Anda di halaman 1dari 2

ISU ISU PELAYANAN TRAVEL MENGENAI PELAYANAN PRAMUWISATA

1. Artikel dengan Judul Pramuwisata di Bali Diskriminatif Terhadap Wisatawan Lokal

Potensi kunjungan wisatawan lokal ke Bali sangat tinggi. Adalah kurang tepat jika
Bali hanya fokus menggarap pasar internasional saja. Dan sangat sayang jika potensi
besar ini tersia-sia karena pramuwisata di Bali bersikap diskriminatif terhadap
wisatawan lokal.Mengenai diskriminasi terhadap wisatawan lokal, sudah banyak
dikeluhkan. Jika tidak ditangani dengan serius, bukan tak mungkin Bali akan
kehilangan predikatnya sebagai destinasi wisata paling ramah-pengunjung di
Indonesia. Dari contoh-contoh pendapat yang dipaparkan beberapa orang wisatawan
local dari sumber artikel tersebut menyatakan pengalamannya diperlakukan tidak adil
salah satunya mendatangi restaurant dengan menunggu terlalu lam tidak dihampiri
oleh waiter/waitrees di restaurant tersebut. Tetapi tidak semua pramuwisata di Bali
memperlakukan wisatwan local diskriminasi contohnya di hotel mereka melayani
layaknya pelanggan tan memandang wisatawan local. Penulis juga menyatakan
bahwa ada salah satu pramuwisata yaitu rent car mobil memiliki alasan Di masa lalu,
kata pemilik rental asal Tabanan itu, nyewa mobil di Bali gampang, cukup dengan
menyerahkan fotocopy KTP. Namun kemudahan itu rupanya menjadi celah bagi
pelaku pencurian mobil. Beberapa tahun terakhir, banyak kasus pencurian mobil di
Bali dengan modus berpura-pura sebagai wisatawan lokal yang ingin sewa mobil.
Begitu mobil diserahkan, mereka bawa kabur ke luar Bali. Tidak Semua wisatawan
lokal seperti itu. Tapi pemilik rent car tidak mau ambil risiko, jika sudah kejadian,
apalagi mobil sudah di luar Bali, susah mengurusnya. Penulis memaparkan bahwa
yang dimaksud dengan pramuwisata dalam tulisannya tidak spesifik merujuk pada
profesi tertentu, melainkan semua orang yang beraktifitas di daerah pariwisata
mulai dari manager hotel sampai ke tukang parkir, mulai dari manajemen perusahaan
travel sampai ke taour guide dan sopirnya, mulai dari pegawai artshop sampai ke
pedagang asongan (acung), mulai dari satpam hotel sampai penjaga pintu di obyek
wisata.

2. Artikel dengan Judul Travel Guide Ilegal Asal Tiongkok di Bali Makin Banyak

Semakin bertambahnya wisatawan asal Tiongkok yang datang ke Bali ternyata diikuti
pula dengan semakin bertambahnya wisatawan asal negeri itu yang sekaligus
merangkap menjadi pemandu di destinasi-destinasi wisata Bali. Keberadaan mereka
yang merangkap menjadi pemandu wisata berbahasa Mandarin dan dialek lain China
itupun sudah diketahui pemerintah. Tim Percepatan Pengembangan 10 Destinasi
Kementerian Pariwisata pun menyatakan nantinya akan dibenahi secara perlahan.
Namun untuk saat ini, karena Indonesia juga kekurangan pemandu wisata
berkemampuan bahasa Mandarin, jadi sementara dibiarkan dahulu. Alasan lain
keputusan pemerintah membiarkan mereka beroperasi, kata dia, adalah agar jangan
sampai wisatawan China yang jumlahnya semakin banyak itu "lepas". Secara hukum,
warga negara asing bekerja tanpa visa bekerja alias menyalahgunakan visa kunjungan
ke Indonesia jelas suatu pelanggaran cukup serius. Pelakunya pun bisa dideportasi.
Sebelumnya, Asosiasi Agen Perjalanan dan Wisata Indonesia (ASITA) mendesak
Pemerintah Provinsi Bali membentuk satuan tugas khusus untuk menertibkan pekerja
asing, khususnya dari Tiongkok, karena banyak ditemukan yang melakukan praktik
sebagai pemandu wisata ataupun travel guide ilegal di Bali.
3. Artikel dengan Judul Dilema Guide di Bali, Lebih Penting Bahasa, Budaya atau
Ijin?

Keberadaan guide atau pemandu wisata di Bali, banyak menimbulkan persoalan yang
bisa merusak pariwisata itu sendiri atau bahkan merusak citra budaya Bali secara
keseluruhan, jika tidak diperbaiki. Idealnya, seorang pemandu wisata atau guide
mesti (a) menguasai bahasa asing yang fasih; sekaligus (b) menguasai sejarah,
kebudayaan dan agama Hindu dengan komprehensif; dan (c) memiliki ijin operasi.
Yang lebih banyak adalah pemandu wisata berbahasa asing dengan fasih namun
memiliki pengetahuan sejarah-budaya-dan-agama Hindu Bali, yang minimal. Lebih
parahnya lagi, banyak diantara mereka yang beroperasi tanpa ijin, alias liar.
Pemandu wisata seperti ini, cenderung ngawur dalam menjelaskan suatu obyek
wisata di Bali, sebab mereka pikir, toh turisnya tidak tahu. Di sisi lainnya,
menguasai bahasa asing dengan baik namun menjelaskan muatan sejarah-budaya-
nilai agama suatu obyek dengan salah, mungkin tidak membuat wisatawan frustrasi,
tetapi bisa menimbulkan persepsi yang keliru tentang Bali. Lebih parahnya, persepsi
keliru itu bisa bersifat permanent jika sang wisatawan tak pernah berkunjung ke Bali
lagi di masa yang akan datang. Satu hal yang mungkin luput dari pemahaman para
guide atau pemandu wisata model ini adalah: wisatawan datang ke Bali sebagian
besar karena tertarik dengan sejarah-budaya-dan-agama Hindu di Bali bukan view
semata-mata, bukanpanorama semata-mata, apalagi hiburan.

Anda mungkin juga menyukai