Anda di halaman 1dari 4

Pandangan hidup dan sistem pemikiran bangsa Indonesia tidak sama dengan pandangan

hidup dan sistem pemikiran bangsa di negara lainnya. Seperti bangsa-bangsa di negara-
negara Barat, dimana pandangan hidup dan sistem pemikirannya bersumber pada pemikiran
filsafat Yunani, walaupun pemikiran filsafat Yunani ini telah dapat dibuktikan dengan
keberhasilannya membangun peradaban manusia, tetapi pada akhirnya akan mengalami
kepincangan hidup. Kepincangan tersebut dapat kita lihat bahwa manusia produk dari
pemikiran Yunani hanya melahirkan manusia-manusia yang individualistis, yang di dalam
dirinya terdapat sifat saling curiga, saling bermusuhan. Juga, dari pandangan bahwa di dalam
pribadinya terdapat hal-hal yang selalu dipertentangkan dengan rasio (akal).
Mengapa demikian. Karena dari sifat individualistis dan materialistis yang akarnya dari
pemikiran Yunani tidak terdapat warna yang Transedental atau yang Immanent, tetapi
pemikiran Yunani hanya diwarnai oleh warna mitologi dan rasio.
Dengan demikian, pandangan hidup atau pemikiran yang diperuntukkan membangun
peradapan manusia, akan melahirkan manusia-manusia yang egoistis, yaitu manusia yang
mementingkan dirinya sendiri dan menganggap orang lain sebagai objek kepentingan diri
sendiri.
Demikian juga halnya dengan pandangan hidup yang mengacu pada materialisme, di mana di
dalamnya mengandung bibit keserakahan, kemurkaan, dan menganggap orang lain sebagai
objek keuntungan material, yang pada akhirnya akan melahirkan manusia-manusia yang tidak
bermoral atau jauh dari nilai-nilai moral.
Jadi, sesuatu pandangan hidup atau pemikiran (paham kehidupan) yang berasaskan
individualisme akan melahirkan manusia-manusia yang berpola dangkal dalam lingkup
pergaulan social. Sementara itu, pandangan hidup yang berasaskan materialisme akan
melahirkan manusia-manusia yang berpola pada penyimpangan nilai-nilai moral dalam
lingkup sosial.
1. Pemikiran Filsafat Indonesia
Maksud pemikiran filsafat Indonesia adalah suatu pemikiran filsafat yang diperuntukkan
dalam atau sebagai landasan hidup bangsa Indonesia.
Setiap manusia tentu menginginkan hidupnya dalam keadaan baik, sejahtera,
dan bahagia. Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan suatu sistem pemikiran yang sesuai dengan hakikat
manusia dan hakikat kehidupannya. Manusia akan kehilangan sebagian
kehidupannya apabila hidupnya tidak atau tanpa suatu sistem pemikiran yang digunakan
dalam tujuan kehidupan sehingga hidupnya akan mengalami kepincangan,
selanjutnya akan mengalami kekecewaan hidup.
Untuk itu, perlu sekali adanya suatu sistem pandangan hidup yang di
dalamnya terdapat keselarasan atau keharmonisan antara hakikat pribadi manusia
Indonesia dengan hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan, kebahagiaan,
dan ketenteraman.
Maksud hakikat pribadi dalam kedudukannya sebagai manusia Indonesia
adlah sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Untuk
mencapai kesejahteraan, kebahagiaan, dan ketenteraman seseorang harus
mngupayakan dengan tiga cara keselarasan atau keharmonisan, yaitu:
a. Selaras atau harmonis dengan dirinya sendiri;
b. Selaras atau harmonis dengan (terhadap) pergaulan sesame manusia, dan lingkungan
kehidupannya;
c. Selaras atau harmonis dengan (terhadap) Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ketiga keselarasan atau keharmonisan tersebut merupakan harmoni yang mutlak adanya, di
mana di dalamnya tidak terdapat lagi pertentangan satu sama lainnya (harmoni sempurna).
Dengan demikian, sistem pemikiran seperti di atas diharapkan akan membawa pada suatu
bentuk manusia Indonesia yang diwarnai dan sekaligus mengarah pergaulan hidup
(bukannya perjuangan hidup). Sistem pemikiran tersebut juga diharapkan dapat dijadikan
sebagai mot or penggerak setiap tindakan dan perbuatan manusia Indonesia.
Suatu pemikiran filsafat yang implementasinya sebagai suatu pandangan hidup bagi setiap
orang Indonesia mempunyai peranan yang penting, yaitu apabila seseorang tidak mempunyai
pandangan hidup niscaya hidupnya tidak mengarah.
Bagi bangsa dan rakyat Indonesia tidaklah demikian, karena manusia-manusia Indonesia
mempunyai kedudukan sebagai makhluk Tuhan. Karena hidup ini tidak hanya diperuntukkan
di dunia, akan tetapi juga untuk akhirat (kehidupan setelah kehidupan dunia). Dimensi
keakhiratan inilah yang mengharuskan manusia Indonesia untuk mendasarkan pada suatu
sistem pandangan hidup yang selaras atau harmoni, tidak bertentangan, dan sejalan dengan
hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan.
Jadi, pandangan hidup model Indonesia mempunyai dimensi yang berakar keselarasan atau
keharmonisan dengan hakikat kedudukan kodrat manusia, yang implementasinya berupa asas
kekeluargaan dan asas kehidupan yang diridai Tuhan.
2. Materi Filsafat (Pandangan Hidup) Indonesia
Suatu pandangan hidup yang sesuai dengan manusia Indonesia adalah suatu pandangan hidup
yang berasal dari akar hikmat yang terkandung dalam khasanah budaya Indonesia, yang dapat
dijumpai dalam berbagai adat istiadat, peribahasa, pepatah yang kesemuanya itu merupakan
ungkapan-ungkapan perilaku kehidupan manusia Indonesia.
Melihat uraian di atas, budaya yang terungkap tersebut merupakan esensi filsafat bangsa
Indonesia. Karena budaya tersebut sebagai hasil perkembangan rohaniah dan intelektual
bangsa.
Setelah rakyat Indonesia terbebas dari penjajahan tahun 1945, rakyat Indonesia mulai timbul
kesadarannya bahwa suatu Negara apabila tidak mempunyai kebudayaan dikatakan sebagai
bangsa yang miskin. Pengertian budaya di sini dalam artian yang luas, yaitu budaya yang
memperlihatkan kepribadian bangsa Indonesia.
Negara Republik Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau lebih, beragam adat istiadat, dan berates
suku dan bangsa. Dari sekian banyak suku yang tersebar, yang paling besar adalah suku
Jawa, sedangkan yang kedua adalah suku Minangkabau. Dari keragaman tersebut
menunjukkan adanya kekayaan budaya yang semuanya itu lebih ditentukan oleh aspek-aspek
geografis, lingkungan, dan budaya, semuanya mempunyai suatu kesamaan hakikat. Dari
kesamaan hakikat inilah nantinya akan muncul suatu rumusan pandangan hidup bangsa
Indonesia yaitu Filsafat Pancasila.
Untuk membentuk kesatuan budaya yang meliputi seluruh wilayah kesatuan Indonesia
dibutuhkan waktu yang lama, penuh tantangan, dan berliku-liku.
Menurut sejarahnya, 2000 tahun yang lalu telah ada sekelompok orang yang kelak akan
melahirkan bangsa Indonesia. Keberadaannya baru terwujud sebagai embrio. Kemudian,
tercetusnya Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945
merupakan wujud embrio kesatuan bangsa Indonesia, di mana pada saat itu belum mencapai
taraf yang memuaskan.
Pada tahun 1945, lahirnya Negara kesatuan Republik Indonesia, diikuti kepribadian bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia yang saat itu jumlahnya baru puluhan juta telah mempunyai
kedudukan sebagai negara kesatuan seperti negara lainnya. Di mata Negara lain, bangsa dan
neraga Indonesia dengan segala corak kebangsaannya sudah terlihat, tetapi apabila dilihat
dari dalam masih banyak kekurangannya.
Setelah terbebas dari penjajahan, setapak demi setapak bangsa Indonesia mengupayakan
untuk mengembangkan kepribadian, yaitu dengan jalan dirintis oleh beberapa tokoh: Moh.
Yamin, Ir. Soekarno, dan lain-lainnya. Upaya tersebut didasarkan pada, semakin tinggi
tingkat kepribadian suatu bangsa, semakin tinggi tingkat filsafat bangsanya, karena
pandangan hidup bangsalah yang menentukan corak kepribadiannya, sekaligus menentukan
corak moralnya.
Upaya yang lainnya adalah memantapkan kebudayaan nasional yang terbentuk dari
kebudayaan-kebudayaan daerah atau lokal, sehingga kepribadian dan kebudayaan nasional
terbentuk lewat kepribadian atau kebudayaan daerah atau lokal. Maka kepribadian dan
kebudayaan secara bersama-sama membentuk suatu titik kulminasi, yaitu terbentuknya
pandangan hidup dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia.
Bersyukurlah baha para pemimpin bangsa Indonesia dengan segala kemampuan dan
kebijaksanaannya telah berbuat untuk menggali khasanah kepribadian dan kebudayaan untuk
mencari titik kulminasi. Maka, lahirlah Pancasila yang di dalamnya terkandung nilai-niali
luhur yang mencerminkan kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia. Hanya
Pancasilalah yang pantas dijadikan pandangan hidup sekaligus landasan pemikiran bangsa
dan negara Indonesia.
3. Bentuk Filsafat Indonesia
Bentuk filsafat Indonesia terdiri dari lima sila berikut.
Sila I : Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila II : Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila III : Persatuan Indonesia.
Sila IV : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaaratan
/perwakilan.
Sila V : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sila di atas juga disebut lima dasar sebagai suatu totalitas, merupakan suatu kebulatan
tunggal, yang setiap sila-silannya selalu harus mengandung keempat sila yang lainnya. Setiap
sila tidak boleh dipertentangkan terhadap sila yang lain karena di antara sila-sila itu memang
tidak terdapat hal-hal yang bertentangan.
Dengan demikian, Pancasila mempunyai sifat yang abstrak, umum, universal, tetap tidak
berubah, menyatu dalam suatu inti hakikat mutlak: tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil,
yang kedudukannya sebagai inti pedoman dasar yang tetap. Kejadian tersebut, melalui suatu
proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa, akan tetap berakar pada
kepribadian kita berarti Pancasila merupakan pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia,
yang telah disetujui oleh para wakil rakyat menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan
Negara Republik Indonesia. Jadi, Pancasila adalah satu-satunya pandangan hidup (filsafat)
yang dapat mempersatukan rakyat dan bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai