Kemajuan iptek kedokteran bertumpu pada riset yang dilakukan, termasuk riset biomedik yang dilakukan pada manusia sebagai objek. Riset biomedik yang melibatkan manusia sebagai subjek penelitian (riset biomedik pada manusia) tidak dapat dihindarkan, walaupun telah dilaukan uji coba pada hewan, karena adanya perbedaan spesies antara keduanya. Jadi, walaupun hasil uji coba pada hewan ternyata efektif dan aman, belum tentu hasilnya sesuai dengan manusia sebagai subjek. Uji coba pada hewan ini meliputi riset fisiologik, patologik, toksiologik, dan terapeutik. (Amri dan Hanafiah, 1999) Menurut Harmita & Radji (2008) bahwa penanganan hewan percobaan yaitu : a. Mencit Mencit bersifat penakut, fotofobia, cenderung berkumpul sesamanya, dan lebih aktif pada malam hari dibandingkan siang hari. Cara memanggil dan memegang mencit : Buka kandang hati-hati, kira-kira cukup untuk masuk tangan saja, angakt mencit dengan cara memegang ekor (3-4 cm dari ujung). Letakkan pada lembaran kawat atau alas kasar lainnya. Dengan tanga kiri, jepit tengkuk diantara telunjuk dan ibu jari. Pindahkan ekor dari tangan kanan keantara jari manis dan jari kelingking tangan kiri. Mencit sip mendapati perlakuan. b. Tikus Tenang dan mudah ditangani. Tidak seperti mencit, tikus tidak begiti fotofobik. Aktivitasnya tidak demikian terganggu dengan adanya manusia. Jika diperlakukan kasar tikus menjadi galak. Cara mengambil dan memegang tikus : Buka kandang, angkat tikus pada pangkal ekornya dengan tangan kanan, letakkan diatas permukaan kasar/kawat. Letakkan tangan kiri dibelakang tubuh/punggung kearah kepala. Selipkan kepala diantara jari telunjuk dan jari tengah, sedangakn ibu jari, jari manis, dankelingkin diselipkan disekitar perut sehingga kaki depan kiri. Disamping uji coba pada hewan, untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah dikembangkan pula berbagai penelitian in vitro, untuk mnentukan khasiat obat, contohnya uji aktivitas enzim, uji anti kanker menggunakan Cell Line, uji antimikrooba pada pembenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi, dan lain-lain untuk menggantikan uji khasiat pada hewan, tetapi belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. (Subroto & Harmanto, 2007) Pengujian toksikologi tidak dilakukan langsung pada manusia, tetapi dilakukan pada hewan uji (tikus, mencit, kelinci, dan anjing). Logika yang mendasarinya adalah bahwa reaksi dari hewan uji dan manusia terhadap bahan kimiapada dasarnya sama atau sebanding.namun, harus tetap didasari bahwa dalam hal ini ada unsur ketidakpastian, karena bagaimana pun manusia tentu tidak bisa disamakan dengan hewan uji. (Djojosumarto, 2008) Disamping perlakuan dengan suhu rendah, hewan uji juga dibuat stress dengan pemberian etanol berkonsentrasi 50% pada dosis 10 ml/kg berat badan. Etanol ini diberikan pada tikus yang dipuasakan terlebih dahulu selama dua hari. (Sukrasno & Tim lentera, 2003)