Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. TS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 37 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status Pernikahan : Menikah
Masuk ke RS : 18 Mei 2017

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


a. Keluhan Utama
Sulit Tidur

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Heteroanamnesis (pasien dan kakak pasien) tanggal 22 Mei 2017
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sulit tidur 1 bulan Sebelum
Masuk Rumah Sakit. Keluhan sulit tidur dirasakan memberat dalam 1 bulan
terakhir yang membuat pasien tidak dapat tidur sama sekali dalam satu hari. Sulit
tidur dirasakan hamper setiap hari. Sebelumnya pasien telah berobat dengan
keluhan yang sama dengan bulan Oktober 2015. Sejak berobat tersebut, pasien
merasakan keluhan sulit tidur tersebut sudah berkurang namun hanya membuat
pasien Buang air kecil, dapat tidur selama satu jam kemudian terbangun. Saat
terbangun pasien selalu minta berbagai hal seperti meminta ke toilet untuk buang
air kecil dan meminta makan. Saat permintaan pasien tidak terpenuhi pasien akan
akan mengamuk, menendang, menggigit lengan atau memukul saudara-
saudarnya. Selain itu perilaku sering menyakiti orang lain muncul saat pasien
berada dijalan yang ramai dan sempit. Pasien juga sering menyakiti diri sendiri
2

dengan membenturkan kepalanya kedinding. Pasien sering berbicara sendiri


tertawa terus menerus dan terkadang tersenyum sendiri, pasien juga sering
memanggil orang yang tidak di sekitarnya saat pasien sendiri. Pasien menyangkal
mendengar bisikan ataupun melihat bayangan. Dalam keseharian nya pasien
sangat bergantung pada kakaknya. Pasien kadang dapat tidak memakai baju di
rumah.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Kondisi medis umum
Sejak usia 3 hari hingga usia 8 tahun pasien sering mengalami kejang. Saat
kejang terjadi seluuruh tubuh pasien akan terlihat kaku
Riwayat gangguan psikiatri
Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Dustira pada tahun 2015 dengan
diagnosis, namun karena kepatuhan untuk kontrol ulang dan minum obat yang
buruk, keluhan pasien kembali berulang.

d. Riwayat Keluarga
Salah satu saudara pasien juga memiliki masalah dalam kejiwaan seperti tidak
mandi dan sering tertawa sendiri namun tidak pernah berobat ke Rumah Sakit.
Kedua orang tua pasien telah meninggal dunia , Ayah pasien meninggal pada tahun
2010 setelah terjatuh di Kamar Mandi. Ibu Pasien meninggal pada tahun 2011
dengann penyakit paru. Ibu pasien diketahui memiliki masalah pada kejiwaan
sejak tahun 1988 saat pasien berusia 10 tahun dan rutin kontrol ke rumah sakit.

e. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien merupakan anak terakhir dari 8 bersaudara . Selama kehamilan ibu
pasien tidak pernah mengalami masalah dan minum obat-obatan. Pasien lahir
normal pervaginam dan ditolong oleh bidan dengan berat badan rendah.
2. Masa Kanak-Kanak Awal
3

Selama masa kanak-kanak pasien lebih sering diasuh oleh kakaknya dan jarang
diasuh oleh orang tuanya. Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif. Anak
cenderung pemalu dan gelisah,
3. Masa Kanak-kanak menengah
Sejak usia 3 hari hingga usia 8 tahun pasien sering mengalami kejang.
Sehingga membuat pasien sulit untuk bergaul dengan teman-teman seusianya.
4. Masa kanak-kanak akhir
Pasien tidak bersekolah sehingga membuat pasien jarang melakukan interaksi
social. Pasien masih belum dapat membaca dan menulis bahkan terkadang
ssulit melakukan aktifitas yang sesuai di usianya.

f. Impian Fantasi dan Nilai-Nilai


Sulit dinilai.

g. Persepsi Keluarga tentang Pasien


Pasien tinggal dengan kakak perempuan nya. Keseharian pasien hanya berada di
Rumah dan tidak melakukan kegiatan apapun. Pasien tidak pernah bersekolah.
Kakak pasien menganggap saat ini pasien sedang sakit dan perlu pengobatan.
Kakak pasien selalu ingin membawa pasien untuk berobat, tapi pasien selalu
marah dan mengammuk. Kakak pasien mendukung pengobatan terhadap pasien.

III.STATUS PSIKIATRIKUS
Diperiksa tanggal 22 Mei 2017.
a. Deskripsi umum
1. Penampilan : Roman wajah bingung, sopan santun kurang baik, tidak menjaga
kebersihan diri.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : hiperaktif.
3. Sikap terhadap pemeriksa : kurang kooperatif, kontak mata tidak ade kuat
b. Pembicaraan: irrelevan, kontak kurang , rapport kurang adekuat.
c. Mood, afek, dan keserasian
1. Mood : Iritable
2. Afek : Labil
4

3. Kesesuaian : tidak sesuai (inappropriate)


d. Pikiran/proses pikir
1. Bentuk : autistik
2. Arus : asosiasi longgar, flight of idea
3. Isi : waham curiga (+)
e. Persepsi : halusinasi dengar (+) halusinasi lihat (+), ilusi dan depersonalisasi
disangkal
f. Sensorium dan kognisi
1. Taraf kesadaran
Kuantitas : E4V5M6
Kualitas : Compos Mentis

2. Orientasi
Waktu : Buruk
Tempat : Buruk
Orang : Buruk

3. Daya ingat
Jangka panjang : Sulit untuk dinilai
Jangka pendek : Sulit untuk dinilai
Segera : Sulit untuk dinilai

4. Konsentrasi dan perhatian:


Kurang baik, perhatian mudah teralihkan
5. Kemampuan membaca dan menulis:
Buruk
6. Kemampuan visuospasial:
Buruk
7. Kemampuan berpikir abstrak:
Buruk
g. Daya nilai dan tilikan
1 Kesan nilai sosial : buruk
2 Daya nilai realita : buruk
3 Tilikan : Derajat 1
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
a. Pemeriksaan tanda vital
5

Kesadaran : Compos Mentis


Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,4 oC
Gizi : Kesan : Kurang
BB : 55 kg ;TB : 165 cm ;BMI : 20,20 kg/m2

b. Status Generalis
Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ada kelainan kulit bawaan

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), strabismus (-)

THT :

Telinga : deformitas (-), secret (-)

Hidung : deviasi septum (-), napas cuping hidung (-), seckret (-)

Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1)

Paru :

Inspeksi : Simetris

Palpasi : fremitus taktil simetris kanan-kiri

Perkusi : sonor di semua lapang paru

Auskultasi : SND: ves (+/+), SNT: Rh (-/-), Wh (-/-)

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, gallop (-), Murmur (-)

Abdomen :

Inspeksi : perut datar, simteris kanan-kiri, distensi (-), venektasi (-), ,

Auskultasi : suara bising usus dalam batas normal (<8x per menit)

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)


6

Perkusi : timpani seluruh kuadran, shifting dullness (-)

Punggung : deformitas (-)

Ekstremitas : Tremor (-/-) akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-/-)

c. Status Neurologi
Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15 (E4V5M6)
Pupil : Bulat (+) , Isokor (+) , Diameter 3 mm/3 mm, RCL (+/+),
RCTL (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (-), Kernig (-/-), Laseque (-/-)
Nervus Cranialis : Tidak ada Kelainan
Motorik : Sensorik :
5555 5555 + +
5555 5555 + +

Refleks Fisiologis : Refleks Patologis :


Biceps : +2/+2 Babinsky : -/-
Triceps : +2/+2 Hofmann Tromner : -/-
Achilles : +2/+2
Patella : +2/+2
Otonom : Tidak ada kelainan
V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diperiksa tanggal 18 Mei 2017.
Hemoglobin : 13,4 g/dl (13,0 -18,0)
Eritrosit : 4,8 x 103/u (4,0 5,5)
Leukosit : 8,0 x 103/u (4,0 - 10,0)
Hematokrit : 39,7% (38,0 54,0)
Trombosit : 320 x 103/ul (150-450)
SGOT : 15 u/l (<35)
SGPT : 23 u/l (<45)
GDS : 93 mg/dl (-)
MCV : 83,4 fL (75-100)
MCH : 28,2Pq (25-32)
MCHC : 33,8 gr/dl (32-36)
RDW : 13,3% (10-16)

Ureum : 34 mg/dl (10-50)


Creatinin : 1,3 mg/dl (0,6-1,1)
7

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis 1 : F72.1 Retardasi Mental Berat,
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Aksis 2 : Tidak ada diagnosis
Aksis 3 : Tidak ada diagnosis
Aksis 4 : Masalah lingkungan sosial, masalah ekonomi
Aksis 5 : 20-11 (Bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri)

VII. PENATALAKSANAAN
a. Hospitalisasi
b. Non-farmakologi :Psikoterapi Suportif
c. Farmakologi
- Fase Akut : - Inj. Haloperidol 5 mg/ IM
- Inj. Diazepam 5 mg/ IM
- Po. Triheksipenidil 2 x 2 mg
- Terapi Lanjutan : - Risperidone Oral Solution 2 x 2ml
- Po. Triheksipenidil 2 x 2 mg
- Po.Clozapine 100mg 1-0-1

VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
8

IX. FOLLOW UP HARIAN


Tanggal Hasil Pemeriksaan Planning
S:
Gelisah, mengeluh sakit kepala. Masih Sering - Risperidone Oral Solution
berbicara sendiri, tidur nyenyak, minum obat 2 x 2ml
(+), mendengar suara dan melihat bayangan - Po. Triheksipenidil
disangkal. Pasien juga masih sering memukul 2 x 2 mg
barang-barang disekitarnya. Pasien sering - Po. Clozapine 100mg
23 Mei 2017 berliur 1-0-1
O:
TD: 120/80 mmHg,
RR: 20x/mnt,
HR: 80x/mnt,
Suhu : 36,5 oC
Raut wajah : bingung, dekorum : buruk.
Perilaku : kurang kooperatif. Kontak Tidak
Adekuat, Hiperaktif. Mood : Iritable, afek :
Bingung, kesesuaian : Tidak sesuai. Bentuk
pikir: autistik, arus pikir: inkoheren, flight of
idea, asosiasi longgar, isi pikir : waham (-).
Persepsi : perilaku halusinasi dan ilusi
disangkal
A:
Retardasi Mental Berat + Skizofrenia
Hebefrenik
S:
Gelisah, mengeluh sakit kepala. Masih Sering - Risperidone Oral Solution
berbicara sendiri, tidur nyenyak, minum obat 2 x 2ml
(+), mendengar suara dan melihat bayangan - Po. Triheksipenidil
disangkal. Liuran pasien berkurang 2 x 2 mg
O: - Po. Clozapine 100mg
9

24 Mei 2017 TD: 120/80 mmHg, 1-0-1


RR: 20 x/mnt,
HR: 76 x/mnt,
Suhu : 36,9 oC
Raut wajah : bingung, dekorum : buruk.
Perilaku : kurang kooperatif. Kontak Tidak
Adekuat, Hiperaktif. Mood : Iritable, afek :
Bingung, kesesuaian : Tidak sesuai. Bentuk
pikir: autistik, arus pikir: inkoheren, flight of
idea, asosiasi longgar, isi pikir : waham (-).
Persepsi : perilaku halusinasi dan ilusi
disangkal
A:
Retardasi Mental Berat + Skizofrenia
Hebefrenik
S:
Tenang, Sakit kepala sudah berkurang. Tidur - Risperidone Oral Solution
nyenyak, minum obat (+), mendengar suara dan 2 x 2ml
melihat bayangan disangkal. Pasien masih - Po. Triheksipenidil
sering tiduran. 2 x 2 mg
O: - Po. Clozapine 100mg
TD: 120/80 mmHg, 1-0-1
25 Mei 2017 RR: 18 x/mnt,
HR: 84 x/mnt,
Suhu : 36,7 oC
Raut wajah : bingung, dekorum : buruk.
Perilaku : kurang kooperatif. Kontak Tidak
Adekuat, Hiperaktif. Mood : Iritable, afek :
Bingung, kesesuaian : Tidak sesuai. Bentuk
pikir: autistik, arus pikir: inkoheren, flight of
idea, asosiasi longgar, isi pikir : waham (-).
Persepsi : perilaku halusinasi dan ilusi
10

disangkal
A:
Retardasi Mental Berat + Skizofrenia
Hebefrenik
26 Mei 2017 S:
Tenang, Sakit kepala sudah berkurang. Tidur - Risperidone Oral Solution
nyenyak, minum obat (+), mendengar suara dan 2 x 2ml
melihat bayangan disangkal. Pasien masih - Po. Triheksipenidil
sering tiduran dan saat terbangun sering 2 x 2 mg
memukul-mukul barang disekitarnya - Po. Clozapine 100mg
O: 1-0-1
TD: 120/80 mmHg,
RR: 18 x/mnt,
HR: 84 x/mnt,
Suhu : 36,7 oC
Raut wajah : bingung, dekorum : buruk.
Perilaku : kurang kooperatif. Kontak Tidak
Adekuat, Hiperaktif. Mood : Iritable, afek :
Bingung, kesesuaian : Tidak sesuai. Bentuk
pikir: autistik, arus pikir: inkoheren, flight of
idea, asosiasi longgar, isi pikir : waham (-).
Persepsi : perilaku halusinasi dan ilusi
disangkal
A:
Retardasi Mental Berat + Skizofrenia
Hebefrenik
S:
Cukup Tenang, Tidur nyenyak, minum obat (+),
mendengar suara dan melihat bayangan - Risperidone Oral Solution
disangkal. Pasien sudah mau mandi dan 2 x 2ml
beraktifitas dengan dibantu oleh kakak pasien - Po. Triheksipenidil
O: 2 x 2 mg
11

27 Mei 2017 TD: 110/80 mmHg, - Po. Clozapine 100mg


RR: 20 x/mnt, 1-0-1
HR: 76 x/mnt,
Suhu : 36,7 oC
Raut wajah : bingung, dekorum : buruk.
Perilaku : kurang kooperatif. Kontak Tidak
Adekuat, Hiperaktif. Mood : Iritable, afek :
Bingung, kesesuaian : Tidak sesuai. Bentuk
pikir: autistik, arus pikir: inkoheren, flight of
idea, asosiasi longgar, isi pikir : waham (-).
Persepsi : perilaku halusinasi dan ilusi
disangkal
A:
Retardasi Mental Berat + Skizofrenia
Hebefrenik
S:
Cukup Tenang,. Tidur nyenyak, minum obat
(+),Makan minum (+) Pasien sudah mau mandi - Risperidone Oral Solution
dan beraktifitas dengan dibantu oleh kakak 2 x 2ml
pasien - Po. Triheksipenidil
O: 2 x 2 mg
28 Mei 2017 TD: 110/80 mmHg, - Po. Clozapine 100mg
RR: 20 x/mnt, 1-0-1
HR: 76 x/mnt,
Suhu : 36,7 oC
Raut wajah : bingung, dekorum : buruk.
Perilaku : kurang kooperatif. Kontak Tidak
Adekuat, Hiperaktif. Mood : Iritable, afek :
Bingung, kesesuaian : Tidak sesuai. Bentuk
pikir: autistik, arus pikir: inkoheren, flight of
idea, asosiasi longgar, isi pikir : waham (-).
Persepsi : perilaku halusinasi dan ilusi
12

disangkal
A:
Retardasi Mental Berat + Skizofrenia
Hebefrenik

BAB II
PEMBAHASAN

I. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang laki-laki berusia 37 tahun, sudah menikah, tidak bekerja, tidak
bersekolahh, datang dibawa oleh kakaknya karena sulit tidur, kadang mengamuk dan
memecahkan barang-barang, memukul dan menggigit orang disekitarnya, sering
menyakiti diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding, tidak mau makan
dan minum serta tidak memerhatikan penampilannya. Pasien juga biasanya sering
berbicara sendiri dan memanggil orang yang tidak ada. Keluhan ini sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien pernah dibawa berobat ke RS Dustira . Namun, keluarga mengaku
pasien jarang kontrol kembali dan tidak rutin meminum obat.
Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan penampilan kurang baik, roman wajah
bingung, hiperaktif, kurang kooperatif dan kontak belum adekuat. Bicara irelevan,
kontak kurang, rapport kurang adekuat. Mood iritable, afek tumpul dan tidak sesuai.
Pada bentuk pikir autistik, arus asosiasi longgar, flight of idea dan ada waham
curiga. Kesadaran komposmentis GCS 15. Orientasi buruk, memori belum dapat
dinilai. Tilikan pasien 1. Pemeriksaan tanda vital didaptakan tekanan darah 110/70
o
mmHg dengan suhu 36,4 C. Pada pemeriksaan status generalis dan hasil
pemeriksaan penunjang tidak ditemukann adanya kelainan.

II. DIAGNOSIS
Aksis I
13

Berdasarkan ikhtisar penemuan di atas, maka kasus ini termasuk dalam


gangguan jiwa karena adanya hendaya dan disfungi dalam beraktivitas serta
ditemukan gejala-gejala kejiwaan berupa: adanya perubahan perilaku, gangguan
proses, bentuk serta isi pikir, ditemukan pula adanya halusinasi, roman wajah
yang bingung, dekorum serta penampilan yang buruk, dan tidak mampu
membedakan mana yang nyata dan tidak nyata.
Gangguan ini sebagai Retardasi Mental dikarenakan sesuai dengan definisi
dari Retardasi mental sendiri adalah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan
selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan social. Diagnosa
aksis I pada pasien ini adalah F72.1 Untuk mendiagnosa seseorang menderita
Retardasi Mental menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut:1
Tingkat kecerdasan bukan satu-satunya karakteristik. Melainkan harus dinilai
berdasarkansejumlah besar ketrampilan spesifik yang berbeda. Meskipun ada
kecenderungan umum bahwasemua ketrampilan ini akan berkembang ke
tingkat yang sama pada setiap individu, namun dapatterjadi suatu
ketimpangan yang besar. Khususnya pada penyandang retardasi mental.
Orang tersebut mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam suatu bidang
tertentu, atau mempunyaisuatu area keterampilan tertentu yang lebih tinggi
yang berlawanan dengan latar belakang adanyaretardasi mental berat.
Keadaan ini menimbulkan kesulitan pasa saat menentukan kategoridiagnosis.
Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang
tersedia, termasuk temuanklinis, perilaku adaptif, dan hasil tes psikometrik.
Untuk diagnosis yang pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari
lingkungan sosial biasa sehari-hari.
Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental kekpunyai
pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua.
Keterampilannya.
14

Penilaian diagnostik adalah terhadap kemampuan umum. Bukan terhadap


suatu area spesifik darihendaya atau keterampilan
Kriteria diagnostik gangguan Retardasi Mental Berat berdasarkan DSM-IV-TR1
IQ biasanya berada dalam rentang 20 34. Pada umumnya mirip dengan
retardasi mental sedang dalam hal :
- Gambaran klinis
- Terdapatnya etiologi organik
- Kondisi yang menyertainya
- Tingkat prestasi yang rendah

Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik


yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya
kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis
dari susunan saraf pusat.
Kriteria diagnostik gangguan Retardasi Mental Sedang berdasarkan DSM-IV-TR1
IQ biasanya berada dalam rentang 35 49.
Umumnya ada profil kesenjangan dari kemampuan, beberapa dapat mencapai
tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuo-spasial daripada tugas tugas
yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat canggung namun
dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana.
Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti
percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi
seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang
retardasi mental sedang.
Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya terdapat
pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis
dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas neurologik dan
fisik juga lazim ditemukan meskipun kebanyakan penyandang retardasi mental
sedang mampu berjalan tanpa bantuan. Kadang kadang didapatkan gangguan
jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga
sulit menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari informasi yang diperoleh
15

dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan penyerta harus diberi kode
diagnosis tersendiri.
Gangguan Mental Non Organik (GMNO) karena tidak adanya : gangguan
kesadaran, gangguan defisit kognitif, dan aktor organik spesifik. Diagnosa kedua
aksis I pada pasien ini adalah F20.1 skizofrenia hebefrenik. Untuk mendiagnosa
seseorang menderita skizofrenia hebefrenik menurut PPDGJ III adalah sebagai
berikut:1
a. Memenuhi kriteria skizofrenia:
1) Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bilaa gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas);
a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda. Thought of
insertion atau withdrawl: isi pikiran asing yang masuk ke dalam
pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh suatu dari luar
dirinya. thought of broadcasting = isi pikirannya tersiar ke luar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya
b) Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh
kekuatan dari luar, delusion of influence: waham tentang dirinya
dipengaruhi oleh kekuatan tertentu dari luar, delusion of passivity =
waham tentang dirinya tak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu
kekuatan dari luar, delusion perception: pengalaman inderawi yang tak
wajar yang bermakna sangat khas bagi dirinya bersifat
mistik/mukjizat.
c) Halusinasi auditori
d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan mustahil.
2) Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
16

a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, ataupun disertai
ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b) Arus pikiran yang terputus, atau yang mengalami sisipan, yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
negoilisme.
c) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh delisah , posisi tubuh
tertentu, atau fleksibilytas area , negativism, mutisme, dan stupor.
d) Gejala-gejala negatif: sikap apatis, bicara yang jarang dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarkan diri dari pergaulan sosial; tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut bukan disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika.
3) Adanya gejala khas tersebut diatas sudah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih,
4) Harus ada satu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek pribadi, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut
dalam diri sendiri dan penarikan diri dari sosial.
Kriteria diagnostik gangguan Skizofrenia Hebefrenik berdasarkan DSM-IV-TR1
1. Memenuhi kriteria umu diagnosis skizofrenia.
2. Diagnosis henefrenia untuk pertama kalinya hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15 25 tahun)
3. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
4. Untuk diagnosis henefrenik yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran
yang khas berikut ini memang benar bertahan :
a) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan atau hampa perasaan;
b) Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropiate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self satisfied), senyum
17

sendiri (self absorbed smilling) atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner),
tertawa menyeringai ( grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda
gurau (pranks), keluahan hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang
ulang (reiterated phrase).
c) Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.

5. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir


umumnya menonjol halusinasi atau waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless)dan tanpa maksud ( empty of puspose) adanya
suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahamijalan
pikiran pasien.
Dari Anamnesis sendiri didapatkan bahwa pada saat lahir pasien tidak langsung
menangis, hal ini merupakan tanda dari komplikasi kelahiran pada masa prenatal,
yaitu kekurangan oksigen dimana hal itu berpotensi menyebabkan terjadinya
retardasi mental selain itu cedera kepala, infeksi otak (encephalitis dan meningitis),
terkena racun (cat yang mengandung timah) juga sangat berpotensi menyebabkan
retardasi mental.2 Selain itu pasien juga lahir dengan berat badan yang rendah yang
merupakan factor resiko dari Retardasi mental pada pasa perinatal. Selain itu pasien
merupakan anak terakhir dari delapan bersaudara yang dimana hal ini berpengaruh
terhadap pengawasan ibu selama kehamilan yang dimana dapat meningkatkan
adanya infeksi selama masa kehamilan. Pasien juga memiliki riwayat kejang sejak
umur 3-8 tahun yang seding terjadi, hal ini berhubungan dengan kerusakan otak
yang dapat berpengaruh pada proses perkembangan pasien selama anak-anak3
Dari anamnesis juga didapatkann adanya riwayat gangguan jiwa pada ibu pasien
saat pasien berusia 10 tahun hal ini sangat berhubungan dengan faktor penentu
tumbuh kembang seorang anak, pada garis besarnya faktor
genetik/heredokonstitusional yang menentukan sifat bawaan anak tersebut dan faktor
18

lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan pada anak dalam konteks tumbuh
kembang adalah suasana (milieu) dimana anak tersebut berada. Dalam hal ini
lingkungan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh
kembang. Selain itu dari anamnesis diketahui bahwa anak semasa kecilnya lebih
sering diasuh oleh kakaknya. Tidak bersekolahnya pasien juga menjadi hal yang
memperburuk dari retardasi mental yang dialami oleh pasien. 4
Aksis II
Tidak terdapat gangguan kepribadian.
Aksis III
Tidak ada gangguan.
Aksis IV
Diagnosis pada aksis IV pada pasien ini adalah masalah lingkungan sosial dan
masalah ekonomi. Masalah lingkungan sosial ini muncul ketika pasien tidak dapat
berinteraksi dengan tetangga dengan baik. Fluktuasi mood yang berubah dengan
cepat dapat berupa sikap ramah yang tiba-tiba dan juga dalam sekejap dapat
mudah tersinggung sehingga gampang marah tanpa alasan yang jelas. Masalah
ekonomi terkait dengan sifat yang suka membeli makanan dalam jumlah yang
banyak namun tidak ada uang karena pasien tidak mampu untuk bekerja.
Aksis V
Diagnosis aksis V pada pasien ini adalah GAF 20-11 adalah Bahaya mencederai
diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri. Hal
ini didukung dengan hasil anamnesis yang dimana pasien sering mengamuk saat
berada dijalan yang sempit dan ramai. Selain itu pasien sering menyakiti dirinya
sendiri.

III.PSIKODINAMIKA KASUS
Pasien merupakan anak terakhir dari delapan bersaudara. Pasien merupakan anak
dari kehamilan yang diinginkan. Pasien dilahirkan cukup bulan dan lahir secara
normal dengan berat badan lahir rendah. Pada masa kanak-kanak pasien sering
mengalami kejang. Pasien mengalami keterlambatan tumbuh dan kembang yang
mengakibatkan pasien tidak bersekolah. Pasien lebih sering diurus oleh sang kakak
19

disbanding kan oleh orang tua. Pasien juga lebih sering menyendiri dan tidak dapat
bergaul dengan teman seusianya. Pasien lebih banyak menghabiskann kegiatan
sehari-harinya di dalam rumah. Terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan
dari tumbuh kembang seorang anak. Seperti diketahui faktor penentu tumbuh
kembang seorang anak pada garis besarnya adalah faktor
genetik/heredokonstitusional yan menentukan sifat bawaan anak tersebut dan faktor
lingkungan.5
Keadaan pasien cukup menjadi beban bagi keluarga dengan tingkah laku sehari-
hari yang kadang berubah-ubah, sering berbicara sendiri dan mendengar hal yang
aneh-aneh. Selain itu pasien juga tidak dapat melakukan kegiatan nya sendiri dan
sangat bergantung pada keluarga nya terutama sang kakak. Pada tahun 2015 pasien
dibawa ke rumah sakit Dustira untuk dirawat. Setelah dirawat dan dinyatakan boleh
berobat jalan, pasien tidak taat untuk kontrol kembali dan tidak rutin dalam
mengkonsumsi obat.

IV. PENATALAKSANAAN
1. Rawat Inap
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena
gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan
adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung
masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan
pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus
juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien
tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan
stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas
harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung
20

dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas


pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit
harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial.
Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien.
Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang
3
membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
2. Psikofarmaka
Pada pasien ini diberikan pengobatan Haloperidol dengan dosis 1x5mg
Intramuskular. Pemilihan jalur intramuskular adalah untuk memperoleh efek
kerja obat yang cepat apabila dibandingkan dengan pemberian oral.
Haloperidol merupakan obat golongan antagonis reseptor dopamin
(antipsikotik tipikal) yang efektif terutama untuk pasien dengan gejala positif
skizofrenia. Obat ini memilik efek sedasi yang cepat yaitu dalam 1 jam setelah
pemberian. Hal ini bertujuan untuk mengatassi fase akut pada pasien seperti
gaduh, gelisah, hiperaktif dari pasien.3
Pada pasien ini juga diberikan diazepam injeksi 5 mg, yaitu golongan
benzodiazepine yang berfungsi menekan aktifitas fungsi otak atau anti
depresan. Diazepam merupaka anti-ansietas golongan benzodiazepine. Adapun
mekanisme kerja anti-anxietas benzodiazepine bereaksi dengan reseptor
(benzodiazepine receptors) yang akan mengaktifkan the inhibitory action of
GABA-ergic neuron sehingga hiperaktivitas dopaminergik, noradrenergik dan
serotoninergick dapat mereda. Golongan benzodiazepine terutama diazepam
merupakan drug of choice dari semua obat dengan efek anti-anxiteas yang
broadspectrum karena dapat berperan sebagai antikonvulsan dan antiinsomnia,
cenderung ratio terapeutik lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi. 6
Pemberian secara intramuskular juga dengan alasan untuk mempercepat
timbulnya efek kerja obat tersebut.3
Trihexyphenidyl adalah obat golangan antikolinergik diindikasikan
penggunaannya sebagai terapi parkinsonisme yang dicetusakan neuroleptik,
21

bradikinesia, sialore, postur bungkuk dan festination. Parkinsonisme yang


dicetuskan neuroleptik adalah yang paling lazim pada orang lansia dan paling
sering ditemukan pada antagonis reseptor dopamine potensi tinggi. Diberikan
dengan dosis 2x2 mg. 2
Setelah pemberian injeksi 3 hari, kemudian obat diganti menjadi pemberian
Risperidone dengan dosis 2x2 ml oral, Clozapine 2 x 100mg dan melanjutkan
Triheksifenidil 2x2 mg. Risperidone dan Clozapine merupakan agen
antipsikotik generasi II (antipsikotik atipikal) yang bekerja pada reseptor pasca
sinaps Dopamin (D2) sekaligus serotonin (5-HT2). Agen antipsikotik diberikan
pada pasien dengan gejala psikotik yang menonjol pada pasien. Obat golongan
ini akan memperbaiki dua jenis hendaya yaitu gejala positif dan gejala
negative. Obat golongan ini mempunyai resiko gejala extrapyramidal yang
lebih kecil dibandingkan antipsikotik tipikal generasi pertama.6
3. Terapi Psikososial
Terapi ini meliputi keterampilan sosial, terapi berorientasi keluarga, terapi perilaku
kognitif, psikoterapi individu, dan terapi kelompok.3

V. PROGNOSIS
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Prognosis ad vitam dubia ad bonam karena pada pasien ini ada kegiatan
menyakiti diri sendiri yang dapat berdampak kehidupan pasien. Selain itu status
gizi yang baik juga menjadi pertimbangan membuat prognosis lebih ke arah
bonam.

Quo ad functionam: malam


Prognosis ad functionam malam karena dilihat dari anak retardasi mental
seringkali memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang memerlukan terapi
psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial yang terbatas yang dimiliki anak
tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi berdasarkan
tingkat kecerdasan anak.
22

Quo ad sanactionam: dubia ad bonam


Prognosis ad sanactionam dubia ad bonam karena dilihat dari faktor-faktor yang
ada pada pasien dan factor pendukung pada keluarga yaitu, daya nilai terhadap
penyakit yang rendah dan dukungan dari keluarga termasuk kurang terutama
dalam hal kepatuhan pasien untuk berobat dan minum obat.
23

BAB III
KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 37 tahun mengalami Retardasi Mental Berat dan


Skizofrenia Hebefrenik dengan faktor yang diduga berperan yaitu masalah lingkungan
sosial dan ekonomi. Pasien juga memiliki halusinasi, berbicara sendiri dan sering
tertawa sendiri. Setelah pemberian terapi antipsikotik terjadi perubahan pada follow up
keesokkan harinya. Secara keseluruhan prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam
dan kemungkinan kekambuhan masih dapat terjadi.
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya. 2013.
2. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas
Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010
3. Sadock B, Sadock V. Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
4. Sularyo, Titi Sunarwati & Muzal Kadim. Retardasi Mental. Sari Pediatri. Vol. 2. No.
3. 2000. pp : 170-7
5. Setiawan, I Kadek Agus. Retardasi Mental Ringan Dengan Episode Psikosis.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali. 2015.
6. Rusdi, Maslim. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga,
Bagian Ilmu Kedokterran FK Unika Atma Jaya, Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai