Anda di halaman 1dari 14

PAPER

GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID


Disusun Sebagai Tugas
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior ( KKS )
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa

PEMBIMBING :
dr.

Oleh :
Fathia Maulida Hasti
71120803

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF


ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
SUMATERA UTARA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan paper dengan judul Gangguan
Kepribadian Paranoid sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, dr. yang telah
banyak memberikan ilmu dan bimbingan selama dirumah sakit.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini mungkin
masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun.

Medan, Mei 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5


2.1 Diare ...................................................................................................... 5
2.1.1 Definisi ......................................................................................... 5
2.1.2 Klasifikasi .................................................................................... 5
A. Diare akut ..................................................................................... 5
1. Etiologi ..................................................................................... 5
2. Patofisiologi ............................................................................. 7
3. Diagnosis .................................................................................. 7
4. Penatalaksanaan ....................................................................... 9
5. Komplikasi ............................................................................. 12
B. Diare kronik ............................................................................... 13
1. Etiologi ................................................................................... 13
2. Patofisiologi ........................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitas sifat emosional
dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam
kondisi yang biasanya; kepribadian relative stabil dan dapat diramalkan.
Gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang
diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang. Hanya jika sifat
kepribadian tidak fleksibel dan maladaptive dan dapat menyebabkan
gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan subjektif maka
dimasukkan sebagai kelas gangguan kepribadian.1
Terdapat berbagai defenisi atau pengertian mengenai kepribadian.
Kusumanto Setyonegoro mengatakan: kepribadian adalah ekspresi keluar
dari pengetahuan dan perasaan yang dialami secara subjektif oleh
seseorang. Defenisi lain mengemukakan bahwa kepribadian adalah
perilaku yang khas seseorang yang menyebabkan orang itu dapat dikenal
dan dibedakan dari orang lain karena pola perilakunya. Ada juga
pengertian gaya kepribadian yang menunjuk pada keseluruhan pola
pikiran, perasaan dan perilaku yang mempengaruhi seseorang dalam usaha
adaptasi yang terus menerus dalam hidupnya, alhasil interaksi antara
genotiope (pengaruh keturunan) dan fenotipe (pengaruh lingkungan).2
Pasien dengan gangguan kepribadian menunjukkan pola
maladaptif, mendarah daging, tidak fleksibel yang berhubungan dan
mengesankan lingkungan dan dirinya sendiri. Orang tersebut jauh lebih
mungkin menolak bantuan psikiatrik dan menyangkal masalahnya
dibandingkan orang dengan gangguan kecemasan, gangguan depresif, atau
gangguan obsesif kompulsif. Gejala gangguan kepribadian adalah
aloplastik (yaitu, mampu mengadaptasi dan mengubah lingkungan
eksternal) dan ego-sintonik (yaitu, dapat diterima oleh ego); mereka
dengan gangguan kepribadian tidak merasa cemas tentang perilaku
maladaptifnya. Karena orang tersebut tidak secara rutin merasakan sakit
dari apa yang dirasakan oleh masyarakat sebagai gejalanya, mereka sering
kali dianggap sebagai tidak bermotivasi untuk pengobatan dan tidak
mempan terhadap pemulihan.1
Gangguan kepribadian dikelompokkan ke dalam tiga kelompok
dalam Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorder-IV(DSM-IV).
Kelompok A terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid dan
skizotipal, orang kelompok ini sering tampak aneh dan eksentrik sehingga
disebut kelompok eccentric or odd. Kelompok B terdiri dari gangguan
kepribaadian anti social, ambang , histrionic, dan narsisistik dimana
kelompok ini disebut sebagai kelompok dramatic, emotional, or eratic.
Kelompok C terdiri dari gangguan kepribadian menghindar, dependen dan
obsesif kompulsif, dimana kelompok ini disebut dengan anxious or
fearfull, dimana dalam hal ini akan dibahas secara detail gangguan
paranoid.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gangguan kepribadian paranoid (paranoid personality
disorder;PPD) adalah suatu kondisi kesehatan mental dimana seseorang
memiliki pola jangka panjang ketidakpercayaan dan kecurigaan terhadap
orang lain secara berlebihan. Gangguan biasanya muncul dengan
manifestasi dari rasa tidak percaya dan kecurigaan yang tidak tepat
terhadap orang lain sehingga menghasilkan kesalahpahaman atas tindakan
orang lain sebagai sesuatu yang akan merugikan dirinya. Dikatakan
sebagai suatu bentuk gangguan bila perilaku tersebut sifatnya menetap,
mengganggu dan membuat tertekan (distressing). Akan tetapi, perilaku ini
tidak disebut sebagai bentuk gangguan kepribadian bila kemunculan
perilaku tersebut disebabkan oleh skizofrenia, gangguan mood (seperti
depresi berat) dengan gejala psikotik, gangguan psikotik lainnya (faktor
neurologi), atau sebab-sebab yang diakibatkan oleh kondisi medis.1
Kepribadian paranoid menurut W.F. Maramis dalam bukunya
Catatan Kedokteran Jiwa merupakan suatu gangguan kepribadian
dengan sifat curiga yang menonjol, dimana seseorang dengan gangguan ini
mungkin agresif dan setiap orang lain yang dilihatnya dianggap sebagai
agresor terhadapnya. Ia dapat bersikap sebagai pemberontak dan
angkuh untuk menahan harga diri, dengan sering pula mengancam orang
lain sebagai akibat dari proyeksi rasa bermusuhannya sendiri. Dengan
demikian penderita akan kehilangan banyak teman dan mendapatkan
banyak musuh.2
2.2. Etiologi
1. Faktor Genetika
Bukti yang terbaik bahwa factor genetika berperan terjadap
timbulnya gangguan kepribadian berasal dari penelitian gangguan
psikiatrik pada 15.000 pasangan kembar di Amerika Serikat.
Diantara kembar manazigotik, angka kesesuaian untuk gangguan
kepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar
dizigotik. Selain itu, menurut satu penelitian tentang panilaian
multiple kepribadian temperamen, minat okupasional dan waktu
luang, dan sikap social, kembar monozigotik yang dibesarkan
terpisah adalah kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang
dibesarkan bersama-sama.1
Gangguan kepribadian kelompok A (paranoid, schizoid,
dan skizotipal) adalah lebih sering ditemukan pada sanak saudara
biologis dari pasien skizofrenik dibandingkan kelompom kontrol.
Secara bermakna lebih banyak sanak saudara dengan gangguan
kepribadian skizotipal ditemukan di dalam riwayat keluarga orang
dengan skizofrenia dibandingkan kelompok kontrol. Korelasi yang
lebih jarang ditemukan antara gangguan kepribadian paranoid atau
schizoid dan skizofrenia.1
2. Faktor Temperamental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-
anak mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian pada
masa dewasa. Sebagai contoh, anak-anak yang secara temperamental
ketakutan mungkin mengalami gangguan kepribadian menghindar.
Gangguan kepribadian tertentu mungkin berasal dari kesesuaian
parental yang buruk yaitu ketidaksesuaian antara temperamen dan
cara membesarkan anak. Sebagai contoh, seorang anak yang
pencemas dibesarkan oleh ibu yang pencemas.1
3. Faktor Biologis
Hormon, orang yang menunjukkan sifat impulsif sering kali
juga menunjukkan peningkatan kadar testosteron, 17 estradiol, dan
estrone. Neorotransmitter, Endorfin memiliki efek yang serupa
dengan morfin eksogen, termasuk analgesia dan supresi rangsangan.1
4. Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud pada awalnya menyatakan bahwa sifat
kepribadian adalah berhubungan dengan fiksasi pada salah satu
stadium perkembangan psikoseksual. Sebagai contoh, suatu karakter
oral adalah pasif dan dependen karena terfiksasi pada stadium oral,
dimana ketergantungan pada orang lain untuk asupan makanan
adalah menonjol. Karakter anal adalah keras keapala, kikir, dan
sangat teliti karena perjuangan di sekitar latihan toilet selama periode
anal.1

2.3. Gambaran Klinis


Gejala inti gangguan kepribadian paranoid adalah
ketidakpercayaan umum orang lain. Komentar dan tindakan bahwa orang
sehat tidak akan memperhatikan tampil sebagai penuh penghinaan dan
ancaman terhadap seseorang dengan gangguan tersebut. Namun, secara
umum, pasien dengan gangguan kepribadian paranoid tetap berhubungan
dengan realitas; mereka tidak memiliki salah satu dari halusinasi atau
delusi terlihat pada pasien dengan psikosis. Namun demikian, kecurigaan
mereka bahwa orang lain bermaksud menyakiti atau mengeksploitasi
mereka begitu meresap dan intens bahwa orang-orang dengan gangguan
kepribadian paranoid sering menjadi sangat terpencil. Mereka menghindari
interaksi sosial yang normal. Dan karena mereka merasa tidak aman dalam
apa yang merupakan dunia yang sangat mengancam bagi mereka, pasien
dengan gangguan kepribadian paranoid mampu menjadi kekerasan.
komentar berbahaya, lelucon tidak berbahaya dan komunikasi sehari-hari
lain sering dianggap sebagai penghinaan3.
Karena mereka terus-menerus mempertanyakan motivasi dan
kepercayaan orang lain, pasien dengan gangguan kepribadian paranoid
tidak cenderung untuk berbagi keintiman. Mereka takut informasi tersebut
dapat digunakan untuk melawan mereka. Akibatnya, mereka menjadi
bermusuhan dan tidak bersahabat, argumentatif atau menyendiri.
ketidaknyamanan mereka sering menarik tanggapan negatif dari orang di
sekitar mereka. Menampik ini menjadi "bukti" di dalam pikiran pasien
bahwa orang lain, memang, bermusuhan dengan mereka. Mereka memiliki
wawasan sedikit menjadi efek dari sikap dan perilaku interaksi mereka
umumnya tidak berhasil dengan orang lain. Ketika ditanya apakah mereka
bertanggung jawab untuk interaksi negatif yang mengisi hidup mereka,
orang-orang dengan gangguan kepribadian paranoid cenderung untuk
menempatkan semua menyalahkan orang lain.3
Adapun tipe manusia dengan gangguan kepribadian paranoid
adalah sensitive dan mencurigai, mereka tidak mempercayai orang lain
dan tindakannya, sering timbul rasa cemburu, sangat mudah tersinggung,
bersifat iritabel, argumentatif dan nakal, sebagian dari mereka memiliki
pendirian yang kuat, serta mempunyai bakat yang terpendam namun
potensi itu terhambat oleh karena dibiarkan karena tidak dihargai oleh
orang lain3. Ciri-ciri lainnya seperti mempertanyakan motif tersembunyi di
dalam orang lain, perasaan kepastian, tanpa pembenaran atau bukti, bahwa
orang lain bermaksud menyakiti atau mengeksploitasi mereka isolasi
social, agresivitas dan permusuhan, sedikit atau tidak ada rasa humor.3

2.4. Diagnosis Banding


Gangguan kepribadian paranoid biasanya dapat dibedakan dari
gangguan delusional karena waham yang terpaku tidak ditemukan pada
gangguan kepribadian paranoid. Keadaan ini dapat dibedakan dari
skizofrenia paranoid karena halusinasi dan pikiran formal tidak ditemukan
pada gangguan kepribadian paranoid. Gangguan kepribadian paranoid
dapat dibedakan dari gangguan kepribadian ambang karena pasien
paranoid jarang mampu terlibat secara berlebihan dan rusuh dalam
persahabatan dengan orang lain seperti pasien ambang. Pasien paranoid
tidak memiliki karakter antisosial sepanjang riwayat perilaku antisosial.
Orang dengan gangguan kepribadian skizoid adalah menarik diri dan
menjauhkan diri tetapi tidak memiliki gagasan paranoid.1

2.5. Kriteria Diagnostik


Beradasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) III diagnostik dari kepribadian paranoid memiliki ciri-ciri:4
1. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
2. Kecendrungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak
untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil
3. Kecurigan dan kecendrungan yang mendalam untuk mendistorsikan
pengalaman dengan menyalah artikan tindakan orang lain yng netral
atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan.
4. Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa
memperhatikan situasi yang ada (actual situation)
5. Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification), tentang
kesetiaan seksual dari pasangannya
6. Kecendrungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang
brmanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri (self
refferential attitude)
7. Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak
substantif dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri pasien
sendiri maupun dunia pada umumnya.
Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit tiga dari ciri-ciri diatas.

2.6. Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Selama ini tampaknya belum terdapat penelitian jangka panjang
yang adekuat terhadap pasien gangguan kepribadian paranoid.
Berdasarkan fakta lapangan, biasanya individu dengan gangguan
kepribadian paranoid memiliki gangguan ini seumur hidup. Pada beberapa
diantara mereka, gangguan ini merupakan pertanda awal sebelum akhirnya
mereka menderita skizofrenia. Pada orang lain lagi, saat mereka menjadi
semakin matang dan stress menghilang, sifat paranoid memberikan jalan
untuk pembentukan reaksi, perhatian yang tepat terhadap moralitas, dan
perhatian altruistik. Tetapi, secara umum, pasien dengan gangguan
kepribadian paranoid memiliki masalah seumur hidupnya dan tinggal
bersama orang lain. Masalah pekerjaaan dan perkawinan sering
ditemukan.5

2.7. Terapi
Meskipun perbedaan pengobatan berdasarkan jenis gangguan
kepribadian, beberapa prinsip umum dapat digunakan untuk semuanya.
Karena hampir semua orang dengan gangguan kepribadian tidak melihat
perlunya terapi, motivasi seringkali datangnya dari orang lain. Namun
demikian, penderita dapat merespon mendukung tetapi penuh dengan
konfrontasi terhadap akibat dari pemikiran dan pola prilaku mereka yang
tidak tepat. Hal ini biasanya efektif bila datangnya dari teman sebaya atau
psikoterapis.10
Terapis berulang-ulang menunjukkan konsekwensi yang tidak
diinginkan karena pola pikir dan prilaku penderita, kadang-kadang
membuat batas tingkah laku, dan berulang-ulang mengkonfrontasi
penderita dengan kenyataan yang ada.10

2.7.1. Psikoterapi
Psikoterapi adalah pengobatan yang terpilih. Ahli terapi
harus langsung dalam menghadapi pasien. Jika ahli terapi dituduh
tidak konsisten atau gagal, seperti terlambat untuk suatu perjanjian,
kejujuran dan permintaan maaf adalah lenih baik daripada
penjelasan yang membela diri. Ahli terapi harus mengingat bahwa
kejujuran dan toleransi keintiman adalah bidang yang sulit bagi
pasien dengan gangguan. Dengan demikian psikoterapi individual
memerlukan gaya professional dan tidak terlalu hangat dari pihak
ahli terapi. Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi
kelompok, mereka juga tidak mungkin mentoleransi intrusivitas
terapi perilaku. Klinisi yang terlalu banyak menggunakan
interpretasi khusysnya interpretasi mengenai perasaan
ketergantungan yang dalam, masalah seksual, dan keinginan untuk
keintiman, secara jelas meningkatkan ketidakpercayaan pasien.1
Pada suatu waktu, perilaku pasien dengan gangguan
kepribadian paranoid menjadi sangat mengancam sehingga ahli
terapi harus mengendalikannya atau menentukan batas dalam hal
tersebut. Tuduhan delusional harus dihadapi dengan cara yang
realistik tetapi jelas tanpa menghina pasien. Pasien paranoid
terlanda ketakutan jika mereka merasa bahwa orang yang akan
mencoba menolong mereka adalah lemah dan tidak berdaya;
dengan demikian, ahli terapi tidak boleh mengancam mengambil
kendali kecuali mereka berdua mau dan mampu melakukannya.1
Terapi perilaku telah digunakan untuk meningkatkan
keterampilan sosial dan umtuk menghilangkan kecurigaan terhadap
permainan pasien.1
2.7.2. Farmakoterapi
Farmakoterapi adalah berguna dalam menghadapi agitasi
dan kecemasan. Pada sebagian besar kasus suatu obat antiansietas
seperti diazepam (valium) adalah memadai. Tetapi mungkin perlu
untuk menggunakan suatu antipsikotik, seperti thioridazine
(Mellaril) atau haloperidol (Haldol), dalam dosis kecil dan dalam
periode singkat untuk menangani agitasi parah atau pikiran yang
sangat delusional.1
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut W.F. Maramis dalam bukunya Catatan Kedokteran Jiwa
Kepribadian paranoid adalah suatu gangguan kepribadian dengan sifat
curiga yang menonjol, orang seperti ini mungkin agresif dan setiap orang
lain yang dilihatnya dianggap sebagai agresor terhadapnya. Ia bersikap
sebagai pemberontak dan angkuh untuk menahan harga diri, sering ia
mengancam orang lain sebagai akibat dari proyeksi rasa bermusuhannya
sendiri. Dengan demikian ia kehilangan banyak teman dan mendapatkan
banyak musuh2. Gejala inti gangguan kepribadian paranoid adalah
ketidakpercayaan umum orang lain. Komentar dan tindakan bahwa orang
sehat tidak akan memperhatikan tampil sebagai penuh penghinaan dan
ancaman terhadap seseorang dengan gangguan tersebut3. Untuk
menegakkan diagnosa dari gangguan kepribadian paranoid berdasarkan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III.
Adapun terapi yang bisa diberikan pada pasien gangguan kepribadian
paranoid dengan psikoterapi dan farmakoterapi dengan antipsikosis.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan,HI, Sadock,BJ, dan Greb,JA. Gangguan Kepribadian: Dalam dr. I


Made Wiguna S (eds). Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid Dua. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Publisher 2010; 258-265.
2. Maramis,WF, Maramis,AA. Gangguan Kepribadian dan perilaku Masa
Dewasa: Dalam W. F Maramis, A. A Maramis (eds). Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press
2008; 325-334.
3. Harri Croft, MD. 2010. Gangguan Kepribadian Paranoid. Health Place.
Available From : http://www.healthyplace.com
4. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III.
Oleh dr. Rusdi Maslim, Sp. KJCetakan I Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Unila Atma Jaya, Jakarta 2001.
5. American Psychiatric Association : Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision. Washington, DC,
American Psychiatri Association, 2000.
6. Benyamin, Tengku. 2010. Gangguan Kepribadian Paranoid. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai