102013165
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email : gebbyharefa@yahoo.co.id
Pendahuluan
Anemia adalah keadaan dimana kadar sel sel darah merah dan hemoglobin dalam
darah kurang dari normal. Hemoglobin terdapat dalam sel sel darah merah dan merupakan
pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru paru ke seluruh tubuh.
Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi energi. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkan gejala lemah dan lesu yg tidak biasa.
Paru paru dan jantung juga terpaksa kerja keras untuk mendapatkan oksigen dari darah
yang menyebabkan nafas terasa pendek.
Walaupun gejalanya tidak terlihat atau samar samar dalam jangka waktu lama.
Kondisi ini tetap dapat membahayakan jiwa jika dibiarkan dan tidak diobati. Anemia
biasanya terdeteksi atau sedikitnya dapat dipastikan setelah pemeriksaan darah untuk
mengetahui kadar sel darah merah, hematokrit, dan hemoglobin. Pengobatan bisa bervariasi
tergantung pada diagnosisnya.
Sel sel darah baru dibuat setiap hari dalam sumsum tulang belakang. Zat gizi yang
diperlukan untuk pembuatan sel sel ini adalah besi, protein dan vitamin terutama asam folat
dan B12. Dari semua ini, besi dan protein yang paling penting dalam pembentukan
hemoglobin. Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan
jumlah darah sekitar lima juta sel darah merah per milimeter darah.
Skenario
Seorang perempuan berusia 25 tahun, datang dengan keluhan mudah lelah sejak 3
minggu ini, dan wajahnya terlihat agak pucat.
Anemia biasanya bukan sebuah penyakit, tapi merupakan sebuh gejala yang ada
penyakit dasarnya. Tapi bisa menjadi sebuah diagnosis pada penyakit hematologi tertentu.
1
Oleh karena itu, kita perlu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk bisa
mendiagnosis.
Anamnesis yang bisa ditanyakan pada pasiennya biasanya berhubungan dengan keluhan
utama pasien. Keluhan utama pasien pada kasus di atas adalah mudah lelah dan tampak pucat
3 minggu. 2
Dari keluhan utama tersebut, ditanyakan juga riwayat penyakit sekarang, antara lain,
(1) lelahnya kapan terjadi, apakah saat istirahat atau beraktivitas?; (2) ada keluhan lain tidak
seperti pusing, mual, muntah, sesak nafas? Jika ada tanyakan bagaimana intensitas gejala itu,
pada waktu sedang apa gejala itu muncul, lalu di tanya lagi apakah munculnya tiba tiba atau
perlahan?; (4) ditanyakan juga bagaimana warna dan bau dari BAK dan BAB?
Karena pasien pada kasus adalah seorang perempuan pada riwayat penyakit dahulu
perlu ditanyakan mengenai bagaimana riwayat menstruasinya. (1) apa sering merasa pusing
dari dulu?;(2) apakah ada gangguan saluran pencernaan? (3) apakah ada riwayat trauma atau
pendarahan saluran cerna?; (4) jika sedang menstruasi, berapa kali mengganti pembalut? (4)
jangan lupa juga untuk ditanya apakah sedang mengonsumsi obat obatan seperti obat
jantung, obat diabetes, antibiotic, dan sebaginya?.
Setelah itu bisa ditanyakan riwayat penyakit keluarga, menanyakan apakah ada
dikeluarga yang menderita anemia juga? Karena ada beberpa kelainan hematologi yang
penyebabnya adalah herediter. Selain itu tanyakan riwayat sosialnya bagaimana, terutama
mengenai diet, kebiasaan (merokok, alcohol, dan obat obatan).
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan atau dikerjakan pada penderita anemia adalah
pemriksaan tanda tanda vital, inspeksi dan palpasi. Inspeksi akan terlihat bahwa pasien
pucat dan lemas, sedangkan pada saat palpasi akan teraba ujung ujung jari terasa dingin,
konjungtiva anemis-pucat/kekuningan (ikterik). Kuku tangan akan terlihat putih. 2
Pemeriksaan Penunjang
Uji Hematokrit
Uji hematokrit (HCT) mungkin dilakukan terpisah atau sebagai bagian dari hitung darah
total. Uji hematokrit mengukur presentase melalui volume dari sel darah merah (SDM)
konsentrasi dalam suatu sampel darah lengkap; misalnya, suatu HCT 40% menunjukkan
bahwa 100 ml darah mengandung 40 ml SDM konsentrat. Konsentrat diperoleh dengan
2
melakukan sentrifugasi darah lengkap yang telah diberi antokoagulan dalam tabung kapiler
sehingga sel darah merah dikonsentratkan tanpa hemolisis.
Tujuan
Lakukan penusukan jari dengan menggunakan tabung kapiler yang berisi heparin
yang diberi tanda pita merah pada batas antikoagulan
Isilah tabung kapiler dari ujung pita merah kurang lebih 2/3; tutuplah ujungnya
dengan tanah liat
Sebagai alternatif, lakukan pungsi vena dan isilah tabung berukuran 3-4 ml yang
berisi EDTA.
Pastika perdarahan subdermal telah berhenti sebelum pelepaskan penekanan
Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi vena, berikan kompres hangat. Jika
hematom yang terjadi besar, pantau denyut nadi di bagian distal dari lokasi pungsi 3
Nilai Rujukan
HCT biasanya diukur secara elektronis. Hasilnya 3% lebih rendah dari pada pengukuran
manual, yang menempatkan plasma dalam kolom SDM konsentrat. Nilai rujukan bervariasi,
bergantung pada tipe sampel, laboratorium yang melakukan uji, usia, dan jenis kelamin
pasien. Sebagai berikut : 2
Neonatus : 55%-68%
Bayi usia 1 bulan : 37%-49%
Anak usia 1 tahun : 29%-41%
Anak usia 10 tahun : 36%-40%
Lelaki dewasa : 42%-52%
Perempuan dewasa : 36%-48%
Temuan Abnormal
HCT yang rendah mengarahkan pada dugaan adanya anemia, hemodilusi, atau kehilangan
darah masif. HCT yang tinggi menunjukkan adanya polisitemia atau hemokonsentrasi akibat
kehilangan darah dan dehidrasi.
3
Tidak mengisi tabung dengan tepat, menggunakan antikoagulan yang tepat, atau
mencampur sampel dan antikoagulan secara adekuat
Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel atau pengambilan darah melalui
jarum pungsi berukuran kecil
Hemokonsentrasi akibat konstriksi oleh turniker selama lebih dari 1 menit
(meningkatkan HCT khususnya sebanyak 2,5% sampai 5%)
Hemodilusi akibat pengambilan darah dari lengan di atas lokasi infus IV
Hitung Retikulosit
Retikulosit merupakan SDM yang tidak berinti dan belum matang, serta tetap berada dalam
darah perifer selama 24 48jam pada saat proses pematangan SDM terjadi. Retikulosit
umumnya lebih besar dari SDM yang matang. Pada hitung retikulosi, retikulosit dalam
sampel darah lengkap dihitung dan ditunjukan dalam presentasi dari hitung SDM total.
Karena metode penghitungan retikulosit manual menggunakan hanya sedikit sampel, nilainya
mungkin tidak tepat dan harus dibandingkan dengan hitung SDM atau hematokrit. 2
Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel darah dalam tabung berukuran 4.5 ml
yang berisi heparin
Pastikan perdarahan subdermal telah berhenti sebelum pelepaskan penekanan
Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi vena, berikan kompres hangat. Jika
hematom yang terjadi besar, pantau denyut nadi di bagian distal dari lokasi pungsi
Perintahkan pasien bahwa ia bisa melanjutkan pengobatan yang dijalani yang sempat
berhenti sebulum uji ini dilakukan
Pantau pasien dengan hitung retikulosit yang abnormal terhadap kecenderungan atau
perubahan yang bermakna pada uji yang diulang
Nilai Rujukan
4
Retikulosit membetuk 0,5%-2,5% hitung SDM total. Pada bayi, hitung retikulosit yang
normal berkisar dari 2%-6% pada saat lahir, yang menurun ke kadar dewasa dalam 1-2
minggu.
Temuan abnormal
Hitung retikulosit yang rendah menunjukkan sumsum tulang yang hipoproliferatif (anemia
hipoplastik) atau reitropoiesis yang tidak efektif (anemia pernisiosa). Hitung retikulosit yang
tinggi menunjukkan adanya respons sumsum tulang terhadap anemia yang disebabkan oleh
hemolisis atau kehilangan darah. Hitung retikulosit mungkin juga meningkat setelah terapi
anemia defisiensi besi atau anemia pernisiosa.
Tidak menggunakan antikoagulan yang tepat atau mencampurkan sampel dan
antikoagulan secara adekuat
Konstriksi oleh turniket yang lama
Azatriopin, kloramfenikol, dan metotreksat (mungkin memberikan hasil renda dan
semu)
Kortikotropin, antimalaria, antipiretik, furazolin (pada bayi), levodopa (mungkin
memberikan hasil tinggi semu).
Sulfonamid (mungkin memberikan hasil rendah semu atau tinggi semu)
Transfusi darah yang harus dialami
Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel atau akibat menggunakan jarum
berukuran kecil untuk aspirasi darah 2
Hemoglobin Total
Hemoglobin total digunakan untuk mengukur jumlah Hb yag dtemukan dalam setiap desiliter
(dl atau 100ml) whole blood. Uji tersebut biasanya merupakan bagian dari hitung darah
lengkap. Konsentrasi Hb berhubungan erat dengan hitung SDM dan mempengaruhi rasio Hb
RBC (MCH dan MCHC).
Tujuan uji ini adalah mengukur beratnya anmeia atau polisitemia dan untuk memantau
respons terhadap terapi. Juga untuk memperoleh data untuk penghitungan MCH dan MCHC.
Pada pasien dewasa atau anak-anak yang lebih besar, lakukan pungsi vena dan
kumpulkan sampel darah dalam tabung berukuran 3-4,5 ml yang berisi heparin
5
Pada pasien anak kecil dan bayi dan sampel diambil melalui tusukan pada jari atau
tumit, masukkan sampel dalam alat pengumpul mikro yang berisi EDTA
Pastikan perdarahan subdermal telah berhenti sebelum pelepaskan penekanan
Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi vena, berikan kompres hangat. Jika hematom
yang terjadi besar, pantau denyut nadi di bagian distal dari lokasi pungsi
Nilai Rujukan
Konsentrasi Hb bervariasi bergantung pada jenis sampel yang diambil serta usia dan jenis
kelamin :
Temuan abnormal
Konsentrasi Hb yang rendah mungkin menunjukkan anmeia, perdarahan yang baru terjadi,
atau retensi cairan, yang menyebabkan hemodilusi. Kadar Hb yang tinggi mengarahkan pada
dugaan adanya hemokonsentrasi akibat polisitemia atau dehidrasi.
Menggunakan hasil uji hitung SDM, hematokrit (HCT) dan hemoglobin (Hb) total, indeks
SDM/eritrosit memberikan hasil informasi penting tentang ukuran, konsentrasi Hb, dan berat
Hb dari suatu jumlah SDM rata-rata. Tujuan uji ini adalah untuk membantu diagnosis dan
klasifikasi anemia.
6
Prosedur dan perawatan pascauji
Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel darah dalam tabung berukuran 3-4,5 ml
yang berisi EDTA
Patikan perdarahan subdermal telah berhenti sebelum melepaskan penekanan
Jika terjadi hematom, berikan kompres hangat. Jika hematom membesar, pantau
denyut nadi di bagian distal dari lokasi prebotomi
Nilai Rujukan
MCV, rasio antara HCT (volume packed red cell) dengan hitung SDM mencerminkan ukuran
rata-rata dari eritrosit dan menunjukkan apakah SDM berukuran kecil (mikrositik), besar
(makrositik),atau normal (normositik). MCH, rasio Hb-SDM, memberikan berat Hb dalam
suatu SDM rata-rata. MCHC, rasio antara berat Hb dan HCT, menentukan konsentrasi Hb
dalam 100 ml packed red cell. MCHC membantu membedakan SDM yang normal berwarna
(normokromik) dan SDM yang lebih pucat (hipokromik). Kisaran indeks SDM yang normal
adalah sebagai berikut : 2
MCV : 84-99 mikro(m)3
MCH : 26-32 pg/sel
MCHC : 30-36 g/dl
Temuan abnormal
MCV dan MCHC yang rendah menunjukkan adanya anemia mikrositik, hipokromik yang
disebabkan oleh defisiensi besi, anemia responsif terhadap piridoksin, atau talasemia. MCV
yang tinggi memberi kesan adanya anemia makrositik yang disebabkan oleh anemia
megaloblastik, defisiensi asam folat atau vitamin B12, gangguan sintesis asam
deoksiribonukleat turunan, atau retikulositosis. Karena MCV mencerminkan volume rata-rata
dari banyak sel, nilainya dalam kisaran normal dapat meliputi SDM dalam berbagai ukuran,
dari mikrositik sampai makrositik. 2
Tidak menggunakan antikoagulan yang tepat atau mencampur sampel dan
antikoagulan secara adekuat
7
Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel atau menggunakan jarum
berukuran kecil untuk aspirasi darah
Hemokonsentrasi akibat konstriksi oleh turniket yang lama
Hitung sel darah putih yang tinggi (memberikan hitung SDM yang tinggi semu pada
alat yang semiotomatis atau otomatis, sehingga hasil MCV dan MCHC yang didapat
tidak berlaku)
Kadar Hb yang tinggi semu membuat hasil MCH dan ,CHC yang didapat tidak
berlaku
Penyakit yang menyebabkan SDM mengaglutinasi atau membentuk rouleaux
(mengakibatkan hitung SDM rendah semu). 2
Direct Antiglobulin Test (direct Coombs Test): sel eritrosit pasien dicuci dari protein-protein
yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau antibodi monoclonal terhadap berbagai
immunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG dan C3d. Bila permukaan sel terdapat
salah satu atau kedua IgG dan C3d maka akan terjadi aglutinasi. 3
Indirect Antiglobulin Test (indirect Coombs test): untuk mendeteksi auntoantibodi yang
terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobolin yang
beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi degan antiglobolin
serta dengan terajadinya aglutinasi. 3
Laboratorium: anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes Coombs positif, anti-I, anti-Pr,
anti-M,atau anti-P
8
Gambar 2: apusan darah tepi penderita AHA:
Menunjukan eritrosit normokromik normositer,
mikrosferosit, fragmentosit dan sebuah normoblast.
Diagnosis Kerja
Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat di mana autoantibodi bereaksi secara
optimal pada suhu 37C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat disertai penyakit lain.
Hemolisis aloimun yang paling berat adalah reaksi transfusi akut yang disebabkan
karena ketidaksesuaian ABO eritrosit (sebagai contoh transfusi PRC golongan A pada pasien
golongan darah O yang memiliki antibodi IgM anti-A pada serum) yang akan memicu
aktifasi komplemen dan terjadi hemolisis intravaskular yang akan menimbulkan DIC dan
infark ginjal. Dalam beberapa menit pasien akan sesak napas, demam, nyeri pinggang,
menggigil, mula, muntah, dan syok. Reaksi transfusi tipe lambat terjadi 3-10 hari setelah
transfusi, biasanya disebabkan karena adanya antibodi dalam kadar rendah terhadap antigen
minor eritrosit. Setelah terpapar dengan selsel antigenik, antibodi tersebut meningkat pesat
kadarnya dan menyebabkan hemolisis ekstravaskuler. 3
Bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara masif dan
berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini sering ditemukan, karena
berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi ekstrim autoantibodi Donath-Landsteiner dan
protein komplemen berikatan pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali ke 37o C,
terjadilah lisis karena propagasi pada protein-protein komplemen yang lain. 3
10
Gambaran klinis. AIHA (2-5%), hemolisis paroxysmal disertai mengigil, panas, mialgia,
sakit kepala, hemoglobinuri berlangsung beberapa jam. Sering disertai urtikaria. Lab.
Hemoglobinuria, sferositosis, eritrofagositosis. Tes Coombs positif, antibodi Donath
Landsteiner terdisosiasi dari sel darah merah. 3
Terapi. Menghindari faktor pencetus. Glukoortikoid dan splenektomi tidak ada gunanya.
Prognosis dan Survival. Pengobatan penyakit yang mendasari akan memperbaiki prognosis.
Prognosis pada kasus-kasus idiopatik pada umumnya juga baik dengan survival yang
panjang. 3
Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena obat yaitu : hapten/
penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat, pembentukan kompleks ternary
(mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander), induksi autoantibodi yang bereaksi
terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin. Penyerapan/absorpsi
protein nonimunologis terkait obat akan menyebabkan tes Coomb positif tanpa kerusakan
eritrosit. 3
Pada mekanisme hapten / absorpsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat
antibodi terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan eritrosit.
Eritorsit yang teropsonisasi oleh obat tersebut akan dirusak di limpa. Antibodi ini bila
dipisahkan dari eritrosit hanya bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis
obat yang sama (mis : penisilin). 3
11
melekat pada permukaan SDM adalah autoantibodi, obat tidak melekat. Mekanisme
bagaimana induksi formasi autoantibodi ini tidak diketahui. 3
Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatid. Oleh karena hemoglobin mengikat
oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat
oksidatif.Eritrosit yang tua makin mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis
karena proses oksidasi adalah dengan ditemukannya methemoglobin, sulfhemoglobin, dan
Heinz bodies, blistercell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yan menyebabkan
hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, fenazopiridin, asam aminosalisilat. 3
Pasien yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes Coombs positif karena
absorpsi nonimunologis, imunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen, dan plasma
protein, lain pada membran eritrosit. 3
1. Gambaran Klinis. Riwayat pemakaian obat tertentu positif. Pasien yang timbul
hemolisis melalui mekanisme hapten atau antibodi biasanya bermanifestasi sebagai
hemolisis ringan sampai sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolis
akan terjadi secara berat, mendadak, dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah
pernah terpapar obat tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi pada pemajanan
dengan dosis tunggal.
2. Laboratorium, anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes Coomb positif.Lekopeni,
trombositopeni, hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis yang
diperantarai kompleks ternary.
3. Terapi, dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolisis dapat
dikurangi. Kortikosteroid dan transfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat. 3
Dignosis Banding
Anemia hemolisis adalah kadar hemoglobin kurang dari nilai normal akibat kerusakan
sel eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk menggantikannya. 3
Defek enzim/enzimopati
-
Defek jalur Embden Mayerhof
1. Defisiensi piruvat kinase
2. Defisiensi glukosa fosfat isomerase
3. Defisiensi fosfogliserat kinase
-
Defek jalur heksosa monofosfat
1. Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD)
2. Defisiensi glutation terduktase
Hemoglobinopati
-
Thalassemia
-
Anemia sickle cell
-
Hemoglobinopati lain
Defek membrane (membranopati): sferositosis herediter 3
-
Anemia hemolisis ini, misalnya: idopatik, keganasan, obat-obtan, kelainan
autoimun, infeksi, transfuse.
-
Mikroangiopati, misalnya: trombotik trombositopenia, Purupura (TTP), sindrom
uremik hemolitik (SUH), Koagulasi intravascular diseminata (KID), preeclampsia,
eklampsia, hipertensi maligna, katup prostetik.
-
Infeksi, misalnya: infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi Clostridium. 3
1. Anemia hemolisis intrakorpuskular. Sel eritrosit pasien tidak dapat bertahan hidup di
sirkulasi darah resipien yang komatibel, sedangkan sel eritrosit kompatibel normal
dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien;
2. Anemia hemolisis ekstrakorpuskular. Sel eritrosit pasien dapat bertahan hidup di
sirkulasi darah resipien yang kompatibel, tetapi sel eritrosit kompatibel normal tidak
dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien. 3
13
Berdasarakan ada tidaknya keterlibatan immunoglobulin pada kejadain hemolisis,
anemia hemilisis dikelimpokkan menjadi:
Anemia hemolisis imun. Hemolisis terjadi karena keterlibatan antibodi yang biasanya IgG
atau IgM yang spesifik untuk anigen eritrosit pasien (selalu disebut autoanbodi).3
Anemia hemolisis non imun. Hemolisis yang terjadi tanpa keterlibatan immunoglobulin
tetapi karena faktor defek molekular, abnormalitas struktur membrane, faktor lingkungan
yang bukan autoanbibodi seperti hipersplenisme, kerusakan mekanik eritrosit karena
mikroangiopati atau infeksi yang mengakibatkan kerusakan eritrosit tanpa mengikutsertakan
mekanisme imunologi seperti malarian, babesiosis, dan Clostrdium.
Pada bagian ini yang dibahas hanya anemia hemolisis non imin yang bukan disebabkan oleh
thalassemia dan hemoglobinopati lain. 3
Patofisiologi
Hemolisis dapat terjadi intravascular dan ekstravaskular. Hal ini tergantung pada
patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada intravascular, desktruksi eritrosit, terjadi
langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen dan aktivasi
sel permukaan atau infeksi yang langsung mendegradasi dan mendestruksi membrane sel
eritrosit.Hemolisis intravascular jarang terjadi. 3
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan Laboratorium
Jika tidak ada kerusakan jaringan organ lain, peningkatan laktat dehidrogenase (LD)
terutama LDH2, dan SGOT dapat menjadi bukti adanya percepatan destruksi eritrosit. 3
Enzimopati
Pada sel eritrosit terjadi metabolisme glukosa untuk menghasilkan energy (ATP). ATP
digunakan untuk kerja pompa ionic dalam rangka mempertahankan milieu ionik yang cocok
bagi eritrosit. Sebagian kecil energi hasil metabolisme tersebut digunakan juga untuk
15
penyediaan besi hemoglobin dalam bentuk ferro. Pembentukan ATP ini berlangsung melalui
membran Embden Meyerhof yang melibatkan sejumlah enzim seperti glukosa fosfat
isomerase dan pruvat kinase. Selain digunakan untuk membentuk energy, sebagian kecil
glukosa mengalami metabolisme dalam eritrosit malalui jalur heksosa monofosfat dengan
bantuan enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) untuk menghasilkan glutation yang
penting untuk melindungi hemoglobin dan membrane eritrosit dari oksidan. Defisiensi enzin
piruvat kinase, glukosa fosfat isomerase, dan glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dapat
mempermudah dan mempercepat hemolisis. Berturut-turut prevelensi tersering kejadian
defisiensi enzim tersebut adalah G6PD, piruvat kinase, dan glukosa fosfat isomerase. 3
Metabolisme glukosa melalui jalur ini meningkat beberapa kali ketika eritrosit
terpajang dengan obat-obatan atau toksin yang membentuk radikal oksigen. Dengan ini
terjadi regenerasi glutation tereduksi, perlindung gugus sulfhidril hemoglobin dan membrane
eritrosit dari oksidasi. Jika jalur ini terganggu karena faktor herediter, maka kadar glutation
tereduksi yang adekuat tidak dapat dipertahankan sehingga gugus sulfhidril hemoglobin
teroksidasi, terprespitasi dalam eitrosit dan membentuk Heinz bodies. Terganggunya jalur ini
dapat disebabkan oleh defisiensi G6PD dan glutation reduktase.Namun demikian kalinan
glutation reduktase belum terbukti berhubungan bermakna dengan hemolisis. 3
Defisiensi G6PD
Defisiensi enzim ini paling sering mengakibatkan hemolisis. Ezim ini dikode oleh gen
yang terletak di kromosom X sehingga defisiensi G6PD lebih sering mengenai laki-laki. Pada
perempuan biasanya carrier dan asimptomatik. Diseluruh dunia terdapat lebih dari 400 varian
G6PD. Berbagai varian ini terjadi karena adanya perubahan subtitusi basa berupa
penggantian asam amino. Banyaknya varian ini menimbulkan variasi manifestasi klinik lebar,
mulai dari hanya anemia hemolitik nonsferositik tanpa stres oksidan, anemia hemolitik yang
hnya terjadi ketika distimulasi dengan stress oksidan ringan, sampai pada abnormalitas yang
tidak terdeteksi secara klinis. G6PD normal disebut tipe B. Diantara varian G6PD yang
bermakna secara klinik adalah tipe A-.Tipe ini terutama ditemukan pada orang keturunan
16
Afrika.Tipe Mediterania relatif sering ditemukan diantara orang Menditerania asli, dan lebih
berat dari varian A- karena dapat mengakibatkan anemi hemolitik nonsferositik tanpa adanya
stress oksidatif yang jelas. 3-4
Manifestasi klinis. Aktivitas G6PD yang normal menurun sampai 50% pada waktu
umur eritrosit mencapai 120 hari. Pada tipe A- penurunan ini terjadi sedikit lebih cepat dan
lebih cepat lagi pada varian Mediterania. Meskipun umur eritrosit pad tipe A- lebih pendek
namun tidak menimbulkan anemia kecuali bila terpajang dengan infeksi virus dan bakteri di
samping obat-obatan atau toksin yang dapat berperan sebagai oksidan yang mengakibatkan
hemolisis. Obat-obatan atau zat yang dapat mempresipitasi hemolisis pada pasien dengan
defisiensi G6PD adalah asetanilid, fuzolidon (furokson), isobutil nitrit, metilen biru, asam
nalidiksat, naftalen, niridazol, nitrofurantoin, fenazopiridin (piridium), primakuin, pamakuin,
dapson, sulfasetamid, sulfametakzol, sulfapiridin, tiazolsulfon, toluidin biru, trinitrotuluen,
urat oksidase, vitamin K, doksorubisin. Asidosis metabolik juga dapat mempresipitasi
hemolisis pada pasien defisiensi G6PD. 3-4
Hemolisis akut terjadi beberapa jam setelah terpajang dengan oksidan, diikuti
hempglobinuria dan kolaps pembuluh darah perifer pada kasus yang berat. Hemolisis biasnya
self-limitied karena yang mengalami destruksi hanya populasi eritrosit yang tua saja. Pada
tipe A- massa eritrosit menurun hanya 25-30%. Ketika hemolisis akut hematokrit turun cepat
diiringi oleh peningkatan hemoglobin dan bilirubin tak terkonjugasi dan penurunan
hepatoglobin. Hemoglobin mengalami oksidasi dan membentuk Heinz bodies yang tampak
pada pewarnaan supravital degan violet Kristal. Heinz bodies tanpak pada hari pertama atau
sampai ketika badan inkulsi ini siap doikeluarkan oleh limpa sehingga membentuk bite
cell. Mungkin ditemukan beberapa sferosit. Sebagian kecil pasien defisiensi G6PD ada yang
sangat sensitif dengan fava beans (buncis) dan dapat mengakibatkan krisis hemolisis
fulminan setelah terpajan. 3-4
Diagnosis. Diagnosis defisiensi G6PD dipikirikan jika ada episode hemolisis akut
pada laki-laki kerutunan Afrika atau Mediterania. Pada anamnesis perlu ditanyakan mungkin
pernah terpajan zat-zat oksidan, misalnya zat atau obat.Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin
false negative jika eritrosit tua defisiensi G6PD telah lisis. Oleh karena itu pemeriksaan
aktivitas enzim perlu diulang dua sampai tiga bulan kemudian ketika ada sel-sel yang tua.
Terapi. Pada pasien dengan defisiensi G6PD tipe A-.hemolisis terjadi self-limited
sehingga tidak perlu terapi khusus kecuali terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari
17
obat-obatan atau zat yang memprespitasi hemolisis serta mempertahankan aliran ginjal yang
adekuat karena adanya hemoglobinuria saat hemolisis akut. Pada hemolisis berat, yang bisa
terjadi pada varian Mediterania, mungkin diperluakn transfuse darah. 3-4
Yang penting adalah penceghan episode hemolisis dengan cara mengobati infeksi
dengan segera dan memperhatikan resiko penggunaan obat-obatan, zat oksidan dan fava
beans. Khusus untuk orang Afrika atau Mediterania sebaiknya sebelum diberikan zat oksidan
harus dilakukan skrining untuk mengetahui ada tidaknya defisiensi G6PD. 3-4
Etiologi dan epidemiologi. Enzim yang dapat terganggu pada jalur ini dan
mengakibatkan anemia hemolisis adalah piruvat kinase, glukosa fosfat isomerase da
fosfogliserat kinase. Yang tebanyak adalah defisiensi piruvat kinase (95%). Sedangkan
defisiensi glukosa fosfat isomerase hanya sekitar 4%.Defek enzim glikolisis ini biasanya
diturunkan secara autosomal resesif kecuali fofsfogliserat kinase yang diturunkan terkait
seks. 3
Kelainan ini mengakibatkan eritrosit kekurangan ATP dan ion kalium sel. Sel eritroit
menjadi kaku dan lebih cepat disekuestrasi oleh sistem fagosit mononuklir. Defisiensi piruvat
kinase hanya mengenai sel eritrosit, sedangkan defisiensi glukosa fosfat isomerase dan
fosfogliserat kinse juga mengenai sel leukosit meskipun tidak mempengaruhi fungi leukosit. 3
Manifestasi klinis. Beratnya anemia bervariasi dan gejalanya relative ringan karena
terjadi pada masa awal kanak-kanak dengan anemia, ikterus, dan splenomegali. Pada
perempuan dengan defisiensi piruvat kinase dapat sangat pucat ketika hamil sehingga sering
di diagnosis pertama kali saat itu. Anemia pada pasien ini berupa anemia normositik
(makrositik ringan) normokrom dengan retikulositosis. Pada defisiensi piruvat kinase dapat
ditemukan eritrosit bizar di antaranya sel prickle terutama setelah splenektomi. 3
Terapi. Sebagian besar pasien tidak membutuhkan terapi keculi pasien dengan
hemolisis berat harus diberikan asam folat 1 mg/hari.Transfusi darah diperlukan ketika krisis
hipoplastik. Splenoktomi bermanfaat pada pasien dengan defisiensi piruvat kinase dan
glukosa fosfat isomerase.Dengan splenektomi retikulosit di sirkulasi meningkat. 3
18
Mikroangiopati Trombotik
Kelainan ini ditandai dengan agregasi trombosit pada ateriol berbagai organ yang
mengakibatkan trombositopenia dan memicu kerusakan sel eritrosit yang mengalami
fragmentasi (schistocytes atau sel helmet). Agregasi trombosit dapat mengakibatkan oklusi
baik parsial atau total sehingge terjadi disfungsi organ yang biasanya terjadi pada sistem saraf
atau ginjal. Okulsi ini menyebabkan jaringan iskemia atau nekrotik sehingga meningkatkan
kadar laktat dehidrogenase. Adapun eritrosit yang mengalami fragmentasi terjadi karena
adanya aliran darah melalui area turbulen dari mikrosirkulasi mengalami okulsi parsial
karena agregasi trombosit. TTP dapat terjadi pada semua usia terutama dewasa muda dan
lebih sering perempuan. 3
Manisfestasi klinik. Manifestasi klinik klasik TTP ada lima, yang sering disebut
dengan pentad TTP, yaitu anemia hemolitik dengan fragmentasi eritrosit, trombositopenia
kelainan neurologic fokal atau difus, penurunan fungsi ginjal dan demam. Secara praktis triad
TTP: trombositopenia, skistositosis, dan peningkatan LDH cukup untuk menduga adanya
TTP. 3
19
Gejala dan tanda TTP bervariasi tegantung pada jumlah dan lokasi lesi
arteriol.Anemia pada TTP bisa sangat ringan sampai sangat berat dan derajat trombositopenia
biasanya tampak jika jumlah trombosit (<20.000-30.000).demam tidak selalu ada. Onset TTP
akut tetapi bisa berlangsung dalam hitungan bulan.Proteinuria dan peningkatan urea nirogn
darah (BNU) mungkin ditemukan dan terus meningkat jika berkembang menjadi gagal ginjal.
Gejala neurologis berkembang pada >90% pasien yang penyakitnya berakhir dengan
kematian. Awalnya terjadi perubahan mental seperti bingung, dilerium, perubahan
kesadaran.Pasien dapat mengalami kejang, hemiparesis, afasia, dan kelainan lapang pandang
mata.Gejala neurologis ini berfluktuasi dan berakhir dengan koma.Keterlibatan pembuluh
darah jantung bisa mengakibatkan kematian mendadak.Beratnya kelainan dapat diperkirakan
dengan derajat anemia, trombositopenia, dan kadar serum LDH. 3
Klasifikasi
Ada dua tipe TTP: 1) Familial. Muncul pada masa bayi atau kanak-kanak dan kambuh
dengan interval teratur tiga minggu (dirujuk sebagai thrombotic thrombocytopenia kronik
kambuh); 2) Idiopatik didapat.Muncul pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua dan
biasanya merupakan episode akut tunggal.Hanya 11-36% yang kambuh dengan interval tidak
teratur.Biasanya terjadi dalam beberapa minggu setelah terapi awal thrombosis arteri pada
pasien thrombosis arteri yang mendapat tiklopidin, inhibitor adenosis disfosfat (ADP) dan
sebagian kecil yang pasien yan menermia klopidogrel.Kelainan ini juga bisa terjadi pada
waktu kehamilan terutama trimester akhir atau periode postpartum. 3
Diagnosis
20
Diagnosis banding.Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) atau Evans Syndrome.Pada
kedua kelainan ini ditemukan juga framentasi eritrosit tetapi bukan eritrosit sferosiik.Pada
TTP tes Coombs negatif.
Terapi.Pada TTP familial, episode TTP dapat dicegah dengan pemberian fresh frozen plasma
yang mengandung sedikit trombrosit, plasma mengandung sedikit kriopresipitat atau plasma
yang dicampur dengan pelarut dan detergen yang berisi metaloprotease aktif yang diberikan
tiap tiga minggu. Tidak dibutuhkan plasmaferesis. 3
Pada TTP idiopatik didapat perlu dilakukan plasma exchange (plasma tukar) yaitu
kombinasi plasmaferisis dengan infuse FFP atau crysupernatant, setiap hari. Plasmaferesis
bertujuan untuk megeluarkan faktor von Wilebrand multimer besar yang tidak biasa dan
autoantibody terhadap ADMTS 13.Jika respon baik (trombosit meningkat dan LDH
menurun) frekuensi plasma tukar dapat dikurangi tetapi kadang-kadang diteruskan untuk
beberapa minggu atau bulan.Lebih dari 90% pasien dapat bertahan hidup dengan pemberian
segera terapi ini. 3
Etiologi belum pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan
terjadi karena gangguan central tolerance, dan gangguan pada proses pembatasan limfosit
autoreaktif residual. 3
Epidemiologi
Insiden dari AIHA tipe hangat sekitar 1 dari total 75-80.000 populasi di USA. AIHA
tipe hangat dapat muncul pada usia berapapun, tidak seperti AIHA tipe dingin yangseringkali
menyerang usia pertengahan dan lanjut, atau Paroxysmal Cold Hemoglobinuria(PCH) yang
melibatkan usia kanak.4
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivitas
sistem komplemen, aktifasi mekanisme seluler atau kombinasi keduannya. 3
22
Immunoadherance, terutama yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan
fagositosis. 3
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda: Onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan,
ikterik, dan demam. Pada beberapa kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, disertai
nyeri abdomen, dan anemia berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuria. Ikterik
terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi pada 50-60%,
hepatomegali terjadi pada 30%, dan linfadenopati terjadi 25% pasien. Hanya 25% pasien
tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi. 3
Gambaran klinis sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik.
Anemia biasanya ringan dengan Hb 9-12 g/dl. Sering didapatkan akrosianosis, dan
splenomegali. Laboratorium Anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes Coombs positif.
3
Penatalaksanaan
Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis. Prednison dan splenektomi
tidak banyak membantu. Klorambucil 2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk mengurangi antibodi
IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis namun pada praktiknya sukar dilakukan. 3
Pencegahan
Pencegahan primer
Penyakit herediter, hindari pernikahan dengan keluarga dekat
Bagi penyakit yang disebabkan oleh mutasi, hindari dari keadaan yang boleh
menyebabkan mutasi seperti rokok
Transfusi darah dilakukan dengan penuh hati-hati agar tidak terjadi sembarang
inmkompatibilitas
Lakukan pemeriksaan darah bagi pembawa thalasemia dan penyakit herediter lain
sebelum menikah
Pencegahan sekunder
Disebabkan kebanyakan etiologi anemia hemolitik dari herediter, pencegahan
sekunder lebih utama
Pasien dengan defisiensi G6PD hendaklah mengelakkan bahan yang boleh
menyebabkan serangan seperti naftalen, fava beans, sulfonamide, nitrofurantoin,
salisilat, nitrit, dapson, ribavirin, fenazopiridin atau parakuat.
Hindari suasana dingin bagi anemia hemolitik autoimun tipe dingin
Lakukan pemeriksaan darah bagi pembawa thalassemia dan penyakit herediter lain
sebelum menikah
Lakukan pemeriksaan CBC secara periodik bagi mendeteksi respon pengobatan dan
relaps. Mereka yang dengan symptom anemia atau hemolisis perlu dievaluasi segera.
Pasien dengan diabetes yang mengambil kortikosteroid perlu monitor yang lebih bagi
pengendalian gula darah
Pasien dengan splenektomi perlu mengambil antibiotic anafilaktik bila demam.
24
Lakukan pemeriksaan jika keluarga anemik. 5
Komplikasi
Deep vein thrombosis (DVT), adalah bekuan darah yang terbentuk di vena dalam,
biasanya di tungkai bawah. Kondisi ini cukup serius, karena terkadang bekuan
tersebut bisa pecah dan mengalir melalui peredaran darah ke organ-organ vital seperti
emboli paru atau menyumbat arteri pada limpa sehingga terjadi iskemi dan bisa
menyebabkan gangguan jantung hingga kematian.
Gagal ginjal akut, terjadi Hemogloblinuria oleh karena terjadi penghancuran eritrosit
dalam sirkulasi, maka Hb dalam plasma akan meningkat dan jika konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma maka Hb akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal. Selain itu juga terjadi mikrioangiopati pada pembuluh darah ginjal
sehingga merusak tubuli ginjal menyebabkan oligouria dan gangguan berat fungsi
ginjal.
Krisis hemolisis, akan menyebabkan penurunan kadar hemoglobin, jumlah eritrosit
yang menurun cepat dan akan menyebabkan tidak saja memburuknya keadaan anemia
akan tetapi juga keadaan umum penderita. Keadaan ini kadang kadang irreversible.
Kolelithiasis yang diakibatkan oleh adanya peningkatan metabolisme bilirubin. 6
Prognosis
Anemia Hemolitk Autoimun Tipe Hangat. Prognosis dan survival. Hanya sebagian
kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan sebagaian besar memiliki perjalanan
penyakit yang berlangsung kronik, namun tekendali. Survival 10 tahun berkisar 70%.
Anemia, DVT, emboli pulmo, infark lien, dan kejadian kardiovaskuler lain bisa terjadi selama
periode penyakit aktif. Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%. Prognosis pada AIHA
sekunder tergantung penyakit yang mendasari. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin.
Prognosis dan survival. Pasien dengan sindrom kronik akan memliki survival yang baik dan
cukup stabil.3-4
Kesimpulan
25
Kasus seorang wanita 25 tahun datang dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3
minggu ini, dan wajahya terlihat agak pucat. Pasien tidak demam, mual, muntah, BAK dan
BAB dalam batas normal. Kadar Hb 9,5 g/dl, Ht 30%, retikulosit 6%, MCV 82, MCH 30,
MCHC 34, leukosit 8.900, trombosit 230.000, sclera tidak ikterik dan konjungtiva anemis.
Wanita tersebut menderita Anemia Hemolitik.
Daftar Pustaka
26