Makalah
PARASITOLOGI II
Disusun oleh:
Leni Marlina
NIM 15.308.029
Wina Hastuti
BANDUNG
2017
LEMBAR
PENILAIAN TUGAS
Di Bandung tanggal :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
berjudul Pemeriksaan Hapusan darah tepi dalam diagnostik malaria. Kemudian
shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW
yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Quran dan sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Daftar Pustaka......................................................................................................25
iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mikroskopik hapusan dalam diagnostik malaria terhadap spesies
plasmodium falciparum.
2
Bab II
Kerangka Teori
2.1 Definisi Malaria
3
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa malaria adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan oleh
sejenis nyamuk tertentu yaitu Anopheles.
2.2 Klasifikasi Plasmodium
Kingdom : Protista
Subkingdom : Protozoa
Phylum: Apicomplexa
Class: Sporozoasida
Order: Eucoccidiorida
Family: Plasmodiidea
Genus: Plasmodium
Spesies: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
ovale, Plasmodium malariae
2.3 Morfologi
2.3.1 Plasmodium Falciparum
a) Bentuk cincin : ukuran 1/5 dari eritrosit, accole (sitoplasma
ditepi eritrosit), seringkali cincin mempunyai 2 inti.
b) Tropozoit: eritrosit tidak membesar, terdapat titik maurer,
sitoplasma biru pucat.
c) Skizon : hamper memenuhi eritrosit, bentuk padat, pigmen
ditengah (hitam).
d) Mikrogametosit dan Makrogametosit : Mikrogamet berbentuk
pisang dan kromatin bertaburan sedangkan pada makrogamet
bentuknya bulat sabit dan kromatin padat ditengah.
2.3.2 Plasmodium vivax
a) Bentuk cincin : ukuran 1/3 eritrosit, bentuk cincin tebal,
kromatin halus, tidak ada pigmen.
b) Tropozhoit : eritrosit membesar, vakuola jelas,sitoplasma
berbentuk ameboid, pigmen halus, warna coklat kekuningan,
terdapat titik schufners.
4
c) Skizon immature : hamper mengisi seluruh eritrosit , bentuk
ameboid, pigmen tersebar.
d) Skizon mature : hamper memenuhi eritrosit, bentuk
bersegmen, merozoit ada 14-24 (rata-rata 16), pigmen
berkumpul ditengah (kuning cokelat).
e) Mikrogametosit dan makrogametosit: waktu timbul 3-5 hari,
jumlah dalam darah bnayak, ukuran mengisi eritrosit yang
membesar, bentuk bulat/ ovale, sitoplasma biru pucat/ merah
muda untuk mikrogametosit sedangkan pada makrogametosit
sitoplasma berwarna biru gelap.
2.3.3 Plasmodium ovale
a) Bentuk cincin: ukuran 1/3 eritrosit, bentuk cincin padat, tidak
ada pigmen
b) Tropozoit : ukuran kecil, bentuk padat, kromatin besar dan
irregular, pigmen kuning kecoklatan
c) Skizon: ukuran hamper memenuhi eritrosit, bentuk bersegmen,
merozoit antara 6-12 (min 8) pigmen berkumpul ditengah
(kuning cokelat).
d) Mikrogametosit dan makrogametosit : ukuran sebesar eritrosit,
sitoplasma berwarna biru pucat.
2.3.4 Plasmodium malariae
a) Bentuk cincin: ukuran 1/3 eritrosit, eritrosit tidak membesar.
b) Tropozhoit: eritrosit tidka membesar, pigmen kasar, coklat tua
bertabur dalam rod/gumpalan.
c) Skizon : mengisi penuh eritrosit merozoit 6-12 (min 8)
tersusun seperti bunga.
d) Mikrogametosit dan makrogametosit : bentuk bulat dan padat,
sitoplasma biru tua, pigmen kecil.
5
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa malaria adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan oleh
sejenis nyamuk tertentu yaitu Anopheles.
6
Sumber:http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/37963942/Ma
laria.pdf
2.4 Epidemiologi
8
tahun, sementara berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000
kematian setiap tahunnya. Data Departemen Kesehatan menunjukkan
tahun 2007 jumlah populasi beresiko terjangkit malaria diperkirakan
sebanyak 116 juta orang sementara jumlah kasus malaria klinis yang
dilaporkan 1.775.845 kasus.3,4,5
2.5 Etiologi
9
sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk
hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang.
Selanjutnya, skizon akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan
masuk ke aliran darah sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah
siklus eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi
tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk skizon lagi yang
pecah dan menjadi merozoit lagi (6). Diantara bentuk tropozoit tersebut
ada yang menjadi gametosit (7) dan gametosit inilah yang nantinya akan
dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus.
Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada
penderita malaria, sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan
malaria tanpa diketahui (karier malaria).
10
Patogenitas malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasite,
inang dan lingkungan. Patogenitas lebih ditekankan pada terjadinya
peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi
intravakular. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit
maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukan adanya kelainan eritrosit yang mengandung
parasite. Hal ini diduga akibat adnya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dna sebagian eritrosit pecah
melalui limpa sehingga parasite keluar. Factor lain yang menyebabkan
terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibody terhadap
eritrosit. Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta
pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak
parasite dan makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang
terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.6
Terjadinya infeksi oleh parasite plasmodium ke dalam tubuh manusia
dapat terjadi melalui 2 cara yaitu:
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang
mengandung parasit malaria.
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke
dalam darah manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan,
atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi
(congenital).
11
a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan
berkeringat.
b. Nafsu makan menurun
c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah
d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi
dengan plasmodium Falciparum
e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai
pembesaran limpa
f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan
penurunan kesadaran
g. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya
tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pucat karena
kekurangan darah (anemia).
Keluhan utama yang khas pada malaria disebut trias malaria
yang terdiri dari 3 stadium yaitu :
1. Stadium menggigil
Pasien merasa kedinginan yang dingin sekali, sehingga
menggigil. Nadi cepat tapi lemah, bibir dan jari-jari tangan
biru, kulit kering dan pucat. Biasanya pada anak didapatkan
kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam.
2. Stadium puncak demam
Pasien yang semula merasakan kedinginan berubah menjadi
panas sekali. Suhu tubuh naik hingga 41 C sehingga
menyebabkan pasien kehausan. Muka kemerahan, kulit
kering dan panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat,
mual dan muntah, nadi berdenyut keras. Stadium ini
berlangsung 2 sampai 6 jam.
3. Stadium berkeringat
Pasien berkeringat banyak sampai basah, suhu turun drastis
bahkan mencapai dibawah ambang normal. Penderita
biasanya dapat tidur nyenyak dan saat bangun merasa lemah
tapi sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.
12
Pemeriksaan fisik yang ditemukan lainnya yang merupakan
gejala khas malaria adalah adanya splenomegali,
hepatomegali dan anemia. Anemia terjadi bisa disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Sel darah merah yang lisis karena siklus hidup parasit
2. Hancurnya eritrosit baik yang terinfeksi ataupun
tidak di dalam limpa
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini
masih digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip
pemeriksaan sediaan hapusan darah ini adalah dengan meneteskan darah
lalu dipaparkan di atas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan dan
diperiksa dibawah mikroskop. Kegunaan pemeriksaan hapusan darah:
1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit,trombosit,dan
leukosit)
2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit
3. Identifikasi parasit
(misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma)
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang
berasal dari kapiler atau vena, yang dihapuskan pada kaca
obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula digunakan EDTA
(Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
Jenis apusan darah :
1. Sediaan darah tipis
Ciri apusan sediaan darah tipis yaitu lebih sedikit
membutuhkandarah untuk pemeriksaan dibandingkan
dengan sediaan apus darah tebal morfologinya lebih jelas.
bentuk parasit plasmodium berada dalam eritrosit sehingga
didapatkan bentuk parasite yang utuh dan morfologinya
sempurna.Serta lebih mudah untuk menentukan spesies dan
stadium parasit dan perubahan pada eritrosit yang dihinggapi
parasit dapat dilihat jelas.
13
2. Sediaan darah tebal
Ciri-ciri apusan sediaan darah tebal yaitu membutuhkan darah
lebih banyak untuk pemeriksaan dibanding dengan apusan
darah tipis,sehingga jumlah parasite yang ditemukan lebih
banyak dalam satu lapang pandang, sehingga pada infeksi
ringan lebih mudah ditemukan.
14
BAB III
PEMBAHASAN
15
Gambar 2 : Bentuk skizon Plasmodium falciparum.
Sumber : http://eprints.undip.ac.id/44857/3/BAB_2.pdf
c. Makrogametosit
Berbentuk pisang langsing, inti padat di tengah, pigmen mengelilingi inti,
sitoplasma biru kelabu.
d. Mikrogametosit
Berbentuk pisang gemuk, inti tidak padat, pigmen mengelilingi inti,
sitoplasma biru pucat kemerahan.
16
Gambar 3 : Bentuk mikrogametosit Plasmodium falciparum
Sumber : http://eprints.undip.ac.id/44857/3/BAB_2.pdf
17
Cairan pewarna Giemsa dibuat dengan pengenceran 5%, 10 %, atau
20% antara giemsa dalam pelarut buffer pro giemsa (bpg).
Pengenceran 5% (1:20=Giemsa:bpg) dilakukan selama 45 menit
Pengenceran 10% (1:10=Giemsa:bpg) dilakukan selama 30 menit
Pengenceran 20% (1:5=Giemsa:bpg) dilakukan selama 15 menit
Contoh : pengenceran 10% (1:10)
a. Ambil 1 mL giemsa stock solution
b. Tambahkan 9 mL bpg
c. Aduk hingga terlarut merata
d. Warnai specimen dengan pewarna ini selama 25 menit
C. Prosedur
1. Berilabel pada obyek glass (nama pasien, tgl dan waktu pengambilan
darah)
2. Biasakan untuk menggunakan sarung tangan
3. Bersihkan obyek glass menggunakan alcohol 70-90%, tunggu sampai
kering. (jangan menyentuh permukaan yang akan digunakan hapusan)
4. Mulai proses pengambilan darah dengan membersihkan ujung jari
dengan menggunakan alcohol 70%
5. Teteskan /Oleskan darah pada obyek glass
18
10. Dilakukan pengecatan dengan direndam dalam giemsa: bpg (10%)
selama 30 menit
11. Dibilas dengan aquades
12. Ditunggu kering baru diamati pada mikroskop
Sumber : http://habibi.staff.ub.ac.id/files/2012/11/blood-smear.pdf
D. Penilaian kualitas preparat yang sudah dibuat sebagai berikut :
1. Lebar x panjang = 2,5x3 cm
2. Ekor tidak seperti bendera robek
3. Preparat tidak berlobang dan tidak putus
Ada bagian yang tebal dan tipis:
1. Terlalu tebal sel-sel eritrosit menutupi satu sama lainnya sehingga
mempersulit penilaian
2. Terlalu tipis sel-sel akan kehilangan bentuk bikonkafitasnya terutama
daerah tepi
Cara perhitungan parasitemia:
1. diamati pada mikroskop
2. dihitung jumlah eritrosit total dalam 1 luas lapang pandang
3. dihitung juga jumlah eritrosit terinfeksi dalam 1 luas lapang
pandang yang sama \
4. diamati lagi pada luas lapang pandang yang lain, dihitung lagi
sperti cara 2. dan 3. ulangi langkah ini hingga mencapai jumlah
eritrosit total = 1000
5. dari jumlah eritrosit total =1000 dan dengan menghitung jumlah
total eritrosit terinfeksi dalam 1000 eritrosit (sejumlah Y), maka
dapat dihitung persen parasetemia sbb:
%parasitemia = (Y/1000)x 100
19
catatan : penentuan lapang pandang harus di lihat secara zigzag bisa secara horizontal
ataupun vertical.
Sumber : http://habibi.staff.ub.ac.id/files/2012/11/blood-smear.pdf
Adapun keuntugan dan kerugian dalam pemeriksaan hapusan darah tebal sbb :
1. Keuntungan :
2. Kekurangan :
1. Keuntungan :
Bentuk stadium parasite keliatan jelas dan sempurna
2. Kekurangan :
1. Dalam pemeriksaan membutuhkan waktu yang lama sekali untuk
menemukan parasite yang pertama dan menyelesaikan
pemeriksaannya.
2. Kalau kepadatan parasit rendah, kemungkinan besar hasil
diagnosa negatif.
20
3.4 Hasil
Menurut dari jurnal yang berjudul Hasil Pemeriksaan Mikroskopis dan
PCR Malaria dari Darah Tepi, Jaringan Plasenta dan Darah Tali Pusat pada
Ibu Bersalin yang Mendapat Terapi ACT. Studi Operasional Pada Empat
Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau yang diteliti oleh Ari
Hidayat, Erry Gumilar Dachlan, Budi Prasetyo, Sukmawati Basuki dari
Departemen Obstetri dan Ginekologi, dan Departemen Parasitologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr Soetomo, Surabaya. Mereka
menjelaskan dalam penelitian telah meneliti 23 ibu bersalin di Kabupaten Indragiri
Hilir yang selama hamil menderita malaria. Keseluruhan ibu bersalin tersebut
(100%) pernah mengalami demam selama kehamilannya. Dua puluh satu ibu
bersalin pernah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan didiagnosis menderita
malaria dalam kehamilan. Terdapat dua ibu bersalin yang tidak pernah melakukan
pemeriksaan laboratorium. Sesuai kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri
Hilir, seluruh penderita dengan hasil laboratorium yang positif menderita malaria,
diberikan obat anti malaria menggunakan regimen ACT (Artemisinin-based
Combination Therapy). Terdapat tiga penderita yang tidak meminum obat anti
malaria sampai selesai selama 3 hari (drop out).
Berikut ini interpretasi dari pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
Tabel 1 : Spesimen Positif Pada Darah Tepi , Jaringan Plasenta, Dan Darah Tali
Pusat
No Darah Tepi zJ Jaringan Plasenta Darah Tali Pusat
21
9. - - - + + -
Sumber : http://www.journal.unair.ac.id
Keterangan :
* : Pemeriksaan untuk mendeteksi parasite dengan pewarnaan Giemsa pada darah
tepi dan tali pusat serta HE untuk plasenta.
x
: Pemeriksaan untuk mendeteksi DNA parasite dengan menggunakan primer
spesifik yang mengkoding gen 18s rRNA
+ : Ditemukan Plasmodium, keseluruhannya adalah P. Falciparum
- : Tidak ditemukan plasmodium
Tabel 2: Penemuan plasmodium secara mikroskopis dan PCR dalam darah tepi,
jaringan plasenta dan darah tali pusat
Spesimen Mikroskopis *# PCR*# Total mikroskopis
dan / atau PCR #
Darah tepi 1 (4,3%) 2 (8,7%) 2 (8,7%)
Jar. Plasenta 4 (17,4%) 4 (17,4 %) 6 (26,1%)
Darah tali pusat 1 (4,3%) 3 (13,0 %) 3 (13,0%)
Sumber : http://www.journal.unair.ac.id
Keterangan :
* : Pemeriksaan untuk mendeteksi parasite dengan pewarnaan Giemsa pada darah
tepid an darah tali pusat serta HE untuk plasenta
X
: Pemeriksaan untuk mendeteksi DNA parasite dengan menggunakan primer
spesifik yang mengkoding gen 18 s rRNA
# : Nilai kappa > 0,05
Tabel 3 : Parsitemia menurut riwayat pengobatan malaria
Riwayat Darah
N tepi ibu Jar. Darah tali Total *#
Pengobatan Plasenta pusat
Pernah, Lengkap 18 1 ( 5,5 %) 4 (22,2%) 3 ( 16,6 %) 6 ( 33,3%)
Pernah, tak lengkap 3 1 (33,3 %) 2 (26,6%) 0 (0,0 %) 3 (100%)
Tidak Pernah 2 0 (0,0 %) 0 (0,0%) 0 (0,0 %) 0 (0,0%)
Sumber : http://www.journal.unair.ac.id
22
Keterangan :
* : Hasil uji chi-square p = 0,045
X :
Ditemukannya parasit pada pemeriksaan mikroskopis dan / atau PCR
Dari penelitian ini dapat disimpulkan plasenta jaringan dapat digunakan untuk
diagnosis malaria pada ibu melahirkan. Kemungkinan terjadi resistensi obat anti
malaria di daerah.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
25
5