PEMBIMBING :
dr.
Oleh :
Fathia Maulida Hasti
71120803
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan paper dengan judul Gangguan
Kepribadian Paranoid sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, dr. yang telah
banyak memberikan ilmu dan bimbingan selama dirumah sakit.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini mungkin
masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
2.1. Definisi
Gangguan kepribadian paranoid (paranoid personality
disorder;PPD) adalah suatu kondisi kesehatan mental dimana seseorang
memiliki pola jangka panjang ketidakpercayaan dan kecurigaan terhadap
orang lain secara berlebihan. Gangguan biasanya muncul dengan
manifestasi dari rasa tidak percaya dan kecurigaan yang tidak tepat
terhadap orang lain sehingga menghasilkan kesalahpahaman atas tindakan
orang lain sebagai sesuatu yang akan merugikan dirinya. Dikatakan
sebagai suatu bentuk gangguan bila perilaku tersebut sifatnya menetap,
mengganggu dan membuat tertekan (distressing). Akan tetapi, perilaku ini
tidak disebut sebagai bentuk gangguan kepribadian bila kemunculan
perilaku tersebut disebabkan oleh skizofrenia, gangguan mood (seperti
depresi berat) dengan gejala psikotik, gangguan psikotik lainnya (faktor
neurologi), atau sebab-sebab yang diakibatkan oleh kondisi medis.1
Kepribadian paranoid menurut W.F. Maramis dalam bukunya
Catatan Kedokteran Jiwa merupakan suatu gangguan kepribadian
dengan sifat curiga yang menonjol, dimana seseorang dengan gangguan ini
mungkin agresif dan setiap orang lain yang dilihatnya dianggap sebagai
agresor terhadapnya. Ia dapat bersikap sebagai pemberontak dan
angkuh untuk menahan harga diri, dengan sering pula mengancam orang
lain sebagai akibat dari proyeksi rasa bermusuhannya sendiri. Dengan
demikian penderita akan kehilangan banyak teman dan mendapatkan
banyak musuh.2
2.2. Etiologi
1. Faktor Genetika
Bukti yang terbaik bahwa factor genetika berperan terjadap
timbulnya gangguan kepribadian berasal dari penelitian gangguan
psikiatrik pada 15.000 pasangan kembar di Amerika Serikat.
Diantara kembar manazigotik, angka kesesuaian untuk gangguan
kepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar
dizigotik. Selain itu, menurut satu penelitian tentang panilaian
multiple kepribadian temperamen, minat okupasional dan waktu
luang, dan sikap social, kembar monozigotik yang dibesarkan
terpisah adalah kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang
dibesarkan bersama-sama.1
Gangguan kepribadian kelompok A (paranoid, schizoid,
dan skizotipal) adalah lebih sering ditemukan pada sanak saudara
biologis dari pasien skizofrenik dibandingkan kelompom kontrol.
Secara bermakna lebih banyak sanak saudara dengan gangguan
kepribadian skizotipal ditemukan di dalam riwayat keluarga orang
dengan skizofrenia dibandingkan kelompok kontrol. Korelasi yang
lebih jarang ditemukan antara gangguan kepribadian paranoid atau
schizoid dan skizofrenia.1
2. Faktor Temperamental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-
anak mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian pada
masa dewasa. Sebagai contoh, anak-anak yang secara temperamental
ketakutan mungkin mengalami gangguan kepribadian menghindar.
Gangguan kepribadian tertentu mungkin berasal dari kesesuaian
parental yang buruk yaitu ketidaksesuaian antara temperamen dan
cara membesarkan anak. Sebagai contoh, seorang anak yang
pencemas dibesarkan oleh ibu yang pencemas.1
3. Faktor Biologis
Hormon, orang yang menunjukkan sifat impulsif sering kali
juga menunjukkan peningkatan kadar testosteron, 17 estradiol, dan
estrone. Neorotransmitter, Endorfin memiliki efek yang serupa
dengan morfin eksogen, termasuk analgesia dan supresi rangsangan.1
4. Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud pada awalnya menyatakan bahwa sifat
kepribadian adalah berhubungan dengan fiksasi pada salah satu
stadium perkembangan psikoseksual. Sebagai contoh, suatu karakter
oral adalah pasif dan dependen karena terfiksasi pada stadium oral,
dimana ketergantungan pada orang lain untuk asupan makanan
adalah menonjol. Karakter anal adalah keras keapala, kikir, dan
sangat teliti karena perjuangan di sekitar latihan toilet selama periode
anal.1
2.7. Terapi
Meskipun perbedaan pengobatan berdasarkan jenis gangguan
kepribadian, beberapa prinsip umum dapat digunakan untuk semuanya.
Karena hampir semua orang dengan gangguan kepribadian tidak melihat
perlunya terapi, motivasi seringkali datangnya dari orang lain. Namun
demikian, penderita dapat merespon mendukung tetapi penuh dengan
konfrontasi terhadap akibat dari pemikiran dan pola prilaku mereka yang
tidak tepat. Hal ini biasanya efektif bila datangnya dari teman sebaya atau
psikoterapis.10
Terapis berulang-ulang menunjukkan konsekwensi yang tidak
diinginkan karena pola pikir dan prilaku penderita, kadang-kadang
membuat batas tingkah laku, dan berulang-ulang mengkonfrontasi
penderita dengan kenyataan
yang ada.10
2.7.1. Psikoterapi
Psikoterapi adalah pengobatan yang terpilih. Ahli terapi
harus langsung dalam menghadapi pasien. Jika ahli terapi dituduh
tidak konsisten atau gagal, seperti terlambat untuk suatu perjanjian,
kejujuran dan permintaan maaf adalah lenih baik daripada
penjelasan yang membela diri. Ahli terapi harus mengingat bahwa
kejujuran dan toleransi keintiman adalah bidang yang sulit bagi
pasien dengan gangguan. Dengan demikian psikoterapi individual
memerlukan gaya professional dan tidak terlalu hangat dari pihak
ahli terapi. Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi
kelompok, mereka juga tidak mungkin mentoleransi intrusivitas
terapi perilaku. Klinisi yang terlalu banyak menggunakan
interpretasi khusysnya interpretasi mengenai perasaan
ketergantungan yang dalam, masalah seksual, dan keinginan untuk
keintiman, secara jelas meningkatkan ketidakpercayaan pasien.1
Pada suatu waktu, perilaku pasien dengan gangguan
kepribadian paranoid menjadi sangat mengancam sehingga ahli
terapi harus mengendalikannya atau menentukan batas dalam hal
tersebut. Tuduhan delusional harus dihadapi dengan cara yang
realistik tetapi jelas tanpa menghina pasien. Pasien paranoid
terlanda ketakutan jika mereka merasa bahwa orang yang akan
mencoba menolong mereka adalah lemah dan tidak berdaya;
dengan demikian, ahli terapi tidak boleh mengancam mengambil
kendali kecuali mereka berdua mau dan mampu melakukannya.1
Terapi perilaku telah digunakan untuk meningkatkan
keterampilan sosial dan umtuk menghilangkan kecurigaan terhadap
permainan pasien.1
2.7.2. Farmakoterapi
Farmakoterapi adalah berguna dalam menghadapi agitasi
dan kecemasan. Pada sebagian besar kasus suatu obat antiansietas
seperti diazepam (valium) adalah memadai. Tetapi mungkin perlu
untuk menggunakan suatu antipsikotik, seperti thioridazine
(Mellaril) atau haloperidol (Haldol), dalam dosis kecil dan dalam
periode singkat untuk menangani agitasi parah atau pikiran yang
sangat delusional.1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut W.F. Maramis dalam bukunya Catatan Kedokteran Jiwa
Kepribadian paranoid adalah suatu gangguan kepribadian dengan sifat
curiga yang menonjol, orang seperti ini mungkin agresif dan setiap orang
lain yang dilihatnya dianggap sebagai agresor terhadapnya. Ia bersikap
sebagai pemberontak dan angkuh untuk menahan harga diri, sering ia
mengancam orang lain sebagai akibat dari proyeksi rasa bermusuhannya
sendiri. Dengan demikian ia kehilangan banyak teman dan mendapatkan
banyak musuh2. Gejala inti gangguan kepribadian paranoid adalah
ketidakpercayaan umum orang lain. Komentar dan tindakan bahwa orang
sehat tidak akan memperhatikan tampil sebagai penuh penghinaan dan
ancaman terhadap seseorang dengan gangguan tersebut3. Untuk
menegakkan diagnosa dari gangguan kepribadian paranoid berdasarkan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III.
Adapun terapi yang bisa diberikan pada pasien gangguan kepribadian
paranoid dengan psikoterapi dan farmakoterapi dengan antipsikosis.1
DAFTAR PUSTAKA