Improving Self Empowerment and Quality of Life of Patients With Type 2 Diabetes Mellitus With DEE Based On Health Promotion Model
Improving Self Empowerment and Quality of Life of Patients With Type 2 Diabetes Mellitus With DEE Based On Health Promotion Model
ABSTRAK
Pendahuluan: Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang memerlukan kemampuan individu dari
pasien untuk mematuhi penatalaksanaan penyakitnya yang dianjurkan oleh dokter. Diabetesi harus mampu melakukan
pengelolaan DM tersebut untuk mencegah komplikasi dengan memaksimalkan aspek-aspek yang ada dalam dirinya untuk
menentukan pilihan yang terbaik. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi personal factor, perceived benefits of
action, perceived barrier to action dan menganalisis pengaruh penerapan diabetes empowerment education terhadap self
empowerment dan kualitas hidup pasien DM tipe 2. Metode: Penelitian ini menggunakan desain quasy eksperimen with
non randomized control group pretest posttest design. Sampel yang digunakan sebanyak 32 responden dibagi menjadi
kelompok kontrol dan perlakuan dengan teknik sampling purposive. Pengumpulan data self empowerment dengan
kuesioner Diabetes Empowerment Scale (DES), sedangkan kualitas hidup menggunakan Diabetes Quality of Life (DQoL).
Hasil penelitian kemudian dilakukan analisis dengan Wilcoxon Sign rank test dan Mann Whitney test dengan signifikansi
0,05. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan self empowerment dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 sesudah
perlakuan. Analisis dengan Mann Whitney terdapat perbedaan self empowerment kelompok kontrol dan perlakuan (p=
0,029) dan ada perbedaan kualitas hidup pada kelompok kontrol dan perlakuan (p = 0,022). Itu berarti terdapat pengaruh
terhadap self empowerment dan kualitas hidup. Diskusi: Kesimpulan dari penelitian adalah diabetes empowerment
education meningkatkan self empowerment dan kualitas hidup pada pasien DM. Penelitian lanjutan perlu dilakukan
dengan menggunakan parameter yang lebih objektif misalnya kadar gula darah, hemoglobin A1C untuk mengevaluasi
efek diabetes empowerment education terhadap self empowerement dan kualitas hidup pasien DM.
Kata kunci: diabetes, education, self empowerment, kualitas, hidup, DEE, HPM
ABSTRACT
Introduction: Diabetes Mellitus (DM) is a chronic disease that requires individual ability of patients to adhere treatment
of the disease recommended by doctors. Patient should be able to manage the diabetes to prevent complications by
maximizing existing aspects within themselves to determine the best option available. The purpose the study was to
analyze the effect of diabetes empowerment education to self empowerment and quality of life of patients with type 2
DM at the Puskesmas Bendo Kediri. Methods: This study used quasy experiment design with non randomized control
group pretest posttest design. Total sampel was 32 respondents divided into control group and experiment group, sample
recruited by purposive sampling. Data were collected using questionnaire with DES (Diabetes Empowerment Scale)
and DQoL (Diabetes Quality of Life). Data were then analyzed using Wilcoxon Sign rank test and Mann Whitney with
level of significance of 0.05. Results: The results showed that there was a differences in self empowerment and quality
of life of patients with type 2 DM after intervention. Mann Whitney analysis result`s showed that there are differences in
self empowerment between control and experiment groups (p = 0.029) and there was a difference in the quality of life
between control and experiment groups (p = 0.022). It can be referred from it that DEE influences self empowerment and
quality of life of type 2 DM patients. Discussions: It can be concluded that diabetes empowerment education increasing
selfempowerment and quality of life of patients with DM type 2. Further studies should using more objective parameters
such as changes in blood sugar levels, hemoglobin A1C values to evaluate the effect of diabetes empowerment education
on self-empowerment and quality of life of patients with DM.
279
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 279288
peningkatan dari tahun ke tahun, dan ada dan meningkatkan kesehatan mental yang
sekitar 230 juta penderita diabetes di dunia. lebih baik dan sejahtera.
Setiap tahun angka kejadian naik 3 persen atau Seorang perawat har us mampu
bertambah 7 juta orang setiap tahunnya. mengintegrasikan semua aspek yang
Data studi pendahuluan di Puskesmas mendukung yaitu aspek individu dan
Bendo menunjukkan bahwa terdapat 40% lingkungan yang mampu memberdayakan
penderita DM Tipe 2 yang mempunyai diabetisi untuk menerapkan lima pilar dalam
penget a hu a n ya ng k u r a ng. Hal i n i pengelolaan DM dengan menggunakan
menunjukkan terdapat diabetisi yang belum landasan model promosi kesehatan (Health
mempunyai pengetahuan yang cukup promotion model ). Health promotion
mengenai penatalaksanaan DM secara model merupakan model bagi perawat
mandiri, atau diabetisi yang tahu mengenai untuk mengeksplorasi proses biopsikososial
DM dan penatalaksanaan DM tetapi tidak yang kompleks, yang memotivasi individu
mau menerapkannya, atau diabetisi yang tahu untuk berperilaku tertentu, yang ditujukan
tentang DM dan penatalaksanaan DM tapi untuk meningkatkan derajat kesehatannya
tidak mau menerapkannya. (Tomey & Alligood, 2006).
DM merupakan penyakit yang tidak Karter (2008) berpendapat bahwa
dapat disembuhkan, namun bisa dikontrol 50% penderita DM tipe 2 belum memahami
untuk menurunkan risiko komplikasi yang tentang penyakitnya dan pemahaman tentang
bisa menyebabkan kematian. Pola hidup yang penyakit DM tipe 2 sangat penting dalam
sehat dengan perencanaan makan dan latihan upaya perawatan. Rendahnya pengetahuan
jasmani dapat menjaga kadar glukosa pasien penderita DM tipe 2 memberikan peluang bagi
agar tetap terkontrol. Diabetisi harus mampu perawat dalam memberikan peran educative
melakukan pengelolaan DM tersebut untuk terhadap penderita DM. McNamara et al
mencegah komplikasi dengan memaksimalkan (2010) intervensi pendidikan sangat membantu
aspek-aspek yang ada dalam dirinya untuk dalam menghindari komplikasi pada penderita
menentukan pilihan yang terbaik untuk DM tipe 2
peningkatan status kesehatannya. Diabetes Quality of Life (DQoL)
I nd iv idu denga n penya k it DM merupakan hasil yang dilaporkan oleh pasien
mempunyai tanggung jawab yang besar untuk yang mencakup aspek fisik, fungsinya, sosial
mengatur dirinya sendiri dalam melakukan dan keadaan emosional dari seseorang penderita
perawatan pada penyakitnya. Kemampuan DM (Borrot & Bush, 2008). Salah satu faktor
individu untuk mempunyai kontrol atas hidup yang mendorong perlunya pertimbangan serta
mereka sendiri dan menentukan pilihan pengukuran kualitas hidup, khususnya pada
mengenai kesehatan disebut self empowerment. pasien DM yaitu DM merupakan penyakit
Self empowerment pada pasien diabetes kronis yang tidak dapat diobati namun apabila
disebut juga psychological empowerment di terkontrol dengan baik dapat menghambat
mana kapasitas individu direalisasikan untuk atau mencegah komplikasi. Kualitas hidup
membangun kepercayaan, meningkatkan harga yang rendah serta masalah psikologis dapat
diri dan mengembangkan mekanisme koping memperburuk gangguan metabolik baik
untuk meningkatkan keterampilan pribadi. secara langsung melalui stress hormonal
Upaya meningkatkan self empowerment maupun tidak langsung melalui compliance
pada pasien DM harus didukung dengan yang buruk. Kondisi ini perlu dilakukan
strategi promotif yang baik dari tenaga penanganan yang efektif melalui pendekatan
kesehatan khususnya perawat. Strategi empowerment agar pasien mampu melakukan
empowerment dikembangkan pada diabetes pengelolaan penyakit DM yang dimilikinya
untuk meningkatkan kontrol mereka terhadap agar mencegah terjadinya komplikasi. Sampai
penyakitnya dengan cara meningkatkan saat ini masih belum banyak kajian riset yang
aktivitas fisik, memperbaiki pola makan sehat menelaah self empowerment pada pasien DM.
280
Peningkatan Self Empowerment dan Kualitas Hidup (Nian Afrian Nuari dan Melani Kartikasari)
281
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 279288
Tabel 1. Tabulasi silang pre test dan post test self empowerment pada kelompok perlakuan di wilayah
kerja Puskesmas Bendo Kediri
Post test
Self empowerment Total
Baik Cukup Kurang
perlakuan
f % f % f % f %
Baik - - - - - - - -
Pre test Cukup 2 12,5 7 43,75 - - 9 56,25
Kurang - - 6 37,5 1 6,25 7 43,75
Total 2 12,5 13 81,25 1 6,25 16 100
Tabel 2. Tabulasi silang pre test dan post test kualitas hidup pada kelompok perlakuan di wilayah
kerja Puskesmas Bendo Kediri
Post test
Kualitas hidup Total
Tinggi Sedang Rendah
perlakuan
f % f % f % f %
Tinggi - - - - - - - -
Pre test Sedang 2 12,5 10 62,5 - - 12 75
Rendah - - 4 25 - - 4 25
Total 2 12,5 14 87,5 - - 16 100
Tabel 3. Hasil Uji Mann-Whitney self empowerment pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol
No Variabel z P
1 Self empowerment perlakuan
-2,178 0,029
2 Self empowerment kontrol
Tabel 4. Hasil Uji Mann-Whitney kualitas hidup pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
No Variabel z P
1 Kualitas hidup perlakuan
-2,291 0,022
2 Kualitas hidup kontrol
education terhadap self empowerment. Tabel factor, perceived benefits of action dan
4 menunjukkan hasil uji Mann-Whitney perceived barrier to action. Komponen
didapatkan nilai z hitung 2,291 dan p personal factor pada penderita DM ini
0,022 < 0,05 (), artinya terdapat perbedaan meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan. Hasil
nilai pre-test dan post-test kualitas hidup penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
antara kelompok perlakuan dan kelompok didapatkan karakteristik usia pada kelompok
kontrol sehingga terdapat pengaruh diabetes kontrol sebagian besar (56,25%) berusia 5160
empowerment education terhadap kualitas tahun, sedangkan pada kelompok perlakuan
hidup sebagian besar (62,5%) juga berusia 5160
tahun. Rentang usia responden baik kelompok
kontrol maupun kelompok perlakuan dari
PEMBAHASAN
umur termuda 45 tahun sampai dengan usia
Komponen health promotion model 70 tahun.
terdiri dari beberapa aspek yaitu personal
282
Peningkatan Self Empowerment dan Kualitas Hidup (Nian Afrian Nuari dan Melani Kartikasari)
Smeltzer & Bare (2004) menyatakan (31,25%) berpendidikan SLTP. Hal ini sejalan
DM tipe 2 merupakan jenis DM yang paling dengan penelitian Mier et al., (2008) dalam
banyak jumlahnya yaitu sekitar 9095% dari cross sectional study pada pasien DM tipe 2
seluruh penderita DM dan banyak dialami oleh menemukan sebagian respondennya memiliki
usia dewasa diatas 40 tahun. Hal ini disebabkan pendidikan rendah. Begitu juga pada penelitian
resistensi insulin pada DM tipe 2 cenderung Goz et al., (2006), pada penelitian di poliklinik
meningkat pada usia lansia (4065 tahun), di Diabetes Rumah sakit Turki, di mana sebagian
samping adanya riwayat obesitas dan adanya besar respondennya berpendidikan rendah.
faktor keturunan. Umur mempengaruhi risiko Tinjauan teori tidak menjelaskan keterkaitan
dan kejadian DM tipe 2. Umur sangat erat antara pendidikan dengan penyakit DM tipe 2.
kaitannya dengan kenaikan kadar gula darah, Hasil penelitian ini dapat diasumsikan bahwa
sehingga semakin meningkat umur maka tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku
prevalensi DM tipe 2 semakin tinggi. WHO seseorang dalam mencari perawatan dan
menyatakan setelah usia 30 tahun, maka kadar pengobatan penyakit yang dideritanya, serta
glukosa darah akan naik 12 mg/dL/tahun memilih dan memutuskan tindakan atau terapi
pada saat puasa akan naik 5,613 mg/dL pada yang akan dijalani untuk mengatasi masalah
2 jam setelah makan (Suyono, 2011). Hasil kesehatannya.
penelitian ini sesuai dengan teori tersebut Komponen health promotion model
bahwa sebagian besar responden berumur yang lain adalah perceived benefits of action
diatas 40 tahun dengan kadar gula darah merupakan suatu persepsi pasien tentang
berfluktuasi. Proses menua yang berlangsung keuntungan melakukan perawatan atau
dalam tubuh manusia mengakibatkan perilaku hidup sehat agar tercapai komitmen
perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia untuk mengubah perilaku (Pender 2011)
yang akan meningkatkan gangguan toleransi Perceived barrier of action merupakan suatu
glukosa dan resistensi insulin. persepsi pasien tentang hambatan melakukan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan atau perilaku hidup sehat sehingga
sebagian besar jenis kelamin pada kelompok perilaku tidak berubah. Berdasarkan hasil
kontrol dan perlakuan sama yaitu sebagian penelitian didapatkan pada kelompok kontrol
besar (93,75%) berjenis kelamin perempuan. didapatkan sebagian besar (62,5%) pada
Hal ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian komponen perceived benefit didapatkan hasil
yang menunjukkan bahwa sebagian besar negatif, sedangkan pada komponen perceived
pasien DM tipe 2 berjenis kelamin perempuan. barrier didapatkan ada hambatan sebesar
Penelitian Gautam et al., (2009) tentang cross 56,25. Hal ini berbeda dengan data pada
sectional study kualitas hidup pasien DM tipe kelompok perlakuan di mana sebagian besar
2 di India, sebagian besar responden berjenis (56,25%) pada komponen perceived benefit
kelamin perempuan. WHO (2006) menyatakan, menunjukkan positif, sedangkan pada
DM merupakan salah satu penyakit dengan komponen perceived barrier didapatkan
angka kejadian tertinggi di Indonesia sehingga tidak ada hambatan sebesar 68,75%.
menjadikan Indonesia peringkat ke 6 di dunia. Faktor perceived benefit ini sangat penting
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa diidentifikasi apabila penderita DM ingin
angka kejadian DM pada perempuan lebih mengubah perilaku menjadi perilaku yang
banyak dibandingkan laki-laki. Beberapa sehat yang menunjang perawatan penyakit
faktor risiko seperti obesitas, kurang olah raga, DM yang dialaminya. Seseorang yang merasa
usia dan riwayat DM saat hamil menyebabkan suatu perilaku tersebut tidak bermanfaat bagi
tingginya kejadian DM pada perempuan. dirinya maka seseorang akan cenderung tidak
Faktor personal yang ketiga adalah termotivasi untuk melakukannya, sedangkan
faktor pendidikan. Hasil penelitian didapatkan pada faktor perceived barrier perlu juga
data sebagian besar (56,25%) berpendidikan diidentifikasi agar hambatan-hambatan yang
SD pada kelompok kontrol, sedangkan pada dipersepsikan penderita DM dalam melakukan
kelompok perlakuan hampir sebagian besar suatu perubahan perilaku hidup sehat mampu
283
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 279288
dicarikan solusi sehingga tidak menghambat baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Tol
penderita DM untuk membuat komitmen A et al., (2012) yang menyatakan bahwa
mengubah perilaku hidup sehat agar gula level pendidikan mempunyai hubungan
darahnya terkontrol. signifikan dengan elemen yang terdapat pada
Hasil uji statistik dengan Mann-Whitney DES meliputi pengelolaan aspek psikososial
didapatkan hasil terdapat perbedaan nilai diabetes (r = 0,078, p = 0,04), penilaian ketidak
pre-test dan post-test self empowerment yang puasan dan kesiapan berubah (r = 0,076, p =
bermakna antara kelompok perlakuan dan 0,04), serta penetapan dan pencapaian tujuan
kelompok kontrol. Jika dilihat pada lampiran diabetisi (r = 0,09, p = 0,01). Hal ini dapat
tabulasi dapat disimpulkan bahwa pada diasumsikan bahwa semakin tinggi pendidikan
kelompok perlakuan dan kontrol sama-sama diabetisi maka self empowerment yang
mengalami peningkatan tetapi kelompok dimiliki juga akan semakin baik. Kemampuan
kontrol mengalami peningkatan yang sangat intelektual yang dimiliki oleh individu akan
sedikit sehingga cenderung tetap. Hal ini mempengaruhi kemampuan penerimaan
menunjukkan bahwa self empowerment individu terhadap sesuatu. Individu akan lebih
kelompok perlakuan lebih meningkat setelah matang terhadap proses perubahan yang ada
penerapan diabetes empowerment education. dalam dirinya sehingga lebih mudah menerima
Hasil penelitian apabila dihubungkan pengaruh luar yang positif sehingga kesiapan
dengan karakteristik responden berdasarkan untuk berubah baik.
usia menunjukkan bahwa sebagian besar Self empowerment kelompok perlakuan
responden pada kelompok kontrol dan mempunyai kategori cukup yang sebagian besar
perlakuan mempunyai usia 5160 tahun yang menderita DM selama 610 tahun. Tol A et al.,
mempunyai self empowerment kategori cukup (2012) menyatakan bahwa lama menderita DM
dan kurang. Data ini sesuai dengan penelitian mempunyai hubungan yang signifikan dengan
Tol et al., (2012) dalam studi cross sectional aspek penilaian ketidakpuasan dan kesiapan
tentang faktor yang mempengaruhi diabetes berubah (r = 0,1, p = 0,009). Hal ini dapat
empowerment di Iran yang menyatakan bahwa diasumsikan bahwa semakin lama seseorang
diabetes empowerment mempunyai hubungan menderita penyakit DM maka semakin rendah
yang signifikan dengan usia (p < 0,001). Tol kesiapan individu untuk berubah. Individu
et al., (2012) menyatakan usia mempunyai merasa nyaman dengan penyakitnya karena
hubungan signifikan dengan aspek penilaian telah terjadi proses adaptasi yang cukup
ketidakpuasan dan kesiapan untuk berubah lama sehingga cenderung kurang sensitive
yang terdapat pada Diabetes Empowerment menerima perubahan terhadap dirinya.
Scale (DES). Hal ini dapat diasumsikan bahwa Perceived benefit pada kelompok
faktor usia turut menentukan kemampuan perlakuan sebagian besar (56,25%) mempunyai
individu untuk mempunyai kontrol sendiri kategori positif. Kelompok perlakuan
terhadap keputusannya memilih alternatif mempunyai peningkatan self empowerment
kesehatan yang terbaik baginya. Individu dari cukup ke baik yaitu 2 responden, dan
dengan usia lansia akan mempengaruhi peningkatan self empowerment dari kategori
kemampuan kognitif dalam menganalisis kurang ke cukup sebanyak 6 responden.
pilihan yang terbaik bagi kesehatannya dan Hal ini menunjukkan bahwa individu yang
mempunyai kemampuan fisik yang terbatas mempunyai persepsi yang positif terhadap
bila mencari perawatan ke fasilitas kesehatan keuntungan melakukan perilaku hidup sehat
dan tenaga kesehatan. akan meningkatkan komitmen individu
Latar belakang pendidikan responden tersebut sehingga mampu meningkatkan self
pada kelompok kontrol dan kelompok empowerment pada dirinya. Perceived barrier
perlakuan sebagian besar pendidikan SD dan pada kelompok perlakuan juga menunjukkan
mempunyai self empowerment kategori cukup, sebagian besar (68,75%) mempunyai kategori
sedangkan responden dengan pendidikan tidak ada hambatan. Hal ini menunjukkan
SLTA mempunyai self empowerment kategori bahwa pada persepsi individu yang tidak
284
Peningkatan Self Empowerment dan Kualitas Hidup (Nian Afrian Nuari dan Melani Kartikasari)
menghambat dalam membuat komitmen dapat disebut juga dengan sesuatu yang berfokus
melakukan perubahan perilaku mampu pada pasien atau perawatan kolaboratif di
mengubah self empowerment dalam dirinya. mana pemberi pelayanan kesehatan dan pasien
Tujuan utama tentang pengelolaan membuat keputusan bersama (Borrot & Bush,
penyakit kronis seperti DM tipe 2 adalah 2008). Tujuan dari Diabetes empowerment
untuk mendorong pasien untuk mengambil education adalah meningkatkan kemampuan
tanggung jawab yang lebih besar untuk pasien DM melakukan pengelolaan mandiri
perawatan mereka, dan untuk melakukan terhadap penyakitnya dan mengurangi
perawatan secara mandiri. Promosi kesehatan komplikasi sehingga dapat meningkatkan
sudah dilakukan di Puskesmas Bendo oleh kualitas hidup. Konsep utama empowerment
tim promosi kesehatan yang ditunjuk oleh adalah informasi, komunikasi dan health
kepala puskesmas. Promosi kesehatan yang education (WHO, 2006).
dilakukan meliputi pemberian penyuluhan Elemen self empowerment pada pasien
tentang penyakit DM dan penatalaksanaan DM terdiri dari aspek psikososial penderita
DM yang dilakukan di poli umum dan DM, penilaian ketidakpuasan dan kesiapan
posyandu lansia di wilayah kerja puskesmas. untuk berubah, dan pengaturan dan pencapaian
Penyuluhan yang dilakukan oleh tim promosi tujuan diabetisi digunakan untuk menilai
kesehatan kurang teratur tiap bulannya, tidak persepsi kemampuan pasien untuk menetapkan
ada follow up setelah dilakukan penyuluhan tujuan yang realistis dan mencapainya dengan
dari tim promkes dan keaktifan peserta selama mengatasi hambatan dalam mencapai tujuan
penyuluhan belum maksimal. Penyuluhan diabetisi (Anderson & Funnel, 2000). Ketiga
yang dilakukan perlu dengan menerapkan elemen ini berkaitan dengan faktor personal
strategi empowerment sehingga meningkatkan yang dimiliki penderita DM seperti usia,
keaktifan peserta penyuluhan, mampu jenis kelamin, dan penghasilan yang dimiliki
meningkatkan kemampuan pasien untuk penderita DM. Selain faktor tersebut juga
membuat pilihan dan perubahan perilaku yang ada faktor yang mempengaruhi seseorang
diharapkan berasal dari faktor internal pasien mengembangkan pemberdayaan dirinya
sendiri. dari aspek persepsi dalam melakukan suatu
Tenaga kesehatan dan akademisi telah perilaku didasari oleh manfaat atau kerugian
memperkenalkan pemberdayaan diri sebagai tindakan tersebut.
faktor penting dalam mengelola penyakit Hasil analisis data pada kelompok
kronis. Ketika individu datang ke fasilitas perlakuan dan kontrol dengan uji Mann-
kesehatan perlu dilakukan pemberdayaan Whitney didapatkan hasil terdapat perbedaan
dengan pendekatan inovatif yang mencoba nilai pre-test dan post-test kualitas hidup
untuk meningkatkan kemampuan pasien untuk yang bermakna antara kelompok perlakuan
secara aktif memahami dan mempengaruhi dan kelompok kontrol, sehingga kelompok
kehidupan sehari-hari dan status kesehatan perlakuan mempunyai peningkatan kualitas
mereka. Pendekatan ini membantu pasien hidup yang lebih baik setelah dilakukan
diabetes membuat keputusan yang tepat penerapan diabetes empowerment
mengenai rencana perawatan penyakit education.
mereka sendiri. Pemberdayaan pasien yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
efektif dapat tercapai dengan memberikan kualitas hidup pada kelompok kontrol dan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan perlakuan sebagian besar kategori sedang
untuk melakukan perawatan terhadap dan mempunyai usia 51 sampai 60 tahun.
penyakitnya. Yusra (2012) dalam penelitiannya menyatakan
Diabetes empowerment education bahwa hubungan antara usia dengan kualitas
merupakan suatu edukasi yang diberikan hidup menunjukkan pola negative yang
kepada pasien DM dengan pendekatan artinya semakin bertambah umur semakin
empowerment (pemberdayaan) yang berfokus menurun kualitas hidup responden (p = 0,034,
pada pasien (Henshaw, 2006). Empowerment r = 0,194). Penelitian Anderson et al., (2003)
285
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 279288
juga menyatakan bahwa proses penambahan dirinya, sehingga lebih mudah menerima
usia berefek negative terhadap kualitas pengaruh luar yang positif, objektif dan
hidup pasien DM tipe 2. Individu mengalami terbuka terhadap berbagai informasi termasuk
perubahan fisiologis yang cepat setelah usia informasi kesehatan. Hal ini dapat diasumsikan
40 tahun. Hal ini dapat diasumsikan bahwa bahwa pendidikan merupakan faktor penting
seiring bertambahnya usia seseorang terjadi dalam memahami penyakit, perawatan diri,
perubahan fisik, psikologis dan intelektual. Hal pengelolaan DM serta pengontrolan gula
ini akan menyebabkan berpengaruh terhadap darah. Pasien dengan pendidikan tinggi akan
penurunan kemampuan perawatan diri dalam dapat mengembangkan mekanisme koping
penatalaksanaan DM. Penurunan fungsi yang konstruktif dalam menghadapi stresor
tubuh juga akan menurunkan kemampuan karena pemahaman yang baik terhadap
manajemen penyakit DM sehingga akan suatu informasi. Penderita DM yang telah
mudah terjadi gangguan kesehatan yang dapat mend apatkan diabetes empower ment
menurunkan kualitas hidup. education membuat individu bersikap positif
Peningkatan kualitas hidup pada serta akan mengambil tindakan yang tepat
kelompok perlakuan ditemukan lebih banyak dan bermanfaat bagi dirinya sehingga kualitas
responden perempuan karena memang hidup meningkat.
mayoritas responden berjenis kelamin Kualitas hidup responden pada
perempuan. Dalam penelitian Issa & Baiyewu perlakuan sebagian besar mempunyai kategori
(2006) tentang kualitas hidup pasien DM tipe sedang dengan lama waktu menderita DM
2, bahwa jenis kelamin tidak berhubungan selama 6 sampai 10 tahun. Hal ini sejalan
dengan rendahnya kualitas hidup. Yusra dengan penelitian Reid & Walker (2009) bahwa
(2012) juga menyatakan bahwa tidak terdapat terdapat hubungan antara lama menderita DM
hubungan signifikan antara kualitas hidup dengan kualitas hidup responden dengan pola
dengan jenis kelamin (p = 0,775). Hal ini hubungan negatif. Hal ini dapat diasumsikan
ditambahkan lagi oleh Reid & Walker (2009) bahwa semakin lama menderita DM semakin
pada penelitiannya membuktikan bahwa menurun kualitas hidup pasien. Penyakit DM
salah satu faktor demografi yang tidak yang diderita pasien dapat menimbulkan
berkontribusi terhadap kualitas hidup yang kecemasan pasien, sehingga semakin lama
rendah adalah jenis kelamin. Hal ini dapat waktu menderita suatu penyakit dapat
diasumsikan bahwa laki- laki dan perempuan menimbulkan kecemasan yang terus menerus
mempunyai kemampuan yang sama dalam pada diabetisi dan akan berakibat terhadap
penatalaksanaan pasien DM. Mereka juga penurunan kualitas hidup.
mempunyai sikap yang sama, menggunakan Faktor lain yang turut mempengaruhi
koping dan berperilaku sesuai dengan yang kualitas hidup pada pasien DM adalah sosial
diharapkan untuk mengelola penyakitnya. ekonomi. Dari hasil penelitian didapatkan
Ha si l p e nel it ia n me nu nju k k a n kualitas hidup penderita DM cenderung
peningkatan kualitas hidup banyak dialami rendah pada responden yang tidak bekerja
oleh responden yang mempunyai pendidikan dan mempunyai penghasilan kurang dari
SLTA dibandingkan dengan responden yang Rp.1.000.000. Pada penelitian Gautam et al.,
berpendidikan SD. Hasil penelitian Yusra (2009), menyampaikan bahwa kualitas hidup
(2012) menyatakan terdapat perbedaan yang rendah berhubungan dengan rendahnya
signifikan kualitas pada responden yang sosial ekonomi yang dimiliki pasien DM.
mempunyai pendidikan tinggi dan pendidikan Butler (2002) menyatakan status sosial
rendah. Sejalan dengan pendapat dari ekonomi dan pengetahuan tentang diabetes
Notoatmodjo (2003), tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang untuk melakukan
merupakan indikator bahwa seseorang telah manajemen perawatan diri DM. Keterbatasan
menempuh pendidikan formal di bidang sosial ekonomi pada penderita DM akan juga
tertentu. Seseorang dengan pendidikan baik, membatasi penderita DM untuk mencari
lebih matang terhadap proses perubahan pada informasi, pengobatan dan perawatan bagi
286
Peningkatan Self Empowerment dan Kualitas Hidup (Nian Afrian Nuari dan Melani Kartikasari)
287
Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Oktober 2015: 279288
288