Anda di halaman 1dari 83

MANGIR

Dengan ucapan terimakasih


pada Gereja Katholik Namlea?
Buru? dan Universitas Cornel/.,
Ithaca? Amerika Serz"ka yang
menyelamatkan karya inz:
Pasal44: UU No.7/1987Ientang Hak Cipta
MANGIR
1. Barangsiapa dengan sengaJa dan tanpa hak m ngumumkan atau memperbanyak suatu ciplaan alau
memberi izin untuk itu, dlpidana dengan pidana penJara paling lama 7 (lujuh) tahun danlalau denda paling
banyak Rp 100.000.000.- (seratus juta rupiah).
2. Barangsiapa dengan senga a menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (hma) tahun danlalau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah)

Pramoedya Ananta Toer

Jakarta
KP'G (Kepustakaan Populer Gramedia)
bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI
dan The Ford Foundation. 2000

Ebook by syauqy_arr
Weblog.l http://hanaoki.wordpress.com
VII

Mangir

Pramoedya Ananta leer

KPG 036-2000-82-S

Gambar Sampul
Omni Art

Desain Sampul
Rully Susanto

KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2000 DAFTAR lSI


Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
TOER, Pramoedya Ananta
Mangir
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2000
XLIX + 114 him.; 14 em x 21 em
ISBN: 979-9023-40-8

Cetakan Pertama, Mei 2000


Cetakan Kedua, Juli 2000
Cetakan Ketiga, Februari 2001
Cetakan Keempat, Januari 2002
Daftar lsi VII
Prakata IX
Dicetak oleh Percetakan Grafika Mardi Yuana Bogor Pertanggungjawaban XXI
lsi di luar tanggungjawab percetakan

Babak Pertama 1
Babak Kedua 39
Babak Ketiga 77
P E N G A N T A R IX

PRAKATA
OlEH
SAVITRI SCHERER

Drama Mangir selesai ditulis Pramoedya pada 1976 berda


sarkan cerita tutur yang masih diingat oleh masyarakat di Jawa
Tengah. Lakon tersebut memang tidak tercatat dalam dokumen
tertulis keraton yang dirangkum dalam Babad Tanah Jawi (BTJ,
versi rangkuman Olthof, Leiden, KITLV, 1987). Banyak cerita tutur
lain yang sempat tercatat, seperti lakon-Iakon tentang Jaka Tingkir,
yang nantinya bernama Adiwijaya dan menjadi Sultan Pajang.
Drama Mangir sendiri menyangkut Senapati dari Mataram yang
berkuasa pada paruh kedua abad ke-16. Sejarah Mataram dalam
penulisan babad dicatat sebagai kelanjutan Pajang.
Puncak peristiwa drama Mangir terjadi di keraton Senapati, di
negara gung Matanim, yang dikenal sebagai Kota Gede. Dalam
sebuah pertemuan keluarga, Senapati menj ebak dan membunuh
menantunya, Wanabaya, panglima pasukan pertahanan desa
perdikan Mangir. Peristiwa dramatik tersebut terjadi di depan mata
Pambayun, putri Senapati yang I?engandung janin dari perka-
x G R
M A N P E N G A N T A R XI

winannya dengan Wanabaya. Hadir juga dalam pertemuan terse -Mungkin saja hubungan Mangir dan Mataram sebelumnya
but, penasihat Senapati, Juru Martani. Paman Senapati ini, dari harmonis, yaitu ketika ayahanda Ki Ageng Pemanahan masih aktif
pihak ibu, telah membantu Senapati membina Mataram. Sesuai mengelola pemukiman di Mataram. Situasi berubah, ketika eerita
namanya, paman ini menyumbangkan pandangannya sebagai ahli Mangir ini dimulai. Ketidak-hamonisan timbul mungkin karena
membaea situasi lapangan. Selain mereka, hadir juga sebagai saksi Senapati membutuhkan daya tambahan untuk menopang gaya
peristiwa tersebut Ki Ageng Pernanahan, ayahanda Senapati, yang hidup manja dan mahal pengikut-pengikutnya di keraton. Siapa
tidak lain tokoh pendiri Mataram. lagi yang bisa dilirik untuk menyubsidi gaya hidup semaeam itu?
Ki Ageng Pemanahan tereatat dalam babad sebagai ahli perang. Meluaskan lahan pun membutuhkan tenaga kerja tambahan. Dari
Ini diabadikan pula dalarn ingatan rnasyarakat seperti tereermin mana mereka harus dieari')
pada namanya yang menyebut suatu perala tan perang. Ini juga Seperti dipaparkan dalam kreasi eerita tutur ini, baik masya
menunjukkan bahwa pemanahan memiliki kehandalan khusus, rakat Mangir maupun Mataram sarna-sarna memperkokoh sistim
yang menernpatkan dia dalarn posisi sosial tertentu di masyarakat gaya hidup mereka dengan pasukan yang terlatih dalam seni
J awa, sebagai pemimpin kaumnya. Sebagai imbalan atas jasanya berperang. Wanabaya, yang berusia 23 tahun, adalah seorang
kepada penguasa Dernak, Pernanahan rnenerirna "hak pakai" untuk prajurit yang diangkat sebagai pemimpin masyarakat, justru karena
membuka-membabat lahan baru di kawasan Matararn. Dari hasil kepiawaiannya mempertahankan penduduk setempat dari rong
lahan yang dikelolanya, Pemanahan menghidupi keluarga dan rongan pasukan perang Senapati.
pengikutnya. Untuk menetralisirpenduduk Mangir, begitu dipaparkan Pramoedya,
Menurut Negara Krtagama (Pigeaud, Java in the 14th century, Senapati menugaskan putrinya, Pambayun, untuk merayu Wanabaya.
vA, the Hague, Nijhoff, 1962), pada jaman Majapahit kawasan Pambayun menyamar sebagai penari yang hidup di tengah masya
pemukiman yang biasa disebut desa "perdikan" dibebaskan dari rakat, dan akhirnya berjumpa dengan Wanabaya yang langsung
kewajiban membayar pajak dan menyetor jasa bagi proyek kema menikahinya. Dalam keadaan hamil, Pambayun diantar seeara
syarakatan yang dijalankan petinggi keraton, termasuk bertugas baik-baik oleh sang suami untuk menghadap Senapati. Tapi demi
sebagai prajurit perang. Kebebasan tersebut diberikan karena memperkokoh sistim politik ekspansi Mataram yang sedang diba
penduduk "perdikan" diserahi tugas mengatur pendidikan spiritual ngun oleh Senapati dan penasihatnya, Juru Martani, kebahagiaan
masyarakat dan juga merawat rumah-rumah ibadah, warisan buda sang putri, termasuk masa depan janin yang dikandungnya, dan
ya eagar alam, dan "pesarean" para petinggi yang dikeramatkan. suami harus disisihka'n.
Sistim tersebut masih terus dipertahankan pada periode pasea Sebagai pembanding, peristiwa yang serupa walau dengan variasi
Majapahit. "Perdikan" Kadilangu dan Tembayat didirikan di bawah yang berbeda, sempat tereatat dalam BTJ. Dalam versi keraton,
_
payung Demak dan Pajang. Tradisi ini diteruskan dalam pemu eerita terjadi di Keraton Pajang. Pada suatu malam, Pabelen, putra
kiman "pesantren", dari jaman pemerintahan Sultan Agung hingga adik Senapati yang bersuamikan pejabat Pajang, melompati pagar
para penggantinya.
XII M A N G R G R
P E N A N T A
XIII

istana untuk menyusup ke ruangan keputrian Ratu Mas Cempaka,


demikian Mataram waktu itu masih membawa nilai gaya hidup
Sekar Kedaton, putri Sultan Pajang. Seminggu ia menginap di sana,
yang tidak sinkron dengan nilai yang lazim dipakai di Keraton
sebelum Sang Sultan akhirnya tahu. Meskipun Sekar Kedaton
Pajang. Ada perbedaan antara nilai-nilai yang dipakai di dalam
menerima dengan hati terbuka, tindakan kemenakan Senapati itu,
keraton dengan yang berlaku di luar.
yang melanggar tata-cara keraton, dilihat sebagai suatu kesalahan.
Pengulangan peristiwa yang menyangkut putri penguasa, be
Pabelen urung dijadikan mantu dan harus menerima hukurnan
rikut segala macam bunga variasi tersebut, sedikitnya telah menun
Sultan. Peristiwa ini dipakai sebagai alasan Senapati dan pasukan
jukkan pola logika berpikir dan nilai-nilai yang dianut oleh para
nya untuk rnengganjar Pajang.
tokoh yang terkait dengan peristiwa dramatik tersebut. Perhitungan
Dalarn tradisi tulis BTJ., dipaparkan hubungan Mataram de
mana yang "janggal" dan mana yang di-"lumrah"-kan, yang tidak
ngan kekuasaan politik yang lebih rnantap, dan dalarn versi Mangir
atau belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, yang
digarnbarkan hubungan Matararn dengan kawasan yang saat itu
menyebabkan peristiwa penyusupan Pabelen ataupun penyamaran
kurang lebih sarna tinggi tingkat gaya hidup rnasyarakatnya. Versi
Pambayun berdampak dramatik sehingga tetap disimpan dalam
resrni tradisi BTJ rnaupun versi urnurn dari tradisi tutur telah
ingatan masyarakat. Dalam proses penceritaan kembali, perang
memaparkan gaya bergaul Matararn dengan jiran-jirannya melalui
kum cerita akan memilih posisi, unsur mana yang dapat dibenarkan
tokoh putri keraton. Kedua penggambaran sastra tersebut, yang
dan ditolerir dan mana yang tidak.
secara tidak langsung menelanjangi gaya politik Mataram jaman
Dalam BTJ, "kejanggalan" yang rnencolok terlihat dari alasan
Senapati, rnenunjukkan pada kita adanya suatu unsur truism dari
Senapati rnenyerang Pajang. Kemenakannya memasuki ruangan
dua peristiwa yang menyangkut putri tokoh penguasa keraton.
pribadi sang putri tanpa sepengetahuan Sultan Pajang, kepala
Dalam versi Mangir? tokoh putri Matararn berhasil menyamar
keluarga keraton, tapi Senapati malah menyerang Pajang. Sultan
keluar dari keraton dan sempat hidup di tengah masyarakat. Proses
Pajang memang telah menghukum pemuda yang teledor itu, tapi
"turba" Pambayun itu rnenunjukkan adanya perbedaan nilai antara
sewajarnya peristiwa tersebut selesai di sini. Menurut nalar yang
Keraton Mataram dengan yang lazim dianut masyarakat ramai
wajar, jelas pihak Senapati yang telah teledor. Dalam budaya mana
waktu itu.
pun, setiap pendatang, diundang maupun tidak, yang berniat baik,
Dalam versi BTJ, Sultan Pajanglah yang "kecolongan". Nilai-
wajarnya masuk melalui gerbang utama atau dengan sepenge
nilai tata krama keraton dilecehkan semaunya, bukan oleh siapa
tahuan umum. Episode yang dicatat BTJ tersebut menunjukkan
siapa, tapi oleh kemenakan Senapati sendiri. Ketika itu Senapati '
satu sisi cara Senapati memerintah. Dia berperan sebagai penguasa
sudah mengelola kawasan Mataram, kawasan pemukiman yang
haru dari kawasan baru, yang bersitegang membela kerancuan
baru saja dibuka oleh ayahandanya, Ki Ageng Pemanahan. Sebagai
nilai, yang sadar atau tidak, telah didukung sebagai "pembenaran"
pengelola kawasan baru, Senapati sudah dilihat berpotensi untuk
oleh penyusun BTJ.
menandingi kekuasaan dan pengaruh Sultan Pajang. Meskipun
Dalam drama Mangir, sisi lain Senapati muncul. Sisi lain
M A 1\ G R G A T A R xv
XIV
P E

Sesungguhnya karya sastra, apakah itu kreasi berbunga dari


tersebut menyangkut ketegaran hatinya dalam melecehkan kese
imaginasi pujangga keraton ataupun penggalian kembali penulis
lamatan titisannya. Masa depan darah-dagingnya, yaitu janin yang
masa kini, episode yang tetap dihidupkan berulang kali dengan
dikandung sang putri, menjadi tumbal kelangsungan gaya hidup
beribu variasi, memang mempunyai suatu ikatan faktual dengan
yang sedang dikembangkan Keraton Mataram. Penyelesaian konflik,
peristiwa sejarah. Masing-masing seolah-olah ingin saling tiru.
yakni antara masa depan janin dan perluasan Mataram, yang waktu
Kecenderungan tadi menunjukkan pada kita, adanya suatu obsesi di
itu tidak lebih dari pemukiman baru yang dikelola oleh satu
tengah masyarakat, yang masih hadir mencekam dan belum terse
generasi sebelumnya, diketengahkan secara simbolis dalam ingatan
lesaikan. Tema yang itu-itu juga, lagi-Iagi menyangkut tokoh putri
masyarakat dengan demikian "janggal". Keselamatan janin, yang
si penguasa, juga menyangkut proses pergantian tampuk peme
juga harapan masa depan keluarga, dijadikan tumbal persaingan
rintahan, dari pimpinan politik yang lama kepada yang baru, yang
dua sistim kemasyarakatan dalam mempertahankan gaya hidup
selalu berlangsung melalui proses yang tidak mulus dan wajar.
masing-masing.
Seolah-olah sejarah Jawa, dan kemudian sejarah Indonesia mo
Wanabaya melihat janin yang sedang dikandung istrinya seba
deren, telah dikendalikan oleh suatu faktor "X" dari masa ke masa.
gai jaminan agar kehadiran mereka di hadapan Senapati tidak
Obsesi ata pelanggaran tata-krama oleh tokoh yang berdiri di
mengundang hal-hal yang bakal mencelakakan dirinya dan keluar
luar keraton dipakai dari jaman ke jaman untuk meluruskan
ga, serta para pengikutnya yang saat itu berada dalam rongrongan
kekerasan yang terjadi dalam penggusuran tampuk pemerintahan,
Mataram. Sebaliknya Senapati sudah lebih dari siap untuk mengur
yang prosesnya selalu berjalan tidak wajar, malah menumpahkan
bankan segalanya, termasuk masa depan turunannya sendiri, demi
darah. Gambaran kekerasan tersebut, yang berulang-ulang dihi
mengejawantahkan negara gung Mataram yang programnya harus
dupkan kembali, menunjukkan juga pada kita betapa masalah
digubris para tetangga, sekalipun harus melalui jalan yang tidak
suksesi, baik dari jaman Mataram hingga sekarang, belum terse
wajar.
lesaikan, walaupun pemerintahan yang menerapkan sistim tersebut
Tidak mengherankan mengapa sistim tersebut, yang dikem
telah hancur sejak lama. Persoalan yang belum ditemukan penye
bangkan dengan menempatkan prioritas nilai yang "janggal",
lesaiannya itu tetap berdampak dalam kehidupan bermasyarakat
membawa sejarah penguasa Mataram penuh dengan konflik ke
masa kini. Hal ini menunjukkan betapa kita sebagai bangsa merasa
luarga, dari generasi ke generasi. Bunga-bunga sastra yang meng
"lumpuh" untuk mencari jalan keluar yang damai dari segala
gambarkan kekejaman Amangkurat I, II, maupun III, dan sete
permasalahan dalam kehidupan berbangsa. Alternatif penyelesaian
rusnya, ramai bertebaran dalam ingatan masyarakat J awa. Masing
satu-satunya yang masih bisa dibayangkan sampai sekarang ini,
masing tidak mengacu pada pola yang logis; kekejaman yang acak
hanyalah pergantian pimpinan, yang mengikutsertakan tokoh putri
acakan, yang tidak bertujuan jelas. Novelis Mangunwijaya sempat
pemimpin sebelumnya, dan melalui peragaan kekerasan.
memaparkan kekejaman Amangkurat I dalam trilogi Roro Mendut
Penggambaran berbagai peristiwa tersebut yang bergerak antara
(Jakarta, Gramedia, 1983).
N G R P E G A N T A R XVII
:'vi A
XVI

bahwa karya
realitas sejarah dan fiksi, seolah-olah membuktikan gaya hidup yang harns dikurbankan untuk melangkah maJu. Pesan
selanjutnya
sastra menguntit peristiwa sejarah dengan setia, dan inilah yang dipaparkan secara tidak langsung melalui penghidupan
i apa yang
peristiwa sejarah terjadi seolah-olah meniru kembal kembali drama Mangir ini.
sampai
dibayangkan oleh para perangkum sastra, dari era BTJ Patut diingat peristiwa pertemuan keluarga yang berakhir
peristiwa
masa kini. Mungkin masih segar dalam ingatan kita, dengan dramatik telah disaksikan oleh Pemanahan, tokoh yang
yang terjadi
"lengsernya" Suharto dari Istana Negara pada Mei 1998 membuka lahan Mataram ini. Pada tahap menunggu kehadiran
bangunnya
di tengah kesimpangsiuran fitnah dan gunjingan. J atuh generasi keempat, serta hubungan antara generasi kedua dengan
seolah-olah
para tokoh yang tersangkut dalam peristiwa tersebut, ketiga yang saling bermusuhan, kemungkinan keruntuhan (atau
pemikiran
hanya bergerak dalam orbit yang dipenjarakan oleh pola kemajuan) dari suatu sistim masih sempat disaksikan oleh sang
atunya",
jaman Mataram yang membawakan kita pada jalan "satu-s pemula, yang sudah berada dalam kedudukan yang tidak dapat lagi
pada tahun
yakni menghadirkan quet pemimpin, Gus Dur-Mega, mempengaruhi perkembangan masa depan keluarga (simbol dari
2000 ini. negara) yang pernah ia bangun. Kerapuhan sistim yang telah
-
Logika pandangan dunia Jawa, yang dibeberkan melalui episode disaksikan Pemanahan bukan disebabkan oleh siapa pun, tapi oleh
uk tuturan,
episode yang dicatat maupun yang masih berbent generasi yang langsung menerima warisan si pemula, yakni
ili dunia
menunjukkan betapa hubungan antara tokoh yang mewak Senapati. Senapati sebagai tokoh yang mewakili generasi pewaris
pernah
politik lama dan yang mewakili dunia politik baru tidak pertama, telah mengelola dan mengembangkan warisannya dengan
terse
berlangsung harmonis. Kenyataannya, naskah tulis dan tutur suatu sistim yang otokratik, tanpa mempedulikan proses musya
an keke
but, dari jaman ke jaman, selalu menekankan hubung warah antar generasi, yang sangat dibutuhkan untuk mencapai
Dalam
luargaan antara kedua generasi tokoh-tokoh yang terkait. keberhasilan suatu program.
baru selalu
tradisi tutur maupun tulis, tokoh pimpinan yang Suatu sistim yang tak dapat bertahan untuk masuk ke generasi
menantu dari
diangkat sebagai anggota keluarga, anak angkat, atau keempat, yang hanya bisa dilanjutkan dengan menggeser generasi
Raja
penguasa sebelumnya. Adipati Demak adalah anak angkat ketiga, yaitu Pambayun dan suaminya, menunjukkan pada kita
Demak,
Majapahit Brawijaya, Sultan Pajang anak angkat Adipati suatu unsur "ketidak-beresan" sistim perkembangan kehidupan
Pajang
dan Senapati sempat diangkat sebagai anak tertua Sultan berbudaya dalam masyarakat Jawa masa lalu, yang tetap berdam
kepan
Adiwijaya. Generasi berikut tidak pernah dilihat sebagai pak hingga kini. Ini dapat dilihat dari rancunya pergantian tampuk
Ini menun
jangan atau hasil positif dari generasi sebelumnya. kekuasaan politik da i satu generasi ke generasi berikutnya Keti
nal
jukkan pada kita suatu "kegagalan" masyarakat Jawa tradisio dak-harmonisan tersebut bagaimanapun tidak dapat terselubungi
pengganti
dalam membawa pesan leluhur untuk membina generasi oleh kepiawaian pujangga keraton merangkum ceritanya.
ang
yang tangguh yang mempunyai visi ke depan dalam menimb Yang cukup encolok dalam tradisi, sang putri favorit justru
dan
nimbang risiko: berapa besar dan berapa pantas unsur budaya dijadikan tumbal. Melihat kecenderungan demikian dalam sastra
M A N G R
XVIII
P E N G A N T A R
XIX

kita, janganlah heran mengapa idealisme tokoh emansipasi wanita


Indonesia jaman moderen seperti Kartini harus berakhir sebagai Melihat tradisi, sesungguhnya masyarakat di Jawa dan kawasan
kurban hanya demi kelanjutan jabatan ayahandanya. Dalam hal ini, kawasan lain di Indonesia juga mempunyai pilihan bebas untuk
karya sastra yang baik, tidak dapat tidak, selalu jujur terhadap membentuk masyarakat yang dianggap sesuai bagi kehidupan
sejarah dan kemungkinan-kemungkinan berbagai unsur sosial bersama. Cara Pramoedya menggali inspirasi dari tradisi leluhur
budaya masyarakatnya yang dapat memenjarakan pemikiran seka secara kreatif merupakan tahap paling awal bagi kita untuk meng
ligus menggalakkan dinamika kehidupan; jika mereka memang hayati jati-diri sebagai bangsa, supaya kita dapat memilih dan
beritikad demikian. menemukan sistim yang serasi, juga jalan keluar yang paling pas
Dengan mempelajari warisan leluhur, kita dapat menjadi lebih untuk mengatasi masalah yang berpotensi merusak. Sudah waktu
waspada untuk menyimak letak kelemahan-kelemahan dan ketim nya kita berembuk bersama untuk menanamkan nilai-nilai budaya
pangan suatu sistim hawaan masa lalu. Sebagai catatan, Desa yang membangun sebagai fondasi dari masyarakat yang adil, yang
Mangir, hampir tiga abad kemudian masih sempat juga menuliskan menjadi acuan masyarakat dunia. Selamat membaca.
sejarahnya. Dalam arsip Belanda tercatat, pada 15 Juli 1825 Pangeran
Diponegoro menghubungi "wong dUlJana dan kecz/' (begitu ca
L'Isle Adam, Mei 2000
tatan arsip) dari Desa Kamijara dan Mangir, yang terletak di
sebelah Selatan Yogyakarta, untuk mendukung gerakannya (P.
Carey, Babad Diponegoro, KL., MBRAS, 1981, fn36 hal. 243).
Khusus mengenai tradisi tutur maupun tulis di Jawa, dari BTJ,
kumpulan cerita Panji, kumpulan cerita rakyat Sunda dan kawasan
lainnya di Jawa, hingga cerita-cerita kehidupan Wali Sanga, terlihat
bahwa sesungguhnya masyarakat di J awa mempunyai banyak
pilihan. Mereka dapat hidup dalam suatu sistim yang dikelola
bersama dengan menciutkan kesenjangan antar warga. Atau seba
liknya, mereka hanya mempertajam perbedaan, dengan mem Savitri Scherer lahir di Jakarta pada 1945. Dia meraih gelar master
persempit usaha-usaha penyelesaian konflik secara damai. Dalam dalam bidang sejarah di Cornell University, Arnerika Serikat. Gelar doktor
kenyataan sehari-hari, di masyarakat yang bebas, di mana pun pada '
dalam bidang sastra diperolehnya dari Australian National University
masa moderen ini, kedua gaya hidup tersebut selalu hadir bersa (ANU). Beberapa tulisannya telah diterbitkan oleh Research School of
maan. Hanya saja ada cukup arus di masyarakat yang akan menjaga Pacific Studies (ANU) dan sebagian lainnya dimuat dalam majalah
supaya usaha untuk mendatarkan perbedaan, baik pendapat atau Indonesia (Cornell University). Tesis master ibu tiga anak ini diterbitkan
pun gaya hidup, dapat dinegosiasikan dan diperdebatkan secara pada 1985 dengan judul Keselarasan dan Kejanggalan: Pemikiran
harmonis dan elegan. pemikiran jriayi Nasionalis Jawa Awal Abad xx
P r a mo e dy a A n a n ta T o e r XXI

PERTANGGUNGJAWABAN

SEBELUM sampai pada cerita panggung MANGIR ini rasanya


ada perlunya suatu penyuluhan mengapa cerita ini berbentuk
sebagaimana dituliskan di dalam naskah ini. Cerita tentang Mangir
merupakan permata dalam kesusastraan Jawa setelah masuknya
Islam, bukan karena bentuk sastranya, tetapi karen a makna sejarah
nya. Berbeda halnya dengan Rara Mendut-Pranacitra yang pernah
dibelandakan dan diperanciskan, cerita ini belum, bahkan juga
belum diindonesiakan. Penulisannya dalam bahasa J awa, atau
tepatnya dalam Babad Tanah JawI: terpaut seratus lima puluh
sampai dua ratus tahun setelah kejadian yang sesungguhnya, suatu
jarak waktu yang nisbiah lama dan terlalu berlebihan, sehingga
rf
melahirkan cerita-ce ta lisan dengan berbagai macam versi, versi
Mataram dan versi Mangir, versi istana dan versi desa. Maka waktu
kejadian itu dituliskan sudah tak dapat ditemukan kembali pelukisan
kejadian yang sebenarnya. Selain itu, ditambah dengan tradisi jawa
yang terlalu hati-hati dalam menuliskan raja-raja atau dinastinya
yang masih berkuasa, pujangga-pujangga Jawa terpaksa menempuh
M A N G R Pramo edya A n a n ta T o e r XXIII
XXII

jalan sanepa atau kias. Sebaliknya, pembaca berabad kemudian juga hilangnya pusat kekuasaan Kekuasaan-kekuasaan kecil pada berdi
terpaksa harns dapat membuka kunci-kunci sanepa itu untuk dapat kari: kadipaten, kabupaten, sampai juga desa-desa. Tentang kadi
memahami maksud-maksud mereka. paten dan kabupaten, sastra Jawa di kemudian hari sangat sering dan
Kerasnya feodalisme Jawa telah menghasilkan kehati-hatian banyak menyinggung, tetapi tidak tentang desa-desa yang berdikari
para pujangganya, suatu kehati-hatian yang keras berlebih-Iebihan yang melahirkan pemimpin-pemimpin barn, yang biasa menggu
untuk tidak menggunakan kata kelemahan watak. Sanepa-sanepa nakan gelar barn Ki Ageng.
yang dilahirkan oleh para pujangga Jawa dalam persyaratan demi Dalam jarak waktu ini orang nisl'-iah tidak mempunyai kesem
kian telah mencapai nilai yang sedemikian tinggi (atau rendah, patan berkreasi. Kekuasaan tak berpusat, tersebar praktis di seluruh
tergantung dari tempat memandang) dan jarang bisa didapatkan Jawa, menyebabkan keadaan kacau balau, perang yang terns-mene
dalam sastra bangsa-bangsa manusia mana pun. rus untuk berebut jadi penguasa tunggal membikin pulau Jawa
Berhadapan dengan sanepa adalah berhadapan dengan teka-teki bermandi darah. Apabila tentang masa ini seorang sejarawan asing
dua muka: historis dan daya imaginasi pujangga. Setiap tafsiran atau menamainya masa schn7cbewind atau masa pemerintahan teror,
uraian atasnya bisa kelirn. Biar begitu tak ada jalan lain yang dapat kira-kira ia tidak berlebih-Iebihan.
ditempuh daripada melalui tafsir. Penerimaan mentah-mentah oleh Pengalaman dari jarak waktu ini meninggalkan pengarnh yang
pembaca atau pendengar-penonton, sebagaimana diperkenalkan mendalam pada para pencipta. Apalagi sesuai dengan kata-kata
melalui panggung atau wayang atau terbitan gaya sebelum Perang bekas presiden Perancis almarhum, Pompidou, yang juga seorang
Dunia II, bukan hanya tidak bisa dibenarkan, tapi juga sudah tidak pengarang, bahwa di masa-masa yang lalu sastra selalu mengabdi
bisa ditenggang lagi, terlalu kedongeng-dongengan dan tidak men pada politik, demikian pula halnya dengan sastra Jawa di masa lalu.
didik. Selama dan setelah suatu schn7cbewind, seorang seniman harns
Dalam lakon yang dituliskan ini, semua tokoh dilucuti dari berpikir sepuluh kali untuk memulai karyanya, karena jangan-jangan
pakaian dongeng dan ditampilkan sebagai manusia biasa, dijauhkan seorang raja yang diangkat-angkatnya atau dinastinya mendadak
dari tanggapan-tanggapan mistik dan fetis, yang memiliki impian, jatuh dilanda kekuasaan yang lain sarna sekali.
usaha, kegagalan, dan suksesnya. Demikianlah satu sebab mengapa cerita ini terlambat paling
tidak seratus lima puluh atau dua ratus tahun dituliskan.
MENGAPA CERITA INI TERLAMBAT DITULISKAN? Cerita ini terjadi antara naiknya Panembahan Senapati menjadi
Jarak waktu yang membentang antara jatuhnya Majapahit dan raja Mataram (15751601) sampai kira-kira tahun 1577, lebih
pemerintahan Sultan Agung Mataram (1613-1645), atau boleh jelasnya, cerita tentang permusuhan Mataram-Mangir.
dikata satu abad penuh, tiada meninggalkan permata-permata Adalah suatu teka-teki sejarah mengapa Mataram, yang sejak
kesenian sebagaimana halnya dengan sebelumnya, baik di bidang herdirinya telah mempunyai seorang pujangga keraton dalam diri
sastra, musik, ataupun arsitektur. Jatuhnya Majapahit menyebabkan Tumenggung Mandaraka, tidak menuliskannya. Lebih mengheran-
M A N G R P ramoedya A na n ta To e r
XXIV xxv

kan lagi ia sendiri justrn arsitek dari kerajaan Mataram, juga arsitek untuk menghilangkan jejaknya dari sejarah, disorong ke alam do
dari peperangan ini. Boleh jadi di kemudian hari akan ada yang ngeng yang tak bakal terjamah oleh usaha-usaha pembuktian.
menjawab teka-teki ini. Sudah menjadi kebiasaan dalam penulisan tradisional Jawa sejak
Sebab lain mengapa sampai begitu lama peristiwa permusuhan Airlangga (1010-1049), musuh atau oknum yang tidak disukai oleh
ini tidak dituliskan tentunya karena Mataram terlalu sibuk dengan raja atau dinastinya digambarkan sebagai bukan sepenuhnya-manu
peperangan-peperangan untuk merebut kekuasaan tllnggal. Dan sia (Calon Arang misalnya), yang terpuji sebagai satria teladan yang
sebab lain pula yang boleh jadi dipergunakan sebagai alasan ialah diambil dari tokoh-tokoh Bharatayuddha dan bila seseorang dari
karena Mataram nampaknya malu menderita kekalahan perang rakyat kebanyakan, digambarkan tepat sebagai hewan dengan sifat
melawan balatentara Mangir, balatentara orang desa. Di samping itu sifatnya (dalam cerita Sangkuriang misalnya). Dalam jaman Maja
untuk memenangkannya Mataram tanpa reserve telah melaksa pahit, semasa Jawa semakin banyak bersinggungan dengan luar
nakan pikiran-pikiran umenggung Mandaraka alias Juru Martani, negeri, terntama dengan negeri-negeri induk kebudayaan Asia,
seorang Machiavellis sebelum Niccolo Machiavelli dikenal oleh konsep dan idea tentang manusia dan masyarakatnya menjadi agak
dunia. Jalan-jalan kotor yang telah ditempuh tentu tidak akan cerah seperti dapat dilihat dalam hikayat berangkai (eye/us roman)
menguntungkan bila ditulis, dan dengan kelicikan saja Mataram PalY!: bahkan sedikit atau banyak dalam Negarakrtagama tulisan
berhasil menang perang mengalahkan Mangir, suatu kemenangan Prapanca (1365) ataupun Kidung Sunda.
yang tidak merupakan karangan bunga. Sedikit dari kecerahan Majapahit ini belum dikenal oleh Jawa
Tengah di lapangan pemikiran termasuk di masa Mataram Panem
WAJAH PENUlISAN KEMUDIAN bahan Senapati, sehingga konsepnya tentang manusia dan masyara
Peristiwa yang terlalu lama tidak dituliskan itu telah melahirkan katnya masih tetap bersemangat sebelum Majapahit. Berdasarkan ini
terlalu banyak versi, pelebih-Iebihan dan pengurangan, sehingga dapat difahami mengapa Barn Klinting bisa ditampilkan sebagai ular,
merusakkan gambaran yang semestinya, bahkan dicacadkan oleh kemudian sebagai tombak pusaka.
sanepa-sanepa yang keterlaluan. Salah sebuah cacad di antaranya
adalah munculnya sesuatu atau seseorang yang dinamai Barn BARU KlINTING
Klinting, yang sangat dibenci, ditakuti, tapi juga dihormati oleh Sebagai nama Jawa, Barn Klinting terdengar janggal. Kata baru
Mataram. adalah asing dalam Jawa, maka bisa dikatakan kata barn. Mengingat
Pada mulanya Baru Klinting dalam cerita yang kemudian jadi bahwa selera Jawa lama dapat dikatakan konservatif, baik dalam
umum ditampilkan sebagai seekor ular, kemudian sebagai lidahnya nama, pakaian, maupun makanan, maka kata baru ini menimbulkan
saja, yang bernbah jadi tombak sakti di tangan Ki Ageng Mangir yang juga teka-teki yang misterius, apalagi dimunculkan sebagai ular yang
bernama Wanabaya. nyaris dapat melingkari Gunung Merapi.
Motif untuk menyandikan apa atau siapa Barn Klinting jelas Baruadalah kata Melayu yang dalam J awa berbunyi waru(nama

.
XXVI M A N G R P ramoedya A n anta T o e r XXVII

pohon). Tetapi Mataram terlalu jauh dari pengaruh Melayu, apalagi menyamakannya dengan ular, dan dari persamaan ular menjadi ular
ia sebuah kerajaan pedalaman yang tidak mempunyai pelabuhan sesungguhnya.
antarpulau atau internasional seperti halnya dengan Gresik, Tuban, Setelah Baru Klinting berbentuk ular, seorang pujangga bisa
Jepara, dan Banten. menebah dada karena hasil sanepanya yang gilang-gemilang. Tetapi
Baru bisa jadi berasal dari pengubahan kata ben: yakni gong itu tidak bisa lama, karena Baru Klinting seorang anggota masyara
besar dengan cembung rendah dan dengan kaki-lingkar rendah juga, katnya dan menyertai hampir dalam segala peristiwa. Seekor ular
berbunyi sember dan merupakan kelengkapan perang di samping tidak mungkin bisa ditampilkan dalam kehidupan manusia yang
gurduang (canang) dan gurdnita, untuk memanggil atau memberani bermasyarakat secara terus-menerus. Oleh pujangganya ia diubah
kan pasukan. Bila dihubungkan dengan bunyi-bunyian, maka menjadi tombak pusaka. Untuk itu ia terpaksa membikin persyaratan
KlinHng bisa berarti giring-giring atau bunyinya. Bila demikian dengan menempuh acuan sastra Jawa yang umum, yakni persyaratan
maka Baru Klinting bisa berarti sebuah beri yang berbunyi kedl yang diberikan oleh seorang anak yang mengharapkan pengakuan
menggerindng. ayahnya, suatu sisa-sisa dari tradisi dan kepercayaan pemuliaan
Baru bisa juga suatu kata rusak dari bahu. Dalam Jawa terdapat leluhur. Ayah Baru Klinting, kepala Perdikan Mangir sebelum
istilah bahuningpraja (pelaksana perintah negara), yang mendekati Wanabaya, melihat bahwa ular itu kurang sejengkal melingkari
kata Melayu Panglima (dari pe-lima, jari lima pemegang kekuasaan Gunung Merapi dan menjelirkan lidahnya untuk menutup keku
ketentaraan). Dalam Jawa terdapat juga istilah bahu desa, yang rangan yang tinggal sejengkal, telah memotong lidah itu dengan keris
berarti pelaksana keamanan desa atau tangan kanan kepala desa. pusaka. Lidah itulah yang kemudian menjadi tombak pusaka di
Baru itu berasal dari ben" atau bahu (-ning praja), dua-duanya tangan Wanabaya, Ki Ageng Mangir yang menggantikannya.
punya persangkutan dengan kekuasaan dan pelaksanaannya. Ada yang berpendapat kata Baru berasal dari Bhre seperti pada
Suatu pendapat bahwa baru adalah perusakan dari kata bahu Bhre Wijaya dan Bhre Wirabumi, yang berarti penguasa tertinggi
perusakan yang dilakukan dengan sengaja, juga masuk aka!. Dan bila atau raja, yang kemudian bisa berubah-ubah jadi wre,pre atau pra.
demikian, Klinting bisa berarti mengerut karena kering, atau Sebagai hasil pencarian asal kata boleh jadi pendapat itu benar,
mengelupas karena kering. Maka Baru Klinting berarti seorang tetapi dalam hubungan dengan Perdikan, suatu masyarakat desa di
punggawa Perdikan karena Mangir adalah sebuah Perdikan atau tepi Samudra Hindia, rasa-rasanya kata Bhre ini tidak mempunyai
penguasa Perdikan dengan kulit mengkerut atau mengelupas kering, persangkutan dengan Baru.
boleh jadi karena penyakit kulit, kaskado. Setelah menimbang-nimbang kemungkinan, maka dugaan bah
Dari kerusakan kulit seorang pujangga Jawa, yang sengaja wa Baru adalah perusakan sengaja atas kata bahu dipergunakan
hendak menyandikannya, dalam pada itu berpihak pada Mataram, sebagai patokan dalam cerita panggung ini
mendapat bahan untuk melebih-Iebihkan penggambaran, bahwa si Dalam pertunjukan-pertunjukan, Baru Klinting selalu ditam
bahu perdikan itu berkulit seperti sisik, dan dari kulit bersisik ia pilkan sebagai ular atau tombak pusaka, setia pada karya pujangga
XXVIII M A N G R
P ramoedya A nanta Toer XXIX

yang menuliskannya. Baru Klinting dalam bentuk ular muneul juga


Perdikan dalam arti swapraja maupun republik desa merupakan
dalam dongeng tentang terjadinya Rawa Pening. Walaupun menurut
status hukum. Perdikan Mangir boleh jadi mendapatkan status
dongengan belakangan ini, ia telah ada sebelum peristiwa Mataram
perdikan semasa Perang Paregreg, semasa Majapahit membutuhkan
Mangir, tetapi pembuatannya jelas setelah itu, malahan jauh setelah
banyak bantuan dari rakyatnya untuk memenangkan perang mela
itu.
wan Bhre Wirabumi Blambangan. Mendapatkannya dari kerajaan
Dalam alam kemerdekaan pernah dirintis dengan jalan menya
Oemak atau pun Pajang rasa-rasanya tidak mungkin, mengingat
rankan, kemudian juga menampilkan, Baru Klinting sebaga\ manusia mereka memang tidak atau belum biasa 'llemberikan status hukum
biasa, dan temyata tidak mendapat protes dari penonton, suatu per
itu pada masyarakat-masyarakat tertentu.
tanda bahwa umum sudah mulai menganggapnya sebagai sanepa Menurut eerita sementara penduduk Mangir, dahulu terdapat
atau kias belaka.
sebuah patok kayu dengan garis tengah 40 em, yang untuk waktu
lama dianggap sebagai patok eaneangan gajah. Karena di Jawa
PERDlKAN MANGIR
sepanjang pantai Samudra Hindia seeara tradisional tidak dipelihara
Sejarah yang sampai sekarang dikenal belum lagi menjawab
gajah, baik gajah kerja ataupun gajah perang, lebih mungkin patok
apakah Mangir mendapatkan perdikannya karena jatuhnya
tersebut dahulunya berisi maklumat raja yang menyatakan karunia
Majapahit atau justru dari Majapahit semasa hidupnya. Jawaban itu
status hukum perdikan. Maklumat demikian bisa dipahatkan untuk
sangat penting untuk memungkinkan penulisan eerita panggung
diketahui umum.
tentangnya.
Bila benar Mangir mendapat status perdikan semasa Majapahit
Perdikan bisa diartikan sebuah daerah otonomi (swapraja) yang
sebagai otonomi, dengan jatuhnya kekaisaran tersebut dengan sendi
takluk pada suatu kerajaan, tetapi dibebaskan dari kewajiban
rinya ia menjadi republik desa dengan segala konsekwensinya,
membayar upeti atau pajak, karena di masa-masa yang lalu telah
termasuk soal pertahanan wilayahnya dan menjunjung kehormatan
sangat berjasa pada raja atau telah membantu seseorang sampai bisa
masyarakat dan wilayahnya suatu hal yang menyebabkan terjadinya
marak jadi raja, sebagai ueapan terimakasih, tetapi dia juga bisa
perang Mataram-Mangir. Tanpa menjadi republik desa rasanya jauh
berarti sebuah wilayah (biasanya desa atau gabungan dari beberapa
kemungkinannya terjadi peperangan itu.
desa) yang tidak berada dalam kekuasaan raja manapun. Bila
Perdikan Mangir terletak hanya 20 km di baratdaya dari kerajaan
demikian halnya ia bisa berarti sebuah republik desa, suatu bentuk
Mataram (Kota Gede). Justru karena dekatnya ini orang dapat
masyarakat dan pemerintahan sebelum datangnya feodalisme
melihat bagaimana proses Mataram dari suatu kekuasaan keeil
Hindu, sebagaimana banyak didapatkan di berbagai pulau di Indone
i
menjad negara. Bahkan eerita permusuhan Mataram-Mangir dapat
sia di luar Jawa sebelum pemerintahan Gubernur Jendral Van Heutsz
dikatakan sebagai kisah teIjadinya sebuah negara.
(1904-1909), atau lebih tepatnya sebelum adanya keharusan bagi
landschap dan negorij untuk menandatangani "Korte Verklaring"
takluk pada Hindia Belanda.
Pramo edya A n a n ta T o e r
xxx M A N G R XXX I

BARU KiINTING SEBAGAI TOMBAK PUSAKA Bahwa mula-mula ia dilukiskan sebagai ular lebih menjelaskan

Dimulai dengan dongeng tentang Ken Arok yang menaiki tahta tentang kedudukan-sosialnya yang rendah, bolehjadi malah terhalau

dengan keris Mpu Gandring, senjata pusaka sejak itu menduduki dari masyarakatnya. Atau dapat juga dikatakan ia seorang outcast.

temp at yang spesifik dalam sastra Jawa setelah Majapahit, makin Bahwa kemudian ia meninggalkan wujud sebagai ular diwakili

lama makin dipandang mengandung daya mistik-magi. Seorang oleh lidahnya menjadi tombak pusaka andalan Mangir dan Wanabaya

tokoh dalam sastra tersebut hampir tidak bisa terpisahkan dari tiada sulit untuk menangkap maknanya: dengan keampuhan lidah

senjata-pusakanya. Demikian juga Wanabaya, Ki Ageng Mangir itu nya barang tentu sebagai pembicara dan pengatur ia telah meninggal

dengan tombak pusakanya yang bernama Barn Klinting. Pandangan kan kedudukan-sosialnya yang rendah dan diterima baik di dalam

sastra yang demikian semakin lama semakin menyesatkan, seakan pimpinan Perdikan.

usaha manusia, yang digambarkan oleh sastra Jawa lama setelah Berdasarkan analisa ini Barn Klinting ditampilkan dalam cerita

Majapahit tidak tergantung pad a munusianya, tapi pada senjatanya. panggung ini.

Pandangan ini juga dikenakan pada tombak pusaka Barn Klinting,


ANTARA BARU DAN BARO
seakan kekalahan Wanabaya tidak bersumber pada kelemahan
Jatuhnya Majapahit, yang berarti juga mulai merosotnya pen
manusia Wanabaya, hanya disebabkan karena tangkai sang tombak
didikan, pemeliharaan mandala-mandala, rnntuhnya kekuasaan
dipotong setiap melewati gapura Mataram yang semakin rendah juga
pusat, yang berarti juga runtuhnya pembiayaan terhadap usaha
itu.
pendidikan, menyebabkan mundurnya kebutuhan tulis dan baca.
Pernah terjadi penilaian, bahwa senjata pusaka dalam sastra
Orang hanya disibuki oleh perang tak henti-hentinya selama lebih
Jawa tidak lain daripada lambang kemampuan tokoh yang memi
kurang satu abad sampai peristiwa permusuhan Mataram-Mangir
likinya. Di luar tepat atau melesetnya penilaian tersebut, khusus
meletus. Dibutuhkan seratus lima puluh sampai dua ratus tahun lagi,
mengenai cerita ini tombak Barn Klinting tidak bisa dikenakan dalam
barn peristiwa itu dituliskan. Namanya bisa bernbah sekalipun
penilaian ini. Hal ini didasarkan pada dongeng itu juga tentang
rangka kejadian itu sendiri lebih sulit untuk bisa bernbah. Maka juga
terjadinya Barn Klinting, bahwa ia anak dari perawan Mendes, yang
tidak mengherankan bila dalam satu versi tertentu terdapat nama
karena memangku senjata pusaka Ki Ageng Mangir terdahulu
Barn Klinting, sedang dalam versi lain Baro Klinting. Versi-versi lisan
(sebelum digantikan oleh Wanabaya), menjadi hamil dan melahirkan
itu kemudian juga diikuti oleh versi tulisan.
anak berbentuk ular. Keris atau senjata pusaka demikian tidak bisa
Dalam cerita ini jtlga terdapat terlalu banyak perbedaan nama
diartikan sebagai kemampuan Ki Ageng Mangir, lebih tepat sebagai
untuk tokoh-tokoh yang sarna seperti pada para demang yang
alat penurnnan benih. Jadi Barn Klinting adalah anak di luar
berpihak pada Perdikan Mangir, atau pun nama para telik (mata
perkawinan syah, dan karenanya sulit untuk bisa diterima (accept
mata) Mataram yang menyamar memasuki Mangir. Tentang kelain
able) oleh masyarakat lama yang dibandingkan dengan yang seka
an nama samaran ini, seorang pemain ketoprak profesional malah
rang jauh lebih ketat berpegang pada adat kebiasaan.
M A N R Pramo edya A n antd Toer XXXIII
XXXI I G

pernah mengatakan bahwa biasanya orang menggunakan nama WANABAYA DAN KI AGENG MANGIR TERDAHUlU
samaran apa saja. Tidak mengherankan bila Putri Pambaytm sebagai Wanabaya adalah nama Ki Ageng Mangir waktu cerita ini terjadi.

telik Mataram dalam permainan ketoprak pernah juga diberi nama Antara Wanabaya dengan Barn Klinting belum pernah didapatkan

samaran Sarinem, pada waktu dan tempat lain Nyi Laras dan bukti adanya hubungan darah. Memang ada sementara anggapan,

sebagainya. Soalnya karena dalam satu setengah abad tidak ditulis bahwa Wanabaya adalah anak Ki Ageng Mangir terdahulu dan

kan, nama-nama mudah hilang, malahan Putri Pambayun artinya dengan demikian Baru Klinting bisa dianggap sebagai setengah

putri pertama tak ditemukan naJ'oanya yang benar, tinggal hanya saudara Wanabaya.

sebutan. Mengingat akan wujud dari demokrasi desa yang masihjuga agak

Demikian pula halnya mengapa teIjadi perbedaan antara Barn terpelihara sampai sekarang, lebih besar kemungkinan Wanabaya

dan Baro. Mana di an tara dua itu yang lebih tepat, untuk waktu yang terangkat jadi (ke)tua Perdikan melalui pemilihan, setelah Ki Ageng

cukup lama belum bisa dipastikan. Baro memang mendekati kata Mangir sebelumnya meninggal atau mengundurkan diri. Wanabaya

barong bahkan juga dengan barongsal: Dan barong sendiri adalah adalah seorang pemuda berumur dua puluhan. Suatu hal yang

suatu tokoh dalam tarian yang umum kenai baik di Bali maupun di luarbiasa bisa terpilih sebagai tua Perdikan. Tetapi keadaan Mangir

Jawa, ditampilkan sebagai hewan berkaki empat seperti seekor bison dalam ancaman perang dari Mataram pun tidak kurang luarbiasanya.

dan berkepala seperti kala, menakutkan, demonic. Tetapi barong Dalam keadaan terancam yang dibutuhkan oleh Mangir adalah

tidak mempunyai persangkutan dengan lidah ular. Maka boleh jadi pemimpin yang muda, berani, tanpa ragu-ragu memutuskan perka

orang mempunyai kecendernngan menyebutkan Baro yang mende ra-perkara pelik, suatu hal yang memungkinkan seorang pemuda

kati barong itu, karena lebih terdengar Jawa daripada Barn. terpilih jadi tua Perdikan.

Bahwa Barn Klinting disangkut-pautkan dengan ular mernpakan Juga karena terlambatnya peristiwa dituliskan sebenarnya orang

sesuatu yang logis dalam alam pikiran Jawa, karena setelah Jawa hanya mengenal nama Wanabaya untuk tua Perdikan Mangir. Hal ini

mempersenjatai diri dengan keris atau senjata pusaka dalam bentuk menyebabkan terjadinya kekisrnhan siapa sesungguhnya dimaksud

atau cara penggunaan yang lain, senjata-senjata itu dianggap sebagai kan apabila orang menyebut nama Ki Ageng Mangir Wanabaya, yang

ular, binatang yang mempunyai makna mistis dalam alam pikiran menyebabkan munculnya Barn Klinting ataukah yang menghadapi

Jawa. Maka senjata yang bergelombang dipandang secara Jawa Mataram dengan perang? U ntuk menghindari kekisruhan itu ada

sebagai ular yang sedang bergerak, sedang yang tidak bergelombang yang menempuh dua j alan, memberikan nama Ki Ageng Mangir

sebagai ular yang sedang bermenung. Wanabaya I untuk yang terdahulu, dan Ki Ageng Mangir Wanabaya

Barong tidak mempunyai persangkutan dengan ular dalam alam II untuk yang kemudian. Ada pula yang bernsaha membuat nama lain

mistik Jawa, dua-duanya berdiri sendiri-sendiri. Sedang nama Baro untuk yang terdahulu . Tidak samanya versi-versi itu dalam meng

terlalu jauh untuk dapat dikukuhkan dalam cerita panggung ini, gunakan nama bagi yang terdahulu menjelaskan duduk-perkara

maka tetap dipergunakan Barn. sesungguhnya, bahwa Ki Ageng yang terdahulu sudah tak dikenal
orang lagi namanya. Dapat dimaklumi, karena Mataram sendiri tidak
M A N G R Pramocdya A n a n ta T o e r XXXV
XXXIV

mencatat, sedang Mangir, yang juga berkepentingan, hanyalah des a KEMATIAN WANABAYA
yang semakin lama semakin mundur dengan kemenangan Mataram. Dalam semua versi cerita ini disebutkan, bahwa Ki Ageng Mangir

Dalam cerita ini, Ki Ageng Mangir yang terdahulu tidak diberi Wanabaya menemui ajalnya karena sewaktu bersuJud pada

nama, kalau perlu hanya disebutkan Tua untuk membedakan dari Panembahan Senapati, kepalanya ditangkap oleh raja Mataram dan

yang Muda. dihantamkan pada "watu gilang", yang berada di bawah takhta,
sehingga pecah.
NAMA PARA DEMANG PENGIKUT MANGIR Bagian dari cerita ini bukan lagi merupakan sanepa atau kias,
Dalam versi-versi tulisan maupun lisan, empat orang demang tetapi terang-terangan bersifat (bertendensi) mengagungkan keung
pengikut Mangir mempunyai nama yang berbeda-beda. Untuk gulan feodalisme, untuk menyatakan, bahwa tua Perdikan itu benar
menghindari kekisruhan, nama-nama demangyang dipergunakan di telah bersujud pada kaki raja Mataram, telah takluk, sebelum
sini diambil dari nama.kedemangannya (Lihat Peta Tafsir him. XL). dibunuh secara tidak satria.
Kematian ini kurang wajar mengingat beberapa hal. Pertama,
TENTANG KI AGENG PAMANAHAN Wanabaya adalah seorang pendekar, dan tidak semudah itu terlena
Ki Ageng Pamanahan adalah ayah kandung Panembahan Senapati. terhadap gerak-gerik yang mencurigakan. Naluri pembelaan diri
Dalam alam pikiran feodal Jawa, yang menganggap seseorang tidak tidak akan mati begitu saja dari jiwanya, apalagi mengetahui sedang
bisajadi raja kalau tidak berdarah raja, menyalahi kenyataan historis berhadapan dengan seorang raja yang hendak menumpas perdi
tentang Ken Arok. Hal ini menyebabkan orang menempuh jalan kannya. Kedua, sebagai panglima perang ia sudah selayaknya selalu
feodal dengan melukiskan bahwa Panembahan Senapati sebenarnya siaga di tengah-tengah musuhnya sendiri dan tidak akan menye
anak tidak syah dari Sultan Pajang Hadiwijaya, yang juga ayah rahkan hidup dan mati begitu saja pada mertua yang kebetulan raja
angkatnya sendiri. Lukisan demikian ditolak dalam cerita panggung dan sekaligus musuh. Dengan demikian dalam cerita panggung ini
ini. dipergunakan adegan yang lebih wajar.
Dalam beberapa cerita, Ki Ageng Pamanahan telah meninggal
walaupun ia lebih muda daripada Tumenggung Mandaraka alias TENTANG GELAR
Juru Martani, yang waktu peristiwa ini terjadi berumur mendekati Dalam ilmu perang tradisional Jawa, gelar berarti fonnasi
100 tahun, masih lincah dan berpikiran tajam. perang dan sekaligus juga taktik yang dimungkinkan oleh formasi itu.
Dalam cerita panggung ini, Ki Ageng Pamanahan, berbeda dari Ilmu perang yang di'dalamnya termaktub banyak macam gelar
beberapa tersebut tadi, masih hidup dalam keadaan yang sudah berasal dari Hindu, dan dengannya feodalisme Hindu telah menga
sangat lemah, setengah pikun. lahkan republik-republik desa di Jawa dan Sumatra pada masa
pertama kedatangan dan kemudian pengembangnya.
Dalam permusuhan Mataram-Mangir, yang belakangan ini
M A N G R P r a mo e dy a A n a nt a To e r
XXXVI XXXVII

menggunakan ge/ar Ronggeng terkemuka yang berpihak pad a Mangir, dan sekaligus anggota Dewan
Jaya Manggilingan, sebuah nama Perang Mangir.
yang tidak terdapat dalam kamus Pimpinan formasi perang, berkedudukan di tengkuk, adalah
perang tradisional Jawa. Walau Wanabaya dan Baru Klinting.
demikian, kata Manggi/ingan di Ronggeng sebagai nama awal formasi Mangir bisa berarti tandak
dalamnya tak bisa tidak, karena atau penari, tetapi di sini adalah nama sebangsa anjing liar kecil, ajag,
Mangir hanya desa, adalah se yang hidup dalam kawanan besar, lebih dari ratusan, mengembarai
butan keliru daripada Gi/Zilgan daerah pantai selatan Jawayang berbukit-bukit dan berhutan. Dalam
Rata, nama sebuah ge/ar yang kawanan besar, ronggeng menyerang mangsanya secara mendadak
tersebut dalam cerita perang dan cepat, kemudian membuyar dan menghilang secara cepat pula.
Bharatayuddha. Cara penyerangan binatang ini yang ditiru oleh balatentara Mangir,
Gilingan Rata (Rata = roda, diduga didapatkan oleh Baru Klinting dalam pengelanaannya sebagai
Gambar: Gilingan Rata dari Bharatayuddha.
rad [Belanda] atau kereta) adalah Gambar pokok dari Sadjarah Wayang seorang yang tidak diterima oleh masyarakatnya.
sebuah formasi perang yang me Purwa, 1965, oteh Hardjowirogo
Dapatlah dibayangkan, Ronggeng Jaya Manggilingan adalah
ngerahkan balatentara secara be- kombinasi antara tingkah ronggeng dalam penyerangan dengan
sar-besaran dan bergerak cepat, untuk menindas musuhnya secara Gilingan Rata dari Bharatayuddha.
cepat dan kuat. Pimpinan balatentara sebagian berada di depan Dalam cerita panggung (cerpang) ini, ada juga disebut ge/ar lain
sebagian di belakang. Setiap Rata (kesatuan pasukan) berputar maju yang bernama Sarpa Kurda, yang berarti ular mengamuk. Ge/arini
ke depan sambil melindungi tentara induk yang belum bergerak adalah warisan bekas panglima Mataram, Takih Susetya, setelah
keluar dari formasi. Dengan demikian Rata punya tugas kembar, melihat sendiri dalam pengembaraannya di sepanjang pantai selatan
menyerang musuh dan melindungi pedalaman formasi sendiri. Jawa, bahwa satu-satunya binatangyang dapat mengalahkan kawan
Ujung paling atas adalah pasukan terdepan. Di tengkuknya an ronggeng hanya ular (sarpa). De
terdapat dua titik yang melambangkan panglima dengan pembantu- ngan kepalanya, binatang itu mema
nya. gut-magut cepat, dan bersamaan de
Dalam Bharatayuddha? Gilingan Rata terdiri atas 16 buah Rata; ngan itu dengan ekornya ia melakukan
dalam Ronggeng Jaya Manggilingan ditambah dengan 4 lagi se pukulan-pukulan yan g tidak diperki
hingga menjadi 20. Setiap Rata dipimpin oleh seorang gegeduk, rakan oleh lawan.
artinya komandan bukan dari pihak balatentara kerajaan. Berbeda dengan nama semua ge/ar
Empat Rata paling depan adalah tambahan atas Gilingan Rata yang ada, yang tujuannya adalah meng-
Bharatayuddha, keempat-empatnya dipimpin oleh demang-demang hancurkan lawan, Sarpa Kurda bukan Gambar : Sarpa Kurda (utar mengamuk)
XXXVIII M A N G R P r a mo edy a Ana nt a To e r
XXXIX

hanya itu tujuannya. Serangan dengan pagutan kepala jelas ber adalah hilangnya keindahan yang terpancar pada dunia sanepa atau
tujuan menghancurkan lawan, tetapi gerakan ekornya, suatu gerakan kias intensif itu. Maka untuk tidak terlalu banyak mengakibatkan
yang melingkupi medan yang sangat luas, bertuJuan untuk me kehilangan, dalam cerpang ini ditampilkan seorang pencerita atau
nguasai teritorial. Dengan demikian gelar ini boleh dikatakan baru troubadour.
dalam sejarah perang tradisional Jawa. Hampir-hampir dapat Dalam kehidupan Jawa, seorang pencerita melengkapi diri
dikatakan modern. Dan memang dengan Sarpa Kurda balatentara dengan rebana atau tifa atau kentrung dalam bahasa Jawa, maka ia
Mangir setelah kematian Wanabaya bukan hanya dapat dimusnah disebutjuga tukang kentrung. Pada waktu cerita ini terjadi kentrung
kan,juga seluruh daerah di selatan Mataram, sampai ke tepi Samudra belum lagi populer di J awa, maka sebaiknya dipergunakan gendang
Hindia tergenggam dalam kekuatan Panembahan Senapati. kecil untuk mengiringi ceritanya.
Sarpa Kurda hampir-hampir menyerupai gelar Supit Urang, Faal pencerita ini hanya untuk menyampaikan perkenalan pada
hanya yang belakangan ini bertujuan untuk mengalahkan bala gaya cerita Jawa dan pandangannya. Di hadapan auditorium Jawa,
tentara lawan saja. barang tentu faal pencerita harus dihapus.

TENTANG DASAR CERPANG INI GAYA PANGGUNG


Berhubungan dengan banyaknya versi tentang cerita ini, dirasa Berhubung cerita ini terjadi jauh di masa lampau, maka lakon ini
perlu untuk mendapatkan dasar umum dalam menyusun cerpang ini. harus dimainkan secara teateral atau bergaya-panggung. Dengan
Dasar umum itu adalah: demikian suasana lama sedapat-dapat bisa dibangkitkan, termasuk
- Pertama : kesamaan plot atau rangka cerita. di dalamnya tempo dan ritme.
- Kedua : kesamaan psikologis, walaupun dengan
treatment atau penggarapan yang tak-bisa PENUTUP
tidak menjadi berbeda. Sebagai penutup, sepenuhnya dicadangkan kemungkinan akan
- Ketiga : Logika dalam memahami keadaan atau sya adanya kekeliruan, kekurangan pandangan , dan tafsiran historis atas
rat-syarat sosial dari basis kehidupan sema cerita ini, walaupun sudah diusahakan untuk menghindarinya. Maka
sa cerita ini terjadi.
karen a itu setiap pendapat dan tegursapa secara tertulis sangat
diharapkan.
Bila cerpang ini bisa diterima oleh panggung nasional berarti
PENGGUNAAN PENCERITA: pertanggungjawaban yang cukup panjang ini tidak diperlukan lagi.
Penyusunan cerpang ini dimaksudkan untuk mengangkat cerita
Mangir ini dari panggung ketoprak ke panggung nasional. Untuk itu Pulau Buru
cerita itu memang harus dibebaskan dari belenggu pandangan sastra Mako, 11 Agustus 1976.
Jawa lama yang menyesatkan. Kerugian karena tindak kebebasan ini
::<
t"""

KETERANGANJARAK

Mangir-Mandak 5 km
3 km


PandakJodok
Jodog-Palbapang 2 km Peta Tafsir
Palbapang-banlul 4 km Jarak Mataram-Mangir
Banlul-Cepil 3 km
Cepil-Kolagede 10 km
Palbapang-Ngangkrukba Ian 5 km
Ngangkrukbakulan-Patal n 2 km
u

A
s::

>

C'l

:;:l

Giwangan
_ _ _________ "T'""_G_r O_b_o.;;;g_a_n ______________

CD
ID '"
:s .,
..
ID D>

:s 3
loCI 0

::0 CI.

i:
1+
, ID
..
'<
w 0 ..
OJ
OJ DI
[gJ
"c.n :;' >
.2, OJ ::
3
OJ
a.
:::J
co
;':
- ::
D>

OJ ....... ,:: c::


,:: .... :::J ;IIi:-'
0. OOJ
OJ 0"
"C S'S' ..
--!
Q:::J DI 0
mS:: C')
0.OJ
m- c ID
Co
'-'@ .!.
3

- --------- - -------

OJol..!M

::<
t"""
-
XLII M A N G R P ra m oedya A n a n ta Toer XLIII

/. Penguasaan din: yang berarti, bahwa setiap gerak mengabdi pada


dialog dan gerak-gerik batin peranan yang dimainkan. Setiap
gerakan yang tidak terkendali1 apalagi yang spontan tidak diper
lukan .
.'i. Penggunaan semaksimal mungkin posisi utuh, separoh, seper
empat dan tiga-perempat.

Gaya-panggung atau teater bertujuan untuk mencapai penonton


yang paling jauh dalam keadaan yang utuh, lahir sebelum adanya
alat-alat elektronika. Dalamjaman serba elektronik, sebagai gaya, ia
masih tetap berlaku, terutama untuk memainkan lakon dari jaman
lama atau kuno.
BEBERAPA PETUNJUK Lima pokok petunjuk di atas bukanlah suatu ketentuan yang
mengikat, hanya sebagai ancar-ancar, juga imajinasi pemain
c litantang untuk kesempurnaan permainan.
DALAM BERMAIN TEATER ATAU BERGAYA-PANGGUNG
Permainan teater atau bergaya-panggung dalam panggung Indonesia
PARA PELAKU
belum banyak digali kekuatannya berhubung dengan kurangnya
pengalaman. Permainan ini tidak hanya mengutamakan irama kata /. Wanabaya, Ki Ageng Mangir, pemuda, 23 tahun, prajurit,
(seperti pada drama bersanjak), tidak hanya mengutamakan gerak, pendekar, panglima Mangir, tua Perdikan Mangir, tampan,
tapi justru memadukan kedua-duanya. Berbeda dari drama modern tinggi perkasa dan gagah.

yang bebas, yang teateral terikat ketat pada ketentuan-ketentuan 2. Baru KlinHng, tetua Perdikan Mangir, pemuda, 26 tahun,
prajurit, ahli siasat, pemikir, organisator.
yang tak dapat ditawar.
. /. Pambayun, Putrz: putri pertama Panembahan Senapati dengan
permaisuri, 16 tahun, telik Mataram, berpikiran masak.
1. Dialog diucapkan penuh kata demi kata, seperti melepas mutiara
dari rangkaiannya jelas terucapkan. /. Sunwang, pandai tombak, 50 tahun, pengikut fanatik Baru
Klinting.
2. Ekspressz: arhKulasz: gerak tubuh, geshKulasijelas dan membo
boti setiap makna, mencerminkan gerak-gerik batin. S. Kimong, telik Mataram, 30 tahun.
3. Penguasaan ruang panggung, sehingga panggung dan pemain 6. Mandaraka, Tumenggung atau Ki Juru Martanz: pujangga dan
merupakan satu kesatuan, suatu pernyataan falsafi dari kesatuan penasehat kerajaan Mataram, 92 tahun, kepala rombongan
telik Mataram.
antara manusia dengan bumi kehidupannya.
XLIV M A N G R Pramoedya A n a n t a Toer XLV

7. Kl Ageng Pamallahan, ayah Panembahan Senapati, 90 tahun. PANEMBAHAN SENAPATI


8. Purbaya, Pangeran, anak pertama Panembahan Senapati de
ngan Lembayung, putri Ki Ageng Giring, 20 tahun, anggota
rombongan telik Mataram.

9. Jagaraga, Tumenggung, anggota rombongan telik Mataram,


kepala pasukan dari 1000 orang, 35 tahun.

10. Pringga/aya, TUfllenggung, anggota rombongan telik ataram, "

kepala pasukan dari 1000 orang, 45 tahun.

11. Senapah: Panembahan, raja pertama Mataram, 45 tahun.

12. Pajang, Demang, kepala kedemangan Pajangan, gegeduk Mangir,


kepala Rata, 42 t.ahun.

13. Pata/an, Demang, kepala kedemangan Pandak, gegeduk Mangir,


kepala Rata, 35 tahun.

14. Pandak, Demang, kepala kedemangan Pandak, gegeduk Mangir,


kepala Rata, 46 tahun.

15. Jodog, Demang, kepala kedemangan Jodog, gegeduk Mangir,


kepala Rata, 55 tahun.

16. Pencerita (troubadour) .


/Wahkota menyerupai tarbus, dalam bahasa Jawa: kerpus. Warna dasar
17. Beberapa orang prajurit Mataram.
hitam, dengan garis-garis plat emas.
Futup dada menyerupai kalung sampai di perut, terbuat dari kain hitam
Berhiaskan bunga-bungaan keemasan.Tanpa baju.
{kat pinggang tiga lapis. Lapis pertama, tidak nampak, dari kain biasa sebagai
pengikat utama eel ana, kain dan penutup dada. Lapis kedua dari
kain merah tua berhiaskan bunga-bungaan keemasan. Lapis ketiga
ikat pinggang biasa dari kain hitam berhiaskan bunga-bungaan
merah, hijau dan keemasan. Timangan (gesper) dari emas ber
mata.
Kaz"n terlipat dengan wiron panjang, eorak kain: parang rusak.
Celana hitam sampai di bawah lutut dengan ujung berbunga-bunga
keemasan.
Gelang emas, dua buah pada masing-masing lengan. Kroneong (gelang
kaki) .
Alms terselip disamping agak k e depan pada pinggang sebelah kiri.
Cicin bermata batu hitam.
Rambut berkumis, berjenggot, dan bersanggul.
M A N G R Pramoedya Ananta Toer
XLVI XLVII

WANABAYA PAMBAYUN
....
(KI AGENG MANGIR)
:, . -
p' -'
....... '-
..tt 4 .
'ft .

,
"

Destar belWarna wulung atau biru nila, diikat ke belakang, kelebihannya Rambut kondai-koncer (rambut kelebihan kondai diurai). Hiasan untaian
lepas bebas. melati.
Dada terbuka. Kemban (penutup dada): sampai pinggul, belWarna hijau tua berlis kuning
Kain melilit, terikat kuat pada pinggang dengan ujung ikatan disamping keemasan.
kiri agak ke belakang. Corak kain bebas. Ikatpinggang tiga lapis. Lapis pertama stagen. Lapisan kedua pengikat kemban
Celana sampai di bawah lutut, ujung celana longgar. Warna biru nila. belWarna hijau muda. Lapis ketiga ikat pinggang dari kain hitam
Kens terselip di pinggang kiri agak ke depan. dengan hiasan dari benang emas, dengan timangan (gesper) emas
Gelang sebelah kanan agak besar, dari perunggu berukir. bermata.
Rambut panjang terurai. Selendang dari kail\l belWarna merah dengan ujung-ujung dihias dengan
Tombak bertangkai 2 meter benang emas; diselipkan di bawah ikat pinggang lapis kedua.
Kalung perunggu. Kain panjang dari corak parang rusak.
lliasan lain subang besar, pontoh (gelang lengan atas), gelang, kalung, lapis
g
besar dan kecil. Kroncong (gelang kaki) dengan giring- iring.
Cincin pada jari manis kanan dan kiri, bermata putih.
M A N G R
XLVIII Pramoedya Ananta Toer
XLIX

BARU KLINTING LAIN-LAIN


Pakaian Para Demang berpakaian sarna dengan Wanabaya atau Baru Klinting, dibedakan
Dan lain -lain seperti Wanabaya oleh rnacarn dan besar gelang perunggu di lengan kanan.
Gelang dari perunggu di kanan dan Para Telik rnenyerupai penduduk Perdikan Mangir dengan rambut terurai.
kiri --,-

PARA PRAJURIT MATARAM


(figuran) berpakaian seperti Wanabaya, hanya rarnbut disanggul seperti
pada Ki Ageng Parnanahan.

fUMENGGUNG MANDARAKA ATAU KI JURU MARTANI


sewaktu menjadi telik Matararn berpakaian seperti penduduk
Mangir. Diwaktu berada di istana berpakaian seperti Ki Ageng
Parnanahan, hanya berselendang kuning, tanpa tongkat.

KI AGENG PAMANAHAN
Rambut tipis dengan sanggul di belakang
sedikit ke atas, warna putih lebih
banyak dari pada yang hitam.
J enggot dan kumis tipis namun
masih kelihatan jelas. Warna se
perti rambut kepala.
Baju lengan panjang dengan ujung
lengan berhiaskan sulaman be
nang emas. Baju berwarna hitarn
I1eatpinggang : tiga lapis seperti pada Panern
bahan Senapati.
Kaz"n dan celana: juga seperti pada Panembahan
Senapati.
Selendang panjang rnelilit di dada ke bela
kang dan ke depan, berwarna
putih.
Tnngkat kayu hitarn bertangkai ernas.
BABAK PERTAMA
Ebook by syauqy_arr .
Weblog., http://hanaokLwordpress ..com
--------. -------
M A N G I R
P r a mo e dy a A n a nt a To e r 3
2
B a b a k P e rt a m a

Datang perawan Mendes mohon pada Ki Ageng:


- Pziyami sf Mendes inipfsau sebilah
- Hanya tinggal belatipusaka
boleh kau menggunakan, tapi jangan kau lupa
Dipangku dia jadi bahala.
Perawan Mendes terlupa
Belati pus aka dipangkunya
Ah, ah, bayi mendadak terkandung dalam rahimnya
Lahir ke atas bumi berwujud ular sanca
* * * - Inilah aku, ampuni, Bunda, jasadku begini rnpa
Malu pada perdikannya
Malu pada sanak tetangga
Ki Ageng lari seorang diri
PENCERITA ( Troubadour) bereerita dengan iringan gendang keeil Jauh ke gunung Merapi
sebelum layar diangkat: Mohon ampun pada Yang Maha Kuasa
Syapa belum pernah dengar Ki Ageng Mangir Tua bertapa. Dia bertapa !
Cerita lama tentang Perdikan Mangir Datang seekor ular padanya
Sebelah barat daya Mataram? Melingkar mengangkat sembah
Dengar, dengar, dengar: aku punya eerita.
- Inilah Barn Klinting sendiri.
Tersebut Ki Ageng Mangir Tua, Tua Perdikan
Datang untuk berbakti
Wibawa ada dalam dadanya
Biar menjijikkan begini
Bijaksana ada pada lidahnya
Adalah putramu sendiri.
Rakyat Mangir hanya tahu bersuka dan bekeIja
Ki Ageng mengangkat muka
Semua usaha kembang, bumi ditanami jadi.
Keeewa melihat sang putra
Datanglah hari setelah setahun menanti
- Tiada aku berputra seekor ular
,
Pesta awal Sura
Keeuali bila berbukti
Ronggeng, wayang, persabungan, gelut, lomba tombak,
Dengan kepala sampai ekor
Dekat-jauh, tua-muda, bujang-perawan, semua datang
Dapat lingkari Gunung Merapi.
Di dapur Ki Ageng Mangir Tua
Tepat di hadapan Ki Ageng Mangir Tua
Habis pisau perajang terpakai. Baru Klinting lingkari Gunung Merapi
M A N G I R P r a mo e dy a A n a nt a Toe r 5
4
B a b a k P e rt a m a

Tinggal hanya sejengkal


BARU KLINTING : (mencabut sebilah, melempar-tancapkan
pada daun mtija, mengangkat dagu) Setiap
Lidah dijelirkan untuk penyambung
mata bikinan Suriwang sebelas prajurit
Ki Ageng memenggalnya dengan keris pusaka. Mataram tebusan.
Ular lari menghilang SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain. Segala apa yang baik
Tinggal sejengkal lidah untuk Suriwang, lebih baik lagi untuk
Dijadikannya tombak pusaka Klinting, laksana kebajikan menghias wa
nita jelita, laksana bintang menghias langit
ltulah konon tombak pusaka
lebih, lebih baik lagi untuk Wanabaya, Ki
Si Baru Klinting . . . . Ageng Mangir.

BARU KLINTING : (memberi isyarat dengan kepala) Tinggal


Layar - terbuka pelan-pelan dalam tingkahan gendang pencerita, kan yang tertancap ini. Singkirkan sele
mengangakan panggung yang gelap gulita. bihnya di ambin sana.
Pencenta beIjalan mundur memasuki panggung gelap dengan
-

pukulan gendang semakin lemah, kemudian hilang dari panggun. SURIWANG : (mengambil ikatan mata tombak, mende
Setting - Sebuah ruang pendopo di bawah soko-soko guru teruklr katkan mulutpada Baru Klinnng). Menga
berwarna (polichromed), dilengkapi dengan sebuah meja kayu dan pa tak kau perintahkan balatentara Mangir
beberapa bangku kayu. Di atas meja berdiri sebuah gendi bercucuk menusuk masuk ke benteng Mataram-me
berwarna kehitaman. Dekat pada sebuah soko guru berdiri sebuah lindas raja dan semua calonnya?
jagang tombak dengan tujuh bilah tombak berdiri padanya. Latar BARU KLINTING : (pergi menghindar)
belakang adalah dinding rumah-dalam, sebagian tertutup dengan
rana kayu berukir dan sebuah ambin kayu bertilam tikar mendong.
SURIWANG : (membawa ikatan mata tombak, bicara
pada diri sendinJ. Baru Klinting! Seperti
dewa turun ke bumi dari ketiadaan. (me
BARU KLINTING : (duduk di sebuah bangku pada l!Jung me/a, ngangguk-angguk). Anak desa ahli siasat -
menoleh pada penonton). Hmm! (Dengan dengan Ronggeng J aya Manggilingan di
perbukuan jan"-:Jan tangan memukul po gilingnya balatentara Mataram, pulang ke
/okan mlija, dalam keadaan masih menoleh desa membawa kemenangan. (Pada Baru
pada penonton). Sini, kau Suriwang! Klinnng). Masih kau biarkan Panembahan
SURIWANG : (memasuki panggung membawa seikat Senapati berpongah dengan tahta dan mah
mata tombak tak bertangkal: berhenn: de kota?
ngan satu tangan berpegang pada sebuah BARU KLINTING . (bersilang tangan). Mataram takkan lagi
soko-guru). Inilah Suriwang, pandai tombak mampu melangkah ke selatan. Kepungan
terpercaya Baru Klinting. (Menghampiri Mangir sarna tajam dengan mata pedang
Baru Klinnng, meletakkan ikatan tombak pada lehemya. Pada akhirnya bakal datang
di atas mlij"a). Pilih mana saja, Klinting, tak dia merangkak pada kaki kita, minta hidup
bakal kau ddpat mencela. dan nasi.
6 M A N G I R P r amo e dya A nanta T o e r 7
------

B a b a k P e r t ama

SURIWANG : (meletakkan ikatan tombak di atas lantal: SURIWANG : Delapan ratus lagi - bukan cuma Mataram,
menghampiri Baru Klinting). Bakal datang Ki Ageng Mangir Muda
dia merangkak pada kaki kita, minta hidup
BARU KLINTING : (mempenngatkan). Mangir akan tetap jadi
dan nasi.
Perdikan, tak bakal jadi kerajaan. Semua
BARU KLINTING : Belum mampu pandangmu menembus hari orang boleh bersumbang suara, semua ber
dekat mendatang? Dia akan datang - hari hak atas segala, yang satu tak perlu me
penghinaan itu. Kan meruap hilang impian nyembah yang lain, yang lain sarna dengan
Panembahan, jadi raja tunggal menggagahi semua.
pulau jawa. Bakal telanjang diri dia dalam
SURIWANG : (mencari nlllka Barll Klintzng). Dan tombak
kekalahan dan kehinaan.
yang delapan ratus lagi?
SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain, Klinting. Perdikan
BARU KLINTING : Masih belum kenaI kau apa itu raja? Raja
Mangir sudah lima turunan berdiri. La
jaman sekarang? Masih belum kenaI kau
panglah jalan bagi Sri Maharatu Dewi Suhita
siapa Panembahan Senapati? Mula-mula mem
Majapahit. Demak tak berani raba, Pajang
bangkang pada Sultan Pajang, ayah-angkat
tak pernah jamah. Ai-ai-ai, Panembahan
yang mendidik-membesarkannya, kemudian
Senapati, anak ingusan kemarin, kini mau
membunuhnya untuk bisa marak jadi raja
coba-coba kuasai Mangir.
Mataram? Adakah kau lupa bagaimana
BARU KLINTING : Apa pula hendak kau katakan, Suriwang? Trenggono naik takhta, hanya melalui bang
kai abangnya? Apakah kau sudah pikun tak
SURIWANG : M ataram bernafsu mengangkang di atas
ingat bagaimana Patah memahkotai diri de
Mangir! Ai-ai-ai. Mengangkat diri jadi raja,
ngan dusta, mengaku putra Sri Baginda
kirimkan patihnya Singaranu - ke Mangir,
Bhre Wijaya?
Klinting, - menuntut takluk dan upeti, ba
rang gubal dan barang jadi. Perdikan Mangir SURIWANG : Ai-ai-ai memang tak bisa lain, dengan modal
hendak dicoba! Pulang tangan hampa, balik dusta berlaku duIjana... hanya untuk bisa
kembali dengan balatentara. Kau telah bikin jadi raja.
panglima Mataram, Takih Susetya, beran
BARU KLINTING : Wanabaya, Ki Ageng Mangir Muda, tak ba-
takan dengan supit-urangnya. Ai-ai-ai tak
kal jadi raja.
bisa lain, tak bisa lain. Klinting, kau benar
benar dewa turun ke bumi - tumpas mereka SURIWANG : Tak bakal jadi raja! Buat apa pula tombak
dengan Ronggeng Jaya M anggilinganmu. Ke , tambahan?
mana panglima Mataram itu kini menghi
BARU KLINTING : Bukan buat naikkan Wanabaya ke takhta,
lang larikan malunya?
buat tum pas semua raja dengan nafsu
BARU KLINTING : Bikin kau tombak tambahan - delapan ratus besar dalam hatinya, ingin berkangkang jadi
mata senilai ini (menuding pada mata tom yang dipertuan. Mangir tak boleh dijamah.
bak tertancap di atas meja).
SURIWANG : Mangir tak boleh dijamah ! Ai-ai-ai, tak bisa
lain.
M A N G I R
8 Pramoedya An an t a Toer 9
B a b a k P e r t a m a

BARU KLINTING : Semakin banyak tombak kau tempa, sema n'-jan'pada me/a).
kin banyak kau bicara. Panggil sini orang
SURIWANG : Kau anggap gampang menipu Perdikan?
barn pembikin tangkai tombak itu.
(Mendengus menghinakan). Berapa lama
SURIWANG : (berpaling dan melambai). Sini kau, orang kau membudak di istana Mataram,
barn !
KIMONG : Sahaya hanya orang desa.
KIMONG : (masuk kepanggung, membungkuk-bungkuk,
SURIWANG : Mengaku hanya orang desa! Kalau benar
kemudian mengangkat sembah). Kimong, in i
kau dari Parangtritis, berapakah jarak dari
lah sahaya.
Mangir ke Laut-Kidul?
BARU KLINTING
dan SURIWANG : (mengangkat dagu dan mata membeliak). KIMONG : Tujuh ribu lima ratus langkah ( (menyem-
bah).
SURIWANG : Dia bersahaya dan bersembah, Klinting.
SURIWANG : Dari Mangir ke Mataram?
BARU KLINTING : (meninggalkan Sunwang, pergi ke me/a,
mecabut mata tombak tertancap dan me KIMONG : Lima belas ribu langkah.
ngamat-amatzJ. SURIWANG : Kau takkan balik ke Mataram, karena Laut
SURIWANG : (menggertak). Kudengar suaramu seperti Kidul lebih dekat untukmu
keluar dari kerongkongan orang Perdikan, KIMONG : Ampuni sahaya, dengar Ki Ageng butuhkan
bungkuk dan sembahmu benar-benar
jurn tangkai, bergesa sahaya datang untuk
Mataram.
mengabdi. Inilah sahaya, tinggal si juru
KIMONG : (menunduk mengapurancang). Ya, inilah tangkai tombak.
Kimong, datang untuk mengabdi pad a SURIWANG : (mendengus).
Wanabaya Ki Ageng Mangir Muda, juru
tangkai tombak pekeIjaan sahaya. BARU KLINTING : (setelah memen7csa tombak-tombak dija
gang menghampin' Kimong dengan ber
SURIWANG : Bicaramu panjang-panjang, lambat dan ma silang tangan, menggeleng-geleng, meng
las. Bukan tempatmu kau di Perdikan, dari
angkat dagu membuang pandang, terse
kedemangan tetangga pun kau bukan! nyum menggigit).
KIMONG : Jurn tangkai tombak (menyembah), ahli SURIWANG : Datang menghadap karena dengar warta.
kayu sono keling jarang bandingan, perawat
Dari mana kau dengar Ki Ageng Muda ada di
senjata pusaka lima bupati, demang dan ' Mangir?
semua nayaka ....
KIMONG : Warta tertiup lalu dari desa ke desa.
SURIWANG : Dari mana kau?
SURIWANG : Tak ada mulut Mataram bisa dipercaya.
KIMONG : Parangtritis desa sahaya.
KIMONG : Orang Parangtritis sahaya, bukan mulut
BARU KLINTING : (memperdengarkan ketukan perbukuan/a- Mataram.
M A N G I R
P ra m 0 e d y a A nan l a T o e r_ 1_
]
10 __________ _________

B a b a k P e r l a m a

ribu lima ratus langkah. Antara Mangir


SURIWANG : Bicara kau, Klinting. Bukankah tepat kata
Mataram lima belas. Kau tak kembali ke
kataku?
Mataram, tidak berhenti di Mangir.
BARU KLINTING : Apakah kau sudah lupa pada dusta orang
KIMONG : Ampuni sahaya, jangan beri sahaya Laut
yang ber-bagi kasih pengecer cinta? Sarna
Kidul. Beri sahaya kayu so no keling. Empat
dustanya dengan pengabdi pada dua ma
puluh batang tangkai dalam sehari inilah
jikan.
tangan sahaya, sanggup kerjakan tanpa dus
SURIWANG : Pengabdi pada dua majikan. Ini dia orang tao
nya ! (menllding pada KilllOng).
BARU KLINTING : Hmm.
BARU KLINTING : Dengan mulutnya yang berdusta, hatinya
setia mengabdi hanya pada diri sendiri. SURIWANG : (menllding pada Kimong) Keluar!

SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain. KIMONG : (kelliar meninggalkan panggllng disamblll
. oleh langan-tangan yang menangkap. Di
KIMONG : {bingllng menalap mereka berganti-gantzJ. alas langan-langan itu nampak beberapa
Ah-ah. lombak lelanjang). Ampun ! Ampuni saha
SURIWANG : Kau mulut yang berdusta, hati hanya me ya.

ngabdi pada diri sendiri, arah semua ge BARU KLINTING : (menghampin' Suriwang, dengan isyarat
rakan hanya harta. mengajak kembali ke meja). Berapa saja
BARU KLINTING : Hati dalam dadanya compang-camping, telik dalam seminggu !
Suriwang, seperti sayap elang tua. SURIWANG : Berapa kiranya yang telah kena tangkap?
SURIWANG : Sedang dadanya bolong seperti tahang ko BARU KLINTING : Takkan habis-habis, sebelum Mataram batal
song. Di mana tempat orang berdada bolong jadi kerajaan.
berhati compang-camping, Klinting?
SURIWANG : Takkan aku lupakan, Klinting, raja dan telik
BARU KLINTING : Setidak-setidak bukan di tempat di mana laksana celeng dengan penciumannya.
tombak diberi bertangkai.
BARU KLINTING : (mengambil mata lombak dan' alas meja
KIMONG : Sahaya ada ipar di sini, setiap waktu bisa dan mem-permain-mainkannya). Mataram
jadi saksi. telah mengubah diri jadi kerajaan,
SURIWANG : Ipar? Di antara kau dan istrimu ada ipar. Di Suriwang, setiap kerajaan adalah negeri
antara kau dengan Mangir hanya ada telik. Panembahan Senapati bunuh ayah
Mataram. Terkutuk kau, budak raja. (Pada angkatnya, Sultan Pajang, bukankah juga

Bam Klinting) Bukankah aIm benar Klinting? dengan telik-teliknya? Luka parah, dibawa
pulang dan mati di bilik sendiri.
BARU KLINTING : (bersilang langan, menganggllk-anggllk).
SURIWANG : Mangir bukan Pajang, Klinting. Wanabaya
SURIWANG : Antara Mangir dan Laut Kidul hanya tujuh bukan Hadiwijaya. Tua. Perdikan bukan
M A N G I R
12 --------
Pramoedya Anala Toer 13
B a b a k P e r l a m a

Sultan bukan raja. Telik Mataram takkan DEMANG JODOG : Aku lihat mata tombak di atas meja.
bisa kiprah di Mangir. Lolos dua empat
kena! Semua akan masuk perangkap. Huh
BARU KLINTING : (memungut mata tomhak itu dan melem
huh, budak raja bukan orang mardika. Seri
par-tancapkan pada daun meja) Delapan
ratus lagi, harns jadi dalam sepuluh hari.
bu telik Mataram, tak bakal bikin Mangir
merangkak, seperti keong memikul upeti DEMANG JODOG : Kita menang, pulang, buat mengasoh dari
persembahan. Kilinting, bukankah tak ada perang. Masih juga tanganmu gerayangan
orang Perdikan butuhkan raja? bikin perkeIjaan.

BARU KLINTING : Bahkan kambing-kambingnya tak butuh BARU KLINTING : Kau masih seperti di medan-perang, masih
kan. merah seperti kepiting panggang.

SURIWANG : Barn Klinting yang jenaka. DEMANG JODOG : Ah, kau, Klinting, yang pandai berolok.
BARU KLINTING : Di mana pun jua, Suriwang, raja jadi beban BARU KLINTING : Tak mengkernt kehijauan seperti sebelum
semua. bertarnng lawan Mataram.

SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain, jadi beban semua. DEMANG PATALAN : {tertawaj Pada gelagat pertama, siapa tida
takut pada Mataram. Semua mengkernt ke
BARU KLINTING : Seorang di atas kepala sekian laksa! Tom
hijauan. Kalau bukan karena kau, kau gon
bakmu jua yang menjungkirkannya.
cang bangunkan untuk melawan, dan
SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain. Wanabaya gemilang memimpin serang,
semua kami telah ditelan Senapati.

Kepala seseorang - (menongolpada tepian sehen). Barn Klinting! BARU KLINTING : (tertawa terkulum).
Para demang pemimpin rata, Demang Patalan, Demang Jodog, DEMANG JODOG : Sekarang bocah angon pun bangkit me-
Demang Paj angan dan Demang Pandak! (Kepala seseorang itu lawan.
meninggalkan panggung).
BARU KLINTING : Mana Demang Pajang dan Demang Pandak?

DEMANG JODOG : Masih di luar sana selesaikan pertengkaran.


SURIWANG : Kalau para gegeduk rata berdatangan be-
gini, Klinting, tiba saatnya buat Suriwang ini BARU KLINTING : KaIian berdua, apakah sudah selesai?
untuk minta diri. (Meletakkan ikatan tom
DEMANG PATALAN : Kaulah yang selesaikan, Barn Klinting. Aku
hak di atas amhin. Mengusapkan telapak
. tarik pergi Demang Jodog, tinggalkan Ki
tangan pada dada Baru Klinting. Keluar
Ageng Mangir M uda di sana sendiri.
panggung).
DEMANG PATALAN
BARU KLINTING : Masih kudengar gamelan berlagu.
Dan DEMANG JODOG : (masuk kepanggung) DEMANG JODOG : Dan masih menari dia di sana seperti gila,
DEMANG PATALAN : Kau telah lebih dulu di sini Klinting! laksana merak jantan, kembangkan bulu
kejantanan dan ketampanan; mengIgal meng-
14 M A N G I R Pra moedya A n a n t a Toer 15
B a b a k P e r t a m a

gereki si Adisaroh penari. Patalan tidak setu BARU KLINTING : Inilah aku. Bangku-bangku telah menunggu.
ju.
DEMANG PANDAl< : (jJergi ke me/a, mengambil gendi dan mi-
DEMANG PATALAN : Istirah perang bukan mestinya berganti de- num). Panas badan melihat Ki Wanabaya
ngan gila menari, biar pun Adisaroh secan lupa daratan.
tik dewi.
DEMANG PAJANGAN : (jJergi ke me/a, mengambilgendi dari
DEMANG JODOG : Beri dia kesenlpatan - seorang perjaka tam- tangan Pandak). Panas kepala ini, melihat
pan, berani-tangkas di medan-pErang, lin Adisaroh hanya mau layani Ki Wanabaya.
cab di medan tari, barn lepas dari brahmacarya* DEMANG PATALAN : (mengambz7 aIm gendi dan" tangan Pqiangan).
karena kemenangan. Beri dia kesempatan.
Panas juga perut ini mesti menunggu kalian
BARU KLINTING : Inikah pertengkaran kalian? Juga Demang begini lama.
Pajangan dan Pandak?
DEMANG JODOG : (tertawa meringis, mendudukkan din' di
DEMANG JODOG : Demang Pajangan berpihak pad a Jodog. atas bangku). Semua demam panas, yang
Demang Pandak berpihak pada Patalano kepala, yang badan, yang perut. Hanya Jodog
ini tinggal tenang, setuju Ki Wanabaya tegak
DEMANG PATALAN : Wanabaya, Ki Ageng Mangir Muda tidak
habis istirah-perang, menari gila kitari si
semestinya terlambat datang. Hanya karena
Adisaroh. Bagi yang bijaksana hanya ada
Adisaroh penari, juga Pajangan dan Pandak
tawa dan anggukan kepala. (Tertawa, kemu
terlambat datang
dian mengambz7gendi dan minumjuga).
DEMANG PAJANGAN
danDEMANG PANDAl( : (memasukipanggung). DEMANG PATALAN : Heran aku, Klinting, belum setengah hari
kau tinggalkan garisdepan, pesta panen te
DEMANG PAJANGAN : Apa guna jadi pria kalau bukan untuk lah selesai kau persiapkan.
mendapatkan wanita?
DEMANG PANDAl< : Tidak bisa. Untuk sekarang ini, tidak bisa. BARU KLINTING : Mereka yang telah teteskan keringat pada
bumi ini, berhak berpesta syukur untuk Sri
DEMANG PAJANGAN :Apa guna ketarnpanan pada Wanabaya? Dewi. Tak pernah ada tahun lewat sejak
Apa guna kecantikan pada Adisaroh? leluhur pertama buka Perdikan ini.
DEMANG PANDAK : Tidak bisa! Tidak bisa!
DEMANG JODOG : Diawali pesta ini dengan tandak di Balai
DEMANG PAJANGAN : Seperti kau sendiri tak pernah jadi pria. Perdikan. Luarbiasa, tak pernah teIjadi se
DEMANG PANDAK : Tak bisa! Tidak bisa ! belumnya.
DEMANG PATALAN : Kau lihat sendiri, Klinting, Pandak sarna DEMANG PATALAN : (menghampin'Demang Jodog, menan"knya
dengan Patalan - tak bisa terima Ki Wanabaya. berdzii dan' duduknya). Kau beranikan dia
DEMANG PAJANGAN : Baru Klinting, apa warta? datangkan rombongan tandak entah dari
mana asalnya, kau biarkan dia mabok kepa
yang, lupa darat lupa laut, lupa mula lupa
* wasana.
brahmacarya - selibat, ce/ibasy
M A N G I R Pramoedya Anan ta Toer
16 17
B a b a k P e r t a m a

DEMANG JODOG : (menghindan: menghampziiBaru Klinting). suk Mataram atau tidak? Mestikah acara
: (mengileuti Demang Jodog dan menyalah- berkisah jadi Wanabaya dengan si tandak?
DEMANG PATALAN
lean). Lupa perang belum selesai, keme BARU KLINfING : Kau Patalan, yang tinggal berbatasan lang-
nangan mutlak belum lagi di tangan! sung dengan garisdepan Mataram, semua
DEMANG JODOG : Klinting! - seorang peIJaka tampan dan prihatin dengan kedemanganmu ...
bergaya, menang perang berlepas brahma DEMANG PATALAN : Langsung masuk Mataram atau tidak?
carya, lelah perang baru pulang dari medan
BARU KLINTING : Akan datang masanya masuki Mataram de-
- apakah dia tidak berhak bersuka?
ngan tangan berlenggang. Tidak sekarang.
DEMANG PATALAN : Adakah kau hendak lupakan Klinting? Senapati masih terjaga oleh berlapis-Iapis
DEMANG PANDAK : Betul. Dia belum lagi melepas brahmacarya.
balatentara, benteng batu-bata, dusun-du
Dia juga perjaka, hanya sayang tak tampan sun bersenjata sekitar benteng, seberangi
rupa. Tidak bisa, tak ada yang berhak untuk Code, Gajah Wong sebelum sampai ke ista
bergila, juga Wanabaya Ki Ageng Mangir na. Biar dulu Mataram terpagari dari sela
Muda tidak. Tidak bisa! Tidak bisa ! tannya . . .

DEMANG PATALAN : Siapa tidak percaya? Di medan perang


DEMANG JODOG : Semua berhak bersuka, tepat pada giliran
dan waktunya, juga semua prajurit di garis- Klinting perwira, di Perdikan Klinting bijak
depan sana. sana, Ronggeng Jaya Manggilingan dengan
dua puluh gegeduk bikin porak-poranda
DEMANG PATALAN : Jodog dalam hatimu ada pamrih pribadi. Mataram. Tapi hari Mataram belum dapat
Kau sendiri hendak melompat pada kesem dihitung dengan jari. Bukan waktunya un
patan pertama. tk bersuka. Kerahkan balatentara Mangir,
DEMANG PAJANGAN : Semua kita telah perang. Semua punya hak blar bersuka dalam benteng Mataram, ber
untuk bersuka. Juga kau, Klinting. joged ronggeng dalam asrama.
DEMANG PATALAN : Kau, Klinting sang bijaksana, kaulah seka- DEMANG PANDAK : Jangan bicara lagi tentang si tandak. Wanabaya
rang yang bicara. juga hidup dari semua, tak berhak bersuka
DEMANG JODOG : Sudah lelah kami bertengkar, bicara kau, sendiri.
Klinting. DEMANG JODOG : Biar betapa pun Mataram akan jatuh. Ja-

BARU KLINTING : Boleh saja bertengkar, hanya jangan berke- ngan biarkan Patalan dan Pandak tidak me
lahi. .ngerti, Klinting. Biar Mataram tak bisa dihi
tung dengan jari, bisa dibilang dengan bebe
DEMANG PAJANGAN : Ada juga harganya bertengkar bertarik urat, rapa kali tenggelam-nya matari. Bodoh nian
membela Wanabaya tampan dan Adisaroh bila tidak sembari berpesta bersukaria.
rupawan.
D EMANG PAJANGAN : Kau kehilangan lidahmu, Klinting.
DEMANG PATALAN : Klinting, bukankah dalam lelah perang kita
berjumpa, guna rundingkan, langsung ma- DEMANG JODOG : Bukan kehilangan lidahnya Klinting benar-
M A N G I R
18 Pramoedya Ananta Toer 19
B a b a k P e r t a m a

kan Wanabaya. BARU KLINTING : Aku tidak benarkan Wanabaya, selama dia
DEMANG PANDAK : Benarkan Wanabaya? Tidak bisa! Tidak bisa! hanya bersuka sekedarnya.

DEMANG JODOG : Klinting tak benarkan berhati panas serbu DEMANG PATALAN : Dia bukan sekedar bersuka. Katakan itu,
Mataram. Pandak.

DEMANG PATALAN : Diam!


DEMANG PANDAK : Betul dia bukan sekedar bersuka. Nafasnya
terdengar berat, matanya berpandangan ja
BARU KLINTING : Adakah kalian timbang, dengan menggereki lang.
si tandak, Wanabaya belah dua hatlnya?
HARU KLINTING : Benarkah itu, Jodog dan Pajangan?
DEMANG PATALAN : Pasti belah dua, untuk perang dan untuk
Adisaroh si tandak. DEMANG JODOG : Siapa tidak terengah-engah di dekat si jelita
semacam itu? Tapi sungguh mati, hati Wa
DEMANG PANDAK : Tidak bisa, tidak bisa, Wanabaya tetap pang- nabaya takkan terbelah dua.
lima terbaik satu-satunya, hanya ...
DEMANG PANDAK : Siapa tahu hati orang? Nyatanya nafasnya
DEMANG PAJANGAN : Kau akui hak Wanabaya, Klinting? Dengan berat pandangnya jalang.
bersuka, dia akan lekang di medan-perang.
DEMANG PANDAK : Tidak bi.. . BARU KLINTING : Kalian semua sudah dengar kata-kataku.
Kenyataan tinggal pada Wanabaya sendiri.
BARU KLINTING : Belum selesai kalian bertengkar? Panggil dia kemari.
DEMANG PATALAN : Baik, memang tepat pad a waktunya kau DEMANG PATALAN : Takkan beranjak dari temp at dia sebelum
bicara. gong terakhir berhenti.
BARU KLINTING : Dengarkan sekarang. Memang Patalan di BARU KLINTING : Panggil dia kemari!
tempat terdekat dengan Mataram. Dia ber
hak dapatkan perhatian lebih banyak. Mangir DEMANG JODOG : (pergi ke seben memben' peniztah kemu
dan Pajangan berbentengkan sungai Bedog. dian kembali menghampiri Baru Klzizting).
ltu bukan berarti untuk Patalan semua harns Orang sudah lari memanggilnya.
pukul Mataram tanpa perhitungan. DEMANG PATALAN: Mari kita periksa hatinya.
DEMANG PATALAN : Aku mengerti, kau tak setuju itu. Tapi Ki DEMANG PANDAK : Aku dengar gamelan telah berhenti.
Wanabaya bermain berahi, dalam keadaan
belum selesai.
DEMANG PATALAN : Dengarkan sebelum Wanabaya, Ki Ageng
.M angir M uda, tiba. Patalan belum akan
BARU KLINTING : Untuk bersuka sekedarnya tak ada celanya. diam. Dengarkan. Dalam setiap karya pen
Dia berhak sebagai panglima, telah selamat ting dan bahaya, Klinting, kau selalu ada di
kan kalian semua, kedemangan dan semua muka. Dalam setiap suka kau menghilang
rakyatnya. entah kemana. Sekarang Wanabaya di pun
DEMANG PAJANGAN : Jodog, Klinting benarkan kita. cak suka, kau ragu termangu-mangu. Kau
juga peIjaka, sayang tak setampan
P r a m o e d y a A n a n t a To e r
.________________________M
20 A
______ N G__
I _R
____
___ 21
B a b a k P e r t a m a

Wanabaya. Lihat itu buktinya . . (menudlng


. WANABAYA : Inilah Ki Ageng Mangir Muda Wanabaya,
ke arahJalanan). datang menggandeng tandak tanpa tandingan.
(Menatap mereka seorang demi seorang).
Tak ada yang menyambut Ki Wanabaya?
Semua - (terdiam mengikuti arah tudingan). Baik Adisaroh yang jaya, berilah hormat
pada para tetua Perdikan.

BARU KLINTING
PUTRI PAMBAYUN : (tefap dalam gandengan Wanabaya). Inil
dan DEMANG PANDAK : (terbeliak). ah Adisaroh Waranggana bayaran, mengem
bara dari desa ke desa mencari penghi
DEMANG PANDAK : Nah kau lihat sendiri, Pajangan.
dupan. (memberi hormat dengan gerak
DEMANG JODOG : Benar aku keliru. Yang begitu tak dapat badan). Di belakang menyusul rombongan
ditenggang. wiyaga.

DEMANG PAJANGAN : (menepuk Demang Jodog). Bagaimana bisa


jadi begitu? TUMENGGUNG MANDARAKA,
PANGERAN PURBAYA,
TUMENGGUNG JAGARAGA dan

Kepala seorang - (menongoldanseben). Baru Klinting, Wanabaya, rUMENGGUNG

Ki Ageng Mangir Muda, datang. (Meninggalkan panggung). PRINGGALAYA : (nlasuk ke panggung dalam pakaian sa
maran orang desa, berdiri di belakang
Putn' Pambayun, memben' hormat secara
DEMANG PATALAN : Apa kau bHang sekarang, Klinting?
Perdikan pada tetua Perdikan).
BARU KLINTING : (bers17ang tangan memperhatikanjalanan). BARU KLINfING : Dirgahayu kalian semua, Mangir selalu sam-
Jangan sambut dia. but tamu-tamunya, dengan gembira dan
DEMANG PANDAK : Adakah dia dibawa kemari diajak berunding tulus hati. Dirgahayu Adisaroh, waranggana
tentang perang? tanpa tara dan rombongan. (mengangkat
dagu menatap Wanabaya). Dan kau, wajah
DEMANG JODOG : Memang tidak patut untuk seorang panglima...
mu merah seperti masih di medan-perang,
BARU KLINTING : Memang tidak patut, yang pandai berperang menggandeng putri cantik di hadapan kami.
tapi tak pandai pimpin diri sendiri. Diam Katakan kandungan hati, sebelum salah ter
semua sekarang, Wanabaya sudah mulai ka kami menebak isi dadamu.
naiki tangga.
DEMANG PATALAN, DEMANG JODOG, DEMANG PAJANGAN dan
WANABAYA dan DEMANG PANDAK : (bergerak mengelz7ingi Wanabaya dan Pu-
PUTRI PAMBAYUN : (nzemasukl panggung bergenggaman ta tn' Pambayun, menaksir dan menimbang
ngan, teracukan secara demonstrafl/ ke nimbang).
depan untuk d17ihat semua orang)
WANABAYA : (masih tetap menggandeng PutriPambayun).
22 M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 23
B a b a k P e r t a m a

Kalian terlongok-Iongok seperti melihat naga. BARU KLINTING : (tertawa, membalzk badan punggungi
Mata kalian pancarkan curiga dan hati tak Wanabaya).
suka. Katakan, siapa tak suka Wanabaya
DEMANG PATALAN : Dia lupa, semua membikin dia j adi Tua
datang menggandeng perawan j elita. Kata
Perdikan dan panglima perang Sendiri,
kan, ayoh katakan siapa tidak suka.
Wanabaya tak ada arti, sebutir pasir berke
DEMANG PATALAN : (menghampiri Wanabaya). Sungguh tidak lap-kelip sepi di bawah matari.
patut, seakan Perdikan tak bisa berikan TUMENGGUNG
untukmu lagi. MANDARAKA : Adisaroh, mari kita pergi. Mereka berteng
WANABAYA : Siapa lagi akan katakan tidak patut? kar karena kita.

DEMANG PANDAK : Tidak patut untuk seorang panglima. WANABAYA : (menoleh pada Tumenggung Mandaraka).
Tak ada yang bisa larang Wanabaya di rumab
DEMANG JODOG : Semula kukira sekedar bersuka. ini, menggandeng Adisaroh jaya. Adisaroh,
DEMANG PAJANGAN : Benar Patalan, kalau berkembang begini adakah takut kau hadapi para tetua desa ini?
rupa. PUTRI PAMBAYUN : Dalam gandengan tangan Ki Wanabaya Mu
WANABAYA : Juga akan kau katakan tidak patut? da, bahkan di bawah bayang-bayangnya,
DEMANG PANDAK : Juga tidak patut untuk seorang Tua Perdikan. semut pun tiada kan gentar.

DEMANG PAJANGAN : Waranggana masyhur, lenggangnya mem- WANABAYA : Benar sekali, semut pun tiada kan kecut.
belab bumi, lenggoknya menyesak dada, (mengangkat gandengan tinggi-tinggi).
senyumnya menawan hati, tariannya Inilah Adisaroh, perawan waranggana kuba
menggemaskan, sekarang tingkahnya bikin wa kemari akan kuambil untuk diriku
susah semua orang. sendiri.
WANABAYA : Siapa yang jadi susah karena dia? BARU KLINTING : (melangkah maju menghampin Putri
DEMANG JODOG : Jantannya tampan, gagah-berani di medan- Pambayun). Dari mana asalmu, kau, pera
perang. Klinting, bukankab sayang kalau dia wan?
tak bisa pimpin diri sendiri. TUMENGGUNG
MANDARAKA : Anakku dia, penari tanpa tandingan dari
BARU KLINTING : Wanabaya, Ki Ageng Mangir M uda, bukan
berpuluh desa.
hanya perkara suka atau tidak, patut atau
tidak, bisa pimpin diri sendiri atau tidak, BARU KLINTING : Penari tanpa tandingan dari berpuluh desa.
'
kau sendiri yang lebih tabu! Perdikan ini Siapa tak percaya? Bicara dengan mulutmu
milik semua orang, bukan hanya Wanabaya sendiri, kau, perawan jelita!
Muda si Tua Perdikan Mangir.
PUTRI PAMBAYUN : Adapun diri ini, dari sebuah dukuh sebelah
WANABAYA : Kalau bukan aku yang pimpin perang, sudah timur, seberang tujuh sungai.
kemarin dulu kalian terkapar di bawah rum
WA..ABAYA : (menggerutu). Dia periksa Adiso:lroh sepelti
put hij au.
pada anaknya sendiri.
24 M A N G I R P r- a m o e d y a A n a n t a T 0 e r
--------------------------------------------------
2f2.
B a b a k P e r- l a m a

BARU KLINTING : Mengapa ikut naik ke pendopo ini? di hadapan Wanabaya Muda? Supit Urang
nya telah buyar tertadahi Ronggeng Jaya
WANABAYA : Apa guna bertanya-tanya? Ki Wanabaya
Manggilingan. Hen-dak mengepung ganti
sudah suka.
terkepung. Dilepaskannya Dirada Keta, ga
PUTR! PAMBAYUN : Digandeng Ki Ageng Mangir Muda begini, jah yang mengamuk tumpas masuk dalam
siapa dapat lepaskan diri? perut Ronggeng. Bila dusun-dusun luar ben

DEMANG JODOG : (mengejek). Datang dengan Ki Ageng Mangir teng kita pukul hari ini. ..
Muda dengan semau sendiri. TUMENGGUNG
MANDARAKA : (tertawa terkekeh). Mataram? Apa arti
DEMANG PANDAK : Siapa yang dulu suka? Wanabaya ataukah
Mataram? Dijentik dengan kelingking kiri,
kau?
akan runtuh dia seperti seungguk nasi basi.
DEMANG PAJANGAN : (jJada Baru Klinting). Nampaknya dua-
DEMANG PANDAK : Diam kau, Pak Tua tak tahu diri. Padamu
duanya.
belum ada orang tanyakan perkara. (jJada
DEMANG PATALAN : Memang tak ada salahnya peIjaka dan perawan
Wanabaya) Wanabaya Muda, Ki Ageng
saling kasmaran, (menghampin' Wanabaya),
Mangir Muda, bukankah kau datang untuk
tetapi Perdikan bukan milikmu pribadi.
dapatkan anggukan dari Baru Klinting? Tak
DEMANG PANDAK : Membawa wanita milik semua pria ... patut kau sekasar itu padanya. Pergi kau

TUMENGGUNG
padanya, tahu diri kalau butuh anggukan.
MANDARAKA : Anakku bukan tandak sembarang waranggana, DEMANG PATALAN : (menggerutu). Perang pun belum diselesai
dididik baik tahu adab, terlatih tahu sopan kannya...
setiap waktu, setiap saat.
WANABAYA : (menggandeng Putn'Pambayun mengham
DEMANG PATALAN : Seperti bukan prajurit perang, tak dapat pin' Baru Klinting): Lihatlah ini, Klinting,
kendalikan diri lihat kecantikan, jatuh kas Ki Ageng Mangir Muda datang padamu
maran lupa daratan. menggandeng dara waranggana, untuk
WANABAYA : (tersenyum). Ayoh, katakan semua. Juga dapatkan anggukan kepala darimu, dari
kau, Klinting, apa gun a sembunyi di bela Baru Klinting sang bijaksana.
kang lidah yang lain? BARU KLINTING : Seperti Mataram miskin putri rupawan. Be
BARU KLINTING : Bicaralah kau sepuas hati. dah dulu kratonnya dan kau boleh pondong
semua perawannya.
DEMANG PATALAN : Biar kami tahu apa di hatimu, bisa kami kaji
dan uji-Oh, perang belum lagi selesai, keme WANABAYA ; Yang seorang dalam gandengan tangan ini,
nangan belum lagi terakhir. . . Kasmaran tan Klinting, berlaksa lebih berharga dari semua
dak lupa daratan, Mataram masih j aya ber putri, dari semua jenis wanita, di seluruh
diri. Mataram, di seluruh bumi. Wanabaya Ki
Ageng Mangir Muda hanya hendaki yang
WANABAYA : Mataram? Apa daya Panembahan Senapati Ill l .
26 M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 27
B a b a k P e r t a m a

DEMANG PATALAN : (menghampiri Wanahaya menyerang). Bukankah sernua lihat, bukan kau, hanya
Belum lagi kau injakkan kaki di kraton Wanabaya gernetar tanpa daya dalarn gan
Mataram - putri-putrinya tak pernah meng dengan?
garap burni, dibesarkan hanya untuk ke rUMENGGUNG
puasan pria, halus tak pernah keIja, tak kena MANDARAKA : Ki Ageng Mangir M uda yang pertarna dan
sinar surya. satu-satunya. Orang setua aku berani surn
BARU KLINTING : Dengarkan kata Dernang Patalano pah sarnpai mati. (menoleh pada romhong
annya). Katakan, ternan-ternan wiyaga.
WANABAYA : Ki Ageng Mangir Muda telah dengarkan
sernua. Hanya yang ini di atas segala-gala. PANGERAN PURBAYA : Sejak bayi dalarn penjagaanku, sampai
Tak pernah Wanabaya sukai wanita. Sekali besar tak pernah lepas dari rnataku.
rUMENGGUNG
diperolehnya, tak ada yang rnarnpu kisarkan
JAGARAGA : Sernua pengganggu tunggang-Ianggang oleh
kernauannya.
lidah, oleh tanganku.
BARU KLINTING : (meninggalkan Wanahaya dan Futn ruMENGGUNG
Pamhayun). Hanya rnata buta dan hati batu PRINGGALAYA : Pontang-panting, lintang-pukang oleh sepa-
tak tergiur cair lihat Adisaroh waranggana.
kan kakiku.
DEMANG PATALAN : (mengikutiBaru Klinting menegur). Klinting! DEMANG PANDAK : Bersahut-sahut seperti burung di pagi-hari
BARD KLINTING : Apa pula kau, Patalano Lihat, rnenang atas
BARU KLINTING : (hersllang tangan menghampiri romhong-
Matararn rnasih dalarn irnpian, kecantikan
an wiyaga menatap mereka seorang deml
dan kernudaan telah tergandeng di tangan.
seorang. Pada Demang Jodog). Laku rnere
DEMANG PATALAN : Apa kau akan berikan anggukan? ka seperti pedagang ikan, beIjual bangkai
berbunga puji.
DEMANG PANDAK : (menghampin Baru Klinting dan samping).
Siapa pun takkan rela wanita sejelita itu DEMANG JODOG : (herhisik dengan tangan tercorong pada
tergenggarn pria selain Wanabaya. Apakah mulut pada Baru Klinting). Aku pun jadi
Matararn akan jadi petaruh? curiga.

WANABAYA : Klinting, kau belurn lagi rnernberikan ang WANABAYA : Anggukanrnu belum kulihat, Klinting. Juga
gukan kepala. kalian, Pantalan, Jodog, Pandak dan
Pajangan. Keliru kalau kalian anggap, aku
BARU KLINTING : (mendekati Futn Pamhayun). Di hadapan
,datang rnenggandeng perawan ini, untuk
tetua dan gegeduk rata Mangir kau gandeng
mengemis sepotong kernurahan. Dara
Ki Wanabaya Muda. Kau, perawan dari tu
Adisaroh hanya untukku seorang. Burni dan
juh sungai seberang timur, berapa pria telah
langit tak kan bisa ingkari. (pada Putri
kau rernas dalam tanganmu?
Pamhayun). Sejak detik ini kau tinggal di
PUTRI PAMBAYUN : Ini yang pertarna. sini, jadi rernbulan bagi hidupku, jadi matari
untuk rumahku.
BARU KLINTING : Tak patut berbohong di hadapan para tetua.

..
Pramoedya Ananta Toer 29
28 M A
______________________________ N G_I
__R_____________________
B a b a k P e r t a m a

TUMENGGUNG rUMENGGUNG

MANDARAKA : Ki Ageng Mangir Muda Wanabaya, siapa MANDARAKA : Kapan dimulai sebuah adat, orangtua di
tidak gembira jadi mertua, dapatkan me sisihkan tanpa diajak damai?
nantu panglima perang masyhur gagah-be
OEMANG PATALAN : Lihat Klinting, mereka anggap para tetua ini
rani, tua Perdikan Mangir? Hanya saj a be
angin belaka.
lum tepat caranya. Adisaroh anakku bukan
anak burung, bisa diambil dari sarang di I lEMANG PANDAK : Dan kau belum atau tidak berikan anggukan
atas pohon. kepala.

PANGERAN WANABAYA : (sekali lagi mengangkat tinggi gandengan).


PURBAYA : (meninggalkan rombongan menghampiri Lihatlah ini, aku genggam tangannya, dia
Wanabaya) Sungguh tidak tepat caranya. genggam tanganku. (memperlihatkan pada
Adisaroh bukan selembar daun kering, ter setiap orang). Siapa ingkari kenyataan ini?
tiup angin j atuh di mana saja. {pada
BARU KLINTING : Biarkan Wanabaya curahkan isi hatinya.
Tumenggung Jagaraga}. Aku belum bisa
terima, anak momongan direnggut seperti rUMENGGUNG

rumput. \1ANDARAKA : Apa pun teIjadi, bumi dan langit memang


tak bisa ingkari, tali hubungan telah teIjadi.
TUMENGGUNG
Hanya caranya belum terpuji. (Pada Futn
JAGARAGA : Tanpa Adisaroh waranggana, nasib rom
Pambayun) Bicaralah kau, perawan, biar
bongan akan berantakan, buyar, masing
terdengar oleh semua tetua Perdikan.
masing akan terpaksa pergi terbungkuk
membawa lapar. I'UTRI PAMBAYUN : (tanpa ragu-ragu). Inilah diri, dalam gan
dengan Ki Ageng Mangir Muda Wanabaya.
WANABAYA : Takkan kubiarkan kalian lapar. Selurnh
Telah diulurkan tangannya kepadaku, dan
rombongan jadi tanggungan di tangan Ki
aku menyambutnya. Apalagi masih harns
Ageng. Harap jangan kalian anggap rendah
dikatakan? Hendak diambilnya aku untuk
Wanabaya Muda. Biar bukan raja, aku ma
dirinya sendiri semata.
sih jaya berlumbung daya.

TUMENGGUNG
DEMANG PANDAK : Bukan begitu cara bicara perempuan desa.
MANDARAKA : (berunding dengan isyarat dengan rom I'lITRI PAMBAYUN : Inilah diri, dari dukuh seberang tujuh su
bongannya; terbatuk-batuk minta perha ngai sebelah timur.
tian). PANGERAN ,

WANABAYA : (pada Tumenggung Mandaraka). Bapak PURBAYA : Tak cukup hanya diambil untuk dirinya
tua, kau lihat sendiri, Adisaroh sambut ta sendiri semata
nganku dengan suka sendiri. (memperli
DEMANG PATALAN : Hendak diambilnya untuk dirinya sendiri
hatkan gandengan tangan). Wanabaya ti
semata, seakan seorang tandak pernah ha
dak lepaskan, Adisaroh mengukuhi.
nya untuk seorang saja.
N G Pramoedya An anta Toer 31
:iO
________________________
M__A
______I__
R_____________________
B a b a k P e r t a m a

PANGERAN WANABAYA : Pertanyaan-pertanyaan ini, apakah berarti


PURBAYA : Jangan menghina ! Belum lagi kami setujui Wanabaya bukan panglima lagi?
maksud Ki Wanabaya Muda.
I l EMANG PATALAN : Benar kata Pajangan, menjawab pun kau
WANABAYA : (pada Tumenggung Mandaraka) Begini ca tidak sudi. Kau lihat itu sendiri, Klinting.
ra di Perdikan Mangir: semua tergantung
pada yang muda, orangtua hanya setuju WANABAYA : (me/epas gandengan maju menantang pa
mengiakan. Katakan padanya, Klillting, di ra demang seorang demiseorang). Dengar
sini tak ada cara lebih terpuj i daripada kan kalian, orang-orang nyinyir, tak me

begini. ngerti perkara perang. Setajam-tajamnya


senjata, bila digeletakkan takkan ada se
DEMANG PATALAN : Kita semua bicara tentang nasib Mangir, suatu teIjadi. Sebagus-bagusnya panglima
nasib Mataram, hanya Wanabaya dan rom perang, bila ditinggalkannya senjata dan
bongan waranggana sibuk tawar-menawar. balatentara sebesar-besar pasukan akan bi
(Pada Baru Jrhnhng) Kau hanya punya nasa. Apakah kalian belum mengerti ini?
kata-putus, putuskan sekarang juga, sebe
lum berlarut menjadi bencana. BARU KLINfING : Wanabaya Muda, kau mulai memeras untuk
dibenarkan, untuk dapat anggukan. Kau
BARU KLINfING : Juga Wanabaya punya hak bicara, tak se yang diasuh oleh Perdikan sejak pertama
mestinya kita lindas hasrat dalam hatinya. kali melihat matari, hatimu mulai terbelah
Apa jadinya sungai yang tak boleh mengalir? hanya karena waranggana.
Dia akan mengamuk melandakan banjir.
WANABAYA : Aku datang bukan untuk dituduh diselidiki.
DEMANG PATALAN : Tak bisa aku tunggu begini lama. Aku butuhkan anggukan, bukan gelengan.
BARU KLINfING : Patalan takkan dilanda Mataram dalam se Kalau gelengan aku dapatkan jangan sesali
bulan ini. Lakumu seperti tertimpa keba Ki Wanabaya M uda ini.
karan. BARU KLINfING : Ingat kalian apa aku katakan tadi?
WANABAYA : Klinting, patutkah seorang tua Perdikan dan DEMANG PANDAK : Benar, seorang panglima yang tak dapat
panglima dibiarkan menunggu begini lama? pimpin diri sendiri ...
DEMANG PANDAK : Jangan berikan anggukan. WANABAYA : Diam kau, Pandak, Wanabaya Muda tak
DEMANG PATALAN : Biar Mataram lebih dulu dibereskan. butuhkan suaramu.

DEMANG JODOG : Kau sendiri Wanabaya Muda, mulaikah pe DEMANG PATALAN Benar hatinya telah belah dua.
rang kau lupakan? DEMANG JODOG : Menyesal aku telah biarkan dia bersuka . . .
WANABAYA : Tak patut panglima diuji seperti itu. BARU KLINfING : Lebih berat bagimu Adisaroh waranggana.
DEMANG
PANGERAN
PAJANGAN : Menjawab pun kau tidak sudi. Berat mana PURBAYA : Adisaroh adinda, .mari tinggalkan rumah
Mataram atau Adisaroh waranggana? sengketa ini.
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer
32 33
B a b a k P e r t a m a

WANABAYA : Diam kalian rombongan wiyaga! Kalau tak leluhur dan dewa-dewa? Dia datang padamu
mampu bantu Adisaroh dan aku, jangan berupa pinjaman dari Perdikan Mangir, de
melintang di tengah jalan Ki Wanabaya Muda. samu.

BARD KLINTING : Melihat ini, bagimu Adisaroh waranggana BARD KLINTING : Tanpa Mangir desamu kau juga selembar
sarna bobot dalam timbangan dengan pe daun yang akan luruh di mana saja. Jatuh di
rang. Kalau bukan berhati belah, hatimu Mataram kau akan ikut perangi kamL Ke
tidak satu lagi. betulan di Mangir kau perangi Mataram.

DEMANG PATALAN : Satu hati dengan satu kesenangan. DEMANG PATALAN : Dia belum mengerti, kepanglimaan bisa ba-
tal dari dirinya. Tidak percuma orang tua
BARU KLINTING : (menuding Wanabaya) Bagi dia perang dan
tua tak boleh diabaikan pengalamannya.
Adisaroh memang kesenangan.
DEMANG PANDAK : Kalau kita benarkan tingkahnya, semua per-
WANABAYA : (melepaskan gandengrzn pada Putri
jaka Mangir dan desa-desa tetangga akan
Pambayun, menghadap Baru Klinting; tapi
tiru contohnya. Semua perawan akan ting
tak keluar suara dari mulutnya).
galkan desa, mengamen cari Ielaki siapa
BARU KLINTING : Demang Pajangan, bawa Adisaroh dan rom- saja.
bongan ke belakang, biar kita selesaikan
DEMANG PAJANGAN : (masuk ke panggung). Telah kutempatkan
perkara Ki Wanabaya Muda ini.
mereka di gandok* sana. Adisaroh dalam
DEMANG PAJANGAN : (mengiringkan) bilik dalam, rawatan nenek tua.

BARD KLINTING : Perang belum lagi selesai, kau beri semua


tambahan keIja. Apakah itu patut untuk
PUTRI PAMBAYUN, TUMENGGUNG MANDARAKA, PANGERAN PDRBAYA,
seorang panglima?
TUMENGGUNG JAGARAG TUMENGGDNG
PRINGGALAYA : (meninggalkan panggung). WANABAYA : Sudah kudengar semua suara keluar dan
mulut kalian. Juga dalam perkara ini aku
BARD KLINTING : Memalukan - seorang panglima, karena
seorang panglima. J angan dikira kalian bisa
kecantikan perawan telah relakan perpe
belokkan Wanabaya. Sekali Wanabaya Muda
cahan. Berapa banyak perawan cantik di
hendaki sesuatu, dia akan dapatkan untuk
atas bumi ini? Setiap kali kau tergiIa-giIa
sampai selesai.
seperti seekor ayam jantan, tahu sa rang tapi
tak kenaI kandang. DEMANG PATALAN : Kau tak lagi pikirkan perang.
,

WANABAYA : Telah kalian cemarkan kewibawaan Wanabaya WANABAYA : Sudah kalian lupa apa kata Wanabaya ini?
Muda di hadapan orang luar. Kalian sendiri Hanya setelah Wanabaya rebah di tanah dia
yang relakan perpecahan.

BARU KLINTING : Jawab keangkuhannya itu Patalan !

DEMANG PATALAN : Kau kira kewibawaan datang padamu dari


* gandok - pavilyun.
M A N G I R
34 Pram oedya Ananta Toer 35
8 a b a k P e r t a m a

takkan bela Perdikan lagi? Lihat, Wanabaya BARU KLINTING : Karena mudanya dia ingin berlagak kuasa,
masih tegak berdiri. memalukan seluruh Perdikan. Tiadakah kau
DEMANG PANDAK : Biasanya kau rendah-hati, sehari dengan merasa bersalah pada teman-temanmu sen
Adisaroh, kau berubah jadi pongah, tekebur diri, kau, K.i Ageng Mangir Muda. Wanabaya?
bermulut nyaring, beIjantung kembung.

WANABAYA : Diam, kau yang di bawah perintahku di Semua - (datang melingkari Wanabaya)
medan perang, tidak percuma Wanabaya
disebut Ki Ageng Mangir Muda, tidak sia-sia
Mangir angkat dia jadi tua Perdikan dan BARU KLINTING : Jawab: apakah artinya Wanabaya tanpa
panglima. Perdikan tanpa balatentara? Tanpa teman
DEMANG JODOG : Benar, dia sudah berubah, Patalano temanmu sendiri, tanpa kewibawaan yang
dipinjamkan?
WANABAYA : Suaranya yang berubah, hati dalam dadanya
tetap utuh seperti Laut Kidul.
WANABAYA : Di atas kuda dengan tombak di tangan, bisa
pimpin balatentara, menang atas Mataram,
BARD KLINTING : Suaranya berubah sesuai dengan hatinya. Perdikan hams berikan segala kepadaku.
WANABAYA : (bergerak kearahjagang tombak). BARU KLINTING : Tuntut serilua untukmu di tempat lain! Lu
DEMANG PAJANGAN : (mengambll mata tombak dan atas m'!ia dah akan kau dapatinya pada mukamu. Kau
dan diselitkan pada tentang perutnya). boleh pergi dan coba sekarang juga.

BARU KLINTING : Apa guna kau coba dekati jagang tombak? WANABAYA : (menatap para tetua seorang demi seorang).
Hanya karena wanita hendak robohkan te Kalian hinakan Wanabaya Muda.
rnan sebarisan? Tidakkah kau tahu, dengan BARD KLINTING : Tanpa semua yang ada, kau, jawab sendiri.
jatuhnya semua temanmu kau akan diburu Kau, Wanabaya, apa kemudian arti dirimu?
buru Mataram seperti babi hutan?
WANABAYA : (membuang muka7 merenung7 bicara pada
DEMANG JODOG : Tenang kau, Wanabaya. Buka hatimu, biar din sendinJ. Sekarang mereka pun dapat
semua selesai sebagaimana dikehendaki. usir aku. Apakah kemudian aku jadi anggota
Memang peIjaka berhak dapatkan perawan, waranggana? BeIjual suara dari desa ke
tapi bukan cara berandalan macam itu, apa desa? Dari panglima jadi tertawaan setiap
pula bagi seorang panglima. Bukankah aku muka? Adisaroh pun boleh jadi tolak diriku
tidak keliru, Klinting sang bijaksana. pula?
BERU KLINTING : (bersllang tangan7 mengangguk-angguk). BARU KLINTING : Jawab, kau, kepala angin! Kau anggap se
DEMANG PANDAK : Aku masih belum bisa terima, Ki Ageng mua ini bayang-bayang smata?
Mangir M uda mengajak bertengkar di depan WANABAYA : (berendah han). Apakah Wanabaya tak
orang luar-hanya untuk tunjukkan wibawa, berhak punya istri?
di depan Adisaroh dan rombongannya.
36 M A N G I R P dmoedya Ananta Toer 37
B a b a k P e r t a m a

BARU KLINTING : Hanya untuk bertanya seperti itu lagakmu leluhur suara darahmu di atas bumi ini,
seperti dunia sudah milikmu sendiri. Jawab, darahmu sendiri yang masih berdebar da
kalian, pertanyaan bocah ingusan ini. lam tubuhku, Ki Ageng Mangir Muda
Wanabaya. Darah ini tetap murni, ya leluhur
DEMANG JODOG : Tak ada yang sangkal hak setiap peIjaka.
di alam abadi, seperti yang lain-lain, lebih
DEMANG PAJANGAN : Aku pun tak rela Adisaroh jatuh tidak di dari yang lain-lain dia sedia mati untuk desa
tangan kau. yang dahulu kau buka sendiri, untuk semua
DEMANG PATALAN : Juga menjadi hakmu leburkan Mataram. yang setia, karena dalam hati ini hanYd ada
satu kesetiaan. Tombak-tombak biar tum
WANABAYA : Dengar kalian semua: terhadap Mataram
pas diri, kalau tubuh ini tak layak didiami
sikap Wanabaya tak berkisar barang sejari.
darahmu lagi.
Ijinkan aku kini memperistri Adisaroh. Tan
pa mendapatkannya aku rela kalian tumpas DEMANG PATALAN : (me/emparkan tOlnbak ke dekat rana me
gi sini juga. Jangan usir aku, terlepas dari n% ng Wanabaya berdinJ. Katakan, Adisaroh
Perdikan ini. Beri aku anggukan, Klinting, takkan bikin kau ingkar pada Perdikan.
dan kalian para tetua, gegeduk rata Mangir
WANABAYA : Adisaroh takkan bikin Wanabaya ingkar pa
yang perwira. (Ber/utut dengan tangan ter
da Perdikan.
kembang ke atas pada orang-orang di ha
dapannya). Aku lihat tujuh tombak berdiri BARU KLINTING : Kau akan tetap melawan Mataram.
di jagang sana. Tembuskanlah dalam diriku,
WANABAYA : Leluhur dan siapa saja yang dengar, inilah
bila anggukan tiada kudapat. Dunia jadi tak
Wanabaya, akan tetap melawan Mataram.
berarti tanpa Adisaroh dampingi hidup ini.
DEMANG PATALAN : Membela semua kedemangan sahabat Mangir.
BARD KLINTING : Terlalu banyak kau bicara tentang Adisaroh.
Kurang tentang Mangir dan Mataram. Siap WANABAYA : Membela semua kedemangan sahabat Mangir.
kan tombak-tombak! Lepaskan dari sarnng
DEMANG JODOG : Dengan atau tanpa Adisaroh kau tetap setia-
nya.
wan.

WANABAYA : Dengan atau tanpa Adisaroh Wanabaya te-


Para demang - mengambil tombakdarijagang, mengepung Wanabaya tap setiawan.
dengan mata tombak diacukan padanya.
DEMANG PAJANGAN : Setiawan sampai mati.

WANABAYA Setiawan sampai mati.


BARD KLINTING : Tombak-tombak ini akan tumpas kau, bila
nyata kau punggungi leluhur, berbelah hati DEMANG PANDAK : Barn Klinting, bukankah patut sudah dia
pada Perdikan, khianati ternan-ternan dan dapat anggukan? Tunjukan matamu pada
semua. Bicara kau! Klinting, kau, Wanabaya.
WANABAYA : (menatap ujung tombak satu per satu dan BARU KLINTING : Lihatlah betapa semua temanmu ikut pi
mereka seorang demi seorang). Dengarkan kirkan kepentinganmu.
M A N G I R
38
B a b a k P e r l a m a

WANABAYA : Aku telah bersalah, Barn Klinting yang bi


jaksana!

BARD KLINTING : Lihatlah aku. (mengangguk per/ahan-/a


han).

Para demang - merangkul Wanabaya

BARU KLINTING : Pergi kau dapatkan pengantimu.

WANABAYA : (ragu meningga/kan panggung da/am


iringan mata semua yang ditingga/kan).
BARD KLINTING : Kita semua masih curiga siapa waranggana
dan rombongannya. Kalau ada Suriwang,
dia akan bilang: Ai-ai-ai memang tak bisa
lain. Tanpa Wanabaya cerita akan meng
ambil suara lain. Dilarang dia pun akan
berkembang lain. Pukul tengara, pertanda
pesta panen boleh dibuka.

BABAK KEDUA
Ebook by syauqy_arr
WeblogJ http://hanaokLwordpress.com
40 M A N G J R
Pramoedya Ananta Toer 41
B a b a k K e d u a

rambut istrinya).
PurRI PAMBAYUN : (terperanjat, meno/eh ke be/akang). Kakang
suka kageti aku begini.

WANABAYA : Kau melamun, adikku kekasih. Apakah ter


singgung hatimu kularang menenun dan
mengantih? (Berdiri di hadapan Putri
Pambayun).
purRI PAMBAYUN : Sudah semestinya, biar tak Inengganggu
jabang bayi di bawah jantung ini.

WANABAYA : Selalu juga kudapati kau sedang mengimpi.


* * *
Adakah terluka hatimu memasak dan mem
batik kau kularang juga?

PurRI PAMBAYUN : Sudah semestinya, kakang takut asap pedih


kan mata si kekasih ini.
Setting - Taman bunga di samping rumah Ki Ageng Mangir Muda
Wanabaya. Di atas tanah yang ditinggikan barang 20 em., ditahan WANABAYA : Apa konon masih kurang pada si kakang?
dengan papan, berdiri sebatang pohon mangga besar, dikelilingi purRI PAMBAYUN : Tak ada suami lebih baik dari Ki Ageng
bangku-bangku panjang dari kayu. Latar belakang: samping rumah, Mangir Muda Wanabaya.
yang dihias dengan sangkar-sangkar burung dan ayam aduan.
WANABAYA : Bukan aku lebih baik dari yang lain. Setiap
Suara Lagu Jawa yang murung, sayup-sayup.
-

wanita Perdikan berbahagia dengan suami


nya, seorang untuk dirinya semata.
purRI PAMBAYUN : (bersandar pada batang mangga, mere PUTRI PAMBAYUN : Kakang, diriku merasa hidup di sorga, tanpa
nung jauh, seakan sedang mendengarkan duka tanpa sengsara, setiap hari kesukaan
/agu dan kl!Jauhan itu). semata.

WANABAYA : (tertawa). Makin hari kau makin pelamun,


Suara - Lagu mendadak berhenti. adikku kekasih, membikin hati Kakang me
raba-raba.

PurRI PAMBAYUN : Tak sabar diri ingin periksa, siapa anak yang
purRI PAMBAYUN : (tergagap-gagap, menge/uh). Sudah empat bakal datang pada kita. Kalau lelaki apakah
kali tiga puluh hari. Janji ini, apakah hari ini dia bakal segagah bapanya ....
harus ditepati.
WANABAYA : Bila lelaki dia akan gagah-berani, setiawan
WANABAYA : (masuk kepanggung dan' be/akang Putri pelindung Perdikan ini. Seratus Mataram
Pambayun, dlam-dlam, menunduk meniup akan direbahkannya sekali gebah. (Lunak).

____________________________________________d
R Pramoedya Ananta Toer
_ M
_____________________________ A N G_'
_______________________
43
B a b a k K e d u a

Kalau wanita, Adisaroh sayang, dia pasti maut bukan urusan kita. Kau akan lahirkan
cantik-jelita seperti ibunya, penakluk hati anak kita dengan selamat. Kau akan saksi
seluruh bumi Jawa. kan anakmu, cucu dan buyutmu, Adisaroh!
Leluhur, bumi dan langit bakal jaga ketu
PUTRI PAM BAYUN : Pohonku dia bakal seorang pria, sekembar
runan kita, sampai dunia belah dua, dan
segagah ayahnya . . . . . .
burung-burung tak bisa bertengger lagi.
WANABAYA : (tertawa, memandang jauh) Tak ada yang
PUTRI PAMBAYUN : Aku harus percaya, karen a bapa anakku
lebih berbahagia dari si Wanabaya menjadi
yang bicara.
bapa, dari anak kelahiran rahim istrinya.
(Tertawa). Dan kau sendiri, Adisaroh keka WANABAYA : Apa yang masih kau lamunkan lagi? Lihat
sih, tiadakah kau rindu kampung halaman, sejoli belibis di angkasa sana. Adakah mereka
sebelah timur seberang tujuh sungai. suka bermenung seperti kau ? Tidak,
Adisaroh kekasih kakang, karen a semua
PUTRI PAMBAYUN : Terlalu rindu, kakang, sekalipun tidak se
sudah ada pada mereka. Katakan, Adisaroh

p rti di sini - di sini wanita dapatkan segala
belahan jiwa, apa yang masih kurang?
gala: damai dan suka, setia dan cinta.
PUTRI PAMBAYUN : (membawa Wanabaya meninggalkan ta
WANABAYA : Kau terlalu rindu kampung-halaman, juga
nah ketinggian). Setiap malam, kakangku
kau berbahagia di Perdikan. Empat bulan
Wanabaya, bila, semua sudah lelap, pepo
kau telah saksikan, tak ada lelaki perbudak
honan terangguk-angguk mengantuk, dan
wanita seperti di istana. Orang-orang ber
angin tak juga jera berkelana, Adisaroh istri
bangsa itu lupa, wanita tak lain dari ibu
mu bangun hati mengucap syukur dapatkan
bangsa. Maka jangan kau suka melamun
suami seperti Kakang. Aku memohon, ya,
Adisaroh kekasih si kakang. Gelisah hati
Kau Sang Pembikin Nyawa, kecuali mati,
melihat, seakan kakang tak cukup bertim
jangan pisahkan kami berdua, jangan Kau
bang rasa.
biarkan kami bercerai sendiri-sendiri.
PlITRI PAMBAYUN : Tak ada yang lebih dari Kakang. Kalaupun
WANABAYA : (meletakkan satu tangan pada pundak Pu
Adisaroh mati, semoga matilah di sini, di
tri Pambayun). Tak pernah kau bicara ten
bawah naungan beringin, ditingkah kicauan
tang perpisahan atau tentang perceraian.
burung tiada henti.
Bukankah kau tak halangi si Kakang be
WANABAYA : Bukan waktu bagimu bicara perkara mati. rangkat ke medan-perang?

PUTRI PAMBAYUN : Kata orang tua-tua: bila berbahagia ingatlah PUTRI PAMBAYUN : 'Setiap Kakang berangkat ke medan-perang,
pada maut yang semakin dekat. Bila hadapi aku tahu Kakang pasti pulang.
mati hendaknya orang menghitung semua
WANABAYA : Dan kau takutkan perpisahan-perceraian
kebahagiaan yang sudah terlewati.
PUTRI PAMBAYUN : Setiap malam bila Kakang di medan-perang,
WANABAYA : Ah-ah-ah, kata-kata kosong belaka. Semua
tak lain keIjaku dari besarkan kepercayaan,
yang ada bukankah hanya buah usaha? Sang
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer
44 45
B a b a k K e d u a

Kakang pasti menang, di mana saja berta lambat tiba di perbatasan. Taman takkan
han ke mana saja menyerang. berkisar, perbatasan bisa bergeser.

WANABAYA : Setiap malam, Adisaroh kekasih? WANABAYA : Perempuan bijaksana, pandai peringatkan

PUTRI PAMBAYUN : Setiap malam tanpa senggang, si bayi 1m


suami pada tugasnya. (Tiba-tiba menoleh ke
jadi saksi. arah rumah). Ada yang datang, Adisaroh
kekasih. (pergi meninggalkan panggung).
WANABAYA : Manakah ada wanita utama dari adik si
Kakang? Pada suami berbakti, diam-diam PUTRI PAMRAYUN : Suami gagah-berani tak ada seperti dia,
berbudi? tampan dermawan, kasihnya tidak tara. Di
mana lagi seorang wanita dapatkan suami
PUTRI PAMBAYUN : Namun setiap perpisahan menakutkan, se seperti dia l (membelai perot). Kau jabang
tiap pereeraian mengeeutkan - seakan suatu bayi, Ki Ageng Mangir keeil, jangan perma
latihan, Kakang akan tinggalkan aku seo lukan ibumu nanti bila saksikan matari.
rang diri, untuk selama-Iamanya. (kembali ke bawah pohon mangga dan
WANABAYA : Lhahdalah. duduk di atas bangku7 berkecap sebentar).
Ab-ah, hari tugas terakhir - habisnya suatu
PUTRI PAMBAYUN : Ke mana diri dan bayi ini nanti akan pergi? peIjanjian.
WANABAYA : Demi langit dan bumi, demi leluhur keramat TUMENGGUNG
berbahagia - tak bakal, Adisaroh kekasih, MANDARAKA : (memasuki panggung membawa cangkul
tak bakal kau aku tinggalkan. kayu dengan mata berlapis baja/ berdiri
: Biar aku bersujud padamu, untuk puji teri
pada suatu jarak di hadapan Putn
PUTRI PAMBAYUN
makasih-ku.
Pambayun7 meletakkan cangkul di tanah
dengan tangan masih memegangi tangkal>
WANABAYA : Sujud padaku? (cunga) Bukan adat wanita mata cunga ditebarkan ke mana-mana).
desa bersujud pada guru-suami. Apakah kau Cucunda Gusti Putri Pambayun!
kehendaki aku mati dahulu untuk bisa kau
PUTRI PAMBAYUN : (berubah airmuka7 waspada). Nenenda
sujudi?
Mandaraka Juru Martani.
PUTRI PAMBAYUN : Ampun, kang, betapa takut kau tinggalkan TUMENGGUNG
sendiri, di sini dan di mana saja, di dunia ini MANDARAKA : Terpaksa nenenda datang kini untuk mena
juga di dunia lain. gih janji.
WANABAYA : Adisaroh, dalam mengandung betapa ba PUTRI PAMBAYUN :'Dia datang menagih janji.
nyak rusuh dalam dadamu. Mari beIjalan
TUMENGGUNG
jalan, nikmati keindahan tamanmu. Seben
tar lagi kakang akan berangkat lagi, agak MANDARAKA : Bukankah darah satria tak patut diperingat
jauh ke garisdepan. kan? Dan janji ditepati seperti matari pada
bumi sl!tiap hari?
PUTRI PAMBAYUN : Jangan, kang, nanti Kakang terlupa, ter-
PUTRI PAMBAYUN : (berdiri maju selangkah lnendekan) Apa-
46 M N G Pramoedya An a n ta Toer

______________________________A
__ I_R
______________________ 47
B a b a k K e d u a

kah Putri Pambayun sudah mulai nampak rUMENGGUNG


hina di mata nenenda? MANDARAKA : {terbatuk-batulc, menggaruk tengkuk}. Tak
TUMENGGUNG lain memang itu nenenda katakan.
MANDARAKA : Tetap cantik-rupawan, semakin hari sema PUTRI PAMBAYUN : (turun dan' tanah ketinggian diikuti oleh
kin bersinar, tanda bersuka berbahagia.
Mandaraka7 tiba-tiba berpaling padanya).
Maka nenenda datang pada cucunda kini - Ya, nenenda?
selesai sudah masa bersuka, bercinta dan TUMENGGUNG
berbahagia. MANDARAKA : Va, ternyata Ki Wanabaya, seorang peIjaka
gagah dan tarripan, penunggang kuda tang
PUTRI PAMBAYUN : N enenda Mandaraka, ingatkah nenenda
kas, pemain tombak perkasa, berani berpe
waktu kita tinggalkan kraton Mataram, ke
rang pandai bercinta.
utara ke Sendang Kasihan, di malam buta
tanpa saksi mata? PUTRI PAMBAYUN : Betapa nenenda bisa berdusta pada sahaya.
TUMENGGUNG TUMENGGUNG
MANDARAKA : (terbatuk-batuk dan mengangguk-anggukj. MANDARAKA : Bukankah benar si Wanabaya jatuh cinta
tergila-gila, tergenggam di tangan cucunda?
PUTRI PAMBAYUN : Kita semua berganti pakaian orang desa.
Sahaya jadi waranggana untuk mengamen PUTRI PAMBAYUN : Sahaya yang jatuh cinta padanya pada pan
ke desa-desa? dangan pertama.
TUMENGGUNG TUMENGGUNG
MANDARAKA : Ya-ya, cucunda, untuk mengemban tugas MANDARAKA : Tidak mengapa, si Wanabaya telah dalam
Mataram, kita bersama datang kemari. kekuasaan Gusti Putri, perpecahan telah

: Bukankah di Sendang Kasihan juga, di ma teIjadi dengan di ular Barn Klinting.


PUTRI PAMBAYUN

lam buta, bin tang pun segan melihat pada PUTRI PAMBAYUN : (merengut meninggalkan Tumenggung
kami, nenenda Mandaraka bilang begini: Mandaraka7 menuding ke bawah pada
Cucunda Putri, dalam sekejap mata Ki nya). Dusta! Semua dusta (menutup mata
Ageng Mangir Muda akan jatuh tergila-gila, dengan dua belah tanganj. Patutkah putri
menyembah kaki cucunda Putri mengemis raja, sulung permaisuri, didustai seperti ini?
kasih?
TUMENGGUNG
TUMENGGUNG MANDARAKA : Bukan dustai sulung permaisuri. Tak ada
MANDARAKA : Tidak salah, cucunda Gusti Putri Pambayun. dusta dalatp mengemban tugas ayahandamu
Bukankah benar demikian nyatanya? baginda. Semua titah berasal dari takhta,
kalis dari dosa bersih dari nista, hams dilak
PUTRI PAMBAYUN : Dan nenenda katakan juga: Ki Ageng Mangir
san aka sebaiknya, tak peduli bagaimana ca
Muda si Wanabaya, tua dekil bergigi goang,
ranya.
kulit mengkilat putih bersisik, berkaki pincang
bertongkat cendana? PUTRI PAMBAYUN : (menatap Tumenggung Mandarakaj. Bila
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer
48 49
B a b a k K e d u a

begini jadinya, berapa kali aku masih akan PUTRI PAMBAYUN : Akan ditumpas dia oleh ayahanda. Putra
berdusta dan didustai lagi? sendiri ayahanda tega menyudahi, apa pula
hanya menantu anak desa.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Demi Sang Baginda Penembahan Senapati, TUMENGGUNG

bohong, dan dusta tiada, kerena raja adalah MANDARAKA : Tak ada baginda bertitah hendak menyu
dewa di atas bumi. Semua laku melaksana dahinya.
kannya tak mungkin keliru. PUTRI PAMBAYUN : Sedang prajurit Mangir hendak digiling
PUTRI PAMBAYUN : (Ian ke sampzilg7 menutup muka7 pung musnah, apa pula orang pertama, panglima
gung tersengal-sengaO. Juga membunuh dan Tua Perdikan.
dan menghianati suami? TUMENGGUNG

TUMENGGUNG
MANDARAKA : Putri, Putri Pambayun Gusti, sulung per
MANDARAKA : (menghampin: mengangguk-angguk). Va, maisuri, cucunda bukan warga Perdikan,
b"ila semua demi titah baginda. Titah dari Mangir atau mana saja. Cucunda darah
takhta adalah titah dewa. Bukankah cu Mataram. Langit tak dapat mengubah, bumi
cunda berbakti pada guru-dewa? Bukankah tak dapat mengganti. Mangir bukan Mataram.
itu juga sumpah setiap wanita, pada waktu Mataram bukan Mangir. Ayahandamu bu
naik ketangga bersama seorang pria yang kan Ki Ageng dari desa mana pun, satu
bakal jadi suaminya? satunya: Panembahan Senapati ing Ngalaga
- satu-satunya di bumi Jawa.
PUTRI PAMBAYUN : Juga membunuh dan mengkhianati! (terye
nt dan balik telapak tangan). Mengerti PUTru PAMBAYUN : Tak bolehkah sahaya memilih di antara dua?
sahaya kini, mengapa kakanda Rangga, pu Hanya satu di antara dua? Betapa nenenda
tra pertama dari ibu Jipang-Panolan, putra aniaya sahaya.
ayahanda sendiri, dibunuh oleh ayahanda, TUMENGGUNG
digantung pada puncak pohon ara. MANDARAKA : Nenenda banya tahu satu perkara: mengab
TUMENGGUNG di pada ayahandamu baginda, demi Mataram
MANDARAKA : Dia bahayakan kewibawaan ayahandamu jaya dan raya. Besok atau lusa diri takkan
baginda. Kebenaran ada di tangan raja, hi lagi bisa berbakti, bibir takkan dapat ber
dup dan mati kepunyaannya. gerak dan lidah kelu tak bergetar lagi.

PUTRI PAMBAYUN : Sekarang nenenda datang menagih janji, PUTRI PAMBAYUN : (pergi menghindar ke tempat lain7 kepala
agar aku khianati suami sendiri menengadah ke langl menoleh pada
Tumenggung Mandaraka). Sahaya suka
TUMENGGUNG
: Bukan mengkhianati, hanya membawanya pada Perdikan ini, sahaya hanya cintai
MANDARAKA
menghadap ayahandamu baginda, ayahanda suami sendiri. (kembali menengadah ke
mu sendiri. langlt). Va, Kau Sang Pembikin Nyawa, apa
kah memilih satu di antara dua terlalu ba-
M A G I R
50 N P r a moedya An a n ta Toer 51
B a b a k K e d u a

nyak, tak diperbolehkan untuk diri yang satria terkena gelombang samudra sudra.
sebatang ini? (mengadu pada dunia) Suami
seperti dia, takkan kudapatkan di istana -
PUTRI PAMBAYUN : Bahkan cara nenenda memandang, begini

pandai menenggang, kata dan lakunya me menganiaya sahaya dan bayiku ini, seperti

nawan. dosa selangit dan sebumi jadi tanggungan


sahaya.
TUMENGGUNG
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Nenenda tua ini tentu percaya, tak ada yang
lebih jantan dari Ki Wanabaya, tak ada yang
MANDARAKA : Juga tugas berat rli punggung nenenda tua

lebih mengerti hati wanita dari pada dia. ini. Gusti Putri Pambayun takkan lebih be

Cucunda, cucunda Gusti Putri Pambayun, rat, masih muda, dunia terbuka di depan
tak ingatkah kau kala bersujud pada kaki mata, haridepan masih panjang, menjulur
baginda? Bukankah cucunda sendiri mem sampai kaki langit.
persembahkan janji-bakti, sedia lakukan apa PUTRl PAMBAYUN : Betapa nenenda pandai berpilin kata. Tidak
saja untuk ayahanda raja Mataram? percuma dari agul-agul Demak terangkat
: (membelalak ketakutan dalam mengingat jadi Juru Martani Sultan H adiwijaya, de
PUTRI PAMBAYUN
ingat). Masih ingat sahaya, waktu itu, ayah ngan warta dan kata menanggulangi negara.

anda baginda habis titahkan bunuh kakanda Apalah arti Pambayun dalam pilinan kata
nenenda? (Dengan mata menyala meng
Rangga, agar digantung dengan tali pada
puncak pohon ara. Kemudian datang warta, hampiri Tumenggung Mandaraka). Sahaya
sukai Perdikan ini. Sahaya cintai suami sen
titah telah terlaksana, tubuhnya tergantung
diri. (Meninggalkan Tumenggung Manda
gantung ditiup angin dari Laut Kidul, bakal
habis dimangsa gagak dan elang. M enggigil
raka).
ketakutan sahaya bersujud pada ayahanda, TUMENGGUNG

takut dibunuh maka persembahkan janji MANDARAKA : Gusti! Gusti Putri Pambayun, cucunda.
bakti, apa saja baginda kehendaki. PUTRI PAMBAYUN : (ragu-ragu dan berhentzJ Tak ingin sahaya
TUMENGGUNG dengarkan kata nenenda lagi. (Menoleh)
MANDARAKA : Tidak patut darah satria sesali janji, ke Pada suami sahaya hendak lebih berbakti.
manapun pergi, langit dan bumi menuntut
TUMENGGUNG
ditepati. MANDARAKA : Berbakti pada musuh adalah musuh. Ingat
PUTRl PAMBAYUN : Sedang nenenda sekarang, terus mengawasi ingat, cucunda, tak pernah ada cerita orang
sahaya seakan diri sudah pesakitan untuk desa menang melawan raja.
dibunuh mati.
PUTRI PAMBAYUN : (terkejut, ragu-ragu, membelaiperot). Jabang
TUMENGGUNG bayi ini, jangan dengarkan ucapan nenenda
MANDARAKA : Nenenda hanya menjaga, sulung permaisuri Juru Martani. Untukmu kata-katanya tak
tak bakal kena cedera; tetap dengarkan aja mengadung syakti. Ingat-ingat, anakku, se
ran dan adat darah raja-raja, tak leleh mutu moga kau lelaki, akan selalu tahu, nenen-
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 53
52
B a b a k K e d u a

TUMENGGUNG
damu inginkan jiwa bapamu, dikirimkan
ibumu ke Mangir untuk menangkap Ki
MANDARAKA : Ki Ageng, berilah aku batu barang tiga
punggahan , kolam tambra biar selesai
Ageng dengan cinta. Ampuni aku, anakku,
segera.
jabang bayi. Memang aku berdosa, tapi kau,
kau, kalis bersih kau dari dosa ibumu. Da WANABAYA : Hanya tiga punggahan? (tertawa) Biar aku
lam hidup hanya sekali berdusta, berkali urns dulu sebelum berangkat sebentar nan
dibohongi, sekali bertemu bapamu, meng tie (Keluar dan'panggung).
gelepar dalam genggaman cintanya, selesai
TUMENGGUNG MANDARAKA dan
sudah cerita ten tang bohong dan dusta. Dan
PlITRI PAMBAYUN : (mengikuti Wanabaya pergi dengan pan-
kau, nak, ditiupkan nyawamu ke dalam pe
dangan mereka)
rntku oleh Yang Maha Kuasa. Dia Yang
TUMENGGUNG
Maha Besar. merestui bagaimana bisa ne
nendamu raja Mataram mengutuki?
MANDARAKA : Memang suami luarbiasa, untuk istrinya dia
keIjakan semua, dengan sisa waktunya yang
TUMENGGUNG
sedikit dari garisdepan. Betapa bangga seo
MANDARAKA : Tidak layak mengumpat nenenda, apalagi
rang wanita punya suami seperti dia takkan
baginda raja Mataram. Segala apa diusa
pernah terdapat di istana.
bakan baginda demi kej ayaan Mataram. Ke
jayaan Mataram! Semua menyingkir demi PlITRI PAMBAYUN : Mengejek tanpa mencibir nenendajuga abli.
kejayaannya. Buang perasaan kecil-menge Hanya karena dia bukan berdarah satria,
cil, cucunda. Hanya ada satu keagungan : dilahirkan dibesarkan dan tetap akan men
Mataram. jadi orang desa.

TUMENGGUNG
PlITR! PAMBAYUN : Ya, Tuhan, akhirnya tagihan datang juga.
MANDARAKA : (menggaruk-nggaruk kepala). Mencibir
TUMENGUNG
tidak, mengejek pun bukan. Sesungguhnya
MANDARAKA : (menengok ke arah/alan mengambz1 cang
dia pria budiman.
kul).
PlITRI PAMBAYUN : Dia akan rela tewas untuk sahaya.
WANABAYA : (memasuki panggung bersen'-senJ Lihat,
TUMENGGUNG
Adisaroh kekasib, masih ada waktu untuk
MANDARAKA : Percaya. Mendapatkan suami seperti dia
dampingi istri. Ai, Bapak tua !
tiada beda dapatkan bulan dalam impian.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Bukankah indah taman ini jadinya? PlITRI PAMBAYUN Terdengar sumbang kata tak keluar dari
bati, bermanis tanpa cara, bergurih penuh
WANABAYA : Tak mungkin bisa lebih bergaya.
pamrih. Takkan tahan orang menenggang
TUMENGGUNG bicara dan sikap nenenda. Katakan sudah
MANDARAKA : Nyi Ageng, jadikab dikehendaki kolam ikan apa sekarang dikehendaki.
tambra?
TUMENGGUNG
PlITRI PAMBAYUN : Mengapa sekarang barn ditanya? MANDARAKA : Tak lain dari cucunda sendiri menget.lhui
54 M A N G P ramoedya An a n ta Toer 55
_____________________________ I _R
____ ______________________
B a b a k K e d u a

inilah hari akhir janji, empat kali tiga puluh TUMENGGUNG

hari, seratus dua puluh kali matari telah MANDRAKA : Akan nenenda persembahkan, dalam se
tenggelam. Masih ingatkah cucunda, kita minggu lagi pada hari yang sarna, Putri
dapat panggilan dari Ki Wanabaya Muda, Pambayun akan datang bersujud, dengan
untuk main di Balai Perdikan Mangir? Dan putra menantu Ki Ageng Muda Wanabaya.
nenenda bilang begini : ha, sekarang tiba PurR! PAMBAYUN : Takkan sahaya biarkan bayi ini tiada ber
waktunya? bapa.
PurR! PAMBAYUN : Semua tentang diri dibangkit-bangkitnya, TUMENGGUNG
semua tipu dan dustanya didiamkannya. MANDARAKA : Sebaliknya, hanya putra kelahiran Putri
TUMENGGUNG
Pambayun, sulung gusti permaisuri, bakal
MANDARAKA : Cucunda pasti belum lupa: Panggilan dari gantikan ayahandamu baginda, marak jadi
Wanabaya Muda, tak lain dari pertanda, dia raja Mataram, raja seluruh bumi dan manu
sudah bebas berbrahmacarya, akan segera sia Jawa.
jatuh dalam kekuasaanmu, untuk segera purR! PAMBAYUN : Dengan jiwa suami Pambayun tebusannya.
dipersembahkan, hidup atau mati ke ha (Memekik) Tidak! Suamiku lebih berharga
dapan baginda. dari empat takhta.
PurR! PAMBAYUN : Tak dapat membujuk Pambayun, sekarang TUMENGGUNG
nenenda berkeras. MANDARAKA : Sebaliknya, putra Pambayun akan naik ke
TUMENGGUNG
takhta, Mangir akan dikukuhkan jadi Per
MANDARAKA : Dari seluruh rombongan tinggal nenenda dikan, per-musuhan akan segera dihenti
masih di Perdikan, untuk peringatkan putri kane
buat terakhir kali. purR! PAMBAYUN : Yang memulai dengan dusta akan menga
PurR! PAMBAYUN : Yang lain-lain telah pulang ke Mataram, khirinya dengan merampas nyawa.
per-sembahkan Pambayun membangkang. TUMENGGUNG

TUMENGGUNG
MANDARAKA : Sebaliknya. Karena setiap hari ayahanda
MANDARAKA : Hari ini nenenda datang minta diri. baginda kirimkan tanya: Adakah kiranya
Pambayun telah berbahagia? Bila telah me
PurR! PAMBAYUN : Juga akan adukan Pambayun membang
ngandung, manakah putranda menantu,
kang pada ayahanda baginda? Bergabung biar perkawinan kami beri restu. Ayahanda
dan bersetia pada musuh, khianati bapa
-dan ibunda Pambayun tak mampu lagi me
punggungi negara?
nahan rindu, siang dan malam putri kesa-
TUMENGGUNG yangan terkenang. . .
MANDARAKA : Sebaliknya.
purR! PAMBAYUN : (menundul4 melangkah pelan-pelan7 seben
PurRI PAMBAYUN : Sebaliknya? tar memandang ke atas7 sebentar ke bawah
menebarkan padangan pada dunia).
56 M N G Pramoedya An an ta Toer
A
________________________________ I _R
_____________________

B a b a k K e d u a

Rindukan Putri kesayangan - perkavnnan dang ke alas}. Mungkinkah Mataram bakal


akan mendapat restu. berpesta sambut diri, bayi dan suami, perka
TUMENGGUNG
vnnan dilimpahi restu, Perdikan dianugrahi
MANDARAKA : (pada diri sendin). Bimbangkah kini dada perkukuhan? (Berdiri meninggalkan lanah
yang tegar, luluh-cair terpanggil rindu seo kelinggian). Bisakah di-percaya? (Sekali la
rang bapa. Dengan bayi dalam kandungan, gi menengadah). Dengarkan, Kau, Sang Pem
dia butuhkan kasih sebanyak-banyaknya, bikin Nyawa, bisakah yang berawal dusta
dari suami, orang tua: dan siapa saja. (Pada berkembang berbuah percaya? (Tangan di
Pambayun): Seminggu lagi Mataram tung kembangkan ke alas). Pada anak desa ba
gu cucunda dan suami. rangkali Kau tak berkata, mungkinkah pada
putri raja Kau juga membisu? (Bergerak
PurR! PAMBAYUN : (menalap Tumenggung Mandaraka sambil gelisah). Begini aku sekarang, teIjepit an
duduk pada bangku pohong mangga). tara balatentara Mataram di sana, bala
TUMENGGUNG tentara Mangir di sini, an tara orang tua dan
MANDARAKA : Nenenda Tumenggung Mandaraka Juru suami. (Kembalike bawah pohon Mangga).
Martani ini akan atur semua. Sekarang hari Jabang bayi, Dia Sang Pembuat Nyawa tak
terakhir. Ditambah tidak bisa. Seminggu berkata apa-apa. Bicaralah kau sekarang,
lagi cucunda, Mataram akan berpesta me anakku sayang. Satu minggu, anakku. Ting
nunggu Putri Pambayun dengan putra da gal satu minggu. Kau belum lagi tahu,
lam kandungan calon raja Mataram, raja Tumenggung Mandaraka sarna timbang
seluruh bumi dan orang Jawa, dengan Ki sarna bobot dengan titah ayahanda baginda.
Ageng Mangir Muda Wanabaya, putra me Tinggal kau, anakku sayang, bisikkan pada
nantu Tua Perdikan dalam pengukuhan. bundamu apa harus kuperbuat. Kau belum
Datang, cucunda. Jangan kecewakan ayah tahu, dalam empat kali tiga puluh hari.
anda baginda dan Mataram. Gamelan akan Mataram telah siapkan penyerangan.
menyambut sepanjang jalan, umbul-umbul Hanya satu minggu diberikan pada ibumu...
akan berkibaran setiap langkah, permusu
han sekaligus akan selesai, tak perlu ada
prajurit tewas, karen a damai mewangi da Suara Panembahan Senapati - Pambayun putriku tersayang,
lam hati dan mengharumi bumi. Bila tidak, dengarkan deburan darah raja-raja, dikodratkan memerintah bumi
seluruh prajurit M ataram akan tumpah lan dan manusia. Tinggalkan desa, tinggalkan Mangir, kembali kau
da Mangir. Semua rahasia Perdikan telah dengan si bayi ke Martaram. Ke Mataram, anakku tersayang. Ke
ditangan nenenda ini. Ijinkan kini, nenenda Mataram. Bawa serta manantu kami, si tampan gagah-berani
minta diri. (Memben' hormat, meninggal Wanabaya ...
kan panggung).
PurR! PAMBAYUN : Dia pergi, pergi ke Mataram, tinggalkan purR! PAMBAYUN : (me/lien!) Darah suami Pambayun bukan
perintah tanpa boleh bertawar. (Meman- untuk pembasuh takhta, (Pada Wanabaya
M N _G R Pramoedya Anant a Toer 59
__ _ __________________________A __I
_______________________

B a b a k K e d u a

dalam pikiran) Berbahagia kau, anak desa, SURIWANG : (Ian' keluar)


nafsu tidak menunggangimu seperti kuda,
PlITRI PAMBAYUN : Sebentar mereka akan tahu, Juru Martani
tak kenaI watak lahap kuasa rakus akan
Tumenggung Mandaraka kubiarkan mengam
nyawa. . (meninggalkan panggung).
bil kuda, lari pulang ke Mataram seberangi
.

TUMENGGUNG sungai Progo. Ke barat kemudian ke utara,


MANDARAKA : (memasuki panggung membawa cambuk hindari garisdepan. (Merenung ke lanah).
kuda). Siapa tega tengahi kebahagiaan dua Orang apa aku ini? Mengapa tak kutegah tak
merpati, rnkun seia-sekata seperti gigi de kusampaikan pada suami? (Gelisan). Istri
ngan gusinya, laksana tangan dengan jari apa aku ini? Dapatkah suami percaya pada
nya. Tapi Mataram keraj aan yang dijan diri?
jikan, kubina sejak umbut sampai batang.
SURIWANG : (Masuk ke panggung). Siapa berani tung
Orang setua ini, tak patut mati tanpa pe
gangi kuda panglima Wanabaya?
ninggalan. Kelak dikemudian hari, bila orang
blcara tentang Mataram, dia akan berkata: PUTRI PAMBAYUN : Tiada aku tahu, Suriwang.
Mataram? Itulah kerajaan bikinan Ki Juru
SURIWANG : Nyi Ageng mesti tahu, paling tidak dengar
Martani, Tumenggung Mandaraka, pujang
kan langkahnya, dan melongok siapa penung
ga dan penasihat Panembahan Senapati.
gangnya.
Inilah aku. Kerajaan tenggelam, kerajaan
bangun karena tanganku. (Meninggalkan PurRI PAMBAYUN : Mana aku tahu, Suriwang, kalau diri sedang
panggung). lelap tertidur?

SURIWANG : (memasuki panggung dengan mala men SURIWANG : tak ada perempuan Perdikan tidur waktu
cari-can] Ke mana saja semua orang ini - begini.
kosong seperti rnmah keong. (Berpaling ke
purRI PAMBAYUN : Juga tidak kalau sedang mengidam?
jalanan dan meninjau-ninjau). Nampak se
perti bukan Ki Wanabaya, bukan Baru SURIWANG : Mengidam pun tentu beIjaga bila suami
Klinting, yang menunggang kuda seperti itu. tiada. Aku tak bisa terima. Kan kusampai
kan pada Ki Barn Klinting. (Ian' mening
PUTRI PAMBAYUN : (muncul kepanggung). Suriwang!
galkan panggung).
SURIWANG : Nyi Ageng. Sudahkan Ki Ageng berangkat?
purRI PAMBAYUN : Orang apa aku ini? Bingung tak menentu,
PurRI PAMBAYUN : Belum Suriwang. Ki Ageng baru saja pergi, tak percaya pada cinta suami, tak kutegah Ki
mencari batu. Sebentar pun akan kembali. Juru Martani? Ah, si tua bangka, yang tak
pernah lupa segala, sebaliknya selalu lupa
SURIWANG : Aku lihat kuda Ki Ageng, berpacu cepat
harns mati . .. . . . Setua itu, menunggang kuda
kepulkan debu. Benar dugaanku, bukan Ki
seperti drubiksa. * (Kacau). Sebentar lagi
Wanabaya penunggangnya. Atau, apakah Ki
Ageng berkuda?

purRI PAMBAYUN : Tidak, Suriwang. Coba lihat di kandang sana. * drubiksa - iblis
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 61
60
B a b a k K e d u a

mereka kan tahu, Putn Pambayun campur nuding ke langit). Lihatlah di sana, burung
tangan dengan perlariannya. Apa aku mesti berbaris terbang. Dari mana dia? Dan ke
perbuat? Apa? Apa? mana dia? Siapa tahu, alam seluas ini? Kau
rindu kampung-halaman.
WANABAYA : (masuk ke panggung). Belum juga kau ma
suk, Adisaroh kekasih? Terlalu lama di luar PUTRI PAMBAYUN : Da]am kesibukkan perang begitu, patutlah
tak baik untuk kandungan. Ab, aku lihat seorang istri ajukan sesuatu?
Suriwang lari seperti kerbau gila. Apa ge
WANABAYA : Ki Ageng Mangir Muda seorang panglima,
rangan dia perbuat?
Tua Perdikan, juga seorang suami. Mengapa
PUTRI PAMBAYUN : (menghampiri Wanabaya bermalljo). ragu bicara?
Kakang . . .
PUTRI PAMBAYUN : Va, Kang, jangan jadi gusar hatimu, me
WANABAYA : Batu akan segera tiba, sebentar lagi akan mang aku rindu kampung-halaman. Apalah
jadi kolammu untuk tam bra. Senangkah kau arti rindu seorang istri dibandingkan de
p ada ikan, Adisaroh? ngan urusan perang?

PUTRI PAMBAYUN : Begitu Kakang pergi, kuperhatikan burung WANABAYA : Hati Wanabaya seluas samudra, bisa dila
burung dalam sangkar itu. Dari manakah yari semua perkara. Kapan kau berniat be
datangnya, Kakang? Pecah dari telor, me rangkat?
ngembarai angkasa, tertangkap manusia,
PUTRI PAMBAYUN : Kakang, kalau bisikan si bayi kau anggap
dikurung sampai entah berapa lama... Ti
penting di sela-sela perang...
dak, Kang, tak suka lagi aku pada tambra.
Dan jago aduan dalam kurungan itu, Kang.
Terkurung pula entah sampai berapa lama,
Suara dan luar panggung - Ki Ageng!
untuk mati tarung di gelanggang sabung.

WANABAYA : Aneh begini kau sekarang.


WANABAYA : (melljenguk ke samping panggung). Kata-
PUTRI PAMBAYUN : Ada kau rasakan angin, Kang?
kan segera.
WANABAYA : Mengapa pula kau tanyakan angin?
Suara danluarpanggung - Agaknya Baru Klinting akan terlambat
PUTRI PAMBAYUN : Dari mana pula datangnya, Kang? tiba. Dia berpacu ke jurusan barat entah ke mana.

WANABAYA : Dari mana? Dari Laut Kidul menjamah pun


cak-puncak bukit, sampai ke Mangir men WANABAYA :,(melambaikan tangan menyuruh pergz: ber
jenguk Adisaroh kekasih. falan berpikir). Tak pernah teIjadi Klinting
terlambat datang. Berpacu ke jurusan barat,
PUTRI PAMBAYUN : Betapa penuh kasih kata-kata Kakang seka apa gerangan diurusnya? (Menghampiri
rang. Dari mana datangnya burung, Kang? Putri Pambayun). Katakan sekarang kau
WANABAYA : (menatap PutnPambayun) Kau rindu pada berniat berangkat.
kampung halaman, istriku sayang? (Me-
M A N G I R Pramoedya Anan ta Toer 63
62
B a b a k K e d u a

purR! PAMBAYUN : Betapa sibuknya si Kakang kang. Aku akan melihat kampung, dengan
bayi dalam kandungan, dengan suami dalam
WANABAYA : Ayoh katakan, sebelum Barn Klinting da-
gandengan, bersembah-bakti pada orang-
tang. Dia akan balik, kalau jalanan terputus
tua, untuk dapatkan restu atas perkawman
oleh progo.
kita.
PUTRI PAMBAYUN : Tiadakah Kakang akan kecewa dengarkan
WANABAYA : Lhahdalah. Bukankah Bapak tua sudah res-
permohonanku?
tui?
WANABAYA : Aku akan antarkan kau pulang, dengan tan-
PurR[ PAMBAYUN : Bapak tua bukanlah ayah kandungku, Ka-
du dalam iringan pasukan Mangir.
kang?
PurRI PAMBAYUN : Ab, Kakang, Kakangku yang budiman. Ti-
WANABAYA : Jadi kalian berdua sudah berdusta!
dakkah Kakang akan kecewa?
purR! PAMBAYUN : Ya, Kang, kami berdua telah berdusta.
WANABAYA : Kecewa? Apa akan dikecewakan seorang
Wanabaya? Perang menang kasih bersam- WANABAYA : Lhahdalah, wan ita secantik ini pandai ber-
but? Cinta tak bertepuk sebelah tangan? dusta.
Semua sudah didapatnya dalam hidupnya?
PUTRI PAMBAYUN : Apa daya seorang wanita, yang telah jatuh
PurR! PAMBAYUN : Tidakkah Kakang akan berdukacita? cinta tergila-gila pada peIjaka Wanabaya?
Kalau tiada berdusta mana mungkin Kakang
WANABAYA : Semakin aneh saja kau ini, Adisaroh istri
sudi pada diriku?
kekasih ! Apa Wanabaya dukacitakan? Ba-
rangsiapa telah dapatkan semua, bisa kehi- WANABAYA : Lhahdalah. Juga berdusta kau kiranya asal-
langan segala. Semua yang kuterima, bu- mu dari dukuh sebelah timur, seberang tu-
kankah kuberikan lagi pada dunia? Kecuali juh sungai?
cinta untuk diriku sendiri? Wanabaya tak-
PurRI PAMBAYUN : ltu pun dusta, Kakang, Kakangku Wanabaya.
kan kehilangan sesuatu. Dia takkan berdu-
kacita. WANABAYA : Lhahdalah. Dua kali Ki Ageng Mangir Muda
terkena pencundang.
purR! PAMBAYUN : Tidakkah kakang akan murka?
PurRI PAMBAYUN : Bukan tujuh bukan tiga seberangi kali, ha-
WANABAYA : Yang murka adalah dia yang dikecewakan
nya dua, Kakang, Kakangku Wanabaya, dan
nafsu. Adisaroh bagi Wanabaya sudah sega-
dua lagi.
la-galanya.
WANABAYA : I.hahdalah, hanya dua dan dua lagi, sungai
PurR! PAMBAYUN : Aku hams percaya.
Winogo, Opak dan Oya, lebih jauh dari
WANABAYA : Kau tak pernah meniinta, istriku kekasih. Imogiri? Bagaimana Adisaroh pada suami
Sekali minta hanya ingin pulang ke kam- bisa berdusta begini?
pung-halaman.
PurR! PAMBAYUN : Tak pernah aku dustai suami setelah jadi
PurRI PAMBAYUN : Kalau begitu, dengarkan aku sekarang, Ka- istri
M A N G I R
64 P ram0edy a An an t a T0er
B a b a k K e d u a --------- ------------------- 65

WANABAYA : Di Perdikan tak ada orang perlu berdusta. WANABAYA


I : {menzbelalak memunggungiPut17PambayuTl.
PurR! PAMBAYUN : Ampuni istrimu ini. Sekarang barn aku kata BeTjalan mondar-nlandir gelisah antara
kan, sedang Kakang sela perang. sebentar menoleh pada Putri Pembayun}
Ma-ta-ram ! Ma-ta-ram ! Dia kelahiran Ma
WANABAYA : Baru tahu aku istriku pandai bicara. Dari
ta-ram! Wanabaya beristrikan wanita
tujuh sungai kini tinggal dua, dan dua lagi.
Mataram! Karena tergila-gila kecantikannya
Apakah dari timur pun kini berpindah ke
diri kurang periksa. Ya, langit dan bumi, ke
barat?
mana mesti kusembunyikan mukaku ini?
purR! PAMBAYUN : Syukur tidak kakang. (Cepat berbalik pada Putri Pambayun). Di
luar atau dalam benteng kau tinggal.
WANABAYA : Mangir berbenteng dua kali, Progo di barat,
Bedog di timur. Di seberang mana dukuh PurRI PAMBAYUN : (menghindari Wanabaya). Kini Kakangku
Adisaroh, wanita bukan Perdikan yang pan gusar, murka, berdukacita.
dai berdusta WANABAYA : Siapa tak gusar, murka, berdukacita kalau
PurRI PAMBAYUN : Sebagai istri aku tak pernah berdusta. Dari soalnya Mataram? Bukankah Mataram ha
Mangir seberangi sungai Bedog di timur, nya muara, temp at prajurit Mangir menga
seberangi sebatang lagi, sebatang lagi, dan lir? Barn Klinting pun terlambat datang.
sebatang lagi. Cepat katakan, kau perempuan pendusta! Di
luar atau dalam benteng?
WANABAYA : Lalui kedemangan Patalan bila lalui sungai
Winongo, kemudian Opak dan sungai Oya. PurRl PAMBAYUN : Tak pernah Adisaroh dustai suami. Bukan
Mustahil demang Patalan tiada tahu. Dus kah untukmu seorang bayi ini kukandung
tamu menjadi tiga! kan?

PurR! PAMBAYUN : Setengah hari dengan tandu. WANABAYA : {benngas}. Diluar atau dalam benteng?
WANABAYA : Setengah hari dengan tandu - sepersepuluh PurRI PAMBAYUN : (menghadap pada Wanabaya). Inilah aku,
hari dengan kuda! Tepat ke timur atau teng Adisaroh istrimu, dari seberang kali Gajah
gara? Wong di dalam benteng.

PurRI PAMBAYUN : Tak langsung ke timur tak terns ke tenggara, WANABAYA : Lhahdalah (bertolakpinggang). Lhahdalah.
bukan barat bukan utara. (Menuding). Ha (melangkah dan menlprotes diri pada du
nya arah timurlaut sana. nia). Wanabaya panglima Mangir, beris
trikan orang Mataram, seberang Gajah Wong
WANABAYA : {membelalak}. Lhahdalah - timurlaut, sebe
dalam benteng. Kalau begitu dia juga ber
rangi empat sungai: Bedog, Winongo, Code
dusta dengan namanya. {Berbalik meng
dan Gajah Wong, Ma-ta-ram!
hadap pada Putri Pambayun, nlata menl
PurRI PAMBAYUN : Suatu kebetulan telah bikin Yang Maha Kua beliak}. Katakan sekarang juga, Adisaroh
sa Iahirkan aku di sana, tepat Ma-ta-ram. bukankah nama dusta.
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer
66 67
B a b a k K e d u a

PUTRI PAMBAYUN : (berlutut di hadapan suamzJ. Kakang, dewa Mengangkat tangan menutupi kuping).
suamiku, inilah aku . . . Klinting (gemetar suaranya) Baru Klinting.
Betapa lama. Ke mana kau? (Melangkah
WANABAYA : (membelakangzJ.
cepat ke samping7 berseru): Klinting! (Kem
PUTRI PAMBAYUN : (merangkak ke depan Wanabaya7 mene bali ketengah panggung). Ab, Klinting. Tak
ngadah). Inilah aku . . . pernah kita berpisah kecuali demi perem
puan ini (menudingpada PutriPambayun).
WANABAYA : (melangkah menghzndar).
Tak pernah berpi-sah, laksana petir dengan
PUTRI PAMBAYUN : (belJalan dengan lutut dan tangan me guruh, seperti bahu dengan tinju. Hanya
rangkul kaki Wanabaya7 menengadah). karena kau, perempuan Mataram, perem
Ampuni istrimu yang berdusta, inilah aku, puan pendusta, ke mana aku sembunyikan
betul kau, Kakang dewa-suamiku, bukan mukaku ini? (menengadah ke langit). Kau,
Adisaroh namaku. Kau Yang Punya Hidup, Kau Yang Punya
.

WANABAYA : (melihat ke bawah pada waJah Putri Mati, tunjukkan padaku suatu tempat, di
Pambayun). Apa arti airmata Mataram un mana dapat kutaruh mukaku ini. (Menebah
tuk Ki Ageng Mangir? dada). Jagad Dewa, Jagad Pramudita ...

PUTRI PAMBAYUN : Telah kurendahkan diri begini rupa, dengan


PUTRI PAMBAYUN : (berdin: menghampin"). Tiada kau hukum
bayi anakmu sendiri di hadapanmu ..... . aku? Bumi dan Iangit tak dapat ingkari,
inilah Putri Pambayun Mataram istrimu,
WANABAYA : Jangan sentuh kakiku, katakan siapa kau inilah bayi dalam kandungan anakmu, dua
sebenarnya. duanya tetap bersetia kepadamu. . .
PurRI PAMBAYUN : Inilah aku, Pambayun, putri permaisuri WANABAYA : Jangan dekati aku. Melihat pun aku tak
Mataram. sudi. Sekiranya tahu aku siapa kau ini . . .
WANABAYA : (;atuh berlutut pada satu kakz: dua helah Putri pertama permaisuri, dikirimkan pada
tangan terkulai dan Jari-jeman menggele Wanabaya si anak desa! Kalah di medan
tar). Putri Pambayun Mataram! (meneleng perang menipu berdusta tak kenaI malu.
melin7c pada Putri Pambayun yang masih Jangan dekati Wanabaya, kau telik*
juga merangkul menggelesot pada kaki Mataram bedebah.
nya). PUTRI PAMBAYUN : Demi si bayi, demi kita bertiga, demi Iangit
PUTRI PAMBAYUN : Inilah diri, hukumlah semau hatimu. dan bumi, dengarkan masih sepatah Iagi,
'karena ada pesan dari ayahanda baginda.
WANABAYA : (menengadah ke langit, pelan-pelan her
din: meronta kasar melepaskan kaki dan
rangkulan Putri Pamhayun7 dengan ta
ngan gemetar menan7c kens di tentang
perut). Ab ! (Kens dzsarungkannya lagz:
* telik - mata-mata
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 69
68
B a b a k K e d u a

WANABAYA : Pesan dari raja tak tahu sopan, pada Tua putra menantu, calon nenek dengan calon
Perdikan si anak desa - tak butuh Wana cucu.
baya pada gudang muslihat Mataram . . .
WANABAYA : (menghindari Putri Pambayun). Hendak
PUTRI PAMBAYUN : Tua Perdikan Mangir sarna tingginya de digiringnya Ki Ageng Mangir M uda
ngan raja Mataram. Sejak sekarang tak ada Wanabaya ke Mataram tanpa berlawan.
permusuhan. Inilah Putri Pambayun pern
PlffRI PAMBAYUN : Permusuhan berganti perdarnaian . . . Mataram
bawa pesan. Yang ada kini putra menantu
akan sarnbut dengan pesta seluruh negeri ...
dan ayahanda baginda.
WANABAYA : Janji pendusta adalah dusta. Dengan tipu
WANABAYA : Dengan liciknya dikirirnkan telik putrinya
mau hindari perang ...
sendiri ...
PUTRI PAMBAYUN : Kalau musuh tinggal musuh, ayah rnertua
PUTRI PAMBAYUN : Kakang, Kakangku, guru-suamiku, guru-de
tetap seorang ayah, bersernbah-bakti tetap
wku, bapa dari bayiku...
kewajibannya.
WANABAYA : (melangkah menghindar) Yang keji dan
WANABAYA : Diam, kau pendusta anak pendusta, berce
rendah begini ...
loteh butuh korban. Matararn untuk Matararn.
PUTRI PAMBAYUN : (berdiri di belakang Wanabaya) Sia-sialah Perdikan untuk Perdikan. Antara kedua
hidup bahagia kita selarna ini, melihat wa duanya tak ada perternuan. Pergi, jangan
jahku pun kau tak sudi lagi? harnpiri Ki Ageng Mangir Muda.

WANABAYA : (pada dunia) Dikorbankannya putri kesa PUTRI PAMBAYUN : (ragu-ragu meninggalkan panggung)
yangan, hanya karen a gentar mengeletar
WANABAYA : (pergi ke bangku di bawah pohon mangga7
pada Mangir. Kau raja, yang mau tetap
duduk bertopang dagu. Tiba-tiba menutup
bertakhta, korbankan segala-gala asal tetap
dua belah kuping) Baru Klinting, kurang
bermahkota...
apa si Wanabaya, mengapa dikutuk begini
PUTRI PAMBAYUN : Tiadakah kau dengar, Kakang, bisikan si rupa hanya karena cinta?
bayi? Tiada kau ampuni, tiada kau kasihi
lagi kami? Lupakah kau sudah pada kata
kata sendiri: rela mati untuk istri, hidupmu Suara - derap beberapa ekor kuda.
hidupku, hidupku hidupmu?
WANABAYA : (berdzii tegak). Klinting . . . Baru Klinting.
WANABAYA : Diarn!
: Adisaroh dan Putri Parnbayun sarna, ka
PUTRI PAMBAYUN
Suara-suara dari luar panggung - Semua sudah tak ada, Klinting .
kang, dua-duanya istri tunggal Ki Wana
baya. Pesan ayahanda baginda agar datang Semua? Seluruh rornbongan Waranggana. Juga kuda Ki Wanabaya
ke Mataram dalam seminggu ini, untuk teri tiada. Keparat. Ki Ageng! Ki Ageng!
rna restu bagi perkawinan, mertua bertemu
M A N G I R Pramoedya An a nta Toer
70 71
B a b a k K e d u a

BARU KLINTING : (melompat dan' kuda7 membawa canlbuk7 yang termuda di seluruh negeri. Di medan
memasuki panggung). Ki Ageng, mana perang dan Perdikan bukankah kita tetap
Bapak Tua mertuamu? bergandengan tak terpisahkan?
WANABAYA : Betapa lama kau kutunggu-tunggu. (Me BARU KLINTING : (mondar-mandir). Cepat selesaikan kicau
meluk Baru Klzlnting). anmu.
BARU KLINTING : Gila! (menyorong Wanabaya). Mana mer WANABAYA : Dalam suka kau kutinggal seorang diri. Klin
tuamu? ling, sahabatku, saudaraku, kini kutukan
menimpa diri begini ... seperti aku tak per
WANABAYA : Tiada aku punya mertua.
nab jadi panglima membawa pulang keme
BARU KLINTING : Bapak tua kepala rombongan waranggana! nangan ke Perdikan.
SURIWANG : (masuk ke panggung). Benar dia telah lari, SURIWANG : (masuk ke panggung mengiringkan Putn'
orang tua bangka, mampu mencuri kuda Ki Pambayun).
AgEmg Mangir dan melarikannya. Klinting,
WANABAYA : (menuding Putn' Pambayun). Dia, istriku,
panggil Nyi Ageng untuk diperiksa. (Ian
anak Mataram, anak Senapati, putri perta
meninggalkan panggung).
rna permaisuri.
BARU KLINTING : Begini semua jadinya.
BARU KLINTING Putri Pambayun?
WANABAYA : Klinting, ah, Baru Klinting sahabatku, kita
PUTRI PAMBAYUN : Inilah diri, Putri Pambayun Mataram.
telah bersumpah bersama berbrahmacarya,
suatu senja di puncak Merapi, untuk da BARU KLINTING : Telik!
patkan terang pandang dan persahabatan
PUTRI PAMBAYUN : Telik Mataram tertinggal seorang diri di
sejati.
tengah-tengah musuhnya sebagai nampak
BARU KLINTING : Tak kau jawab di mana mertuamu. Tak nya, dia tetap istri setia Ki Ageng Mangir
cukup dengan bilang tak bermertua lagi. Muda Wanabaya. Dalam kandungannya ada
lah bayi anaknya.
WANABAYA : Aku datang sebagai pengembara. Kata Ki
Ageng Mangir Tua padamu: bantu anak BARU KLINTING : (menghampiri Putri Pambayun): Cantik
muda ini, bersetia kalian dalam hidup dan tiada tara, telik ulung tiada terduga. Wana
mati. Turun kalian kembali ke Mangir, tang baya! Lihatlah dia untuk terakhir kalinya.
gulangi Perdikan dari meluapnya kerakusan
PUTRI PAMBAYUN : AJ<.an kujalani hukuman, hanya setelah se
Mataram. Bukankah telah kita perangi
rahkan anak pada suami. Kau bernafsu hen
Senapati dan balatentaranya?
dak menghukum aku, karena cemburu pada
BARU KLINTING : Hendak kau sembunyikan mertuamu. Kau keberuntungan Ki Wanabaya.
lupa, istrimu tak mungkin lari ...
BARU KLINTING : Bedebah ! Kau kira ini kraton Mataram!
WANABAYA : Karena kau, terpilih aku jadi Ki Ageng Perdikan, Kata-katamu pongah bern ada tinggi.
G Pram oedya Ananta Toer 73
7 M A
_________________________________N I _R
______________________

B a b a k K e d u a

PUTRI PAMBAYUN : Aku cintai Perdikan ini, aku cintai suami SURIWANG : (meninggalkan panggung).'.
sendiri ...
BARU KLINTING : Patutkah seorang panglima memberi malu
BARU KLINTING : Kau biarkan Bapak tua lari pulang ke pada barisan, pad a Perdikan?
Mataram, mencuri kuda panglima Mangir,
WANABAYA : Tidak patut, Klinting, terlambat aku me
untuk sampaikan segala pad a bapakmu.
ngetahui, terlambat kau dan kalian me
PU1 RI PAMBAYUN : Untuk sampaikan, Ki Wanabaya, putra me ngerti.
nantu raja Mataram, akan datang bersem
BARU KLINTING : Hanya telik tiada tara bisa bikin onar bagini
bah-bakti, pada hari yang sarna minggu
rupa. Pambayun ! Tidak percuma kau jadi
mendatang, bersama istri Putri Pambayun.
sulung mahkota, pandai berdarma-bakti pa
BARU KLINTING : Suriwang, lihatlah perempuan ini, tak me da takhta.
ngerti Mangir bukan Mataram, merasa ber
PUTRI PAMBAYUN : Katakan sesukamu, asal tidak keluar dari
daulat memerintah semua orang. Wana
hati cemburu pada suamiku.
baya, apa aku bilang, lihat istrimu yang
cantik sepuas hati, sebelum kami kirimkan BARU KLINTING : Berperisai kau selalu pada suamimu. Dia
ke negeri, di mana semua takkan kembali pun patut dihukum mati.
lagi.
PUTRl PAMBAYUN : Juga kau sendiri, yang bersumpah satu hi
PUTRI PAMBAYUN : Putri Pambayun lebih percaya pada suami, dup dan dalam mati dengan Ki Wanabaya.
pada ketulusan cintanya.
BARU KLINTING : (terperanjatj. Di Mataram mereka tahu sum
BARU KLINTING : (menatap Wanabaya) Apakah benar dia pah brahmacarya dan sumpah Merapi, satu
cintai kau dengan tulus, Wanabaya? dalam hidup dan dalam mati. Kau telik
ulung yang tahu segala, hendak mati me
WANABAYA : (mengangguk).
ngajak bertiga ...
BARU KLINTING : Kau putra Perdikan tak tahu diri.
DEMANG PATALAN : (masuk, melompat dan' kuda) Klinting, apa
WANABAYA : Tak bakal aku khianati Perdikan ini Kalau telah terjadi? Kutunggu kalian diseberang
dia kau bunuh mati, aku takkan meng sungai Bedog. Terlalu lama maka kupulang
halangi, dengan syarat sandingkan mayat lagi. Sampai di depan rumah bertemu de
nya pad a bangkaiku, bersatu lahat di dalam ngan Suriwang, dengar berita menggoncang
tanah, di bawah beringin lapangan Mangir. kan ini. Dengarkan sebelum keputusan di
jatuhkan. Kau, Pambayun dengarkan juga
BARU KLINTING : Lhahdalah. Suriwang, panggil para gegeduk
betapa tingkah bapamu ...... dikerahkan ba
rata.
latentara baru dari utara, kabupaten-kabu
SURlWANG : Ki Wanabaya dan kau terlambat berangkat, paten taklukan Mataram. Selaksa mereka
mereka telah jalan mendahului. datang, langsung seberangi sebelah kanan,
BARU KLINTING : Tak dengar kau apa kataku? Pergi dan lak Progo dan Bedog, langsung seberangi sebe
sanakan! lah kiri, batang Gajah Wong dan Opak,
M G I p r a m o e d y a A n _a n_
l a__o e_r
74,
____________________________ A__
N ____
_R
______________________
__ T_
7=
____________________ 5
B a b a k K e d u a

entah ke mana belum ada yang periksa. WANABAYA : (menarik ismizya pada bahunya)
Selama empat bulan membisu, tiba-tiba pa
DEMANG JODOG : Seperti dua pasang tikus kedinginan.
da hari ini balatentara Mataram keluar dari
benteng, rapat baris ke selatan. Kedemang WANABAYA : Dia yang paling pandai menghina adalah
anku jadi bulan-bulanan. Pambayun telik juga yang pandai berganti kulit. Pambayun,
Mataram, kau sekarang yang katakan, apa istriku, relakah kau mati bersama?
maksud Panembahan Senapati?
PurR! PAM BAY UN : Tak bercerai kita, Kakang Wanabaya, dalam
PurRI PAM BAYUN : Dengan Sarpa Kurda, ayahanda baginda hidup dan dalam mati.
hendak tarik seluruh balatentara Mangir ke
WANABAYA : Juga rela di medan-perang melawan Mataram?
Patalan, dengan seluruh balatentara dari
utara akan melingkar menyapu Perdikan PurRI PAMBAYUN : Untukmu dan Perdikan, Kang, di mana dan
dan semua kedemangan sekawan. kapan saja.

BARU KLINTING : Ml1lut telik tak bisa dipercaya. WANABAYA : Adisaroh ! Pambayun! Kau pandai bikin lega
hati si Kakang. (Pada Baru Klinting) Sini,
PurRI PAMBAYUN : Semua suara Putri Pambayun, yang sampai
kau, Klinting.
pada telinga suaminya, tak pernah mengan
dung dusta. BARU KLINTING : (menghampiri} Ya, aku mengerti. Tiadakah
kau salah kata, Pambayun, putri Mataram?
DEMANG PATALAN : Perempuan tabah hadapi mati! Patut kalau
berdarah satria. purR! PAMBAYUN : Inilah Putri Pambayun, istri Ki Wanabaya.
BARU KLINTING : Baik, seluruh kekuatan dikerahkan masuk ke
benteng Mataram. Patalan! Berangkat kau
Suara - derap banyak kuda.
sekarang juga ke Mataram, kibarkan tinggi
bendera Mangir pertanda duta. Sampaikan,
pada hari yang sarna minggu mendatang, Ki
DEMANG JODOG, DEMANG PAJANGAN, DEMANG PANDAK dan
Ageng Mangir Muda Wanabaya dan istri,
SURIWANG : (masuk kepanggung beriringan7 kemudian
Putri Pambayun, akan datang bersembah
semua berhenti mengawasi Pum Pamba )
bakti pada Panembahan Senapati. (berpaling
yunJ.
pada WanabayaJ Berperisai kalian berdua,
DEMANG PAJANGAN : Inilah macam orangnya. kita akan langsung masuk benteng menye
rang istana. Tetap kau pada pendirianmu,
WANABAYA : Diam! Kita semua bersalah. Istriku dapat
' Nyi Ageng Mangir Muda?
dan boleh dihukum, tapi tak rela aku siapa
pun hinakan dia. Juga aku dan kalian semua PurRI PAMBAYUN : Tetap, Klinting, juga kurelakan bayi di ba
patut dihukum karena kurang waspada wah jantung ini.
BARU KLINTING : (menghindar7 bersllang tangan7 mengge DEMANG PATALAN : Berbaris kita semua langsung masuk istana
leng-geleng). Mataram.
M A G I R
N

B a b a k K e d u a

DEMANG PANDAK : Penyelesaian gilang gemilang. Langsung ke


Mataram
SURlWANG : Persetan dengan sanggar tombak Aku pun
ikut dalam barisan serbu Mataram.
BARU KLINTING : Serbu Mataram.

SemliG - Serbu ! Serbu!

BABAK KETIGA
Ebook by syauqy_arr
WebfogJ http://hanaokLwordpress ..com
a
r_ oe aA
na a
nt
T oe
r ____________________ 79
78 M A
____ N
G I _R
_____________________
__________________ P_ m dy
____________________________

B a b a k K e t i g a

Membujur sunyi
Di luar wilayah kuburan keluarga raj a.
Selesai di sini aku punya cerita
Seorang panglima tak terkalahkan di medan-perang
Tertipu tewas di kaki musuh karena cinta.
(Keluar dari panggung)

Layar - Terbuka cepat.


Setting - Balairung kraton Mataram. Di samping takhta terdapat
kursi kayu biasa.

TUMENGGUNG
* * * MANDARAKA : (dalam pakaian kraton berlutut mencang
kung dipinggir samping panggung, meng
angguk-angguk, menggerak-gerakkan ta
ngan, seakan sedang bicara dengan sese
orang yang tidak nampak. Kemudian lam
Pencerita (troubadour) sebelum layar dibuka: bat-Iaun berdin: berpaling ke arah ten
tangnya, di mana berdiri Ki Ageng Pa
Wanabaya dengan Baru Klinting tombak pusaka manahan).
Dua belas depa panjang tangkai
TUMENGGUNG
Pambayun diiringi, benteng dimasuki.
MANDARAKA : (melintasi depan takhta menghampiri Ki
Gapura-gapura penyambutan ini, mengapa?
Ageng Pamanahan). Hari ini hari pesta,
Semakin dekati kraton semakin sempit dan rendah?
hari besar segala, takkan terlupakan sepan
Barn Klinting sang tombak pantang menunduk,
jang jaman. Wanabaya akan datang untuk
Setiap lewat tangkai dipotong biar tetap tegak.
kutip kebinasaannya sendiri. Mataram ting
Di bawah kaki Panembahan Senapati sang mertua
gal jaya megah untuk selama-Iamanya. (Ter
Barn Klinting tombak pusaka tiada bertangkai lagi
tawa terangguk-angguk). Ki Ageng Pama
Dengan Putri Pambayun Wanabaya bersembah-bakti.
nahan, adinda, putramu baginda, dengan
Senapati Mataram sambut kepala menantu
tamatnya Wanabaya, takkan lagi terhalangi,
Dihantamkan pada Watu Gilang di bawah kaki
luaskan daerah praja sampai hanya laut
Pecah,
batasnya, melingkupi selurnh bumi Jawa.
Wanabaya menjelempah di bawah takhta.
Di kota Gede adalah kuburan keluarga raja
Hanya satu makam diterjang tengah pagar tembok KI AGENG PAMANAHAN : (dengan gerak selalu menggeletar karena
Di situ Wanabaya diistirahatkan. tua). Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm, dimulai
Dari pusat ke kaki diakui dia menantu raja dengan impian, ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm,
Dari pusat ke kepala dianggap dia musuh Mataram impian!
80 _________________________ G
N__ Pramoedya Ananta Toer
A__
M__ __ ______________________
I _R 81
B a b a k K e t i g a

TUMENGGUNG
sudah lama kita pernah bicarakan? Pada
MANDARAKA : Tiadakah kau bangga, putra adinda raja
suatu kali akan lahir raja abadi, bukan raja
yang pertama? Dulu impian sekarang ke
musiman seperti Patah Demak anak-ber
nyataan. Mengapa adinda jadi termangu?
anak dan Hadiwijaya Pajang. Tak lain pu
Bukankah Mataram bakalnya tinggal ber
tranda adinda raja pilihan itu. Mengapa
kembang? Akar mulai menancap di perut
adinda ragu dengan korban cucu menantu?
bumi, batang mulai tumbuh mencakar awan,
bunga dan buah sudah nampak di depan? KI AGENG PAMANAHAN : mm- ?mm-h m, bukankah juga seperti
kIta, dIa bercInta, ingin mati hanya pada
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm, dan betapa ba .
USIa tua?
nyak korban persembahan, dan masih juga
TUMENGGUNG
anakanda baginda menghadapi banyak la-
wan.
MANDARAKA : Cucu adinda sudah berpuluh, apa beratnya
korbankan yang satu, toh hanya anak desa?
TUMENGGUNG .

MANDARAKA : Tak ada kebesaran jatuh sebagai karunia KI AGENG PAMANAHAN : Kanda Juru Martani, hmm, bukankah sebe
dari langit. Bukankah semua mesti digalang lum satu bakal datang ini, sudah ada satu
dari pasir dan kerikil? Dilepa diikat dengan yan? dikorbankan - ya-ya-hmm, juga atas
keringat? Dibikin cerlang bersinar dengan nasIhat kanda Juru Martani?
akal pikir? TUMENGGUNG

KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, dengan korban persembahan ber


MANDARAKA : Ab, Dinda Pamanahan, bukankah sudah aku
baris tak habis-habis, hmm-hmm-hmm. Har ptokkan, Raden Rangga dikandungkan wa
ga untuk sebuah impian. nIta taklukan dari Jipang-Panolan? Bukan
dari benih Sutawijaya anandamu? Rangga
TUMENGGUNG
bukan cucumu.
MANDARAKA : Korban persembahan tak habis-habis? Se-
dang si tua renta yang tak tumbuh lagi, tetap KI AGENG PAMANAHAN : Hmm-hmm-hmm, Rangga darahku, darah
butuh santap dan minum setiap hari. Hanya Sutawijaya, darah Pamanahan. Tak semu
yang mati tak butuhkan sesuatu lagi Hidup dah itu kakanda Juru Martani bisa yakinkan
bagi yang satu, binasa bagi sepuluh yang hati ini. Biar wanita taklukan, dia tetap
lain! menantuku, Rangga tetap cucuku.
TUM ENGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : Hmm-hmm-hmm, kini Wanabaya, suami
cucunda tercinta Pambayun Putri. Tega, te
MANDARAKA : Betapa aneh adinda ini, setelah Sutawijaya
ga, tega, kau, Ki Juru Martani. (Melangkah marak jadi raja Mataram, bergelar Pan em
maJu dengan tongka!, pada tangan yang bahan Senapati ing Ngalaga, adinda sema
gemetar). Di mana tadi temp at dudukku? ki n banyak ragu. Apakah sia-sia saja usaha
.
Ki Juru Martani selama ini?
TUMENGGUNG
MANDARAKA : (memimpinnya duduk di bangku di sam KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm, kau yang jatuh
pzng takhta). Pamanahan adinda, bukankah kan kerajaan lain untuk dirikan Mataram ,
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 83
82
B a b a k K e t i g a

kau perancang nasib Jawa dan manusianya TUMENGGUNG

- hmm-hmm-hmm membikin tangan luta MANDARAKA : Dan waktu Arya Panangsang kita kalahkan,
berdua berlumuran darah dan nyawa. Sultan Hadiwijaya janjikan karunia, Pati
atau Meqtaok, bukankah kita Mentaok
TUMENGGUNG
Mataram sekarang? Karena kita setuju diri
MANDARAKA : Kau bimbang di tengah jalan, Pamanahan
kan kerajaan tepat menurut gagasan lama?
adinda. Kembali kau tidak bisa. Dan barang
siapa ragu maju barang setapak lagi, ditcn KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya-hmm-hmm-hmm, Mentaok jadi
tukan membantu oleh ragunya sendiri. Lu Mataram.
pakan Rangga, relaka n Wanabaya. TUMEKGGUNG

KI AGENG PAMANAHAN : (berdzit: menuding takhta) Untuk kursi ini, MANDARAKA : Serahkan katahatimu pada Ki Juru Martani
membikinnya jadi pusat kehidupan di Ta ini. Pandanglah yang depan sana - Mas
nah Jawa, hmm-hmm-hmm-ya-ya-ya, hi Jolang, cucumu bakal raja Mataram, Rang
tamlah tangan ini berlumuran darah dan sang, cucumu, bakal panglimanya. Setiap
nyawa. tetes darahmu akan berkuasa di setiap tem
pat di Bumi Jawa. Kau dan aku akan tetap
TUMENGGUNG
hidup, dalam gagasan, dalam diri mereka.
MANDARAKA : (menqhampinKiAgeng Pamanahan, mem-
perlihatkan tangan sendiri) Lihatlah ini, KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, tetap hidup dalam gagasan.
bagi siapa saja yang tidak tua, kalislah tangan TUMENGGUNG
dari warna tambahan. Kau sudah mulai tua, MANDARAKA : Tak ada guna menjadi luuda kalau hari tua
Pamanahan adinda. Tanda-tanda tua adalah menjadi ragu, adinda. Tiada sesuatu bakal
kecut pada katahati sendiri. tercapai dengan beragu-ragu. Pusatkan per
KI AGENG PAMANAHAN : Dimulai dengan impian ...... hmm-hmm- hatian pada hari ini, hari penggalangan
hmm. Mataram yang kedua: binasanya Ki Ageng
Mangir M uda Ki Wanabaya.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : . . . Dengan impian, setelah kau pulang kalah KI AGENG PAMANAHAN : {membelaidada7 belJalan tertatih-tatih meng
perang, mengawal Adipati Unus, melawan hampzii takhta7 meniup debu dan' atasnyaj.
Peranggi di Malaka. Ha, aku lihat adinda TUMENGGUNG
berseri, terkenang pada pendapat lama: bang MANDARAKA : (menuding) Bahkan debunya kau tak suka.
sa kulit putih ini tak dapat dilawan dengan Bukankah Wanabaya tak lain dari debu atas
senjata yang ada; kerajaan Jawa harus ma ' takhta?
suk lebih jauh ke pedalaman. Laut telah jadi
KI AGENG PAMANAHAN : (takJadi menyekakan tangan pada takhta
milik mereka.
untuk membersihkannya). Ya-ya-ya hanya
KI AGENG PAMANAHAN : {membelalak memandang ke atas7 pada debu di atas takhta.
masa lalu sendirz}.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Mendirikan kerajaan adalah panggiI.lll. l'i-
84 M A N G I R ___________________ P
_ a_
r_ m_o_
e_da_
y_ A
_ n_ n_
a_ a_
t_ T
_ o_
e_r ____________________ 85
B a b a k K e t i g a

dak setiap dan sernbarang orang bisa. Nah, KI AGENG PAMANAHAN : Untuk Mataram Jaya, ya-ya-ya.
kau diarn sekarang, Pamanahan adinda. TUMENGGUNG
Akhirnya kebesaran raja-raja Jawa men MANDARAKA : Mati untuk dia!
datang, anak-cucu keturunanmu sendiri, le
bih penting dari hitarnnya tangan, jauh lebih Kl AGENG PAMANAHAN : Mati! Ya-ya-ya, hmm-hmm-hrnm. (Mem
penting dari darah dan nyawa persembahan. belakangi takhta, menudingnya tanpa me
Iihat) Kemudian apa beda antara takhta dan
Kl AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hrnm-hmrn-hrnm. Lebih penting pernbantaian.
dari darah nyawa persernbahan.
TUMENGGUNG
TUMENGGUNG MANDARAKA : Dunia tak bicara tentang perbedaan, juga
MANDARAKA : Dengarkan sekarang. Betapa rnesti kau bang- tak ada yang bicara tentang kesamaannya.
ga, Parnbayun telah laksanakan tugasnya. Hanya satu: kewibawaan untuk Mataram.
Dia telah berhasil belah dwi-tunggal
Klinting-Wanabaya. Tanpa Klinting Wana Kl AGENG PAMANAHAN : Hmmrnmrnmm, betapa terlambat tahu di
baya tak ada harga. Klinting, Pamanahan hari tua; jalan ke arah dia adalah dusta,
adinda, si akal tajarn, anak hararn Ki Ageng aniaya, perang, darah dan binasa. Ya-ya-ya.
Mangir Tua, terkucilkan tadinya dari rna (Mengukuhkan pegangan pada tongkat,
syarakatnya, hidup melata di bawah bayang kembali duduk di atas bangku).
bayang, kulit busik bersisik, melata-Iata se TUMENGGUNG
perti ular di balik-balik ranting. MANDARAKA : Kau salah lagi, adinda. Jalan itu adalah jalan
semua orang pilihan, dikodratkan rnerne
Kl AGENG PAMANAHAN : (mendengarkan, terangguk-angguk) ya-ya
rintah sernua rurnput tunduk nyiur pun
ya, telah belah dua dwi-tunggal.
rneliuk, burni tertuding menguningkan padi,
TUMENGGUNG hutan ditebah berubah jadi hurna; dilarnbai
MANDARAKA : Dara luar biasa cucurnu itu, sarna dengan balatentara datang, ditiup musuh sujud tak
adinda sendiri sernasa rnuda. Keuletan, ke luk, persembahkan negeri, rakyat dan putri
setiaan dan kepatuhannya jadi jarninan ke putrinya. Itulah jalan sernua dewa di atas
jayaan Matararn. burni, penguasa tunggal satu-satunya, pe
Kl AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hrnrn-hrnrn-hrnrn, dia rela kor nentu benar dan salah, yang baik dan yang
bankan (terbatuk-batuk) suarni tercinta un buruk, hukurnan dan karunia, hidup dan
tuk Matararn. mati ..... .

TUMENGGUNG Kl AGENG PAMANAHAN Ya-ya-ya, memang luar biasa, hmrn-hrnm


MANDARAKA : Dan pada hari ini, hari besar ini, akan hrnrn dan semua dimulai dengan impian, ya
adinda saksikan cucu menantu, suarni ter ya-ya.
cinta Putri Parnbayun, akan rnerangkak rneng TUMENGGUNG
harnpiri takhta serahkan nyawa, untuk MANDARAKA : Irnpian bukan sernbarang impian, petunjuk
Matararn Jaya. dari langit kepada bumi. Yang tanpa mimpi
M A N G I R
86 P_
__________________
a l_
r_ oe
n__dy__A _a_
a _n n_ a_
t_ T_ e_
o_ r ___________________ 87
B a b a k K e t i g a

takkan dapatkan dunia, yang dapatkan du bawa bayi cicitku, dalam kandungan. Dan
nia tak perIu mimpi lagi, karena semua Wanabaya si gagah mendampinginya. Ya
sudah miliknya. ya-ya.

KI AGENG PAMANAHAN : Impian lebih indah, tak berIumuran darah. TUMENGGUNG


MANDARAKA : Bayi itu tetap cicit adinda. Hanya Wanabaya
TUMENGGUNG
saja harus binasa.
MANDARAKA : Yang tak berdarah mati. Yang kekurangan
darah lemah. Hanya yang berIumuran darah PAN EM BAHAN

saja perkasa. Ada adinda dengar? Perkasa! SENAPATI : Diarnlah sudah, ayahanda (Pada Tumenggung
(tertawa). Dan hanya si lemah berkubang Mandaraka). Takkan meleset rencana paman
dalam airmatanya sendiri. da?

PAN EM BAHAN TUMENGGUNG

SENAPATI : (masukpanggung menegur). Berapa puluh MANDARAKA : (nlenghampiriPanembahan Senapatz]. Ada


talrun sudah, pamanda dan ayahanda tak kah pernah rencana Ki Juru Martani meleset
pernah selesai bertikai? sejak Sultan Trenggono Demak, Sultan
Hadiwijaya Pajang, sampai Mataram seka
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, tak pernah selesai bertikai.
rang?
TUMENGGUNG
PANEMBAHAN
MANDARAKA : Anakanda baginda, berbahagia pamanda
SENAPATI : Jadi pasti bedebah-bodoh itu bakal ke mari,
masih segar sampai hari ini, untuk jadi saksi
Klinting dan Wanabaya.
runtuhnya Mangir dan Wanabaya.
TUMENGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : (gelisah mengetuk-ngetuk tongka kemu MANDARAKA : Seperti jago dengan taji.
dian menarik diri ke belakang takhta).
PANEMBAHAN
TUMENGGUNG SENAPATI : Siapa tak ingin lihat si Klinting agul-agul
MANDARAKA : Silahkan anakanda baginda duduk tidak di Mangir sebelum mati? Jangan biarkan dia
atas takhta. Hari ini bukan hari negara, terIalu dekat pada takhta.
hanya hari keluarga, untuk selesaikan per
TUMENGGUNG
kara antara menantu dan mertua.
MANDARAKA : Semua telah terperinci dalam acara
PANEMBAHAN
PANEMBAHAN
SENAPATI : (duduk di atas bangku). Telah kami dengar
SENAPATI : Masih tak rela kami, patih Mataram Singa
suara canang pertanda persiapan dimulai.
ranu diusir dari Mangir. Tuntutan takluk
KI AGENG PAMANAHAN : (tertatih-tatih pergi ke latardepan). dan upeti diketawakan, seperti Panembahan
Senapati seorang pelawak kehabisan dage
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Benar, pertanda persiapan dimulai. Ian.

TUMENGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : Takkan lama lagi, Pambayun cucu kesa
yangan akan datang. Kabarnya dengan mem- MANDARAKA : Hari ini hari pembalasan. Jago dan tlj inya
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer B9
BB
B a b a k K e t i g a

akan akhiri permainan. Takkan lagi ada tahkan laksanakan Sarpa Kurda. Setiap pang
panglima Mataram bisa dikalahkan. lima bisa lakukan. Bernntung Jaya Amisana,
duta pembawa damai ke Mangir bertemu
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, Tumenggung Takih Susetya, pang-
dengan Susetya di perjalanan. Kini Mangir
lima Mataram yang dikalahkan ..... .
akan tumpas oleh Sarpa Kurda. Mangir ha
TUMENGGUNG rns terima hukuman, telah permain-main
MANDARAKA : Tak perIu disesali. Sudah tepat dia dibikin kan duta damai Jaya Amisena. Nah,
binasa, daripada Mataram jadi tertawaan. Pamanahan adinda, tidakkah patut Klinting
Dia sendiri malu pada muka sendiri, lari ke dan Wanabaya terima hukuman?
Laut Kidul meneari gelar* barn Sarpa Kur
da, ajaran Ki Blantik dari gua Langsih. Ya, KI AGENG PAMANAHAN : Terima hukuman? Ya-ya-ya, hmm-hmm
anakanda baginda. hmm.
TUMENGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : (m.enghampiri Tumenggung Mandaraka).
MANDARAKA : Mulai hari ini, balatentara Mataram ekor
Ceritai adinda ini, sudah lupa diri siapa
Tumenggung Susetya. Sarpa Kurda, bukan hanya bebas menjamah
Laut Kidul, juga mengebas ke utara, ke
TUMENGGUNG daerah Mangir dan sekawannya.
MANDARAKA : Pamanahan adinda selalu lupa, aku terns
juga mengulang-ulang eerita. Begini, dinda, KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, semua terjadi karena eueu tersa
Takih Susetya pulang ke Mataram memba yang Pambayun dijadikan umpan. Hmm
wa Sarpa Kurda, gelar barn mengandung hmm-hmm. Dijadikan umpan! Apa pula ba
syakti. Dia sendiri lihat di selatan sana, kal karnnianya?
betapa ronggeng** yang haneurkan semua TUMENGGUNG
mangsa, kuda, maeam, sapi, babi dan manu MANDARAKA : Hanya yang tidak ragu dapatkan segala
sia, ditumpas hanya oleh seekor ular sanea, galanya.
yang memagut-magut eepat ke depan, me
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, yang ragu tinggal menjadi batu.
ngebas-ngebas perkasa ke belakang dengan
Hmm-hmm-hmm, eueu rnpawan, rahimnya
buntutnya, haneurkan semua ronggeng.
hanya untuk bibit raja-raja, bibit sudra
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya, ronggeng dikalahkan ular sanea. sekarang dikandungnya. Ya-ya-ya.
TUMENGGUNG
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Persembahan, dinda dengar, apa ada kera
MANDARAKA : Sekarang anakanda baginda sudah perin-
jaan berdiri tanpa korban-persembahan?
PAN EM BAHAN
SENAPATI : Sudah, diam, biarkan si pikun ayahanda.
Ludah yang basi tak bakal mengandung api,
gerak buyutan tak bakal tegakkan tongkat.
* ge/ar - formasi perang.
KI AGENG
** ronggeng - nama suatu formasi perang
PAMANAHAN : Ya-ya-ya, tongkat. Tongkat tak bisa berdiri.
M A G I R Pramoedya Ananta Toer
90 N 91
B a b a k K e t i g a

Tangan buyutan masih bisa dirikan. Yang Klinting dan Wanabaya, duri di mat a
tak berdiri di atas keiklasan akan rerakjatuh Mataram. Sekarang balatentara Mangir se
di tanah. dang mendatangi, dengan Pambayun dan
suami sebagai perisai. Meleset dari rencana,
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Kami bisa tenggang-menenggang sejak da Mangir akan mengamuk di dalam benteng,
hulu, anakanda baginda. (Pada Ki Ageng binatang-binatang dengan kejahatan dalam
Pamanahan). Yang berdiri di atas keiklasan kalbunya itu.
pun akan rerak jatuh di tanah juga. Dua KI AGENG

duanya tiada beda. Juga semua akan sirna PAMANAHAN : Mengamuk dalam benteng? (terbatuk-batuk).
ditelan bumi. Daripada tiada suatu apa, TUMENGGUNG
lebih baik berdiri sesuatu, berdiri megah MANDARAKA : Maka mereka dibikin tak bisa membuka
agung di atas tiada apa-apa, menjulang ting gelar. Jalanan lebar dipersempit dengan
gi pi atas bumi. ltulah Mataram Jaya. pagar. Di desa Cepit balatentara Mangir
PAN EM BAHAN akan dielu-elu, dengan tari dan tuak, dengan
SENAPATI : Hentikan, pamanda, waktunya sudah men nyanyi dan tandak. Seluruh barisan akan
desak begini. dipenggal tengah dengan hiburan, tersekat
di jalanan sempit, takkan dapat teruskan
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Apa dikuatirkan? Rencana telah masak di- perjalanan berlenggang tangan. Di depan
tempa. Mataram takkan teperdaya. Bala benteng, separoh dari separoh lawan akan
tentara pengiring Mangir, dengan panglima disambut oleh semua perawan benteng
bersama bininya, di jalanan sempit diapit Mataram. Jembatan sungai Gajah Wong di
sawah, gelar macam apapun akan percuma. dalam benteng telah dibongkar dan disem
Ronggeng pun akan tenggelam dalam lum pitkan. Di mulutnya akan menunggu ba
pur. Tidak keliru: Wanabaya dan Klinting risan dara anak-anak nayaka, mempersem
akan masuk mati dalam bubu. bahkan diri dan sajian. Tak ada di antara
prajurit desa itu akan tahan kena sintuhan
KI AGENG PAMANAHAN : (terbatuk-batuk). Diri yang tua bangka begi tangan lembut para dara Mataram. Mereka
ni, masih harus saksikan cucu menantu akan menggigil mengemis kasih, tepat se
binasa di depan mata. Terlalu, ya-ya-ya, perti Wanabaya di hadapan Pambayun. Be
hmm-hmm-hmm, terlalu. gitu panglimanya, begitu juga prajuritnya.
TUMENGGUNG PANEMBAHAN
MANDARAKA : (Memimpin KiAgeng Pamanahan mendu SENAPATI : Hati-hati pamanda Ki Juru Martani.
dukkannya di samping Panembahan Sena
TUMENGGUNG
patz). Nah duduklah diam-diam di sini.
MANDARAKA : Dijamin takkan meleset biar separoh jari.
PANEMBAHAN Wanabaya sendiri sudah beri contoh, an.lk
SENAPATI : Ayahanda yang berbahagia, buang dari hati buah takkan dapat ditahan ikuti jPj.lknya .
M A N G I R
92 Pra moedya An anta Toer
93
B a b a k K e t i g a

(tertawa). Memasuki istana mereka akan dengar warta gembira. (Berpaling ke sam
tinggal beberapa gelintir. Apalah arti akal ping). Va, memang dia. (beryalan ke sam
Klinting tanpa pasukan? Laksana ular di ping7 melambaikan tangan7 berdiri men
tinggalkan badan, bisa melihat, mendengar, cangkung memandang ke bawah7 mende
merasa, tapi tak bisa berbuat apa-apa. ngarkan sambi? mengangguk-angguk. Me
KI AGENG PAMANAHAN : Begitulah bakal jadinya, perancang tanpa lambaikan tangan menyuruh pergl: Kem
tandingan! Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm. bali menghallipiri Panembahan Senapatz).
Va, anakanda baginda, Pamanahan adinda,
TUMENGGUNG
memang benar telik kedua. Wartanya: telah
MANDARAKA : Semua akan beIjalan sesuai dengan ren-
berangkat balatentara Mangir; Wanabaya
cana. Mangir boleh punya rencananya sen
naik kuda putih iringkan tandu Putri Pam
diri. Balatentaranya yang kehausan berba
bayun. Paling depan Baru Klinting menung
ris, terkena tuak berganja (tertawa) apalah
gang kuda coklat pancal panggung.* Berki
artinya !
baran umbul-umbulnya, balatentaranya ber
KI AGENG PAMANAHAN : (Terbatuk-batuk). Bukan laku satria. derap ditingkah gamelan seratus gendang.
TUMENGGUNG PANEMBAHAN

MANDARAKA : Setelah bebas bahaya baru orang jadi satria. SENAPATI : (terkejutj. Balatentara besar?
KI AGENG PAMANAHAN : (Tertawa terbungkuk-bungkuk7 terbatuk TUMENGGUNG

batuk). Satu rumus untuk satu keadaan. MANDARAKA : Makin besar makin terpuji, semua akan
Dua rumus untuk dua keadaan, ya-ya-ya. punah di Mataram.
PANEMBAHAN
PANEMBAHAN
SENAPATI : Apa saja semua ini, ayahanda? SENAPATI : Panggil Patih Singaranu, dia perIu tahu.
TUMENGGUNG
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Demi Mataram Jaya, semua benar dan dibe MANDARAKA : Sabar anakanda baginda. Ki Wanabaya bu-
l1arkan. (Pada KiAgeng Pamanahan). Din kan urusan negara. Dia hanya anak nakal di
da, dengan takluknya Mangir, hanya dalam keluarga. Sarpa Kurda telah bergerak
dengan lenyapnya Perdikan, kelak orang melingkari Perdikan dan kedemangan-ke
akan tahu: Ki Ageng Pamanahan, tak lain demangan sekawan. Tak ada sesuatu patut
dari dia, yang turunkan semua raja Jawa dikuatirkan.
sampai akhir jaman. Lebih baik sesuatu KI AGENG PAMANAHAN : Xa-ya-ya, Takih Susetya dibinasakan,
daripada tiada sesuatu apa. warisannya dilaksanakan ..... .
TUMENGGUNG
PANEMBAHAN
SENAPATI : Ada terdengar derap kuda. MANDARAKA : Semua demi Mataram Jaya.

TUMENGGUNG
MANDARAKA : (mencorongi kuping). Itulah telik kedua
*
yang sedang datang. Sebentar lagi akan ter- Pancal panggung - berkaki belang pulih keempat-empalnya.
Pra m o e dya An a n t a Toer 95
M A N G I R

B a b a k K e t i g a

K1 AGENG PAMANAHAN : Hmm-hmm-hmm, semua ditempuh demi kekalahan, menebus dengan Perdikan
Mataram, segala jalan, pembinasaan dan Mangir dan kedemangan-kedemangan seka
penumpasan. (Mengangguk-angguk lebzll wan. Takluknya mereka akan bikin Mataram
cepat karena tuanyaJ. Betapa lama - betapa dapatkan tiga ribu prajurit tambahan. Maka
lama- sampai kapan? Ya-ya-ya. baris ke timur akan segera dapat dirancang,
dari Mataram ke Madiun, dari Gresik ke
TUMENGGUNG
Blambangan. Laut selingkupan Jawa sebe
MANDARAKA : Pamanahan adinda, tiada barang yang lama
lab sana akan jdi pagar Mataram.
bangunkan negara, karena yang kemudian
tak dapat diukur dengan waktu. PANEM BAHAN
SENAPATI : Ayahanda sudah dengar sendiri: baris ke
PANEMBAHAN
timur akan segera dapat dirancang, hanya
SENAPATI : Pamanda Juru Martani, tak semudah itu
berhenti bila berjumpa laut impian mahal
hati dibikin tenang. Tiga ribu tombak bala
Demak dan Pajang. Mataram saja bisa lak
teptara Mangir, bakal datang, dengan hanya
sanakan.
akal pamanda Juru Martani akan tanggu
langi. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, sampai di mana kiranya cucuku
tersayang Pambayun sekarang?
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Modalnya hanya percaya, anakanda baginda TUMENGGUNG

pada Mandaraka Ki Juru Martani ini. (me MANDARAKA : Balatentara Mangir itu berbaris keras, uh
ngusap dada sendiri). uh, kaki dan bahu biasa pikul padi ke kota.
Hitunglah jari sampai lima ratus kali, dan
PANEMBAHAN
SENAPATI : Tiga ribu tombak! Pambayun cucunda beserta suami akan ada
di sini.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : (tertawa meyakinkanJ Sekeras-keras watak PANEMBAHAN
SENAPATI : Ada kami dengar taluan canang kedua. Dan
prajurit Jawa, di mana saja sarna jua, jinak
ada kami dengar derap rombongan kuda.
bila disuguh enak, lunak seperti merpati
bila dijamu hati, lupa segala bila diajak TUMENGGUNG

bersuka-ria. Hanya raja kuat bisa lain dari MANDARAKA : Rombongan pengawas persiapan. Takkan
selebihnya, menguasai kawula melalui wa lama lagi barisan pengelu-elu akan berarak
taknya. sambut Mangir di tepi desa Cepit.
PANEMBAHAN PANEMBAHAN

SENAPATI : Taluan canang kraton sudah terdengar. SENAPATI :' Jangan sampai terjadi balatentara Mangir
termangu berhenti, bimbang karena curiga.
TUMENGGUNG
MANDARAKA : Nah, Pamanahan adinda, itulah tengara sang TUMENGGUNG

panglima. Berarti dwi-tunggal Klinting MANDARAKA : Curiga berarti perang. Mataram jauh lebih
Wanabaya sedang bergerak masuk ke dalam waspada, bertugur ketat ditempat-tempat
jebakan. Kenangkan hari ini hari menebus
M A G I R Pra moedya Ananta Toer
96 N 97
B a b a k K e t i g a

penumpasan. (Memegangi kuping sendin). ya, hrnrn-hrnrn-hrnrn kau raja Mataram,


Bukankah aku tak salah dengar? Keretaku Panembahan Senapati ing Ngalaga, hanya
telah datang rnenjemput? anak wayang di tangan Ki Juru Martani. Ya
KI AGENG PAMANAHAN : (menghampiri Tumenggung Mandaraka ya-ya.
yang siap-siap hendak pergi). Nanti dulu. PANEMBAHAN

(Berbisik) Jadi benar-benar aku harus sak SENAPATI : Sahaya hanya anak wayang di tangan Yang
sikan, eueu rnenantu binasa di bawah rnata Maha Kuasa. Pesaing dan pelawan Mata
ku? ram, sernua yang masih tegak dan berdiri,
wajib runduk berkiblat pada takhta ini. Ma
TUMENGGUNG
MANDARAKA : (juga berbisik) Seperti Pamanahan adinda taram tak sudi berbagi. Mataram berdiri
sudah lupa siapa Ki Juru Martani ini. Ja berarti, Yang Maha Kuasa kodratkan sernua
ngankan eueu rnenantu anak desa, eueu jadi miliknya. Yang melintang patah, yang
darahrnu sendiri, begitu dia lernahkan membujur gugur, yang tegar rebah. Karena,
Mataram, begitu bisa akibatkan perpeeahan ayahanda, tak ada gunanya Yang Maha
kerajaan, seperti Rangga, Seperti Wanabaya Kuasa benarkan putranda jadi raja, bila
nanti, ternpatnya yang paling tepat yang lain-lain tidak dikodratkan merangkak
hanyalah akhirat. di bawah kakinya.

KI AGENG PAMANAHAN : (membuang muka). Begini sernua jadinya. KI AGENG PAMANAHAN : Bagi diri yang sudah setua ini, ya-ya-ya, ah,
betapa panjang rnengelimantang jalan
TUMENGGUNG
darah dan mati ini hmrn, hmrn, hmm, jalan
MANDARAKA : (memberi hormat pada Panembahan sempit untuk dapatkan taklukan, taklukan
Senapati dan Ki Ageng Pamanahan). Ki sebanyak-banyaknya semua digiling rata,
Juru Martani akan berangkat, mengawasi pipih bersama tanah.
pelaksanaan aeara.
PANEMBAHAN
PANEMBAHAN
SENAPATI : Jalan itu di mana saja sarna jua, ayahanda
SENAPATI : Mengiringkan keselamatan, Panembahan
yang mulia. Bahkan rumput merunduk beri
Senapati telah siap di tempatnya.
kan punggung, hewan langit, darat dan laut,
TUMENGGUNG datang menghadap persembahkan daging.
MANDARAKA : (meninggalkan panggung dHringkan oleh Manusia diatur untuk takluk menyembah,
KiAgeng Pamanahan). karena di atas mereka hanya ada Tuhan, di
antaranya ada raja, satu-satunya yang mu
KI AGENG PAMANAHAN : {berbalik beryalan tertatih-tatih pergi pa
da Panembahan Senapatz}. Ya-ya-ya, si tua lia. Bukankah dulu ayahanda sendiri telah
renta yang bisa sernua, ingat segala keeuali ajarkan?
mati. Pergikah dia rnenjernput Pambayun? KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, jalan sempit telah ditempuh, be
Atau hendak binasakan balatentara desa? ban nurani semakin be rat, sampai di tempat
(menuding Panembahan Senapatz) Ya-ya- di mana takhta berdiri megah, kini rnata
98 M A N G I R
Pramoedya Ananta Toer
B a b a k K e t i g a
99

siIau tak tahan melihat, hitam tak terha K1 AGENG PAMANAHAN


puskan.
: Apakah seorang raja tak perIu
jad i seorang
PANEMBAHAN
bapa bagi anaknya?
SENAPATI : Jalan sempit, jalan para raj a, hanya terbuka PANEMBAHAN

bagi dia dengan saraf besi berhati baja. SENAPATI : Dia bapa tunggal dari anaknya yang
Untuk itu dia manusia pilihan - hanya tunggal: negara.
seorang di antara beIjuta. Itulahjalan satria.
KI AGENG PAMANAHAN :Hmm, hmm, hmm, (memega
Bukankah ayahanda juga dulu telah ajar ng dan me
kan? hnat-lilzat tangan Panembalzan
SenapahJ.
Tangan ini, ya-ya-ya, tangan
ini - tangan
KI AGENG PAMANAHAN : Barangkali sini bukan tempatku lagi. seorang yang dulu bayi, dila
hirkan oleh
istriku, tangan dari anak yang
lahir karena
PANEMBAHAN benih dalam badanku - ya-y
SENAPATI : Sahaya telah pilih jalan terbaik tunjukkan a-ya. Hmm,
hmm, hmm, tangan ini tega
aSrahanda sendiri, jalan sempit di antara membunuh
keturunannya sendiri
manusia, jalan di mana hukum ditemukan,
di mana setiap orang diikat kepadanya - PANEMBAHAN

hanya seorang naik di atas semua. SENAPATI


: Manusia jadi kuat dan keras bukan karena
benih dirinya. Raksasa tanpa umpan setiap
KI AGENG PAMANAHAN : (beryalan ke tempat di mana Tumenggung hari nt.uk hatinya yang haus dan lapar,
Mandaraka pergzJ Ya ya-ya, rasanya masih
akan Jadl bubur, bisa disantap setiap orang.
-

lama telik ke tiga akan tiba.

PANEMBAHAN Suara - sangkakala


SENAPATI : Masih lima ratus hitungan jari.

KI AGENG PAMANAHAN : Tetapkah sudah hati anakanda baginda, PANEMBAHAN


akan habisi jiwa menantu sendiri-rnenantu SENAPATI : Itulh tanda pasukan pengaw
yang belum dikenal? al mulai siaga.
Dan menara akan nampak ting
galkan ti
kungan jaIan simpang tiga desa
PAN EM BAHAN Cepit bala
SENAPATI : (tertawa). Selaksa anak menantu ditimbang tentara anak desa.
kelewat ringan dibanding dengan kejayaan K1 AGENG PAMANAHAN : Ya-y
a-ya, hmm, hmm, hmm.
Mataram.
PANEMBAHAN

: 'uatkan hati, ayahanda yang mulia, kalau


SENAPATI
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, pantas anak sendiri anakanda pun
tega menghabisi. tIada kemampuan untuk seterusnya, biar
buat hari ini saja.
PANEMBAHAN
SENAPATI : Mataram menjanjikan mati, bagi siapa saja
pembikin lemah, retak dan pecah. Suara - derap seekor kuda.
MA
N _____R G I
100 __________________ ___________________ Pramoedya Ananta Toer
101
B a b a k K e t i g a

KI AGENG PAMANAHAN : (kembalipergi ke salliping). Tak salah lagi, sampingnya). KaHan telah awali pekerjaan
itu telik ke tiga. (Berdiri mencangkung ber ini, ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm, tugas ka
tumpupada tongkat, mengangguk-angguk lian juga untuk mengakhiri, ya-ya-ya.
mendengarkan. Kemudian mengisyarat
PANGERAN PURBAYA, TUMENGGUNG JAGARAGA, TUMENGGUNG
kan dengan tangan menyuruh pergl: Kem
PRINGGALAYA : (berbareng mengangkat sembah, membe-
balipada Panembahan Senapafl]. Memang
telik ke tiga, membawa warta: Balatentara
narkan).
Mangir terlalu cepat bergerak. Mereka telah IG AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, tentunya semua persiapan sudah
lewati Cepit. Ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm, sempurna.
katanya waktu tinggal tiga ratus hitungan
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah). Sempurna sebagai-
jari. Telah diucapkan pidato elu-elu, ucapan
selamat datang atas nama Sri Baginda mana dititahkan oleh ayahanda baginda.
Panembahan Senapati ing Ngalaga, Sayidin KI AGENG PAMANAHAN : Cucunda Pangeran Purbaya, Wanabaya bu
Panatagama ing Tanah Jawa untuk yang kankah dikaruniakan kepadamu sebagai sem
terhormat Tua Perdikan Mangir Wanabaya bah-bakti dari seorang putra kepada ayah
dan istri. Ya-ya-ya, berhasil mereka dibelah anda baginda?
tengah dengan nyanyian dan tari, tuak dan
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah). Ampun, nenekanda,
tandak. Semangat perangnya lemas tersen
akan sahaya ini rasanya Ki Wanabaya terlalu
tuh jari-jemari para perawan Mataram. Te
besar sebagai sembah-bakti. Dia tak lain
pat seperti rencana Ki Juru Martani. Ya-ya
dari adik ipar sahaya sendiri. Karuniakan
ya, begini semua jadinya, hmm, hmm, hmm.
pada sahaya Klinting. Kalau tidak, apa akan
PAN EM BAHAN kata sahaya kelak pada adinda Pambayun?
SENAPATI : (mengangguk-angguk puas). Ki Juru Mar
tani, si tua renta pandai menempa rencana. K1 AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm untuk ayah
Bersiap-siap kita sekarang ayahanda. (mem anda baginda, untuk Mataram Jaya, hmm,
beri hormat, meninggalkan panggung). hmm, hmm, tak ada adik ipar, tak ada
Pambayun. Yang ada hanya sembah-bakti,
K1 AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hari keluarga, bukan hari negara. hmm, ya-ya-ya.
Hmm, hmm, hmm, takhta akan kosong,
dengan prajurit tetap siaga bersiap tempur. PANGERAN PURBAYA : (memperlihatkan dua belah tangan pada
Hmm, hmm, hmm (menghitungjari). Ki Ageng Pamanahan). Nenekanda yang
mulia, tegakah nenekanda melihat tangan
Suara - gong kraton. 'cucunda ini belumuran darah adik ipar sen-
PANGERAN PURBAYA, TUMENGGUNG JAGARAGA, TUMENGGUNG diri ...... ?
PRINGGALAYA : (masuk ke panggung, menyembah pada Ki' KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, di depan takhta, antara aku dan
Ageng Pamanahan dan mengambll tempat kau, hmm-hmm-hmm, hanya ada perbe
duduk di lantai menghadap takhta). daan umur. Ya-ya-ya, tugas telah dibagikan,
KI AGENG PAMANAIIAN : (belJalan menghampiri takhta, berdiri di mana untukku, mana untukmu.
M A N G I R a oe a n a n a __oe 103
102 __________________ P_
r _m___dy__A____ t_ T __ r ____________________
B a b a k K e t i g a

PANGERAN PURBAYA : Berlumuran darah ipar sendiri, tidak dalam PANGERAN PURBAYA, TUMENGGUNG JAGARAGA, TUMENGGUNG
perang, tanpa perkara dan di depan takhta PRINGGALAYA : (mengangkat sembah).
K1 AGENG PAMANAHAN : TeIik ke empat, yang terakhir telah tiba,
KI AGENG PAMANAHAN : Hmm-hmm-hmm merengek seperti tak hmm-hmm-hmm, wartanya: sisa balaten
pernah dididik jadi satria. Ya-ya-ya, bunuh tara Mangir sedang dielu-elu di depan kra
nurani, jalankan perintah. Yang tumbuh ton. Ya-ya-ya, di depan kraton. Separoh dari
jadi durhaka bukan cucuku lagi. separoh barisan tersekat dalam pesta pora
dengan para perawan para nayaka. Di mulut
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah).
jembatan sungai Gajah Wong, ya-ya-ya, ba
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, sudah berapa lama? Tujuh puluh risan Mangir tinggal seper-enambelas, dihi
tahun. Ya-ya-ya, tujuh puluh tahun lalu bur oleh perawan-perawan piIihan.
sudah, diri masih orang desa, mencangkul,
PAN EM BAHAN
meluku dan mengaru, bergumul dengan SENAPATI : Rencana Ki Juru Martani tak sia-sia. Seben
lupur, menjinjing dan memikul. Ya-ya-ya. tar lagi ... semua sirna terjadi seperti dike
(Tanpa menoleh menllding takhta). Seo hendaki.
rang anak telah naik takhta, kuat, keras,
teguh dan tanpa nurani. Dia, Sutawijaya,
anakku sendiri. Ya-ya-ya, jadi satria dari Suara - Sorak gegap-gempita dari kejauhan.
alam sudra, hanya kenaI tugas perang. Ya
ya-ya. (Mendengarkan). Adakah terdengar
derap kuda? PANEMBAHAN
SENAPATI : (berdiri curzga). Tak ada sorak dalam acara.
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah). ada, nenenda.
Dengarkan, kalian, tiadakah itu sorak
KI AGENG PAMANAHAN : (pergi ke samping lagl: mencangkung de sorai?
ngan bertumpu pada tongkat, mendn!!ar TUMENGGUNG
kan menganggllk-angguk memberz lsya PRINGGALAYA : Ampun (mengangkat sembah) kurang nya
rat dengan telunjuk pada kejauhan). ta pada patik, duli baginda.
Suara - gong kraton KI AGENG PAMANAHAN : Kau, cucunda Pangeran Purbaya, kau yang
paling muda. Apa kau dengar?

PANEMBAHAN PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Sorak-sorai, lelaki


SENAPATI : (memasuki panggung dengan bermahkota dan perempuan, semakin lama semakin riuh.
dalam lringan pasukan pengawal yang
PANEMBAHAN
siap tempu0 langsung duduk di atas bang
SENAPATI : Belum terdengar gamelan kraton mengelu-
ku disamping takhta. Para prajuritpenga
elukan. Jagaraga, pergi kau periksa apa ter
wal kemlldian meninggalkan panggung).
jadi.
K1 AGENG PAMANAHAN : (memberz hormat).
A N G I R Pra moedya Ananta Toer 105
M

B a b a k K e t i g a

TUM I.<..NGGUNG KI AGENG PAMANAHAN : Hmm-hmm-hmm, kalau rencana Ki Juru


JAGARAGA : (mengangkat sembah meninggalkan pang Martani hobol, ya-ya-ya hari ini - hanya
gung). hari ini. Besok akan terbit hari lain isinya
tetap sarna. Ya-ya-ya.
PANEMBAHAN
SENAPATI : Pringgalaya, periksa mengapa gamelan kra PANEMBAHAN
ton belum juga terdengar. SENAPATI : Ya, kini baru kami dengar suara logam dan
manusia nyanyi bersama. (Duduk kembalz;
TUMENGGUNG
PRINGGALAYA : (nzengangkat sembah: meninggalkan pang tenang)
gung). K1 AGENG PAMANAHAN : (mencoba mendengarkan suara-suara). Dan
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, bukan hari negara, hanya hari bayangan maut buat yang lain-lain. Ya-ya
keluarga, Hmm-hmm-hmm, tak ada men ya, maut.
teri-dalam, tak ada patih, takhta berdiri PANEMBAHAN
harnpa. Ya-ya-ya, pertemuan menantu de SENAPATI : Apa pula ayahanda pikirkan. Pesta sudah
ngan mertua. Anakanda baginda seperti dimulai. Sebentar lagi diakhiri di depan
berdiri di ujung duri. Ya-ya-ya. takhta ini. Biarpun pikun dan tua, ayahanda,
jangan seperti hilang tanah berpijak
PANEMBAHAN
SENAPATI : Kau Purbaya, apakah benar beberapa lurah KI AGENG PAMANAHAN : (beryGlan tertatih-tatih tidak menentu). Ya
Perdikan, telah nyatakan setia pada Ma ya bukan hilang tanah berpijak, hanya hi
taram pada pamanda Juru Martani? lang di mana hati akan disangkutkan lagi.
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Benar yang diper (menghampiriPanembahan SenapatzJ. Un
sembahkan nenenda Juru Martani, putran tuk seorang raja, tak ada tanah tempat ber
da sendiri serta menjadi saksi. pijak Dia bersemayam di atas takhta. Di
bawahnya lagi kepala semua manusia.
PANEMBAHAN
SENAPATI : Dan pemuka-pemuka P atal an, kecuali de- PANEMBAHAN

mang-nya sendiri, akan segera datang ber SENAPATI : Dengarkan kata-kata nenendamu, Purbaya.
sujud-bakti pada kami? PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Ada patik dengar,
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Demikianlah yang ayahanda baginda.
telah terjadi, gusti. PANEMBAHAN
SENAPATI : Di bawah takhta hanya ada kepala semua
PANEMBAHAN
keluarga raja. Salah satu saja goyang, takhta
SENAPATI : (duduk kembalz: gelisah).
akan salah tegak Di bawah kepala semua
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm. keluarga raja tumpuannya adalah kepala
PANEMBAHAN semua nayaka. Tanah berpijak masih jauh.
SENAPATI : Mengapa ayahanda yang mulia masih juga Maka makin dekat ke takhta hati semakin
di sini? Tak jalan-jalan di taman nikmati kukuh, maka ragu adalah durjana.
udara siang?
M A N G I R Pra moedya An a n t a Toer 107
106
B a b a k K e t i g a

PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Patik, ayahanda ba- perintahkan gamelan kraton ditabuh? Me
ginda. nyalahi acara bisa bingungkan jalannya pe
PANEMBAHAN
laksanaan!
SENAPATl : Maka jangan lupakan pelajaran hari ini, TUMENGGUNG
seorang satria hams dan mesti bisa, sele PRINGGALAYA : Terlalu sunyi di tempat ini, maka kupe
saikan titah bersembah-bakti. rintahkan segera berbunyi.
PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Ptik, ayahanda ba- TUMENGGUNG

ginda. MANDARAKA : Celaka! Anakanda baginda. (Meningga/kan


panggung).
PANEMBAHAN
SENAPATI : Barang siapa ragu, tempatnya di tanah, bu- PANEMBAHAN

kan di bawah takhta. SENAPATI : {berdin' gelisah}.

PANGERAN PURBAYA : (mepgangkat sembah) Patik, ayahanda ba- KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, gamelan pun salah bunyi, hmm
ginda. hmm. Bobol! Bobol ! Kalian dengar? Bobol!
TUMENGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, yang di tanah hanya tetumbuhan,
MANDARAKA : (masuk /agi ke panggung da/am keadaan
binatang, tanah itu sendiri dan sudra paria.
gugup). Celaka!
PANEMBAHAN
SENAPATI : Akan kami saksikan dengan mata sendiri, KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm hmm, botol!
apakah keris di tanganmu sudah layak un
tuk seorang satria, apakah memang sudah
patut kau berada dekat kaki kami. Suara - Sorak-sorai, dari kejauhan

PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Patik, ayahanda ba-


ginda. PANEMBAHAN
SENAPATI : Purbaya, sorak itu apakah masih seperti
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, di tangan Jagaraga dan Pring
tadi?
galaya, keris tidak terlalu berat, tidak terlalu
hina buat si Barn .Klinting. Hmm-hmm PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Tiada patik dengar
hmm, ya-ya-ya. suara wanita, semua suara pria.
TUMENGGUNG TUMENGGUNG
PRINGGALAYA : (masuk ke panggung7 mengangkat sembah MANDARAKA : Gamelan Kraton adalah perintah penye
pada Panembahan Senapah: kemudian pa rangan. Celaka! Sisa balatentara Mangir
da KiAgeng Pamanahan). Gamelan kraton kini membela diri.
telah diperintahkan detach, gusti baginda.
KI AGENG PAMANAHAN : Pambayun! Cucuku tersayang! Hmm-hmm
TUMENGGUNG hmm, teIjepit kau di tengah perkelahian!
MANDARAKA : (masuk memben' hormat pada Panemba Pambayun Dengan cicit dalam kandungan.
han SenapahJ. Pringgalaya, mengapa kau
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 109
108
B a b a k K e t i g a

TUMENGGUNG PURBAYA : (mengangkat sembah, pindah tempat di


JAGARAGA : (masuk ke panggung; mengangkat sembah samping-menyamping Panembahan Sena
pada Panembahan SenapaH kemudian pa paH).
da Mandaraka dan KiAgeng Pamanahan).
PANEMBAHAN
Menghaturkan warta eelaka, gusti baginda.
SENAPATI : Bondongan keeil - prajurit pengawal. Me
Balatentara Mataram telah menyerang sebe
ngapa mereka lari dari perkelahian? Biadab!
lum Wan abaya masuk menghadap gusti ba
ginda. Pcrkelahian sedang tcIjadi di depan TUMENGGUNG

istana. MANDARAKA : Langsung mereka bergerak ke mario


PAN EM BAHAN
SENAPATI : Purbaya, tiada kau dengar sesuatu?
Suara Sorak-sorai semakin keras.
: (mengangkat sembah). Ada, ayahanda ba-
-

PANGERAN PURBAYA

ginda, pekik seorang wanita.


PANEM BAHAN KI AGENG PAMANAHAN : Pambayun, hmm-hmm-hmm, eueuku, ya
SENAPATI : Wanabaya dan Klinting di mana? ya-ya.
TUMENGGUNG
PANGERAN PURBAYA : Di tengah-tengah keriuhan sorak-sorai, pe-
JAGARAGA : (mengangkat sembah). Di depan istana,
kik wanita itu tiada henti-hentinya.
berkelahi seperti singa, dilingkari empat
gegeduk rata Mangir dalam kepungan pe PANEMBAHAN

ngawal Mataram. SENAPATI : Pergi kau periksa sendiri.

KI AGENG PAMANAHAN : Pambayun eueuku! Hmm-hmm-hmm, eueu PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah, meninggalkan pang-
ku! Cueuku tersayang ! gung).

PANEMBAHAN KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hati yang gemetar begini, per


SENAPATI : (meninggalkan tempa beryGlan sambil tanda tersintuh suara darah keturunan
meninJGu keJGuhan). Berapa jarak di depan sendiri, ya-ya-ya Pambayun. Ah, Pambayun
gapura kraton? eueu tersayang ..... .
TUMENGGUNG PANEMBAHAN
JAGARAGA : (mengangkat sembah) Tepat di depan ga SENAPATI : Diam!
pura. TUMENGGUNG

PANEMBAHAN MANDARAKA : imenghampiri Ki Ageng Pamanahan}.


SENAPATI : Siap kalian semua. Ada bondongan masuk Diam Pamanahan adinda, saat segenting ini
lewati gapura! bukan urusan bagi yang pikun dan tua-tua.
Kl AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, pikun dan tua-tua. (MengikuH
pimpinan Tumenggung M{//ltillraka,
TUMENGGUNG JAGARAGA, TUMENGGUNG PRINGGALAYA, PANGERAN
duduk di atas bangku). Semua b('rkisar
Pram oedya Ananta Toer 111
M
1 10______________________ N__
A__
__ I _R
G__ _____________________

B a b a k K e t i g a

TUMENGGUNG
pada takhta. Pambayun, ya-ya-ya, Pambayun.
MANDARAKA : Kau setiawan Mataram, bukan di sini tem
PANEMBAHAN pat meminta mati.
SENAPATI : Diam! (Dengan berdin: meneropong de
ngan tangan depan). KI AGENG PAMANAHAN : Perempuan hina! (menendang Putri
Pambayun sehingga lepas rangkulan pada
kakO.
Suara - (jJekikan Putri Pambayu/l) Ayahanda baginda. PurRI PAMBAYUN : Kakang Wanabaya, di sini istrimu mati, di
bawah takhta ayahanda Panembahan Senapati.
PANEMBAHAN
PANGERAN PURBAYA : (masuk ke panggung, mengangkat sembah
pada Panembahan Senapah: Ki Ageng SENAPATI : Haram tersentuh oleh kulitmu. Suaramu
Pamanahan dan Tumenggung Mandaraka). najis untuk pendengaran kami. (Terke.iut,
Ampun, ayahanda baginda, pasukan penga berpaling ke belakang).
wal telah dapat merampas adinda Putri KI AGENG PAMANAHAN : Mari, eueu, mari aku bantu.
Pambayun dari tentara Mangir, sebentar
lagi akan datang bersembah, telah patik PUTRl PAMBAYUN : Tiada bantuan dari siapa pun di tempat ini.
bebaskan dad tangan pasukan pengawal. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm.

Suara - (jJekikan PutriPambayun). Wanabaya, Kakang ke sini aku Suara - Sorak-sorai dekat.
dibawa.
Semua - (menghadap takhta)

PANEMBAHAN
SENAPATI : (membuang muka). Dia tak ikut mati bersa PANGERAN PURBAYA, TUMENGGUNG JAGARAGA, TUMENGGUNG
rna suami. PRINGGALAYA : (berdin' di sekitar Panembahan Senapah:'
KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, dia tidak ikut mati bersama suami, siaga dengan kens di tangan).
hmm-hmm-hmm. PANEMBAHAN

TUMENGGUNG
SENAPATI : (jJerlahan-lahan menarik kens, kakinya
MANDARAKA : Tak ada aeara Putri Pambayun dirampas masih sempat menyepak Putri Pambayun
oleh pasukan pengawal. Kepala gamelan yang merangkak mendekaH). Ada yang
patut dipenggal. lolos masuk ke istana.
TUMENGGUNG
PAN EM BAHAN
SENAPATI : Kau rela Wanabaya mati? MANDARAKA : Bukan garapan untuk yang tua-tua.

PurRI PAMBAYUN : Sahaya inginkan tangan ayahanda sendiri purRI PAMBAYUN : (memekik). Di sini aku mati, Wanabaya,
habisi Pambayun ini. Kakang.
M A N G I R Pramoedya Ananta Toer 113
112
B a b a k K e t i g a

WANABAYA, BARU KLINTING, WANABAYA : (kens terlepa dan tangan). Raja dari sega
DEMANG PATALAN : (nlasuk ke panggung dan belakang takhta, la dusta ... (dihujani tombak oleh prajun"t
masing-masing dengan kens telanjang di prajun"t Pengawal dari belakang; rebah).
tangan).
PurRI PAMBAYUN : Kakang! (Ian menghampiri dan merang
DEMANG PATALAN : Itu dia Bapak tua bedebah keparat Mataram! ku/).
PurRI PAMBAYUN : Kakang Wanabaya! BARU KLINTING : (menangkls serangan dari Tumenggung
WANABAYA : Yang mana Panembahan Senapa1:i? Inilah Jagaraga dan Tumenggung Pnnggalaya
Wanabaya datang sendiri, tanpa tipu tanpa untuk menyerbu Panembahan SenapahJ.
dusta, mari mengadu runcingnya keris. Raja segala penganiaya ..... .
PANEMBAHAN
TUMENGGUNG
PRINGGALAYA : Inilah Panembahan Senapati ing Ngalaga, SENAPATI : (menombak Earu Kllnhng dari belakang).
mju kau bedebah Mangir, jangan ragu. BARU KLINTING : (tersungkur). Be-de-bah!
DEMANG PATALAN : (dengan kens pada tangan kanan, dengan
Suara - Sorak-sorai semakin dekat.
tangan kiri melemparkan sarungnya pada
Tumenggung Mandaraka. Sebelum bzsa ber
buat apa-apa, dihujani tombak dari bela
BARU KLINTING : Apa guna bicara (mqiu ke depan menye kang oleh para prajun"tpengawal; rebah).
rang)
TUMENGGUNG
KI AGENG PAMANAHAN : (kehilangan keseimbangan). Ya-ya-ya. (tong MANDARAKA : Selesai sudah perkara Mangir.
katjatuh, tangan gerayangan menean' tun PANEMBAHAN
jangan, jatuh ke lantaz). Hmm-hmm-hmm, SENAPATI : (tertawa).
Ya-ya-ya. (Tak bangun lagzJ.
purRI PAMBAYUN : (di samplng mayat Wanabaya). J angan
PRAJURIT-PRAJURIT
lupakan Pambayun, ayahanda baginda, an-
PENGAWAL : (masuk ke panggung dan' belakang takh-
tarkan sahaya pergi bersama dia .....
ta). Ini dial Ini dial
.

PANEMBAHAN
WANABAYA : (melangkah hendak menyerbu Tumenggung SENAPATI : (tanpa menoleh pada Putri Pambayun).
Pnnggalaya). Haram bumi Mataram dengan hadirnya pe
BARU KLINTING : Salah ! Itulah Panembahan Senapati (menu- rempuan durjana hina ini Keluarkan dia
dlng} yang berlindung di balik semua orang. dari Mataram Jaya! (Cepat menlnggalkan
panggung).
WANABAYA : (ragu; mengalihkan sasaran).
PANGERAN PURBAYA : (melompal, menikam pada lambung Wa-
nabaya). TUMENGGUNG PRINGGALAYA, TUMENGGUNG JAGARAGA, PANGERAN

PURBAYA : (salnbil memasukkan ken:() ke dalam sa-


114 M A N G I R

B a b a k K e t i g a

rong dengan cepat mengikuH Panembahan


Senapah].
TUMENGGUNG
MANDARAKA : (menghampiri tubuh Ki Ageng Pamana
han). Pamanahan adinda, kau sudah terda
hulu pergi. Tak kau Iihat Iagi hari ini, hari
awal rencana baris ke timur sampai pantai.
PUTRI PAMBAYUN : (pada Wanabaya). Mari, Kang, mari aku
antarkan tinggalkan tempat ini. Mari, mari
Kang, mario Bukankah Pambayun istrimu
yang sejati? (Bertenak). Mari, mari, marL

Layar turun.
***

Anda mungkin juga menyukai