A. Pendahuluan
Sejak Hasil studi kelayakan dipresentasikan beberapa kali pada rapat khusus maupun pada rapat
pleno pada akhir Tahun 2014 dan awal Tahun 2015, selalu muncul pernyataan-pernyataan
mengenai ketenagaan yang dikatakan bahwa ; Jumlah tenaga di RSI Asy Syifaa terutama
perawat berlebih dari semestinya . Namun di lain pihak justru pihak manajemen rumah sakit
merasakan dan mengalami hal yang berbeda dan bertolak belakang dengan pernyataan tersebut.
Oleh karena itu dirasakan perlu untuk mempersamakan perbedaan pandangan ini, sehingga
masalah ketenagaan ini perlu dibahas secara mendalam dengan melakukan kajian-kajian dari
berbagai sudut pandangan dan juga fakta-fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan, bukan hanya
berdasarkan standar tertentu atau teori belaka.
Dibawah ini kami kutip beberapa pernyataan dari Laporan Hasil studi Kelayakan , yaitu sebagai
berikut :
1. Koreksi terhadap data jumlah tenaga yang disampaikan oleh Tim Studi Kelayakan.
2. Kelas Rumah sakit Islam Asy Syifaa ?
3. Konsistensi dari rekomendasi mengenai ketenagaan yang disampaikan oleh Tim Studi
Kelayakan.
4. Pegangan terbaru dari Depkes mengenai Standar Tenaga Keperawatan dan Kebidanan
di rumah sakit.
5. Pandangan teori penentuan tenaga rumah sakit.
B. Pembahasan
Tanggal
Jlh Perawat Jlh Pramusada Total
Pendataan
Juli 2013
Januhari 2014
Juli 2014
Januhari 2015
Juli 2015
Januari2016
Juli 2016
Januari2017
Pasal 6
1) Rumah Sakit Umum Pusat dan Daerah diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit Umum
Kelas A, B, C dan Kelas D.
2) Klasifikasi Rumah Sakit Umum sebagaimana tersebut dalam ayat (1) didasarkan pada
unsur pelayanan , ketenagaan, fisik dan peralatan sebagaimana terlampir dalam
keputusan ono.
3) Rumah Sakit Umum Kelas A adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan Medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.
4) Rumah Sakit Umum Kelas B adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan Medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan
subspesialistik terbatas.
5) Rumah Sakit Umum Kelas C adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan Medis spesialistik dasar.
6) Rumah Sakit Umum Kelas D adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan Medis dasar.
3
3. Pembahasan
Pertanyaan dibawah ini harus dicarikan jawaban dan kesepakatan oleh kita semua,
sehingga tidak salah kaprah dalam memperkirakan kebutuhan semua sumber daya yang
diperlukan untuk mpengembangan rumah sakit ini ke depan :
APAKAH RSI ASY SYIFAA SELEVEL DENGAN RUMAH SAKIT TIPE C ATAU
B?
Pada peraturan Menkes RI NO. 262/Men.Kes/Per/VII/1979 tersebut diatas ,
khususnya pada ayat 1.d , dikatakan bahwa :
Untuk Rumah Sakit Khusus, standardisasi tenaga perlu mempertimbangkan kondisi
objektif dengan pedoman pada perumusan keputusan Rumah Sakit Umum.
Dan ayat 2 ditambahkan :
Penentuan kebutuhan ketenagaan yang dimaksud dengan ayat ( 1) disesuaikan dengan
beban kerja dan atau kelas dari pada Rumah Sakit yang bersangkutan.
Jadi peraturan pemerintah sendiri juga tidak mempertimbangkan secara mutlak jumlah
tempat tidur saja untuk menghitung jumlah ketenagaan di sebuah rumah sakit, tetapi
kondisi objektif yang ada dan beban kerja juga harus ikut dipertimbangkan.
Mari kita lihat pernyataan point (a) hasil studi kelayakan tersebut di atas , jelas dinyatakan
bahwa RSI Asy Syifaa merupakan rumah sakit kelas C Plus , Namun dalam
memperkirakan jumlah tenaga yang dibutuhkan RSI Asy Syifaa, Tim Studi Kelayakan
selalu merujuk RSI Asy Syifaa sebagai Rumah sakit kelas C.
Secara logika saja penentuan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan tidak bisa dengan
hanya mepertimbangkan jumlah tempat tidur , terlalu sederhana dan dangkal ! Karena
melihat dari jumlah tempat tidur saja mungkin suatu rumah sakit masuk kedalam kategori
kelas C, tapi kemampuan pelayanan medis yang dilakukan sudah setingkat rumah sakit
kelas A atau B ,sehingga dalam memperhitungkan jumlah tenaga yang dibutuhkan juga
berpengaruh. Juga dengan bentuk bangunan yang modern yang dirancang sedemikian rupa
untuk mempermudah karyawan bekerja , juga akan mempengaruhi jumlah karyawan yang
dibutuhkan.
Jadi sebenarnya sebutan kelas B atau C bukanlah masalah yang perlu diperdebatkan ,
karena tidak akan ada rumah sakit dengan kelas yang sama mempunyai kondisi yang
persis sama antara keduanya, sehingga yang perlu lebih dikedepankan adalah , sejauh
mana dan seberapa banyak sumber daya tenaga maupun fasilitas yang efisisien
sesuai dengan kondisi rumah sakit kita ini.
Kalau kita melihat kemampuan pelayanan RSI Asy Syifaa saat ini , Untuk Rawat jalan
yang memiliki ; kita mempunyai kemampuan pelayanan medis spesialis dan sub sepesialis
di bawah ini , disamping pelayanan penunjang Laboratorium, apotik dan Radiologi yang
cukup memadai.
Melihat jenis pelayanan di atas , RSI Asy Syifaa tidak bisa lagi dikatakan masuk pada
Kelas C , karena sudah mempunyai pelayanan lebih dari 4 spesialistik dasar dan malahan
sudah mempunyai pelayanan sub-spsialistik terbatas walaupun belum semua merupakan
dokter tetap. Mungkin dari segi fasilitas peralatan diagnostik dan penunjang lainnya masih
belum memenuhi persyaratan RS Kelas B, sehingga masih banyak pemeriksaan yang harus
di kirim ke rumah sakit lain, seperti ; Echocardiografi, EEG, CT Scan, Mammografi,
Analisa Gas darah dan elektrolit .dan lain-lain. Dengan masih banyak pengiriman pasien
keluar ini merupakan salah satu yang menyebabkan banyak waktu perawat tersita ,
sehingga tentu saja akan mempengaruhi jumlah tenaga yang dibutuhkan.
Sementara RSI Asy Syifaa mempunyai ICU/ICCU yang juga mempunyai kemampuan
untuk melakukan perawatan pasien NICU dan PICU dengan kapasitas 5 Bed dan fasilitas
yang memadai. Dan Kamar Bedah RSI Asy Syifaa dengan 3 kamar operasi mampu
melakukan lebih kurang 300 operasi dalam sebulan , sementara Rumah Sakit kelas C
umumnya hanya mampu melakukan kurang dari 100 operasi tiap bulannya.
Sedangkan untuk Rawat Inap, BOR yang dicapai sudah melebihi BOR ideal : rata-rata
mencapai 80%.
Sesuai pernyataan Hasil Studi Kelayakan Halaman 49 alinea terakhir :
Depkes menetapkan BOR untuk Indonesia 70-80%. Dari table indicator rawat inap di
RsiAsy Syifaa menunjukkan tingkat hunian yang tinggi, dengan BOR 79,1 % dan BTO
82,6 dan Turn Over tempat tidur 0,9 artinya tempat tidur kosong tidak sampai 24 jam (21,6
jam) .
Dengan kondisi tersebut, di lapangan yang dirasakan oleh karyawan adalah kesibukan
untuk memindahkan pasien terutama antar ruangan karena kelas yang diinginkan saat
masuk tidak ada, dan tidak sedikit yang harus di rujuk ke rumah sakit lain setiap bulannya.
Selanjut pada Hasil Studi Kelayakan dinyatakan pula bahwa pada halaman 63 alinea
pertama : Dirumah sakit Asy Syifaa didapatkan BOR paling tinggi adalah 86%
pada tahun 2002, sedangkan di rumah sakit kelas C setinggi
-tingginya adalah
pada angka 60% .
Jadi kalau dibuat perhitungan perbandingan kita akan mendapatkan :
BOR rumah sakit Kelas C dengan 150 TT dan BOR 60% mempunyai tenaga perawat 150
orang, maka untuk RSI Asy Syifaa yang mempunyai perawat 242 orang dengan BOR
rata-rata 80%, maka berarti RSI Asy Syifaa sudah mempunyai kemampuan untuk
merawat pasien sebanyak 200 tempat tidur.
Sebelumnya kita lihat rekomendasi ketenagaan untuk 250 TT (dikutip dari Hal
Hasil Studi Kelayakan) :
Berdasarkan formula tersebut proyeksi kebutuhan tenaga dalam pengembangan
tempat tidur 150 tt menjadi 250 tt adalah seperti tabel dibawah :
Pembahasan :
Medis :
Standar 28 orang, tapi direkomendasukan 32 orang (lebih tinggi dari standar)
Paramedis Perawatan :
Standar 250 orang, tapi direkomendasukan 252 orang (lebih tinggi dari standar)
Paramedis nonperawatan :
Standar 50 orang, tapi direkomendasukan 98 orang (lebih tinggi dari standar)
Non Medis :
Standar 188 orang, tapi direkomendasukan 150 orang (lebih rendah dari standar)
Kesimpulan :
Terlihat bahwa jumlah yang direkomendasikan juga tidak KONSISTEN sesuai dengan
yang distandarkan. Tetapi rekomendasi tersebut juga belum tentu salah dan bisa wajar-
wajar saja , karena mungkin ada pertimbangan-pertimbangan lain yang diperhitungkan,
yang tidak hanya mempertimbangkan dari sudut jumlah tempat tidur saja , tapi
kondisi objektif dan beban kerja sebuah rumah sakit juga sangat ikut menentukan.
Faktor Lingkungan :
Tipe dan lokasi Rumah sakit
- Desain Gedung dan lay out ruang keperawatan
Contoh kondisi di RSI :
- letak Nurse station di ruangan yang tidak central
- Letak Poliklinik yang terpisah dan ruangan klinik yang berje
memanjang
- lebar pintu yang tidak bisa dilewati tempat tidur di Mina
Bel yang hanya bisa satu arah (kecuali raudah)
- Letak ruangan di Lt.2 tampa lift (contoh Madinah) dan kemiringan Rem yang
terlalu tajam/kurang landai
Faktor Pasien
2. Metode kedua dengan memakai aturan umum, yaitu berapa jam perawatan yang
diberika ketiap pasen perhari. (Penentuan standar mengenai berapa jam seorang pasen
membutuhkan perawat harus melalui penelitian).
3. Metode ketiga adalah dengan menggunakan manajemen ilmiah denagn melakukan
studi secara aktif di semua unit perawatan (studi ini menentukan apa yang dilakukan
oleh setiap orang dan berapa lama) Kelompok studi mengidentifikasi semua tugas yang
berhubungan dengan keperawatan maupun yang tidak berhubungan. Tugas yang tidak
berhubungan dengan perawatan dikembalikan ke Administrasi Rumah Sakit untuk
kemudian disebarkan ke ke departemen lain. Tugas-tugas perawatan dianalisa dan
diberikan pada karyawan yang tepat yang melakukan tugas tersebut.
Dalam Analisis Situasi dan Kebutuhan Tenaga tersebut , dilihat dan dianalisa :
1. Bagaimana deskripsi beban kerja tenaganya
Alokasi penggunaan waktu kerja o/.perawat menurut jenis kegiatan keperawatan.
2. Bagaimana pola beban kerja
Apakah penggunaan waktu tsb mempunyai pola, sesuai jenis kegiatan, umur, jenis
tenaga, kelamin dll (Komposisi tenaga)
3. Bagaimana kesesuaian beban dengan jenis tenaganya
Apakah beban kerja yang dilakukan tepat untuk jenis tenaga yang melakukan tugas
itu
A X 52 X 7 X TT X BOR + 25%
41 mg X 40 jam
A : Rata-rata jumlah jam perawatan yang diterima pasien/24 jam
Formula Gillies
A X B X 365
365-hr.libur) X Jamkerja/hari
A : Rata-rata jumlah jam perawatan yang diterima pasien/24 jam
B : Sensus harian rata-rata
Formula Nina
Dilakukan dengan 5 tahap perhitungan (Pertama menghitung jam perawatan
penderita dalam 24 jam perpasen, dalam 1 hari, dan selanjutnya dihitung untuk
satu tahun, ke-4 menghitung perkiraan secara realistis dengan melihat BOR dan
terakhir baru dihitung jumlah tenaga yang dibutuhkan)