BAB I
PENYAJIAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. TS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 37 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status Pernikahan : Menikah
Masuk ke RS : 18 Mei 2017
d. Riwayat Keluarga
Salah satu saudara pasien juga memiliki masalah dalam kejiwaan seperti tidak
mandi dan sering tertawa sendiri namun tidak pernah berobat ke Rumah Sakit.
Kedua orang tua pasien telah meninggal dunia , Ayah pasien meninggal pada tahun
2010 setelah terjatuh di Kamar Mandi. Ibu Pasien meninggal pada tahun 2011
dengann penyakit paru. Ibu pasien diketahui memiliki masalah pada kejiwaan
sejak tahun 1988 saat pasien berusia 10 tahun dan rutin kontrol ke rumah sakit.
Selama masa kanak-kanak pasien lebih sering diasuh oleh kakaknya dan jarang
diasuh oleh orang tuanya. Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif. Anak
cenderung pemalu dan gelisah,
3. Masa Kanak-kanak menengah
Sejak usia 3 hari hingga usia 8 tahun pasien sering mengalami kejang.
Sehingga membuat pasien sulit untuk bergaul dengan teman-teman seusianya.
4. Masa kanak-kanak akhir
Pasien tidak bersekolah sehingga membuat pasien jarang melakukan interaksi
social. Pasien masih belum dapat membaca dan menulis bahkan terkadang
ssulit melakukan aktifitas yang sesuai di usianya.
III.STATUS PSIKIATRIKUS
Diperiksa tanggal 22 Mei 2017.
a. Deskripsi umum
1. Penampilan : Roman wajah bingung, sopan santun kurang baik, tidak menjaga
kebersihan diri.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : hiperaktif.
3. Sikap terhadap pemeriksa : kurang kooperatif, kontak mata tidak ade kuat
b. Pembicaraan: irrelevan, kontak kurang , rapport kurang adekuat.
c. Mood, afek, dan keserasian
1. Mood : Iritable
2. Afek : Labil
4
2. Orientasi
Waktu : Buruk
Tempat : Buruk
Orang : Buruk
3. Daya ingat
Jangka panjang : Sulit untuk dinilai
Jangka pendek : Sulit untuk dinilai
Segera : Sulit untuk dinilai
b. Status Generalis
Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ada kelainan kulit bawaan
THT :
Hidung : deviasi septum (-), napas cuping hidung (-), seckret (-)
Paru :
Inspeksi : Simetris
Jantung :
Abdomen :
Auskultasi : suara bising usus dalam batas normal (<8x per menit)
Ekstremitas : Tremor (-/-) akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-/-)
c. Status Neurologi
Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15 (E4V5M6)
Pupil : Bulat (+) , Isokor (+) , Diameter 3 mm/3 mm, RCL (+/+),
RCTL (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (-), Kernig (-/-), Laseque (-/-)
Nervus Cranialis : Tidak ada Kelainan
Motorik : Sensorik :
5555 5555 + +
5555 5555 + +
VII. PENATALAKSANAAN
a. Hospitalisasi
b. Non-farmakologi :Psikoterapi Suportif
c. Farmakologi
- Fase Akut : - Inj. Haloperidol 5 mg/ IM
- Inj. Diazepam 5 mg/ IM
- Po. Triheksipenidil 2 x 2 mg
- Terapi Lanjutan : - Risperidone Oral Solution 2 x 2ml
- Po. Triheksipenidil 2 x 2 mg
- Po.Clozapine 100mg 1-0-1
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
8
disangkal
A:
Retardasi Mental Berat + Skizofrenia
Hebefrenik
26 Mei 2017 S:
Tenang, Sakit kepala sudah berkurang. Tidur - Risperidone Oral Solution
nyenyak, minum obat (+), mendengar suara dan 2 x 2ml
melihat bayangan disangkal. Pasien masih - Po. Triheksipenidil
sering tiduran dan saat terbangun sering 2 x 2 mg
memukul-mukul barang disekitarnya - Po. Clozapine 100mg
O: 1-0-1
TD: 120/80 mmHg,
RR: 18 x/mnt,
HR: 84 x/mnt,
Suhu : 36,7 oC
Raut wajah : bingung, dekorum : buruk.
Perilaku : kurang kooperatif. Kontak Tidak
Adekuat, Hiperaktif. Mood : Iritable, afek :
Bingung, kesesuaian : Tidak sesuai. Bentuk
pikir: autistik, arus pikir: inkoheren, flight of
idea, asosiasi longgar, isi pikir : waham (-).
Persepsi : perilaku halusinasi dan ilusi
disangkal
A:
Retardasi Mental Berat + Skizofrenia
Hebefrenik
S:
Cukup Tenang, Tidur nyenyak, minum obat (+),
mendengar suara dan melihat bayangan - Risperidone Oral Solution
disangkal. Pasien sudah mau mandi dan 2 x 2ml
beraktifitas dengan dibantu oleh kakak pasien - Po. Triheksipenidil
O: 2 x 2 mg
11
disangkal
A:
Retardasi Mental Berat + Skizofrenia
Hebefrenik
BAB II
PEMBAHASAN
II. DIAGNOSIS
Aksis I
13
dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan penyerta harus diberi kode
diagnosis tersendiri.
Gangguan Mental Non Organik (GMNO) karena tidak adanya : gangguan
kesadaran, gangguan defisit kognitif, dan aktor organik spesifik. Diagnosa kedua
aksis I pada pasien ini adalah F20.1 skizofrenia hebefrenik. Untuk mendiagnosa
seseorang menderita skizofrenia hebefrenik menurut PPDGJ III adalah sebagai
berikut:1
a. Memenuhi kriteria skizofrenia:
1) Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bilaa gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas);
a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda. Thought of
insertion atau withdrawl: isi pikiran asing yang masuk ke dalam
pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh suatu dari luar
dirinya. thought of broadcasting = isi pikirannya tersiar ke luar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya
b) Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh
kekuatan dari luar, delusion of influence: waham tentang dirinya
dipengaruhi oleh kekuatan tertentu dari luar, delusion of passivity =
waham tentang dirinya tak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu
kekuatan dari luar, delusion perception: pengalaman inderawi yang tak
wajar yang bermakna sangat khas bagi dirinya bersifat
mistik/mukjizat.
c) Halusinasi auditori
d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan mustahil.
2) Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
16
a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, ataupun disertai
ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b) Arus pikiran yang terputus, atau yang mengalami sisipan, yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
negoilisme.
c) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh delisah , posisi tubuh
tertentu, atau fleksibilytas area , negativism, mutisme, dan stupor.
d) Gejala-gejala negatif: sikap apatis, bicara yang jarang dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarkan diri dari pergaulan sosial; tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut bukan disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika.
3) Adanya gejala khas tersebut diatas sudah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih,
4) Harus ada satu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek pribadi, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut
dalam diri sendiri dan penarikan diri dari sosial.
Kriteria diagnostik gangguan Skizofrenia Hebefrenik berdasarkan DSM-IV-TR1
1. Memenuhi kriteria umu diagnosis skizofrenia.
2. Diagnosis henefrenia untuk pertama kalinya hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15 25 tahun)
3. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
4. Untuk diagnosis henefrenik yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran
yang khas berikut ini memang benar bertahan :
a) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan atau hampa perasaan;
b) Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropiate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self satisfied), senyum
17
sendiri (self absorbed smilling) atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner),
tertawa menyeringai ( grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda
gurau (pranks), keluahan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang
ulang (reiterated phrase).
c) Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan pada anak dalam konteks tumbuh
kembang adalah suasana (milieu) dimana anak tersebut berada. Dalam hal ini
lingkungan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh
kembang. Selain itu dari anamnesis diketahui bahwa anak semasa kecilnya lebih
sering diasuh oleh kakaknya. Tidak bersekolahnya pasien juga menjadi hal yang
memperburuk dari retardasi mental yang dialami oleh pasien. 4
Aksis II
Tidak terdapat gangguan kepribadian.
Aksis III
Tidak ada gangguan.
Aksis IV
Diagnosis pada aksis IV pada pasien ini adalah masalah lingkungan sosial dan
masalah ekonomi. Masalah lingkungan sosial ini muncul ketika pasien tidak dapat
berinteraksi dengan tetangga dengan baik. Fluktuasi mood yang berubah dengan
cepat dapat berupa sikap ramah yang tiba-tiba dan juga dalam sekejap dapat
mudah tersinggung sehingga gampang marah tanpa alasan yang jelas. Masalah
ekonomi terkait dengan sifat yang suka membeli makanan dalam jumlah yang
banyak namun tidak ada uang karena pasien tidak mampu untuk bekerja.
Aksis V
Diagnosis aksis V pada pasien ini adalah GAF 20-11 adalah Bahaya mencederai
diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri. Hal
ini didukung dengan hasil anamnesis yang dimana pasien sering mengamuk saat
berada dijalan yang sempit dan ramai. Selain itu pasien sering menyakiti dirinya
sendiri.
III.PSIKODINAMIKA KASUS
Pasien merupakan anak terakhir dari delapan bersaudara. Pasien merupakan anak
dari kehamilan yang diinginkan. Pasien dilahirkan cukup bulan dan lahir secara
normal dengan berat badan lahir rendah. Pada masa kanak-kanak pasien sering
mengalami kejang. Pasien mengalami keterlambatan tumbuh dan kembang yang
mengakibatkan pasien tidak bersekolah. Pasien lebih sering diurus oleh sang kakak
19
disbanding kan oleh orang tua. Pasien juga lebih sering menyendiri dan tidak dapat
bergaul dengan teman seusianya. Pasien lebih banyak menghabiskann kegiatan
sehari-harinya di dalam rumah. Terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan
dari tumbuh kembang seorang anak. Seperti diketahui faktor penentu tumbuh
kembang seorang anak pada garis besarnya adalah faktor
genetik/heredokonstitusional yan menentukan sifat bawaan anak tersebut dan faktor
lingkungan.5
Keadaan pasien cukup menjadi beban bagi keluarga dengan tingkah laku sehari-
hari yang kadang berubah-ubah, sering berbicara sendiri dan mendengar hal yang
aneh-aneh. Selain itu pasien juga tidak dapat melakukan kegiatan nya sendiri dan
sangat bergantung pada keluarga nya terutama sang kakak. Pada tahun 2015 pasien
dibawa ke rumah sakit Dustira untuk dirawat. Setelah dirawat dan dinyatakan boleh
berobat jalan, pasien tidak taat untuk kontrol kembali dan tidak rutin dalam
mengkonsumsi obat.
IV. PENATALAKSANAAN
1. Rawat Inap
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena
gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan
adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung
masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan
pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus
juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien
tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan
stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas
harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung
20
V. PROGNOSIS
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Prognosis ad vitam dubia ad bonam karena pada pasien ini ada kegiatan
menyakiti diri sendiri yang dapat berdampak kehidupan pasien. Selain itu status
gizi yang baik juga menjadi pertimbangan membuat prognosis lebih ke arah
bonam.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya. 2013.
2. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas
Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010
3. Sadock B, Sadock V. Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
4. Sularyo, Titi Sunarwati & Muzal Kadim. Retardasi Mental. Sari Pediatri. Vol. 2. No.
3. 2000. pp : 170-7
5. Setiawan, I Kadek Agus. Retardasi Mental Ringan Dengan Episode Psikosis.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali. 2015.
6. Rusdi, Maslim. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga,
Bagian Ilmu Kedokterran FK Unika Atma Jaya, Jakarta. 2007.