Anda di halaman 1dari 13

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Kadir Pore
Umur : 64 tahun
Alamat : Desa Lais, Kecamatan Dondo, Kabupaten Toli-toli
Pekerjaan : Pensiunan
Pendidikan terakhir : S1
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Tanggal pemeriksaan: 20/1/2016
Ruangan : Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Undata

II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Gatal pada kulit yang kemerahan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan gatal pada kulit dirsakan sejak 2 minggu yang
lalu. Gatal dirasakan terus-menerus. Sebelum pasien mengeluh gatal, pasien
mengaku timbul bercak kemerahan di kulit. Bercak kemerahan awalnya
berukuran kecil, lalu kemudian membesar. Awalnya bercak kemerahan timbul
di paha atas, kemudian bercak kemerahan tersebut menyebar ke tungkai bawah,
tangan, dan punggung pasien. Pasien sudah memakai salep pikansuhuan dan
pasien mengaku kulit yang kemerahan sembuh dengan menggunakan salep
tersebut.
Kebersihan tubuh pasien terjaga, pasien mandi 2 kali sehari. Lingkungan tempat
tinggal pasien juga bersih.

1
Riwayat penyakit dahulu :
Diabetes mellitus (-), hipertensi (+), kolesterol (+), alergi obat (-). Pasien
mengeluh sering nyeri pada kaki dan mengonsumsi obat prednisone jika nyeri
pada kaki sedang kambuh. Pasien mengonsumsi prednisone sejak sekitar 1
tahun.

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalisata
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : tidak dilakukan penghitungan IMT
b. Vital Sign
Tekanan darah : 190/130 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Respirasi : 16 kali/menit
Suhu : tidak dilakukan pengukuran
c. Status Dermatologis
Lokalisasi:
1. Kepala : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
2. Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
3. Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
4. Punggung : Ditemukan patch eritematosa berbatas tegas
dengan squama, central healing, dan tepi lesi aktif
5. Perut : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
6. Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
7. Bokong : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
8. Ekstremitas atas : Ditemukan patch eritematosa pada punggung
tangan kiri dan kanan

2
9. Ekstremitas bawah : Ditemukan patch eritematosa berbatas tegas
dengan squama, central healing, dan tepi lesi aktif pada regio inguinal,
tungkai atas, dan tungkai bawah

IV. GAMBAR

Gambar 1. Tampak patch eritematosa pada punggung tangan kiri dan kanan

Gambar 2. Tampak patch eritematosa berbatas tegas dengan squama,


central healing, dan tepi lesi aktif pada punggung

3
Gambar 3. Tampak patch eritematosa berbatas tegas dengan squama,
central healing, dan tepi lesi aktif pada regio inguinal dan tungkai atas

Gambar 4. Tampak patch eritematosa berbatas tegas dengan squama,


central healing, dan tepi lesi aktif pada tungkai bawah

V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan gatal pada kulit yang kemerahan dirsakan
sejak 2 minggu yang lalu. Bercak kemerahan yang awalnya kecil dan muncul
pada region inguinal, kemudian membesar dan menyebar ke tungkai bawah,
tangan, dan punggung pasien.. Pasien mengonsumsi prednisone sejak sekitar 1
tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan patch eritematosa berbatas tegas
dengan squama, central healing, dan tepi lesi aktif pada punggung, regio
inguinal, tungkai atas, dan tungkai bawah. Ditemukan juga patch eritematosa
pada punggung tangan kiri dan kanan.

4
VI. DIAGNOSA KERJA
Tinea corporis et cruris

VII. DIAGNOSA BANDING


Psoriasis vulgaris
pitiriasis rosea
kandidiasis intertriginosa
neurodermatitis sirkumskripta

VIII. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


Pada pemeriksaan mikroskopik kerokan dengan menggunakan KOH didapatkan
gambaran hifa.

Gambar 5. Tampak hifa pada pemeriksaan KOH 10% (hasil pemeriksaan


KOH positif)

IX. PENATALAKSANAAN

5
a. Non Medikamentosa
minum obat secara teratur
menjaga kulit tetap kering, memakai pakaian yang longgar dan dari
bahan yang menyerap keringat
mencuci dan mengganti pakaian secara teratur
b. Medikamentosa
Topikal
Mikonazol 1%
Sistemik :
Itrakonazol 200mg 1x1
Cetrizine 10 mg 1x1

X. PROGNOSIS
a. Qua ad vitam : ad bonam
b. Qua ad fungtionam : ad bonam
c. Qua ad sanationam : ad bonam
d. Qua ad cosmetikam : ad bonam

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan gatal pada kulit dirsakan sejak 2 minggu
yang lalu. Gatal dirasakan terus-menerus. Sebelum pasien mengeluh gatal, pasien
mengaku timbul bercak kemerahan di kulit. Bercak kemerahan awalnya berukuran
kecil, lalu kemudian membesar. Awalnya bercak kemerahan timbul di paha atas,
kemudian bercak kemerahan tersebut menyebar ke tungkai bawah, tangan, dan
punggung pasien. Pasien sudah memakai salep pikansuhuan dan pasien mengaku
kulit yang kemerahan sembuh dengan menggunakan salep tersebut. Kebersihan
tubuh pasien terjaga, pasien mandi 2 kali sehari. Lingkungan tempat tinggal
pasien juga bersih. Pasien mengonsumsi prednisone sejak sekitar 1 tahun.

6
Pada pemeriksaan fisik didapatkan patch eritematosa berbatas tegas
dengan squama, central healing, dan tepi lesi aktif pada punggung, regio inguinal,
tungkai atas, dan tungkai bawah. Ditemukan juga patch eritematosa pada
punggung tangan kiri dan kanan.
Kortikosteroid merupakan salah satu obat yang digunakan secara luas dan
merupakan pengobatan yang efektif pada berbagai penyakit inflamasi dan
autoimun. Obat ini dapat digunakan untuk terapi pengganti pada insufisiensi
adrenal (pada dosis fisiologis) dan pada dosis suprafisiologis dapat digunakan
pada berbagai kelainan dermatologi, oftalmologi, reumatologi, pulmonary,
hematologi, dan gastrointestinal. 1
Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah limfosit secara cepat, terutama
bila diberikan dalam dosis besar. Efek ini, yang berlangsugn selama beberapa jam,
diduga akibat redistribusi limfosit. Setelah 24 jam, jumlah limfosit dalam sirkulasi
biasanya kembali ke nilai sebelumnya. Studi terbaru menunnjukkan bahwa
kortikosteroid menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas seluler, dan
ekspresi gen yang menyandi berbagai sitokin (IL-1, IL-2, IL-6, IFN-). Terdapat
bukti bahwa gen sitokin memiliki glucocorticoid response element yang bila
berkaitan dengan kortikosteroid akan menyebabkan hambatan transkripsi gen IL-
2. 2
Tinea corporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut
(glabrous skin), sedangkan tinea cruris merupakan dermatofitosis pada lipat paha,
daerah perineum, dan sekitar anus. Definisi dermatofitosis adalah penyakit pada
jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum epidermis,
rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Jamur ini dapat
menginvasi seluruh lapisan stratum korneum dan menghasilkan gejala melalui
aktivasi respons imun pejamu. 3
Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan
pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon
pejamu. 4
Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6
jam, dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi

7
keratinase (keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi
pertumbuhan jamur ini di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas
proteolitik dan lipolitik dengan mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan
activator plasminogen jaringan) yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel
dalam menginvasi pejamu. Proses ini dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari
kedua sel, dan pengaruh sebum antara artrospor dan korneosit yang dipermudah
oleh adanya proses trauma atau adanya lesi pada kulit. 4
Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan
kecepatan melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan sekresi
proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur.
Diperlukan waktu 46 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum
setelah spora melekat pada keratin. 4
Respon imun pejamu terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami
yang memberikan respons cepat dan imunitas adaptif yang memberikan respons
lambat. Pertahanan utama dalam membasmi infeksi dermatofit adalah cell-
mediated immunity (CMI), yaitu T cell-mediated Delayed Type Hypersensitivity
(DTH). Kekurangan sel T dalam sistem imun menyebabkan kegagalan dalam
membasmi inf eksi dermatofit. Penyembuhan suatu penyakit infeksi pada hewan
dan manusia, baik secara alamiah dan eksperimental, berkorelasi dengan
pembentukan respon DTH. Infeksi yang persisten seringkali terjadi karena
lemahnya respon transformasi limfosit in vitro, tidak adanya respon DTH, dan
peningkatan proliferasi kulit dalam respon DTH. Reaksi DTH di mediasi oleh sel
Th1 dan makrofag, serta peningkatan proliferasi kulit akibat respon DTH
merupakan mekanisme terakhir yang menyingkirkan dermatofit dari kulit melalui
deskuamasi kulit. Respon sel Th1 yang ditampilkan dengan ciri pelepasan
interferon gamma (IFN-), ditengarai terlibat dalam pertahanan pejamu terhadap
dermatofit dan penampilan manifestasi klinis dalam dermatofitosis. 4
Keluhan yang biasa dirasakan pasien dengan tinea korporis yaitu adanya
rasa gatal. Gambaran klinis klasik berupa lesi anular dan biasanya serpiginosa
(ringworm like) dengan skuama pada seluruh tepi yang eritematosa dan sering
didapatkan vesikel. Lesi meluas secara sentrifugal. Di bagian tengah lesi kadang-

8
kadang dijumpai skuama, tetapi biasanya juga bersih tanpa lesi (central healing).
Area yang terkena infeksi adalah kulit yang terbuka. Infeksi bisa menyebar dari
kulit kepala ke leher, bagian atas tubuh atau bokong dan tubuh bagian bawah.
Tingkat keparahan bervariasi, sesuai spesies jamur penyebab dan status imunitas
pasien. 5
Keluhan yang biasa dirasakan pasien dengan tinea cruris yaitu rasa gatal
sampai nyeri karena iritasi akibat digaruk. Erupsi terjadi di kedua sela paha dan
tungkai atas bagian dalam, simetris, dengan batas tegas.lesi berupa macula
eritematosa berbatas tegas disertai papul dan vesikel multipel dengan tepi yang
meninggi. Lesi pada fase awal berupa plakat eritematosa, berbentuk kurva dengan
batas yang tegas meluas dari inguinal/sela paha ke bawah menuju tungkai.
Kadang-kadang bisa meluas sampai skrotum dengan skuama minimal. Pada
umumnya sering ditemukan penyebaran dari sela paha ke area tubuh lain. 5
Diagnosis klinis tinea corporis maupun tinea cruris dikonfirmasi dengan
pemeriksaan mikroskopis dan kulrut. Bahan untuk pemeriksaan mikologi
sebaiknya diambil dengan cara mengerok tepi lesi yang meninggi dan aktif.
Khusus untuk lesi yang berbentuk vesikel, seluruh atapnya atau atap bagian dalam
harus diambil untuk bahan pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik secara
langsung dengan KOH 10-20% menunjukkan hifa (dua garis lurus sejajar
transparan, bercabang dua/ dikotom dan bersepta) dengan atau tanpa artrospora
(deretan spora di ujung hifa) yang khas. Bila pemeriksaan KOH maupun kultur
hasilnya negative, tidak menyingkirkan diagnosis. 5
Beberapa diagnosis banding tinea corporis antara lain:
Nama penyakit kulit Gambar Keterangan

9
Pitiriasis rosea Tampak patch herald
(plak eritematosa
dengan colaratte).
Susunan lesi biasanya
berbentuk pohon
natal.6

Psoriasis vulgaris Tampak plak


eritematosa diliputi
skuama putih, dengan
titik-titik perdarahan
bila skuama dilepas.7

Beberapa diagnosis banding tinea cruris atara lain:


Nama penyakit kulit Gambar Keterangan

10
kandidiasis Lesi awalnya kecil,
intertriginosa berbatas tegas, berupa
vesikel atau pustule
superficial berdinding
tipis yang berukuran 2-
4 mm, macula eritema,
dan sering pula disertai
erosi dan maserasi.
Pada bagian tepi
kadang-kadang tampak
papul dan skuama
kolaret. Lesi satelit
berupa vesikel atau
pustulyang terdapat di
sekelilingnya.5
neurodermatitis Merupakan penyakit
sirkumskripta kronis, sangat gatal,
ditandai oleh satu atau
lebih plak likenifikasi
yang bisa mengenai
scalp, leher, ekstremitas
bagian ekstensor,
pergelangan kaki dan
ano-genital, biasanya
unilateral.5

Pengobatan topical digunakan untuk lesi tidak luas dan ringan. Obat yang
dipakai adalah: 5
Golongan imidazol. Mikonazol, klotrimazol, ekonazol, isokonazol,
sertakonazol dioleskan 2 kali sehari; sedangkan tiokonazol, ketokonazol,
bifonazol, oksinazol dioleskan 1 kali sehari. Diberikan selama 2-4 minggu.

11
Golongan alilamin. Naftifin, terbinafin, butenafin. Dioleskan 1 kali sehari
selama 1-2 minggu.
Tolnafat/ tolsiklat dioleskan 2-3 kali sehari, selama 2-4 minggu.
Siklopiroksolamin 1% dioleskan 2 kali sehari selama 2-3 minggu.
Salep whitfield/ AAV I/ antifungi DOEN. Berisi asidum salisilikum 3% dan
asidum benzoikum 6% dalam vaselin album, dioleskan 2 kali sehari selama 2-
4 minggu.
Salep 2-4/ 3-10. Berisi asidum salisilikum 2-3% dan sulfur presipitatum 4-
10% dalam vaselin album, dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu.
Obat sistemik diberikan untuk lesi yang luas atau lebih meradang, sering
kambuh dan tidak sembuh dengan obat topical yang sudah adekuat atau bentuk
rekalsitran. Obat yang dapat digunakan yaitu:5
Griseofulvin (fungistatik) 500mg/hari atau 10 mg/kgBB/hari untuk semua
umur selama 2-6 minggu.
Terbinafine (fungisidal) 250mg/hari sampai 2 minggu.
Itrakonazol (fungistatik) 100mg/hari sampai 15 hari atau terapi denyut 200mg
/ hari selama 7 hari.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Liu D, et. al.. A practical gude to the monitoring and management of


complications of systemic corticosteroid therapy. Allergy, Asthma &
Clinical Immunology. Vol. 9 No. 30. 2013.
2. Nfrialdi. Imunomodulator, Imunosupresan dan Imunostimulan, dalam
Gunawan SG (Ed.): Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Universitas
Indonesia; 2011.
3. Widaty S, Budimulja U. Dermatofitosis, dalam Menaldi SL (Ed.): Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.
4. Kurniati, Rosita C. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit & Kelamin. Vol. 20 No. 3. 2008.
5. Bramono K (Ed.). Dermatomikosis Superfisialis Edisi kedua. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
6. Klaus W, Johnson RA, Saavedra A. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology 7th Edition. New York: Mc Graw Hill; 2013.
7. Jacoeb TN. Psoriasis, dalam Menaldi SL (Ed.): Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2015.

13

Anda mungkin juga menyukai