Jakarta
KP'G (Kepustakaan Populer Gramedia)
bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI
dan The Ford Foundation. 2000
Ebook by syauqy_arr
Weblog.l http://hanaoki.wordpress.com
VII
Mangir
KPG 036-2000-82-S
Gambar Sampul
Omni Art
Desain Sampul
Rully Susanto
Babak Pertama 1
Babak Kedua 39
Babak Ketiga 77
P E N G A N T A R IX
PRAKATA
OlEH
SAVITRI SCHERER
winannya dengan Wanabaya. Hadir juga dalam pertemuan terse -Mungkin saja hubungan Mangir dan Mataram sebelumnya
but, penasihat Senapati, Juru Martani. Paman Senapati ini, dari harmonis, yaitu ketika ayahanda Ki Ageng Pemanahan masih aktif
pihak ibu, telah membantu Senapati membina Mataram. Sesuai mengelola pemukiman di Mataram. Situasi berubah, ketika eerita
namanya, paman ini menyumbangkan pandangannya sebagai ahli Mangir ini dimulai. Ketidak-hamonisan timbul mungkin karena
membaea situasi lapangan. Selain mereka, hadir juga sebagai saksi Senapati membutuhkan daya tambahan untuk menopang gaya
peristiwa tersebut Ki Ageng Pernanahan, ayahanda Senapati, yang hidup manja dan mahal pengikut-pengikutnya di keraton. Siapa
tidak lain tokoh pendiri Mataram. lagi yang bisa dilirik untuk menyubsidi gaya hidup semaeam itu?
Ki Ageng Pemanahan tereatat dalam babad sebagai ahli perang. Meluaskan lahan pun membutuhkan tenaga kerja tambahan. Dari
Ini diabadikan pula dalarn ingatan rnasyarakat seperti tereermin mana mereka harus dieari')
pada namanya yang menyebut suatu perala tan perang. Ini juga Seperti dipaparkan dalam kreasi eerita tutur ini, baik masya
menunjukkan bahwa pemanahan memiliki kehandalan khusus, rakat Mangir maupun Mataram sarna-sarna memperkokoh sistim
yang menernpatkan dia dalarn posisi sosial tertentu di masyarakat gaya hidup mereka dengan pasukan yang terlatih dalam seni
J awa, sebagai pemimpin kaumnya. Sebagai imbalan atas jasanya berperang. Wanabaya, yang berusia 23 tahun, adalah seorang
kepada penguasa Dernak, Pernanahan rnenerirna "hak pakai" untuk prajurit yang diangkat sebagai pemimpin masyarakat, justru karena
membuka-membabat lahan baru di kawasan Matararn. Dari hasil kepiawaiannya mempertahankan penduduk setempat dari rong
lahan yang dikelolanya, Pemanahan menghidupi keluarga dan rongan pasukan perang Senapati.
pengikutnya. Untuk menetralisirpenduduk Mangir, begitu dipaparkan Pramoedya,
Menurut Negara Krtagama (Pigeaud, Java in the 14th century, Senapati menugaskan putrinya, Pambayun, untuk merayu Wanabaya.
vA, the Hague, Nijhoff, 1962), pada jaman Majapahit kawasan Pambayun menyamar sebagai penari yang hidup di tengah masya
pemukiman yang biasa disebut desa "perdikan" dibebaskan dari rakat, dan akhirnya berjumpa dengan Wanabaya yang langsung
kewajiban membayar pajak dan menyetor jasa bagi proyek kema menikahinya. Dalam keadaan hamil, Pambayun diantar seeara
syarakatan yang dijalankan petinggi keraton, termasuk bertugas baik-baik oleh sang suami untuk menghadap Senapati. Tapi demi
sebagai prajurit perang. Kebebasan tersebut diberikan karena memperkokoh sistim politik ekspansi Mataram yang sedang diba
penduduk "perdikan" diserahi tugas mengatur pendidikan spiritual ngun oleh Senapati dan penasihatnya, Juru Martani, kebahagiaan
masyarakat dan juga merawat rumah-rumah ibadah, warisan buda sang putri, termasuk masa depan janin yang dikandungnya, dan
ya eagar alam, dan "pesarean" para petinggi yang dikeramatkan. suami harus disisihka'n.
Sistim tersebut masih terus dipertahankan pada periode pasea Sebagai pembanding, peristiwa yang serupa walau dengan variasi
Majapahit. "Perdikan" Kadilangu dan Tembayat didirikan di bawah yang berbeda, sempat tereatat dalam BTJ. Dalam versi keraton,
_
payung Demak dan Pajang. Tradisi ini diteruskan dalam pemu eerita terjadi di Keraton Pajang. Pada suatu malam, Pabelen, putra
kiman "pesantren", dari jaman pemerintahan Sultan Agung hingga adik Senapati yang bersuamikan pejabat Pajang, melompati pagar
para penggantinya.
XII M A N G R G R
P E N A N T A
XIII
bahwa karya
realitas sejarah dan fiksi, seolah-olah membuktikan gaya hidup yang harns dikurbankan untuk melangkah maJu. Pesan
selanjutnya
sastra menguntit peristiwa sejarah dengan setia, dan inilah yang dipaparkan secara tidak langsung melalui penghidupan
i apa yang
peristiwa sejarah terjadi seolah-olah meniru kembal kembali drama Mangir ini.
sampai
dibayangkan oleh para perangkum sastra, dari era BTJ Patut diingat peristiwa pertemuan keluarga yang berakhir
peristiwa
masa kini. Mungkin masih segar dalam ingatan kita, dengan dramatik telah disaksikan oleh Pemanahan, tokoh yang
yang terjadi
"lengsernya" Suharto dari Istana Negara pada Mei 1998 membuka lahan Mataram ini. Pada tahap menunggu kehadiran
bangunnya
di tengah kesimpangsiuran fitnah dan gunjingan. J atuh generasi keempat, serta hubungan antara generasi kedua dengan
seolah-olah
para tokoh yang tersangkut dalam peristiwa tersebut, ketiga yang saling bermusuhan, kemungkinan keruntuhan (atau
pemikiran
hanya bergerak dalam orbit yang dipenjarakan oleh pola kemajuan) dari suatu sistim masih sempat disaksikan oleh sang
atunya",
jaman Mataram yang membawakan kita pada jalan "satu-s pemula, yang sudah berada dalam kedudukan yang tidak dapat lagi
pada tahun
yakni menghadirkan quet pemimpin, Gus Dur-Mega, mempengaruhi perkembangan masa depan keluarga (simbol dari
2000 ini. negara) yang pernah ia bangun. Kerapuhan sistim yang telah
-
Logika pandangan dunia Jawa, yang dibeberkan melalui episode disaksikan Pemanahan bukan disebabkan oleh siapa pun, tapi oleh
uk tuturan,
episode yang dicatat maupun yang masih berbent generasi yang langsung menerima warisan si pemula, yakni
ili dunia
menunjukkan betapa hubungan antara tokoh yang mewak Senapati. Senapati sebagai tokoh yang mewakili generasi pewaris
pernah
politik lama dan yang mewakili dunia politik baru tidak pertama, telah mengelola dan mengembangkan warisannya dengan
terse
berlangsung harmonis. Kenyataannya, naskah tulis dan tutur suatu sistim yang otokratik, tanpa mempedulikan proses musya
an keke
but, dari jaman ke jaman, selalu menekankan hubung warah antar generasi, yang sangat dibutuhkan untuk mencapai
Dalam
luargaan antara kedua generasi tokoh-tokoh yang terkait. keberhasilan suatu program.
baru selalu
tradisi tutur maupun tulis, tokoh pimpinan yang Suatu sistim yang tak dapat bertahan untuk masuk ke generasi
menantu dari
diangkat sebagai anggota keluarga, anak angkat, atau keempat, yang hanya bisa dilanjutkan dengan menggeser generasi
Raja
penguasa sebelumnya. Adipati Demak adalah anak angkat ketiga, yaitu Pambayun dan suaminya, menunjukkan pada kita
Demak,
Majapahit Brawijaya, Sultan Pajang anak angkat Adipati suatu unsur "ketidak-beresan" sistim perkembangan kehidupan
Pajang
dan Senapati sempat diangkat sebagai anak tertua Sultan berbudaya dalam masyarakat Jawa masa lalu, yang tetap berdam
kepan
Adiwijaya. Generasi berikut tidak pernah dilihat sebagai pak hingga kini. Ini dapat dilihat dari rancunya pergantian tampuk
Ini menun
jangan atau hasil positif dari generasi sebelumnya. kekuasaan politik da i satu generasi ke generasi berikutnya Keti
nal
jukkan pada kita suatu "kegagalan" masyarakat Jawa tradisio dak-harmonisan tersebut bagaimanapun tidak dapat terselubungi
pengganti
dalam membawa pesan leluhur untuk membina generasi oleh kepiawaian pujangga keraton merangkum ceritanya.
ang
yang tangguh yang mempunyai visi ke depan dalam menimb Yang cukup encolok dalam tradisi, sang putri favorit justru
dan
nimbang risiko: berapa besar dan berapa pantas unsur budaya dijadikan tumbal. Melihat kecenderungan demikian dalam sastra
M A N G R
XVIII
P E N G A N T A R
XIX
PERTANGGUNGJAWABAN
jalan sanepa atau kias. Sebaliknya, pembaca berabad kemudian juga hilangnya pusat kekuasaan Kekuasaan-kekuasaan kecil pada berdi
terpaksa harns dapat membuka kunci-kunci sanepa itu untuk dapat kari: kadipaten, kabupaten, sampai juga desa-desa. Tentang kadi
memahami maksud-maksud mereka. paten dan kabupaten, sastra Jawa di kemudian hari sangat sering dan
Kerasnya feodalisme Jawa telah menghasilkan kehati-hatian banyak menyinggung, tetapi tidak tentang desa-desa yang berdikari
para pujangganya, suatu kehati-hatian yang keras berlebih-Iebihan yang melahirkan pemimpin-pemimpin barn, yang biasa menggu
untuk tidak menggunakan kata kelemahan watak. Sanepa-sanepa nakan gelar barn Ki Ageng.
yang dilahirkan oleh para pujangga Jawa dalam persyaratan demi Dalam jarak waktu ini orang nisl'-iah tidak mempunyai kesem
kian telah mencapai nilai yang sedemikian tinggi (atau rendah, patan berkreasi. Kekuasaan tak berpusat, tersebar praktis di seluruh
tergantung dari tempat memandang) dan jarang bisa didapatkan Jawa, menyebabkan keadaan kacau balau, perang yang terns-mene
dalam sastra bangsa-bangsa manusia mana pun. rus untuk berebut jadi penguasa tunggal membikin pulau Jawa
Berhadapan dengan sanepa adalah berhadapan dengan teka-teki bermandi darah. Apabila tentang masa ini seorang sejarawan asing
dua muka: historis dan daya imaginasi pujangga. Setiap tafsiran atau menamainya masa schn7cbewind atau masa pemerintahan teror,
uraian atasnya bisa kelirn. Biar begitu tak ada jalan lain yang dapat kira-kira ia tidak berlebih-Iebihan.
ditempuh daripada melalui tafsir. Penerimaan mentah-mentah oleh Pengalaman dari jarak waktu ini meninggalkan pengarnh yang
pembaca atau pendengar-penonton, sebagaimana diperkenalkan mendalam pada para pencipta. Apalagi sesuai dengan kata-kata
melalui panggung atau wayang atau terbitan gaya sebelum Perang bekas presiden Perancis almarhum, Pompidou, yang juga seorang
Dunia II, bukan hanya tidak bisa dibenarkan, tapi juga sudah tidak pengarang, bahwa di masa-masa yang lalu sastra selalu mengabdi
bisa ditenggang lagi, terlalu kedongeng-dongengan dan tidak men pada politik, demikian pula halnya dengan sastra Jawa di masa lalu.
didik. Selama dan setelah suatu schn7cbewind, seorang seniman harns
Dalam lakon yang dituliskan ini, semua tokoh dilucuti dari berpikir sepuluh kali untuk memulai karyanya, karena jangan-jangan
pakaian dongeng dan ditampilkan sebagai manusia biasa, dijauhkan seorang raja yang diangkat-angkatnya atau dinastinya mendadak
dari tanggapan-tanggapan mistik dan fetis, yang memiliki impian, jatuh dilanda kekuasaan yang lain sarna sekali.
usaha, kegagalan, dan suksesnya. Demikianlah satu sebab mengapa cerita ini terlambat paling
tidak seratus lima puluh atau dua ratus tahun dituliskan.
MENGAPA CERITA INI TERLAMBAT DITULISKAN? Cerita ini terjadi antara naiknya Panembahan Senapati menjadi
Jarak waktu yang membentang antara jatuhnya Majapahit dan raja Mataram (15751601) sampai kira-kira tahun 1577, lebih
pemerintahan Sultan Agung Mataram (1613-1645), atau boleh jelasnya, cerita tentang permusuhan Mataram-Mangir.
dikata satu abad penuh, tiada meninggalkan permata-permata Adalah suatu teka-teki sejarah mengapa Mataram, yang sejak
kesenian sebagaimana halnya dengan sebelumnya, baik di bidang herdirinya telah mempunyai seorang pujangga keraton dalam diri
sastra, musik, ataupun arsitektur. Jatuhnya Majapahit menyebabkan Tumenggung Mandaraka, tidak menuliskannya. Lebih mengheran-
M A N G R P ramoedya A na n ta To e r
XXIV xxv
kan lagi ia sendiri justrn arsitek dari kerajaan Mataram, juga arsitek untuk menghilangkan jejaknya dari sejarah, disorong ke alam do
dari peperangan ini. Boleh jadi di kemudian hari akan ada yang ngeng yang tak bakal terjamah oleh usaha-usaha pembuktian.
menjawab teka-teki ini. Sudah menjadi kebiasaan dalam penulisan tradisional Jawa sejak
Sebab lain mengapa sampai begitu lama peristiwa permusuhan Airlangga (1010-1049), musuh atau oknum yang tidak disukai oleh
ini tidak dituliskan tentunya karena Mataram terlalu sibuk dengan raja atau dinastinya digambarkan sebagai bukan sepenuhnya-manu
peperangan-peperangan untuk merebut kekuasaan tllnggal. Dan sia (Calon Arang misalnya), yang terpuji sebagai satria teladan yang
sebab lain pula yang boleh jadi dipergunakan sebagai alasan ialah diambil dari tokoh-tokoh Bharatayuddha dan bila seseorang dari
karena Mataram nampaknya malu menderita kekalahan perang rakyat kebanyakan, digambarkan tepat sebagai hewan dengan sifat
melawan balatentara Mangir, balatentara orang desa. Di samping itu sifatnya (dalam cerita Sangkuriang misalnya). Dalam jaman Maja
untuk memenangkannya Mataram tanpa reserve telah melaksa pahit, semasa Jawa semakin banyak bersinggungan dengan luar
nakan pikiran-pikiran umenggung Mandaraka alias Juru Martani, negeri, terntama dengan negeri-negeri induk kebudayaan Asia,
seorang Machiavellis sebelum Niccolo Machiavelli dikenal oleh konsep dan idea tentang manusia dan masyarakatnya menjadi agak
dunia. Jalan-jalan kotor yang telah ditempuh tentu tidak akan cerah seperti dapat dilihat dalam hikayat berangkai (eye/us roman)
menguntungkan bila ditulis, dan dengan kelicikan saja Mataram PalY!: bahkan sedikit atau banyak dalam Negarakrtagama tulisan
berhasil menang perang mengalahkan Mangir, suatu kemenangan Prapanca (1365) ataupun Kidung Sunda.
yang tidak merupakan karangan bunga. Sedikit dari kecerahan Majapahit ini belum dikenal oleh Jawa
Tengah di lapangan pemikiran termasuk di masa Mataram Panem
WAJAH PENUlISAN KEMUDIAN bahan Senapati, sehingga konsepnya tentang manusia dan masyara
Peristiwa yang terlalu lama tidak dituliskan itu telah melahirkan katnya masih tetap bersemangat sebelum Majapahit. Berdasarkan ini
terlalu banyak versi, pelebih-Iebihan dan pengurangan, sehingga dapat difahami mengapa Barn Klinting bisa ditampilkan sebagai ular,
merusakkan gambaran yang semestinya, bahkan dicacadkan oleh kemudian sebagai tombak pusaka.
sanepa-sanepa yang keterlaluan. Salah sebuah cacad di antaranya
adalah munculnya sesuatu atau seseorang yang dinamai Barn BARU KlINTING
Klinting, yang sangat dibenci, ditakuti, tapi juga dihormati oleh Sebagai nama Jawa, Barn Klinting terdengar janggal. Kata baru
Mataram. adalah asing dalam Jawa, maka bisa dikatakan kata barn. Mengingat
Pada mulanya Baru Klinting dalam cerita yang kemudian jadi bahwa selera Jawa lama dapat dikatakan konservatif, baik dalam
umum ditampilkan sebagai seekor ular, kemudian sebagai lidahnya nama, pakaian, maupun makanan, maka kata baru ini menimbulkan
saja, yang bernbah jadi tombak sakti di tangan Ki Ageng Mangir yang juga teka-teki yang misterius, apalagi dimunculkan sebagai ular yang
bernama Wanabaya. nyaris dapat melingkari Gunung Merapi.
Motif untuk menyandikan apa atau siapa Barn Klinting jelas Baruadalah kata Melayu yang dalam J awa berbunyi waru(nama
.
XXVI M A N G R P ramoedya A n anta T o e r XXVII
pohon). Tetapi Mataram terlalu jauh dari pengaruh Melayu, apalagi menyamakannya dengan ular, dan dari persamaan ular menjadi ular
ia sebuah kerajaan pedalaman yang tidak mempunyai pelabuhan sesungguhnya.
antarpulau atau internasional seperti halnya dengan Gresik, Tuban, Setelah Baru Klinting berbentuk ular, seorang pujangga bisa
Jepara, dan Banten. menebah dada karena hasil sanepanya yang gilang-gemilang. Tetapi
Baru bisa jadi berasal dari pengubahan kata ben: yakni gong itu tidak bisa lama, karena Baru Klinting seorang anggota masyara
besar dengan cembung rendah dan dengan kaki-lingkar rendah juga, katnya dan menyertai hampir dalam segala peristiwa. Seekor ular
berbunyi sember dan merupakan kelengkapan perang di samping tidak mungkin bisa ditampilkan dalam kehidupan manusia yang
gurduang (canang) dan gurdnita, untuk memanggil atau memberani bermasyarakat secara terus-menerus. Oleh pujangganya ia diubah
kan pasukan. Bila dihubungkan dengan bunyi-bunyian, maka menjadi tombak pusaka. Untuk itu ia terpaksa membikin persyaratan
KlinHng bisa berarti giring-giring atau bunyinya. Bila demikian dengan menempuh acuan sastra Jawa yang umum, yakni persyaratan
maka Baru Klinting bisa berarti sebuah beri yang berbunyi kedl yang diberikan oleh seorang anak yang mengharapkan pengakuan
menggerindng. ayahnya, suatu sisa-sisa dari tradisi dan kepercayaan pemuliaan
Baru bisa juga suatu kata rusak dari bahu. Dalam Jawa terdapat leluhur. Ayah Baru Klinting, kepala Perdikan Mangir sebelum
istilah bahuningpraja (pelaksana perintah negara), yang mendekati Wanabaya, melihat bahwa ular itu kurang sejengkal melingkari
kata Melayu Panglima (dari pe-lima, jari lima pemegang kekuasaan Gunung Merapi dan menjelirkan lidahnya untuk menutup keku
ketentaraan). Dalam Jawa terdapat juga istilah bahu desa, yang rangan yang tinggal sejengkal, telah memotong lidah itu dengan keris
berarti pelaksana keamanan desa atau tangan kanan kepala desa. pusaka. Lidah itulah yang kemudian menjadi tombak pusaka di
Baru itu berasal dari ben" atau bahu (-ning praja), dua-duanya tangan Wanabaya, Ki Ageng Mangir yang menggantikannya.
punya persangkutan dengan kekuasaan dan pelaksanaannya. Ada yang berpendapat kata Baru berasal dari Bhre seperti pada
Suatu pendapat bahwa baru adalah perusakan dari kata bahu Bhre Wijaya dan Bhre Wirabumi, yang berarti penguasa tertinggi
perusakan yang dilakukan dengan sengaja, juga masuk aka!. Dan bila atau raja, yang kemudian bisa berubah-ubah jadi wre,pre atau pra.
demikian, Klinting bisa berarti mengerut karena kering, atau Sebagai hasil pencarian asal kata boleh jadi pendapat itu benar,
mengelupas karena kering. Maka Baru Klinting berarti seorang tetapi dalam hubungan dengan Perdikan, suatu masyarakat desa di
punggawa Perdikan karena Mangir adalah sebuah Perdikan atau tepi Samudra Hindia, rasa-rasanya kata Bhre ini tidak mempunyai
penguasa Perdikan dengan kulit mengkerut atau mengelupas kering, persangkutan dengan Baru.
boleh jadi karena penyakit kulit, kaskado. Setelah menimbang-nimbang kemungkinan, maka dugaan bah
Dari kerusakan kulit seorang pujangga Jawa, yang sengaja wa Baru adalah perusakan sengaja atas kata bahu dipergunakan
hendak menyandikannya, dalam pada itu berpihak pada Mataram, sebagai patokan dalam cerita panggung ini
mendapat bahan untuk melebih-Iebihkan penggambaran, bahwa si Dalam pertunjukan-pertunjukan, Baru Klinting selalu ditam
bahu perdikan itu berkulit seperti sisik, dan dari kulit bersisik ia pilkan sebagai ular atau tombak pusaka, setia pada karya pujangga
XXVIII M A N G R
P ramoedya A nanta Toer XXIX
BARU KiINTING SEBAGAI TOMBAK PUSAKA Bahwa mula-mula ia dilukiskan sebagai ular lebih menjelaskan
Dimulai dengan dongeng tentang Ken Arok yang menaiki tahta tentang kedudukan-sosialnya yang rendah, bolehjadi malah terhalau
dengan keris Mpu Gandring, senjata pusaka sejak itu menduduki dari masyarakatnya. Atau dapat juga dikatakan ia seorang outcast.
temp at yang spesifik dalam sastra Jawa setelah Majapahit, makin Bahwa kemudian ia meninggalkan wujud sebagai ular diwakili
lama makin dipandang mengandung daya mistik-magi. Seorang oleh lidahnya menjadi tombak pusaka andalan Mangir dan Wanabaya
tokoh dalam sastra tersebut hampir tidak bisa terpisahkan dari tiada sulit untuk menangkap maknanya: dengan keampuhan lidah
senjata-pusakanya. Demikian juga Wanabaya, Ki Ageng Mangir itu nya barang tentu sebagai pembicara dan pengatur ia telah meninggal
dengan tombak pusakanya yang bernama Barn Klinting. Pandangan kan kedudukan-sosialnya yang rendah dan diterima baik di dalam
sastra yang demikian semakin lama semakin menyesatkan, seakan pimpinan Perdikan.
usaha manusia, yang digambarkan oleh sastra Jawa lama setelah Berdasarkan analisa ini Barn Klinting ditampilkan dalam cerita
Majapahit tidak tergantung pad a munusianya, tapi pada senjatanya. panggung ini.
pernah mengatakan bahwa biasanya orang menggunakan nama WANABAYA DAN KI AGENG MANGIR TERDAHUlU
samaran apa saja. Tidak mengherankan bila Putri Pambaytm sebagai Wanabaya adalah nama Ki Ageng Mangir waktu cerita ini terjadi.
telik Mataram dalam permainan ketoprak pernah juga diberi nama Antara Wanabaya dengan Barn Klinting belum pernah didapatkan
samaran Sarinem, pada waktu dan tempat lain Nyi Laras dan bukti adanya hubungan darah. Memang ada sementara anggapan,
sebagainya. Soalnya karena dalam satu setengah abad tidak ditulis bahwa Wanabaya adalah anak Ki Ageng Mangir terdahulu dan
kan, nama-nama mudah hilang, malahan Putri Pambayun artinya dengan demikian Baru Klinting bisa dianggap sebagai setengah
putri pertama tak ditemukan naJ'oanya yang benar, tinggal hanya saudara Wanabaya.
sebutan. Mengingat akan wujud dari demokrasi desa yang masihjuga agak
Demikian pula halnya mengapa teIjadi perbedaan antara Barn terpelihara sampai sekarang, lebih besar kemungkinan Wanabaya
dan Baro. Mana di an tara dua itu yang lebih tepat, untuk waktu yang terangkat jadi (ke)tua Perdikan melalui pemilihan, setelah Ki Ageng
cukup lama belum bisa dipastikan. Baro memang mendekati kata Mangir sebelumnya meninggal atau mengundurkan diri. Wanabaya
barong bahkan juga dengan barongsal: Dan barong sendiri adalah adalah seorang pemuda berumur dua puluhan. Suatu hal yang
suatu tokoh dalam tarian yang umum kenai baik di Bali maupun di luarbiasa bisa terpilih sebagai tua Perdikan. Tetapi keadaan Mangir
Jawa, ditampilkan sebagai hewan berkaki empat seperti seekor bison dalam ancaman perang dari Mataram pun tidak kurang luarbiasanya.
dan berkepala seperti kala, menakutkan, demonic. Tetapi barong Dalam keadaan terancam yang dibutuhkan oleh Mangir adalah
tidak mempunyai persangkutan dengan lidah ular. Maka boleh jadi pemimpin yang muda, berani, tanpa ragu-ragu memutuskan perka
orang mempunyai kecendernngan menyebutkan Baro yang mende ra-perkara pelik, suatu hal yang memungkinkan seorang pemuda
kati barong itu, karena lebih terdengar Jawa daripada Barn. terpilih jadi tua Perdikan.
Bahwa Barn Klinting disangkut-pautkan dengan ular mernpakan Juga karena terlambatnya peristiwa dituliskan sebenarnya orang
sesuatu yang logis dalam alam pikiran Jawa, karena setelah Jawa hanya mengenal nama Wanabaya untuk tua Perdikan Mangir. Hal ini
mempersenjatai diri dengan keris atau senjata pusaka dalam bentuk menyebabkan terjadinya kekisrnhan siapa sesungguhnya dimaksud
atau cara penggunaan yang lain, senjata-senjata itu dianggap sebagai kan apabila orang menyebut nama Ki Ageng Mangir Wanabaya, yang
ular, binatang yang mempunyai makna mistis dalam alam pikiran menyebabkan munculnya Barn Klinting ataukah yang menghadapi
Jawa. Maka senjata yang bergelombang dipandang secara Jawa Mataram dengan perang? U ntuk menghindari kekisruhan itu ada
sebagai ular yang sedang bergerak, sedang yang tidak bergelombang yang menempuh dua j alan, memberikan nama Ki Ageng Mangir
sebagai ular yang sedang bermenung. Wanabaya I untuk yang terdahulu, dan Ki Ageng Mangir Wanabaya
Barong tidak mempunyai persangkutan dengan ular dalam alam II untuk yang kemudian. Ada pula yang bernsaha membuat nama lain
mistik Jawa, dua-duanya berdiri sendiri-sendiri. Sedang nama Baro untuk yang terdahulu . Tidak samanya versi-versi itu dalam meng
terlalu jauh untuk dapat dikukuhkan dalam cerita panggung ini, gunakan nama bagi yang terdahulu menjelaskan duduk-perkara
maka tetap dipergunakan Barn. sesungguhnya, bahwa Ki Ageng yang terdahulu sudah tak dikenal
orang lagi namanya. Dapat dimaklumi, karena Mataram sendiri tidak
M A N G R Pramocdya A n a n ta T o e r XXXV
XXXIV
mencatat, sedang Mangir, yang juga berkepentingan, hanyalah des a KEMATIAN WANABAYA
yang semakin lama semakin mundur dengan kemenangan Mataram. Dalam semua versi cerita ini disebutkan, bahwa Ki Ageng Mangir
Dalam cerita ini, Ki Ageng Mangir yang terdahulu tidak diberi Wanabaya menemui ajalnya karena sewaktu bersuJud pada
nama, kalau perlu hanya disebutkan Tua untuk membedakan dari Panembahan Senapati, kepalanya ditangkap oleh raja Mataram dan
yang Muda. dihantamkan pada "watu gilang", yang berada di bawah takhta,
sehingga pecah.
NAMA PARA DEMANG PENGIKUT MANGIR Bagian dari cerita ini bukan lagi merupakan sanepa atau kias,
Dalam versi-versi tulisan maupun lisan, empat orang demang tetapi terang-terangan bersifat (bertendensi) mengagungkan keung
pengikut Mangir mempunyai nama yang berbeda-beda. Untuk gulan feodalisme, untuk menyatakan, bahwa tua Perdikan itu benar
menghindari kekisruhan, nama-nama demangyang dipergunakan di telah bersujud pada kaki raja Mataram, telah takluk, sebelum
sini diambil dari nama.kedemangannya (Lihat Peta Tafsir him. XL). dibunuh secara tidak satria.
Kematian ini kurang wajar mengingat beberapa hal. Pertama,
TENTANG KI AGENG PAMANAHAN Wanabaya adalah seorang pendekar, dan tidak semudah itu terlena
Ki Ageng Pamanahan adalah ayah kandung Panembahan Senapati. terhadap gerak-gerik yang mencurigakan. Naluri pembelaan diri
Dalam alam pikiran feodal Jawa, yang menganggap seseorang tidak tidak akan mati begitu saja dari jiwanya, apalagi mengetahui sedang
bisajadi raja kalau tidak berdarah raja, menyalahi kenyataan historis berhadapan dengan seorang raja yang hendak menumpas perdi
tentang Ken Arok. Hal ini menyebabkan orang menempuh jalan kannya. Kedua, sebagai panglima perang ia sudah selayaknya selalu
feodal dengan melukiskan bahwa Panembahan Senapati sebenarnya siaga di tengah-tengah musuhnya sendiri dan tidak akan menye
anak tidak syah dari Sultan Pajang Hadiwijaya, yang juga ayah rahkan hidup dan mati begitu saja pada mertua yang kebetulan raja
angkatnya sendiri. Lukisan demikian ditolak dalam cerita panggung dan sekaligus musuh. Dengan demikian dalam cerita panggung ini
ini. dipergunakan adegan yang lebih wajar.
Dalam beberapa cerita, Ki Ageng Pamanahan telah meninggal
walaupun ia lebih muda daripada Tumenggung Mandaraka alias TENTANG GELAR
Juru Martani, yang waktu peristiwa ini terjadi berumur mendekati Dalam ilmu perang tradisional Jawa, gelar berarti fonnasi
100 tahun, masih lincah dan berpikiran tajam. perang dan sekaligus juga taktik yang dimungkinkan oleh formasi itu.
Dalam cerita panggung ini, Ki Ageng Pamanahan, berbeda dari Ilmu perang yang di'dalamnya termaktub banyak macam gelar
beberapa tersebut tadi, masih hidup dalam keadaan yang sudah berasal dari Hindu, dan dengannya feodalisme Hindu telah menga
sangat lemah, setengah pikun. lahkan republik-republik desa di Jawa dan Sumatra pada masa
pertama kedatangan dan kemudian pengembangnya.
Dalam permusuhan Mataram-Mangir, yang belakangan ini
M A N G R P r a mo e dy a A n a nt a To e r
XXXVI XXXVII
menggunakan ge/ar Ronggeng terkemuka yang berpihak pad a Mangir, dan sekaligus anggota Dewan
Jaya Manggilingan, sebuah nama Perang Mangir.
yang tidak terdapat dalam kamus Pimpinan formasi perang, berkedudukan di tengkuk, adalah
perang tradisional Jawa. Walau Wanabaya dan Baru Klinting.
demikian, kata Manggi/ingan di Ronggeng sebagai nama awal formasi Mangir bisa berarti tandak
dalamnya tak bisa tidak, karena atau penari, tetapi di sini adalah nama sebangsa anjing liar kecil, ajag,
Mangir hanya desa, adalah se yang hidup dalam kawanan besar, lebih dari ratusan, mengembarai
butan keliru daripada Gi/Zilgan daerah pantai selatan Jawayang berbukit-bukit dan berhutan. Dalam
Rata, nama sebuah ge/ar yang kawanan besar, ronggeng menyerang mangsanya secara mendadak
tersebut dalam cerita perang dan cepat, kemudian membuyar dan menghilang secara cepat pula.
Bharatayuddha. Cara penyerangan binatang ini yang ditiru oleh balatentara Mangir,
Gilingan Rata (Rata = roda, diduga didapatkan oleh Baru Klinting dalam pengelanaannya sebagai
Gambar: Gilingan Rata dari Bharatayuddha.
rad [Belanda] atau kereta) adalah Gambar pokok dari Sadjarah Wayang seorang yang tidak diterima oleh masyarakatnya.
sebuah formasi perang yang me Purwa, 1965, oteh Hardjowirogo
Dapatlah dibayangkan, Ronggeng Jaya Manggilingan adalah
ngerahkan balatentara secara be- kombinasi antara tingkah ronggeng dalam penyerangan dengan
sar-besaran dan bergerak cepat, untuk menindas musuhnya secara Gilingan Rata dari Bharatayuddha.
cepat dan kuat. Pimpinan balatentara sebagian berada di depan Dalam cerita panggung (cerpang) ini, ada juga disebut ge/ar lain
sebagian di belakang. Setiap Rata (kesatuan pasukan) berputar maju yang bernama Sarpa Kurda, yang berarti ular mengamuk. Ge/arini
ke depan sambil melindungi tentara induk yang belum bergerak adalah warisan bekas panglima Mataram, Takih Susetya, setelah
keluar dari formasi. Dengan demikian Rata punya tugas kembar, melihat sendiri dalam pengembaraannya di sepanjang pantai selatan
menyerang musuh dan melindungi pedalaman formasi sendiri. Jawa, bahwa satu-satunya binatangyang dapat mengalahkan kawan
Ujung paling atas adalah pasukan terdepan. Di tengkuknya an ronggeng hanya ular (sarpa). De
terdapat dua titik yang melambangkan panglima dengan pembantu- ngan kepalanya, binatang itu mema
nya. gut-magut cepat, dan bersamaan de
Dalam Bharatayuddha? Gilingan Rata terdiri atas 16 buah Rata; ngan itu dengan ekornya ia melakukan
dalam Ronggeng Jaya Manggilingan ditambah dengan 4 lagi se pukulan-pukulan yan g tidak diperki
hingga menjadi 20. Setiap Rata dipimpin oleh seorang gegeduk, rakan oleh lawan.
artinya komandan bukan dari pihak balatentara kerajaan. Berbeda dengan nama semua ge/ar
Empat Rata paling depan adalah tambahan atas Gilingan Rata yang ada, yang tujuannya adalah meng-
Bharatayuddha, keempat-empatnya dipimpin oleh demang-demang hancurkan lawan, Sarpa Kurda bukan Gambar : Sarpa Kurda (utar mengamuk)
XXXVIII M A N G R P r a mo edy a Ana nt a To e r
XXXIX
hanya itu tujuannya. Serangan dengan pagutan kepala jelas ber adalah hilangnya keindahan yang terpancar pada dunia sanepa atau
tujuan menghancurkan lawan, tetapi gerakan ekornya, suatu gerakan kias intensif itu. Maka untuk tidak terlalu banyak mengakibatkan
yang melingkupi medan yang sangat luas, bertuJuan untuk me kehilangan, dalam cerpang ini ditampilkan seorang pencerita atau
nguasai teritorial. Dengan demikian gelar ini boleh dikatakan baru troubadour.
dalam sejarah perang tradisional Jawa. Hampir-hampir dapat Dalam kehidupan Jawa, seorang pencerita melengkapi diri
dikatakan modern. Dan memang dengan Sarpa Kurda balatentara dengan rebana atau tifa atau kentrung dalam bahasa Jawa, maka ia
Mangir setelah kematian Wanabaya bukan hanya dapat dimusnah disebutjuga tukang kentrung. Pada waktu cerita ini terjadi kentrung
kan,juga seluruh daerah di selatan Mataram, sampai ke tepi Samudra belum lagi populer di J awa, maka sebaiknya dipergunakan gendang
Hindia tergenggam dalam kekuatan Panembahan Senapati. kecil untuk mengiringi ceritanya.
Sarpa Kurda hampir-hampir menyerupai gelar Supit Urang, Faal pencerita ini hanya untuk menyampaikan perkenalan pada
hanya yang belakangan ini bertujuan untuk mengalahkan bala gaya cerita Jawa dan pandangannya. Di hadapan auditorium Jawa,
tentara lawan saja. barang tentu faal pencerita harus dihapus.
KETERANGANJARAK
Mangir-Mandak 5 km
3 km
PandakJodok
Jodog-Palbapang 2 km Peta Tafsir
Palbapang-banlul 4 km Jarak Mataram-Mangir
Banlul-Cepil 3 km
Cepil-Kolagede 10 km
Palbapang-Ngangkrukba Ian 5 km
Ngangkrukbakulan-Patal n 2 km
u
A
s::
>
C'l
:;:l
Giwangan
_ _ _________ "T'""_G_r O_b_o.;;;g_a_n ______________
CD
ID '"
:s .,
..
ID D>
:s 3
loCI 0
::0 CI.
i:
1+
, ID
..
'<
w 0 ..
OJ
OJ DI
[gJ
"c.n :;' >
.2, OJ ::
3
OJ
a.
:::J
co
;':
- ::
D>
- --------- - -------
OJol..!M
::<
t"""
-
XLII M A N G R P ra m oedya A n a n ta Toer XLIII
yang bebas, yang teateral terikat ketat pada ketentuan-ketentuan 2. Baru KlinHng, tetua Perdikan Mangir, pemuda, 26 tahun,
prajurit, ahli siasat, pemikir, organisator.
yang tak dapat ditawar.
. /. Pambayun, Putrz: putri pertama Panembahan Senapati dengan
permaisuri, 16 tahun, telik Mataram, berpikiran masak.
1. Dialog diucapkan penuh kata demi kata, seperti melepas mutiara
dari rangkaiannya jelas terucapkan. /. Sunwang, pandai tombak, 50 tahun, pengikut fanatik Baru
Klinting.
2. Ekspressz: arhKulasz: gerak tubuh, geshKulasijelas dan membo
boti setiap makna, mencerminkan gerak-gerik batin. S. Kimong, telik Mataram, 30 tahun.
3. Penguasaan ruang panggung, sehingga panggung dan pemain 6. Mandaraka, Tumenggung atau Ki Juru Martanz: pujangga dan
merupakan satu kesatuan, suatu pernyataan falsafi dari kesatuan penasehat kerajaan Mataram, 92 tahun, kepala rombongan
telik Mataram.
antara manusia dengan bumi kehidupannya.
XLIV M A N G R Pramoedya A n a n t a Toer XLV
WANABAYA PAMBAYUN
....
(KI AGENG MANGIR)
:, . -
p' -'
....... '-
..tt 4 .
'ft .
,
"
Destar belWarna wulung atau biru nila, diikat ke belakang, kelebihannya Rambut kondai-koncer (rambut kelebihan kondai diurai). Hiasan untaian
lepas bebas. melati.
Dada terbuka. Kemban (penutup dada): sampai pinggul, belWarna hijau tua berlis kuning
Kain melilit, terikat kuat pada pinggang dengan ujung ikatan disamping keemasan.
kiri agak ke belakang. Corak kain bebas. Ikatpinggang tiga lapis. Lapis pertama stagen. Lapisan kedua pengikat kemban
Celana sampai di bawah lutut, ujung celana longgar. Warna biru nila. belWarna hijau muda. Lapis ketiga ikat pinggang dari kain hitam
Kens terselip di pinggang kiri agak ke depan. dengan hiasan dari benang emas, dengan timangan (gesper) emas
Gelang sebelah kanan agak besar, dari perunggu berukir. bermata.
Rambut panjang terurai. Selendang dari kail\l belWarna merah dengan ujung-ujung dihias dengan
Tombak bertangkai 2 meter benang emas; diselipkan di bawah ikat pinggang lapis kedua.
Kalung perunggu. Kain panjang dari corak parang rusak.
lliasan lain subang besar, pontoh (gelang lengan atas), gelang, kalung, lapis
g
besar dan kecil. Kroncong (gelang kaki) dengan giring- iring.
Cincin pada jari manis kanan dan kiri, bermata putih.
M A N G R
XLVIII Pramoedya Ananta Toer
XLIX
KI AGENG PAMANAHAN
Rambut tipis dengan sanggul di belakang
sedikit ke atas, warna putih lebih
banyak dari pada yang hitam.
J enggot dan kumis tipis namun
masih kelihatan jelas. Warna se
perti rambut kepala.
Baju lengan panjang dengan ujung
lengan berhiaskan sulaman be
nang emas. Baju berwarna hitarn
I1eatpinggang : tiga lapis seperti pada Panern
bahan Senapati.
Kaz"n dan celana: juga seperti pada Panembahan
Senapati.
Selendang panjang rnelilit di dada ke bela
kang dan ke depan, berwarna
putih.
Tnngkat kayu hitarn bertangkai ernas.
BABAK PERTAMA
Ebook by syauqy_arr .
Weblog., http://hanaokLwordpress ..com
--------. -------
M A N G I R
P r a mo e dy a A n a nt a To e r 3
2
B a b a k P e rt a m a
pukulan gendang semakin lemah, kemudian hilang dari panggun. SURIWANG : (mengambil ikatan mata tombak, mende
Setting - Sebuah ruang pendopo di bawah soko-soko guru teruklr katkan mulutpada Baru Klinnng). Menga
berwarna (polichromed), dilengkapi dengan sebuah meja kayu dan pa tak kau perintahkan balatentara Mangir
beberapa bangku kayu. Di atas meja berdiri sebuah gendi bercucuk menusuk masuk ke benteng Mataram-me
berwarna kehitaman. Dekat pada sebuah soko guru berdiri sebuah lindas raja dan semua calonnya?
jagang tombak dengan tujuh bilah tombak berdiri padanya. Latar BARU KLINTING : (pergi menghindar)
belakang adalah dinding rumah-dalam, sebagian tertutup dengan
rana kayu berukir dan sebuah ambin kayu bertilam tikar mendong.
SURIWANG : (membawa ikatan mata tombak, bicara
pada diri sendinJ. Baru Klinting! Seperti
dewa turun ke bumi dari ketiadaan. (me
BARU KLINTING : (duduk di sebuah bangku pada l!Jung me/a, ngangguk-angguk). Anak desa ahli siasat -
menoleh pada penonton). Hmm! (Dengan dengan Ronggeng J aya Manggilingan di
perbukuan jan"-:Jan tangan memukul po gilingnya balatentara Mataram, pulang ke
/okan mlija, dalam keadaan masih menoleh desa membawa kemenangan. (Pada Baru
pada penonton). Sini, kau Suriwang! Klinnng). Masih kau biarkan Panembahan
SURIWANG : (memasuki panggung membawa seikat Senapati berpongah dengan tahta dan mah
mata tombak tak bertangkal: berhenn: de kota?
ngan satu tangan berpegang pada sebuah BARU KLINTING . (bersilang tangan). Mataram takkan lagi
soko-guru). Inilah Suriwang, pandai tombak mampu melangkah ke selatan. Kepungan
terpercaya Baru Klinting. (Menghampiri Mangir sarna tajam dengan mata pedang
Baru Klinnng, meletakkan ikatan tombak pada lehemya. Pada akhirnya bakal datang
di atas mlij"a). Pilih mana saja, Klinting, tak dia merangkak pada kaki kita, minta hidup
bakal kau ddpat mencela. dan nasi.
6 M A N G I R P r amo e dya A nanta T o e r 7
------
B a b a k P e r t ama
SURIWANG : (meletakkan ikatan tombak di atas lantal: SURIWANG : Delapan ratus lagi - bukan cuma Mataram,
menghampiri Baru Klinting). Bakal datang Ki Ageng Mangir Muda
dia merangkak pada kaki kita, minta hidup
BARU KLINTING : (mempenngatkan). Mangir akan tetap jadi
dan nasi.
Perdikan, tak bakal jadi kerajaan. Semua
BARU KLINTING : Belum mampu pandangmu menembus hari orang boleh bersumbang suara, semua ber
dekat mendatang? Dia akan datang - hari hak atas segala, yang satu tak perlu me
penghinaan itu. Kan meruap hilang impian nyembah yang lain, yang lain sarna dengan
Panembahan, jadi raja tunggal menggagahi semua.
pulau jawa. Bakal telanjang diri dia dalam
SURIWANG : (mencari nlllka Barll Klintzng). Dan tombak
kekalahan dan kehinaan.
yang delapan ratus lagi?
SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain, Klinting. Perdikan
BARU KLINTING : Masih belum kenaI kau apa itu raja? Raja
Mangir sudah lima turunan berdiri. La
jaman sekarang? Masih belum kenaI kau
panglah jalan bagi Sri Maharatu Dewi Suhita
siapa Panembahan Senapati? Mula-mula mem
Majapahit. Demak tak berani raba, Pajang
bangkang pada Sultan Pajang, ayah-angkat
tak pernah jamah. Ai-ai-ai, Panembahan
yang mendidik-membesarkannya, kemudian
Senapati, anak ingusan kemarin, kini mau
membunuhnya untuk bisa marak jadi raja
coba-coba kuasai Mangir.
Mataram? Adakah kau lupa bagaimana
BARU KLINTING : Apa pula hendak kau katakan, Suriwang? Trenggono naik takhta, hanya melalui bang
kai abangnya? Apakah kau sudah pikun tak
SURIWANG : M ataram bernafsu mengangkang di atas
ingat bagaimana Patah memahkotai diri de
Mangir! Ai-ai-ai. Mengangkat diri jadi raja,
ngan dusta, mengaku putra Sri Baginda
kirimkan patihnya Singaranu - ke Mangir,
Bhre Wijaya?
Klinting, - menuntut takluk dan upeti, ba
rang gubal dan barang jadi. Perdikan Mangir SURIWANG : Ai-ai-ai memang tak bisa lain, dengan modal
hendak dicoba! Pulang tangan hampa, balik dusta berlaku duIjana... hanya untuk bisa
kembali dengan balatentara. Kau telah bikin jadi raja.
panglima Mataram, Takih Susetya, beran
BARU KLINTING : Wanabaya, Ki Ageng Mangir Muda, tak ba-
takan dengan supit-urangnya. Ai-ai-ai tak
kal jadi raja.
bisa lain, tak bisa lain. Klinting, kau benar
benar dewa turun ke bumi - tumpas mereka SURIWANG : Tak bakal jadi raja! Buat apa pula tombak
dengan Ronggeng Jaya M anggilinganmu. Ke , tambahan?
mana panglima Mataram itu kini menghi
BARU KLINTING : Bukan buat naikkan Wanabaya ke takhta,
lang larikan malunya?
buat tum pas semua raja dengan nafsu
BARU KLINTING : Bikin kau tombak tambahan - delapan ratus besar dalam hatinya, ingin berkangkang jadi
mata senilai ini (menuding pada mata tom yang dipertuan. Mangir tak boleh dijamah.
bak tertancap di atas meja).
SURIWANG : Mangir tak boleh dijamah ! Ai-ai-ai, tak bisa
lain.
M A N G I R
8 Pramoedya An an t a Toer 9
B a b a k P e r t a m a
BARU KLINTING : Semakin banyak tombak kau tempa, sema n'-jan'pada me/a).
kin banyak kau bicara. Panggil sini orang
SURIWANG : Kau anggap gampang menipu Perdikan?
barn pembikin tangkai tombak itu.
(Mendengus menghinakan). Berapa lama
SURIWANG : (berpaling dan melambai). Sini kau, orang kau membudak di istana Mataram,
barn !
KIMONG : Sahaya hanya orang desa.
KIMONG : (masuk kepanggung, membungkuk-bungkuk,
SURIWANG : Mengaku hanya orang desa! Kalau benar
kemudian mengangkat sembah). Kimong, in i
kau dari Parangtritis, berapakah jarak dari
lah sahaya.
Mangir ke Laut-Kidul?
BARU KLINTING
dan SURIWANG : (mengangkat dagu dan mata membeliak). KIMONG : Tujuh ribu lima ratus langkah ( (menyem-
bah).
SURIWANG : Dia bersahaya dan bersembah, Klinting.
SURIWANG : Dari Mangir ke Mataram?
BARU KLINTING : (meninggalkan Sunwang, pergi ke me/a,
mecabut mata tombak tertancap dan me KIMONG : Lima belas ribu langkah.
ngamat-amatzJ. SURIWANG : Kau takkan balik ke Mataram, karena Laut
SURIWANG : (menggertak). Kudengar suaramu seperti Kidul lebih dekat untukmu
keluar dari kerongkongan orang Perdikan, KIMONG : Ampuni sahaya, dengar Ki Ageng butuhkan
bungkuk dan sembahmu benar-benar
jurn tangkai, bergesa sahaya datang untuk
Mataram.
mengabdi. Inilah sahaya, tinggal si juru
KIMONG : (menunduk mengapurancang). Ya, inilah tangkai tombak.
Kimong, datang untuk mengabdi pad a SURIWANG : (mendengus).
Wanabaya Ki Ageng Mangir Muda, juru
tangkai tombak pekeIjaan sahaya. BARU KLINTING : (setelah memen7csa tombak-tombak dija
gang menghampin' Kimong dengan ber
SURIWANG : Bicaramu panjang-panjang, lambat dan ma silang tangan, menggeleng-geleng, meng
las. Bukan tempatmu kau di Perdikan, dari
angkat dagu membuang pandang, terse
kedemangan tetangga pun kau bukan! nyum menggigit).
KIMONG : Jurn tangkai tombak (menyembah), ahli SURIWANG : Datang menghadap karena dengar warta.
kayu sono keling jarang bandingan, perawat
Dari mana kau dengar Ki Ageng Muda ada di
senjata pusaka lima bupati, demang dan ' Mangir?
semua nayaka ....
KIMONG : Warta tertiup lalu dari desa ke desa.
SURIWANG : Dari mana kau?
SURIWANG : Tak ada mulut Mataram bisa dipercaya.
KIMONG : Parangtritis desa sahaya.
KIMONG : Orang Parangtritis sahaya, bukan mulut
BARU KLINTING : (memperdengarkan ketukan perbukuan/a- Mataram.
M A N G I R
P ra m 0 e d y a A nan l a T o e r_ 1_
]
10 __________ _________
B a b a k P e r l a m a
SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain. KIMONG : (kelliar meninggalkan panggllng disamblll
. oleh langan-tangan yang menangkap. Di
KIMONG : {bingllng menalap mereka berganti-gantzJ. alas langan-langan itu nampak beberapa
Ah-ah. lombak lelanjang). Ampun ! Ampuni saha
SURIWANG : Kau mulut yang berdusta, hati hanya me ya.
ngabdi pada diri sendiri, arah semua ge BARU KLINTING : (menghampin' Suriwang, dengan isyarat
rakan hanya harta. mengajak kembali ke meja). Berapa saja
BARU KLINTING : Hati dalam dadanya compang-camping, telik dalam seminggu !
Suriwang, seperti sayap elang tua. SURIWANG : Berapa kiranya yang telah kena tangkap?
SURIWANG : Sedang dadanya bolong seperti tahang ko BARU KLINTING : Takkan habis-habis, sebelum Mataram batal
song. Di mana tempat orang berdada bolong jadi kerajaan.
berhati compang-camping, Klinting?
SURIWANG : Takkan aku lupakan, Klinting, raja dan telik
BARU KLINTING : Setidak-setidak bukan di tempat di mana laksana celeng dengan penciumannya.
tombak diberi bertangkai.
BARU KLINTING : (mengambil mata lombak dan' alas meja
KIMONG : Sahaya ada ipar di sini, setiap waktu bisa dan mem-permain-mainkannya). Mataram
jadi saksi. telah mengubah diri jadi kerajaan,
SURIWANG : Ipar? Di antara kau dan istrimu ada ipar. Di Suriwang, setiap kerajaan adalah negeri
antara kau dengan Mangir hanya ada telik. Panembahan Senapati bunuh ayah
Mataram. Terkutuk kau, budak raja. (Pada angkatnya, Sultan Pajang, bukankah juga
Bam Klinting) Bukankah aIm benar Klinting? dengan telik-teliknya? Luka parah, dibawa
pulang dan mati di bilik sendiri.
BARU KLINTING : (bersilang langan, menganggllk-anggllk).
SURIWANG : Mangir bukan Pajang, Klinting. Wanabaya
SURIWANG : Antara Mangir dan Laut Kidul hanya tujuh bukan Hadiwijaya. Tua. Perdikan bukan
M A N G I R
12 --------
Pramoedya Anala Toer 13
B a b a k P e r l a m a
Sultan bukan raja. Telik Mataram takkan DEMANG JODOG : Aku lihat mata tombak di atas meja.
bisa kiprah di Mangir. Lolos dua empat
kena! Semua akan masuk perangkap. Huh
BARU KLINTING : (memungut mata tomhak itu dan melem
huh, budak raja bukan orang mardika. Seri
par-tancapkan pada daun meja) Delapan
ratus lagi, harns jadi dalam sepuluh hari.
bu telik Mataram, tak bakal bikin Mangir
merangkak, seperti keong memikul upeti DEMANG JODOG : Kita menang, pulang, buat mengasoh dari
persembahan. Kilinting, bukankah tak ada perang. Masih juga tanganmu gerayangan
orang Perdikan butuhkan raja? bikin perkeIjaan.
BARU KLINTING : Bahkan kambing-kambingnya tak butuh BARU KLINTING : Kau masih seperti di medan-perang, masih
kan. merah seperti kepiting panggang.
SURIWANG : Barn Klinting yang jenaka. DEMANG JODOG : Ah, kau, Klinting, yang pandai berolok.
BARU KLINTING : Di mana pun jua, Suriwang, raja jadi beban BARU KLINTING : Tak mengkernt kehijauan seperti sebelum
semua. bertarnng lawan Mataram.
SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain, jadi beban semua. DEMANG PATALAN : {tertawaj Pada gelagat pertama, siapa tida
takut pada Mataram. Semua mengkernt ke
BARU KLINTING : Seorang di atas kepala sekian laksa! Tom
hijauan. Kalau bukan karena kau, kau gon
bakmu jua yang menjungkirkannya.
cang bangunkan untuk melawan, dan
SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain. Wanabaya gemilang memimpin serang,
semua kami telah ditelan Senapati.
Kepala seseorang - (menongolpada tepian sehen). Barn Klinting! BARU KLINTING : (tertawa terkulum).
Para demang pemimpin rata, Demang Patalan, Demang Jodog, DEMANG JODOG : Sekarang bocah angon pun bangkit me-
Demang Paj angan dan Demang Pandak! (Kepala seseorang itu lawan.
meninggalkan panggung).
BARU KLINTING : Mana Demang Pajang dan Demang Pandak?
gereki si Adisaroh penari. Patalan tidak setu BARU KLINTING : Inilah aku. Bangku-bangku telah menunggu.
ju.
DEMANG PANDAl< : (jJergi ke me/a, mengambil gendi dan mi-
DEMANG PATALAN : Istirah perang bukan mestinya berganti de- num). Panas badan melihat Ki Wanabaya
ngan gila menari, biar pun Adisaroh secan lupa daratan.
tik dewi.
DEMANG PAJANGAN : (jJergi ke me/a, mengambilgendi dari
DEMANG JODOG : Beri dia kesenlpatan - seorang perjaka tam- tangan Pandak). Panas kepala ini, melihat
pan, berani-tangkas di medan-pErang, lin Adisaroh hanya mau layani Ki Wanabaya.
cab di medan tari, barn lepas dari brahmacarya* DEMANG PATALAN : (mengambz7 aIm gendi dan" tangan Pqiangan).
karena kemenangan. Beri dia kesempatan.
Panas juga perut ini mesti menunggu kalian
BARU KLINTING : Inikah pertengkaran kalian? Juga Demang begini lama.
Pajangan dan Pandak?
DEMANG JODOG : (tertawa meringis, mendudukkan din' di
DEMANG JODOG : Demang Pajangan berpihak pad a Jodog. atas bangku). Semua demam panas, yang
Demang Pandak berpihak pada Patalano kepala, yang badan, yang perut. Hanya Jodog
ini tinggal tenang, setuju Ki Wanabaya tegak
DEMANG PATALAN : Wanabaya, Ki Ageng Mangir Muda tidak
habis istirah-perang, menari gila kitari si
semestinya terlambat datang. Hanya karena
Adisaroh. Bagi yang bijaksana hanya ada
Adisaroh penari, juga Pajangan dan Pandak
tawa dan anggukan kepala. (Tertawa, kemu
terlambat datang
dian mengambz7gendi dan minumjuga).
DEMANG PAJANGAN
danDEMANG PANDAl( : (memasukipanggung). DEMANG PATALAN : Heran aku, Klinting, belum setengah hari
kau tinggalkan garisdepan, pesta panen te
DEMANG PAJANGAN : Apa guna jadi pria kalau bukan untuk lah selesai kau persiapkan.
mendapatkan wanita?
DEMANG PANDAl< : Tidak bisa. Untuk sekarang ini, tidak bisa. BARU KLINTING : Mereka yang telah teteskan keringat pada
bumi ini, berhak berpesta syukur untuk Sri
DEMANG PAJANGAN :Apa guna ketarnpanan pada Wanabaya? Dewi. Tak pernah ada tahun lewat sejak
Apa guna kecantikan pada Adisaroh? leluhur pertama buka Perdikan ini.
DEMANG PANDAK : Tidak bisa! Tidak bisa!
DEMANG JODOG : Diawali pesta ini dengan tandak di Balai
DEMANG PAJANGAN : Seperti kau sendiri tak pernah jadi pria. Perdikan. Luarbiasa, tak pernah teIjadi se
DEMANG PANDAK : Tak bisa! Tidak bisa ! belumnya.
DEMANG PATALAN : Kau lihat sendiri, Klinting, Pandak sarna DEMANG PATALAN : (menghampin'Demang Jodog, menan"knya
dengan Patalan - tak bisa terima Ki Wanabaya. berdzii dan' duduknya). Kau beranikan dia
DEMANG PAJANGAN : Baru Klinting, apa warta? datangkan rombongan tandak entah dari
mana asalnya, kau biarkan dia mabok kepa
yang, lupa darat lupa laut, lupa mula lupa
* wasana.
brahmacarya - selibat, ce/ibasy
M A N G I R Pramoedya Anan ta Toer
16 17
B a b a k P e r t a m a
DEMANG JODOG : (menghindan: menghampziiBaru Klinting). suk Mataram atau tidak? Mestikah acara
: (mengileuti Demang Jodog dan menyalah- berkisah jadi Wanabaya dengan si tandak?
DEMANG PATALAN
lean). Lupa perang belum selesai, keme BARU KLINfING : Kau Patalan, yang tinggal berbatasan lang-
nangan mutlak belum lagi di tangan! sung dengan garisdepan Mataram, semua
DEMANG JODOG : Klinting! - seorang peIJaka tampan dan prihatin dengan kedemanganmu ...
bergaya, menang perang berlepas brahma DEMANG PATALAN : Langsung masuk Mataram atau tidak?
carya, lelah perang baru pulang dari medan
BARU KLINTING : Akan datang masanya masuki Mataram de-
- apakah dia tidak berhak bersuka?
ngan tangan berlenggang. Tidak sekarang.
DEMANG PATALAN : Adakah kau hendak lupakan Klinting? Senapati masih terjaga oleh berlapis-Iapis
DEMANG PANDAK : Betul. Dia belum lagi melepas brahmacarya.
balatentara, benteng batu-bata, dusun-du
Dia juga perjaka, hanya sayang tak tampan sun bersenjata sekitar benteng, seberangi
rupa. Tidak bisa, tak ada yang berhak untuk Code, Gajah Wong sebelum sampai ke ista
bergila, juga Wanabaya Ki Ageng Mangir na. Biar dulu Mataram terpagari dari sela
Muda tidak. Tidak bisa! Tidak bisa ! tannya . . .
BARU KLINTING : Boleh saja bertengkar, hanya jangan berke- ngan biarkan Patalan dan Pandak tidak me
lahi. .ngerti, Klinting. Biar Mataram tak bisa dihi
tung dengan jari, bisa dibilang dengan bebe
DEMANG PAJANGAN : Ada juga harganya bertengkar bertarik urat, rapa kali tenggelam-nya matari. Bodoh nian
membela Wanabaya tampan dan Adisaroh bila tidak sembari berpesta bersukaria.
rupawan.
D EMANG PAJANGAN : Kau kehilangan lidahmu, Klinting.
DEMANG PATALAN : Klinting, bukankah dalam lelah perang kita
berjumpa, guna rundingkan, langsung ma- DEMANG JODOG : Bukan kehilangan lidahnya Klinting benar-
M A N G I R
18 Pramoedya Ananta Toer 19
B a b a k P e r t a m a
kan Wanabaya. BARU KLINTING : Aku tidak benarkan Wanabaya, selama dia
DEMANG PANDAK : Benarkan Wanabaya? Tidak bisa! Tidak bisa! hanya bersuka sekedarnya.
DEMANG JODOG : Klinting tak benarkan berhati panas serbu DEMANG PATALAN : Dia bukan sekedar bersuka. Katakan itu,
Mataram. Pandak.
BARU KLINTING
PUTRI PAMBAYUN : (tefap dalam gandengan Wanabaya). Inil
dan DEMANG PANDAK : (terbeliak). ah Adisaroh Waranggana bayaran, mengem
bara dari desa ke desa mencari penghi
DEMANG PANDAK : Nah kau lihat sendiri, Pajangan.
dupan. (memberi hormat dengan gerak
DEMANG JODOG : Benar aku keliru. Yang begitu tak dapat badan). Di belakang menyusul rombongan
ditenggang. wiyaga.
Ki Ageng Mangir Muda, datang. (Meninggalkan panggung). PRINGGALAYA : (nlasuk ke panggung dalam pakaian sa
maran orang desa, berdiri di belakang
Putn' Pambayun, memben' hormat secara
DEMANG PATALAN : Apa kau bHang sekarang, Klinting?
Perdikan pada tetua Perdikan).
BARU KLINTING : (bers17ang tangan memperhatikanjalanan). BARU KLINfING : Dirgahayu kalian semua, Mangir selalu sam-
Jangan sambut dia. but tamu-tamunya, dengan gembira dan
DEMANG PANDAK : Adakah dia dibawa kemari diajak berunding tulus hati. Dirgahayu Adisaroh, waranggana
tentang perang? tanpa tara dan rombongan. (mengangkat
dagu menatap Wanabaya). Dan kau, wajah
DEMANG JODOG : Memang tidak patut untuk seorang panglima...
mu merah seperti masih di medan-perang,
BARU KLINTING : Memang tidak patut, yang pandai berperang menggandeng putri cantik di hadapan kami.
tapi tak pandai pimpin diri sendiri. Diam Katakan kandungan hati, sebelum salah ter
semua sekarang, Wanabaya sudah mulai ka kami menebak isi dadamu.
naiki tangga.
DEMANG PATALAN, DEMANG JODOG, DEMANG PAJANGAN dan
WANABAYA dan DEMANG PANDAK : (bergerak mengelz7ingi Wanabaya dan Pu-
PUTRI PAMBAYUN : (nzemasukl panggung bergenggaman ta tn' Pambayun, menaksir dan menimbang
ngan, teracukan secara demonstrafl/ ke nimbang).
depan untuk d17ihat semua orang)
WANABAYA : (masih tetap menggandeng PutriPambayun).
22 M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 23
B a b a k P e r t a m a
Kalian terlongok-Iongok seperti melihat naga. BARU KLINTING : (tertawa, membalzk badan punggungi
Mata kalian pancarkan curiga dan hati tak Wanabaya).
suka. Katakan, siapa tak suka Wanabaya
DEMANG PATALAN : Dia lupa, semua membikin dia j adi Tua
datang menggandeng perawan j elita. Kata
Perdikan dan panglima perang Sendiri,
kan, ayoh katakan siapa tidak suka.
Wanabaya tak ada arti, sebutir pasir berke
DEMANG PATALAN : (menghampiri Wanabaya). Sungguh tidak lap-kelip sepi di bawah matari.
patut, seakan Perdikan tak bisa berikan TUMENGGUNG
untukmu lagi. MANDARAKA : Adisaroh, mari kita pergi. Mereka berteng
WANABAYA : Siapa lagi akan katakan tidak patut? kar karena kita.
DEMANG PANDAK : Tidak patut untuk seorang panglima. WANABAYA : (menoleh pada Tumenggung Mandaraka).
Tak ada yang bisa larang Wanabaya di rumab
DEMANG JODOG : Semula kukira sekedar bersuka. ini, menggandeng Adisaroh jaya. Adisaroh,
DEMANG PAJANGAN : Benar Patalan, kalau berkembang begini adakah takut kau hadapi para tetua desa ini?
rupa. PUTRI PAMBAYUN : Dalam gandengan tangan Ki Wanabaya Mu
WANABAYA : Juga akan kau katakan tidak patut? da, bahkan di bawah bayang-bayangnya,
DEMANG PANDAK : Juga tidak patut untuk seorang Tua Perdikan. semut pun tiada kan gentar.
DEMANG PAJANGAN : Waranggana masyhur, lenggangnya mem- WANABAYA : Benar sekali, semut pun tiada kan kecut.
belab bumi, lenggoknya menyesak dada, (mengangkat gandengan tinggi-tinggi).
senyumnya menawan hati, tariannya Inilah Adisaroh, perawan waranggana kuba
menggemaskan, sekarang tingkahnya bikin wa kemari akan kuambil untuk diriku
susah semua orang. sendiri.
WANABAYA : Siapa yang jadi susah karena dia? BARU KLINTING : (melangkah maju menghampin Putri
DEMANG JODOG : Jantannya tampan, gagah-berani di medan- Pambayun). Dari mana asalmu, kau, pera
perang. Klinting, bukankab sayang kalau dia wan?
tak bisa pimpin diri sendiri. TUMENGGUNG
MANDARAKA : Anakku dia, penari tanpa tandingan dari
BARU KLINTING : Wanabaya, Ki Ageng Mangir M uda, bukan
berpuluh desa.
hanya perkara suka atau tidak, patut atau
tidak, bisa pimpin diri sendiri atau tidak, BARU KLINTING : Penari tanpa tandingan dari berpuluh desa.
'
kau sendiri yang lebih tabu! Perdikan ini Siapa tak percaya? Bicara dengan mulutmu
milik semua orang, bukan hanya Wanabaya sendiri, kau, perawan jelita!
Muda si Tua Perdikan Mangir.
PUTRI PAMBAYUN : Adapun diri ini, dari sebuah dukuh sebelah
WANABAYA : Kalau bukan aku yang pimpin perang, sudah timur, seberang tujuh sungai.
kemarin dulu kalian terkapar di bawah rum
WA..ABAYA : (menggerutu). Dia periksa Adiso:lroh sepelti
put hij au.
pada anaknya sendiri.
24 M A N G I R P r- a m o e d y a A n a n t a T 0 e r
--------------------------------------------------
2f2.
B a b a k P e r- l a m a
BARU KLINTING : Mengapa ikut naik ke pendopo ini? di hadapan Wanabaya Muda? Supit Urang
nya telah buyar tertadahi Ronggeng Jaya
WANABAYA : Apa guna bertanya-tanya? Ki Wanabaya
Manggilingan. Hen-dak mengepung ganti
sudah suka.
terkepung. Dilepaskannya Dirada Keta, ga
PUTR! PAMBAYUN : Digandeng Ki Ageng Mangir Muda begini, jah yang mengamuk tumpas masuk dalam
siapa dapat lepaskan diri? perut Ronggeng. Bila dusun-dusun luar ben
DEMANG JODOG : (mengejek). Datang dengan Ki Ageng Mangir teng kita pukul hari ini. ..
Muda dengan semau sendiri. TUMENGGUNG
MANDARAKA : (tertawa terkekeh). Mataram? Apa arti
DEMANG PANDAK : Siapa yang dulu suka? Wanabaya ataukah
Mataram? Dijentik dengan kelingking kiri,
kau?
akan runtuh dia seperti seungguk nasi basi.
DEMANG PAJANGAN : (jJada Baru Klinting). Nampaknya dua-
DEMANG PANDAK : Diam kau, Pak Tua tak tahu diri. Padamu
duanya.
belum ada orang tanyakan perkara. (jJada
DEMANG PATALAN : Memang tak ada salahnya peIjaka dan perawan
Wanabaya) Wanabaya Muda, Ki Ageng
saling kasmaran, (menghampin' Wanabaya),
Mangir Muda, bukankah kau datang untuk
tetapi Perdikan bukan milikmu pribadi.
dapatkan anggukan dari Baru Klinting? Tak
DEMANG PANDAK : Membawa wanita milik semua pria ... patut kau sekasar itu padanya. Pergi kau
TUMENGGUNG
padanya, tahu diri kalau butuh anggukan.
MANDARAKA : Anakku bukan tandak sembarang waranggana, DEMANG PATALAN : (menggerutu). Perang pun belum diselesai
dididik baik tahu adab, terlatih tahu sopan kannya...
setiap waktu, setiap saat.
WANABAYA : (menggandeng Putn'Pambayun mengham
DEMANG PATALAN : Seperti bukan prajurit perang, tak dapat pin' Baru Klinting): Lihatlah ini, Klinting,
kendalikan diri lihat kecantikan, jatuh kas Ki Ageng Mangir Muda datang padamu
maran lupa daratan. menggandeng dara waranggana, untuk
WANABAYA : (tersenyum). Ayoh, katakan semua. Juga dapatkan anggukan kepala darimu, dari
kau, Klinting, apa gun a sembunyi di bela Baru Klinting sang bijaksana.
kang lidah yang lain? BARU KLINTING : Seperti Mataram miskin putri rupawan. Be
BARU KLINTING : Bicaralah kau sepuas hati. dah dulu kratonnya dan kau boleh pondong
semua perawannya.
DEMANG PATALAN : Biar kami tahu apa di hatimu, bisa kami kaji
dan uji-Oh, perang belum lagi selesai, keme WANABAYA ; Yang seorang dalam gandengan tangan ini,
nangan belum lagi terakhir. . . Kasmaran tan Klinting, berlaksa lebih berharga dari semua
dak lupa daratan, Mataram masih j aya ber putri, dari semua jenis wanita, di seluruh
diri. Mataram, di seluruh bumi. Wanabaya Ki
Ageng Mangir Muda hanya hendaki yang
WANABAYA : Mataram? Apa daya Panembahan Senapati Ill l .
26 M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 27
B a b a k P e r t a m a
DEMANG PATALAN : (menghampiri Wanahaya menyerang). Bukankah sernua lihat, bukan kau, hanya
Belum lagi kau injakkan kaki di kraton Wanabaya gernetar tanpa daya dalarn gan
Mataram - putri-putrinya tak pernah meng dengan?
garap burni, dibesarkan hanya untuk ke rUMENGGUNG
puasan pria, halus tak pernah keIja, tak kena MANDARAKA : Ki Ageng Mangir M uda yang pertarna dan
sinar surya. satu-satunya. Orang setua aku berani surn
BARU KLINTING : Dengarkan kata Dernang Patalano pah sarnpai mati. (menoleh pada romhong
annya). Katakan, ternan-ternan wiyaga.
WANABAYA : Ki Ageng Mangir Muda telah dengarkan
sernua. Hanya yang ini di atas segala-gala. PANGERAN PURBAYA : Sejak bayi dalarn penjagaanku, sampai
Tak pernah Wanabaya sukai wanita. Sekali besar tak pernah lepas dari rnataku.
rUMENGGUNG
diperolehnya, tak ada yang rnarnpu kisarkan
JAGARAGA : Sernua pengganggu tunggang-Ianggang oleh
kernauannya.
lidah, oleh tanganku.
BARU KLINTING : (meninggalkan Wanahaya dan Futn ruMENGGUNG
Pamhayun). Hanya rnata buta dan hati batu PRINGGALAYA : Pontang-panting, lintang-pukang oleh sepa-
tak tergiur cair lihat Adisaroh waranggana.
kan kakiku.
DEMANG PATALAN : (mengikutiBaru Klinting menegur). Klinting! DEMANG PANDAK : Bersahut-sahut seperti burung di pagi-hari
BARD KLINTING : Apa pula kau, Patalano Lihat, rnenang atas
BARU KLINTING : (hersllang tangan menghampiri romhong-
Matararn rnasih dalarn irnpian, kecantikan
an wiyaga menatap mereka seorang deml
dan kernudaan telah tergandeng di tangan.
seorang. Pada Demang Jodog). Laku rnere
DEMANG PATALAN : Apa kau akan berikan anggukan? ka seperti pedagang ikan, beIjual bangkai
berbunga puji.
DEMANG PANDAK : (menghampin Baru Klinting dan samping).
Siapa pun takkan rela wanita sejelita itu DEMANG JODOG : (herhisik dengan tangan tercorong pada
tergenggarn pria selain Wanabaya. Apakah mulut pada Baru Klinting). Aku pun jadi
Matararn akan jadi petaruh? curiga.
WANABAYA : Klinting, kau belurn lagi rnernberikan ang WANABAYA : Anggukanrnu belum kulihat, Klinting. Juga
gukan kepala. kalian, Pantalan, Jodog, Pandak dan
Pajangan. Keliru kalau kalian anggap, aku
BARU KLINTING : (mendekati Futn Pamhayun). Di hadapan
,datang rnenggandeng perawan ini, untuk
tetua dan gegeduk rata Mangir kau gandeng
mengemis sepotong kernurahan. Dara
Ki Wanabaya Muda. Kau, perawan dari tu
Adisaroh hanya untukku seorang. Burni dan
juh sungai seberang timur, berapa pria telah
langit tak kan bisa ingkari. (pada Putri
kau rernas dalam tanganmu?
Pamhayun). Sejak detik ini kau tinggal di
PUTRI PAMBAYUN : Ini yang pertarna. sini, jadi rernbulan bagi hidupku, jadi matari
untuk rumahku.
BARU KLINTING : Tak patut berbohong di hadapan para tetua.
..
Pramoedya Ananta Toer 29
28 M A
______________________________ N G_I
__R_____________________
B a b a k P e r t a m a
TUMENGGUNG rUMENGGUNG
MANDARAKA : Ki Ageng Mangir Muda Wanabaya, siapa MANDARAKA : Kapan dimulai sebuah adat, orangtua di
tidak gembira jadi mertua, dapatkan me sisihkan tanpa diajak damai?
nantu panglima perang masyhur gagah-be
OEMANG PATALAN : Lihat Klinting, mereka anggap para tetua ini
rani, tua Perdikan Mangir? Hanya saj a be
angin belaka.
lum tepat caranya. Adisaroh anakku bukan
anak burung, bisa diambil dari sarang di I lEMANG PANDAK : Dan kau belum atau tidak berikan anggukan
atas pohon. kepala.
TUMENGGUNG
DEMANG PANDAK : Bukan begitu cara bicara perempuan desa.
MANDARAKA : (berunding dengan isyarat dengan rom I'lITRI PAMBAYUN : Inilah diri, dari dukuh seberang tujuh su
bongannya; terbatuk-batuk minta perha ngai sebelah timur.
tian). PANGERAN ,
WANABAYA : (pada Tumenggung Mandaraka). Bapak PURBAYA : Tak cukup hanya diambil untuk dirinya
tua, kau lihat sendiri, Adisaroh sambut ta sendiri semata
nganku dengan suka sendiri. (memperli
DEMANG PATALAN : Hendak diambilnya untuk dirinya sendiri
hatkan gandengan tangan). Wanabaya ti
semata, seakan seorang tandak pernah ha
dak lepaskan, Adisaroh mengukuhi.
nya untuk seorang saja.
N G Pramoedya An anta Toer 31
:iO
________________________
M__A
______I__
R_____________________
B a b a k P e r t a m a
DEMANG JODOG : Kau sendiri Wanabaya Muda, mulaikah pe DEMANG PATALAN Benar hatinya telah belah dua.
rang kau lupakan? DEMANG JODOG : Menyesal aku telah biarkan dia bersuka . . .
WANABAYA : Tak patut panglima diuji seperti itu. BARU KLINfING : Lebih berat bagimu Adisaroh waranggana.
DEMANG
PANGERAN
PAJANGAN : Menjawab pun kau tidak sudi. Berat mana PURBAYA : Adisaroh adinda, .mari tinggalkan rumah
Mataram atau Adisaroh waranggana? sengketa ini.
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer
32 33
B a b a k P e r t a m a
WANABAYA : Diam kalian rombongan wiyaga! Kalau tak leluhur dan dewa-dewa? Dia datang padamu
mampu bantu Adisaroh dan aku, jangan berupa pinjaman dari Perdikan Mangir, de
melintang di tengah jalan Ki Wanabaya Muda. samu.
BARD KLINTING : Melihat ini, bagimu Adisaroh waranggana BARD KLINTING : Tanpa Mangir desamu kau juga selembar
sarna bobot dalam timbangan dengan pe daun yang akan luruh di mana saja. Jatuh di
rang. Kalau bukan berhati belah, hatimu Mataram kau akan ikut perangi kamL Ke
tidak satu lagi. betulan di Mangir kau perangi Mataram.
DEMANG PATALAN : Satu hati dengan satu kesenangan. DEMANG PATALAN : Dia belum mengerti, kepanglimaan bisa ba-
tal dari dirinya. Tidak percuma orang tua
BARU KLINTING : (menuding Wanabaya) Bagi dia perang dan
tua tak boleh diabaikan pengalamannya.
Adisaroh memang kesenangan.
DEMANG PANDAK : Kalau kita benarkan tingkahnya, semua per-
WANABAYA : (melepaskan gandengrzn pada Putri
jaka Mangir dan desa-desa tetangga akan
Pambayun, menghadap Baru Klinting; tapi
tiru contohnya. Semua perawan akan ting
tak keluar suara dari mulutnya).
galkan desa, mengamen cari Ielaki siapa
BARU KLINTING : Demang Pajangan, bawa Adisaroh dan rom- saja.
bongan ke belakang, biar kita selesaikan
DEMANG PAJANGAN : (masuk ke panggung). Telah kutempatkan
perkara Ki Wanabaya Muda ini.
mereka di gandok* sana. Adisaroh dalam
DEMANG PAJANGAN : (mengiringkan) bilik dalam, rawatan nenek tua.
WANABAYA : Telah kalian cemarkan kewibawaan Wanabaya WANABAYA : Sudah kalian lupa apa kata Wanabaya ini?
Muda di hadapan orang luar. Kalian sendiri Hanya setelah Wanabaya rebah di tanah dia
yang relakan perpecahan.
takkan bela Perdikan lagi? Lihat, Wanabaya BARU KLINTING : Karena mudanya dia ingin berlagak kuasa,
masih tegak berdiri. memalukan seluruh Perdikan. Tiadakah kau
DEMANG PANDAK : Biasanya kau rendah-hati, sehari dengan merasa bersalah pada teman-temanmu sen
Adisaroh, kau berubah jadi pongah, tekebur diri, kau, K.i Ageng Mangir Muda. Wanabaya?
bermulut nyaring, beIjantung kembung.
WANABAYA : Diam, kau yang di bawah perintahku di Semua - (datang melingkari Wanabaya)
medan perang, tidak percuma Wanabaya
disebut Ki Ageng Mangir Muda, tidak sia-sia
Mangir angkat dia jadi tua Perdikan dan BARU KLINTING : Jawab: apakah artinya Wanabaya tanpa
panglima. Perdikan tanpa balatentara? Tanpa teman
DEMANG JODOG : Benar, dia sudah berubah, Patalano temanmu sendiri, tanpa kewibawaan yang
dipinjamkan?
WANABAYA : Suaranya yang berubah, hati dalam dadanya
tetap utuh seperti Laut Kidul.
WANABAYA : Di atas kuda dengan tombak di tangan, bisa
pimpin balatentara, menang atas Mataram,
BARD KLINTING : Suaranya berubah sesuai dengan hatinya. Perdikan hams berikan segala kepadaku.
WANABAYA : (bergerak kearahjagang tombak). BARU KLINTING : Tuntut serilua untukmu di tempat lain! Lu
DEMANG PAJANGAN : (mengambll mata tombak dan atas m'!ia dah akan kau dapatinya pada mukamu. Kau
dan diselitkan pada tentang perutnya). boleh pergi dan coba sekarang juga.
BARU KLINTING : Apa guna kau coba dekati jagang tombak? WANABAYA : (menatap para tetua seorang demi seorang).
Hanya karena wanita hendak robohkan te Kalian hinakan Wanabaya Muda.
rnan sebarisan? Tidakkah kau tahu, dengan BARD KLINTING : Tanpa semua yang ada, kau, jawab sendiri.
jatuhnya semua temanmu kau akan diburu Kau, Wanabaya, apa kemudian arti dirimu?
buru Mataram seperti babi hutan?
WANABAYA : (membuang muka7 merenung7 bicara pada
DEMANG JODOG : Tenang kau, Wanabaya. Buka hatimu, biar din sendinJ. Sekarang mereka pun dapat
semua selesai sebagaimana dikehendaki. usir aku. Apakah kemudian aku jadi anggota
Memang peIjaka berhak dapatkan perawan, waranggana? BeIjual suara dari desa ke
tapi bukan cara berandalan macam itu, apa desa? Dari panglima jadi tertawaan setiap
pula bagi seorang panglima. Bukankah aku muka? Adisaroh pun boleh jadi tolak diriku
tidak keliru, Klinting sang bijaksana. pula?
BERU KLINTING : (bersllang tangan7 mengangguk-angguk). BARU KLINTING : Jawab, kau, kepala angin! Kau anggap se
DEMANG PANDAK : Aku masih belum bisa terima, Ki Ageng mua ini bayang-bayang smata?
Mangir M uda mengajak bertengkar di depan WANABAYA : (berendah han). Apakah Wanabaya tak
orang luar-hanya untuk tunjukkan wibawa, berhak punya istri?
di depan Adisaroh dan rombongannya.
36 M A N G I R P dmoedya Ananta Toer 37
B a b a k P e r t a m a
BARU KLINTING : Hanya untuk bertanya seperti itu lagakmu leluhur suara darahmu di atas bumi ini,
seperti dunia sudah milikmu sendiri. Jawab, darahmu sendiri yang masih berdebar da
kalian, pertanyaan bocah ingusan ini. lam tubuhku, Ki Ageng Mangir Muda
Wanabaya. Darah ini tetap murni, ya leluhur
DEMANG JODOG : Tak ada yang sangkal hak setiap peIjaka.
di alam abadi, seperti yang lain-lain, lebih
DEMANG PAJANGAN : Aku pun tak rela Adisaroh jatuh tidak di dari yang lain-lain dia sedia mati untuk desa
tangan kau. yang dahulu kau buka sendiri, untuk semua
DEMANG PATALAN : Juga menjadi hakmu leburkan Mataram. yang setia, karena dalam hati ini hanYd ada
satu kesetiaan. Tombak-tombak biar tum
WANABAYA : Dengar kalian semua: terhadap Mataram
pas diri, kalau tubuh ini tak layak didiami
sikap Wanabaya tak berkisar barang sejari.
darahmu lagi.
Ijinkan aku kini memperistri Adisaroh. Tan
pa mendapatkannya aku rela kalian tumpas DEMANG PATALAN : (me/emparkan tOlnbak ke dekat rana me
gi sini juga. Jangan usir aku, terlepas dari n% ng Wanabaya berdinJ. Katakan, Adisaroh
Perdikan ini. Beri aku anggukan, Klinting, takkan bikin kau ingkar pada Perdikan.
dan kalian para tetua, gegeduk rata Mangir
WANABAYA : Adisaroh takkan bikin Wanabaya ingkar pa
yang perwira. (Ber/utut dengan tangan ter
da Perdikan.
kembang ke atas pada orang-orang di ha
dapannya). Aku lihat tujuh tombak berdiri BARU KLINTING : Kau akan tetap melawan Mataram.
di jagang sana. Tembuskanlah dalam diriku,
WANABAYA : Leluhur dan siapa saja yang dengar, inilah
bila anggukan tiada kudapat. Dunia jadi tak
Wanabaya, akan tetap melawan Mataram.
berarti tanpa Adisaroh dampingi hidup ini.
DEMANG PATALAN : Membela semua kedemangan sahabat Mangir.
BARD KLINTING : Terlalu banyak kau bicara tentang Adisaroh.
Kurang tentang Mangir dan Mataram. Siap WANABAYA : Membela semua kedemangan sahabat Mangir.
kan tombak-tombak! Lepaskan dari sarnng
DEMANG JODOG : Dengan atau tanpa Adisaroh kau tetap setia-
nya.
wan.
BABAK KEDUA
Ebook by syauqy_arr
WeblogJ http://hanaokLwordpress.com
40 M A N G J R
Pramoedya Ananta Toer 41
B a b a k K e d u a
rambut istrinya).
PurRI PAMBAYUN : (terperanjat, meno/eh ke be/akang). Kakang
suka kageti aku begini.
PurRI PAMBAYUN : Tak sabar diri ingin periksa, siapa anak yang
purRI PAMBAYUN : (tergagap-gagap, menge/uh). Sudah empat bakal datang pada kita. Kalau lelaki apakah
kali tiga puluh hari. Janji ini, apakah hari ini dia bakal segagah bapanya ....
harus ditepati.
WANABAYA : Bila lelaki dia akan gagah-berani, setiawan
WANABAYA : (masuk kepanggung dan' be/akang Putri pelindung Perdikan ini. Seratus Mataram
Pambayun, dlam-dlam, menunduk meniup akan direbahkannya sekali gebah. (Lunak).
____________________________________________d
R Pramoedya Ananta Toer
_ M
_____________________________ A N G_'
_______________________
43
B a b a k K e d u a
Kalau wanita, Adisaroh sayang, dia pasti maut bukan urusan kita. Kau akan lahirkan
cantik-jelita seperti ibunya, penakluk hati anak kita dengan selamat. Kau akan saksi
seluruh bumi Jawa. kan anakmu, cucu dan buyutmu, Adisaroh!
Leluhur, bumi dan langit bakal jaga ketu
PUTRI PAM BAYUN : Pohonku dia bakal seorang pria, sekembar
runan kita, sampai dunia belah dua, dan
segagah ayahnya . . . . . .
burung-burung tak bisa bertengger lagi.
WANABAYA : (tertawa, memandang jauh) Tak ada yang
PUTRI PAMBAYUN : Aku harus percaya, karen a bapa anakku
lebih berbahagia dari si Wanabaya menjadi
yang bicara.
bapa, dari anak kelahiran rahim istrinya.
(Tertawa). Dan kau sendiri, Adisaroh keka WANABAYA : Apa yang masih kau lamunkan lagi? Lihat
sih, tiadakah kau rindu kampung halaman, sejoli belibis di angkasa sana. Adakah mereka
sebelah timur seberang tujuh sungai. suka bermenung seperti kau ? Tidak,
Adisaroh kekasih kakang, karen a semua
PUTRI PAMBAYUN : Terlalu rindu, kakang, sekalipun tidak se
sudah ada pada mereka. Katakan, Adisaroh
p rti di sini - di sini wanita dapatkan segala
belahan jiwa, apa yang masih kurang?
gala: damai dan suka, setia dan cinta.
PUTRI PAMBAYUN : (membawa Wanabaya meninggalkan ta
WANABAYA : Kau terlalu rindu kampung-halaman, juga
nah ketinggian). Setiap malam, kakangku
kau berbahagia di Perdikan. Empat bulan
Wanabaya, bila, semua sudah lelap, pepo
kau telah saksikan, tak ada lelaki perbudak
honan terangguk-angguk mengantuk, dan
wanita seperti di istana. Orang-orang ber
angin tak juga jera berkelana, Adisaroh istri
bangsa itu lupa, wanita tak lain dari ibu
mu bangun hati mengucap syukur dapatkan
bangsa. Maka jangan kau suka melamun
suami seperti Kakang. Aku memohon, ya,
Adisaroh kekasih si kakang. Gelisah hati
Kau Sang Pembikin Nyawa, kecuali mati,
melihat, seakan kakang tak cukup bertim
jangan pisahkan kami berdua, jangan Kau
bang rasa.
biarkan kami bercerai sendiri-sendiri.
PlITRI PAMBAYUN : Tak ada yang lebih dari Kakang. Kalaupun
WANABAYA : (meletakkan satu tangan pada pundak Pu
Adisaroh mati, semoga matilah di sini, di
tri Pambayun). Tak pernah kau bicara ten
bawah naungan beringin, ditingkah kicauan
tang perpisahan atau tentang perceraian.
burung tiada henti.
Bukankah kau tak halangi si Kakang be
WANABAYA : Bukan waktu bagimu bicara perkara mati. rangkat ke medan-perang?
PUTRI PAMBAYUN : Kata orang tua-tua: bila berbahagia ingatlah PUTRI PAMBAYUN : 'Setiap Kakang berangkat ke medan-perang,
pada maut yang semakin dekat. Bila hadapi aku tahu Kakang pasti pulang.
mati hendaknya orang menghitung semua
WANABAYA : Dan kau takutkan perpisahan-perceraian
kebahagiaan yang sudah terlewati.
PUTRI PAMBAYUN : Setiap malam bila Kakang di medan-perang,
WANABAYA : Ah-ah-ah, kata-kata kosong belaka. Semua
tak lain keIjaku dari besarkan kepercayaan,
yang ada bukankah hanya buah usaha? Sang
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer
44 45
B a b a k K e d u a
Kakang pasti menang, di mana saja berta lambat tiba di perbatasan. Taman takkan
han ke mana saja menyerang. berkisar, perbatasan bisa bergeser.
WANABAYA : Setiap malam, Adisaroh kekasih? WANABAYA : Perempuan bijaksana, pandai peringatkan
lam buta, bin tang pun segan melihat pada PUTRI PAMBAYUN : (merengut meninggalkan Tumenggung
kami, nenenda Mandaraka bilang begini: Mandaraka7 menuding ke bawah pada
Cucunda Putri, dalam sekejap mata Ki nya). Dusta! Semua dusta (menutup mata
Ageng Mangir Muda akan jatuh tergila-gila, dengan dua belah tanganj. Patutkah putri
menyembah kaki cucunda Putri mengemis raja, sulung permaisuri, didustai seperti ini?
kasih?
TUMENGGUNG
TUMENGGUNG MANDARAKA : Bukan dustai sulung permaisuri. Tak ada
MANDARAKA : Tidak salah, cucunda Gusti Putri Pambayun. dusta dalatp mengemban tugas ayahandamu
Bukankah benar demikian nyatanya? baginda. Semua titah berasal dari takhta,
kalis dari dosa bersih dari nista, hams dilak
PUTRI PAMBAYUN : Dan nenenda katakan juga: Ki Ageng Mangir
san aka sebaiknya, tak peduli bagaimana ca
Muda si Wanabaya, tua dekil bergigi goang,
ranya.
kulit mengkilat putih bersisik, berkaki pincang
bertongkat cendana? PUTRI PAMBAYUN : (menatap Tumenggung Mandarakaj. Bila
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer
48 49
B a b a k K e d u a
begini jadinya, berapa kali aku masih akan PUTRI PAMBAYUN : Akan ditumpas dia oleh ayahanda. Putra
berdusta dan didustai lagi? sendiri ayahanda tega menyudahi, apa pula
hanya menantu anak desa.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Demi Sang Baginda Penembahan Senapati, TUMENGGUNG
bohong, dan dusta tiada, kerena raja adalah MANDARAKA : Tak ada baginda bertitah hendak menyu
dewa di atas bumi. Semua laku melaksana dahinya.
kannya tak mungkin keliru. PUTRI PAMBAYUN : Sedang prajurit Mangir hendak digiling
PUTRI PAMBAYUN : (Ian ke sampzilg7 menutup muka7 pung musnah, apa pula orang pertama, panglima
gung tersengal-sengaO. Juga membunuh dan Tua Perdikan.
dan menghianati suami? TUMENGGUNG
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Putri, Putri Pambayun Gusti, sulung per
MANDARAKA : (menghampin: mengangguk-angguk). Va, maisuri, cucunda bukan warga Perdikan,
b"ila semua demi titah baginda. Titah dari Mangir atau mana saja. Cucunda darah
takhta adalah titah dewa. Bukankah cu Mataram. Langit tak dapat mengubah, bumi
cunda berbakti pada guru-dewa? Bukankah tak dapat mengganti. Mangir bukan Mataram.
itu juga sumpah setiap wanita, pada waktu Mataram bukan Mangir. Ayahandamu bu
naik ketangga bersama seorang pria yang kan Ki Ageng dari desa mana pun, satu
bakal jadi suaminya? satunya: Panembahan Senapati ing Ngalaga
- satu-satunya di bumi Jawa.
PUTRI PAMBAYUN : Juga membunuh dan mengkhianati! (terye
nt dan balik telapak tangan). Mengerti PUTru PAMBAYUN : Tak bolehkah sahaya memilih di antara dua?
sahaya kini, mengapa kakanda Rangga, pu Hanya satu di antara dua? Betapa nenenda
tra pertama dari ibu Jipang-Panolan, putra aniaya sahaya.
ayahanda sendiri, dibunuh oleh ayahanda, TUMENGGUNG
digantung pada puncak pohon ara. MANDARAKA : Nenenda banya tahu satu perkara: mengab
TUMENGGUNG di pada ayahandamu baginda, demi Mataram
MANDARAKA : Dia bahayakan kewibawaan ayahandamu jaya dan raya. Besok atau lusa diri takkan
baginda. Kebenaran ada di tangan raja, hi lagi bisa berbakti, bibir takkan dapat ber
dup dan mati kepunyaannya. gerak dan lidah kelu tak bergetar lagi.
PUTRI PAMBAYUN : Sekarang nenenda datang menagih janji, PUTRI PAMBAYUN : (pergi menghindar ke tempat lain7 kepala
agar aku khianati suami sendiri menengadah ke langl menoleh pada
Tumenggung Mandaraka). Sahaya suka
TUMENGGUNG
: Bukan mengkhianati, hanya membawanya pada Perdikan ini, sahaya hanya cintai
MANDARAKA
menghadap ayahandamu baginda, ayahanda suami sendiri. (kembali menengadah ke
mu sendiri. langlt). Va, Kau Sang Pembikin Nyawa, apa
kah memilih satu di antara dua terlalu ba-
M A G I R
50 N P r a moedya An a n ta Toer 51
B a b a k K e d u a
nyak, tak diperbolehkan untuk diri yang satria terkena gelombang samudra sudra.
sebatang ini? (mengadu pada dunia) Suami
seperti dia, takkan kudapatkan di istana -
PUTRI PAMBAYUN : Bahkan cara nenenda memandang, begini
pandai menenggang, kata dan lakunya me menganiaya sahaya dan bayiku ini, seperti
lebih mengerti hati wanita dari pada dia. ini. Gusti Putri Pambayun takkan lebih be
Cucunda, cucunda Gusti Putri Pambayun, rat, masih muda, dunia terbuka di depan
tak ingatkah kau kala bersujud pada kaki mata, haridepan masih panjang, menjulur
baginda? Bukankah cucunda sendiri mem sampai kaki langit.
persembahkan janji-bakti, sedia lakukan apa PUTRl PAMBAYUN : Betapa nenenda pandai berpilin kata. Tidak
saja untuk ayahanda raja Mataram? percuma dari agul-agul Demak terangkat
: (membelalak ketakutan dalam mengingat jadi Juru Martani Sultan H adiwijaya, de
PUTRI PAMBAYUN
ingat). Masih ingat sahaya, waktu itu, ayah ngan warta dan kata menanggulangi negara.
anda baginda habis titahkan bunuh kakanda Apalah arti Pambayun dalam pilinan kata
nenenda? (Dengan mata menyala meng
Rangga, agar digantung dengan tali pada
puncak pohon ara. Kemudian datang warta, hampiri Tumenggung Mandaraka). Sahaya
sukai Perdikan ini. Sahaya cintai suami sen
titah telah terlaksana, tubuhnya tergantung
diri. (Meninggalkan Tumenggung Manda
gantung ditiup angin dari Laut Kidul, bakal
habis dimangsa gagak dan elang. M enggigil
raka).
ketakutan sahaya bersujud pada ayahanda, TUMENGGUNG
takut dibunuh maka persembahkan janji MANDARAKA : Gusti! Gusti Putri Pambayun, cucunda.
bakti, apa saja baginda kehendaki. PUTRI PAMBAYUN : (ragu-ragu dan berhentzJ Tak ingin sahaya
TUMENGGUNG dengarkan kata nenenda lagi. (Menoleh)
MANDARAKA : Tidak patut darah satria sesali janji, ke Pada suami sahaya hendak lebih berbakti.
manapun pergi, langit dan bumi menuntut
TUMENGGUNG
ditepati. MANDARAKA : Berbakti pada musuh adalah musuh. Ingat
PUTRl PAMBAYUN : Sedang nenenda sekarang, terus mengawasi ingat, cucunda, tak pernah ada cerita orang
sahaya seakan diri sudah pesakitan untuk desa menang melawan raja.
dibunuh mati.
PUTRI PAMBAYUN : (terkejut, ragu-ragu, membelaiperot). Jabang
TUMENGGUNG bayi ini, jangan dengarkan ucapan nenenda
MANDARAKA : Nenenda hanya menjaga, sulung permaisuri Juru Martani. Untukmu kata-katanya tak
tak bakal kena cedera; tetap dengarkan aja mengadung syakti. Ingat-ingat, anakku, se
ran dan adat darah raja-raja, tak leleh mutu moga kau lelaki, akan selalu tahu, nenen-
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 53
52
B a b a k K e d u a
TUMENGGUNG
damu inginkan jiwa bapamu, dikirimkan
ibumu ke Mangir untuk menangkap Ki
MANDARAKA : Ki Ageng, berilah aku batu barang tiga
punggahan , kolam tambra biar selesai
Ageng dengan cinta. Ampuni aku, anakku,
segera.
jabang bayi. Memang aku berdosa, tapi kau,
kau, kalis bersih kau dari dosa ibumu. Da WANABAYA : Hanya tiga punggahan? (tertawa) Biar aku
lam hidup hanya sekali berdusta, berkali urns dulu sebelum berangkat sebentar nan
dibohongi, sekali bertemu bapamu, meng tie (Keluar dan'panggung).
gelepar dalam genggaman cintanya, selesai
TUMENGGUNG MANDARAKA dan
sudah cerita ten tang bohong dan dusta. Dan
PlITRI PAMBAYUN : (mengikuti Wanabaya pergi dengan pan-
kau, nak, ditiupkan nyawamu ke dalam pe
dangan mereka)
rntku oleh Yang Maha Kuasa. Dia Yang
TUMENGGUNG
Maha Besar. merestui bagaimana bisa ne
nendamu raja Mataram mengutuki?
MANDARAKA : Memang suami luarbiasa, untuk istrinya dia
keIjakan semua, dengan sisa waktunya yang
TUMENGGUNG
sedikit dari garisdepan. Betapa bangga seo
MANDARAKA : Tidak layak mengumpat nenenda, apalagi
rang wanita punya suami seperti dia takkan
baginda raja Mataram. Segala apa diusa
pernah terdapat di istana.
bakan baginda demi kej ayaan Mataram. Ke
jayaan Mataram! Semua menyingkir demi PlITRI PAMBAYUN : Mengejek tanpa mencibir nenendajuga abli.
kejayaannya. Buang perasaan kecil-menge Hanya karena dia bukan berdarah satria,
cil, cucunda. Hanya ada satu keagungan : dilahirkan dibesarkan dan tetap akan men
Mataram. jadi orang desa.
TUMENGGUNG
PlITR! PAMBAYUN : Ya, Tuhan, akhirnya tagihan datang juga.
MANDARAKA : (menggaruk-nggaruk kepala). Mencibir
TUMENGUNG
tidak, mengejek pun bukan. Sesungguhnya
MANDARAKA : (menengok ke arah/alan mengambz1 cang
dia pria budiman.
kul).
PlITRI PAMBAYUN : Dia akan rela tewas untuk sahaya.
WANABAYA : (memasuki panggung bersen'-senJ Lihat,
TUMENGGUNG
Adisaroh kekasib, masih ada waktu untuk
MANDARAKA : Percaya. Mendapatkan suami seperti dia
dampingi istri. Ai, Bapak tua !
tiada beda dapatkan bulan dalam impian.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Bukankah indah taman ini jadinya? PlITRI PAMBAYUN Terdengar sumbang kata tak keluar dari
bati, bermanis tanpa cara, bergurih penuh
WANABAYA : Tak mungkin bisa lebih bergaya.
pamrih. Takkan tahan orang menenggang
TUMENGGUNG bicara dan sikap nenenda. Katakan sudah
MANDARAKA : Nyi Ageng, jadikab dikehendaki kolam ikan apa sekarang dikehendaki.
tambra?
TUMENGGUNG
PlITRI PAMBAYUN : Mengapa sekarang barn ditanya? MANDARAKA : Tak lain dari cucunda sendiri menget.lhui
54 M A N G P ramoedya An a n ta Toer 55
_____________________________ I _R
____ ______________________
B a b a k K e d u a
hari, seratus dua puluh kali matari telah MANDRAKA : Akan nenenda persembahkan, dalam se
tenggelam. Masih ingatkah cucunda, kita minggu lagi pada hari yang sarna, Putri
dapat panggilan dari Ki Wanabaya Muda, Pambayun akan datang bersujud, dengan
untuk main di Balai Perdikan Mangir? Dan putra menantu Ki Ageng Muda Wanabaya.
nenenda bilang begini : ha, sekarang tiba PurR! PAMBAYUN : Takkan sahaya biarkan bayi ini tiada ber
waktunya? bapa.
PurR! PAMBAYUN : Semua tentang diri dibangkit-bangkitnya, TUMENGGUNG
semua tipu dan dustanya didiamkannya. MANDARAKA : Sebaliknya, hanya putra kelahiran Putri
TUMENGGUNG
Pambayun, sulung gusti permaisuri, bakal
MANDARAKA : Cucunda pasti belum lupa: Panggilan dari gantikan ayahandamu baginda, marak jadi
Wanabaya Muda, tak lain dari pertanda, dia raja Mataram, raja seluruh bumi dan manu
sudah bebas berbrahmacarya, akan segera sia Jawa.
jatuh dalam kekuasaanmu, untuk segera purR! PAMBAYUN : Dengan jiwa suami Pambayun tebusannya.
dipersembahkan, hidup atau mati ke ha (Memekik) Tidak! Suamiku lebih berharga
dapan baginda. dari empat takhta.
PurR! PAMBAYUN : Tak dapat membujuk Pambayun, sekarang TUMENGGUNG
nenenda berkeras. MANDARAKA : Sebaliknya, putra Pambayun akan naik ke
TUMENGGUNG
takhta, Mangir akan dikukuhkan jadi Per
MANDARAKA : Dari seluruh rombongan tinggal nenenda dikan, per-musuhan akan segera dihenti
masih di Perdikan, untuk peringatkan putri kane
buat terakhir kali. purR! PAMBAYUN : Yang memulai dengan dusta akan menga
PurR! PAMBAYUN : Yang lain-lain telah pulang ke Mataram, khirinya dengan merampas nyawa.
per-sembahkan Pambayun membangkang. TUMENGGUNG
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Sebaliknya. Karena setiap hari ayahanda
MANDARAKA : Hari ini nenenda datang minta diri. baginda kirimkan tanya: Adakah kiranya
Pambayun telah berbahagia? Bila telah me
PurR! PAMBAYUN : Juga akan adukan Pambayun membang
ngandung, manakah putranda menantu,
kang pada ayahanda baginda? Bergabung biar perkawinan kami beri restu. Ayahanda
dan bersetia pada musuh, khianati bapa
-dan ibunda Pambayun tak mampu lagi me
punggungi negara?
nahan rindu, siang dan malam putri kesa-
TUMENGGUNG yangan terkenang. . .
MANDARAKA : Sebaliknya.
purR! PAMBAYUN : (menundul4 melangkah pelan-pelan7 seben
PurRI PAMBAYUN : Sebaliknya? tar memandang ke atas7 sebentar ke bawah
menebarkan padangan pada dunia).
56 M N G Pramoedya An an ta Toer
A
________________________________ I _R
_____________________
B a b a k K e d u a
B a b a k K e d u a
SURIWANG : (memasuki panggung dengan mala men SURIWANG : tak ada perempuan Perdikan tidur waktu
cari-can] Ke mana saja semua orang ini - begini.
kosong seperti rnmah keong. (Berpaling ke
purRI PAMBAYUN : Juga tidak kalau sedang mengidam?
jalanan dan meninjau-ninjau). Nampak se
perti bukan Ki Wanabaya, bukan Baru SURIWANG : Mengidam pun tentu beIjaga bila suami
Klinting, yang menunggang kuda seperti itu. tiada. Aku tak bisa terima. Kan kusampai
kan pada Ki Barn Klinting. (Ian' mening
PUTRI PAMBAYUN : (muncul kepanggung). Suriwang!
galkan panggung).
SURIWANG : Nyi Ageng. Sudahkan Ki Ageng berangkat?
purRI PAMBAYUN : Orang apa aku ini? Bingung tak menentu,
PurRI PAMBAYUN : Belum Suriwang. Ki Ageng baru saja pergi, tak percaya pada cinta suami, tak kutegah Ki
mencari batu. Sebentar pun akan kembali. Juru Martani? Ah, si tua bangka, yang tak
pernah lupa segala, sebaliknya selalu lupa
SURIWANG : Aku lihat kuda Ki Ageng, berpacu cepat
harns mati . .. . . . Setua itu, menunggang kuda
kepulkan debu. Benar dugaanku, bukan Ki
seperti drubiksa. * (Kacau). Sebentar lagi
Wanabaya penunggangnya. Atau, apakah Ki
Ageng berkuda?
purRI PAMBAYUN : Tidak, Suriwang. Coba lihat di kandang sana. * drubiksa - iblis
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 61
60
B a b a k K e d u a
mereka kan tahu, Putn Pambayun campur nuding ke langit). Lihatlah di sana, burung
tangan dengan perlariannya. Apa aku mesti berbaris terbang. Dari mana dia? Dan ke
perbuat? Apa? Apa? mana dia? Siapa tahu, alam seluas ini? Kau
rindu kampung-halaman.
WANABAYA : (masuk ke panggung). Belum juga kau ma
suk, Adisaroh kekasih? Terlalu lama di luar PUTRI PAMBAYUN : Da]am kesibukkan perang begitu, patutlah
tak baik untuk kandungan. Ab, aku lihat seorang istri ajukan sesuatu?
Suriwang lari seperti kerbau gila. Apa ge
WANABAYA : Ki Ageng Mangir Muda seorang panglima,
rangan dia perbuat?
Tua Perdikan, juga seorang suami. Mengapa
PUTRI PAMBAYUN : (menghampiri Wanabaya bermalljo). ragu bicara?
Kakang . . .
PUTRI PAMBAYUN : Va, Kang, jangan jadi gusar hatimu, me
WANABAYA : Batu akan segera tiba, sebentar lagi akan mang aku rindu kampung-halaman. Apalah
jadi kolammu untuk tam bra. Senangkah kau arti rindu seorang istri dibandingkan de
p ada ikan, Adisaroh? ngan urusan perang?
PUTRI PAMBAYUN : Begitu Kakang pergi, kuperhatikan burung WANABAYA : Hati Wanabaya seluas samudra, bisa dila
burung dalam sangkar itu. Dari manakah yari semua perkara. Kapan kau berniat be
datangnya, Kakang? Pecah dari telor, me rangkat?
ngembarai angkasa, tertangkap manusia,
PUTRI PAMBAYUN : Kakang, kalau bisikan si bayi kau anggap
dikurung sampai entah berapa lama... Ti
penting di sela-sela perang...
dak, Kang, tak suka lagi aku pada tambra.
Dan jago aduan dalam kurungan itu, Kang.
Terkurung pula entah sampai berapa lama,
Suara dan luar panggung - Ki Ageng!
untuk mati tarung di gelanggang sabung.
purR! PAMBAYUN : Betapa sibuknya si Kakang kang. Aku akan melihat kampung, dengan
bayi dalam kandungan, dengan suami dalam
WANABAYA : Ayoh katakan, sebelum Barn Klinting da-
gandengan, bersembah-bakti pada orang-
tang. Dia akan balik, kalau jalanan terputus
tua, untuk dapatkan restu atas perkawman
oleh progo.
kita.
PUTRI PAMBAYUN : Tiadakah Kakang akan kecewa dengarkan
WANABAYA : Lhahdalah. Bukankah Bapak tua sudah res-
permohonanku?
tui?
WANABAYA : Aku akan antarkan kau pulang, dengan tan-
PurR[ PAMBAYUN : Bapak tua bukanlah ayah kandungku, Ka-
du dalam iringan pasukan Mangir.
kang?
PurRI PAMBAYUN : Ab, Kakang, Kakangku yang budiman. Ti-
WANABAYA : Jadi kalian berdua sudah berdusta!
dakkah Kakang akan kecewa?
purR! PAMBAYUN : Ya, Kang, kami berdua telah berdusta.
WANABAYA : Kecewa? Apa akan dikecewakan seorang
Wanabaya? Perang menang kasih bersam- WANABAYA : Lhahdalah, wan ita secantik ini pandai ber-
but? Cinta tak bertepuk sebelah tangan? dusta.
Semua sudah didapatnya dalam hidupnya?
PUTRI PAMBAYUN : Apa daya seorang wanita, yang telah jatuh
PurR! PAMBAYUN : Tidakkah Kakang akan berdukacita? cinta tergila-gila pada peIjaka Wanabaya?
Kalau tiada berdusta mana mungkin Kakang
WANABAYA : Semakin aneh saja kau ini, Adisaroh istri
sudi pada diriku?
kekasih ! Apa Wanabaya dukacitakan? Ba-
rangsiapa telah dapatkan semua, bisa kehi- WANABAYA : Lhahdalah. Juga berdusta kau kiranya asal-
langan segala. Semua yang kuterima, bu- mu dari dukuh sebelah timur, seberang tu-
kankah kuberikan lagi pada dunia? Kecuali juh sungai?
cinta untuk diriku sendiri? Wanabaya tak-
PurRI PAMBAYUN : ltu pun dusta, Kakang, Kakangku Wanabaya.
kan kehilangan sesuatu. Dia takkan berdu-
kacita. WANABAYA : Lhahdalah. Dua kali Ki Ageng Mangir Muda
terkena pencundang.
purR! PAMBAYUN : Tidakkah kakang akan murka?
PurRI PAMBAYUN : Bukan tujuh bukan tiga seberangi kali, ha-
WANABAYA : Yang murka adalah dia yang dikecewakan
nya dua, Kakang, Kakangku Wanabaya, dan
nafsu. Adisaroh bagi Wanabaya sudah sega-
dua lagi.
la-galanya.
WANABAYA : I.hahdalah, hanya dua dan dua lagi, sungai
PurR! PAMBAYUN : Aku hams percaya.
Winogo, Opak dan Oya, lebih jauh dari
WANABAYA : Kau tak pernah meniinta, istriku kekasih. Imogiri? Bagaimana Adisaroh pada suami
Sekali minta hanya ingin pulang ke kam- bisa berdusta begini?
pung-halaman.
PurR! PAMBAYUN : Tak pernah aku dustai suami setelah jadi
PurRI PAMBAYUN : Kalau begitu, dengarkan aku sekarang, Ka- istri
M A N G I R
64 P ram0edy a An an t a T0er
B a b a k K e d u a --------- ------------------- 65
PurR! PAMBAYUN : Setengah hari dengan tandu. WANABAYA : {benngas}. Diluar atau dalam benteng?
WANABAYA : Setengah hari dengan tandu - sepersepuluh PurRI PAMBAYUN : (menghadap pada Wanabaya). Inilah aku,
hari dengan kuda! Tepat ke timur atau teng Adisaroh istrimu, dari seberang kali Gajah
gara? Wong di dalam benteng.
PurRI PAMBAYUN : Tak langsung ke timur tak terns ke tenggara, WANABAYA : Lhahdalah (bertolakpinggang). Lhahdalah.
bukan barat bukan utara. (Menuding). Ha (melangkah dan menlprotes diri pada du
nya arah timurlaut sana. nia). Wanabaya panglima Mangir, beris
trikan orang Mataram, seberang Gajah Wong
WANABAYA : {membelalak}. Lhahdalah - timurlaut, sebe
dalam benteng. Kalau begitu dia juga ber
rangi empat sungai: Bedog, Winongo, Code
dusta dengan namanya. {Berbalik meng
dan Gajah Wong, Ma-ta-ram!
hadap pada Putri Pambayun, nlata menl
PurRI PAMBAYUN : Suatu kebetulan telah bikin Yang Maha Kua beliak}. Katakan sekarang juga, Adisaroh
sa Iahirkan aku di sana, tepat Ma-ta-ram. bukankah nama dusta.
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer
66 67
B a b a k K e d u a
PUTRI PAMBAYUN : (berlutut di hadapan suamzJ. Kakang, dewa Mengangkat tangan menutupi kuping).
suamiku, inilah aku . . . Klinting (gemetar suaranya) Baru Klinting.
Betapa lama. Ke mana kau? (Melangkah
WANABAYA : (membelakangzJ.
cepat ke samping7 berseru): Klinting! (Kem
PUTRI PAMBAYUN : (merangkak ke depan Wanabaya7 mene bali ketengah panggung). Ab, Klinting. Tak
ngadah). Inilah aku . . . pernah kita berpisah kecuali demi perem
puan ini (menudingpada PutriPambayun).
WANABAYA : (melangkah menghzndar).
Tak pernah berpi-sah, laksana petir dengan
PUTRI PAMBAYUN : (belJalan dengan lutut dan tangan me guruh, seperti bahu dengan tinju. Hanya
rangkul kaki Wanabaya7 menengadah). karena kau, perempuan Mataram, perem
Ampuni istrimu yang berdusta, inilah aku, puan pendusta, ke mana aku sembunyikan
betul kau, Kakang dewa-suamiku, bukan mukaku ini? (menengadah ke langit). Kau,
Adisaroh namaku. Kau Yang Punya Hidup, Kau Yang Punya
.
WANABAYA : (melihat ke bawah pada waJah Putri Mati, tunjukkan padaku suatu tempat, di
Pambayun). Apa arti airmata Mataram un mana dapat kutaruh mukaku ini. (Menebah
tuk Ki Ageng Mangir? dada). Jagad Dewa, Jagad Pramudita ...
WANABAYA : Pesan dari raja tak tahu sopan, pada Tua putra menantu, calon nenek dengan calon
Perdikan si anak desa - tak butuh Wana cucu.
baya pada gudang muslihat Mataram . . .
WANABAYA : (menghindari Putri Pambayun). Hendak
PUTRI PAMBAYUN : Tua Perdikan Mangir sarna tingginya de digiringnya Ki Ageng Mangir M uda
ngan raja Mataram. Sejak sekarang tak ada Wanabaya ke Mataram tanpa berlawan.
permusuhan. Inilah Putri Pambayun pern
PlffRI PAMBAYUN : Permusuhan berganti perdarnaian . . . Mataram
bawa pesan. Yang ada kini putra menantu
akan sarnbut dengan pesta seluruh negeri ...
dan ayahanda baginda.
WANABAYA : Janji pendusta adalah dusta. Dengan tipu
WANABAYA : Dengan liciknya dikirirnkan telik putrinya
mau hindari perang ...
sendiri ...
PUTRI PAMBAYUN : Kalau musuh tinggal musuh, ayah rnertua
PUTRI PAMBAYUN : Kakang, Kakangku, guru-suamiku, guru-de
tetap seorang ayah, bersernbah-bakti tetap
wku, bapa dari bayiku...
kewajibannya.
WANABAYA : (melangkah menghindar) Yang keji dan
WANABAYA : Diam, kau pendusta anak pendusta, berce
rendah begini ...
loteh butuh korban. Matararn untuk Matararn.
PUTRI PAMBAYUN : (berdiri di belakang Wanabaya) Sia-sialah Perdikan untuk Perdikan. Antara kedua
hidup bahagia kita selarna ini, melihat wa duanya tak ada perternuan. Pergi, jangan
jahku pun kau tak sudi lagi? harnpiri Ki Ageng Mangir Muda.
WANABAYA : (pada dunia) Dikorbankannya putri kesa PUTRI PAMBAYUN : (ragu-ragu meninggalkan panggung)
yangan, hanya karen a gentar mengeletar
WANABAYA : (pergi ke bangku di bawah pohon mangga7
pada Mangir. Kau raja, yang mau tetap
duduk bertopang dagu. Tiba-tiba menutup
bertakhta, korbankan segala-gala asal tetap
dua belah kuping) Baru Klinting, kurang
bermahkota...
apa si Wanabaya, mengapa dikutuk begini
PUTRI PAMBAYUN : Tiadakah kau dengar, Kakang, bisikan si rupa hanya karena cinta?
bayi? Tiada kau ampuni, tiada kau kasihi
lagi kami? Lupakah kau sudah pada kata
kata sendiri: rela mati untuk istri, hidupmu Suara - derap beberapa ekor kuda.
hidupku, hidupku hidupmu?
WANABAYA : (berdzii tegak). Klinting . . . Baru Klinting.
WANABAYA : Diarn!
: Adisaroh dan Putri Parnbayun sarna, ka
PUTRI PAMBAYUN
Suara-suara dari luar panggung - Semua sudah tak ada, Klinting .
kang, dua-duanya istri tunggal Ki Wana
baya. Pesan ayahanda baginda agar datang Semua? Seluruh rornbongan Waranggana. Juga kuda Ki Wanabaya
ke Mataram dalam seminggu ini, untuk teri tiada. Keparat. Ki Ageng! Ki Ageng!
rna restu bagi perkawinan, mertua bertemu
M A N G I R Pramoedya An a nta Toer
70 71
B a b a k K e d u a
BARU KLINTING : (melompat dan' kuda7 membawa canlbuk7 yang termuda di seluruh negeri. Di medan
memasuki panggung). Ki Ageng, mana perang dan Perdikan bukankah kita tetap
Bapak Tua mertuamu? bergandengan tak terpisahkan?
WANABAYA : Betapa lama kau kutunggu-tunggu. (Me BARU KLINTING : (mondar-mandir). Cepat selesaikan kicau
meluk Baru Klzlnting). anmu.
BARU KLINTING : Gila! (menyorong Wanabaya). Mana mer WANABAYA : Dalam suka kau kutinggal seorang diri. Klin
tuamu? ling, sahabatku, saudaraku, kini kutukan
menimpa diri begini ... seperti aku tak per
WANABAYA : Tiada aku punya mertua.
nab jadi panglima membawa pulang keme
BARU KLINTING : Bapak tua kepala rombongan waranggana! nangan ke Perdikan.
SURIWANG : (masuk ke panggung). Benar dia telah lari, SURIWANG : (masuk ke panggung mengiringkan Putn'
orang tua bangka, mampu mencuri kuda Ki Pambayun).
AgEmg Mangir dan melarikannya. Klinting,
WANABAYA : (menuding Putn' Pambayun). Dia, istriku,
panggil Nyi Ageng untuk diperiksa. (Ian
anak Mataram, anak Senapati, putri perta
meninggalkan panggung).
rna permaisuri.
BARU KLINTING : Begini semua jadinya.
BARU KLINTING Putri Pambayun?
WANABAYA : Klinting, ah, Baru Klinting sahabatku, kita
PUTRI PAMBAYUN : Inilah diri, Putri Pambayun Mataram.
telah bersumpah bersama berbrahmacarya,
suatu senja di puncak Merapi, untuk da BARU KLINTING : Telik!
patkan terang pandang dan persahabatan
PUTRI PAMBAYUN : Telik Mataram tertinggal seorang diri di
sejati.
tengah-tengah musuhnya sebagai nampak
BARU KLINTING : Tak kau jawab di mana mertuamu. Tak nya, dia tetap istri setia Ki Ageng Mangir
cukup dengan bilang tak bermertua lagi. Muda Wanabaya. Dalam kandungannya ada
lah bayi anaknya.
WANABAYA : Aku datang sebagai pengembara. Kata Ki
Ageng Mangir Tua padamu: bantu anak BARU KLINTING : (menghampiri Putri Pambayun): Cantik
muda ini, bersetia kalian dalam hidup dan tiada tara, telik ulung tiada terduga. Wana
mati. Turun kalian kembali ke Mangir, tang baya! Lihatlah dia untuk terakhir kalinya.
gulangi Perdikan dari meluapnya kerakusan
PUTRI PAMBAYUN : AJ<.an kujalani hukuman, hanya setelah se
Mataram. Bukankah telah kita perangi
rahkan anak pada suami. Kau bernafsu hen
Senapati dan balatentaranya?
dak menghukum aku, karena cemburu pada
BARU KLINTING : Hendak kau sembunyikan mertuamu. Kau keberuntungan Ki Wanabaya.
lupa, istrimu tak mungkin lari ...
BARU KLINTING : Bedebah ! Kau kira ini kraton Mataram!
WANABAYA : Karena kau, terpilih aku jadi Ki Ageng Perdikan, Kata-katamu pongah bern ada tinggi.
G Pram oedya Ananta Toer 73
7 M A
_________________________________N I _R
______________________
B a b a k K e d u a
PUTRI PAMBAYUN : Aku cintai Perdikan ini, aku cintai suami SURIWANG : (meninggalkan panggung).'.
sendiri ...
BARU KLINTING : Patutkah seorang panglima memberi malu
BARU KLINTING : Kau biarkan Bapak tua lari pulang ke pada barisan, pad a Perdikan?
Mataram, mencuri kuda panglima Mangir,
WANABAYA : Tidak patut, Klinting, terlambat aku me
untuk sampaikan segala pad a bapakmu.
ngetahui, terlambat kau dan kalian me
PU1 RI PAMBAYUN : Untuk sampaikan, Ki Wanabaya, putra me ngerti.
nantu raja Mataram, akan datang bersem
BARU KLINTING : Hanya telik tiada tara bisa bikin onar bagini
bah-bakti, pada hari yang sarna minggu
rupa. Pambayun ! Tidak percuma kau jadi
mendatang, bersama istri Putri Pambayun.
sulung mahkota, pandai berdarma-bakti pa
BARU KLINTING : Suriwang, lihatlah perempuan ini, tak me da takhta.
ngerti Mangir bukan Mataram, merasa ber
PUTRI PAMBAYUN : Katakan sesukamu, asal tidak keluar dari
daulat memerintah semua orang. Wana
hati cemburu pada suamiku.
baya, apa aku bilang, lihat istrimu yang
cantik sepuas hati, sebelum kami kirimkan BARU KLINTING : Berperisai kau selalu pada suamimu. Dia
ke negeri, di mana semua takkan kembali pun patut dihukum mati.
lagi.
PUTRl PAMBAYUN : Juga kau sendiri, yang bersumpah satu hi
PUTRI PAMBAYUN : Putri Pambayun lebih percaya pada suami, dup dan dalam mati dengan Ki Wanabaya.
pada ketulusan cintanya.
BARU KLINTING : (terperanjatj. Di Mataram mereka tahu sum
BARU KLINTING : (menatap Wanabaya) Apakah benar dia pah brahmacarya dan sumpah Merapi, satu
cintai kau dengan tulus, Wanabaya? dalam hidup dan dalam mati. Kau telik
ulung yang tahu segala, hendak mati me
WANABAYA : (mengangguk).
ngajak bertiga ...
BARU KLINTING : Kau putra Perdikan tak tahu diri.
DEMANG PATALAN : (masuk, melompat dan' kuda) Klinting, apa
WANABAYA : Tak bakal aku khianati Perdikan ini Kalau telah terjadi? Kutunggu kalian diseberang
dia kau bunuh mati, aku takkan meng sungai Bedog. Terlalu lama maka kupulang
halangi, dengan syarat sandingkan mayat lagi. Sampai di depan rumah bertemu de
nya pad a bangkaiku, bersatu lahat di dalam ngan Suriwang, dengar berita menggoncang
tanah, di bawah beringin lapangan Mangir. kan ini. Dengarkan sebelum keputusan di
jatuhkan. Kau, Pambayun dengarkan juga
BARU KLINTING : Lhahdalah. Suriwang, panggil para gegeduk
betapa tingkah bapamu ...... dikerahkan ba
rata.
latentara baru dari utara, kabupaten-kabu
SURlWANG : Ki Wanabaya dan kau terlambat berangkat, paten taklukan Mataram. Selaksa mereka
mereka telah jalan mendahului. datang, langsung seberangi sebelah kanan,
BARU KLINTING : Tak dengar kau apa kataku? Pergi dan lak Progo dan Bedog, langsung seberangi sebe
sanakan! lah kiri, batang Gajah Wong dan Opak,
M G I p r a m o e d y a A n _a n_
l a__o e_r
74,
____________________________ A__
N ____
_R
______________________
__ T_
7=
____________________ 5
B a b a k K e d u a
entah ke mana belum ada yang periksa. WANABAYA : (menarik ismizya pada bahunya)
Selama empat bulan membisu, tiba-tiba pa
DEMANG JODOG : Seperti dua pasang tikus kedinginan.
da hari ini balatentara Mataram keluar dari
benteng, rapat baris ke selatan. Kedemang WANABAYA : Dia yang paling pandai menghina adalah
anku jadi bulan-bulanan. Pambayun telik juga yang pandai berganti kulit. Pambayun,
Mataram, kau sekarang yang katakan, apa istriku, relakah kau mati bersama?
maksud Panembahan Senapati?
PurR! PAM BAY UN : Tak bercerai kita, Kakang Wanabaya, dalam
PurRI PAM BAYUN : Dengan Sarpa Kurda, ayahanda baginda hidup dan dalam mati.
hendak tarik seluruh balatentara Mangir ke
WANABAYA : Juga rela di medan-perang melawan Mataram?
Patalan, dengan seluruh balatentara dari
utara akan melingkar menyapu Perdikan PurRI PAMBAYUN : Untukmu dan Perdikan, Kang, di mana dan
dan semua kedemangan sekawan. kapan saja.
BARU KLINTING : Ml1lut telik tak bisa dipercaya. WANABAYA : Adisaroh ! Pambayun! Kau pandai bikin lega
hati si Kakang. (Pada Baru Klinting) Sini,
PurRI PAMBAYUN : Semua suara Putri Pambayun, yang sampai
kau, Klinting.
pada telinga suaminya, tak pernah mengan
dung dusta. BARU KLINTING : (menghampiri} Ya, aku mengerti. Tiadakah
kau salah kata, Pambayun, putri Mataram?
DEMANG PATALAN : Perempuan tabah hadapi mati! Patut kalau
berdarah satria. purR! PAMBAYUN : Inilah Putri Pambayun, istri Ki Wanabaya.
BARU KLINTING : Baik, seluruh kekuatan dikerahkan masuk ke
benteng Mataram. Patalan! Berangkat kau
Suara - derap banyak kuda.
sekarang juga ke Mataram, kibarkan tinggi
bendera Mangir pertanda duta. Sampaikan,
pada hari yang sarna minggu mendatang, Ki
DEMANG JODOG, DEMANG PAJANGAN, DEMANG PANDAK dan
Ageng Mangir Muda Wanabaya dan istri,
SURIWANG : (masuk kepanggung beriringan7 kemudian
Putri Pambayun, akan datang bersembah
semua berhenti mengawasi Pum Pamba )
bakti pada Panembahan Senapati. (berpaling
yunJ.
pada WanabayaJ Berperisai kalian berdua,
DEMANG PAJANGAN : Inilah macam orangnya. kita akan langsung masuk benteng menye
rang istana. Tetap kau pada pendirianmu,
WANABAYA : Diam! Kita semua bersalah. Istriku dapat
' Nyi Ageng Mangir Muda?
dan boleh dihukum, tapi tak rela aku siapa
pun hinakan dia. Juga aku dan kalian semua PurRI PAMBAYUN : Tetap, Klinting, juga kurelakan bayi di ba
patut dihukum karena kurang waspada wah jantung ini.
BARU KLINTING : (menghindar7 bersllang tangan7 mengge DEMANG PATALAN : Berbaris kita semua langsung masuk istana
leng-geleng). Mataram.
M A G I R
N
B a b a k K e d u a
BABAK KETIGA
Ebook by syauqy_arr
WebfogJ http://hanaokLwordpress ..com
a
r_ oe aA
na a
nt
T oe
r ____________________ 79
78 M A
____ N
G I _R
_____________________
__________________ P_ m dy
____________________________
B a b a k K e t i g a
Membujur sunyi
Di luar wilayah kuburan keluarga raj a.
Selesai di sini aku punya cerita
Seorang panglima tak terkalahkan di medan-perang
Tertipu tewas di kaki musuh karena cinta.
(Keluar dari panggung)
TUMENGGUNG
* * * MANDARAKA : (dalam pakaian kraton berlutut mencang
kung dipinggir samping panggung, meng
angguk-angguk, menggerak-gerakkan ta
ngan, seakan sedang bicara dengan sese
orang yang tidak nampak. Kemudian lam
Pencerita (troubadour) sebelum layar dibuka: bat-Iaun berdin: berpaling ke arah ten
tangnya, di mana berdiri Ki Ageng Pa
Wanabaya dengan Baru Klinting tombak pusaka manahan).
Dua belas depa panjang tangkai
TUMENGGUNG
Pambayun diiringi, benteng dimasuki.
MANDARAKA : (melintasi depan takhta menghampiri Ki
Gapura-gapura penyambutan ini, mengapa?
Ageng Pamanahan). Hari ini hari pesta,
Semakin dekati kraton semakin sempit dan rendah?
hari besar segala, takkan terlupakan sepan
Barn Klinting sang tombak pantang menunduk,
jang jaman. Wanabaya akan datang untuk
Setiap lewat tangkai dipotong biar tetap tegak.
kutip kebinasaannya sendiri. Mataram ting
Di bawah kaki Panembahan Senapati sang mertua
gal jaya megah untuk selama-Iamanya. (Ter
Barn Klinting tombak pusaka tiada bertangkai lagi
tawa terangguk-angguk). Ki Ageng Pama
Dengan Putri Pambayun Wanabaya bersembah-bakti.
nahan, adinda, putramu baginda, dengan
Senapati Mataram sambut kepala menantu
tamatnya Wanabaya, takkan lagi terhalangi,
Dihantamkan pada Watu Gilang di bawah kaki
luaskan daerah praja sampai hanya laut
Pecah,
batasnya, melingkupi selurnh bumi Jawa.
Wanabaya menjelempah di bawah takhta.
Di kota Gede adalah kuburan keluarga raja
Hanya satu makam diterjang tengah pagar tembok KI AGENG PAMANAHAN : (dengan gerak selalu menggeletar karena
Di situ Wanabaya diistirahatkan. tua). Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm, dimulai
Dari pusat ke kaki diakui dia menantu raja dengan impian, ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm,
Dari pusat ke kepala dianggap dia musuh Mataram impian!
80 _________________________ G
N__ Pramoedya Ananta Toer
A__
M__ __ ______________________
I _R 81
B a b a k K e t i g a
TUMENGGUNG
sudah lama kita pernah bicarakan? Pada
MANDARAKA : Tiadakah kau bangga, putra adinda raja
suatu kali akan lahir raja abadi, bukan raja
yang pertama? Dulu impian sekarang ke
musiman seperti Patah Demak anak-ber
nyataan. Mengapa adinda jadi termangu?
anak dan Hadiwijaya Pajang. Tak lain pu
Bukankah Mataram bakalnya tinggal ber
tranda adinda raja pilihan itu. Mengapa
kembang? Akar mulai menancap di perut
adinda ragu dengan korban cucu menantu?
bumi, batang mulai tumbuh mencakar awan,
bunga dan buah sudah nampak di depan? KI AGENG PAMANAHAN : mm- ?mm-h m, bukankah juga seperti
kIta, dIa bercInta, ingin mati hanya pada
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm, dan betapa ba .
USIa tua?
nyak korban persembahan, dan masih juga
TUMENGGUNG
anakanda baginda menghadapi banyak la-
wan.
MANDARAKA : Cucu adinda sudah berpuluh, apa beratnya
korbankan yang satu, toh hanya anak desa?
TUMENGGUNG .
MANDARAKA : Tak ada kebesaran jatuh sebagai karunia KI AGENG PAMANAHAN : Kanda Juru Martani, hmm, bukankah sebe
dari langit. Bukankah semua mesti digalang lum satu bakal datang ini, sudah ada satu
dari pasir dan kerikil? Dilepa diikat dengan yan? dikorbankan - ya-ya-hmm, juga atas
keringat? Dibikin cerlang bersinar dengan nasIhat kanda Juru Martani?
akal pikir? TUMENGGUNG
- hmm-hmm-hmm membikin tangan luta MANDARAKA : Dan waktu Arya Panangsang kita kalahkan,
berdua berlumuran darah dan nyawa. Sultan Hadiwijaya janjikan karunia, Pati
atau Meqtaok, bukankah kita Mentaok
TUMENGGUNG
Mataram sekarang? Karena kita setuju diri
MANDARAKA : Kau bimbang di tengah jalan, Pamanahan
kan kerajaan tepat menurut gagasan lama?
adinda. Kembali kau tidak bisa. Dan barang
siapa ragu maju barang setapak lagi, ditcn KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya-hmm-hmm-hmm, Mentaok jadi
tukan membantu oleh ragunya sendiri. Lu Mataram.
pakan Rangga, relaka n Wanabaya. TUMEKGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : (berdzit: menuding takhta) Untuk kursi ini, MANDARAKA : Serahkan katahatimu pada Ki Juru Martani
membikinnya jadi pusat kehidupan di Ta ini. Pandanglah yang depan sana - Mas
nah Jawa, hmm-hmm-hmm-ya-ya-ya, hi Jolang, cucumu bakal raja Mataram, Rang
tamlah tangan ini berlumuran darah dan sang, cucumu, bakal panglimanya. Setiap
nyawa. tetes darahmu akan berkuasa di setiap tem
pat di Bumi Jawa. Kau dan aku akan tetap
TUMENGGUNG
hidup, dalam gagasan, dalam diri mereka.
MANDARAKA : (menqhampinKiAgeng Pamanahan, mem-
perlihatkan tangan sendiri) Lihatlah ini, KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, tetap hidup dalam gagasan.
bagi siapa saja yang tidak tua, kalislah tangan TUMENGGUNG
dari warna tambahan. Kau sudah mulai tua, MANDARAKA : Tak ada guna menjadi luuda kalau hari tua
Pamanahan adinda. Tanda-tanda tua adalah menjadi ragu, adinda. Tiada sesuatu bakal
kecut pada katahati sendiri. tercapai dengan beragu-ragu. Pusatkan per
KI AGENG PAMANAHAN : Dimulai dengan impian ...... hmm-hmm- hatian pada hari ini, hari penggalangan
hmm. Mataram yang kedua: binasanya Ki Ageng
Mangir M uda Ki Wanabaya.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : . . . Dengan impian, setelah kau pulang kalah KI AGENG PAMANAHAN : {membelaidada7 belJalan tertatih-tatih meng
perang, mengawal Adipati Unus, melawan hampzii takhta7 meniup debu dan' atasnyaj.
Peranggi di Malaka. Ha, aku lihat adinda TUMENGGUNG
berseri, terkenang pada pendapat lama: bang MANDARAKA : (menuding) Bahkan debunya kau tak suka.
sa kulit putih ini tak dapat dilawan dengan Bukankah Wanabaya tak lain dari debu atas
senjata yang ada; kerajaan Jawa harus ma ' takhta?
suk lebih jauh ke pedalaman. Laut telah jadi
KI AGENG PAMANAHAN : (takJadi menyekakan tangan pada takhta
milik mereka.
untuk membersihkannya). Ya-ya-ya hanya
KI AGENG PAMANAHAN : {membelalak memandang ke atas7 pada debu di atas takhta.
masa lalu sendirz}.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Mendirikan kerajaan adalah panggiI.lll. l'i-
84 M A N G I R ___________________ P
_ a_
r_ m_o_
e_da_
y_ A
_ n_ n_
a_ a_
t_ T
_ o_
e_r ____________________ 85
B a b a k K e t i g a
dak setiap dan sernbarang orang bisa. Nah, KI AGENG PAMANAHAN : Untuk Mataram Jaya, ya-ya-ya.
kau diarn sekarang, Pamanahan adinda. TUMENGGUNG
Akhirnya kebesaran raja-raja Jawa men MANDARAKA : Mati untuk dia!
datang, anak-cucu keturunanmu sendiri, le
bih penting dari hitarnnya tangan, jauh lebih Kl AGENG PAMANAHAN : Mati! Ya-ya-ya, hmm-hmm-hrnm. (Mem
penting dari darah dan nyawa persembahan. belakangi takhta, menudingnya tanpa me
Iihat) Kemudian apa beda antara takhta dan
Kl AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hrnm-hmrn-hrnm. Lebih penting pernbantaian.
dari darah nyawa persernbahan.
TUMENGGUNG
TUMENGGUNG MANDARAKA : Dunia tak bicara tentang perbedaan, juga
MANDARAKA : Dengarkan sekarang. Betapa rnesti kau bang- tak ada yang bicara tentang kesamaannya.
ga, Parnbayun telah laksanakan tugasnya. Hanya satu: kewibawaan untuk Mataram.
Dia telah berhasil belah dwi-tunggal
Klinting-Wanabaya. Tanpa Klinting Wana Kl AGENG PAMANAHAN : Hmmrnmrnmm, betapa terlambat tahu di
baya tak ada harga. Klinting, Pamanahan hari tua; jalan ke arah dia adalah dusta,
adinda, si akal tajarn, anak hararn Ki Ageng aniaya, perang, darah dan binasa. Ya-ya-ya.
Mangir Tua, terkucilkan tadinya dari rna (Mengukuhkan pegangan pada tongkat,
syarakatnya, hidup melata di bawah bayang kembali duduk di atas bangku).
bayang, kulit busik bersisik, melata-Iata se TUMENGGUNG
perti ular di balik-balik ranting. MANDARAKA : Kau salah lagi, adinda. Jalan itu adalah jalan
semua orang pilihan, dikodratkan rnerne
Kl AGENG PAMANAHAN : (mendengarkan, terangguk-angguk) ya-ya
rintah sernua rurnput tunduk nyiur pun
ya, telah belah dua dwi-tunggal.
rneliuk, burni tertuding menguningkan padi,
TUMENGGUNG hutan ditebah berubah jadi hurna; dilarnbai
MANDARAKA : Dara luar biasa cucurnu itu, sarna dengan balatentara datang, ditiup musuh sujud tak
adinda sendiri sernasa rnuda. Keuletan, ke luk, persembahkan negeri, rakyat dan putri
setiaan dan kepatuhannya jadi jarninan ke putrinya. Itulah jalan sernua dewa di atas
jayaan Matararn. burni, penguasa tunggal satu-satunya, pe
Kl AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hrnrn-hrnrn-hrnrn, dia rela kor nentu benar dan salah, yang baik dan yang
bankan (terbatuk-batuk) suarni tercinta un buruk, hukurnan dan karunia, hidup dan
tuk Matararn. mati ..... .
takkan dapatkan dunia, yang dapatkan du bawa bayi cicitku, dalam kandungan. Dan
nia tak perIu mimpi lagi, karena semua Wanabaya si gagah mendampinginya. Ya
sudah miliknya. ya-ya.
saja perkasa. Ada adinda dengar? Perkasa! SENAPATI : Diarnlah sudah, ayahanda (Pada Tumenggung
(tertawa). Dan hanya si lemah berkubang Mandaraka). Takkan meleset rencana paman
dalam airmatanya sendiri. da?
TUMENGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : Takkan lama lagi, Pambayun cucu kesa
yangan akan datang. Kabarnya dengan mem- MANDARAKA : Hari ini hari pembalasan. Jago dan tlj inya
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer B9
BB
B a b a k K e t i g a
akan akhiri permainan. Takkan lagi ada tahkan laksanakan Sarpa Kurda. Setiap pang
panglima Mataram bisa dikalahkan. lima bisa lakukan. Bernntung Jaya Amisana,
duta pembawa damai ke Mangir bertemu
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, Tumenggung Takih Susetya, pang-
dengan Susetya di perjalanan. Kini Mangir
lima Mataram yang dikalahkan ..... .
akan tumpas oleh Sarpa Kurda. Mangir ha
TUMENGGUNG rns terima hukuman, telah permain-main
MANDARAKA : Tak perIu disesali. Sudah tepat dia dibikin kan duta damai Jaya Amisena. Nah,
binasa, daripada Mataram jadi tertawaan. Pamanahan adinda, tidakkah patut Klinting
Dia sendiri malu pada muka sendiri, lari ke dan Wanabaya terima hukuman?
Laut Kidul meneari gelar* barn Sarpa Kur
da, ajaran Ki Blantik dari gua Langsih. Ya, KI AGENG PAMANAHAN : Terima hukuman? Ya-ya-ya, hmm-hmm
anakanda baginda. hmm.
TUMENGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : (m.enghampiri Tumenggung Mandaraka).
MANDARAKA : Mulai hari ini, balatentara Mataram ekor
Ceritai adinda ini, sudah lupa diri siapa
Tumenggung Susetya. Sarpa Kurda, bukan hanya bebas menjamah
Laut Kidul, juga mengebas ke utara, ke
TUMENGGUNG daerah Mangir dan sekawannya.
MANDARAKA : Pamanahan adinda selalu lupa, aku terns
juga mengulang-ulang eerita. Begini, dinda, KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, semua terjadi karena eueu tersa
Takih Susetya pulang ke Mataram memba yang Pambayun dijadikan umpan. Hmm
wa Sarpa Kurda, gelar barn mengandung hmm-hmm. Dijadikan umpan! Apa pula ba
syakti. Dia sendiri lihat di selatan sana, kal karnnianya?
betapa ronggeng** yang haneurkan semua TUMENGGUNG
mangsa, kuda, maeam, sapi, babi dan manu MANDARAKA : Hanya yang tidak ragu dapatkan segala
sia, ditumpas hanya oleh seekor ular sanea, galanya.
yang memagut-magut eepat ke depan, me
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, yang ragu tinggal menjadi batu.
ngebas-ngebas perkasa ke belakang dengan
Hmm-hmm-hmm, eueu rnpawan, rahimnya
buntutnya, haneurkan semua ronggeng.
hanya untuk bibit raja-raja, bibit sudra
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya, ronggeng dikalahkan ular sanea. sekarang dikandungnya. Ya-ya-ya.
TUMENGGUNG
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Persembahan, dinda dengar, apa ada kera
MANDARAKA : Sekarang anakanda baginda sudah perin-
jaan berdiri tanpa korban-persembahan?
PAN EM BAHAN
SENAPATI : Sudah, diam, biarkan si pikun ayahanda.
Ludah yang basi tak bakal mengandung api,
gerak buyutan tak bakal tegakkan tongkat.
* ge/ar - formasi perang.
KI AGENG
** ronggeng - nama suatu formasi perang
PAMANAHAN : Ya-ya-ya, tongkat. Tongkat tak bisa berdiri.
M A G I R Pramoedya Ananta Toer
90 N 91
B a b a k K e t i g a
Tangan buyutan masih bisa dirikan. Yang Klinting dan Wanabaya, duri di mat a
tak berdiri di atas keiklasan akan rerakjatuh Mataram. Sekarang balatentara Mangir se
di tanah. dang mendatangi, dengan Pambayun dan
suami sebagai perisai. Meleset dari rencana,
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Kami bisa tenggang-menenggang sejak da Mangir akan mengamuk di dalam benteng,
hulu, anakanda baginda. (Pada Ki Ageng binatang-binatang dengan kejahatan dalam
Pamanahan). Yang berdiri di atas keiklasan kalbunya itu.
pun akan rerak jatuh di tanah juga. Dua KI AGENG
duanya tiada beda. Juga semua akan sirna PAMANAHAN : Mengamuk dalam benteng? (terbatuk-batuk).
ditelan bumi. Daripada tiada suatu apa, TUMENGGUNG
lebih baik berdiri sesuatu, berdiri megah MANDARAKA : Maka mereka dibikin tak bisa membuka
agung di atas tiada apa-apa, menjulang ting gelar. Jalanan lebar dipersempit dengan
gi pi atas bumi. ltulah Mataram Jaya. pagar. Di desa Cepit balatentara Mangir
PAN EM BAHAN akan dielu-elu, dengan tari dan tuak, dengan
SENAPATI : Hentikan, pamanda, waktunya sudah men nyanyi dan tandak. Seluruh barisan akan
desak begini. dipenggal tengah dengan hiburan, tersekat
di jalanan sempit, takkan dapat teruskan
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Apa dikuatirkan? Rencana telah masak di- perjalanan berlenggang tangan. Di depan
tempa. Mataram takkan teperdaya. Bala benteng, separoh dari separoh lawan akan
tentara pengiring Mangir, dengan panglima disambut oleh semua perawan benteng
bersama bininya, di jalanan sempit diapit Mataram. Jembatan sungai Gajah Wong di
sawah, gelar macam apapun akan percuma. dalam benteng telah dibongkar dan disem
Ronggeng pun akan tenggelam dalam lum pitkan. Di mulutnya akan menunggu ba
pur. Tidak keliru: Wanabaya dan Klinting risan dara anak-anak nayaka, mempersem
akan masuk mati dalam bubu. bahkan diri dan sajian. Tak ada di antara
prajurit desa itu akan tahan kena sintuhan
KI AGENG PAMANAHAN : (terbatuk-batuk). Diri yang tua bangka begi tangan lembut para dara Mataram. Mereka
ni, masih harus saksikan cucu menantu akan menggigil mengemis kasih, tepat se
binasa di depan mata. Terlalu, ya-ya-ya, perti Wanabaya di hadapan Pambayun. Be
hmm-hmm-hmm, terlalu. gitu panglimanya, begitu juga prajuritnya.
TUMENGGUNG PANEMBAHAN
MANDARAKA : (Memimpin KiAgeng Pamanahan mendu SENAPATI : Hati-hati pamanda Ki Juru Martani.
dukkannya di samping Panembahan Sena
TUMENGGUNG
patz). Nah duduklah diam-diam di sini.
MANDARAKA : Dijamin takkan meleset biar separoh jari.
PANEMBAHAN Wanabaya sendiri sudah beri contoh, an.lk
SENAPATI : Ayahanda yang berbahagia, buang dari hati buah takkan dapat ditahan ikuti jPj.lknya .
M A N G I R
92 Pra moedya An anta Toer
93
B a b a k K e t i g a
(tertawa). Memasuki istana mereka akan dengar warta gembira. (Berpaling ke sam
tinggal beberapa gelintir. Apalah arti akal ping). Va, memang dia. (beryalan ke sam
Klinting tanpa pasukan? Laksana ular di ping7 melambaikan tangan7 berdiri men
tinggalkan badan, bisa melihat, mendengar, cangkung memandang ke bawah7 mende
merasa, tapi tak bisa berbuat apa-apa. ngarkan sambi? mengangguk-angguk. Me
KI AGENG PAMANAHAN : Begitulah bakal jadinya, perancang tanpa lambaikan tangan menyuruh pergl: Kem
tandingan! Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm. bali menghallipiri Panembahan Senapatz).
Va, anakanda baginda, Pamanahan adinda,
TUMENGGUNG
memang benar telik kedua. Wartanya: telah
MANDARAKA : Semua akan beIjalan sesuai dengan ren-
berangkat balatentara Mangir; Wanabaya
cana. Mangir boleh punya rencananya sen
naik kuda putih iringkan tandu Putri Pam
diri. Balatentaranya yang kehausan berba
bayun. Paling depan Baru Klinting menung
ris, terkena tuak berganja (tertawa) apalah
gang kuda coklat pancal panggung.* Berki
artinya !
baran umbul-umbulnya, balatentaranya ber
KI AGENG PAMANAHAN : (Terbatuk-batuk). Bukan laku satria. derap ditingkah gamelan seratus gendang.
TUMENGGUNG PANEMBAHAN
MANDARAKA : Setelah bebas bahaya baru orang jadi satria. SENAPATI : (terkejutj. Balatentara besar?
KI AGENG PAMANAHAN : (Tertawa terbungkuk-bungkuk7 terbatuk TUMENGGUNG
batuk). Satu rumus untuk satu keadaan. MANDARAKA : Makin besar makin terpuji, semua akan
Dua rumus untuk dua keadaan, ya-ya-ya. punah di Mataram.
PANEMBAHAN
PANEMBAHAN
SENAPATI : Apa saja semua ini, ayahanda? SENAPATI : Panggil Patih Singaranu, dia perIu tahu.
TUMENGGUNG
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Demi Mataram Jaya, semua benar dan dibe MANDARAKA : Sabar anakanda baginda. Ki Wanabaya bu-
l1arkan. (Pada KiAgeng Pamanahan). Din kan urusan negara. Dia hanya anak nakal di
da, dengan takluknya Mangir, hanya dalam keluarga. Sarpa Kurda telah bergerak
dengan lenyapnya Perdikan, kelak orang melingkari Perdikan dan kedemangan-ke
akan tahu: Ki Ageng Pamanahan, tak lain demangan sekawan. Tak ada sesuatu patut
dari dia, yang turunkan semua raja Jawa dikuatirkan.
sampai akhir jaman. Lebih baik sesuatu KI AGENG PAMANAHAN : Xa-ya-ya, Takih Susetya dibinasakan,
daripada tiada sesuatu apa. warisannya dilaksanakan ..... .
TUMENGGUNG
PANEMBAHAN
SENAPATI : Ada terdengar derap kuda. MANDARAKA : Semua demi Mataram Jaya.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : (mencorongi kuping). Itulah telik kedua
*
yang sedang datang. Sebentar lagi akan ter- Pancal panggung - berkaki belang pulih keempat-empalnya.
Pra m o e dya An a n t a Toer 95
M A N G I R
B a b a k K e t i g a
K1 AGENG PAMANAHAN : Hmm-hmm-hmm, semua ditempuh demi kekalahan, menebus dengan Perdikan
Mataram, segala jalan, pembinasaan dan Mangir dan kedemangan-kedemangan seka
penumpasan. (Mengangguk-angguk lebzll wan. Takluknya mereka akan bikin Mataram
cepat karena tuanyaJ. Betapa lama - betapa dapatkan tiga ribu prajurit tambahan. Maka
lama- sampai kapan? Ya-ya-ya. baris ke timur akan segera dapat dirancang,
dari Mataram ke Madiun, dari Gresik ke
TUMENGGUNG
Blambangan. Laut selingkupan Jawa sebe
MANDARAKA : Pamanahan adinda, tiada barang yang lama
lab sana akan jdi pagar Mataram.
bangunkan negara, karena yang kemudian
tak dapat diukur dengan waktu. PANEM BAHAN
SENAPATI : Ayahanda sudah dengar sendiri: baris ke
PANEMBAHAN
timur akan segera dapat dirancang, hanya
SENAPATI : Pamanda Juru Martani, tak semudah itu
berhenti bila berjumpa laut impian mahal
hati dibikin tenang. Tiga ribu tombak bala
Demak dan Pajang. Mataram saja bisa lak
teptara Mangir, bakal datang, dengan hanya
sanakan.
akal pamanda Juru Martani akan tanggu
langi. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, sampai di mana kiranya cucuku
tersayang Pambayun sekarang?
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Modalnya hanya percaya, anakanda baginda TUMENGGUNG
pada Mandaraka Ki Juru Martani ini. (me MANDARAKA : Balatentara Mangir itu berbaris keras, uh
ngusap dada sendiri). uh, kaki dan bahu biasa pikul padi ke kota.
Hitunglah jari sampai lima ratus kali, dan
PANEMBAHAN
SENAPATI : Tiga ribu tombak! Pambayun cucunda beserta suami akan ada
di sini.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : (tertawa meyakinkanJ Sekeras-keras watak PANEMBAHAN
SENAPATI : Ada kami dengar taluan canang kedua. Dan
prajurit Jawa, di mana saja sarna jua, jinak
ada kami dengar derap rombongan kuda.
bila disuguh enak, lunak seperti merpati
bila dijamu hati, lupa segala bila diajak TUMENGGUNG
bersuka-ria. Hanya raja kuat bisa lain dari MANDARAKA : Rombongan pengawas persiapan. Takkan
selebihnya, menguasai kawula melalui wa lama lagi barisan pengelu-elu akan berarak
taknya. sambut Mangir di tepi desa Cepit.
PANEMBAHAN PANEMBAHAN
SENAPATI : Taluan canang kraton sudah terdengar. SENAPATI :' Jangan sampai terjadi balatentara Mangir
termangu berhenti, bimbang karena curiga.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Nah, Pamanahan adinda, itulah tengara sang TUMENGGUNG
panglima. Berarti dwi-tunggal Klinting MANDARAKA : Curiga berarti perang. Mataram jauh lebih
Wanabaya sedang bergerak masuk ke dalam waspada, bertugur ketat ditempat-tempat
jebakan. Kenangkan hari ini hari menebus
M A G I R Pra moedya Ananta Toer
96 N 97
B a b a k K e t i g a
(Berbisik) Jadi benar-benar aku harus sak SENAPATI : Sahaya hanya anak wayang di tangan Yang
sikan, eueu rnenantu binasa di bawah rnata Maha Kuasa. Pesaing dan pelawan Mata
ku? ram, sernua yang masih tegak dan berdiri,
wajib runduk berkiblat pada takhta ini. Ma
TUMENGGUNG
MANDARAKA : (juga berbisik) Seperti Pamanahan adinda taram tak sudi berbagi. Mataram berdiri
sudah lupa siapa Ki Juru Martani ini. Ja berarti, Yang Maha Kuasa kodratkan sernua
ngankan eueu rnenantu anak desa, eueu jadi miliknya. Yang melintang patah, yang
darahrnu sendiri, begitu dia lernahkan membujur gugur, yang tegar rebah. Karena,
Mataram, begitu bisa akibatkan perpeeahan ayahanda, tak ada gunanya Yang Maha
kerajaan, seperti Rangga, Seperti Wanabaya Kuasa benarkan putranda jadi raja, bila
nanti, ternpatnya yang paling tepat yang lain-lain tidak dikodratkan merangkak
hanyalah akhirat. di bawah kakinya.
KI AGENG PAMANAHAN : (membuang muka). Begini sernua jadinya. KI AGENG PAMANAHAN : Bagi diri yang sudah setua ini, ya-ya-ya, ah,
betapa panjang rnengelimantang jalan
TUMENGGUNG
darah dan mati ini hmrn, hmrn, hmm, jalan
MANDARAKA : (memberi hormat pada Panembahan sempit untuk dapatkan taklukan, taklukan
Senapati dan Ki Ageng Pamanahan). Ki sebanyak-banyaknya semua digiling rata,
Juru Martani akan berangkat, mengawasi pipih bersama tanah.
pelaksanaan aeara.
PANEMBAHAN
PANEMBAHAN
SENAPATI : Jalan itu di mana saja sarna jua, ayahanda
SENAPATI : Mengiringkan keselamatan, Panembahan
yang mulia. Bahkan rumput merunduk beri
Senapati telah siap di tempatnya.
kan punggung, hewan langit, darat dan laut,
TUMENGGUNG datang menghadap persembahkan daging.
MANDARAKA : (meninggalkan panggung dHringkan oleh Manusia diatur untuk takluk menyembah,
KiAgeng Pamanahan). karena di atas mereka hanya ada Tuhan, di
antaranya ada raja, satu-satunya yang mu
KI AGENG PAMANAHAN : {berbalik beryalan tertatih-tatih pergi pa
da Panembahan Senapatz}. Ya-ya-ya, si tua lia. Bukankah dulu ayahanda sendiri telah
renta yang bisa sernua, ingat segala keeuali ajarkan?
mati. Pergikah dia rnenjernput Pambayun? KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, jalan sempit telah ditempuh, be
Atau hendak binasakan balatentara desa? ban nurani semakin be rat, sampai di tempat
(menuding Panembahan Senapatz) Ya-ya- di mana takhta berdiri megah, kini rnata
98 M A N G I R
Pramoedya Ananta Toer
B a b a k K e t i g a
99
bagi dia dengan saraf besi berhati baja. SENAPATI : Dia bapa tunggal dari anaknya yang
Untuk itu dia manusia pilihan - hanya tunggal: negara.
seorang di antara beIjuta. Itulahjalan satria.
KI AGENG PAMANAHAN :Hmm, hmm, hmm, (memega
Bukankah ayahanda juga dulu telah ajar ng dan me
kan? hnat-lilzat tangan Panembalzan
SenapahJ.
Tangan ini, ya-ya-ya, tangan
ini - tangan
KI AGENG PAMANAHAN : Barangkali sini bukan tempatku lagi. seorang yang dulu bayi, dila
hirkan oleh
istriku, tangan dari anak yang
lahir karena
PANEMBAHAN benih dalam badanku - ya-y
SENAPATI : Sahaya telah pilih jalan terbaik tunjukkan a-ya. Hmm,
hmm, hmm, tangan ini tega
aSrahanda sendiri, jalan sempit di antara membunuh
keturunannya sendiri
manusia, jalan di mana hukum ditemukan,
di mana setiap orang diikat kepadanya - PANEMBAHAN
KI AGENG PAMANAHAN : (kembalipergi ke salliping). Tak salah lagi, sampingnya). KaHan telah awali pekerjaan
itu telik ke tiga. (Berdiri mencangkung ber ini, ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm, tugas ka
tumpupada tongkat, mengangguk-angguk lian juga untuk mengakhiri, ya-ya-ya.
mendengarkan. Kemudian mengisyarat
PANGERAN PURBAYA, TUMENGGUNG JAGARAGA, TUMENGGUNG
kan dengan tangan menyuruh pergl: Kem
PRINGGALAYA : (berbareng mengangkat sembah, membe-
balipada Panembahan Senapafl]. Memang
telik ke tiga, membawa warta: Balatentara
narkan).
Mangir terlalu cepat bergerak. Mereka telah IG AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, tentunya semua persiapan sudah
lewati Cepit. Ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm, sempurna.
katanya waktu tinggal tiga ratus hitungan
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah). Sempurna sebagai-
jari. Telah diucapkan pidato elu-elu, ucapan
selamat datang atas nama Sri Baginda mana dititahkan oleh ayahanda baginda.
Panembahan Senapati ing Ngalaga, Sayidin KI AGENG PAMANAHAN : Cucunda Pangeran Purbaya, Wanabaya bu
Panatagama ing Tanah Jawa untuk yang kankah dikaruniakan kepadamu sebagai sem
terhormat Tua Perdikan Mangir Wanabaya bah-bakti dari seorang putra kepada ayah
dan istri. Ya-ya-ya, berhasil mereka dibelah anda baginda?
tengah dengan nyanyian dan tari, tuak dan
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah). Ampun, nenekanda,
tandak. Semangat perangnya lemas tersen
akan sahaya ini rasanya Ki Wanabaya terlalu
tuh jari-jemari para perawan Mataram. Te
besar sebagai sembah-bakti. Dia tak lain
pat seperti rencana Ki Juru Martani. Ya-ya
dari adik ipar sahaya sendiri. Karuniakan
ya, begini semua jadinya, hmm, hmm, hmm.
pada sahaya Klinting. Kalau tidak, apa akan
PAN EM BAHAN kata sahaya kelak pada adinda Pambayun?
SENAPATI : (mengangguk-angguk puas). Ki Juru Mar
tani, si tua renta pandai menempa rencana. K1 AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm untuk ayah
Bersiap-siap kita sekarang ayahanda. (mem anda baginda, untuk Mataram Jaya, hmm,
beri hormat, meninggalkan panggung). hmm, hmm, tak ada adik ipar, tak ada
Pambayun. Yang ada hanya sembah-bakti,
K1 AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hari keluarga, bukan hari negara. hmm, ya-ya-ya.
Hmm, hmm, hmm, takhta akan kosong,
dengan prajurit tetap siaga bersiap tempur. PANGERAN PURBAYA : (memperlihatkan dua belah tangan pada
Hmm, hmm, hmm (menghitungjari). Ki Ageng Pamanahan). Nenekanda yang
mulia, tegakah nenekanda melihat tangan
Suara - gong kraton. 'cucunda ini belumuran darah adik ipar sen-
PANGERAN PURBAYA, TUMENGGUNG JAGARAGA, TUMENGGUNG diri ...... ?
PRINGGALAYA : (masuk ke panggung, menyembah pada Ki' KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, di depan takhta, antara aku dan
Ageng Pamanahan dan mengambll tempat kau, hmm-hmm-hmm, hanya ada perbe
duduk di lantai menghadap takhta). daan umur. Ya-ya-ya, tugas telah dibagikan,
KI AGENG PAMANAIIAN : (belJalan menghampiri takhta, berdiri di mana untukku, mana untukmu.
M A N G I R a oe a n a n a __oe 103
102 __________________ P_
r _m___dy__A____ t_ T __ r ____________________
B a b a k K e t i g a
PANGERAN PURBAYA : Berlumuran darah ipar sendiri, tidak dalam PANGERAN PURBAYA, TUMENGGUNG JAGARAGA, TUMENGGUNG
perang, tanpa perkara dan di depan takhta PRINGGALAYA : (mengangkat sembah).
K1 AGENG PAMANAHAN : TeIik ke empat, yang terakhir telah tiba,
KI AGENG PAMANAHAN : Hmm-hmm-hmm merengek seperti tak hmm-hmm-hmm, wartanya: sisa balaten
pernah dididik jadi satria. Ya-ya-ya, bunuh tara Mangir sedang dielu-elu di depan kra
nurani, jalankan perintah. Yang tumbuh ton. Ya-ya-ya, di depan kraton. Separoh dari
jadi durhaka bukan cucuku lagi. separoh barisan tersekat dalam pesta pora
dengan para perawan para nayaka. Di mulut
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah).
jembatan sungai Gajah Wong, ya-ya-ya, ba
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, sudah berapa lama? Tujuh puluh risan Mangir tinggal seper-enambelas, dihi
tahun. Ya-ya-ya, tujuh puluh tahun lalu bur oleh perawan-perawan piIihan.
sudah, diri masih orang desa, mencangkul,
PAN EM BAHAN
meluku dan mengaru, bergumul dengan SENAPATI : Rencana Ki Juru Martani tak sia-sia. Seben
lupur, menjinjing dan memikul. Ya-ya-ya. tar lagi ... semua sirna terjadi seperti dike
(Tanpa menoleh menllding takhta). Seo hendaki.
rang anak telah naik takhta, kuat, keras,
teguh dan tanpa nurani. Dia, Sutawijaya,
anakku sendiri. Ya-ya-ya, jadi satria dari Suara - Sorak gegap-gempita dari kejauhan.
alam sudra, hanya kenaI tugas perang. Ya
ya-ya. (Mendengarkan). Adakah terdengar
derap kuda? PANEMBAHAN
SENAPATI : (berdiri curzga). Tak ada sorak dalam acara.
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah). ada, nenenda.
Dengarkan, kalian, tiadakah itu sorak
KI AGENG PAMANAHAN : (pergi ke samping lagl: mencangkung de sorai?
ngan bertumpu pada tongkat, mendn!!ar TUMENGGUNG
kan menganggllk-angguk memberz lsya PRINGGALAYA : Ampun (mengangkat sembah) kurang nya
rat dengan telunjuk pada kejauhan). ta pada patik, duli baginda.
Suara - gong kraton KI AGENG PAMANAHAN : Kau, cucunda Pangeran Purbaya, kau yang
paling muda. Apa kau dengar?
B a b a k K e t i g a
mang-nya sendiri, akan segera datang ber SENAPATI : Dengarkan kata-kata nenendamu, Purbaya.
sujud-bakti pada kami? PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Ada patik dengar,
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Demikianlah yang ayahanda baginda.
telah terjadi, gusti. PANEMBAHAN
SENAPATI : Di bawah takhta hanya ada kepala semua
PANEMBAHAN
keluarga raja. Salah satu saja goyang, takhta
SENAPATI : (duduk kembalz: gelisah).
akan salah tegak Di bawah kepala semua
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm. keluarga raja tumpuannya adalah kepala
PANEMBAHAN semua nayaka. Tanah berpijak masih jauh.
SENAPATI : Mengapa ayahanda yang mulia masih juga Maka makin dekat ke takhta hati semakin
di sini? Tak jalan-jalan di taman nikmati kukuh, maka ragu adalah durjana.
udara siang?
M A N G I R Pra moedya An a n t a Toer 107
106
B a b a k K e t i g a
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Patik, ayahanda ba- perintahkan gamelan kraton ditabuh? Me
ginda. nyalahi acara bisa bingungkan jalannya pe
PANEMBAHAN
laksanaan!
SENAPATl : Maka jangan lupakan pelajaran hari ini, TUMENGGUNG
seorang satria hams dan mesti bisa, sele PRINGGALAYA : Terlalu sunyi di tempat ini, maka kupe
saikan titah bersembah-bakti. rintahkan segera berbunyi.
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Ptik, ayahanda ba- TUMENGGUNG
PANGERAN PURBAYA : (mepgangkat sembah) Patik, ayahanda ba- KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, gamelan pun salah bunyi, hmm
ginda. hmm. Bobol! Bobol ! Kalian dengar? Bobol!
TUMENGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, yang di tanah hanya tetumbuhan,
MANDARAKA : (masuk /agi ke panggung da/am keadaan
binatang, tanah itu sendiri dan sudra paria.
gugup). Celaka!
PANEMBAHAN
SENAPATI : Akan kami saksikan dengan mata sendiri, KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm hmm, botol!
apakah keris di tanganmu sudah layak un
tuk seorang satria, apakah memang sudah
patut kau berada dekat kaki kami. Suara - Sorak-sorai, dari kejauhan
PANGERAN PURBAYA
KI AGENG PAMANAHAN : Pambayun eueuku! Hmm-hmm-hmm, eueu PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah, meninggalkan pang-
ku! Cueuku tersayang ! gung).
B a b a k K e t i g a
TUMENGGUNG
pada takhta. Pambayun, ya-ya-ya, Pambayun.
MANDARAKA : Kau setiawan Mataram, bukan di sini tem
PANEMBAHAN pat meminta mati.
SENAPATI : Diam! (Dengan berdin: meneropong de
ngan tangan depan). KI AGENG PAMANAHAN : Perempuan hina! (menendang Putri
Pambayun sehingga lepas rangkulan pada
kakO.
Suara - (jJekikan Putri Pambayu/l) Ayahanda baginda. PurRI PAMBAYUN : Kakang Wanabaya, di sini istrimu mati, di
bawah takhta ayahanda Panembahan Senapati.
PANEMBAHAN
PANGERAN PURBAYA : (masuk ke panggung, mengangkat sembah
pada Panembahan Senapah: Ki Ageng SENAPATI : Haram tersentuh oleh kulitmu. Suaramu
Pamanahan dan Tumenggung Mandaraka). najis untuk pendengaran kami. (Terke.iut,
Ampun, ayahanda baginda, pasukan penga berpaling ke belakang).
wal telah dapat merampas adinda Putri KI AGENG PAMANAHAN : Mari, eueu, mari aku bantu.
Pambayun dari tentara Mangir, sebentar
lagi akan datang bersembah, telah patik PUTRl PAMBAYUN : Tiada bantuan dari siapa pun di tempat ini.
bebaskan dad tangan pasukan pengawal. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm.
Suara - (jJekikan PutriPambayun). Wanabaya, Kakang ke sini aku Suara - Sorak-sorai dekat.
dibawa.
Semua - (menghadap takhta)
PANEMBAHAN
SENAPATI : (membuang muka). Dia tak ikut mati bersa PANGERAN PURBAYA, TUMENGGUNG JAGARAGA, TUMENGGUNG
rna suami. PRINGGALAYA : (berdin' di sekitar Panembahan Senapah:'
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, dia tidak ikut mati bersama suami, siaga dengan kens di tangan).
hmm-hmm-hmm. PANEMBAHAN
TUMENGGUNG
SENAPATI : (jJerlahan-lahan menarik kens, kakinya
MANDARAKA : Tak ada aeara Putri Pambayun dirampas masih sempat menyepak Putri Pambayun
oleh pasukan pengawal. Kepala gamelan yang merangkak mendekaH). Ada yang
patut dipenggal. lolos masuk ke istana.
TUMENGGUNG
PAN EM BAHAN
SENAPATI : Kau rela Wanabaya mati? MANDARAKA : Bukan garapan untuk yang tua-tua.
PurRI PAMBAYUN : Sahaya inginkan tangan ayahanda sendiri purRI PAMBAYUN : (memekik). Di sini aku mati, Wanabaya,
habisi Pambayun ini. Kakang.
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 113
112
B a b a k K e t i g a
WANABAYA, BARU KLINTING, WANABAYA : (kens terlepa dan tangan). Raja dari sega
DEMANG PATALAN : (nlasuk ke panggung dan belakang takhta, la dusta ... (dihujani tombak oleh prajun"t
masing-masing dengan kens telanjang di prajun"t Pengawal dari belakang; rebah).
tangan).
PurRI PAMBAYUN : Kakang! (Ian menghampiri dan merang
DEMANG PATALAN : Itu dia Bapak tua bedebah keparat Mataram! ku/).
PurRI PAMBAYUN : Kakang Wanabaya! BARU KLINTING : (menangkls serangan dari Tumenggung
WANABAYA : Yang mana Panembahan Senapa1:i? Inilah Jagaraga dan Tumenggung Pnnggalaya
Wanabaya datang sendiri, tanpa tipu tanpa untuk menyerbu Panembahan SenapahJ.
dusta, mari mengadu runcingnya keris. Raja segala penganiaya ..... .
PANEMBAHAN
TUMENGGUNG
PRINGGALAYA : Inilah Panembahan Senapati ing Ngalaga, SENAPATI : (menombak Earu Kllnhng dari belakang).
mju kau bedebah Mangir, jangan ragu. BARU KLINTING : (tersungkur). Be-de-bah!
DEMANG PATALAN : (dengan kens pada tangan kanan, dengan
Suara - Sorak-sorai semakin dekat.
tangan kiri melemparkan sarungnya pada
Tumenggung Mandaraka. Sebelum bzsa ber
buat apa-apa, dihujani tombak dari bela
BARU KLINTING : Apa guna bicara (mqiu ke depan menye kang oleh para prajun"tpengawal; rebah).
rang)
TUMENGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : (kehilangan keseimbangan). Ya-ya-ya. (tong MANDARAKA : Selesai sudah perkara Mangir.
katjatuh, tangan gerayangan menean' tun PANEMBAHAN
jangan, jatuh ke lantaz). Hmm-hmm-hmm, SENAPATI : (tertawa).
Ya-ya-ya. (Tak bangun lagzJ.
purRI PAMBAYUN : (di samplng mayat Wanabaya). J angan
PRAJURIT-PRAJURIT
lupakan Pambayun, ayahanda baginda, an-
PENGAWAL : (masuk ke panggung dan' belakang takh-
tarkan sahaya pergi bersama dia .....
ta). Ini dial Ini dial
.
PANEMBAHAN
WANABAYA : (melangkah hendak menyerbu Tumenggung SENAPATI : (tanpa menoleh pada Putri Pambayun).
Pnnggalaya). Haram bumi Mataram dengan hadirnya pe
BARU KLINTING : Salah ! Itulah Panembahan Senapati (menu- rempuan durjana hina ini Keluarkan dia
dlng} yang berlindung di balik semua orang. dari Mataram Jaya! (Cepat menlnggalkan
panggung).
WANABAYA : (ragu; mengalihkan sasaran).
PANGERAN PURBAYA : (melompal, menikam pada lambung Wa-
nabaya). TUMENGGUNG PRINGGALAYA, TUMENGGUNG JAGARAGA, PANGERAN
B a b a k K e t i g a
Layar turun.
***