EPIDEMIOLOGI
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat.
Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak
jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu.
Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen tidak terlalu banyak berbeda.4
Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu,
tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini disokong oleh
peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat biasanya
menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang dietnya tetap biasanya menderita batu jenis
pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu
kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.4
ANATOMI
Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak
pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.
Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana
fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.
Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk
bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan visceral hati.5
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V.
cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil
dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.5
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum
sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju
kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.5
1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu :
Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
- Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan,
sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat
dicerna lebih lanjut.
- Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam
lemak.4
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam
lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan
bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen
distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena
radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.4
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme
bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah
menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin
bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel
darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4
Penyakit batu empedu memiliki 4 tahap:
a) Inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi
menyebabkan iskemia mokusa dan dinding kandung empedu.
b) Inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin dan faktor jaringan lokal lainnya.
c) Inflamasi bakteri yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesistitis
akut.
ETIOLOGI
Faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu.1 . P e r u b a h a n k o m p o s i s i e m p e d u k e m u n g k i n a n m e r u p a k a n f a k t o r
t e r p e n t i n g d a l a m pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu
kolesterol mengekresie m p e d u y a n g s a n g a t j e n u h d e n g a n k o l e s t e r o l .
K o l e s t e r o l y a n g b e r l e b i h a n i n i mengendap dalam kandung empedu untuk
membentuk batu empedu.2. Statis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, p e r u b a h a n k o m p o s i s i k i m i a , d a n
pengendapan unsur-unsur tersebut. Ganggu ank o n t r a k s i k a n d u n g
empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya
d a p a t menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin
) dapatdikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.3 . I n f e k s i
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
p e m b e n t u k a n b a t u . Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel
atau bakteri dapat berperansebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih
timbul akibat dari terbentuknya batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.
KlASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan.
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi.
FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu
dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis
adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung
empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam
kandung empedu
MANIFESTASI KLINIS
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi
dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.3
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik
bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah
subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu
dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,
umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu
dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.1
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini
berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah
kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan
inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30
60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke
abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina
pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum
pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi
yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis
kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu,
abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan
mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.1
Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini
timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. 7
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering
mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan
dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo
kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 7
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus
sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran
empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan
sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif
yang nyata. 8
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul
pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar
spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis
koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan
pankreatitis.8
Gejala dan tanda-tanda Penyakit batu empedu tidak selalu menunjukkan gejala, hanya
pada keadaan memburukatauterjadi peradangan. Gejala yang biasaditimbulkan dimulai
dengan nyeri akut yang hebat pada bagian atas kanan perut yang menjalar ke punggung.
Umumnya, serangan datang sewaktu mengonsumsi makanah yang mengandung lemak tinggi.
Gejala lainnya, yaitu timbul penyakit kuning (jika batu empedu menyumbat saluran empedu),
gangguan pencernaan, mual, muntah, gas dalam perut, sendawa, kolik, berkeringat,
kedinginan, suhu badan agak tinggi, dan feses berwarna cokelat.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi
komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan
fosfatase alkali.
2. Foto Polos Abdomen
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat
pada foto polos abdomen.
3. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan menyatakan
bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan batu kandung
empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak
dikerjakan karena zat kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.
Ultra Sonografi
Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai
98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah
dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa
USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak
tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi
menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan
pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang akut, besar
batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct)
dan jika ada batu intraduktal.
Tomografi Komputer
Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek
gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena mahalnya
biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.
PENATALAKSANAAN KOLELITIASIS
A. TINDAKAN OPERATIF
1. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan
pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli
menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent
stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat
bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan
berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes
Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.
1. Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang
saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi
yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah
o
Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan
o
Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai,
kesulitan teknik operasi dan
o
Tersangka adanya pankreatitis.
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan
kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.
B. DIETETIK
Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi
istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil
kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan
secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh. 1
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu
tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan
gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.3
Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka
diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan
sangat membantu.
Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :
-Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
-Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.
-Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
-Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.
Perawatan dan pantangan
1. Kurangi makanan berlemak untuk mencegah serangan.
2. Hindari makanan yang digoreng, daging kambing, daging babi, bumbu-bumbu yang
merangsang, dan makanan yang kadar gulanya tinggi.
3. Hindari makanan yang menimbulkan gas, seperti kol, sawi, lobak, rinentimun, ubi, nangka,
durian, serta minuman yang mengandung soda dan alkohol.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis,
koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses
hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan
mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal
DAFTAR PUSTAKA
1. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku
Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
2. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel DW,
Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B. Lippincot Come; 1991 :
94 : 1996 84.
3. Lesmana, L.A, 1995, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
I ed 3, hal 380 83, Balai Penerbit FK UII, Jakarta.
4. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Penerbit
Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
5. Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah, hal 71 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
6. Richard S. Snell, 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 266, Penerbit EGC,
Jakarta.
7. Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 1997. Kolelitiasis; Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed Revisi, hal.
767 733, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
8. Sherlock. S, Dooley J. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed. London :
Blackwell Scientific Publication, 1993