimbulkan, terdapat dua golongan
filariasis, yaitu yang menimbulkan kelainan pada saluran limfe (filariasis limfatik)
dan jaringan subkutis (filariasis subkutan).4
Pada saat siang hari hanya sedikit atau bahkan tidak ditemukan
mikrofilaremia, pada saat tersebut mikrofilaria berada di jaringan pembuluh darah
paru.Penyebab periodisitas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga sebagai
bentuk adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada
saat itu pula kebanyakan vektor menggigit manusia.Diduga pula pH darah yang
lebih rendah saat malam hari berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal.
Darah yang mengandung mikrofilaria dihisap nyamuk, dan dalam tubuh nyamuk
larva mengalami pertumbuhan menjadi larva stadium 2 dan kemudian larva
stadium 3 dalam waktu 10 12 hari. Cacing dewasa dapat hidup sampai 20 tahun
dalam tubuh manusia, rata-rata sekitar 5 tahun .4
KLASIFIKASI
Tingkat 1.
Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai
diangkat.
Tingkat 2.
Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila
tungkai diangkat.
Tingkat 3.
Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai
diangkat, kulit menjadi tebal.
Tingkat 4.
Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis).
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya
mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 37 bulan.Hanya sebagian dari
penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok
mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis.Terlihat
bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik
ataupun amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala
klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
Filariasis bancrofti
Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut
pertama.Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis
masih dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang
mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya.5
Filariasis bancrofti
Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel.Di dalam cairan hidrokel dapat
ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai
atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dengan ukuran pembesaran
di tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya.C hyl uri a dapat terjadi tanpa keluhan,
tetapi pada beberapa penderita menyebabkan penurunan berat badan dan
kelelahan.5
Filariasis brugia
DIAGNOSA 5
1. Diagnosis Klinik
2. Diagnosis Parasitologik
3. Radiodiagnosis
4. Diagnosis Immunologi
Pasien yang datang dengan pitting edema, lihat apakah kurang dari 40 detik
atau lebih dari 40 detik.Jika kurang dari 40 detik maka hipoalbuminemia yang
dapat disebabkan oleh penurunan sintesis protein atau peningkatan kehilangan
protein.Jika lebih dari 40 detik maka normoalbuminemia yang dapat disebabkan
olehv e nous hypertension dan identifikasi apakah ada peningkatan tekanan vena
leher. Jika ada maka systemic venous hypertension (cardiac diseases) dan jika
tidak makav e nous insufficiencyata u obstruction.
Selain itu, perlu kita ketahui apakah edema unilateral atau bilateral.Jika
edema unilateral maka lihat apakahn onpitting dannont e nde r?Jika ya, maka
kemungkinan adalah limfedema, obstruksi oleh filariasis, infeksi streptokokkus
yang berulang, dan malignancy. Jikapitti ng dant ender, maka kemungkinan
adalah trombosis, kista Baker, dan akut selulitis.
Bilateral edema, perlu diketahui apakah non pitting dan non tender? Jika ya,
maka kemungkinan adalah limfedema.Jika pitting dan tender, lihat apakah cepat
atau lambat.Jika lambat maka kemungkinan adalah oleh venous hypertension dan
identifikasi apakah ada peningkatan tekanan vena leher.Jika ada maka edema
jantung.Jika tidak maka venous hypertension atau occlusion.Jika cepat maka
apakah ada penurunan protein.Jika ada maka kemungkinan penurunan sintesis
protein atau peningkatan kehilangan protein.Selain itu, diagnosa banding dari
filariasis adalah hernia inguinalis, knobs, kiluria, pembesaran ekstremitas.
Diagnosa banding untuk TPE.
OBAT FILARIASIS
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik
untuk filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan
mikrofilarisidal.Obat ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi
memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi
sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai
bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien,
alergi, muntah dan serangan asma.5
Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi,
limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping
sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5
hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal
terjadi beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita
dengan gejala klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.5
Sasaran pemberantasan adalah daerah endemis lama yang potensial masih ada
penularan dan daerah endemis baru. Dengan prioritas sasaran ditujukan pada:
1. Dosis standar
Dosis tunggal5 mg/kg berat badan; untuk filariasis bancrofti selama 15 hari, dan
untuk filariasis brugia selama 10 hari.
2. Dosis bertahap
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk usia
kurang dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5-12 untuk filariasis
bancrofti dan pada hari 5-17 untuk filariasis brugia.
3. Dosis rendah
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, 1/2 tablet untuk usia < 10
tahun, seminggu sekali selama 40 minggu.
a. Anopheles : Abate 1%
b. Culex : minyak tanah
c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan, mengeringkan rawa
dan saluranair
3. Mencegah gigitan nyamuk
PROGNOSIS FILARIASIS
Pada kasus kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien
pindah dari daerah endemik.Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan
dengan pemberian obat, serta pemberantasan vektornya.Pada kasus kasus lanjut
terutama dengan edema tungkai, prognosis lebih buruk.
ASCARIASIS 6
DEFINISI
Panjang cacing dewasa 20-40 cm dan hidup di dala usus halus manusia untuk
bertahun-tahun lamanya. Sejak telur matang tertelan sampai vaving dewasa
bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.
ETIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
GEJALA KLINIS
Biasanya terjadinya perdarahan, penggumpalan sel leukosit dan pneumonitis
Askaritis. Pada foto thoraks tampak infiltrat yang mirip pneumonia viral yang
menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaanini disebut sindrom Loeffler. Pada
pemeriksaan darah akan didapatkan eosinifilia.
Larva cacing ini dapat menyebar dan menyerang organ lain seperti otak,
ginjal, mata, sumsum tulang belakang dan kulit. Dalam jumlah yang sedikit
cacing dewasa tidak akan menimbulkan gejala. Kadang-kadang pendertia
mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang,
diare atau konstipasi. Bila infestasi tersebut berat dapat menyebabkan cacing-
cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus ( ileus ).
Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual,
nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Cacing dewasa dapat juga
menyebabkan gangguan nutrisi terutama pada anak-anak. Cacing ini dapat
mengadakan sumbatan pada saluran empedu, saluran pankreas, divertikel dan usus
buntu. Selain hal tersebut di atas, cacing ini dapat juga eosinofilifa. Cacing
dewasa dapat keluar melalui mulut dengan perantaraan batuk, muntah atau
langsung keluar melalui hidung.
PENATALAKSANAAN
Piperazin
Satu tablet obat ini mengandung 250 dan 500 mg piperazin. Efek samping
penggunaan obat ini adalah pusing, rasa melayang dan gangguan penglihatan.
Heksilresorsinol
Obat ini baik infeksi Ascaris lumbricoides dalam usus. Obat ini diberikan
setelah pasien dipuasakan terlebih dahulu, baru kemudian diberikan 1
gheksiresorsinol sekaligus disusul dengan pemberian laksans sebanyak 30 g
MgSO4, yang diulangi lagi 3 jam kemudian untuk tujuan mengeluarkan cacing.
Bila diperlukan pengobatan ini dapat diulang 3 hari kemudian.
Pirantel Pamoat
Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan,
maksimum 1 g. Efek samping obat ini adalah rasa mual, mencret, pusing, ruam
kulit dan demam.
Levamisol
Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 150 mg.
Albendazol
Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 400 mg
Mebendazol
Obat ini cukup bila diberikan dengan dosis 100 mg, 2 kali sehari selama 3
hari.
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Selama tidak terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi, prognosis
baik. Tanpa pengobatan infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5
tahun.9
PAROTITIS EPIDEMIKA
DEFENISI
ETIOLOGI
Virus parotitis epidemika dapat ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin,
darah, jaringan yang terinfeksi dari penderita parotitis epidemika serta dapat
diukur pada jaringan manusia atau kera.
EPIDEMOLOGI
PATOFISIOLOGI
Virus masuk melalui saluran pernapasan baik hidung maupun mulut. Masa
inkubasi 12 sampai 25 hari kemudian virus bereplikasi di dalam traktus
respiratorius atas dan nodus limfatikus servikalis, dari sini virus menyebar melalui
aliran darah ke jaringan sasaran seperti kelenjar ludah, kelenjar parotis dan
meningen selama 3-5 hari. Setelah replikasi awal, terjadi viremia sekunder
menyebabkan terkenanya berbagai organ yaitu gonad, pankreas, mammae, tiroid,
jantung, hati, ginjal, dan otak. Bila testis terkena maka terdapat perdarahan kecil
dan nekrosis sel epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat
degenerasi dan nekrosis jaringan. Adenitis kelenjar liur merupakan manifestasi
dari viremia awal. Viruria biasanya terjadi, dan disertai oleh gangguan fungsi
ginjal.
MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSIS
Hasil tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia
ringan dengan limfositosis relatif.
Amilase serum
Kadar amilase serum naik, kenaikan cenderung dengan pembengkakan parotis dan
kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu.
Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan virologi :
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan
dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, cairan serebrospinal atau
darah.
TERAPI
c. Medikamentosa (simptomatik) :
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat, gejala
saraf perlu rawat inap di ruang isolasi
b. Analgetik-antipiretik
PROGNOSIS
KOMPLIKASI
MORBUS HANSEN 7
DEFENISI
EPIDEMOLOGI
umur antara 30-50 tahun dan lebih sering mengenai laki-laki daripada wanita.1,2
Menurut WHO (2002), diantara 122 negara yang endemik pada tahun 1985
dijumpai 107 negara telah mencapai target eliminasi kusta dibawah 1 per 10.000
penduduk pada tahun 2000. Pada tahun 2006 WHO mencatat masih ada 15 negara
yang melaporkan 1000 atau lebih penderita baru selama tahun 2006. Lima belas
negara ini mempunyai kontribusi 94% dari seluruh penderita baru didunia.
Indonesia menempati urutan prevalensi ketiga setelah India, dan Brazil.
Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir pada seluruh propinsi dengan
pola penyebaran yang tidak merata. Meskipun pada pertengahan tahun 2000
Indonesia secara nasional sudah mencapai eliminasi kusta namun pada tahun
tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan penderita kusta baru.
Pada tahun 2006 jumlah penderita kusta baru di Indonesia sebanyak 17.921 orang.
Propinsi terbanyak melaporkan penderita kusta baru adalah Maluku, Papua,
Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan dengan prevalensi lebih besar dari 20 per
100.000 penduduk.2 Pada tahun 2010, tercatat 17.012 kasus baru kusta di
Indonesia dengan angka prevalensi 7,22 per 100.000 penduduk sedangkan pada
tahun 2011, tercatat 19.371 kasus baru kusta di Indonesia dengan angka prevalensi
8,03 per 100.000 penduduk.
ETIOLOGI
DIAGNOSIS
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama
atau tanda kardinal, yaitu:
KLASIFIKASI
WHO.
WHO sebagai pedoman pengobatan penderita kusta. Dasar dari klasifikasi ini
Penebalan saraf tepi yang Hanya satu saraf Lebih dari satu saraf
disertai dengan gangguan
fungsi (gangguan fungsi bisa
berupa kurang/mati rasa atau
kelemahan otot yang
dipersarafi oleh saraf yang
bersangkutan.
Pemeriksaan bakteriologi Tidak dijumpai basil tahan Dijumpai basil tahan asam
asam (BTA negatif (BTA positif)
PB MB
berkeringat, rambut
rontok pada bercak
2. Infiltrat
Central healing
c. Ciri-ciri - Punched out
lession
- Madarosis
- Ginekomasti
- Hidung pelana
- Suara sengau
Tidak ada Kadang-kadang ada
d. Nodulus
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Serologi
dilabel dengan zat fluoresensi. Hasil uji ini memberikan sensitivitas yang tinggi
namun spesivisitasnya agak kurang karena adanya reaksi silang dengan antigen
dari mikrobakteri lain.
PENGOBATAN
MB :
Rifampisin 600 mg/bulan
Klofazimin 300 mg/bulan, plus 50 mg/hari 12 dosis
DDS 100 mg/hari
1. Kontak a. Lesi
penyakit kronis (kelainan)
yang disebabkan oleh kulit
2. inhalasi kulit yang
infeksi Mycobacterium
mati rasa.
leprae
b. Penebalan saraf
TT (tuberkuloid
polar) tepi yang
Etiolog
i MH Epide
Propinsi
molog
terbanyak
i
melaporkan
Gejal
penderita kusta
a
baru adalah
Maluku, Papua,
Kuman
Pengobat Sulawesi Utara
dpt
an dan Sulawesi
ditemuka
1. Kelemahan otot
2. Penebalan saraf
Rifampisin
tepi
3. Pembengkakan
kulit
4. Adanya bercak DDS 1. Kulit
2. Folikel
putih
5. Mati rasa pada rambut
3. Kelenjar
bercak putih
keringat
4. Sputum
DEFENISI
SINONIM
EPIDEMOLOGI
PATOGENESIS
GEJALA KLINIS
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PENGOBATAN
PROGNOSIS
VITILIGO 9
DEFENISI
EPIDEMOLOGI
PATOGENESIS
1. Hipotesis autoimun
2. Hipotesis neurohumoral
3. Autositotoksik
GEJALA KLINIS
Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas
jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan
tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat sistemik atau asimetris. Pada area yang
terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa jarang terkena, kadang-kadang
mengenai genital eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva.
KLASIFIKASI
a. Fokal : satu atau lebih makula pada satu area, tetapi tidak segmental.
b. Segmental : satu atau lebih makula pada satu area, dengan distribusi
menurut dermatom, misalnya satu tungkai.
c. Mukosal : hanya terdapat pada membran mukosa.
DIAGNOSIS
1 . Evaluasi klinis
a. Awitan penyakit
b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini.
3. Pemeriksaan biokimia
DIAGNOSA BANDING
PENGOBATAN
Cara lain ialah cara pembedahan dengan tandur kulit, baik pada seluruh
epidermis dan dermis, maupun hanya kultur sel melanosit.
Daerah ujung jari, bibir, siku, dan lutut umumnya memberi hasil
pengobtan yang buruk. Dicoba melakukan repigmentasi dengan cra tato dengan
bahan ferum oksida dalam gliserol atau alkohol.
PROGNOSIS
VARICELLA 10
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
Pasien khas menular selama 1-2 hari dan jarang pada 3-4 hari sebelum
exanthem muncul, dan untuk 4-5 hari setelahnya, yaitu sampai ketika vesikel
menjadi kering. Masa inkubasi varicella rata-rata adalah sekitar 14 atau 15 hari,
dengan kisaran antara 10-23 hari.
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
Insiden herpes zoster meningkat tajam dari usia 50-60 tahun, meningkat
berikutnya. Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan tingkat yang lebih
tinggi dari reaktivasi untuk pasien immunocompromised.Laporan terbaru
menunjukkan bahwa herpes zoster dominan mempengaruhi imunologis orang
sehat.
MANIFESTASI KLINIS
Periode inkubasi biasanya selama 14-17 hari dengan range antara 9-23
hari.Setelah demam atau malaise berlangsung sehari atau dua hari sebelumnya,
seringsedikit atau bahkan tidak terjadi pada anak-anak, eritema yang tidak
menetap dan berlangsung cepat diikuti oleh perkembangan papul yang sangat
cepat, , jelas, danvesikel unilokuler. Dalam beberapa jam papul dan vesikel
unilokuler tadi menjadikental dan pustule dikelilingi oleh areola merah. Dalam 2-
4 hari, krusta yangkering pecah dan menjadi dangkal.Vesikel muncul setelah 2-4
hari.Distribusivaricella terjadi secara sentripetal, dan pada tungkai terdapat lebih
banyak erupsidi bagian paha dan lengan atas daripada kaki bagian bawah dan
lengan.
Setelah sekitar 4 hari, tidak ada lesi baru yang muncul dan vesikel-
vesikelyang ada menjadi kering dan pecah. Sekitar 1 - 2 minggu sebelum menjadi
pecah,mungkin akan terdapat hipo-hiperpigmentasi selama beberapa minggu
dan berbentuk bulat, kecil, dan skar kemungkinan terjadi sekitar 18%.
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DEFINISI
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3
stadium yaitu (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah
pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak
bergejala, (2)Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam,
konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada
mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya
ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan
ETIOLOGI
PATOGENESIS
MANIFESTASI KLINIS
Stadium inkubasi
Stadium prodromal
Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi
yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan
pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai
makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan
garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke
seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama.
Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan
terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di
kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai
dengan urutan munculnya (Phillips, 1983). Saat awal ruam muncul akan tampak
berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam
mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila
ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi
kecokelatan pada area konfluensi.Beratnya penyakit berbanding lurus dengan
gambaran ruam yang muncul.Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul
hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah
penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali
DIAGNOSIS
Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam.
Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG
akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel
darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit
encephalitis dan didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah
limfosit sedangkan kadar glukosa normal
DIAGNOSA BANDING
1. Roseola infantum.
Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.
2. Rubella.
Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari
campak.Gejala yang timbul tidak seberat campak.
3. Alergi obat.
Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam
muncul dan biasanya tidak disertai gejala prodromal.
4. Demam skarlatina.
Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda
patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis
eksudativa atau membranosa
PENATALAKSANAAN
PENCEGAHAN
PROGNOSIS
ETIOLOGI
Morfologi
EPIDEMOLOGI
DIAGNOSIS
Separuh bayi yang menderita infeksi VHS akan lahir prematur. Herpes
pada kulit dan mulut dapat menyebar ke organ viseral atau otak. Keluhan dan
gejala klinis yang nampak pada penderita sesuai dengan tipe virus yang menjadi
penyebabnya.
1. Faringitis
2. Gingivostomatitis
4. Herpetik keratokonjungtivitis
2. Herpes vulvovaginitis
PENCEGAHAN
Belum ada vaksin untuk mencegah herpes simpleks. Ibu hamil yang
pernah menderita infeksi VHS pada genital haru diperiksa virologis mupun
sitologis pada trimester akhir kehamilannya untuk mencegah penularan VHS pada
bayinya. Operasi caesar dapat mencegah penularan herpes dari ibu ke bayinya.
DAFTAR PUSTAKA
10. http://www.scribd.com/doc/155300106.
11. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan
(eds) Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3.
Philadelphia. Saunders. p.2283 2298.