Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum
Praktikum yang kami lakukan ini berjudul Pemeriksaan Saraf dan Indra.
B. Waktu, Tanggal Praktikum
Praktikum ini dilakukan hari Rabu tanggal 9 November 2016.
C. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui mekanisme terjadinya refleks.
2. Mengetahui definisi pemeriksaan refleks.
3. Melakukan prosedur pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis dengan benar.
4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan refleks.
5. Melakukan interpretasi hasi pemeriksaan refleks fisiologis.
D. Dasar Teori
1. Sistem Saraf
Sistem saraf tersusun menjadi sistem saraf pusat yang terdiri dari organ dan korda
spinalis, dan sistem saraf tepi yang terdiri dari serat serat saraf yang membawa informasi
antara SSP dan bagian tubuh lain. ( Lauralee Sherwood, 2015)
Susunan saraf pusat terdiri atas otak, sumsum tulang belakang, dan urat urat saraf atau
saraf cabang yang tumbuh dari otak dan sumsum tulang belakang, yang disebut urat saraf
periferi ( urat saraf tepi). Jarimgan saraf membentuk salah satu dari empat kelompok jaringan
utama pada tubuh sel sel saraf berpadu dan membentuk substansi kelabu dalam sistem ini,
seperti yang dijumpai dalam korteks otak dan pada bagian dalam sumsum tulang belakang.
Serabut saraf atau akson membentuk substansi putih. Perbedaan warna ini terjadi karena akson
atau serabut penghantar diselimuti sejenis sarung yang terbentuk dari bahan seperti lemak, yang
mempunyai fungsi melindungi, memberi makan, dan memisahkan serabut-serabut saraf yang
satu dari yang lainnya (Evelyn C. Pearce, 2013).
Sebuah sel saraf berikut aksonnya dan proses lainnya membentuk sebuah neuron. Pada
saat pembentukan batang saraf, serabut-serabut saraf disusun menjadi berkas-berkas yang
disebut fasikuli. Sebuah serabut saraf ,mempunyai kemampuan konduktivitas (penghantar) dan
eksitabilitas ( dapat dirangsang ). Serabut saraf berkemampuan memberikan reaksi atas
rangsangan dari sumber luar, seperti rangsangan mekanik,m elekltrik, kimiawi, atau fisik yang
menimbulkan impuls yang dihantarkan melalui serabut saraf. Sebuah impuls saraf selalu
dihantarkan melalui dendrit ke sel, lantas dari sel ke akson. Proses demikian disebut dalil

1
penghantaran maju. Dengan cara yang sama, sebuah impuls dapat juga melintasi sejumlah
neuron. (Evelyn C. Pearce, 2013).
Impuls motorik yang dibangkitkan dalam salah sebuah sel piramidal pada daerah
motorik dalam korteks melintasi akson atau sebuah saraf yang sewaktu menyusui, sumsum
tulang belakang berada di dalam substansi putih. Akson itu mengait dendrit sel saraf motorik
pada kornu anterior sumsum tulang belakang. Kemudian impuls merambat pada akson sel-sel
tersebut, yang membentuk serabut-serabut motorik akar anterior saraf sumsum tulang belakang,
dan dihantar pada tujuan akhirnya dalam otot. (Evelyn C. Pearce, 2013).
Impuls sensorik diterima ujung-ujung saraf dalam kulit melintasi serabut saraf
(dendron), menuju sel sensorik dalam gangliojn akar posterior, dan kemudian melalui akson sel-
sel ini masuk ke dalam sumsum tulang belakang, lantas naik menuju nukleus dalam medula
oblongata, dan akhirnya dikirim ke otak. Serabut saraf yang bergerak ke dan dari berbagai
bagian otak dikelompokkan menjadi berkas-berkas saluran tertentu dalam sumsum tulang
belakang. Ada tiga jenis batang-batang saraf yang dibentuk saraf serebrospinal :
1. Saraf motorik atau saraf eferen yang menghantarkan impuls dari otak dan sumsum tulang
belakang ke saraf periferi ( tepi )
2. Saraf sensorik atau saraf aferen yang membawa impuls dari periferi menuju otak
3. Batang saraf campuran yang mengandung baik serabut motorik maupun serabut sensorik,
sehingga dapat menhantar impuls dalam dua jurusan. Saraf saraf pada umumnya adalah
dari jenis yang terakhir ini.

Selain itu ada juga serabut-serabut saraf yang menghubungkan berbagai pusat saraf dala otak
dan sumsum tulang belakang. Serabut-serabut saraf disebut serabut saraf asosiasi atau saraf komisural.
(Evelyn C. Pearce, 2013).

Sistem saraf pusat berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya


gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari pada saat tubuh melakukan tugas tertentu. Sebaliknya, sistem
saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakangerakan yang otomatis (self governing), misalnya otot-
otot halus (pengontrol pupil 3 dan akomodasi lensa mata, dan gairah seksual), proses kardiovaskuler,
dan aktivitas berbagai kelenjar dalam tubuh (Carlson, 1994).

Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatetis dan sistem saraf
parasimpatetis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatetis lebih banyak aktif ketika
tubuh membutuhkan energi. Misalnya pada saat terkejut, takut, cemas, atau berada dalam keadaan

2
tegang. Pada kondisi seperti ini, sistem syaraf akan memacu aliran darah ke otot-otot skeletal,
meningkatkan detak jantung dan kadar gula. Sebaliknya, sistem saraf parasimpatetis mengontrol
aktivitas yang berlangsung selama penenangan tubuh, misalnya penurunan denyut jantung setelah fase
ketegangan dan menaikkan aliran darah ke sistem gastrointestinal (Carlson, 1994).

Medulla spinalis merupakan struktus yang berbentuk silinder, berwarna putih keabu-abuan,
yang mulai di atas setinggi foramen magnum sebagai lanjutan medulla oblongata. Pada orang dewasa
medulla spinalis berakhir setinggi pinggir bawah vertebra. Pada anak kecil, medulla spinalis relative
lebih panjang dan berakhir setinggi pinggir atas vertebra. Medulla spinalis di daerah cervical yang
merupakan asal dari plexus brachialis, dan di thorax bagian bawah dan lumbal yang merupakan asal
dari plexus lumbosacralis terdapat pelebaran fusiformis yang disebut intumescentia cervicalis dan
lumbalis.

Di inferior, medulla spinalis meruncing menjadi conus medullaris. Dari puncak conus ini
berjalan turun lanjutan piameter, yaitu filum terminale, yang kemudian melekat pada bagian belakang
os coccyges. Di garis tengah anterior, medulla spinalis terdapat sebuah fissure longitudinal yang dalam,
yaitu fissura mediana anterior, dan pada permukaan posterior terdapat alur yang dangkal yaitu sulcus
medianus posterior. ( Richard, 2012)

Medula Spinalis atau sumsum tulang belakang bermula pada medula onlongata, menjulur ke
arah kaudal melalui foramen magnum, dan berakhir di antara vertebra lumbalis pertama dan kedua. Di
sini medula spinalis meruncing sebagai conus medularis, dan kemudian sebuah sambungan tipis dari
tiamater yang disebut filum terminale, yang menembus dua kantong durameter, bergerak menuju
kogsigis. Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya
dibelah sebuah fisura anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah sebuah visura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan yaitu penebalan servikal dan penebaran lumbal.
Dari penabalan ini, pleksus-pleksus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan bawah : dan
pleksus dari daerah toraps membentuk saraf-saraf interkostalis. (Evelyn C. Pearce, 2013).

Sebuah irisan melintang pada sumsum tulang belakang memperlihatkan susuna substansi kelabu
yang membentuk huruf H. Kanalis spinalis berikut isinya, yaitu cairan cerebro spinal, melintas persis di
tengah-tengah huruf H tersebut. Kauda ekuina, disebut demikian karena kemiripannya dengan ekor
kuda; kauda = ekor , dan ekuina = kuda. Kauda ekuina ini merupakan berkas yang terdiri atas akar-akar

3
saraf spininalis yang bergerak turuk dari tempat kaitannya pada sumsum tulang belakang melalui
kanalis spinalis, untuk kemudian muncul melalui foramena intervertebrales. (Evelyn C. Pearce, 2013).

Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian
tubuh, dan yang kedua adalah gerak reflek. (Evelyn C. Pearce, 2013).

Serabut-serabut dari traktus piramidalis dan berbagai jaras ekstrapiramidalis, dan serabut aferen
yang memasuki medula spinalis melalui radiks posterior, berakhir pada badan sel atau dendrit dari
motor neuron besar dan kecil dan motor neuron secara langsung atau melalui interneuron dalam
medula spinalis. Serabut saraf dengan diameter yang lebih besar (alpha-1) berjalan langsung menuju
otot-otot ekstrafusal berakhir sebagai motor end plate.

Serabut saraf dari motor neuron mensarafi muscle spindle. Unit dasar dalam pengorganisasian
pada medula spinalis adalah refleks-refleks spinal. Refleks spinal ini mendapat pengaruh inhibisa dan
eksitasi dari pusat-pusat yang lebih tinggi. Refleks spinal diaktivasi dan dipertahankan oleh stimulus
eksternal. Terdapat suatu interaksi yang berkesinambungan antara input sensorik, eksitasi interneuron
melalui jaras spinal dan supraspinal dan output motorik dalam refleks spinal. Suatu lengkung refleks
spinal terdiri atas suatu neuron.

sensorik, satu atau lebih interneuron dan neuron motorik dengan akson dan cabang-cabangnya
menuju ke serabut-serabut otot dari motor unit. Spinal refleks berhubungan dengan eksitasi inhibisi,
kontraksi otot secara bersama (cocontraction) dan persarafan timbal balik otot-otot antagonis. Keutuhan
refleks spinal ini penting dalam terjadinya gerakan yang merupakan daasr dari proses berjalan. ( dr.
Iskandar Japardi,2002).

Untuk terjadinya gerak refleks, terdapat struktur seperti orgam sensorik yang menerima impuls
misalmya kulit dan sara sensorik yang menghantarkan impuls tersebut menuju sel sel dalam ganglion
radiks posterior, dan selanjutnya serabut sel sel itu akan meneruskan impuls itu menuju substan
kelabu pafda kornu posterior medula spinalis. Sumsum tulang belakang, tempat serabut serabut saraf
penghubung menghantarkan impuls impuls menuju kornu anterior medula spinalis. Sel saraf motorik
dalam kornu anterior medula spinalis yang menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut
saraf motorik. Organ motorik, yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls saraf
motorik. (Evelyn C. Pearce, 2013).

4
Gerak refleks merupakan bagian dari mekanisme pertahanan pada tubuh dan terjadi jauh lebih
cepat daripada gerak sadar misalnya menutup mata pada saat terkena debu, menarik kembali tangan
dari benda panas menyakitkan yang tersentuh tanpa sengaja. Gerak refleks dapat dihambat kemauan
sadar misalnya, bukan saja tidak menarik tangan dari benda panas, bahkan dengan sengaja menyentuh
benda panas itu. (Evelyn C. Pearce, 2013).

2. Indra pendengaran

Pendengaran merupakan indra mekano reseptor. Kana memberika respon terhadap getaran
mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga menerima gelombang suara yang
frekuensinya berbeda, kemudian menghantarkan informasi pendengaran ke susunan saraf pusat.
Telinga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telingah tengah, dan telinga dalam.

A. Telinga luar
1. Aurikula berfungsi mengumpulkan getaran udara, bentuknya berupa lempeng tulang rawan
yang elastis dan tipis yang ditutup kulit, memiliki otot intrinsik dan ekstrinsik, serta dipersyarafi
oleh nervus fasialis. Seluruh permukaan diliputi kulit tipis dengan lapisan sub kutis pada
permukaan anterolateral, serta ditemukan rambut kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
2. Meatus akustipus externa : Tabung berkelok-kelok yang terbentang antara aurikula dan
membrane timpani, berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula ke membrane
timpani dengan panjang sekitar 2,5cm.

Pada bagian luar banyak ditemukan rambut yang berhubungan dengan kelenjar sebacea, sedangkan
dalam liang ditemukan serumen berwarna coklat yang berfungsi sebagai pelindung. Serumen
merupakan modifikasi kelenjar keringat bergabung dengan kelenjar subacea yang bermuara langsung
ke permukaan kulit

B. Telinga tengah (kavum timpani)

Telinga tengah (kavum timpani) adalah ruang berisi udara dalam pars peterosa ossis temporalis
yang dilapisi oleh membrane mukosa, didalamnya terdapat tulang-tulang pendengaran yang berfungsi
meneruskan getaran membrane timpani ke telinga dalam. Atap kavum timpani dibentuk oleh lempeng
tulang tipis yang dinamakan tegmentum timpani, merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis
yang memisahkan kavum timpani dari meninges dan lobus temporalis dalam fossa kranii media.

5
1. Membrane timpani adalah membrane fibrosa tipis yang berwarna kelabu. Permukaan luar
ditutupi epitel berlapis gepeng, sedangkan permukaan dalam oleh epitel silindris, terpasang
secara serong menghadap kebawah, depan dan lateral. Membrane timpani berbentuk bulat
dengan garis tengah sekitar 1cm, pinggirnya menebal tertanam kedalam alur sisi tulang yang
disebut/ sulkus tympani. Membrane timpani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya
di persarafi oleh nervus auditorius.
2. Vasikula auditus : terdiri atas / malleus, incus, dan stapes. Malleus dan incus berputar pada
sumbu anterior posterior yang berjalan melalui :
- Ligamentum yang meghubungkan proseus anterior melleus dengan dinding anterior kavum
timpani.
- Proseus anterior malleus dengan prosesus brevus inkudis.
- Ligamentum yang menghubungkan prosesus brevis inkudis dengan dinding posterior kavum
timpani.
Selama penghantaran geataran dari membrane timpani ke perilimf melalui vesikula

mengalami pembesaran dengan 1,3:1 dan luas membrane timpani 17 kali lebih besar

dari luas basis stapes yang berakibat tekanan efektif pada perilimf meningkat menjadi 22:1.
3. Tuba auditiva : bagian ini meluas dari dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan
media sampai ke nasufaring. Bagian 1/3 posterior terdiri atas tulang dan 2/3 anterior tulang
rawan. Berhubungan dengan nasofaring setelah berjalan di atas musculus konstriktor faring
superior. Tuba auditiva berfungsi membuat seimbang tekanan udara dalam kavum timpani dan
nasofaring.
4. Antrum mastoideum : bagian ini terletak di belakang kavum timpani dalam pars petrossa ossis
temporalis bentuknya bundar dengan garis tengah 1 cm. dinding anterior berhubungan dengan
kavum timpani dan dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideum dan
cerebelum.
5. Sellulae mastoidea : prosesus mastoideus mulai berkembang pda tahun kedua kehidupan.
Sellulae mastoid adalah suatu rongga yang berhubungan dalam prosesus mastoid, berhubungan
dengan antrum dan kavum timpani sebalah atasnya, serta dilapisi membrane mukosa.

C. Telinga Dalam ( Labirintus )

Suatu system saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang temporalis, di dalamnya terdapat
labirin membranosa yang merupakan suaturangkain saluran dan rongga-ronga. Labirin membranosa
berisi cairan endolimf, dinding labirin mempunyai membranosa yang memisahkan endolimf dengan

6
perilimf. Labirin terletak dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga tengah,
terdiri atas bagian-bagian berikut :

1. Labirintus osseus ( labirynthus osseus ); terdiri atas vestibulum, semisirkularis, dan koklea.
Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak dalam substansi tulang padat terstruktur,
dilapisi endosteum dan berisi cairan bening (perilimf) yang terletak dalam labirintus
mambraneus.
a. Vestibulum :
Bagian pusat labirintus osseus pada dinding lateral terdapat fenestra vestibule yang ditutup
oleh basis stapedis dan venestra koklea. Dalam vestibulum terdapat sakulus dan utrikulus
labirintus mambranaseus.
b. Kanalis semisirkularis : bermuara pada bagian fosterior , terdiri atas 3 kanalis yaitu kanalis
superior, fosterior, dan laterlais. Tiap kanalis melebar pada salah satu ujungnya yang disebut
ampula dan ketiganya bermuara ke dalam vestikulum melalui lima lubang. Dalam setiap
kanalis terdapat duktus semisirkularis.
c. Koklea : bermuara pada bagian anterior vestibulum, puncaknya menghadap ke anterolateral
dan basisnya ke posteromedial. Perilimf dalam skala vestibule dipisahakn dari kavum
timpani oleh basis stapedis dan ligamentum anulare pada venestra vestibule, sedangkan
perlimf dalam skala tympani dipisahkan dari kavum timpani oleh membrane timpani
sekunder pada venestra koklea.

Pada pertemuan antara lamina spinalis tulang dengan mediolis terdapat ganglion spilaris
yang sebagian besar diliputi tulang bagian bawah dan menyatu dengan membrane basilaris
melintasi duktus koklearis dan melekat pada ligamentum basilaris.

Membrane basilaris : dibentuk oleh lapisan serat-serat kolagen, permukaan bawah yang
menghadap sekala timpani diliputi oleh jaringan fibrosa yang mengandung pembuluh darah.

Membrane vestibularis : adalah suatu lembaran jaringan ikat tipis, diliputi pada permukaa atas
vestibular oleh pelapis rongga perilimf yaitu jaringan epitel selapis gepeng yang terdiri atas sel
mesenkim

Duktus koklearis : duktus ini mengandung pigmen, bentuknya lebih tinggi dan tidak beraturan.
Di bawahnya terdapat jaringan ikat yang banyak mengandung kapiler yang disebut stria

7
faskularis. Duktus koklearis merupakan suatu tempat sekskresi endolin dan termasuk organ
kotri.

2. Labirintus membranosus : terdapat dalam labirintus osseus. Struktur ini berisi endolimf dan
dikelilingi oleh perilimf, terdiri atas utriculus dan saculus yang terdapat dalam vestibulum.
Terdiri atas duktus semisirkularis, di dalam kanalis sirkularis dan duktus koklearis, struktur ini
saling behubungan dengan bebas. Labirintus membranosus merupakan suatu sinsten yang
terdiri atas bagian bagian yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf.
Dinding labirintus membranosus melekat pada periosteum yang melapisi labirintulang oleh
perilimf.
3. Duktus semi sirkularis : meskipun diameternya lebih kecil dari kanalis semisirkularis tetapi
memiliki konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus satu terhadap yang lainnya.
Bila kepala digerakkan lebih cepat atau lebih lambat maka kecepatan gerakan endolimfe dalam
duktus semi sirkularis. Akan berubah terhadap dinding duktus semisirkularis. Perubahaan ini
dideteksi oleh reseptor sensoris dalam ampula duktus semisirkularis.
Sebuah Kristal ditemukan dalam setiap ampula menyilang sumbu panjang yang dibentuk
saluran penyokong seperti sel rambut pada macula,mikrovila,stereosila,dan linosilia yang
terbenam dalam suatu masa gelatinosa yang disebut di kupula.krista ampularis dan sel rambut
dirangsang oleh gerakan endolimf akibat percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf
mengakibatkan tergeraknya stereosilia dan inosilia. Dalam macula, sel-sel rambut juga akan
teransang, tetapi perubahan posisi kepala dalam ruang mengakibatkan suatu peningkatan atau
penurunan tekanan pada sketsa dan sel-sel rambut oleh membran otolik
4. Duktus koklearis:
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sakulus melalui duktus
reuniens. Epitel yang terletak diatas lamina basilaris membentuk organ korti (spiralis) dan
mempunyai reseptor-reseptor sensoris untuk mendengar. Epitel lapis duktus koklearis
mengandung pigmen, bentuknya lebih tinggi dan tidak beraturan, dibawahnya terdapat jaringan
ikat mengandung banyak kapiler disebut striavaskularis dan merupakan tempat sekresi endolimf
5. Organ Korti
Organ kortri terdiri atas sel penyokong yang berjalan sepanjang koklea berbentuk kerucut
ramping. Bagian yang lebar mengandung inti disebut apeks masuk ke dalam permukaan bawah
kepala sel tiang dalam. Sel rambut origan korti terletak dalam basis yang melebar, mengandung
50-60 sel rambut stereosilia dan bagian apical sel rambut tanpa kinosila. Permukaan organ korti

8
diliputi oleh suatu lembaran gelatinosa yang teridir atas substansi dasar homogeny yang
mengandung serat yang menyebar di atas sel rambut.

6. Ganglion Spiral

Ganglion spiral merupakan neuron bipolar cabang dari sentral akson, bermielin membentuk
nervus akustikus. Cabang perifer ( dendrit ) yang bermielin akan berjalan dalam saluran-saluran
pada tulang yang mengitari ganglion. Gelombang bunyi dikonduksi dari perilimf dalam skala
vestibule ke endolimf dalam duktus koklearis, dengan cara tertentu memengaruhi sel-sel
rambut. Nervus akustikus mempunyai bagian vestibularis untuk asupan dari bagian labirin dan
beberapa serat yang bergabung dengan nervus koklearis.

Proses pendengaran dimulai dari telinga luar menangkap gelombang bunyi lalu diubah menjadi
getaran-getaran oleh membran timpani. Getaran ini diteruskan oleh rangkain tulang pendengaran dalam
telinga tengah ke perilimf dalam vestibulum hingga menimbulkan gelombang tekanan dalam perilimf
dan pergerakan cairan dalam skala vestibule dan skala timpani. Membran timpani pada tingkap bulat
bergerak bebas sebagai katup pengaman dalam pergerakan cairan ini, yang juga menggerakan duktus
koklearis dan membran basilarisnya. Membran basilaris pada basis koklea peka terhadap bunyi
berfrekuensi tinggi, sedangkan bunyi berfrekuensi rendah lebih diterima pada bagian lain dari duktus
koklearis. ( Syaifuddin, 2009 )

3. Indra Penglihatan
Saraf optikus atau urat saraf kranial kedua adalah saraf swnsorikuntuk penglihatan.
Saraf ini timbul dari sel sel ganglion dalam retin yang bergabung membentuk saraf optikus.
Saraf ini bergerak ke belakang secara medial dan melintasi kanalis optikus memasuki rongga
cranium, lantas menuju kiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki tiga pembungkus yang
serupa dengan yang ada pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung
dengan sclera lapisan tengah halus seperti araknoid, sementara lapisan dalam adalah vakuler
( mengandung banyak pembuluh darah )
Pada ssat serabut-serabut itu mencapai kiasmaoptiku, serabut itu akan menuju ke traktus
optikus sisi seberangnya, sementara separuhnya lagi menuju traktus optikus sisi yang sama.
Dengan perantaraan serabut-serabut ini, setiap serabut nervus optikus dihubungkan dengan
kedua sisi otaj. Pusat visual terletak pada korteks lobus oksipitalis otak.

9
Bola mata adalah organ penglihat. Bola mata terletak pada tulang orbita, serta
dilingdungi sejumlah struktur seperti kelopak mata, alis, konjungtiva, dan alat-alat lakrimal
( apparatus lakrimalis ).

Bola Mata

Bola mata pada umumnya dilkiskan sebagai bola, tetapi sebetulnya lonjong dan buka seperti
bola. Bola mata mempunya garis menengah kira kira 2,5 cm , bagian depannya bening, serta terdiri dari
3 lapisan :

1. Lapisan luar, fibrus, yang merupan lapisan menjaga


2. Lapisan tengah, vaskuler
3. Lapisan dalam, lapisan saraf

Ada 6 otot penggerak mata, 4 diantaranya lurus, sementara 2 yang lain agak serong. Otot-otot ini
terletak di sebalah dalam orbita dan bergerak dari dinding tulang orbita untuk dikaitkan pada
pembungkus lerotic mana sebelah belakang kornea. Otot-otot lurus terdiri atas otot rektus mata
superiol, inferior, medial, dan lateral. Otot-otot ini membelakang mata ke atas, ke bawah, ke dalam,
dan ke sisi luar bergantian. Otot-otot oblig adalah otot inferior dan superior. Otot oblig superiol
menggerakan mata ke bawah dan ke sisi luar, sementara otot oblig inferior menggerakan mata ke
atas dan juga ke sisi luar. Mata bergerak serentak, dalam arti kedua mata bergerak bersaman ke
kanan atau ke kiri, ke atas ke bawah dan seterusnya. Serabut-serabut saraf yang melayani otot-otot
ini adalah nervi motores okuli , yaitu saraf krnaial ketiga, keempat, dan keenam.

Biasanya, sumbu kedua mata mengarah secara serentak pada satu titik yang sama, tetapi akibat
adanya paralisa pada sebuah atau beberapa otot, mata tidak dapat mengarah secara serentak lagi,
maka timbullah apa yang dimatakan mata juling atau strabismus. Keadaan sedemikian dapat berupa
bawaan atau pun diperoleh kemudian. Apabila penderita tidak dapat tertolong dengan menggunakan
kaca mata ataupun dengan pendidikan kembali, operasi dapat dilaksanakan, yang harus diikuti
dengan latihan dan pendidikan kembali.

Sclera adalah pembungkus yang kuat dan fibrus. Sclera membentuk putih mata dan bersambung
pada bagian depan dengan sebuah jendela membrane yang bening, yaitu kornea. Sclera melindungi
struktur mata yang halus, serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.

10
Koroid atau lapisan tengah berisi pembuluh darah, yang merupakan ranting-ranting arteria
oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini membenuk iris yang berlubang
di tengahnya, atau yang disebut pupil ( manik ) mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris
memancarkan warnanya, dan dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu berwarna biru,
coklat, kelabu dan seterusnya. Koroid bersambung pada bagian depannya dengan iris, dan tepat
dibelakang iris, selaput ini mebal guna membentuk korpus siliare, sehingga korpus siliare terletak
antara koroid dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkular dan serabut-serabut yang
letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkular menyebabkan pupil mata juga
berkontranksi

Semuanya ini bersama-sama membentuk traktus uvea, yang terdiri atas irirs, korpus siliare, dan
selaput koroid. Peradangan pada masing-masing bagian berturut-turut disebut iritis, siklitis, dan
koroiditis, atau bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu bagian dari traktus ini mengalami
peradangan, penyakitnya akan segera menjalar ke bagian traktus lain di sekitarnya.

Retina adalah lapisan saraf pada mata, yang terdiri atas sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel,
batang-batang, dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina, yang merupakan jaringan
saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus optik, yang merupakan titik
tempat sarap optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut bintik buta karena tidak mempunyai
retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah macula, yang terletak tepat eksternal terhadap
diskus optik, persis berhadapam dengan pusat pupil.

Indra pendengaran

Pendengaran merupakan indra mekano reseptor. Kana memberika respon terhadap getaran
mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga menerima gelombang suara yang
frekuensinya berbeda, kemudian menghantarkan informasi pendengaran ke susunan saraf pusat.
Telinga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telingah tengah, dan telinga dalam.

Telinga luar

3. Aurikula berfungsi mengumpulkan getaran udara, bentuknya berupa lempeng tulang rawan
yang elastis dan tipis yang ditutup kulit, memiliki otot intrinsik dan ekstrinsik, serta dipersyarafi

11
oleh nervus fasialis. Seluruh permukaan diliputi kulit tipis dengan lapisan sub kutis pada
permukaan anterolateral, serta ditemukan rambut kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
4. Meatus akustipus externa : Tabung berkelok-kelok yang terbentang antara aurikula dan
membrane timpani, berfungsi menghantarkan gelombang suara dari aurikula ke membrane
timpani dengan panjang sekitar 2,5cm.

Pada bagian luar banyak ditemukan rambut yang berhubungan dengan kelenjar sebacea, sedangkan
dalam liang ditemukan serumen berwarna coklat yang berfungsi sebagai pelindung. Serumen
merupakan modifikasi kelenjar keringat bergabung dengan kelenjar subacea yang bermuara langsung
ke permukaan kulit

Telinga tengah (kavum timpani)

Telinga tengah (kavum timpani) adalah ruang berisi udara dalam pars peterosa ossis temporalis
yang dilapisi oleh membrane mukosa, didalamnya terdapat tulang-tulang pendengaran yang berfungsi
meneruskan getaran membrane timpani ke telinga dalam. Atap kavum timpani dibentuk oleh lempeng
tulang tipis yang dinamakan tegmentum timpani, merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis
yang memisahkan kavum timpani dari meninges dan lobus temporalis dalam fossa kranii media.

6. Membrane timpani adalah membrane fibrosa tipis yang berwarna kelabu. Permukaan luar
ditutupi epitel berlapis gepeng, sedangkan permukaan dalam oleh epitel silindris, terpasang
secara serong menghadap kebawah, depan dan lateral. Membrane timpani berbentuk bulat
dengan garis tengah sekitar 1cm, pinggirnya menebal tertanam kedalam alur sisi tulang yang
disebut/ sulkus tympani. Membrane timpani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya
di persarafi oleh nervus auditorius.
7. Vasikula auditus : terdiri atas / malleus, incus, dan stapes. Malleus dan incus berputar pada
sumbu anterior posterior yang berjalan melalui :
- Ligamentum yang meghubungkan proseus anterior melleus dengan dinding anterior kavum
timpani.
- Proseus anterior malleus dengan prosesus brevus inkudis.
- Ligamentum yang menghubungkan prosesus brevis inkudis dengan dinding posterior kavum
timpani.

12
Selama penghantaran geataran dari membrane timpani ke perilimf melalui vesikula

mengalami pembesaran dengan 1,3:1 dan luas membrane timpani 17 kali lebih besar

dari luas basis stapes yang berakibat tekanan efektif pada perilimf meningkat menjadi 22:1.
8. Tuba auditiva : bagian ini meluas dari dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan
media sampai ke nasufaring. Bagian 1/3 posterior terdiri atas tulang dan 2/3 anterior tulang
rawan. Berhubungan dengan nasofaring setelah berjalan di atas musculus konstriktor faring
superior. Tuba auditiva berfungsi membuat seimbang tekanan udara dalam kavum timpani dan
nasofaring.
9. Antrum mastoideum : bagian ini terletak di belakang kavum timpani dalam pars petrossa ossis
temporalis bentuknya bundar dengan garis tengah 1 cm. dinding anterior berhubungan dengan
kavum timpani dan dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideum dan
cerebelum.
10. Sellulae mastoidea : prosesus mastoideus mulai berkembang pda tahun kedua kehidupan.
Sellulae mastoid adalah suatu rongga yang berhubungan dalam prosesus mastoid, berhubungan
dengan antrum dan kavum timpani sebalah atasnya, serta dilapisi membrane mukosa.

Telinga Dalam ( Labirintus )

Suatu system saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang temporalis, di dalamnya terdapat
labirin membranosa yang merupakan suaturangkain saluran dan rongga-ronga. Labirin membranosa
berisi cairan endolimf, dinding labirin mempunyai membranosa yang memisahkan endolimf dengan
perilimf. Labirin terletak dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga tengah,
terdiri atas bagian-bagian berikut :

6. Labirintus osseus ( labirynthus osseus ); terdiri atas vestibulum, semisirkularis, dan koklea.
Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak dalam substansi tulang padat terstruktur,
dilapisi endosteum dan berisi cairan bening (perilimf) yang terletak dalam labirintus
mambraneus.
d. Vestibulum :
Bagian pusat labirintus osseus pada dinding lateral terdapat fenestra vestibule yang ditutup
oleh basis stapedis dan venestra koklea. Dalam vestibulum terdapat sakulus dan utrikulus
labirintus mambranaseus.
e. Kanalis semisirkularis : bermuara pada bagian fosterior , terdiri atas 3 kanalis yaitu kanalis
superior, fosterior, dan laterlais. Tiap kanalis melebar pada salah satu ujungnya yang disebut
13
ampula dan ketiganya bermuara ke dalam vestikulum melalui lima lubang. Dalam setiap
kanalis terdapat duktus semisirkularis.
f. Koklea : bermuara pada bagian anterior vestibulum, puncaknya menghadap ke anterolateral
dan basisnya ke posteromedial. Perilimf dalam skala vestibule dipisahakn dari kavum
timpani oleh basis stapedis dan ligamentum anulare pada venestra vestibule, sedangkan
perlimf dalam skala tympani dipisahkan dari kavum timpani oleh membrane timpani
sekunder pada venestra koklea.

Pada pertemuan antara lamina spinalis tulang dengan mediolis terdapat ganglion spilaris
yang sebagian besar diliputi tulang bagian bawah dan menyatu dengan membrane basilaris
melintasi duktus koklearis dan melekat pada ligamentum basilaris.

Membrane basilaris : dibentuk oleh lapisan serat-serat kolagen, permukaan bawah yang
menghadap sekala timpani diliputi oleh jaringan fibrosa yang mengandung pembuluh darah.

Membrane vestibularis : adalah suatu lembaran jaringan ikat tipis, diliputi pada permukaa atas
vestibular oleh pelapis rongga perilimf yaitu jaringan epitel selapis gepeng yang terdiri atas sel
mesenkim

Duktus koklearis : duktus ini mengandung pigmen, bentuknya lebih tinggi dan tidak beraturan.
Di bawahnya terdapat jaringan ikat yang banyak mengandung kapiler yang disebut stria
faskularis. Duktus koklearis merupakan suatu tempat sekskresi endolin dan termasuk organ
kotri.

7. Labirintus membranosus : terdapat dalam labirintus osseus. Struktur ini berisi endolimf dan
dikelilingi oleh perilimf, terdiri atas utriculus dan saculus yang terdapat dalam vestibulum.
Terdiri atas duktus semisirkularis, di dalam kanalis sirkularis dan duktus koklearis, struktur ini
saling behubungan dengan bebas. Labirintus membranosus merupakan suatu sinsten yang
terdiri atas bagian bagian yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf.
Dinding labirintus membranosus melekat pada periosteum yang melapisi labirintulang oleh
perilimf.
8. Duktus semi sirkularis : meskipun diameternya lebih kecil dari kanalis semisirkularis tetapi
memiliki konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus satu terhadap yang lainnya.
Bila kepala digerakkan lebih cepat atau lebih lambat maka kecepatan gerakan endolimfe dalam

14
duktus semi sirkularis. Akan berubah terhadap dinding duktus semisirkularis. Perubahaan ini
dideteksi oleh reseptor sensoris dalam ampula duktus semisirkularis.
Sebuah Kristal ditemukan dalam setiap ampula menyilang sumbu panjang yang dibentuk
saluran penyokong seperti sel rambut pada macula,mikrovila,stereosila,dan linosilia yang
terbenam dalam suatu masa gelatinosa yang disebut di kupula.krista ampularis dan sel rambut
dirangsang oleh gerakan endolimf akibat percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf
mengakibatkan tergeraknya stereosilia dan inosilia. Dalam macula, sel-sel rambut juga akan
teransang, tetapi perubahan posisi kepala dalam ruang mengakibatkan suatu peningkatan atau
penurunan tekanan pada sketsa dan sel-sel rambut oleh membran otolik
9. Duktus koklearis:
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sakulus melalui duktus
reuniens. Epitel yang terletak diatas lamina basilaris membentuk organ korti (spiralis) dan
mempunyai reseptor-reseptor sensoris untuk mendengar. Epitel lapis duktus koklearis
mengandung pigmen, bentuknya lebih tinggi dan tidak beraturan, dibawahnya terdapat jaringan
ikat mengandung banyak kapiler disebut striavaskularis dan merupakan tempat sekresi endolimf
10. Organ Korti
Organ kortri terdiri atas sel penyokong yang berjalan sepanjang koklea berbentuk kerucut
ramping. Bagian yang lebar mengandung inti disebut apeks masuk ke dalam permukaan bawah
kepala sel tiang dalam. Sel rambut origan korti terletak dalam basis yang melebar, mengandung
50-60 sel rambut stereosilia dan bagian apical sel rambut tanpa kinosila. Permukaan organ korti
diliputi oleh suatu lembaran gelatinosa yang teridir atas substansi dasar homogeny yang
mengandung serat yang menyebar di atas sel rambut.
11. Ganglion Spiral
Ganglion spiral merupakan neuron bipolar cabang dari sentral akson, bermielin membentuk
nervus akustikus. Cabang perifer ( dendrit ) yang bermielin akan berjalan dalam saluran-saluran
pada tulang yang mengitari ganglion. Gelombang bunyi dikonduksi dari perilimf dalam skala
vestibule ke endolimf dalam duktus koklearis, dengan cara tertentu memengaruhi sel-sel
rambut. Nervus akustikus mempunyai bagian vestibularis untuk asupan dari bagian labirin dan
beberapa serat yang bergabung dengan nervus koklearis.

Proses Sistem Pendengaran

15
Telinga luar menangkap gelombang bunyi lalu diubah menjadi getaran-getaran oleh membran
timpani. Getaran ini diteruskan oleh rangkain tulang pendengaran dalam telinga tengah ke perilimf
dalam vestibulum hingga menimbulkan gelombang tekanan dalam perilimf dan pergerakan cairan
dalam skala vestibule dan skala timpani. Membran timpani pada tingkap bulat bergerak bebas sebagai
katup pengaman dalam pergerakan cairan ini, yang juga menggerakan duktus koklearis dan membran
basilarisnya. Membran basilaris pada basis koklea peka terhadap bunyi berfrekuensi tinggi, sedangkan
bunyi berfrekuensi rendah lebih diterima pada bagian lain dari duktus koklearis. ( Syaifuddin, 2009 )

E. Metode Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Refleks
2. Pemeriksaan Telinga
Metode pemeriksaan pada telinga ada 3 cara yaitu :
a. Tes Tutur
b. Tes Garpu Tala, tes ini di bagi menjadi 3 cara yaitu :
- Rinne
- Weber
- Schwabach
c. Tes Audiometer
3. Pemeriksaan Mata
Pada pemeriksaan mata ada 4 jenis pemeriksaan yaitu :
a. Visus Optotype Snelen
b. Visus Hitung Jari
c. Visus Gerakan Lambaian Tangan
d. Visus Gelap dan Terang
F. Alat Bahan
1) Pemeriksaan Refleks
Pada saat dilakukannya pemeriksaan refleks pada patella alat yang digunakan untuk
mengetahui respon reflesk tersebut menggunakan palu refleks.
2) Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui seseorang terkena tuli atau
tidaknya dapat dilakukkan dengan 3 cara yaitu :
a. Tes Tutur, pada tes tutur hanya diperlukakan ruangan yang luasnya sekitar 6 m
dengan derajat kebisingan 30 db.
b. Tes Garpu Tala, pada tes ini diperlukan ruangan sunyi dengan dtingkat kebisingan 30
db dan alat penala dengan frekuensi 512 Hz.
c. Tes Audiometer
3) Pemeriksaan Mata
Untuk mengetahui mata kita normal atau tidak, kita dapat melakukan pemeriksaan
ketajaman mata dengan menggunakan tabel optotype snelen, dan pemeriksaan buta
warna menggunakan buku psedo isokhromatik ishihara.
16
G. Cara Kerja
1. Pemeriksaan Refleks
a) Refleks Bisep
Pada pemeriksaan refleks bisep pertama tama pasien yang akan di periksa di
persilahkan duduk di tempat duduk. Pasien yang akan di periksa harus rileks terlebih
dahulu dan lengan pasien pun harus rileks. Setelah lengan pasien rileks posisikan
lengan pasien sedikit ditekuk pada sendi siku, lalu lengan pasien diletakan diatas
pemeriksa. Setelah itu ketokan pada jari pemeriksa yang telah diletakan di daerah
tendon menggunaka palu refleks. Pada saat pemukulan jangan terlalu keras karena
dapat melukai pasien.

b) Refleks trisep
Pada saat akan melakukan pemeriksaan refleks trisep pertama tama pasien yang
akan di periksa di persilahkan duduk di tempat duduk. Pasien yang akan diperiksa
harus rileks terlebih dahulu, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi,
lalu lengan pasien diletakan di atas lengan pemeriksa setelah itu pukul tendon trisep
melalui fosa olekrani (bagian belakang).
c) Refleks Patella
Pasien yang akan diperiksa dipersilahkan duduk santai dengan tungkai menjuntai.
Raba daerah kanan dan kiri tendon untuk menentukan daerah yang tepat, lalu tangan
pemeriksa memegang paha pasien. Ketuk tendon patella pasien dengan palu refleks
menggunakan tangan lain.
d) Refleks Achilles
Pasien yang akan diperiksa dipersilahkan duduk dengan kaki menjuntai. Raba
daerah yang akan di periksa, lalu pegang kaki pasien yang akan diperiksa ketukan
palu refleks pada tendon achilles.
2. Pemeriksaan Telinga
a) Tes Tutur
Pada pemeriksaan telinga menggunakan cara tes tutur pertama, pasien tidak boleh
berhadapan dengan pemeriksa tetapi antara pemeriksa dan pasien duduk
menyamping dengan telinga yang di test ke arah pemeriksa. Hal ini dilakukan agar
pasien tidak membaca bibir dari pemeriksa. Telinga yang tidak di test sebaiknya
ditutup atau ditekan pada tragusnya. Suara bisikan yang dikeluarkan ialah suara yang
dilakukan setelah ekspirasi maksimal. Kata kata yang digunakan merupakan kata

17
yang dikenal di daerahnya dengan kata sponde. Kemudian setiap kata diulang tiga
kali, jika pasien tidak mendengar maka pasien harus maju 1 meter dari tempat
semula.

b) Tes garpu tala


Pada tes garpu tala terdapat beberapa cara pemeriksaan yaitu Rinne, Weber, dan
Schwabach.
a. Rinne
Pertama hal yang dilakukan untuk memeriksa telinga pasien dengan cara Rinne
adalah penala digetarkan terlebih dahulu pada punggung tangan atau siku.
Tujuannya agar suara yang dihasilkan tidak terlalu keras. Frekuensi yang dipakai
adalah 512, 1024, dan 2048 Hz. Setelah penala digetarkan maka tekankan ujung
tangkai penala pada prosessis mastoideus salah satu telinga pasien, penala tidak
boleh tersentuh tangan pemeriksa. Lalu setelah itu tanyakan pada pasien apakah
ia mendengar bunyi dengungan dari penala jika ia mendengar acungkan jari
telunjuk pasien dan jika sudah tidak mendengar dengungannya jari telunjuk
diturunkan. Apabila di bagian prosessus mastoideus sudah tidak mendengar
dengungan dari penala maka penala langsung di tempatkan sedekatnya di bagian
liang telinga. Maka setelah itu akan diketahui hasilnya apakah pasien menderita
gangguan atau tidak.
b. Weber
Pertama tama getarkan penala yang berfrekuensi 512 Hz. Lalu tekankan ujung
penala di bagian dahi di garis median. Tanyakan kepada pasien apakah
mendengar dengungan bunyi penala sama kuat dikedua telinganya atau hanya
mendengar di salah satu telinganya.
c. Schwabach
Pertama tama getarkan penala yang memiliki frekuensi 512 Hz. Lalu tekankan
ujung tangkai penala pada prosessus mastoideus pada salah satu telinga pasien,
jika pasien sudah tidak mendengar dengungan dari penala maka suruh pasien
untuk mengacungkan jari telunjuknya, maka pada saat itu segera letakan ujung
penala ke prosessus mastoideus pemeriksa, jika pemeriksa masih mendengar
dengungan maka hasil pemeriksaan menunjukan bahwa pasien terkena SNHL
(Schwabach pasien memendek). Tetapi jika pemeriksa sama sama sudah tidak

18
mendengar ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu normal dan schwabach
memanjang. Maka dilakukan pemeriksaan yang kedua yaitu getarkan penala lalu
letakan ujung penala di prosessus mastoideus pemeriksa setelah berhenti segera
letakan ujung penala di prosessus mastoideus pasien. Jika pasien masih
mendengar dengungan maka hasil pemeriksaan pasien ialah schwabach
memanjang atau CHL.
3. Pemeriksaan Mata
Agar mengetahui mata seseorang normal atau tidak maka dapat dilakukan pemeriksaan
ketajaman mata menggunakan metode optotype snelen. Pertama pasien di coba terlebih
dahulu untuk melihat huruf paling besar pada jarak 60 meter, jika tidak dapat melihat
pada jarak 60 meter maka beri arahan pada pasien untuk melihat pada jarak 6 meter. Ini
dapat disimpulkan bahwa orang normal dapat melihat pada jarak 60 meter sedangkan
pasien hanya dapat melihat pada jarak 6 meter saja. Jarak normalnya orang dapat
melihat huruf tersebut dapat dilihat dari angka yang tertera pada tabel optotype snelen.
Untuk menentukan seseorang buta warna atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan buta
warna. Pertama pasien di persilahkan duduk dan menentukan warna apa saja yang
terdapat pada buku buta warna. Jika pasien dapat membedakan warnanya maka pasien
tidak mengalami buta warna.

19
BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

I. Percobaan refleks
Pada saat refleks trisep maka terjadi ekstensi lengan bawah di sendi siku. Pada saat bisep terjadi
fleksi di sendi siku. Pada saat palu refleks dipukul di patela maka kaki akan menghasilkan
gerakan menendang. Pada saat refleks archiles terjadi refleks plantar fleksi kaki.
II. Percobaan telinga
Saat percobaan dengan menggunakan garpu tala jika garpu tala dipukul di siku lalu diletakkan
pada telinga kita masih bisa mendengarnya.

B. Pembahasan

Saat pemeriksaan refleks pada patela adanya gerakan kaki menendang itu berarti menunjukkan
adanya gerakan refleks yang normal dari tubuh kita terhadap palu refleks tersebut. Pada pemeriksaan
archilles dilakukan di tumit kaki dengan memukul garpu tala di tumit kaki lalu menghasilkan refleks
olantar fleksi

Saat pemeriksaan telinga digunakan tes garpu tala dimana garpu tala dipukul di siku lalu diletakkan
pada telinga. Ketika pemeriksa sudah tidak mendengar lagi tetapi pasien masih mendengar itu
schwabach memanjang. Jika pemeriksa masih mendengar namun pasien sudah tidak mendengar berarti
itu schwabach memendek.

C. Aplikasi Klinis

Penderita stroke Seorang pasien stroke asal Inggris mendapat suntikan dua juta sel punca saraf
untuk memperbaiki sel-sel otak yang mati. Uji coba yang pertama kali di dunia ini diharapkan
membantu pasien itu sembuh dari stroke dengan cara merangsang otak menggunakan sel saraf yang
matang. Laruence Dunn, ahli bedah saraf, berhasil menyuntikkan sel punca pada pasien stroke pertama
sejak metode sel punca embrionik ini diizinkan. Sebagian sel punca saraf yang diinjeksi tersebut secara
otomatis akan mengubah dirinya menjadi saraf. Seperti diketahui, sel-sel otak pasien stroke mati karena
kekurangan oksigen. Perkembangan terapi ini akan dimonitor selama dua tahun. Dalam uji coba pada

20
tikus percobaan diketahui, sel punca juga memicu berbagai proses perbaikan pada tubuh, seperti
membantu pertumbuhan pembuluh darah di otak yang baru serta memacu otak untuk menumbuhkan
populasi sel punca sendiri. Hingga tahun 2011 mendatang, sudah 13 pasien yang terlibat dalam uji
coba ini akan mendapatkan injeksi sel punca dengan dosis yang ditingkatkan. Seluruh pasien yang
terlibat rata-rata berusia di atas 60 tahun dan berjenis kelamin pria. Mereka mengalami stroke iskemik,
terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah ke otak, dan tidak berhasil dalam menjalani terapi
pengobatan.
Presbikusis adalah tuli saraf sensorineural frekuensi tinggi, umumnyaterjadi mulai usia 65 tahun,
simetris kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada frekuensi 100 HZ atau lebih. Umumnya diketahui
bahwa presbbikusismmerupakan akibat dari proses degenerasi. !iduga kejadian presbikusismempunyai
hubungan dengan faktor"faktor herediter, pola makanan,metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising,
gaya hidup atau bersifatmultifaktor.

Astigmatisma atau mata silindris adalah suatu kondisi mata/penglihatan dimana penglihatan
menjadi kabur, disebabkan oleh bentuk kornea yang tidak teratur, dimana lensa mata mempunyai
cekungan yang berbeda antara tengah dan pinggir. Dikarenakan bayangan benda jatuh di retina mata
ada dua tidak satu, sehingga efeknya adalah penderita melihat benda seakan menjadi dua/kabur/blur.
Penderita astigmatisma reguler (melihat garis vertikal terlihat kabur dan garis horisontal terlihat jelas)
dapat dikoreksi dengan kacamata berlensa silindris. Selain dengan kacamata, penderita silindris dapat
mendapatkan visi yang jelas dengan menggunakan lensa kontak, orthokeratology, laser dan prosedur
operasi bias lainnya.

Pinguecula adalah salah satu degenerasi konjungtiva mata (membran mukosa tipis yang membatasi
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata) yang
umum terjadi. Pinguecula merupakan pertumbuhan jaringan tipis (selaput) non-kanker di konjungtiva
dan tidak berbahaya. Pinguecula terlihat seperti benjolan kecil di ujung bola mata dekat dengan kornea
dan berwarna kekuningan. Penyebab pastinya belum diketahui, namun penyebab paling umum terjadi
adalah karena paparan sinar matahari dan iritasi mata. Pinguecula tidak memerlukan pengobatan,
misalnya dengan tindakan operasi atau tindakan medis lainnya. Hal yang dapat dilakukan agar
terhindar dari pinguecula adalah dengan menjaga mata tetap basah, menghindari paparan langsung

21
ultraviolet dengan menggunakan kacamata hitam, hindari iritasi mata. Hubungi dokter jika pinguecula
berubah ukuran, berubah warna dan berubah bentuk.

Pterygium adalah salah satu penyakit mata yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan selaput
tipis di konjungtiva yang menutupi bagian putih dari mata dan meluas ke kornea. Pterygium hampir
mirip dengan pinguecula. Hanya saja pterygium berbentuk segitiga dan puncaknya terletak di kornea.
Penyebab pterygium juga belum diketahui secara pasti. Namun pterygium lebih sering terjadi pada
orang yang sering terpapar sinar UV, angin, berdebu dan orang-orang yang bekerja diluar rumah. Para
petani dan nelayan serta orang-orang yang tinggal di dekat garis khatulistiwa lebih banyak terkena
pterygium. Pterygium adalah pertumbuhan jaringan non-kanker, namun jika pertumbuhannya cepat dan
meluas ke kornea, maka penglihatan penderita pterygium akan menjadi kabur dan silau. Gejala
pterygium diantaranya mata akan terasa mengganjal, sedikit gatal, berair, tetapi adapula yang tidak
memiliki gejala. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pertumbuhan pterygium
adalah menghindari kontak langsung dengan sinar UV dengan mengguanakan kacamata hitam jika
berada diluar dengan sinar matahari yang menyengat, menjaga mata tetap lembab dan menghindari
iritasi. Hubungi dokter jika pertumbuhan pterygium terjadi dengan cepat dan mengganggu visi.

Buta warna terjadi ketika ada masalah dengan butiran sensor-warna (pigmen) dalam sel-sel saraf
tertentu dari mata. Buta warna sama sekali bukanlah bentuk kebutaan, tetapi kekurangan dalam cara
Anda melihat warna dan kesulitan dalam membedakan warna tertentu, seperti biru dan kuning atau
merah dan hijau. Buta warna dapat menurun dan laki-laki lebih sering terkena kasus buta warna
daripada perempuan. Buta warna karena keturunan tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dibantu
dengan memakai kacamata lensa warna, untuk membantu membedakan warna lebih dengan mudah.
Atau dengan kacamata dengan lensa yang dapat mengurangi cahaya, karena jika terlalu terang atau
silau penderita buta warna lebih sulit membedakan warna.

Presbiopi adalah suatu keadaan gangguan penglihatan yang umum terjadi karena faktor usia.
Presbiopi sering disebut kondisi penuaan mata, dimana menyebabkan tidak mampu fokus melihat dari
jarak dekat dan tidak dapat melihat benda jauh dengan jelas, karena ada masalah yang berkaitan dengan
pembiasan pada mata. Mata tidak mampu memfokuskan cahaya langsung ke retina akibat pengerasan
dari lensa alami. Penuaan mempengaruhi serat otot di sekitar mata sehingga sulit bagi mata tua untuk

22
fokus pada objek dekat, sehingga ketidakefektifan lensa menyebabkan cahaya berfokus ke retina,
menyebabkan berkurangnya penglihatan pada benda-benda yang dekat. Ketika kita muda, lensa mata
masih lembut dan fleksibel, memungkinkan otot-otot kecil di dalam mata dapat dengan mudah
membentuk kembali lensa untuk fokus pada benda dekat maupun jauh. Kacamata berlensa cekung dan
cembung sekaligus adalah cara paling sederhana dan paling aman aman untuk mengoreksi presbiopi.

Rabun senja atau nyctalopia atau hemeralopi adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam
hari atau dalam cahaya redup. Rabun senja juga sering disebut rabun ayam, karena ayam tidak dapat
melihat jelas saat senja atau malam hari. Rabun senja terjadi karena adanya kerusakan pada sel retina
yang seharusnya dapat bekerja saat melihat benda/objek dengan cahaya yang kurang atau redup.
Penyebab terjadinya rabun senja antara lain; katarak, rabun jauh, pemakaian obat-obatan tertentu,
kekurangan vitamin A (walaupun sangat jarang), bawaan dari lahir, mata minus dll. Penderita rabun
senja dapat menyebabkan masalah dengan mengemudi di malam hari, kesulitan melihat bintang,
berjalan di ruangan/tempat yang gelap dll. Rabun senja dapat dikurangi dengan mengkonsumsi
suplemen vitamin A atau jika sangat mengganggu penglihatan secara signifikan, maka sangat penting
untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis mata. Agar diketahui penyebabnya dan dapat segera
diperbaiki, misalnya dengan kacamata atau pengangkatan katarak.

Rabun dekat atau hipermetropi atau hiperopia adalah gangguan pada penglihatan yang disebabkan
lensa mata terlalu pipih. Bayangan benda yang dilihat terbentuk di belakang retina sehingga mata tidak
dapat melihat benda-benda yang dekat. Penglihatan penderita hipermetropi dapat dikoreksi dengan
menggunakan kacamata berlensa cembung atau positif. Dengan lensa cembung, sinar yang jatuh di
belakang retina akan dikembalikan tepat pada retina sehingga dapat melihat benda dari jarak dekat

Rabun jauh adalah kebalikan dari rabun dekat, mata dengan lensa terlalu cembung atau bulat mata
terlalu panjang. Rabun jauh adalah ketidakmampuan mata untuk melihat dalam jarak yang jauh.
Bayangan yang dihasilkan akan jatuh didepan retina. Penderita rabun jauh dapat menggunakan
kacamata berlensa cekung atau negatif. Lensa cekung akan menempatkan kembali bayangan tepat
dititk retina, sehingga mata dapat melihat benda yang jauh.

23
BAB III

KESIMPULAN

Refleks adalah suatu respon involunter terhadap sebuah stimulus


Refleks fisiologis terdiri dari refleks ekstermitas atas dan refleks ekstermitas bawah.
Refleks patologis terdiri dari refleks hoffmann tromer, grasping refleks, refleks babinski, mayer
refleks dan sebagainya.
Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga bagian luar,tengah dan dalam.
Tes pendengaran terdiri dari tes tutur, tes garpu tala dan audiometer.
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang terbungkus oleh tiga lapisan.
Jenis pemeriksaan visus terdiri dari visus opthotype snelen, visus hitung jari, visus gerakan
lambaian tangan dan visus gelap terang.
Kelainan refraksi yaitu hipermetrofi, miopi dan astigmatisma.

24
DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn C.2013.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama
Sherwood, Lauralee.2015.Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sistem.Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Snell, Richard.2012.Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Syaifuddin.2009.Anatomi Manusia untuk Manusia Keperawatan.Jakarta: Salemba
Medika
Carlson, 1994.Relaksasi.Pengembangan Multimedia
Japardi, Iskandar.2002.Aspek neurologik gangguan kedokteran.Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara

25

Anda mungkin juga menyukai