FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR, 8 APRIL 2016
REFERAT
SINDROMA STEVEN-JOHNSON DAN NEKROLISIS
EPIDERMAL TOKSIK
OLEH:
Nur Intan Yusuf (111 2016 0031)
A. Rizki Sundusiasih Ashari (111 2016 0033)
Pembimbing:
dr. Soraya Bakri, Sp.KK
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyebab pasti dari SSJ saat ini belum diketahui namun ditemukan
beberapa hal yang memicu timbulnya SSJ seperti obat-obatan atau infeksi virus.
Mekanisme terjadinya sindroma pada SSJ adalah reaksi hipersensitif terhadap zat
yang memicunya.
SSJ muncul biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau diminum,
dan besarnya kerusakan yang ditimbulkan kadang tak berhubungan langsung dengan
dosis, namun sangat ditentukan oleh reaksi tubuh pasien. Reaksi hipersensitif sangat
sukar diramal, paling diketahui jika ada riwayat penyakit sebelumnya dan itu kadang
tak disadari pasien, jika tipe alergi tipe cepat seperti syok anafilaktik jika cepat
ditangani pasien akan selamat dan tak bergejala sisa, namun jika SSJ akan
membutuhkan waktu pemulihan yang lama dan tidak segera menyebabkan kematian
seperti syok anafilaktik.
2
selama perjalanan penyakit. Ikut sertanya gastrointestinal dan respiratori dapat
berlanjut menjadi nekrosis. SSJ merupakan kelainan sistemik yang serius dengan
potensi morbiditas berat dan mungkin kematian. Kesalahan diagnosis sering terjadi
pada penyakit ini.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
4. Obat seperti sulfa, fenitoin atau penisilin telah diresepkan kepada lebih dari
dua pertiga pasien dengan SSJ.
5. Lebih dari setengah pasien dengan SSJ melaporkan adanya infeksi saluran
napas atas.
6. Empat kategori etiologi adalah infeksi, reaksi obat, keganasan dan idiopatik.
5
2. Stress hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin,
hiperglikemia dan glukosuriat.
3. Kegagalan termoregulasi
4. Kegagalan fungsi imun
5. Infeksi
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan
yang dapat berupa didahului panas tinggi, dan nyeri yang berkelanjutan. Erupsi
timbul mendadak, gejala bermula di mukosa mulut berupa lesi bulosa atau erosi,
eritema, disusul mukosa mata, genitalia sehingga terbentuk trias (stomatitis,
konjugtivitis, dan urethritis). Gejala prodromal tidak spesifik, dapat berlangsung
hingga 2 minggu. Keadaan ini dapat menyembuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa,
beberapa penderita mengalami kerusakan mata permanen. Kelainan pada selaput
lender, mulut dan bibir selalu ditemukan. Dapat meluas ke faring sehingga pada
kasus yang berat penderita tak dapat makan dan minum. Pada bibir sering dijumpai
krusta hemoragik. (Ilyas, 2004).
Insidensi SSJ dan NET diperkirakan 2-3% per juta populasi setiap
tahun di Eropa dan Amerika Serikat. Umumnya terdapat pada dewasa.
6
tengahnya. Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah dilepas bila digosok. Secara khas,
proses penyakit dimulai dengan infeksi non spesifik saluran napas atas.
Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar yang gawat
dan sama-sama berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat besar
dapat merembes dari kulit yang rusak. Daerah tersebut sangat rentan terhadap
infeksi, yang menjadi penyebab kematian utama akibat TEN.
Pada SSJ akan terlihat trias kelainan berupa: kelainan kulit, kelainan
selaput lendiri di orifisium, dan kelainan mata.
7
e. Infeksi merupakan penyebab scar yang berhubungan dengan
morbiditas.
f. Walaupun lesi dapat terjadi dimana saja tetapi telapak tangan, dorsal
dari tangan dan permukaan tempat yang paling umum.
g. Kemerahan dapat terjadi di bagian manapun dari tubuh tetapi yang
paling umum di batang tubuh.
8
3. Kelainan mata
Yang paling sering adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat
berupa konjungtivitis purulent, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea,
iritis, iridosiklitis.
9
1. Toxic Epidermolysis Necroticans (TEN). Sindroma Steven-
Johnson sangat dekat dengan TEN. SJS dengan bula lebih dari
30% disebut TEN.
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease). Pada
penyakit ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas
pada kulit. Biasanya mukosa terkena (Siregar, 2004).
a. Pemeriksaan laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium selain biopsy yang dapat menegakkan
diagnosis SSJ.
1) Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan jumlah leukosit yang
normal atau leukositosis yang nonspesifik. Leukositosis yang nyata
mengindikasikan kemungkinan infeksi bakteri berat. Kalau terdapat
eosinophilia kemungkinan karena alergi.
2) Kultur jaringan kulit dan darah telah disetujui karena insidensi infeksi
bakteri yang serius pada aliran darah dan sepsis yang menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas.
3) Imunofluoresensi banyak membantu membedakan sindrom Steven-
Johnson dengan penyakit kulit dengan lepuh subepidermal lainnya.
4) Kultur darah, urin, dan jaringan pada luka diindikasikan ketika dicurigai
adanya infeksi.
b. Pemeriksaan Radiologi.
c. Pemeriksaan Histopatologi.
Gambaran histopatologik sesuai dengan eritema multiform, bervarias dari
perubahan dermal yang ringan sampai nekrolisis epidermal yang menyeluruh.
Kelainan berupa:
1) Infiltrat sel mononuclear di sekitar pembuluh-pembuluh darah dermis
superfisial.
2) Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papiler.
3) Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel
subepidermal.
4) Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.
5) Spongiosis dan edema intrasel epidermis.
10
II.10. Penatalaksanaan SSJ
11
kulit tempat akan diambil darah dikompres dengan spiritus dengan kasa steril selaa
jam untuk menghindari kontaminasi.
Jika dengan terapi tersebut belum tapak perbaikan dalam 2 hari, maka
dapat diberikan transfuse darah sebanyak 300 cc selama 2 hairi berturut-turut. Efek
12
transfuse darah (whole blood) ialah sebagai imunorestorasi. Bila terdapat leukopenia
prognosisnya menjadi buruk, setelah diberi transfuse leukosit menjadi normal.
Selain itu darah juga mengandung banyak sitokin dan leukosit, jadi
meninggikan daya tahan.
Jika indikasi pemberian transfusi darah pada SSJ dan TEN yang
dilakukan ialah:
14
BAB III
KESIMPULAN
15
Penanganan SSJ dapat dilakukan dengan memberi terapi cairan dan
elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral pada penderita dengan keadaan
umum berat. Pemberian antibiotic spectrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil
biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. Penggunaan steroid
sistemik masih kontroversi, ada yang menganggap bahwa penggunaan steroid
sistemik pada anak bias menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping
yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan
menyelamatkan nyawa.
DAFTAR PUSTAKA
16