PENDAHULUAN
Suhu tubuh manusia terjaga dengan baik dan stabil oleh berbagai sistem
termoregulator. Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan
umpan balik dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan
suhu yang terjadi melalui pusat pengaturan suhu yaitu hipotalamus. Suhu inti
normal rata-rata secara umum adalah antara 36 oC 37,5 oC. 1,2
Secara klinis demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas
nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai respons terhadap
perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru.
Hal ini dicapai secara fisiologis dengan meminimalkan pelepasan panas dan
memproduksi panas. 2
Anak yang menderita demam merupakan sebagian dari pasien yang berobat ke
dokter anak (19-30%). Demam merupakan bagian dari respon fase akut terhadap
suatu rangsang infeksi dan noninfeksi. Walaupun terkadang merugikan terlihat
bahwa demam merupakan mekanisme pertahanan yang dipreservasi secara
stereotipik dalam proses evolusi makluk hidup selama jutaan tahun. Pada
kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat diketahui
dan demam menghilang dalam waktu yang pendek. 1,3
Demam pada anak dapat digolongkan sebagai (1) demam yang singkat dengan
tanda yang berkumpul pada satu tempat sehingga diagnosis dapat ditegakkan
melalui riwayat klinis dengan atau tanpa pemeriksaan penunjang; (2) demam
tanpa tanda-tanda yang berkumpul pada satu tempat, sehingga riwayat klinis tidak
memberikan kesan diagnosis tetapi pemeriksaan penunjang dapat menegakan
etiologi; dan (3) demam yang tidak diketahui penyebabnya. 3 Karena itu perlunya
dilakukan pendekatan demam secara klinis melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik dengan atau tanpa dibantu pemeriksaan penunjang untuk mengetahui
1|Page
penyebab demam sehingga pasien mendapatkan terapi yang tepat baik secara
simptomatik maupun kausatif.
2|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Demam
1.1. Definisi
3|Page
Rektal Air raksa, elektronik 36,6 37,9; 37 38
Suhu rektal normal 0,27o 0,38oC (0,5o 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu
aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu oral.2 Untuk kepentingan
klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral
37,6oC, suhu aksila 37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai 37,6oC.1
Suhu adalah hasil produksi metabolisme tubuh yang diperlukan untuk kelancaran
aliran darah dan menjaga agar reaksi kimia tubuh dapat berjalan baik (enzim
hanya bekerja pada suhu tertentu). Sebagai makhluk yang homeotermik, anak
selalu berusaha mengatur suhu tubuhnya. Suhu tubuh diatur oleh suatu
mekanisme yang menyangkut susunan saraf, biokimia, dan hormonal.
Hipotalamus menerima informasi suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah yang
masuk ke otak dan informasi suhu luar tubuh dari reseptor panas di kulit.
Termostat dalam hipotalamus diatur pada set-point sekitar suhu 37 0C dengan
rentang sekitar 1 0C, dan suhu dipertahankan dengan menjaga keseimbangan
pembentukan atau pelepasan panas. Saraf eferen dari hipotalamus terdiri dari saraf
somatik dan saraf autonom, sehingga hipotalamus dapat mengatur aktifitas otot,
kelenjar keringat, peredaran darah, dan ventilasi paru.2
Hipotalamus posterior merupakan pusat pengatur yang bertugas meningkatkan
produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila suhu luar lebih rendah,
pembentukan panas akan dilakukan denganmeningkatkan metabolisme, dengan
mekanisme kontraksi otot / menggigil, pengeluaran panas akan dikurangi dengan
vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan pengurangan produksi keringat.
Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur pengeluaran panas. Bila suhu di
luar tubuh lebih tinggi maka pengeluaran panas ditingkatkan dengan cara
4|Page
vasodilatasi, evaporasi (berkeringat), radiasi (dipancarkan), kontak
(bersinggungan/ kompres), aliran (dari daerah panas ke dingin), dan konveksi. 2
Permukaan tubuh anak relatif lebih luas dibandingkan dewasa, sehingga proses
penguapan dan radiasi sangat penting, terutama untuk daerah tropis.
Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh
adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam
pada infeksi melalui rangsang eksogen seperti endotoksin dan eksotoksin
menginduksi makrofag atau PMN membentuk PE (faktor pirogen endogenik)
seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor necrosis factor), dan IFN (interferon). Pirogen ini
akan bekerja didaerah sistem saraf pusat pada tingkat Organum Vasculosum
Laminae Terminalis (OVLT) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral
nukleus preoptik, hipotalamus anterior dan septum palusolum. Sebagai respon
terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT melalui metabolisme asam
arakhidonat jalur enzim cyclooxygenase mensintesis prostaglandin. 2,4,5
5|Page
Gambar 1. Patofisiologi Demam.5
Prostaglandin-lah yang meningkatkan set point pada sel nukleuspreoptik di
hipotalamus. Selanjutnya transmisi neuronal ke perifer menyebabkan konservasi
dan pembentukan panas dengan demikian suhu di dalam tubuh meningkat.1 Pada
keadaan lain, misalnya pada tumor, penyakit darah dan keganasaan, penyakit
kolagen, penyakit metabolik, sumber pelepasan PE bukan dari PMN tapi dari
tempat lain.
6|Page
Gambar 2. Patofisiologi demam jalur prostaglandin
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui
sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal: Macrophage
Inflammatory Protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang langsung bekerja terhadap
hipotalamus anterior. Berbeda dengan jalur prostlagandin yang merupakan hasil
metabolisme dari asam arakhidonat, sehingga demam melalui aktivitas MIP-1
tidak dapat dihalangi oleh antipiretik.4
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah
mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial
dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali,
7|Page
walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi
petunjuk diagnosis yang berguna.1
Saddleback/bifasik Dengue, yellow fever, Rit valley fever dan infeksi virus
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi
derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam,
dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi: 4,5
Demam kontinyu atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam.
Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
8|Page
Gambar 3. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi
relatif)
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe
demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak
spesifik untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya
bila demam disebabkan oleh proses infeksi.
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada
pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam
terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.
9|Page
Gambar 5. Demam intermiten
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat
besar.
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang
berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis
merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas
untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever,
spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever
(Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
10 | P a g e
Gambar 7. Pola demam malaria
Demam Pel-Ebstein digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada
awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit
pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada,
sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang
berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang
serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi
jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.
11 | P a g e
Gambar 9. Demam quotidian
Tabel 3. Empat kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik
12 | P a g e
Campak, Rubella, Eksantema subitum,
Demam disertai ruam Demam skarlet, DBD, Infeksi virus
(chikungunya, enterovirus).
13 | P a g e
Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis
14 | P a g e
1.5 LANGKAH DIAGNOSTIK
I. Anamnesis
Anamnesis sangat penting dalam menegakan diagnosis etiologi. Sebanyak
80% penyakit dapat didiagnosis sengan anamnesis yang baik. Anamnesis demam
meliputi:
Pola demam
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan, variasi derajat suhu selama
periode 24 jam dan selama apisode kesakitan, siklus demam, dan respon terapi.
Penyebab utama dari demam pada anak adalah infeksi saluran pernafasan
atas. Keluhan paling umum adalah adanya batuk, pilek, sesak. Untuk batuk perlu
ditanyakan jenis batuk (berdahak atau tidak), warna dahak, kekentalan, bau, dan
ada tidaknya darah. Untuk sesak perlu ditanyakan adanya mengi dan
kecenderungan timbulnya sesak.
Nyeri telinga8
15 | P a g e
Anamnesis mengenai gejala yang menunjukkan gangguan pada telinga peru
ditanyakan, mengingat bahwa otitis media akut merupakan salah satu penyebab
demam yang sering ditemukan pada anak. Adanya demam tinggi yang terus
menerus disertai nyeri telinga, keluar secret dari telinga, tinnitus, dan gangguan
kesadaran mengarahkan diagnosis ke otitis media akut. Hal ini terlihat lebih jelas
pada anak berusia >3tahun. Sedangkan pada bayi, manifestasi lokal dari otitis
tersamarkan. Gejala yang timbul justru demam tinggi yang disertai diare, muntah,
dan terkaddang timbul kejang.
Gejala perdarahan 8
Salah satu diferensial diagnosis dari demam kurang dari 7 hari adalah demam
dengue. Karena itu perlu ditanyakan riwayat perdarahan pada pasien. Perlu digali
apakah ada perdarahan gusi, hematemesis ataupun melena pada pasien. Keluhan
gejala perdarahan yang dibuktikan dengan pemeriksaan fisik mengarahkan
diagnosis ke demam akibat infeksi virus dengue.
Jika pasien mengeluhkan BAB yang mengandung darah, maka lanjutkan
penggalian data ke arah infeksi gastrointestinal. Namun pada umumnya, pasien
dengan penyakit gastrointestinal tidak mengeluhkan BAB berdarah sebagai
keluhan utama. Infeksi gastrointestinal umumnya memiliki keluhan utama berupa
diare atau muntah.
Riwayat imunisasi 8
Hal ini perluditanyakan untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
demam yang termasuk dalam KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi). Perlu
16 | P a g e
dipikirkan bahwa 50% dari anak pasca imunisasi akan menunjukkan gejala
demam sebagai reaksi dari tubuhnya.
Imunisasi yang menimbulkan efek demam antara lain:
a. Imunisasi DPT, pada umumnya demam terjadi selama 1-2 hari.
b. Imunisasi campak, pada umumnya demam dapat diikuti dengan
timbulnya ruam setelah 7-12 hari.
Menentukan derajat sakit secara subjektif, dapat dilakukan degan suatu kriteria
angka menggunakan sistim YOS (Yale Observation Scale) :
17 | P a g e
Masih bisa tersenyum, gelisah dan menangis, kurang aktif bermain, nafsu
makan berkurang. Dehidrasi ringan atau sedang, dengan perfusi perifer
masih baik.
Sakit berat/toksik.
Merupakan gambaran klinis yang sejalan dengan kriteria sindrom sepsis,
seperti letargi, tand penurunan perfusi jaringan atau adanya
hipo/hipervenilasi atau sianosis.
Pemeriksaan dada 8
Pada demam yang disebabkan oleh bronkiolitis maka dapat ditemukan frekuensi
nafas meningkat, retraksi dada, kostae melebar. Selain itu pada perkusi ditemukan
hipersonor, dan pada auskultasi akan ditemukan ekspirasi yang memanjang,
wheezing, serta ronki.
Pemeriksaan telinga 8
Dilakukan dengan otoskopi, dan dilakukan pada pasien yang mengarah ke otitis
media. Interpretasi ditentukan dari stadium dari OMA. Pada stadium I akan
ditemukan retraksi membrane timpani dan membrane timpani yang berwarna
keruh. Pada stadium II akan ditemukan membrane timpani yang hiperemis dan
edem. Pada stadium III didapatkan membrane timpani bulging, secret purulen,
dan terlihat daerah yang lembek serta kekuningan akibat nekrosis membrane
timpani. Pada stadium IV, tampak nanah keluar dari telinga.
18 | P a g e
tergantung dari usia, tingginya suhu tubuh, tanda adanya toksisitas, dan ada
tidaknya tanda infeksi lokal. Yang dimaksud infeksi bakteri yang serius adalah
meningitis, bakterimia, infeksi saluran kemh, pneumoni, infeksi tulang dan sendi,
dan gastroenteritis bakterialis. Dugaan adanya infeksi bakteri yang serius sering
dipakai istilah jika keadaan umum anak tampak toksik (toxic child) pada anak usia
0-36 bulan.
Pada tahap tertentu demam dapat menguntungkan pasien dalam arti dapat
meningkatkan fagositas dan menurunkan viabilitas kuman, meskipun penelitian
yang ada belum mendukung manfaat klinisnya. Namun kecemasan orang tua dan
keraguan dokter mendorong tindakan menurunkan demam, meskipun tindakan itu
dapat mengaburkan gejala dan obat yang dipakai belum tentu aman dari risiko
sindrom Reye, intoksikasi salisilat, dan gangguan hati. Penurunan demam harus
sesuai dengan klasifikasi penyebabnya, apakah perlu menurunkan set-point atau
dengan cara lain. Tata laksana anak dengan demam terdiri dari tatalaksana fisis,
dan pengobatan baik simtomatik maupun etiologik. 7,11
19 | P a g e
Tindakan Umum Penurunan Demam secara Simtomatik7
Diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun.
Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran
udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan
hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran
yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak. Ventilasi / regulasi
aliran udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi
radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka
kulit dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau
alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah),
sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi.
Pada hipertermi, pendinginan permukaan kulit (surfacecooling) dapat
membantu. Tindakan simtomatik yang lain ialah dengan pemberian obat demam.
20 | P a g e
Cara kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point di otak dan membuat
pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran panas ditingkatkan. Obat
yang sederhana adalah asam salisilat dan derivatnya. Rentang daya kerja obat ini
cukup panjang, aman untuk dikonsumsi umum.
Beberapa golongan antipiretik murni, dapat menurunkan suhu bila anak
demam namun tidak menyebabkan hipotermi bila tidak ada demam, seperti:
asetaminofen, asetosal, ibuprofen. Obat lain adalah obat yang bersifat antipiretik
pada dosis rendah dan menimbulkan hipotermi pada dosis tinggi seperti
metamizol dan obat yang dapat menekan pusat suhu secara langsung
(chlorpromazine), mengurangi menggigil namun dapat menyebabkan hipotermi
dan hipotensi.
21 | P a g e
penyaring: Yale Acute Illness Observation Scale atau kriteria Rochester. Pada
kelompok ini bila hasil laboratorium menunjukkan adanya tanda infeksi (leukosit
darah <5.000 atau >15.000, hitung neutrofil darah>1500, leukosit urin di atas
10/lpb, leukosit tinja >5/lpb), anak segera masuk RS dan langsung mendapatkan
pengobatan antimikrobial secara empirik.
Pada kelompok yang tidak memenuhi kriteria ini, maka ada 2 pilihan yaitu:
1. melakukan kultur urin, kultur darah, kultur cairan serebro spinalis,
diberikan ceftriaxon dan diminta kontrol kembali setelah 24 jam.
2. melakukan kultur urin dan observasi dulu. Pada anak dengan usia kurang
dari 28 hari, pendekatan sebaiknya lebih agresif dengan langsung memasukan ke
RS untuk mendapatkan terapi antimikrobial secara empirik.
Pada kelompok usia 3- 36 bulan, risiko adanya bakteriemia pada anak dengan
demam sekitar 3-11%. Bakteriemia tidak terjadi pada kelompok ini bila: leukosit
<15.000 dengan suhu >390C, sedang kemungkinan bakteriemia akan 5 kali lipat
bila lekosit >15.000. Pada kelompok belakangan ini langsung dilakukan kultur
darah dan pemberian ceftriaxon. Pada kelompok anak di atas 36 bulan,
pengobatan bisa dilakukan secara etiologik, dengan memperhatikan adanya
kegawatan. Pada akhirnya apapun yang dianjurkan akan tetap menimbulkan
perdebatan. Tidak ada satu standar yang harus ditaati untuk dijadikan pegangan.
Semua tindakan tetap harus dilakukan berdasarkan pada anamnesis yang tajam
dan terarah, dan pemeriksaan fisis yang teliti.
Kecenderungan dokter untuk bertindak, sangat dipengaruhi oleh pengalaman
yang mereka dapat dan keluasan pengetahuan yang dimiliki. Pilihan antara
melakukan tes atau tidak, melakukan pemberian antibiotik atau observasi, sangat
tergantung pada pendirian dan kepribadian dokter. Anak yang tampak toksik
harus segera mendapat tindakan yang segera. Semakin muda, semakin tinggi
ketidak tentuan klinisnya anak yang tidak tampak toksik dapat
menyulitkan,karenanya perlu pengamatan yang sangat ketat. Tidak perlu selalu
melakukan pemeriksaan penunjang dan bila dilakukan pemeriksaan penunjang,
tindakan harus sesuai dengan hasilnya.
22 | P a g e
II.2 Trombositopenia
23 | P a g e
produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Umumnya tidak ada
manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3.13
Penyebab terjadinya trombositopenia pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Gangguan produksi
Depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia atau infeksi
virus.
Sebagai bagian dari bone marrow failure umum:
a) Anemi aplastik
b) Leukemia akut
c) Sindrom mielodisplastik
d) Mielosklerosis
e) Infiltrasi sumsum tulang: limfoma, carcinoma
f) Mieloma multipel
g) Anemia megaloblastik
2. Peningkatan destruksi trombosit
Autoimmune thrombocytopenic purpura atau idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP)
Immune thrombocytopenic purpura sekunder, misalnya pada: SLE,
CLL, limfoma
Alloimmune thrombocytopenic purpura: misalnya neonatal
thrombocytopenia
Drug induced immune thrombocytopenia: quinine dan sulfonamid
Disseminated intravascular coagulation (DIC)
3. Distribusi tidak normal
Sindrom hipersplenism: dimana terjadi pooling trombosit dalam lien.
4. Akibat pengenceran (dilutional loss)
Akibat transfusi masif.
24 | P a g e
II.3 Diagnosis Banding Demam dengan Trombositopenia
Infeksi virus dengue ini ditularkan oleh nyamuk A. aegepty dan A albopictus
yang sebelumnya sudah menggigit orang yang sudah terinfeksi virus ini.
Kedua jenis nyamuk ini hamper ada di seluruh pelosok Indonesia terutama
wilayah dengan ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
Populasi kedua nyamuk ini dapat meningkat pesat pada musim hujan namun
khusus A. aegepty dapat bertahan hidup lama di tempat penampungan air
sepanjang tahun. 14
Spektrum manifestasi klinis infeksi virus dengue bervariasi mulai dari mild
undifferentiated febrile illness, demam dengue dengan tanda perdarahan,
plasma leakage, dan kegagalan organ tubuh.14 Setelah seseorang digigit
nyamuk yang terinfeksi, virus mengalami masa inkubasi 3-14 hari (rata-rata 4-
7 hari) lalu orang tersebut akan mengalami demam akut yang disertai beberapa
gejala dan tanda nonspesifik. Selama masa demam akut (berlangsung selama
2-10 hari) virus akan bersikulasi ke peredaran darah perifer.15
Patofisiologi
Patofisiologi utama pada infeksi dengue yaitu adanya peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma darah,
terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.15 Pada kasus berat,
syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
menghilangnya plasma lewat endotel pembuluh darah yang rusak ke
ekstravaskular. Bukti yang mendukung adanya plasma leakage yaitu ditemukan
cairan yang tertimbun di rongga peritoneum, pleura, dan pericardium serta
terdapatnnya edema. 15
Trombositopenia terjadi pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada
masa syok. Trombositopenia dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit
25 | P a g e
muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat
meningkatnya destruksi trombosit. Penyebab destruksi trombosit yang meningkat
tidak diketahui penyebabnya. Namun beberapa faktor diduga menjadi
penyebabnya antara lain yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen,
dan kerusakan sel endotel. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit
dianggap sebagai penyebab terjadinya perdarahan.15
Manifestasi Klinis
Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak,
kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola
mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam
berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari )
kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada
hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu,
dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni
kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa
lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah
dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti :
26 | P a g e
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi.
Demam Dengue (DD). yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai
kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma
yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.
Pemeriksaan fisik
27 | P a g e
Hepatomegali.
Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal.
Fase kritis hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat ini suhu
turun dan dapat merupakan awal penyembuhan pada infeksi ringan dan
pada DBD merupakan tanda awal syok.
Perdarahan dapat berupa uji turniket positif, petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, hematemesis dan/atau melena.
Tanda-tanda syok:
o Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis.
o Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang tidak teraba.
o Tekanan darah turun
o Akral dingin, capillary refill time menurun (<3detik)
o Diuresis menurun sampai anuria.
Pemeriksaan penunjang
28 | P a g e
kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan
yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan
mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai
hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari.
Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi
sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.
A. Diagnosis
a. Klinis
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
29 | P a g e
2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif dan
bentuk lain (petekie, purpura ekimosis, perdarahan mukosa, hematemesis
dan melena)
3. Pembesaran hati
4. Syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun
(20mmHg), tekanan darah menurun (sistolik sampai 80 mmHg) disertai
kulit yang terba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari , dan
kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.
b. Laboratorium
1. Trombositopenia (<100.000/uL)
2. Tanda kebocoran plasma:
Hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal)
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Efusi pleura, asites, hipoproteinemia
Dua kriteria klinis ditambah satu kriteria laboratorium cukup untuk menegakkan
diagnosis kerja DBD.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu (gambar 7):14,15
30 | P a g e
B. Chikungunya
Gambaran Klinis
Rata-rata masa inkubasi bagi Chikungunya adalah sekitar 2-12 hari tetapi
umumnya 3-7 hari. Gejala yang sering ditimbulkan infeksi virus ini berupa
demam mendadak disertai menggigil selama 2-5 hari. Gejala demam biasanya
timbul mendadak secara tiba-tiba dengan derajat tinggi ( >40C). Demam
kemudian menurun setelah 2-3 hari dan bisa kambuh kembali 1 hari berikutnya.16
Demam juga sentiasa berhubungan dengan gejala-gejala lainnya seperti sakit
kepala, mual dan nyeri abdomen. Nyeri sendi (arthralgia) dan otot(myalgia)
menjadi gejala yang menonjol dan dapat menjadi presisten. Keluhan arthralgia ini
ditemukan sekitar 80% pada penderita chikungunya dan biasanya sendi yang
sering dikeluhkan adalah sendi lutut,siku, pergelangan, jari kaki dan tangan serta
tulang belakang. Pada posisi berbaring biasanya penderita miring dengan lutut
31 | P a g e
tertekuk dan berusaha mengurangi dan membatasi gerakan. Gejala ini dapat
bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan ada yang sampai bertahan
beberapa tahun sehingga dapat menyerupai Rheumatoid Artritis. Nyeri otot pula
bisa terjadi pada seluruh otot terutama pada otot penyangga berat badan seperti
pada otot bagian leher, daerah bahu dan anggota gerak. 15
Pada kebanyakan penderita , gejala peradangan sendi biasanya diikuti dengan
adanya bercak kemerahan makulopapuler yang bersifat non-pruritic. Bercak
kemerahan ini sering ditemukan pada bagian tubuh dan anggota gerak tangan dan
kaki. Bercak ini akan menghilang setelah 7-10 hari dan kemudiannya diikuti
dengan deskuamasi. Gejala-gejala lain yang bisa ditemukan termasuk sakit
kepala, pembesaran kelenjar getah bening di leher dan kolaps pembuluh darah
kapiler.15
Kriteria Diagnosis 15
32 | P a g e
C. Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh satu
atau lebih spesies Plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat intermiten,
anemia, dan hepato-splenomegali. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria
tropikana, Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium ovale
menyebabkan malaria ovale, Plasmodium malariae menyebabkan malaria
kuartana.
Patofisiologi
Melalui gigitan nyamuk Anopheles, sporozoit masuk aliran darah selama 1/2-1
jam menuju hati untuk berkembang biak. Selanjutnya berpuluh-puluh ribu
merozoit masuk ke dalam darah dan masuk ke dalam eritrosit untuk berkembang
biak menjadi tropozoit. Skizon eritrosit pecah (disebut sporulasi), sambil
membesarkan puluhan merozoit sebagian skizon masuk kembali ke eritrosit baru
dan sebagian lagi membentuk mikro dan makro gametosit. Gametosit akan terisap
oleh nyamuk Anopheles saat menghisap darah penderita untuk memulai fase
sporogoni.
Manifestasi Klinis 15
Gejala malaria infeksi tunggal pada pasien terdapat serangan demam denga
interval tertentu, sedangkan dengan infeksi majemuk maka serangan demam bisa
terjadi terus menerus tanpa interval. Sebelum demam anak mulanya menjadi
33 | P a g e
letargik, lemah, gelisah,nyeri kepala, tidak nafsu makan, mual dan muntah.
Periode paroksisme yang terdiri dari tiga stasium dingin,demam dan berkeringat
pada anak jarang terjadi. Pembesaran hati sering dijumpai pada anak. Pada
serangan akut, pembesaran hati biasanya terjadi pada awal perjalanan penyakit
dan lebih sering terjadi daripada pembesaran limpa.Ikterus yang berhubungan
dengan hemolisis dapat dijumpai pada beberapa anak.
Gambaran laboratorium 15
Anemia dapat terjadi akut maupun kronis. Anemia pada malaria disebabkan
kerusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan terjadinya hemolisis
oleh proses imunologis. Dapat dijumpai pula trombositopeni sehingga dapat
mengganggu proses koagulasi. Pada malaria yang berat plasma fibrinogen dapat
menurun karena adanya proses DIC. Peningkatan bilirubin dan tes fungsi hati
yang abnormal juga dapat terjadi.
D. Leukemia
Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel
darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Hal ini
disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang
berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam
darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati
dan kelenjar limfe.
Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga
type sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh
melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh)
dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah).
Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat mengganggu
fungsi normal sel lainnya.
Seseorang dengan kondisi seperti ini (Leukemia) akan menunjukkan beberapa
gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi sehingga bermanifestasi demam,
34 | P a g e
anemia dan perdarahan. Penyebab tersering perdarahan pada leukemia adalah
trombositopenia. Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia biasanya
merupakan akibat dari infiltrasi ke sumsum tulang atau kemoterapi, namun bisa
juga karena koagulasi intravaskuler diseminata, proses imunologis dan
hipersplenisme sekunder terhadap pembesaran limpa. Selain trombositopenia,
perdarahan dapat juga akibat disfungsi trombosit, kelainan hepar dan fibrinolisis.
35 | P a g e
PENYAKIT ETIOLOGI TRANSMISI GEJALA KLINIS PEMERIKSAAN KOMPLIKASI
PENUNJANG
Demam Virus dengue Vektor Aedes Demam akut selama 2-7 hari, Trombositopeni (< Ensefalopati
Dengue/Dem aegepty ditandai dengan 2 atau lebih 100.000/ul) Dengue
am Berdarah manifestasi klinis (nyeri
Dengue kepala, nyeri retroorbital, Peningkatan nilai
mialgia/ atralgia, ruam kulit, hematokrit > 20%
manifestasi perdarahan
Leukopenia
(petekie atau rumple lead
positif)). Pemeriksaan serologi
dengue positif, IgG -
IgM-antidengue
Demam Virus Vektor Aedes Demam tinggi mendadak 5 Neutralizing, HI, Perdarahan,
Chikungunya chikungunya aegepty atau hari, Suhunya lebih tinggi antibodi IgG-IgM Keterlibatan saraf,
Aedes dari demam dengue miokardium.
albopictus
Kulit kemerahan dengan
ruam2 muncul hari ke 3-5
demam
Nyeri sendi yang sangat
dominan (poliarthralgia)
sendi lutut, pergelangan kaki
36 | P a g e
dan tangan, serta sendi-sendi
tulang punggung.
Terdapat pada endemis,
biasanya satu keluarga atau
daerah terkena
Terkadang mual (+), disertai
muntah, Jarang disertai
manifestasi perdarahan
Measles Virus campak Droplet Demam tinggi, batuk, pilek, Pemeriksaan sitologik : Kejang demam,
pernapasan konjungtivitis, 2-4 hari sel raksasa pada lapisan otitis, pneumonia,
mukosa hidung dan pipi. ensefalitis,
Makulopapular (konfluen), Serologi IgM spesifik laringotrakeitis,
mulai dari wajah, menyebar purpura
ke tubuh; 3-6 hari; menjadi trombositopenia;
coklat; deskuamasi halus; SSPE.
toksik, tampak tidak nyaman,
fotofobia; ruam mungkin
tidak muncul pada infeksi
HIV
Rubella Virus rubella Droplet Malaise, demam tidak tinggi, Peningkatan titer Artritis, Purpura
(German pernapasan pembesaran kelenjar leher, antibodi IgM yang trombositopenia,
belakang telinga, dan ensefalopati,
37 | P a g e
measles) oksipital; 0-4 hari spesifik untuk rubella. embriopati fetal
Diskrit, nonkonfluen, makula
dan papula berwarna merah
muda, dimulai dari wajah dan
menyebar ke bawah; 1-3 hari
Mononucleos Virus Kontak dekat; Demam, adenopati, edema Uji antibodi aglutinasi Anemia,
is Epstein-Barr saliva, transfusi palpebra, nyeri tenggorok, heterofil positif trombositopenia,
darah hepatosplenomegali, malaise, limfositosis, leukositosis, anemia aplastik,
limfositosis IgG-IgM anti VCA hepatitis; jarang:
sindroma
Makulopapular atau hemofagositik,
morbiliformis pada tubuh dan sindroma
ekstremitas, mungkin limfoproliferatif
konfluen; sering dipicu
pemberian ampisilin atau
alopurinol; ruam pada 15-
50% berbetuk drug-induced;
berlangsung 2-7 hari
38 | P a g e
Malaria Plasmodium Vektor demam Pemeriksaan apusan Malaria serebral,
sp. Nyamuk darah tepi tipis dengan Anemia, Dehidrasi,
Anopheles, Mengigil dan arthtralgia pewarnaan Giemsa, Hipoglikemi berat,
Kongenital, (sakit persendian), Trombositopeni, Malaria Algid,
Mekanik , Oral Leukositosis, Perdarahan, Black
muntah
Peningkatan kadar Water Fever,
kerusakan retina, ureum, kreatinin, Ikterus
bilirubin, Tes serologis
kejang-kejang.
siklus dingin tiba-tiba diikuti
dengan kekakuan dan
kemudian demam dan
berkeringat berlangsung
empat sampai enam jam,
terjadi setiap dua hari (P.
Vivax dan P. Ovale),tiga hari
(P. Malariae),P. falciparum
36-48 jam atau kurang
jelas dan hampir terus
menerus demam.
Hepatosplenomegali
39 | P a g e
Leukemia Faktor risiko - Anemia, sering demam, Anemia normositik
terjadi perdarahan, berat badan normokromik, kadang
leukemia turun, anoreksia, kelemahan kadang dijumpai
adalah umum. normoblas.
kelainan Keluhan pembesaran kelenjar Pada hitung jenis
kromosom, getah bening dan perut. terdapat limfoblas.
bahan kimia, Jumlah limfoblas dapat
Pemeriksaan fisis
radiasi, faktor menyampai 100%.
Anemis dan tanda perdarahan
hormonal, Trombositopeni, uji
: mukosa anemis, perdarahan,
infeksi virus. tourniquet positif dan
ulsera, angina Ludwig
waktu perdarahan
Pembesaran kelenjar limfe
memanjang.
general
Retikulositopenia.
Splenomegali, kadang
Kepastian diagnostic:
hepatomegali.
pungsi sumsum tulang,
Pada jantung terjadi gejala
terdapat pendesakan
akibat anemia.
eritropoiesis,
Infeksi pada kulit, paru,
trombopoesis, dan
tulang.
granulopoesis. Sumsum
tulang di dominasi oleh
limfoblas.
Rontgen foto toraks AP
dan lateral untuk
melihat infiltrasi
mediastinal.
Lumbal pungsi : untuk
mengetahui ada
infiltrasi ke cairan
40 | P a g e
serebrospinal.
41 | P a g e
42 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah
mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial
dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali,
walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi
petunjuk diagnosis yang berguna. Penilaian pola demam meliputi tipe awitan
(perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan
selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi.1
43 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
2. Guyton, Hall. Suhu tubuh, pengaturan suhu dan demam dalam buku ajar
Fisiologi Kedokteran. Ed.11.2008. Jakarta:EGC. h.941-7.
3. Arvin MA. Demam dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.2. ed.15 2000.
Jakarta: EGC. h.854-6.
9. Baraff, LJ. Management of fever without source in infants and children. Ann
Emerg Med. 2000;36: h.602-14.
10. Tumbeleka, Alan. Demam Tanpa Penyebab yang Jelas pada Anak dalam
Penanganan Demam pada Anak Secara Profesional. 2005. Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. h.2-4.
11. Stern, RC. Pathophysiologic Basis for Symptomatic Treatment of Fever.
Pediatrics .1977;59;9 h.94.
44 | P a g e
12. Suharti, C. Dasar-dasar Hemostasis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007.Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. h.
13. Baldy, Catherine M. Gangguan Koagulasi dalam Price, Sylvia A. Wilson,
Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi
6. Jakarta: EGC. h.
14. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention, and Control. Geneva: WHO Press; 2009. H.91-106.
15. Soedarmo SP, Hery G, Sri Rezeki SH, Hindra IS. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2010.h.155-64, 226-32, 412-20.
45 | P a g e