Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEWARGANEGARAAN SISTEM
MEMBANGUN BANGSA

OLEH
YUSKARTIKA FUNGSIONAL

AKBID WIRA HUSADA NUSANTARA MALANG


2016

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT hingga


saat ini masih memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal,
sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini
dengan judul Membangun bangsa melalui Pendidikan tepat
pada waktunya. Terimakasih pula kepada semua pihak yang
telah ikut membantu hingga dapat disusunnya makalah ini.
Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini
membahas tentang pendidikan dan problematika di
Indonesia,pendidikan budi pekerti dan degradasi,karakter
bangsa yang sesungguhnya,dan pendidikan terpadu serta
mahasiswa sebagai agen perubahan. Akhirnya saya sampaikan
terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan saya
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri
dan khususnya pembaca pada umumnya.
Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan
kekurangan. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan
kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan dari para
pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalahmakalah lainnya pada waktu mendatang.
malang
penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar ............................................................................................i


Daftar isi ......................................................................................................ii
Bab I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar belakang ........................................................................................1
B. Rumusan masalah ....................................................................................2
C. Tujuan penelitian ................................................................................... 3
Bab II PEMBAHASAN .4
A.Pendidikan dan problematika si Indonesia..4
B. Pendidikan budi pekerti dan degradasi moral.5
C. Karakter bangsa yang sesungguhnya.6
D. Pendidikan Terpadu7
E. Peran mahasiswa sebagai agen perubahan..8

Bab III PENUTUP.........................................................................................12


A. Kesimpulan ............................................................................................12
B. Saran .....................................................................................................12
Daftar pustaka ............................................................................................13

MAKALAH - Membangun Bangsa Melalui


Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu program negara yang mempunyai fungsi
dan tujuan yang nyata. Pendidikan berfungsi untuk membentuk watak dan
karakter bangsa yang bermartabat serta mengembangkan kemampuan yang
dimiliki oleh setiap warganya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan sikap individu (peserta didik) agar
menjadi manusia yang setuhnya, maksudnya yaitu manusia yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berilmu, mandiri, serta bertanggung jawab.
Oleh sebab itu, tujuan yang luhur itu harus benar-benar mendapat perhatian
khusus agar bangsa ini tidak dipandang sebagai bangsa yang kehilangan
karakternya.
Sudah lebih dari sengah abad bangsa Indonesia merdeka, tapi sampai saat
ini bangsa Indonesia masih mengalami degradasi karakter kebangsaan.
Meningkatnya tindak kriminal dan semakin menjadi-jadinya korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN) di bangsa ini menunjukan bahwa masyarakat Indonesia sedang
kehilangan
jati
diri.
Belum lagi ancaman disintegrasi bangsa yang menggejala di berbagai daerah
semakin menguatkan bahwa bangsa ini sedang mengalami kriris karakter
kebangsaan.
Pendidikan yang semestinya menjadi motor perbaikan sekaligus
pembentukan karakter bangsa justru mengalami kegagalannya. Meskipun
mengalami kegagalan, pendidikan masih menjadi sarana yang paling efektif untuk
membentuk karakter bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Reorientasi
pendidikan dengan mendorong peran pemerintah lebih optimal serta revitalisasi
pendidik merupakan langkah awal yang harus ditempuh untuk menjadikan
pendidikan sebagai motor perbaikan dan pembentukan karakter bangsa

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana problematika pendidikan yang terjadi di Indonesia saat ini?


2. Bagaimana pendidikan budi pekerti yang ada di Indonesia saat ini?
3 Bagaimana karakter bangsa Indonesia itu sendiri?
4. Bagaimana fungsi dari pendidikan terpadu dalam permasalahan pendidikan
yang ada di Indonesia?
5.Bagaimana peran mahasiswa dalam dunia pendidikan?

1.
2.
3.
4.
5.

C Tujuan Penulisan
Untuk Mengetahui pengertian hakekat pendidikan itu sendiri dan keadaan
pendidikan pada saat ini yang terjadi di Indonesia.
Mengetahui pendidikan budi pekerti dan hubungannya dengan degeredasi moral
yang nyata terjadi di Indonesia.
Mengetahui karakter bangsa indonesia yang sesungguhnya.
Mengetahui fungsi pendidikan terpadu dalam menyelesaikan permasalahan
pendidikan di Indonesia.
Mendeskripsikan peranan mahasiswa sebagai agent of change.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan dan Problematika Pendidikan di Indonesia


B.
Pendidikan berasal dari bahasa Inggris yaitu education, berakar dari
bahasa Latin educare yang berarti pembimbingan berkelanjutan (to led
forth). Jika diperluas, arti etimologis itu mencerminkan adanya pendidikan yang
berlangsung secara terus menerus dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya
sepanjang keberadaan kehidupan manusia. Sedangkan secara teoritis, ada
pendapat yang mengatakan bahwa pada umumnya pendidikan bagi manusia itu
berlagsung sejak 25 tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu diartikan bahwa
sebelum menikah, ada kewajiban bagi siapa pun untuk mendidik diri sendiri
terlebih dahulu sebelum mendidik anak keturunannya. Secara praktis ada
pendapat yang mengatakan bahwa bagi manusia individual, pendidikan itu telah
dimulai sejak bayi lahir, bahkan sejak bayi itu berada di dalam kandungan sang
ibu. Melihat dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan
pendidikan itu melekat erat pada dan di dalam diri manusia sepanjang jaman.
Jadi pendidikan adalah masalah khas manusia. Artinya adalah hanya
manusialah yang mempunyai persoalan pendidikan sepanjang manusia tersebut
hidup. Sedangkan makhluk lain hidup dalam keadaan yang relatif stabil tanpa
adanya sebuah perubahan yang berarti, apalagi perkembangan. Kita ambil contoh
adalah ayam. Ketika ayam baru saja menetas dari telurnya bisa langsung hidup
mencari makan sendiri secara naluriah. Berbeda sekali dengan manusia. Ketika
bayi baru lahir, dia masih berada dalam kondisi yang labil dan terus menerus
melakukan perubahan dan perkembangan, baik secara fisik maupun piskisnya.
Agar menjadi manusia yang bisa diandalkan maka sejak kecil manusia harus
dikenalakan dengan pendidikan. Palaksanaan pendidikan dilakukan oleh dan
untuk dirinya sendiri, dengan sasaran mengembangkan pengetahuan serta
menyusun teori-teori keilmuan dan sistem teknologi. Sasaran pendidikan itu
berfungsi sebagai alat, sarana, dan jalan untuk membuat perubahan menuju
perkembangan hidup. Pda titik inilah manusia mewujudkan dirinya sebagai
mahluk pendidikan.
Pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan dari usaha bangsa kita untuk
membangun suatu masyarakat Indonesia baru dengan berdasarkan kebudayaan
nasional. Berbagai krisis yang terjadi menunjukkan bahwa masih adanya

kekurangan dalam perubahan yang terjadi. Pendidikan Indonesia dewasa ini telah
terlempar dari kebudayaan, dan telah menjadi alat dari suatu orde ekonomi, atau
alat sekelompok penguasa untuk mewujudkan cita-citanya yang tidak selalu sesuai
dengan tuntutan masyarakat (Tilaar, 2000).
Jalal dan Supriyadi (2001) mengidentifikasi ada lima kelompok
besar isu strategis yang masing-masing isu tersebut mengandung dimensi-dimensi
ekonomi, politik, budaya, sosial, dan hukum. Isu pertama, lemahnya kemampuan
masyarakat dalam bidang pendidikan. Di samping lemahnya kemampuan
finansial, masyarakat juga belum memiliki prasyarat kemampuan sosial, kultural,
serta kemauan politik yang cukup untuk memprioritaskan pendidikan. Kedua,
lemahnya kemampuan sistem pendidikan nasional. Sebagai suatu sistem,
pendidikan nasional belum memiliki kemampuan cukup untuk memberikan
layanan terbaik bagi masyarakatnya. Struktur dari sistem yang baru belum jelas,
budaya pendukungnya juga belum jelas, inkonsistensi dalam peraturan
perundangan masih mungkin terjadi. Di samping itu, secara ekonomi, masih
banyak hal yang belum baik, pemborosan dan inefisiensi masih banyak ditemui.
Isu ketiga adalah desentralisasi pendidikan. UU No. 22 tahun 1999 sudah mulai
dilaksanakan, namun dalam hal urusan pendidikan belum mencapai tingkat
kesiapan yang memadai. Masalahnya tidak hanya terletak pada identifikasi dan
pemilahan urusan daerah dan urusan pusat, namun juga perlunya penataan sistem
organisasi, manajemen, pengembangan sumber daya manusia, sumber daya
finansial, dan lain sebagainya. Keempat, relevansi pendidikan. Apabila peran
pendidikan itu sendiri masih belum jelas, tentu saja sistem yang relevan dengan
antisipasi perkembangan sosial-budaya masyarakat, perekonomian dan struktur
ketenagakerjaannya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tatanan
politik masyarakat yang demokratis, masih membutuhkan pemikiran yang
mendasar. Kelima, akuntabilitas pendidikan. Pendidikan dituntut dapat
mempertanggung-jawabkan tugas sesuai dengan visi dan misinya kepada
masyarakat. Adalah kewajiban pendidikan untuk menyediakan layanan
pendidikan bermutu sesuai dengan sumber daya yang tersedia dan dipercayakan
kepadanya.

C. Pendidikan Budi Pekerti dan Degredasi Moral


Pengertian budi pekerti adalah mengacu pada pengertian dalam
bahasa Inggris yang diterjemahkan sebagai moralitas. Moralitas mempunyai
beberapa arti, diantaranya adalah adat istiadat, perilaku, dan sopan santun. Namun

1.
2.

1.
2.

3.
4.
5.
6.

pengertian budi pekerti hakiki adalah perilaku. Sementara itu menurut draft
kurikukum barbasis kompetesi (2001), budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku
manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma
agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun, norma budaya dan adat
istiadat masyarakat. Budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang
diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan,
dan kepribadian peserta didik.
Budi pekerti berinduk pada etika atau filsafat moral. Secara etimologis,
kata etika sangat dekat dengan moral. Etika yaitu studi tentang cara penerapan hal
yang baik bagi hidup manusia, yang menurut Solomon (1984:2) mencakup dua
aspek, yaitu:
Disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya,
Nilai-nilai hidup nyata dan hukum tingkah laku manusia yang menopang
nilai- nilai tersebut.
Moral remaja rawan akan mengalami penurunan kualitas atau degradasi.
Dalam segala aspek moral, mulai dari tutur kata, cara berpakaian, dll. Degradasi
moral ini seakan luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.
Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi sangat penting. Pendidikan
karakter menjadi tumpuan harapan bagi terselamatkanya bangsa dan negeri dari
kehancuran yang lebih dalam. Meski hingga saat ini belum ada rumusan tunggal
tentang pendidikan karakter yang efektif, tetapi tidak ada salahnya jika mengikuti
nasihat
dari Character
Education
Partnership bahwa
untuk
dapat
mengimplementasikan program pendidikan karakter yang efektif, setidaknya
memenuhi beberapa prinsip berikut ini:
Komunitas sekolah mengembangkan dan meningkatkan nilai-nilai inti etika
dan kinerja sebagai landasan karakter yang baik.
Sekolah berusaha mendefinisikan karakter secara komprehensif, di
dalamnya mencakup berpikir (thinking), merasa (feeling), dan melakukan
(doing).
Sekolah menggunakan pendekatan yang komprehensif, intensif, dan proaktif
dalam pengembangan karakter.
Sekolah menciptakan sebuah komunitas yang memiliki kepedulian tinggi.
(caring)
Sekolah menyediakan kesempatan yang luas bagi para siswanya untuk
melakukan berbagai tindakan moral (moral action).
Sekolah menyediakan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang,
dapat menghargai dan menghormati seluruh peserta didik, mengembangkan

karakter mereka, dan berusaha membantu mereka untuk meraih berbagai


kesuksesan.
7.
Sekolah mendorong siswa untuk memiliki motivasi diri yang kuat
8.
Staf sekolah ( kepala sekolah, guru dan TU) adalah sebuah komunitas belajar
etis yang senantiasa berbagi tanggung jawab dan mematuhi nilai-nilai inti yang
telah disepakati. Mereka menjadi sosok teladan bagi para siswa.
9.
Sekolah mendorong kepemimpinan bersama yang memberikan dukungan
penuh terhadap gagasan pendidikan karakter dalam jangka panjang.
10. Sekolah melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya
pembangunan karakter
11. Secara teratur, sekolah melakukan asesmen terhadap budaya dan iklim sekolah,
keberfungsian para staf sebagai pendidik karakter di sekolah, dan sejauh mana
siswa dapat mewujudkan karakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
C.

Karakter Bangsa yang Sesungguhya


Karakter bangsa dalam antropologi (khususnya masa lampau) dipandang
sebagai tata nilai budaya dan keyakinan yang mengejawantah dalam kebudayaan
suatu masyarakat dan memancarkan ciri-ciri khas keluar sehingga dapat
ditanggapi orang luar sebagai kepribadian masyarakat tersebut. Memang harus
diakui bahwa bangsa kita saat ini sedang mengalami krisis karakter, Indonesia
seolah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang memiliki prinsip ideologi
kebangsaan yang eksklusif, berkebudayaan tinggi, memiliki tata krama, sopan
santun, toleransi, gotong royong, semangat juang, dan nasionalisme. Nilai-nilai
luhur yang berakar dari pengkajian kebudayaan nenek moyang kita tersebut, saat
ini telah mulai tergantikan oleh produk-produk perkembangan zaman yang
memungkinkan masuknya pengaruh-pengaruh budaya asing yang secara tidak
sadar sesungguhnya mulai menggeser eksistensi budaya bangsa Indonesia sebagai
karakter di kalangan masyarakatnya sendiri. Kita harus menyadari bahwa karakter
menjadi sangat penting bagi suatu bangsa karena ia adalah kombinasi dari
kualitas-kualitas khusus masyarakatnya yang akan membuat bangsa tersebut
berbeda dari bangsa-bangsa yang ada di dunia ini, apa jadinya suatu bangsa yang
tidak memiliki karakter? Hal-hal yang mungkin terjadi, antara lain: hilangnya
identitas nasional, mudah terombang-ambing dalam polemik yang bermuara pada
konflik, memungkinkan retaknya semangat kesatuan bangsa, hilangnya semangat
kecintaan serta kebanggaan terhadap bangsa, dan mudah dimasuki oleh tujuantujuan negatif dari negara-negara adikuasa.

Permasalahan karakter bangsa saat ini telah menjadi isu nasional,


karena hal tersebutlah yang menjadi penyebab keterpurukan bangsa Indonesia di
berbagai bidang kehidupan, sehingga memaksa pemerintah untuk melahirkan
adanya kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa yang diwujudkan
dengan dibentuknya sejumlah lembaga nasional seperti Badan Koordinasi
Pembangunan Karakter Bangsa serta Satuan Kerja Pembangunan Karakter Bangsa
dari tingkat pusat sampai daerah serta banyak dilaksanakan seminar-seminar yang
mengangkat isu karakter bangsa sebagai tajuk utamanya. Efektifkah kegiatankegiatan tersebut?
Kita memang harus tetap mengapresiasi pencapaian dari program
serta usaha-usaha pemerintah dan berbagai organisasi untuk berkontribusi dalam
usaha rediscovery of our national character/identity. Namun, mari kita melihat
menggunakan kacamata hati yang lebih jujur dalam menjustifikasi keefektivitasan
metode penyelesaian masalah karakter bangsa ini. Seberapa seringkah kita melihat
berita tentang penyalahgunaan narkoba, tawuran pelajar, tawuran mahasiswa,
demonstrasi yang berakhir anarkis, bentrok antar suku, ricuh antar kelompok
masyarakat, korupsi, suap-menyuap, kecurangan birokrasi, jual beli hukum, dan
berbagai tindakan tercela yang sering menjadi headline di media massa saat ini.
Kita tidak bisa menutup mata tentang masalah ini, inilah potret nyata merosotnya
karakter bangsa yang mulai tergantikan oleh paradigma-paradigma anarkis dan
keserakahan lymbic individualisme (pusat insting hewani manusia).
D.

Pendidikan Terpadu
Bila dikaitkan dengan pembangunan karakter bangsa, pendidikan bisa
diartikan secara lebih sempit sebagai suatu cara membangun dalam berkehidupan
bersama. Dari sudut pandang inilah kemudian timbul berbagai teori tentang
bangsa dan negara. Karakter bangsa muncul dari komunitas-komunitas yang
memiliki ikatan dan aturan yang jelas. Dalam hal ini pendidikan berperan penting
membangun persamaan persepsi antar komunitas sehingga terjalin komunitas
yang memiliki karakter yang jelas dan kuat. Jika pendidikan gagal dalam
membangun persepsi antar komunitas maka yang akan terjadi adalah perpecahan
dan perbedaan serta akan memudarkan nilai-nilai kebangsaan dan akan
berdampak pada hilangnya karakter bangsa.
Menurut Unesco bahwa pendidikan harus mengandung tiga unsur yaitu,
(a) belajar untuk tahu (learn to know), (b) belajar untuk berbuat (learn to do) dan
(c) belajar untuk hidup bersama (learn to live together). Unsur pertama dan kedua
lebih terarah membentukhaving, agar sumberdaya manusia mempunyai kualitas

dalam pengetahuan dan keterampilan atau skill. Unsur ketiga lebih


terarah being menuju pembentukan karakter bangsa. Kini, unsur itu menjadi amat
penting. Pembangkitan rasa nasionalisme, yang bukan ke arah nasionalisme
sempit; penanaman etika berkehidupan bersama, termasuk berbangsa dan
bernegara; pemahaman hak asasi manusia secara benar, menghargai perbedaan
pendapat, tidak memaksakan kehendak, pengembangan sensitivitas sosial dan
lingkungan dan sebagainya, merupakan beberapa hal dari unsur pendidikan
melalui belajar untuk hidup bersama. Pendidikan dari unsur ketiga ini sudah
semestinya dimulai sejak Taman Kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Penyesuaian dalam materi dan cara penyampaiannya tentu saja diperlukan.
Reorientasi pendidikan perlu segera dilakukan yaitu dengan
melakukan tinjauan atas pelaksanan pendidikan dan pembelajaran selama ini,
pendidikan kita berjalan apa adanya dengan output seadanya. Sehinga dalam
pembelajaran tidak terjadi internalisaisi ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
Terjadinya parsialisasi ilmu pengetahuan telah mengakibatkan pendidikan kurang
bermakna, banyak energi dan waktu yang tebuang percuma tapi kebermanfaatan
dan kebermaknaan ilmu yang diajarkan tidak memberikan dampak yang berarti.
Terjadinya pemisahan apa yang diajarkan di sekolah dengan realita kehidupan
membuat pendidikan kita tidak memiliki karakter dan terkesan paradoks.
Untuk itu paradigma pendidikan tepadu perlu digalakkan yaitu
dengan memadukan antara teori dan praktek, antara teks dan konteks, selama ini
pendidikan kita berlangsung dikotomi antara teks dan konteks, antara teori dan
praktek. Pemisahan ini menyebabkan pemahaman menjadi parsial dan tepisahpisah dan pelajaran hanya di pahami sebatas formalitas saja. Sehingga tidak ada
pengaruh yang berarti ketika orang belajar tentang budi pekerti atau belajar
tentang pancasila. Karena nilai yang diajarkan hanya sebatas normatif saja.
Pendidikan terbadu dibangun atas kesadaran dan pencarian kebenaran ilmu
pengetahuan.
Pendidikan sudah harus mengajarkan epistimologi ilmu tentang
pelajaran yang diajarkan kepada siswa. Krisis kebenaran ilmu dan disfungsi ilmu
tidak terjadai, orang harusnya tahu kenapa di harus belajar pancasila dan cara
penerapannya, kenapa harus belajar biologi dan implementasinya. Pendidikan
harus menjadi proses konsientisasi (penyadaran) dan sebagai praktek
pemerdekaan. Dalam proses konsientasi pendidikan tidak saja diarahkan pada
realitas obyektif dan aktual, akan tetapi juga pada proses penyadaran akan dirinya
sebagai manusia yang memiliki jati diri/ karakter. Pendidikan yang tidak
diarahkan pada dua kesadaran ini, sebenarnya telah menempatkan pendidikan

sebagai proses penindasan dan praktek pemerkosaan terhadap hak-hak hidup yang
manusiawi. Dan akibat lebih lanjut pendidikan akan membawa peserta didik
hanya untuk hidup dan tidak membawa kepada the process of being/ becoming.
E.

Peran Mahasiswa sebagai Agent of Change (agen perubahan)

Sebagai agen perubahan mahasiswa mempunyai peran penting dalam membantu


persoalan pendidikan yang ada di Indonesia. Misalnya, melalui usaha-usaha
pemberdayaan masyarakat, progres pengabdian ke masyarakat sebagai bentuk
integritas terhadap masyarakat.
Sebuah nasihat dalam bahasa Arab berbunyi, Inna fi yadisy
syubban amrul ummah wa fii aqdaamihim hayaatuha Sesungguhnya pada
tangan para generasi mudalah urusan suatu ummat dan pada derap
langkah merekalah kehidupannya. Memang benar apa kata nasihat
tersebut bahwa tidak dapat dipungkiri lagi pada saat ini mahasiswa sebagai
generasi muda memiliki peranan yang sangat urgen dalam menentukan
kehidupan suatu bangsa khususnya di Negara Indonesia yang kita cintai
bersama ini.Pada saat ini masyarakat memandang mahasiswa sebagai agen of
social change yang dengan paradigma berpikir dan intelektualitas tinggi
yang dimilikinya diharapkan dapat memberikan perubahan yang berarti
terhadap kemajuan bangsa. Ada dua peran mahasiswa dalam rangka
membuktikan social responsibity-nya yaitu:
1. Berperan sebagai petugas knowledge transfer dari dunia kampus menuju luar
kampus dalam upaya mencerdaskan bangsa dalam berbagai bidang terutama
masyarakat kalangan menengah ke bawah
2. Sebagai pelopor dalam pembentukan community development untuk
memacu dinamisasi kehidupan masyarakat kelas menengah ke bawah.

BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan

Pendidikan adalah masalah khas manusia. Artinya adalah hanya


manusialah yang mempunyai persoalan pendidikan sepanjang manusia hidup.
Sedangkan makhluk lain hidup dalam keadaan yang relatif stabil tanpa adanya
sebuah perubahan yang berarti, apalagi perkembangan. Pendidikan nasional tidak
dapat dipisahkan dari usaha bangsa kita untuk membangun suatu masyarakat
Indonesia baru dengan berdasarkan kebudayaan nasional. Berbagai krisis yang
terjadi menunjukkan bahwa masih sangat banyak kepincangan dalam perubahan
yang terjadi. Pendidikan Indonesia dewasa ini telah terlempar dari kebudayaan,
dan telah menjadi alat dari suatu orde ekonomi, atau alat sekelompok penguasa
untuk mewujudkan cita-citanya yang tidak selalu sesuai dengan tuntutan
masyarakat.
Pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan dari usaha bangsa kita untuk
membangun suatu masyarakat Indonesia baru dengan berdasarkan kebudayaan
nasional. Berbagai krisis yang terjadi menunjukkan bahwa masih sangat banyak
kepincangan dalam perubahan yang terjadi. Pendidikan Indonesia dewasa ini telah
terlempar dari kebudayaan, dan telah menjadi alat dari suatu orde ekonomi, atau
alat sekelompok penguasa untuk mewujudkan cita-citanya yang tidak selalu sesuai
dengan tuntutan masyarakat.
Budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut
kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama dan
sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat. Budi pekerti akan
mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam
perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik.
Karakter bangsa dalam antropologi (khususnya masa lampau) dipandang
sebagai tata nilai budaya dan keyakinan yang mengejawantah dalam kebudayaan
suatu masyarakat dan memancarkan ciri-ciri khas keluar sehingga dapat
ditanggapi orang luar sebagai kepribadian masyarakat tersebut.
Sebagai agen perubahan mahasiswa mempunyai peran penting dalam
membantu persoalan pendidikan yang ada di Indonesia. Melalui usaha-usaha
pemberdayaan masyarakat, progres pengabdian ke masyarakat sebagai bentuk
integritas terhadap masyarakat.

B. Saran
Peran pendidikan seharusnya dipahami bukan saja dalam konteks mikro
(kepentingan anak didik yang dilayani melalui proses interaksi pendidikan),
namun juga dalam konteks makro, yaitu kepentingan masayarakat yang dalam hal
ini termasuk masyarakat bangsa, negara dan masyarakat dunia. Hubungan
pendidikan dengan masyarakat mencakup hubungan pendidikan dengan
perubahan sosial, tatanan ekonomi, politik, dan negara. Oleh karena pendidikan
terjadi di masyarakat, dengan sumber daya masyarakat, dan untuk masyarakat,
maka pendidikan dituntut untuk mampu memperhitungkan dan melakukan
antisipasi terhadap perkembangan sosial, ekonomi, politik, dan kenegaraan secara
silmultan.

DAFTAR PUSTAKA
Ainun Najib, Ahmad. Membangun Karakter Bangsa Melalui Dunia Pendidikan,
(online),(http://najibipnu.blogspot.com/2012/07/membangun-karakter-bangsamelalui-dunia.html), diakses 9 April 2015.
Suhartono, Suparlan. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
Zuriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan.Jakarta: PT Bumi Aksara.
Diposkan oleh iman nufika ligasari di 22.23
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai