Anda di halaman 1dari 14

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal)


Ikan bandeng atau milkfish termasuk ikan yang sudah lama dikenal di
Indonesia. Ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis yang mencari makan di
permukaan dan sering dijumpai di daerah dekat pantai atau litoral. Ikan bandeng
merupakan ikan bertulang keras (Teleostei) dengan habitat di perairan payau.
Diantara Genus-nya, ikan bandeng hanya terdapat satu spesies, yaitu ikan bandeng
(Chanos chanos). Klasifikasi ikan bandeng menurut Nelson (1984) adalah:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Gonorhynchiformes
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chamos (Forskal 1775)

Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) (www.ag.auburn.edu


/fish/image_gallery/data/media/13/milk.png)

Ikan bandeng memiliki ciri ciri morfologi berupa tubuh berbentuk pipih,
sirip dorsal 13-17, sirip anal 9-11, sirip caudal 16. Ikan bandeng memiliki mulut
kecil dan tidak bergigi. Ikan bandeng dapat mencapai ukuran 30-90 cm
(Nelson 1984).
Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan yang terdapat
pada perairan dekat pantai atau pertemuan antara air laut dan air tawar (payau).
Secara geografis, ikan ini hidup di daerah tropis maupun sub-tropis pada batas
300 LU 400 LS. Ikan bandeng tersebar di perairan Indo-Pasifik mulai dari pantai
timur Afrika, laut merah, pantai barat dan timur India, Asia Tenggara, bagian

selatan Jepang, pantai utara Australia, sampai ke pantai barat California, dan
Meksiko (Saparinto 2009).
Ikan bandeng sudah lama dikenal di negara Indonesia sebagai ikan yang
banyak dipelihara di tambak yang tersebar hampir di seluruh pulau besar di
Indonesia (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi). Ikan ini telah banyak
dikonsumsi masyarakat baik ikan segar maupun dalam bentuk olahan. Ikan ini
juga dipelihara di Filipina dan Taiwan. Ikan bandeng ini ditempat lain disebut
banding, mulch, agam (Sumatera), bolu (Bugis), bangos (Filipina) dan sabahi
(Taiwan) (Saparinto 2009).

2.2 Kandungan Gizi Ikan Bandeng


Bandeng merupakan komoditas perikanan payau yang rasanya cukup enak
dan digemari masyarakat. Selain itu ikan bandeng mempunyai nilai gizi yang
tinggi, aman dan sehat dimakan. Kandungan gizi ikan bandeng dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi ikan bandeng per 100 g bahan


Kandungan Gizi Jumlah Satuan
Air 66 g
Kalori 129 Kal
Protein 20 g
Lemak 4,8 g
Ca 20 mg
P 150 mg
Fe 2 mg
Vitamin A 150 SI
Vitamin B1 0,05 mg
Vitamin C - -
Bidd 80 g
Sumber: Saparinto (2009)

Dikarenakan kandungan gizi-nya yang cukup baik, ikan bandeng telah


sejak lama dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Pengolahan ikan bandeng
sebagai bahan makanan antara lain bandeng presto, bandeng cabut duri, bandeng
bakar, bandeng asap (Saparinto 2009).

2.3 Kulit Ikan


Kulit ikan sama seperti vertebrata yang lain, terdiri dari dua jaringan, yaitu
bagian luar yang disebut epidermis dan bagian dalam yang disebut dermis
(corium). Sisik menempel pada kulit ikan yang berfungsi sebagai pelindung dari
7

kerusakan mekanis, seperti benturan pada ikan. Kulit ikan mengandung


air 69,6 %, protein 26,9 %, abu 2,5 % dan lemak 0,7 % (Koehler 1990).
Bagian-bagian dari kulit ikan dapat dilihat pada Gambar 2.

1
2
3
4

Gambar 2. Bagian-bagian dari Kulit Ikan (1= epidermis; 2= dermis/ corium;


3= jaringan ikat; 4= otot rangka) (Koehler 1990)

Pemanfaatan kulit ikan tidak hanya terbatas sebagai bahan pangan tetapi
juga untuk produk non-pangan. Kulit ikan diketahui memiliki unsur utama berupa
protein kolagen yang banyak digunakan untuk bahan baku kulit olahan serta
bahan perekat (Adawyah 2007).
Kulit ikan akan mengalami kemunduran mutu seperti bagian ikan yang
lain ketika ikan mati. Kulit ikan rentan terhadap kerusakan akibat aktivitas bakteri
dan enzim sehingga diperlukan pengetahuan mengenai kemuduran mutu pada
kulit ikan serta untuk menstabilkannya (Gimenez et al. 2005). Enzim-enzim yang
banyak berperan dalam kemunduran mutu kulit seperti halnya pada ikan adalah
enzim-enzim proteolitik seperti enzim katepsin dan kolagenase (Haard 1994).

2.4 Mutu Ikan


Mutu ikan adalah ciri-ciri dari ikan yang memenuhi permintaan atau batas
toleransi dari konsumen. Mutu ikan sangat penting karena merupakan sesuatu
yang bersifat mutlak untuk pemanfaatan ikan baik sebagai bahan pangan maupun
sebagai bahan baku industri. Mutu ikan berkaitan dengan kesegaran ikan.
Ikan yang segar mempunyai dua pengertian, yang pertama adalah ikan yang baru
saja ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan. Kedua, ikan yang mutunya masih
baik, disimpan atau diawetkan dan mempunyai mutu yang tidak berubah serta
belum mengalami kemunduran mutu baik secara fisik, kimia maupun biologis,
misalnya ikan-ikan yang disimpan dingin atau beku (Huss 1995).
8

Tingkat kesegaran memberikan kontribusi utama terhadap mutu ikan.


Kesegaran ikan sangat penting bagi mutu dari produk yang dihasilkan pada semua
produk perikanan. Secara umum, ada dua metode utama yang biasa digunakan
untuk menilai kesegaran dan mutu ikan, yaitu metode sensori (subyektif) dan
non-sensori (obyektif) (Robb 2002).
Mutu suatu komoditas meliputi unsur-unsur mutu yang terlihat dan
tersembunyi serta dapat diukur dan tidak dapat diukur. Unsur mutu terdiri dari
3 kategori (Soekarto 1990), yaitu:
(1) Sifat mutu, yaitu sifat yang dapat diukur langsung secara subyektif atau
obyektif;
(2) Parameter mutu, yaitu besaran yang mencirikan sifat mutu suatu produk;
(3) Faktor mutu, yaitu hal-hal yang tidak dapat diukur dan diamati secara
langsung, seperti varietas, faktor genetik dan asal daerah.
Ikan yang masih segar dapat ditentukan dengan beberapa parameter
kesegaran ikan. Parameter-parameter tersebut merupakan standar mutu ikan.
Parameter-parameter tersebut didapat dari sifat atau ciri fisika, kimia serta
aktivitas mikrobiologis pada ikan yang menyebabkan ikan mengalami
kemunduran mutu. Standar mutu ikan dapat dijadikan acuan untuk menentukan
kesegaran ikan. Berikut ciri-ciri fisik ikan segar dan ikan yang mulai membusuk
pada Tabel 2.

Tabel 2. Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai busuk


Ikan Segar Ikan Mulai Busuk
Kulit
- Warna kulit terang dan jernih - Kulit berwarna suram, pucat dan
Kulit masih kuat membungkus berlendir banyak
tubuh, tidak mudah sobek, - Kulit mulai terlihat mengendur di
terutama pada bagian perut beberapa tempat tertentu
- Warna-warna khusus yang masih - Kulit mudah sobek dan
ada dan terlihat jelas warna-warna khusus sudah hilang

Sisik
- Sisik menempel kuat pada tubuh - Sisik mudah terlepas dari tubuh
sehingga sulit dilepas

Mata
- Mata tampak terang, jernih, - Tampak suram, tenggelam dan
menonjol dan cembung berkerut
9

Ikan Segar Ikan Mulai Busuk


Insang
- Insang berwarna merah sampai - Insang berwarna cokelat suram
merah tua, terang dan lamela atau abu-abu dan lamella insang
insang terpisah berdempetan
- Insang tertutup oleh lender - Lendir insang keruh dan berbau
berwarna terang dan berbau segar asam, menusuk hidung
seperti bau ikan
Daging
- Daging kenyal - Daging lunak
- Daging dan bagian tubuh lain - Daging dan bagian tubuh lain
berbau segar mulai berbau busuk
- Bila daging ditekan dengan jari - Bila daging ditekan dengan jari
tidak tampak bekas lekukan tampak bekas lekukan
- Daging melekat pada tulang - Daging mudah lepas dari tulang
- Daging perut utuh dan kenyal - Daging perut lunak dan isi perut
- Warna daging putih sering keluar
- Daging berwarna kuning
kemerahan-merahan terutama di
sekitar tulang punggung

Bila Ditaruh dalam Air


- Ikan segar akan tenggelam - Ikan yang sudah sangat busuk
akan mengapung

Sumber: Adawyah (2007)

Selain ciri-ciri fisik, kesegaran ikan dapat dilihat dari parameter kimia
(kadar air, pH, total volatile base (TVB), TBA, kadar histamin) dan aktivitas
mikrobiologisnya. Badan Standarisasi Nasional (BSN) memberikan suatu standar
dalam menentukan mutu ikan. Berikut persyaratan mutu ikan segar berdasarkan
SNI 01-2729-2006 (BSNa 2006) pada Tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan mutu ikan segar


Jenis Uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Angka (1 9) Minimal 7
b. Cemaran mikroba*:
- ALT Koloni/g Maksimal 5,0 x 105
- Escherichia coli APM/g Maksimal < 2
- Salmonella APM/25 g Negatif
- Vibrio Cholerae APM/25 g Negatif
c. Cemaran kimia*:
- Raksa (Hg) mg/Kg Maksimal 0,5
- Timbal (Pb) mg/Kg Maksimal 0,4
- Histamin mg/Kg Maksimal 100
- Cadmium (Cd) mg/Kg Maksimal 0,1
d. Parasit* Ekor Maksimal 0
*) Bila Diperlukan
Sumber: BSNa (2006)
10

2.5 Kemunduran Mutu Ikan


Kemunduran mutu pada ikan terjadi setelah ikan itu mati (post mortem).
Setelah ikan mati, akan terjadi perubahan pada ikan yang menuju kepada
kebusukan. Kemunduran mutu yang terjadi pada ikan disebabkan oleh beberapa
hal seperti, aktivitas mikrobiologi, aktivitas enzim, oksidasi lipid dan
reaksi browning. Berikut perubahan yang terjadi setelah ikan mati menurut
Eskin (1990) pada Gambar 3.

Sirkulasi darah terhenti


Ikan mati

Sistem syaraf dan Suplai vitamin,


antioksidan Suplai oksigen Keseimbangan Akumulasi
hormon terhenti
terhenti osmotik rusak bakteri
terhenti

Potensial redoks
Penurunan Suhu menurun

Respirasi aerob terhenti


Respirasi anaerob terjadi
(glikogen CO2)
Pemadatan lemak (glikogen asam laktat)

Penguraian fosfat berenergi Penurunan pH


tinggi

Kemunculan Denaturasi Pembebasan dan


rigor mortis protein pengaktifan katepsin

Protein melepaskan Ca2+


dan mengikat K+

Oksidasi lemak Akumulasi metabolit, Perubahan Penguraian Pertumbuhan


dan ketengikan pemicu flavour, dll. warna protein bakteri

Gambar 3. Perubahan akibat terhentinya aliran darah setelah ikan mati


(Eskin 1990)
11

Perubahan pasca kematian ikan (post mortem) terjadi setelah ikan mati dan
aliran darah terhenti. Hasil dari terhentinya peredaran darah adalah serangkaian
reaksi yang sangat kompleks dalam otot. Pengaruh yang cepat dari berhentinya
peredaran darah dan penghilangan darah dari jaringan otot adalah kurangnya
pemasukan oksigen ke dalam jaringan. Akibatnya jaringan tidak mampu
membentuk kembali adenosin trifosfat (ATP) sebagai bahan energi sel, karena
mekanisme transport elektron dan fosforilasi oksidatif segera terhenti. Hal ini
menyebabkan respirasi anaerob yang menghasilkan asam laktat pada sel sehingga
pH turun. Setelah pH turun, enzim proteolitik terutama katepsin akan bebas dan
aktif kemudian mendegradasi protein. Pemecahan protein akan memacu
pertumbuhan bakteri sehingga ikan akan semakin menunjukkan tanda-tanda
kebusukan (Eskin 1990).
Proses kemunduran mutu ikan berlangsung cepat dikarenakan ikan
merupakan bahan pangan yang cepat membusuk (highly perishable foods).
Kecepatan kemunduran mutu ikan tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi spesies, ukuran, jenis kelamin.
Faktor eksternal meliputi kondisi pembudidayaan, penanganan pasca panen serta
sifat-sifat biokimia ikan (DKP dan JICA 2008).
Proses kemunduran mutu ikan terbagi menjadi beberapa fase sesuai
dengan urutan perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati.
Fase kemunduran mutu tersebut secara umum menurut Junianto (2003) adalah:
fase pre rigor, rigor mortis, post rigor dan busuk. Fase-fase ini berkaitan erat
dengan perubahan fisik, biokimiawi dan aktivitas bakteri yang diakibatkan
terhentinya aliran darah setelah ikan mati.

2.5.1 Pre rigor


Fase pre rigor merupakan perubahan yang terjadi pertama kali ketika ikan
mati. Perubahan ini ditandai dengan pelepasan lendir dari permukaan dibawah
kulit ikan. Perubahan ini terjadi karena terhentinya peredaran darah yang
membawa oksigen dan energi untuk kegiatan metabolismenya. Meskipun ikan
telah mati namun masih terjadi proses enzimatis. Proses ini berjalan tanpa kendali
sehingga terjadi perubahan biokimia yang luar biasa (Yunizal dan Wibowo 1998).
12

Pada fase ini, terjadi penurunan kadar ATP dan kreatin fosfat serta
perubahan glikogen menjadi asam laktat akibat respirasi anaerob. Hal ini akan
menyebabkan turunnya pH pada ikan pada tahap selanjutnya. Tahap ini biasanya
akan terjadi 1-7 jam setelah ikan mati (Adawyah 2007).

2.5.2 Rigor mortis


Fase selanjutnya adalah fase rigor mortis. Pada fase ini daging ikan
menjadi lebih keras dari sebelumnnya. Daging ikan menjadi lebih keras
dikarenakan terjadinya penggabungan protein aktin dan miosin menjadi kompleks
aktin dan miosin yang bersifat irreversible (DKP dan JICA 2008). Pada fase ini
belum terjadi aktivitas bakteri yang berarti, pH ikan masih turun dikarenakan
penumpukan asam laktat sehingga bakteri belum bisa tumbuh dengan baik
(Adawyah 2007).
Fase rigor mortis dianggap penting dalam industri perikanan. Hal ini
karena fase ini dapat dijadikan petunjuk bahwa ikan masih segar. Fase ini
dihindari pada industri fillet ikan karena daging ikan menjadi keras dan sulit untuk
dilakukan pem-fillet-an (Huss 1995).

2.5.3 Post rigor


Setelah fase rigor mortis berakhir, ikan akan mengalami fase post rigor
dimana daging ikan menjadi lemas kembali. Fase ini merupakan awal dari
kebusukan ikan. Pada awalnya fase ini akan meningkatkan derajat penerimaan
konsumen dikarenakan daging ikan akan lemas kembali. Setelah itu akan terjadi
autolisis oleh enzim sehingga terjadi pendegradasian protein. Bakteri tumbuh
pesat dikarenakan pH ikan mulai naik akibat degradasi protein oleh enzim yang
menyediakan nutrien protein sederhana bagi bakteri (Huss 1995).
Proses autolisis oleh enzim mulai berlangsung pada tahap post rigor.
Autolisis serta aktivitas bakteri juga akan menaikkan tingkat basa volatil yang
terdapat pada ikan. Hal ini akan menyebabkan perubahan tekstur, rasa serta bau
pada ikan (Poli et al. 2005).

2.5.4 Busuk
Fase busuk menandai akhir dari kemunduran mutu pada ikan dimana ikan
tidak dapat lagi dikonsumsi. Fase ini ditandai dengan meningkatnya bakteri
13

pembusuk pada ikan. Tekstur, rasa dan bau sudah tidak dapat diterima lagi oleh
konsumen.
Fase busuk ditandai dengan perubahan yang jelas pada tubuh ikan. Akan
terjadi perubahan baik pada tekstur, rasa dan bau ikan. Nilai pH ikan akan naik
akibat basa volatil yang terus menumpuk serta aktivitas bakteri yang meningkat
pesat (Huss 1995).
Proses kemunduran mutu kesegaran ikan akan terus berlangsung jika tidak
dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal,
baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri
maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia.
Faktor biologis (internal) tidak mudah ditangani karena berkaitan dengan sifat
ikan itu sendiri. Meski begitu, dalam beberapa hal beberapa tindakan dapat
dilakukan. Misalnya, untuk ikan budidaya dipuasakan lebih dulu paling tidak
4 jam sebelum dipanen sehingga ikan tidak dalam kondisi kenyang ketika
dipanen. Usaha yang paling dapat dilakukan adalah menangani faktor eksternal
karena berkaitan dengan tindakan dan lingkungan yang diberikan (Junianto 2003).
Sifat ikan yang mudah rusak merupakan masalah bagi pemanfaatan ikan.
Apalagi bila ikan akan didistribusikan ke tempat yang jauh dari tempat
penangkapan maupun tempat budidaya ikan. Untuk menjaga mutu ikan yang
cepat menurun, dua strategi dasar telah dikembangkan di seluruh dunia, yaitu
penyimpanan dingin (chilling) dan penyimpanan beku (frozen)
(FAO 2007 diacu dalam Medina et al. 2009). Produk yang disimpan dalam suhu
dingin ((-1)-5 0C) dan suhu beku ((-30) 0C atau lebih rendah lagi) mendominasi
pasar produk perikanan saat ini dan terus berkembang. Penyimpanan dingin dan
beku diketahui dapat mencegah aktivitas bakteri namun kurang efektif untuk
mencegah autolisis akibat enzim pada ikan (Huss 1995).

2.6 Metode Penentuan Kesegaran Ikan


Kesegaran merupakan tolak ukur untuk membedakan ikan yang bermutu
baik dan tidak. Penentuan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor sensori, kimia
dan mikrobiologi. Berdasarkan kesegarannya ikan dapat digolongkan menjadi
empat kelas mutu, yaitu ikan yang tingkat kesegarannya baik sekali (prima), ikan
14

yang kesegarannya baik (advanced), ikan yang kesegarannya mundur (sedang),


ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk) (Adawyah 2007).
Penentuan ikan secara sensori/organoleptik merupakan cara yang mudah,
cepat dan praktis. Cara organoleptik merupakan cara penilaian dengan hanya
menggunakan panca indera manusia. Metode ini termasuk ke dalam metode
subyektif. Penilaian secara organoleptik dapat menggunakan standar penilaian
organoleptik SNI 01-2346-2006 yang dibuat oleh Badan Standarisasi Nasional
(BSN) (BSNb 2006).
Metode penentuan kesegaran ikan secara kimia yang biasa dilakukan
adalah pengukuran pH ikan, analisis kandungan basa-basa volatil (TVB).
Sedangkan untuk analisis mikrobiologi menggunakan total plate count (TPC).
Nilai pH dapat dijadikan ukuran kesegaran ikan karena ikan yang sudah tidak
segar akan memiliki pH yang tinggi (basa). Hal ini disebabkan reaksi biokimiawi
yang terjadi pada ikan (Adawyah 2007).
Parameter kimia lain yang sering digunakan adalah kandungan basa-basa
volatil atau total volatile base (TVB). Nilai TVB dapat dijadikan sebagai
parameter indeks kesegaran ikan karena basa volatil terakumulasi dalam daging
ikan sampai pada tahap kebusukan. Adapun batas penerimaan ikan ditinjau dari
kandungan TVB, yaitu sebesar 20-30 mg N/100 g ikan. Hal ini dipengaruhi oleh
jenis ikan. Berikut tingkat kesegaran ikan berdasarkan TVB menurut
Farber (1965), yaitu:
- Ikan sangat segar dengan kandungan TVB 10 mg N/100 g atau lebih kecil;
- Ikan segar dengan kadar TVB sebesar 10 20 mg N/100 g;
- Ikan yang berada pada garis batas kesegaran yang masih dapat dikonsumsi
dengan kadar TVB 20 30 mg N/100 g;
- Ikan busuk yang sudah tidak dapat dikonsumsi lagi oleh manusia dengan
kadar TVB lebih besar dari 30 mg N/100 g.
Pengujian secara mikrobiologi dapat dilakukan dengan penentuan
total plate count (TPC). Penentuan TPC dilakukan dengan menghitung jumlah
total koloni bakteri kemudian dibandingkan dengan standar mutu ikan segar.
Selain dari analisis secara organoleptik, nilai pH, TVB dan TPC, penentuan
kesegaran ikan dapat dilakukan dengan aanlisis kandungan biogenik amin,
15

hipoksantin, dimetil amin, trimetil amin, amoniak, oksidasi lipid dan nilai K
(Huss 1995; Adawyah 2007).

2.7 Enzim
Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalis dan dapat
mempercepat reaksi (Campbell dan Farrell 2007). Suatu reaksi kimia khususnya
antara senyawa organik yang dilakukan dalam laboratorium membutuhkan suatu
kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan waktu dan
lain-lain. Apabila salah satu kondisi tidak terpenuhi maka reaksi tidak akan
terjadi. Pada mahkluk hidup, proses ini dapat berlangsung dengan baik tanpa
suhu tinggi dan terjadi dalam waktu relatif singkat karena adanya katalis berupa
enzim. Enzim dapat mempercepat reaksi 108-1011 kali lebih cepat dibanding
reaksi yang dilakukan tanpa enzim. Enzim memiliki cara kerja dengan kekhasan
yang tinggi dimana enzim hanya akan bekerja pada substrat tertentu
(lock and key) (Poedjiadi 1994).
Enzim diketahui merupakan salah satu penyebab kemunduran mutu pada
ikan. Enzim yang berperan dalam kemunduran mutu ikan merupakan jenis enzim
proteolitik. Enzim ini bekerja dengan substrat protein. Enzim ini berperan dalam
pendegradasian jaringan tubuh ikan yang sebagian besar merupakan protein.
Enzim proteolitik juga diketahui mempercepat pertumbuhan bakteri pembusuk
pada ikan dengan mendegradasikan protein pada jaringan tubuh ikan menjadi
lebih sederhana dan menjadi sumber nutrien bagi bakteri pembusuk (Huss 1995).
Enzim-enzim yang berperan dalam kemunduran mutu ikan telah berhasil
diketahui. Enzim-enzim ini merupakan enzim proteolitik yang menyebabkan
autolisis pada ikan. Secara umum enzim proteolitik yang menyebabkan
kemunduran mutu pada tubuh ikan dapat dilihat pada Tabel 4.
16

Tabel 4. Jenis-jenis enzim autolisis pada ikan


Enzim Substrat Perubahan yang Pencegahan
terjadi
Enzim glikolitik Glikogen Produksi asam laktat Penyimpanan
ATP dan penurunan pH suhu dingin
daging, gaping
Nukleotidase ADP Kehilangan rasa Penyimpanan
AMP kesegaran, suhu dingin
IMP hipoksantin
Katepsin Protein, peptida Pelunakan jaringan Penanganan ikan
dengan baik
Karboksipeptidase Protein, peptida Autolisis jaringan Penyimpanan
pencernaan (belly suhu beku
bursting)
Kalpain Protein miofibril Pelunakan daging Penghilangan
kalsium
Kolagenase Jaringan ikat Pelunakan jaringan, Penyimpanan
gaping suhu dingin
TMAO dimetilase TMAO Formaldehida Penyimpanan
suhu beku
Sumber: Huss (1995)

2.7.1 Enzim katepsin


Enzim katepsin merupakan enzim yang berperan dalam kemunduran mutu
ikan. Beberapa enzim lain diketahui memiliki hubungan dengan kemunduran
mutu ikan namun enzim katepsin merupakan enzim yang paling banyak
ditemukan dalam jaringan tubuh ikan. Enzim katepsin merupakan enzim protease
yang ditemukan tersimpan dalam organel sel yang bernama lisosom. Pada ikan
yang masih hidup, enzim katepsin tidak aktif namun langsung aktif ketika ikan
mati (Huss 1995).
Enzim katepsin tersimpan dalam lisosom sehingga enzim ini dinamai juga
enzim lisosom proteinase. Enzim katepsin terdiri dari beberapa jenis, seperti
katepsin A, katepsin B, katepsin C, katepsin D, katepsin H dan katepsin L. Enzim
katepsin bekerja optimum pada kisaran pH asam. Daging ikan mengadung
katepsin D lebih banyak dibandingkan dengan mamalia lain. Katepsin A, B, C, H
dan L termasuk ke dalam serin proteinase, sedangkan katepsin D termasuk ke
dalam aspartat proteinase. Berikut jenis-jenis enzim lisosom proteinase yang
terdapat pada ikan pada Tabel 5.
17

Tabel 5. Jenis-jenis enzim lisosom proteinase pada Ikan


Enzim Famili Aktivitas Asal enzim pH Kemampuan
optimum degradasi
Katepsin B Sistein Endopeptidase Otot dari 6,5-7 Miosin dan
berbagai miofibril
spesies ikan
Katepsin H Sistein Endopeptidase Otot ikan 7 Miosin
salmon

Katepsin J Sistein Endopeptidase - - -

Katepsil L Sistein Endopeptidase Otot ikan - Miosin dan


salmon dan miofibril
mackerel
Dipeptidil Sistein Eksopeptidase Otot - -
peptidase berbagai
(Katepsin C) spesies ikan

Katepsin D aspartat Eksopeptidase Otot 3,5 Aktin dan


berbagai miosin
spesies ikan

Dipeptidil Sistein Eksopeptidase


peptidase II - - -
karboksi-
peptidase
Karboksi- Serin Eksopeptidase Otot dari 5-6 -
peptidase A berbagai
(Katepsin A spesies ikan
dan I)
Katepsin S Sistein Eksopeptidase Otot - -
mackerel
Sumber : Goll et al. (1989) diacu dalam Shahidi dan Botta (1994)

2.7.2 Enzim kolagenase


Enzim kolagenase secara umum didefinisikan sebagai enzim yang mampu
mendegradasi ikatan polipeptida. Enzim ini dibagi menjadi dua tipe yang berbeda
berdasarkan fungsi fisiologisnya. Serin kolagenase berkaitan dengan produksi
hormon dan farmakologi-peptida aktif sebagai fungsi seluler. Fungsi tersebut
meliput pencernaan protein, penggumpalan darah, fibrinolisis, aktivasi kompleks
dan fertilisasi. Enzim tipe ini digunakan secara luas dalam industri kimia, obat,
makanan dan eksperimen biologi molekuler. Tipe kedua dari enzim ini adalah
metalokolagenase yang terdiri dari zinc yang membutuhkan kalsium untuk
18

kestabilan. Metalokolagenase termasuk ke dalam enzim ekstraseluler yang berat


molekulnya bervariasi dari 30-150 kDa (Kim et al. 2002).
Enzim kolagenase merupakan enzim dari famili metaloprotease peptidase
yang bekerja pada substrat kolagen. Pengaturan dari enzim kolagenase
merupakan proses yang kompleks namun enzim kolagenase disintesis dan
disekresikan pada jaringan ikat (Hagen et al. 2008). Enzim ini memiliki sifat
yang stabil pada suhu rendah dan kehilangan aktivitasnya pada suhu diatas 40oC
(Shahidi dan kamil 2001).

2.8 Peranan Enzim Katepsin dan Kolagenase dalam Kemunduran Mutu


Ikan
Enzim katepsin dan enzim kolagenase berperan dalam kemunduran mutu
ikan. Enzim katepsin dan kolagenase berperan dalam autolisis jaringan ikan.
Enzim katepsin mendegradasi terutama bagian daging ikan sedangkan kolagenase
mendegradasi jaringan ikat pada ikan. Kedua enzim ini memiliki hubungan yang
sejalan dengan kemunduran mutu ikan (Hagen et al. 2008).
Aktivitas katepsin pada kemunduran telah banyak diteliti dan diketahui
bahwa katepsin berperan dalam degradasi protein dan pelunakan daging ikan.
Katepsin dapat mendegradasi banyak jenis protein. Katepsin B berperan dalam
degradasi miosin rantai panjang, troponin I dan T. Katepsin B diketahui dapat
mendegradasi protein kolagen. Katepsin L mendegradasi sebagian besar struktur
protein miofibril seperti aktin dan miosin. Katepsin H berperan dalam
mendegradasi troponin I. Enzim katepsin mulai aktif ketika pH ikan turun
dikarenakan enzim ini memiliki pH optimum pada kisaran pH asam
(Hagen et al. 2008).
Enzim kolagenase berperan dalam autolisis jaringan ikat pada ikan.
Kolagenase menyebabkan kerusakan daging ikan dengan peristiwa gaping atau
pecahnya miotom pada daging ikan sehingga mempercepat kemunduran mutu
pada ikan. Enzim ini juga berperan dalam pelunakkan daging ikan dan
pemendekan otot ikan. Pada kemunduran mutu ikan, enzim kolagenase akan
mendegradasi protein kolagen yang menyebabkan pelunakan awal dari jaringan
ikan (Sato et al. 1997 diacu dalam Hernandez-herrero et al. 2003).

Anda mungkin juga menyukai