Anda di halaman 1dari 11

IDEFINISI

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana


terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki
ukuran,bentuk dankomposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada
individu berusia diatas 40tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut,diet tinggi lemak dan genetik.
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20
juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu
kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.1
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena
belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan
secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk
tujuan yang lain.2
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka banyak
penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah
kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang
invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. 1
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita
batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar
bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).3

EPIDEMIOLOGI

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat.
Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak
jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu.
Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen tidak terlalu banyak berbeda.4
Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu,
tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini disokong oleh
peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat biasanya
menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap biasanya menderita batu jenis
pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu
kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.4

ANATOMI

Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak
pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.
Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana
fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.
Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk
bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan visceral hati.5
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V.
cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil
dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.5
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum
sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju
kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.5

FISIOLOGI SALURAN EMPEDU


Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.
Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini,
mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan.
Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga
mempunyai banyak mikrovilli.5
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini
kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya
membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat
cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.6

PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU


Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian
masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu
dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbsi lemak.5
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
- Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa
sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya
dalam kontraksi kandung empedu.
- Neurogen :
- Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau
dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.
- Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai
Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu
akan tetap keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang
peran penting dalam perkembangan inti batu. 1

KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU


Komposisi Cairan Empedu4
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -

1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu :
Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
- Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan,
sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat
dicerna lebih lanjut.
- Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam
lemak.4
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam
lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan
bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen
distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena
radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.4
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme
bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah
menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin
bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel
darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4
Penyakit batu empedu memiliki 4 tahap:

1. Tahap litogenik , pada kondisi ini mulai terbentuk batu empedu.


2. Tahap asimptomatik, pada tahap ini pasien tidak mengeluh akan sesuatu sehingga
tidak memerlukan penanganan medis. Karena banyak terjadi, batu empedu biasanya
muncul bersama dengan keluhan gastroitestinal lainnya. Beberapa penelitian
menunjukkan batu empedu menyebabkan nyeri abdomen kronik, heartburn, distress
postprandial, rasa kembung, serta adanya gas dalam abdomen, konstipasi dan diare.
Dispepsia yang terjadi karena makan makanan berlemak sering salah dikaitkan
dengan batu empedu, dimana irritable bowel syndrome atau refluks gastroesofageal
merupakan penyebab utamanya.
3. Tahap Kolik bilier, episode dari kolik bilier bersifat sporadik dan tidak dapat
diperkirakan. Nyeri terlokalisir pada epigastrium atau kuadran kanan atas dan
dirasakan sampai ke daerah ujung scapula kanan. Dari onset nyeri, nyeri akan
meningkat stabil sekitar 10 menit dan cenderung meningkat selama beberapa jam
sebelum mulai mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak berkurang dengan emesis,
antasida, defekasi atau perubahan posisi. Nyeri mungkin juga bersamaan dengan mual
dan muntah, muncul biasanya setelah makan ( Kolik pasca Prandial)
4. Komplikasi kolelitiasis, terjadi ketika batu persisten masuk ke dalam duktus biliar
sehingga menyebabkan kantung empedu menjadi distended dan mengalami inflamasi
progresif. Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai kolelithiasis dan
keadaan timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ
tersebut. Respon peradangan dapat dicetuskan 3 faktor:

a) Inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi
menyebabkan iskemia mokusa dan dinding kandung empedu.
b) Inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin dan faktor jaringan lokal lainnya.
c) Inflamasi bakteri yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesistitis
akut.

ETIOLOGI
Faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu.1 . P e r u b a h a n k o m p o s i s i e m p e d u k e m u n g k i n a n m e r u p a k a n f a k t o r
t e r p e n t i n g d a l a m pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu
kolesterol mengekresie m p e d u y a n g s a n g a t j e n u h d e n g a n k o l e s t e r o l .
K o l e s t e r o l y a n g b e r l e b i h a n i n i mengendap dalam kandung empedu untuk
membentuk batu empedu.2. Statis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, p e r u b a h a n k o m p o s i s i k i m i a , d a n
pengendapan unsur-unsur tersebut. Ganggu ank o n t r a k s i k a n d u n g
empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya
d a p a t menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin
) dapatdikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.3 . I n f e k s i
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
p e m b e n t u k a n b a t u . Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel
atau bakteri dapat berperansebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih
timbul akibat dari terbentuknya batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.

KlASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan.
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi.

FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :

1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu
dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis
adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung
empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam
kandung empedu

PATOGENESIS BENTUKAN BATU EMPEDU


Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar
yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995
sebagai berikut :
1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai :
- Batu Kolesterol Murni
- Batu Kombinasi
- Batu Campuran (Mixed Stone)
2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling
banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :
- Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calsium
- Batu pigmen murni
3. Batu empedu lain yang jarang
Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :
- Batu Kolesterol
- Batu Campuran (Mixed Stone)
-
Batu Pigmen.3
Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut
dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut.
Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.
Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu,
dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana
kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol
akan mengendap.4
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih
banyak.
- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi.
- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum
terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).
- Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat
rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan
saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai
tiga tahun.4
b. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen
bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan.
Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena
perubahan rasio dengan asam empedu.1
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup
kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke
dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi
akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.1
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian
total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan
tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa
kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. 1
Batu bilirubin/Batu pigmen
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :
a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi)
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :
a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang
berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi
bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.
Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli.
Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja
glukuronidase.1
b. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh
bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu
pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan
Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang. 1

MANIFESTASI KLINIS
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi
dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.3
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik
bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah
subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu
dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,
umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu
dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.1
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini
berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah
kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan
inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30
60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke
abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina
pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum
pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi
yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis
kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu,
abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan
mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.1
Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini
timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. 7
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering
mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan
dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo
kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 7
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus
sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran
empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan
sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif
yang nyata. 8
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul
pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar
spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis
koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan
pankreatitis.8

Gejala dan tanda-tanda Penyakit batu empedu tidak selalu menunjukkan gejala, hanya
pada keadaan memburukatauterjadi peradangan. Gejala yang biasaditimbulkan dimulai
dengan nyeri akut yang hebat pada bagian atas kanan perut yang menjalar ke punggung.
Umumnya, serangan datang sewaktu mengonsumsi makanah yang mengandung lemak tinggi.
Gejala lainnya, yaitu timbul penyakit kuning (jika batu empedu menyumbat saluran empedu),
gangguan pencernaan, mual, muntah, gas dalam perut, sendawa, kolik, berkeringat,
kedinginan, suhu badan agak tinggi, dan feses berwarna cokelat.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi
komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan
fosfatase alkali.
2. Foto Polos Abdomen
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat
pada foto polos abdomen.
3. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan menyatakan
bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan batu kandung
empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak
dikerjakan karena zat kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.

Ultra Sonografi
Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai
98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah
dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa
USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak
tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi
menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan
pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang akut, besar
batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct)
dan jika ada batu intraduktal.

Tomografi Komputer
Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek
gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena mahalnya
biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

PENATALAKSANAAN KOLELITIASIS

A. TINDAKAN OPERATIF
1. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan
pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli
menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent
stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat
bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan
berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes
Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.
1. Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang
saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi
yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah
o
Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan
o
Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai,
kesulitan teknik operasi dan
o
Tersangka adanya pankreatitis.
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan
kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.

A. TINDAKAN NON OPERATIF


1. Terapi Disolusi
Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu
melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo,
Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan. 1
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada
sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg berat
badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut
sering timbul rekurensi kolelitiasis.
Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :
- Wanita hamil
- Penyakit hati yang kronis
- Kolik empedu berat atau berulang-ulang
-
Kandung empedu yang tidak berfungsi. 1
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan
hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat
(UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau
gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah
kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat
badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan
kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari. 1
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a
reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.
Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang
lama serta tidak selalu berhasil. 1
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah
disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil.
Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu
menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung
empedu juga menjadi lebih mudah. 1
Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu
melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi
beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.
1. Kriteria Munich :
- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).
- Penderita tidak sedang hamil.
- Batu radiolusen
- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu
- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.
2. Kriteria Dublin :
- Riwayat keluhan batu empedu
- Batu radiolusen
- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila multiple
diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3.
-
Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik. 1
Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita karena
dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita. Demikian
juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan
penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena
hanya dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus menjalankan diet ketat,
waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul
rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga merupakan salah satu
syarat bentuk terapi gabungan ini , karena gangguan faal hati akan diperberat dengan
pemberian asam empedu dalam jangka panjang.
ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam
kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit di
hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati,
penebalan dinding dan atropi kandung empedu. 4

B. DIETETIK
Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi
istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil
kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan
secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh. 1
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu
tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan
gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.3
Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka
diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan
sangat membantu.
Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :
-Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
-Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.
-Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
-Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.
Perawatan dan pantangan
1. Kurangi makanan berlemak untuk mencegah serangan.
2. Hindari makanan yang digoreng, daging kambing, daging babi, bumbu-bumbu yang
merangsang, dan makanan yang kadar gulanya tinggi.
3. Hindari makanan yang menimbulkan gas, seperti kol, sawi, lobak, rinentimun, ubi, nangka,
durian, serta minuman yang mengandung soda dan alkohol.

KOMPLIKASI
Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis,
koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses
hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan
mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal

DAFTAR PUSTAKA
1. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku
Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
2. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel DW,
Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B. Lippincot Come; 1991 :
94 : 1996 84.
3. Lesmana, L.A, 1995, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
I ed 3, hal 380 83, Balai Penerbit FK UII, Jakarta.
4. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Penerbit
Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
5. Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah, hal 71 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
6. Richard S. Snell, 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 266, Penerbit EGC,
Jakarta.
7. Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 1997. Kolelitiasis; Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed Revisi, hal.
767 733, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
8. Sherlock. S, Dooley J. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed. London :
Blackwell Scientific Publication, 1993

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas PPKN 2 Semester 2 Virginia Kls X
    Tugas PPKN 2 Semester 2 Virginia Kls X
    Dokumen3 halaman
    Tugas PPKN 2 Semester 2 Virginia Kls X
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Contoh:: Catatan
    Contoh:: Catatan
    Dokumen4 halaman
    Contoh:: Catatan
    Zul Fajri
    Belum ada peringkat
  • Second Hand
    Second Hand
    Dokumen10 halaman
    Second Hand
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • K
    K
    Dokumen12 halaman
    K
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Laporan Biologi
    Laporan Biologi
    Dokumen13 halaman
    Laporan Biologi
    Nur Sri Hardianty
    100% (1)
  • Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Dokumen34 halaman
    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • KLDDDDF
    KLDDDDF
    Dokumen1 halaman
    KLDDDDF
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Dokumen2 halaman
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Dokumen14 halaman
    Kebhinekaan Bangsa Indonesia
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Makalah: (Polio)
    Makalah: (Polio)
    Dokumen18 halaman
    Makalah: (Polio)
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Referat Syok Septik
    Referat Syok Septik
    Dokumen29 halaman
    Referat Syok Septik
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • EKTIMA
    EKTIMA
    Dokumen8 halaman
    EKTIMA
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Lasik
    Lasik
    Dokumen12 halaman
    Lasik
    Latifa Sary
    Belum ada peringkat
  • Nhlsss
    Nhlsss
    Dokumen6 halaman
    Nhlsss
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Tugas Histo
    Tugas Histo
    Dokumen3 halaman
    Tugas Histo
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Asdre
    Asdre
    Dokumen1 halaman
    Asdre
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Acvfgh
    Acvfgh
    Dokumen1 halaman
    Acvfgh
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • TGS
    TGS
    Dokumen80 halaman
    TGS
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • BAB II2a
    BAB II2a
    Dokumen19 halaman
    BAB II2a
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Martindale Fenobarbital Translate
    Martindale Fenobarbital Translate
    Dokumen12 halaman
    Martindale Fenobarbital Translate
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • TP Farmako DDT
    TP Farmako DDT
    Dokumen7 halaman
    TP Farmako DDT
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Bab I - Referat SSJ
    Bab I - Referat SSJ
    Dokumen16 halaman
    Bab I - Referat SSJ
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • 5
    5
    Dokumen1 halaman
    5
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Aut
    Aut
    Dokumen5 halaman
    Aut
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • CA Caput Pankreas
    CA Caput Pankreas
    Dokumen46 halaman
    CA Caput Pankreas
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Asma
    Lapsus Asma
    Dokumen23 halaman
    Lapsus Asma
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • BAB Ii6
    BAB Ii6
    Dokumen11 halaman
    BAB Ii6
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Rububiyah
    Rububiyah
    Dokumen1 halaman
    Rububiyah
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat
  • Tugas PBL
    Tugas PBL
    Dokumen80 halaman
    Tugas PBL
    Nur Sri Hardianty
    Belum ada peringkat