Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

SISTEM RESPIRASI

Disusun oleh :

Dian Aryanti (0090840016)


Erovita Antoh (0090840024)
Idrus Alhamid (0090840132)
Frans R Sihombing (0090840058)
Firman Sangur (0090840033)
Linda K. Yembise (0090840114)
Thiolfa Lopak (0090840067)
Vinny Stevany Sompotan (0090840071)
Verdy Agus Yarangga(0090840065)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN

2011
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peran sistem pernapasan adalah untuk mengolah pertukaran oksigen dan karbon
dioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan semua sel untuk menghasilkan sumber
energy, adenosine trifosfat (ATP). Karbon dioksida dihasilkan oleh sel-sel yang secara
metabolis aktif dan membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh. Untuk
melakukan pertukaran gas, sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerjasama.

1.2 Kata Sulit


Sianosis : Diskolorasi kebiruan pada darah yang terjadi apabila
sejumlah besar hemoglobin dalam darah tidak berikatan
maksimun dengan molekul oksigen.
Incubator : Alat untuk memelihara bayi premature dalam lingkungan
dalam temperature dan kelembaban yang sesuai.
Prematur : Terjadi sebelum waktu yang tepat.

1.3 Kata Kunci


1. sianosis
2. Prematur

1.4 Masalah
Mengapa pada kasus ini bayi premature tampak sianosis ?

1.5 Hipotesa
Bayi premature tampak sianosis kemungkinan dikarenakan oleh kekurangan oksigen (O2).

1.6 Learning Objective


1. Anatomi : Sistem respirasi
2. Histologi : Sistem respirasi
3. Fisiologi : Sistem respirasi

1
BAB II

DASAR TEORI

1.1 Anatomi Sistem Respirasi

1.1.1 Hidung
Hidung terdiri dari dua bagian, yaitu :
1. Nasus eksternus
Nasus eksternus mempunyai ujung yang bebas, yang dilekatkan ke dahi
melalui radix nasi atau jembatan hidung. Lubang luar hidung adalah kedua nares
atau lubang hidung. Setiap naris dibatasi lateral oleh ala nasi dan di medial oleh
septum nasi. Rangka nasus eksternus dibentuk di atas oleh os nasale, processus
frontalis ossis maxillaries, dan pars nasalis ossis frontalis. Di bawah, rangka ini
dibentuk oleh lempeng-lempeng tulang rawan, yaitu cartilago nasi superior dan
inferior, dan cartilago septi nasi.
2. Cavum Nasi
Cavum nasi terletak di nares di depan sampai choanae di belakang. Rongga
ini di bagi oleh septum nasi atas belahan kiri dan kanan. Batas-batas cavum nasi
terdiri dari :
a. Dasar, dibentuk oleh processus palatinus maxillae dan lamina horizontalis
ossis palatine, yaitu permukaan atas palatum durum.
b. Atap, dibentuk dari belakang ke depann oleh corpus ossis sphenoidalis,
lamina cribrosa ossis ethmoidalis, os frontale, os nasale, dan cartilagines
nasi.

2
c. Dinding lateral, ditandai dengan tiga tonjolan disebut concha nasalis
superior, media, dan inferior. Area dibawah setiap concha disebut meatus.
Sedangkan di bagian atas concha disebut recessus sphenoethmoidalis.
d. Dinding media (septum nasi), bagian atas dibentuk oleh lamina
perpendicularis ossis ethmoidalis dan bagian posteriornya dibentuk oleh os
vomer. Bagian anterior di bentuk oleh cartilago septi.

PERSARAFAN CAVUM NASI


Nervus olfactorius berasal dari sel-sel olfactorius khusus yang
terdapat pada membrana mukosa. Saraf ini naik ke atas melalui lamina
cribrosa dan mencapai bulbus olfactorius.

1.1.2 Pharynx
Pharynx terletak di belakang cavum nasi, mulut dan larynx . Dinding pharynx
terdiri atas 3 lapis yaitu; mukosa, vibrosa, dan muscular. pharynx terbagi menjadi 3
bagian yaitu :

1. Nasopharynx
Terletak di belakang rongga hidung di atas pallatum molle. Batas-batas
nasopharynx yaitu ;
a. Atap, di bentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis
occipitalis
b. Dasar, di bentuk oleh permukaan atas pallatum mole yang miring. Isthmus
pharyngeus adalah lubang di dasar nasopharynx di antara pingir bebas
pallatum molle dan dinding posterior pharynx.
c. Dinding anterior, di bentuk oleh apertura nasalis posterior, di pisahkan oleh
pingir posterior septum nasi.
d. Dinding posterior membentuk, permukaan miring yang berhubungan degan
atap. Dinding ini di tunjang oleh arcus anterior atlantis.
e. Dinding lateral, tiap-tiap sisi mempunyai muara tuba auditiva ke pharynx.
M. Salphingoparyngeus yang melekat pada pingir bawa tuba, membentuk
lipatan vertikal pada membrana mucosa yang di sebut, plica
salphingopharyngeus
2. Oropharynx
Terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum molle sampai
di pinggir atas epiglottis. Batas-batas oropharynx ;
a. Atap, dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan isthmus pharyng
eus.
b. Dasar di bentuk oleh sepertiga posterior lidah dan celah antara lidah dan
permukaan anterior epiglottis.
c. Dinding anterior, terbuka kedalam rongga mulut melalui isthmus
oropharynx. Di bawah isthmus terdapat pars pharyngeus linguae.
3
d. Dinding posterior, disokong oleh corpus vertebra cervicalis kedua dan
bagian atas corpus vertebra cervicalis ke tiga.
e. Dinding lateral kedua sisi dinding lateral terdapat arcus palatoglossus dan
arcus palatopharyngeus dengan tonsila palatina di antarannya.
3. Laryngopharynx
Terletak dibelakang aditus larynges dan permukaan posteror larynx.
Laryngopharynx mempunyai dinding anterior, posterior, dan lateral.
a. Dinding anterior dibentuk oleh aditus laryngis dan membrana mucosa yang
meliputi permukaan posterior larynx.
b. Dinding posterior, di sokong oleh corpus vertebra cervicalis ke 3,4, 5 dan
ke 6.
c. Dinding lateral , di sokong oleh cartilago thyroidea dan membrana
thyrohyoidea.

1.1.3 Larynx
Larynx adalah organ khusus yaang mempunyai sphincter pelindung pada pintu
masuk jalan nafas, dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas larynx terbuka
ke dalam laryngopharynx, dan dibawah larynx berlanjut sebagai trachea. Kerangka
larynx di bentuk oleh beberapa kartilago, yang di hubungkan oleh membrana dan
ligamentum dan digerakan oleh otot. Larynx di lapisi oleh membrana mucosa.
a. Cartilago thyroidea terdiri atas 2 lamina cartilago hyalin yang bertemu di garis
tengah pada tonjolan sudut V. Pada permukan luar setiap lamina tedapat linea
obliqua sebagai tempat lekat musculus sterno thyroideus, M. Thyrohyoideus dan
M. Constrictor pharyngis inferior.
b. Cartilago cricoidea, pada masing-masing permukaan lateral terdapat facies
articularis sirkular untuk bersendi dengan cornu inferior cartilago thyroidea.
c. Cartilago arytenoidea, keduanya terletak di belakang larynx, pada pingir atas
lamina cartilago cricoidea. Masing-masing cartilago mempunyai apex di atas
dan basis di bawah. Apex menyanga cartilago corniculata. Basis bersendi
dengan cartilago cricoidea.
d. Cartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang besendi dengan apex
cartilagines arytenoideae dan merupakan tempat lekat plica aryepiglottica.
e. Cartilago cuneiformis merupakan 2 cartilago kecil berbentuk batang yang
terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica
aryepiglottica.
f. Epiglottis adalah sebuah cartilago elastis berbentuk daun yang terletak di
belakang radix linguae. Di depan berhubungan dengan corpus ossis hyoidei dan
di belakang oleh cartilago thyroidea. Sisi epiglottis berhubungan dengan
cartilago arytenoiea melalui plica aryepiglottica.

4
1.1.4 Trachea
Trachea terletak di dalam mediastinum superius ventral dari oesophagus.
Setinggi angulus sternalis atau vertebra thoracalis ke 5, trachea akan bercabang 2
(bifurcatio trachea), yaitu bronchus primarius ( principalis) dexter et sinister.
Trachea terdiri dari pars cartilagines dan pars membranaceus. Pars cartilagines
tersusun oleh 16-20 tulang rawan berbentuk tapal kuda yang menghadap ke ventral.
Pars membranaceus menghubungkan kedua ujung pars cartilagines yang terbuka di
bagian dorsal dan terdiri dari otot dan jaringan ikat. Di sebelah dalam bifurcatio
trachea terdapat tonjolan cincin trachea terakhir yang disebut carina.

1.1.5 Bronchus
Bronchus primarius dexter, bila dibandingkan dengan yang sinistra maka
bronchus ini lebih pendek, berpenampang lebih besar dan membuat sudut yang
lebih kecil terhadap trachea. Ia juga lebih cepat mengeluarkan cabang prtamanya
yaitu, bronchus lobaris superior. Arteri pulmonalis berjalan caudal dari cabang
pertama ini, oleh karena itu maka bronchus lobaris superior dexter disebut bronchus
eparterialis. Jarak percabangan pertama ini dengan percabangan berikutnya agak
panjang dan baggian bronchus principalis dexter antara percabangan pertama dan
percabangan kedua disebut bronchus intermedius. Pada ujung bronchus intermedius
akan keluar bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior dexter. Dari
masing-masing bronchi lobaris akan keluar bronchi segmentalis.
Bronchus primarius sinister, lebih lambat mengeluarkan cabang pertamanya yaitu
bronchus lobaris superior sinister. Arteri pulmonalis sinistra berjalan cranial
terhadap bronchus ini, oleh karena itu bronchus lobaris superior sinistra disebut
bronchus hiparterialis. Bronchus lobaris superior sinistra biasanya akan bercabang
dua yaitu, ramus aascendens dan ramus descendens dan barulah kemudian
bercabang-cabang menjadi bronchi segmentalis. Cabang kedua dari bronchus
primarius sinister adalah bronchus lobaris inferior sinister yang mempunyai empat
cabang bronchi segmentalis. Percabangan bronchus selengkapnya adalah sebagai
berikut
1) Bronchus Principalis dexter
a. Bronchus Lobaris superior dexter :
- Bronchus Segmentalis apicale
- Bronchus Segmentalis posterius
- Bronchus Segmentalis anterius
b. Bronchus Lobaris medius :
- Bronchus Segmentalislaterale
- Bronchus Segmentalis mediale
c. Bronchus Lobaris inferior dexter:
- Bronchus Segmentalis apicale (superius)
- Bronchus Segmentalis basale mediale

5
- Bronchus Segmentalis basale anterius
- Bronchus Segmentalis basale laterale
2) Bronchus Principalis Sinister
a. Bronchus Lobaris superior sinister :
Ramus ascendens
- Bronchus Segmentalis apicoposteriur
- Bronchus Segmentalis anterior
Ramus descendens
- Bronchus Segmentalis lingularis superior
- Bronchus Segmentalis lingularis inferior
b. Bronchus Lobaris inferior sinister :
- Bronchus Segmentalis apicalis (superior)
- Bronchus Segmentalis basalis medialis
- Bronchus Segmentalis basalis anterior
- Bronchus Segmentalis basalis lateralis
- Bronchus Segmentalis basale posterior

1.1.6 Pulmo
Pulmo adalah organ respirasi yang berbentuk seperti kerucut, melekat pada
trache dan cor melalui radis pulmonis dan ligamentum pulmonale. Organ ini
konsistensinya lunak, spongiosus dan elastis. Pulmo dexter lebih berat, lebih lebar (
oleh karena yang sinistra di desak cor ) dan lebih pendek ( sebab kubah diapraghma
yang kanan lebih dalam karena adanya hepar ) dibandingkan dengan pulmo
sinistra.

Bagian-bagian pada permukaan pulmo


a. Apex pulmo
Bagian ini terletak di dalam cupula pleurae dan menjulang ke atas sampai
setinggi collum costa ke-1 ke basis leher.
b. Basis pulmonis (facies diaphragmatica pulmonis)
Bentuknya cekung sesuai bentuk diphragma dibawahnya oleh karena adanya
hepar di sebelah kanan, maka diaphragma di bagian kanan lebih menonjol ke
dalam cavitas thoracis dibandingkan dengan yang kiri. Akibatnya maka
basis pulmonis dextra lebih cekung dari yang sinistra, juga pulmo dextra
lebih pendek dari pulmo sinistra.
c. Facies Costalis
Bagian ini biasanya lebih menonjol ke ruang antar costa.
d. Facies Medialis
Bagian ini dapat dibedakan lagi menjadi:
1. facies vertebralis
Bentuknya membulat dan terletak di dalam cekungan di kanan kiri
columna vertebralis.

6
2. Facies mediastinalis
Bagian ini berhadapan dengan mediastinum sehingga pada permukaan
terdapat cetakan-cetakan ( impresiones ) struktur-struktur dalam
mediastinum ( misal : impresio cardiaca )
3. Radix pulmonis
Terletak pada facies mediatinalis pulmonis dan merupakan kumpulan
struktur yang keluar atau masuk melalui hilum pulmonis.
4. Ligamentum pulmonale
Secara embriologis dibentuk dari evaginasi lungs bud ke dalam cavitas
thoracis. Terletak pada facies mediastinalis pulmonis dan terbentang
mulai hilum pulmonis sampai ke basis pulmonis.

Pembagian Pulmo

Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobi oleh celah-celah yang disebut


fissurae, yaitu fissura obliqua ( terdapat pada kedua pulmo ) dan fissura
horizontalis ( hanya terdapat pada pulmo dextra ).
Pulmo dextra terdiri dari tiga lobi yaitu lobus superior, lobus medius dan
lobus inferior. Lobus superior letaknya cranial dan ventral, lobus inferior terletak
caudal dan dorsal sedangkan lobus medius terdapat di antara lobus superior dan
lobus inferior.
Pulmo sinister terdiri dari dua lobus yaitu lobus superior dan loobus inferior.
Lobus suoerior dapat dinamakan lobus anterior oleh karena merupakan hampir
seluruh bagian ventral pulmo sinister. Bagian anteroinferior lobus superior
berupa tonjolan kecil yang menyerupai lidah dan disebur lingula pulmonis
sinistri. Lobus inferior dapat dinamakan lobus posterior oleh karena ia terletak di
bagian dorsal thorax.
Pulmo dapat dibagi lagi menjadi unit-unit yng lebih kecil yang disebut
segmen-segmen. Suatu segmen pulmonis adalah bagian dari lobus pulmonis yang
diliputi oleh suatu kapsul jaringan ikat yang melanjutkan diri ke pleura visceralis
dan mempuunyai bronchus dari orde ketiga serta pembuluh-pembuluh darahnya
sendiri. Dengan demikian maka pembagian pulmo adalah sebagai berikut :

1. Pulmo dexter terdiri dari :


a. Lobus superior :
- Segmentum apicale
- Segmentum posterius
- Segmentum anterius
b. Lobus medius :
- Segmentum laterale
- Segmentum mediale

7
c. Lobus inferior :
- Segmentum apicale (superius)
- Segmentum basale mediale
- Segmentum basale anterius
- Segmentum basale laterale.
- Segmentum basale posterius

2. Pulmo Sinister
a. Lobus superior :
- Segmentum apicoposterior
- Segmentum anterius
- Segmentum lingulare superius
- Segmentum lingulare inferius
b. Lobus inferior :
- Segmentum apicale (superius)
- Segmentum basale anterius
- Segmentum basale mediale
- Segmentum basale laterale
- Segmentum basale posterius

VASCULARISASI PULMO
1. Sirkulasi fungsional
Pembuluh-pembuluh darah yang megatur sirkulasi fungsional disebut vasa
publica. Darah di alirkan dari Aa. pulmonalis, kemudian mengalami
oksigenasi pada plexus capillaries alveolaris akan dialirkan ke Vv.
Pulmonalis dan bermuara ke dalam atrium sinistrum.
2. Sirkulasi nutritif
Sirkulasi ini dilayani oleh vasa bronchialis yang disebut sebagai vasa privata.
Darah di alirkan mulai dari Aa. Bronchialis kemudaian memasuki kapiler-
kapiler (bronchiolus respiratorius), dan darah di alirkan kembali melalui Vv.
Bronchialis dan selanjutnya masuk ke V. Azygos atau V. Hemiazygos.

INNERVASI PULMO
Dilayani oleh cabang-cabang N. Vagus dan serabut-serabut sympatis dari
ganglia thoracalis (I) II III IV (V) yang akan membentuk plexus
pulmonalis anterius (ventral dari bronchus) dan plexus pulmonalis posterius
(dorsal dari bronchus). Kualitas dari plexus ini adalah viscero sensorik dan
viscero motorik.

8
1.1.7 PLEURA
Pleura adalah suatu membran serous nesothelium yang membatasi cavitas
pleuralis, terletak provunffus terhadap vasciaendothora cica dan dapat di bedakan
menjadi pelura parietalis dan pleura viskelaris.
1. Pleura parietalis beerdasarkan letaknya dengan struktur yang berdekatan, dapat
dibedakan menjadi ;
a. pleura costalis
b. pleura mediaspinalis
c. pleura diaphragmatica
d. cupula pleurae( plura servikalis).
2. Pleura viscelaris ( pulmonalis), lapisan ini langsung meliputi permukaan luar
plumo. Pleura paretalis akan bertemu dengan pleura viscelaris pada radiks
pulmonis dan ligamentum pulmonale, sehingga terbentuk suatu ruangan tertutup
yang disebut cavitas pleuralis. Garis pertemuan antara pleura costalis dan pleura
mediastinalis dapat di proyeksikan pada permukaan dinding thorax dan
proyeksi-proyeksi ini di kenal sebagi garis-garis refleksi pleura. Jalannya garis-
garis refleksi pleura adalah :
a. Refleksi anterior, baik kanan maupun kiri turun dari puncak cupula
pleura, menyilang articulus sternoclavicularis. Keduanya kemudian
bertemu di linea mediana sterni setinggi angulus sternalis (kartilago
costa kedua).
b. Refleksi inferior kanan dan kiri menyilang tepi caudal costa ke7 pada
linea medioclavicularis, menyilang costa ke10 pada linea axillaris media
dan berakhir setingi pertengahan corpus vertebra thoracalis 12.
c. Refleksi posterior kanan dan kiri berjalan vertikal dari pertengahan
corpus vertebra thoracalis 12 sampai ke cupula pleurae.

Refleksi pleura lebih besar dari refleksi plumo sehingga pada tempat-tempat
tertentu terdapat ruangan pontensial yang disebut reccessus pleurales. Ruangan-
ruangan ini terdiri dari :

a. recessus (sinus) costodiaphragmatica dextra et sinistra, yaitu bagian dari


cavitas pleuralis yang terletak di antara pleura costalis dengan pleura
diaphragmatica.
b. recessus ( sinus) costomediastinalis, adalah bagian dari cavitas pleuralis
sinistra yang terletak diantara pleura costalis dengan pleura
mediastinalis.

VASCULARISASI PLEURA

Pleura parietalis mendapat darah dari Aa. Intercostalis posterior, Aa. Thoracica
interna dan Aa. Phrenica superior. Sedangkan pleura visceralis mendapat darah dari Aa.
Bronchialis, tetapi aakan kembali melalui Vv. Pulmonalis.

9
INNERVASI PLEURA

Pleura costalis mendapat serabur-serabut saraf sensorik dari Nn. Intercostalis 1-12.
Bagian perifer pleura diaphragmatica di innervasi N. Subcostalis dan N. Thoraco
abdominalis, sehingga rangsangan nyeri pada daerah ini akan dirasakan juga pada daerah
thorax bagian lateral dan dinding ventral abdomen. Bagian central pleura diaphragmatica
dan pleura mediastinalis di innervasi N. Phrenicus, sehingga rangsangan nyeri dari daerah
ini juga dirasakan pada daerah kuduk dan bahu (cranial 2-3).

2.2 Histologi Sistem Respirasi

Sistem pernapasan terutama berfungsi untuk menyelenggarakan pengambilan


oksigen oleh darah dan untuk pembuangan karbondioksida. Sistem pernapasan di bagi
menjadi 2 daerah utama yaitu bagian konduksi dimana terdiri dari rongga hidung,
nasofaring, laring, trakea, bronki, bronkiolus, serta bronkiolus terminalis, sedangkan pada
bagian respirasi terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveoli. Pada
bagian konduksi mempunyai 2 fungsi utama yaitu menyediakan sarana bagi udara yang
keluar masuk paru dan mengondisikan udara yang dihirup tersebut.

Epitel respirasi
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi oleh epitel bertingkat silindris bersilia yang
mengandung banyak sel goblet dan di kenal sebagai epitel respirasi. Pada epitel ini
mempunyai 5 jenis sel yang khas yaitu :

- Sel silindris bersilia


- Sel goblet mukosa
- Sel sikat (brush cell)
- Sel basal
- Sel granul kecil

2.2.1 Rongga hidung

Rongga hidung terdiri atas 2 struktur,yaitu:

1. Vestibulum
Vestibulum adalah bagian paling anterior, dan kulit luar hidung memasuki
nares (cuping hidung) dan berlanjut ke dalam vestibulum. Di sekitar permukaan
dalam nares terdapat banyak kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, dan rambut
pendek tebal (vibrissa) yang menahan dan menyaring partikel-partikel besar
dari udara inspirasi.

10
2. Fossa nasalis (cavum nasi)
Di dalam tengkorak terletak 2 bilik kavernosa yang dipisahkan oleh septum
nasi ossea. Dari masing-masing dinding lateral keluar tiga tonjolan tulang yang
dikenal sebagai concha superior, concha media, dan concha inferior. Di dalam
lamina propia concha terdapat pleksus vena besar yang dikenal sebagai badan
pengembang (swell bodies). Setiap 30 sampai 30 menit badan pengembang
pada satu sisi fosa nasalis akan penuh terisi darah sehingga mukosa concha
membengkak dan mengurangi aliran udara. Selain badan-badan pengembang,
rongga hidung memiliki system vascular. Pembuluih-pembuluh besar
membentuk jalinan-jalinan rapat dekat periosteum. Darah dari belakang
mengalir kedepan dalam arah yang berlawanan dengan aliran udara inspirasi
sehingga udara yang masuk dihangatkan secara efisien oleh system arus balik.
Menghidu (olfaction)

Kemoreseptor olfaktorius terletak pada epitel olfaktorius yaitu daerah


khusus membrane mukosa concha superior yang terletak di atap rongga hidung.
Epitel ini merupakan epitel bertingkat silindris yang terdiri atas 3 jenis sel yaitu
Sel penyokong
Memiliki apeks sillindris yang lebar dan basis yang lebihn sempit. Sel ini
mengandung pigmen kuning muda yang menimbulkan warna mukosa
olfaktorius ini.
Sel basal
Berukuran kecil, bentuknya bulat atau kerucut dan membentuk suatu
lapisan pada basis epitel.
Sel olfaktorius
Neuron bipolar yang dibedakan dari sel-sel penyokong oleh letak intinya
yang terletak dibawah inti sel penyokong. Akson aferan dari neuron bipolar
bergabung dalam berkas kecil yang mengarah kesusunan saraf pusat,
tempat akson tersebut bersinaps dengan neuron dari lobus olfaktorius otak.
Lamina propria di epitel olfaktorius memiliki kelenjar bowman. Dimana
sekretnya menghasilkan medium cair disekitar sel-sel olfaktorius yang
mampu membersihkan silia dan memudahkan akses pembau.

Pengkondisian udara

Fungsi utama bagian konduksi adalah mengondisikan udara inspirasi.


Mukosa bagian ini dilapisi epitel respirasi khusus, dan terdapat banyak kelenjar
mukosa dan serosa serta jalinan vascular superficial yang luas di lamina propia.
Sewaktu udara memasuki hidung vibrisa besar menahan partikel kasar debu.
Saat udara mencapai fosa nasalis, zat renik dan gas-gas terperangkap didalam
lapisan mucous yang berfungsii melembabkan udara yang masuk, yang

11
melindungi lapisan alveoli yang halus agar tidak menjadi kering. Jalinan
vascular superficial yang luas juga menghangatkan udara yang masuk.

Sinus paranasalis

Sinus paranasalis adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila,


etmoid, dan sphenoid. Sinussinus ini dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih
titpis dan sedikit mengandung sel goblet. Sinus paranasalis berhubungan
langsung dengan rongga hidung melalui lubang-lubang kecil. Mukus yang
dihasilkan dalam rongga-rongga ini terdorong kedalam hidung sebagai akibat
dari aktifitas sel-sel epitel bersilia.

2.2.2 Nasofaring

Nasofaring adalah bagian pertama faring, yang berlanjut sebagai orofaring


ke kaudal, yaitu bagian oral dari bagian ini. Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi
pada bagian yang berkontak dengan palatum molle.

2.2.3 Laring

Laring adalah tabung tak teratur yang menghubungkan faring dan trakea.
Didalam laminqa propia terdapat tulang rawan hialin (tulang rawan yang lebih
besar) dan tulang rawan elastic (tulang rawan yang lebih kecil). Tulang rawan ini
juga berfungsi sebagai katup untuk mencegah masuknya makanan atau cairan yang
ditelan kedalam trakea. Tulang rawan ini juga berfungsi sebagai alat pengha sil
suara untuk fungsi fonasi.

Epiglotis yang terjulur keluar dari tepi laring, meluas kedalam faring dan
memiliki permukaan lingual dan laryngeal. Pada permukaan laryngeal didekat basis
epiglottis, epitelnya beralih menjadi epitel bertingkat silindris bersilia dan terdapat
kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Dibawah epiglotis mukosanya membentuk dua pasang lipatan yang meluas


kedalam lumen laring yaitu pita suara palsu atau plika vestibularis yang ditutupi
oleh epitel respirasi yang dibawahnya terdapat kelenjar serosa didalam lamina
propia. Pasangan lipatan bawah membentuk pita suara sejati. Berkas-berkas besar
serat elastin yang berjalan pararel membentuk ligamentum vokalis berada didalam
pita suara yang ditutupi epitel berlapis gepeng. Sejajar dengan ligament terdapat
berkas otot rangka yaitu muskulus vokalis yang mengatur ketegangan lipatan
tersebut beserta ligamentnya. Jika udara masuk otot-otot tersebut akan membantu
terbentuknya suara dengan frekuensi berbeda.

2.2.4 Trakea

Didalam lamina propia terdapat 16 sampai 20 cincin tulang rawan hyalin


berbentuk C yang menjaga agar lumen trakea tetap terbuka dan terdapat banyak
12
kelenjar seromukosa yang menghasilkan mukus yang lebih cair. Ligament
fibroelastis dan berkas otot polos terikat pada periosteum dan menjembatani kedua
ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligament tersebut mencegah distensi
berlebihan dari lumen sedangkan otot polosnya memungkinkan pengaturaan lumen.

Percabangan bronkus

Trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer yang memasuki paru dihilux.


Struktur ini dikelilingi jaringanm ikat padat yang membentuk suatu kesatuan yang
disebut akar paru. Bronkus primer berjalan kebawah dan keluar, member 3 cabang
bronkus diparu kanan dan 2 diparu kiri masing-masing memasok sebuah lobus paru.
Bronkus ini bercabang terus menjadi bronkus yang lebih kecil yang disebut
bronciolus. Setiap brochiolus memasuki lobus paru dan bercabang-cabang menjadi
5 sampai 7 bronchiolus terminalis. Setiap lobus dibatasi oleh septum jaringan ikat
tipis yang paling jelas terlihat pada fetus. Makin kearah kebagian respirasi akan
tampak penyederhanaan susunan histology maupun pada lamina propia
dibawahnya. Pembagian percabangan bronkus menjadi bronkus, bronchiolus dan
seterusnya, dapat dikatakan bersifat artificial.

2.2.5 Bronkus

Tulang rawan bronkus berbentuk tidak teratur dari pada tulang rawan trakea.
Pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh
lumen. Dengan mengcilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan
oleh lempeng-lempeng atau pulau-pulau tulang rawan hyalin. Pada lamina propria
banyak mengandung serat elastin dan memiliki banyak kelenjar serosa dan mukosa,
dengan limfosit yang berada di dalam lamina propia dan diantara sel-sel epitel.
terdapat kelenjar getah bening dan terutama banyak dijumpai dityempat
percabangan bronkus.

2.2.6 Bronkiolus

Bronkiolus yaitu jalan napas interlobular, tidak memiliki tulang rawan


maupun kelenjar dalam mukosanya, hanya terdapat sebaran sel goblet di dalam
epitel segmen awal. Pada bronkiolus epitelnya bertingkat silindris bersilia,yang
makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris
bersilia pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Epitel bronkiolus terminalis
mengandung sel clara. Sel ini tidak memiliki silia, memiliki granul sekretoris di
dalam apeksnya dan diketahui menyekresi protein yang melindungi lapisan
bronkiolus terhadap polutan oksidatif dan inflamasi. Bronkiolus juga
memperlihatkan daerah-daerah spesifik yang disebut badan neuroepitel. Fungsinya
belum diketahui tetapi badan-badan ini mungkin merupakan kemoreseptor yang
bereaksi terhadap perubahan komposisi gas dalam jalan napas. Lamina propria

13
bronkiolus sebagian besar tediri atas otot polos dan serat elastin. Otot-otot bronki
dan bronkioli berada di bawah kendali nervus vagus dan susunan saraf simpatis.

2.2.7 Bronkiolus respiratorius

Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2atau lebih bronkiolus


respiratorius yang berfungsi sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan
bagian respirasidari sistem pernapasan. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh
epitel kuboid bersilia dan sel clara, tetapi pada muara tepi alveolus, epitel
bronkiolus menyatu dengan sel-sel alveolus gepeng. Di antara alveolus, epitel
bronkiolusnya terdiri atas epitel kuboid bersilia, akan tetapi silia dapat tidak
dijumpai dibagian yang lebih distal. Otot polos dan jaringan ikat elastic terdapat di
bawah epitel bronkiolus respiratorius.

2.2.8 Duktus alveolaris

Makin ke distal pada bronkiolus respiratorius, jumlah muara alveolus ke


dalam dinding bronkiolus makin banyak sampai dinding tersebut seluruhnya
ditempati muara tersebut dan saluran napas dinamakan duktus alveolaris. Dalam
lamina propria yang mengelilingi tepian alveolus terdapat anyaman sel otot polos.
Otot polos tidak dijumpai pada ujung distal duktus alveolaris, matriks serat-serat
elastin dan kolagen merupakan satu-satunya penunjang bagi duktus serta alveolinya.
Duktus alveolaris bermuara ke dalam atrium yang berhubungan dengan sakus
alveolaris. Dua atau lebih duktus alveolaris berasal dari atrium. Banyak serat elastin
dan retikulin membentuk jalinan rumit yang mengelilingi muara atrium, sakus
alveolaris, dan alveoli. Serat-serat retikulin berfungsi sebagai penunjang yang
mencegah pengembangan yang berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler
halus dan septa alveolar yang tipis.

2.2.9 Alveolus

Secara structural, alveolus menyerupai kantung kecil yang terbuka pada satu
sisinya yang mirip sarang lebah. Didalamnya berlangsung pertukaran oksigen dan
karbon dioksida antara udara dan darah. Umumya, setiap dinding terletak diantara 2
alveolus yang bersebelahan dan disebut septum interalveolar. Satu septum
interalveolar terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis, dengan kapiler, fibroblast, serat
elastin dan retikulin, matriks dan sel jaringan ikat di antara kedua lapisan tersebut.
Kapiler dan jaringan ikat membentuk interstisium. Udara dalam alveolus dipisahkan
dari darah kapiler oleh 3 unsur yang secara kolektif disebut sawar darah udara. Pada
lapisan ini permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina basal yang menyatu dari
sel alveolus dan sel endotel, dan sitoplasma sel endotel. Di dalam septum
interalveolus ditunjang oleh jalinan serat retikulin dan elastin. Serat-serat yang
tersusun agar dinding alveolus dapat mengembang dan mengkerut, adalah alat
penyangga structural utama di alveolus. Membran basal dibentuk oleh penyatuan 2

14
lamina basal yang diproduksi oleh sel endotel dan sel epitel dinding alveolus.
Oksigen dari udara alveolus masuk ke darah kapiler melalui sawar udara-darah,
karbon dioksida berdifusi kea rah yang berlawanan. Pembebasan karbon dioksida
dari H2CO3 dikatalisis oleh enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel
darah merah. Lapisan endotel kapiler bersifat kontinu dan tidak bertingkap.
Berkumpulnya inti dan organel lain pada satu tempat menyebabkan sisa daerah sel
menjadi sangat tipis sehingga efisiensi pertukaran gas meningkat. Ciri utama
sitoplasma dibagian sel yang tipis adalah banyaknya vesikel pinositotik.

Sel tipe I (sel alveolus gepeng), merupakan sel yang sangat tipis yang
melapisi permukaan alveolus sekitar 97% dari permukaan alveolus. Organel-organel
seperti kompleks golgi, ER, dan mitokondria berkumpul di sekitar inti yang
mengurangi tebalnya sawar udara darah sehingga sebagian besar daerah sitoplasma
hamper bebas dari organel. Sitoplasma pada bagian tipis mengandung banyak
vesikel pinositotik,yang berperan pada pergantian surfaktan dan pembuangan
partikel kontaminan kecil dari permukaan luar.Sel epitel tipe I mempunyai taut
kedap yang berfungsi mencegah perembesan cairan jaringan ke dalam ruang udara
alveolus. Fungsi utama sel ini adalah membentuk sawar dengan ketebalan minimal
yang dapat di lalui gas dengan mudah. Sel tipe II terbesar di antara sel-sel alveolus
tipe I.kedua jenis sel ini saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Terletak
di atas membrane basal adalah bagian dari epitel dan mempunyai asal yang sama
dengan sel tipe I yang melapisi dinding alveolus.sel-sel ini membelah dengan cara
mitosis untuk mengganti populasinya sendiri dan juga mengganti populasi sel tipe I.
Sel tipe II menampakkan cirri sitoplasma bervesikel yang khas atau berbusa yang
disebabkan adanya badan lamella. Badan lamella menghasilkan materi yang
menyebar di atas permukaan alveolus dan membentuk lapisan alveolus di luar sel
yaitu surfaktan paru, yang menurunkan tegangan permukaan alveolus. Tanpa
adanya surfaktan, alveolus cenderung kolaps selama ekspirasi. Pada perkembangan
fetus, surfaktan muncul pada minggu-minggu terakhir kehamilan dan bertepatan
dengan menculnya badan lamella dalam sel tipe II.

Makrofag paru
Disebut juga sel debu, terdapat di dalam septum interalveolar dan sering
terlihat di pada permukaan alveoli. Makrofag berisi karbon dan debu di dalam
jaringan ikat di sekitar pembuluh darah utama atau di dalam pleura. Derbis yang
difagositosis dalam sel ini kemungkinan berasal dari lumen alveolus dan masuk ke
dalam interstisium melalui aktivitas pinositosis sel alveolus tipe I.

Pembuluh darah paru


Arteri pulmonal memiliki dinding yang sangat tipis akibat tekanan yang
rendah di dalam sirkulasi paru. Di dalam paru,arteri pulmonal bercabang mengikuti
percabangan bronkus. Cabang-cabangnya di kelilingi adventitia bronki dan
bronkioli. Di daerah duktus alveolaris cabang-cabang arteri membentuk jalinan
15
kapiler di dalam septum interalveolaris dan berkontak erat dengan epitel alveolus.
Venula yang berasal dari jalinan kapiler ditemukan satu-satu di dalam parenkim dan
agak menjauh dari jalan napas. Venula ditopang oleh selapistipis jaringan ikat dan
memasuki septum interalveolar. Setelah meninggalkan lobulus, vena mengikuti
percabangan bronkus ke arah hilus. Pembuluh nutrient mengikuti percabangan
bronkus dan mendistribusikan darah ke sebagian besar paru sampai pada bronkiolus
respiratoorius di tempat pembuluh ini beranastomosis dengan cabang-cabang kecil
dari arteri pulmonal.

Pembuluh Limfe Paru


Pembuluh limfa mengikuti bronki dan pembuluh-pembuluh pulmonal.
pembuluh limfa di temukan dalam septum interalveolar dan semuanya mencurahkan
isinya ke dalam kelenjar getah bening di daerah hilus. Jalinan limfatik ini disebut
jalinan dalam untuk membedakan dari jalinan superficial yang mencakup pembuluh
limfa dalam pleura visceral. Pembuluh ini mengikuti seluruh pleura atau memasuki
jaringan paru melalui septum interlobular.

Saraf
Serat-serat saraf yang berhubungan dengan percabangan bronchial
membentuk pleksus pulmonalis, tersusun dari cabang-cabang N.vagus dan cabang-
cabang dari ganglia simpatis torasis. Baik serat-serat simpatis maupun serat-serat
parasimpatis berjalan bersama-sama pembuluh-pembulus pulmonalis.

Pleura
Pleura adalah membrane serosa yang menutupi paru. Pleura terdiri dari 2
lapisan yaitu parietal dan visceral yang menyatu di daerah hilus. Kedua membran
tersebut terdiri atas sel-sel mesotel yang berada di atas selapis jaringan ikat halus
yang mengandung serat kolagen dan elastin. Serat-serat elastin pleura visera
menyatu dengan serat elastin parenkim paru. Dalam keadaan normal rongga pleura
ini hanya mengandung sedikit sekali cairan yang bekerja sebagai pelumas yang
memudahkan pergeseran antara pleura sewaktu bernapas. Pada keadaan patologis
tertentu, rongga pleura dapat menjadi rongga sebenarnya yang mengandung cairan
atau udara.

Perkembangan system pernapasan


Pada janin,system pernafasan berasal dari suatu tonjolan ventral lantai faring
primitive pada bagian anterior usus depan. Penonjolan tersebut meluas ke bawah
dan membagi diri menjadi benih bronkial kanan dan bronkial kiri,dan masing-
masing bercabang-cabang lagi seraca dikotom. Penonjolan primer menjadi trakea,
tipa-tiap benih bronkial sebagai bronkus utama dan cabang-cabang selanjutnya
sebagai bronkus kecil, bronkiolus dan alveoli terminalis. Pada mulanya jaringan
paru-paru nampak menyerupai kelenjar yakni alveoli yang dilapisi epitel, terbenam

16
didalam mesoderm. Bagian mesoderm menyusun selubung tambahan dari system
misalnya jaringan ikat, otot.

2.3 Aspek Fisiologi


Respirasi merupakan proses pernapasan yang terdiri atas 2 jenis yaitu : pernapasan
eksterna, dimana proses pertukaran gas antara udara lingkungan dan sel-sel tubuh
(penyerapan O2 dan pengeluaran CO2), dan pernapasan interna, yakni penggunaan O2 dan
produksi CO2 oleh sel serta pertukaran gas diantara sel tubuh dan media cair di sekitarnya.
System respirasi terdiri atas organ pertukaran gas (paru) dan suatu pompa ventilasi
paru. Pompa ventilasi ini terdiri atas dinding dada, otot pernapasan, pusat pernapasan di
otak, serta jaras dan saraf yang menghubungkan pusat pernapasan dengan otot pernapasan.
Pada keadaan istirahat, frekuensi pernapasan manusia normal berkisar antara 12-15
kali/menit. Dalam sekali bernapas, sekitar 500 mL udara dihirup dan dikeluarkan dari paru.
Udara tersebut bercampur dengan gas yang terdapat di alveoli, dan selanjutnya melalui
proses difusi sederhana, O2 masuk ke dalam darah di kapiler paru, CO2 dari darah masuk ke
dalam alveoli.

Otot pernapasan
Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui 2 cara, yaitu dengan gerakan naik-
turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan dengan depresi
dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior
rongga dada.
Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui
metode pertama, yaitu melalui gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma
menarik permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian, selama ekspirasi, diafragma
mengadakan relaksasi, dan sifat elastic daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada, dan
struktur abdomen akan menekan paru-paru dan mengeluarkan udara. Namun, selama
bernapas kuat, daya elastic tidak cukup kuat untuk menghasilkan ekspirasi cepat yang
diperlukan, sehingga diperlukan tenaga ekstra yang terutama diperoleh dari kontraksi otot-
otot abdomen, yang mendorong isi abdomen ke atas melawan dasar diafragma, sehingga
mengkompresi paru.
Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat rangka iga.
Pengembangan paru ini dapat terjadi karena pada posisi istirahat, iga miring ke bawah,
dengan demikian sternum turun ke belakang ke arah kolumna vertebralis. Tetapi, bila
rangka iga dielevasikan, tulang iga langsung maju sehingga sternum sekarang bergerak ke
depan menjauhi spinal, membentuk jarak anteroposterior dada kira-kira 20% lebih besar
selama inspirasi maksimum dibandingkan selama ekspirasi. Oleh karena itu, otot-otot yang
mengelevasikan rangka dada dapat diklasifikasikan sebagai otot-otot inspirasi dan otot-otot
yang menurunkan rangga dada diklasifikasikan sebagai otot-otot ekspirasi. Otot paling

17
penting yang mengangkat rangka iga adalah otot intercostalis eksterna, tetapi ada juga otot-
otot tambahan yaitu sternocleidomastoideus (mengangkat sternum), serratus anterior
(mengangkat sebagian besar iga), dan scalenus (mengangkat 2 iga pertama).
Otot-otot yang menarik rangka iga ke bawah selama ekspirasi adalah rektus
abdominis, yang mempunyai efek tarikan ke arah bawah yang sangat kuat terhadap iga-iga
bagian bawah pada saat yang bersamaan ketika oto-otot ini dan otot-otot abdomen lainnya
menekan isi abdomen ke atas ke arah diafragma ; dan intercostalis internus, yang
mempunyai fungsi yang berlawanan dengan otot intercostalis eksternus.

Inspirasi dan Ekspirasi


Paru-paru merupakan struktur elastic yang akan mengembang mengempis seperti
balon, dan akan mengeluarkan semua udaranya melalui trachea bila tidak ada kekuatan
untuk mempertahankan pengembangannya. Pada keadaan normal, hanya ditemukan selapis
tipis cairan di antara paru dan dinding thoraks (ruang intrapleura). Paru dengan mudah
dapat bergeser sepanjang dinding thoraks, namun sukar dipisahkan dari dinding thoraks
seperti halnya 2 lempeng kaca basah yang dapat digeser namun tak dapat dipisahkan.
Tekanan di dalam ruang antara paru dan dinding thoraks (tekanan intrapleura) bersifat
subatmosferik. Pada saat lahir, jaringan paru mengembang hingga teregang, dan pada akhir
ekspirasi tenang, kecenderungan daya recoil jaringan paru untuk menjauhi dinding thoraks
diimbangi oleh daya recoil dinding thoraks ke arah yang berlawanan. Jika dinding thoraks
dibuka, paru akan kolaps ; dan bila paru kehilangan elastisitasnya, thoraks akan
mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel shaped).
Inspirasi merupakan proses aktif. Setelah udara memasuki saluran hidung dan
faring, udara inspirasi berjalan melewati trakea, bronkus, bronkiolus, duktus alveolaris
sampai ke alveolus. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan volume intrathoraks.
Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar -2,5 mmHg
(relative terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru
akan semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negative, dan
udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding
thoraks kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara
daya recoil jaringan paru dan dinding thoraks. Tekanan di saluran udara menjadi sedikit
lebih positif, dan udara mengalir meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi
merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume
intrathoraks. Namun, pada awal ekspirasi, sedikit kontraksi inspirasi masih terjadi.
Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi.
Pada inpirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mmHg sehingga
pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi meningkat, derajat
pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang
menurunkan volume.

18
Dalam keadaan normal, jumlah udara yang diinspirasikan selama 1 menit (ventilasi
paru, volume respirasi semenit) sekitar 6 L (500 mL/napas x 12 napas/menit).

Volume Paru

1. Volume tidal adalah jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali inspirasi (atau
jumlah udara yang keluar dari paru setiap kali ekspirasi). besarnya sekitar 500 mL pada
pria.
2. Volume cadangan inpirasi (inspiratory reserve volume/IRV, yakni jumlah udara yang
masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa.
Besarnya biasanya mencapai 3000 mL.
3. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), yaitu jumlah udara yang
dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi, setelah
ekspirasi biasa, yang besarnya sekitar 1100 mL.
4. Volume residu (residual volume/RV) yaitu udara yang masih tertinggal di dalam paru
setelah ekspirasi maksimal, yang besarnya 1200 mL.

Kapasitas Paru
Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang perlu
menyatukan dua atau lebih volume-volume di atas. Kombinasi seperti itu disebut kapasitas
paru. Kapasitas paru terdir dari :

1. Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi. Ini
adalah jumlah udara (kira-kira 3500 mL) yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai
pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum.
2. Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume
residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal
(kira-kira 2300 mL).
3. Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan
volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan
seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan
kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 mL).
4. Kapasitas paru total adalah volume maksimum yang dapat mengembangkan paru
sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin (kira-kira 5800 mL) ; jumlah ini
sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu.

Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 2025 % lebih kecil
daripada pria, dan lebih besar lagi pada orang yang atletis dan bertubuh besar daripada
orang yang bertubuh kecil.

19
Compliance Paru
Luasnya pengembangan paru untuk setiap unit peningkatan tekanan transpulmonal
(jika terdapat cukup waktu untuk mencapai keseimbangan), disebut compliance paru. Nilai
compliance total dar kedua paru pada orang dewasa normal rata-rata sekitar 200 mL
udara/cm tekanan transpulmonal air. Artinya, setiap kali tekanan transpulmonal (perbedaan
antara tekanan alveolus dan pleura) meningkat sebanyak 1 cm air, maka volume paru,
setelah 1020 detik, akan mengembang 200 mL.
Terdapat hubungan antara perubahan volume paru dengan perubahan tekanan
transpulmonal yang digambarkan dalam diagram (Diagram Compliance Paru). Ciri khas
diagram compliance tersebut ditentukan oleh daya elastic paru. Daya elastic ini dapat
dibagi menjadi 2 bagian, yaitu daya elastic di jaringan paru itu sendiri, dan daya elastic
yang disebabkan oleh tegangan permukaan cairan yang melapisi dinding bagian dalam
alveoli dan ruang udara paru lainnya.
Daya elastic jaringan paru terutama ditentukan oleh jalinan serabut elastin dan
serabut kolagen di antara parenkim paru. Pada paru yang mengempis, serabut-serabut ini
secara elastic berkontraksi dan menjadi kaku; kemudian, ketika paru mengembang, serabut-
serabut menjadi teregang dan tidak kaku lagi, dengan demikian menjadi lebih panjang dan
mengerahkan daya elastic yang lebih kuat.
Daya elastic yang disebabkan oleh tegangan permukaan sifatnya jauh lebih
kompleks. Arti penting dari tegangan permukaan dapat digambarkan misalnya dengan
membandingkan compliance paru ketika terisi udara dan ketika terisi larutan salin. Ketika
paru terisi oleh udara, terjadi pertemuan antara cairan alveolus dengan udara dalam
alveolus. Pada keadaan paru terisi larutan salin, tidak terjadi pertemuan udara-cairan ; oleh
karena itu, tidak ada pengaruh tegangan permukaan, melainkan hanya daya elastic jaringan
saja yang bekerja dalam paru yang terisi larutan salin.

Surfaktan
Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan dalam air, yang berarti bahwa
surfaktan sangat menurunkan tegangan permukaan air. Surfaktan disekresikan oleh sel-sel
epitel penyekresi surfaktan khusus yang disebut sel epitel alveolus tipe II, dan kira-kira
merupakan 10% dari seluruh daerah permukaan alveoli. Sel-sel ini berbentuk granular,
mengandung inklusi di surfaktan ke dalam alveoli.
Surfaktan merupakan campuran kompleks dari beberapa fosfolipid, protein, dan ion.
Komponen yang paling penting adalah fosfolipid dipalmitoilfosfatidilkolin, apoprotein
surfaktan, dan ion kalsium. Zat-zat ini menurunkan tegangan permukaan dengan tidak
terlarut seluruhnya dalam cairan yang melapisi permukaan alveoli. Sebaliknya, sebagian
molekul terlarut sedangkan sisanya menyebar ke seluruh permukaan air dalam alveoli.
Permukaan ini memiliki besar tegangan 1/12-1/2 jumlah tegangan permukaan pada
permukaan air murni.

20
Dari segi kuantitatif, tegangan permukaan pada berbagai cairan yang berbeda
kurang lebih sebagai berikut : air murni, 72 dyne/cm; cairan normal yang melapisi alveoli
tetapi tanpa surfaktan, 50 dyne/cm; cairan yang melapisi alveoli dengan diliputi oleh
surfaktan dalam jumlah normal, antara 5-30 dyne/cm.
Semakin kecil alveolus (radiusnya), semakin besar tekanan alveolus yang
disebabkan oleh tegangan permukaan. Hal ini secara khusus memiliki arti penting bagi
bayi-bayi premature, karena kebanyakan bayi tersebut memiliki alveoli dengan radius <
radius alveoli orang dewasa. Selanjutnya, surfaktan secara normal mulai disekresikan ke
dalam alveoli antara bulan ke-6 sampai ke-7 kehamilan, bahkan ada yang lebih dari itu.
Oleh karena itu, banyak bayi premature hanya memiliki sedikit atau tidak memiliki sama
sekali surfaktan dalam alveolinya ketika bayi tersebut dilahirkan, dan parunya cenderung
untuk kolaps. Hal ini menyebabkan kondisi yang dikenal dengan sindrom gawat napas
pada bayi yang baru lahir (penyakit membrane hyaline).
Selain faktor-faktor di atas, proses pematangan surfaktan di paru dibantu juga oleh
hormone glukokortikoid. Menjelang usia kehamilan cukup bulan, kadar kortisol janin dan
ibu meningkat, dan jaringan paru janin menjadi kaya akan reseptor glukokortikoid. Apabila
bayi lahir premature, jaringan parunya belum banyak terkandung reseptor glukokortikoid,
sehingga surfaktan di dalam parunya tidak sepenuhnya mengalami pematangan.

Transport Oksigen
1. Penyaluran Oksigen ke Jaringan
System pengangkut O2 di tubuh terdiri atas paru dan system kardiovaskuler.
Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk ke
dalam paru, adanya pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju
jaringan, dan kapasitas darah untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada
derajat kontriksi jalinan vascular di jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 di dalam
darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah Hb dalam darah, dan afinitas Hb
terhadap O2.

2. Reaksi Hb dengan Oksigen


Dinamika reaksi Hb dengan O2 menjadikannya sebagai pembawa O2 yang sangat
tepat. Hemoglobin adalah suatu protein yang dibentuk dari 4 subunit, masing-masing
mengandung gugus hem (heme) yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Pada
orang dewasa normal, sebagian besar molekul hemoglobin mengandung 2 rantai dann
2 rantai . Hem adalah suatu kompleks yang dibentuk dari satu porfirin dan satu atom
besi fero. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2
secara reversible. Atom besi tetap berada dalam bentuk fero sehingga reaksi pengikatan
O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan Hb
dengan O2 yakni Hb + O2 HbO2. Karena setiap molekul Hb mengandung 4 unit Hb,
dan pada kenyataannya bereaksi dengan 4 molekul O2 membentuk Hb4O8.

21
Struktur kuartener Hb menentukan afinitasnya terhadap O2. Pada
deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam konfigurasi tense (T, tegang) yang
menurunkan afinitas molekul terhadap O2. Saat O2 pertama kali terikat, ikatan yang
menahan unit globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi relaxed (R, rileks) yang
memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya adalah peningkatan
afinitas terhadap O2 sebesar 500 kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini berbalik
sehingga terjadi pelepasan O2.

Gangguan Sistem Pernapasan


a. Hipoksia
Hipoksia merupakan suatu keadaan dimana organ dan jaringan di dalam tubuh
kekurangan O2. Hipoksia dapat terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Hipoksia hipoksik (hypoxic hypoxia), dimana bila PO2 darah arteri < normal.
2. Hipoksia anemic (anemia hypoxia), terjadi bila PO2 arteri darah normal namun
jumlah Hb yang tersedia untuk mengangkut O2 berkurang. Keadaan ini ditemukan
pada penderita anemia oleh karena sebab apa saja, keracunan dengan gas CO, dan
lain-lain.
3. Hipoksia stagnan (stagnant hypoxia) atau iskemik, keadaan ini terjadi bila aliran
darah yang mengalir ke jaringan sangat rendah, sehingga O2 yang dihantarkan ke
jaringan tidak cukup, meskipun PO2 dan konsentrasi Hb normal.
4. Hipoksia histotoksik (histotoxic hypoxia), bila jumlah O2 yang dihantarkan ke
jaringan memadai, namun oleh karena kerja suatu agen toksik, sel jaringan tidak
mampu menggunakan O2 yang diberikan.
Kebiruan pada darah yang terjadi apabila sejumlah besar hemoglobin dalam
darah tidak berikatan maksimum dengan molekul oksigen. Sianosis tampak pada kuku
dan membrane mukosa serta di cuping telinga, bibir, yang mana hanya di bagian yang
berkulit tipis.
Sianosis tidak tampak pada hipoksia anemic, karena kandungan Hb total yang
rendah; pada keracunan CO, karena warna Hb tereduksi tertutup oleh warna merah ceri
dari karbonmonoksihemoglobin; atau pada hipoksia histotoksik, karena kandungan gas
darah masih normal. Perubahan warna mukosa yang serupa dengan sianosis
ditimbulkan oleh tingginya kadar methemoglobin dalam sirkulasi.
b. Sindrom Gawat Napas pada Bayi (IRDS)
Terjadi akibat defisiensi surfaktan. Sejumlah kecil bayi, terutama bayi premature
dan bayi yang dilahirkan dari ibu yang diabetes, mengalami gawat napas yang berat dari
jam-jam pertama kelahiran sampai beberapa hari pertama setelah kelahiran, dan
beberapa meninggal pada hari-hari berikutnya. Alveoli dari bayi-bayi ini pada saat
meninggal mengandung sejumlah besar cairan yang mirip protein, hampir seperti
plasma murni yang bocor dari kapiler masuk kedalam alveoli. Cairan ini juga
mengandung sel epitel alveolus yang berdeskuamasi. Keadaan ini juga disebut penyakit

22
membrane hialin karena preparat mikroskopik paru memperlihatkan alveoli diisi oleh
bahan seperti membrane hialin.
Salah satu penemuan yang paling khas pada sindrom gawat napas adalah kegagalan
epitel pernapasan untuk menyekresikan surfaktan dalam jumlah adekuat, suatu
substansi yang normalnya disekresikan kedalam alveoli yang menurunkan tegangan
permukaan cairan alveoli, sehingga memungkinkan alveoli untuk terbuka dengan
mudah selama inspirasi. Sel-sel peyekresi-surfaktan (sel-sel alveolus tipe II) belum
mulai menyereksi surfaktan sampai akhir bulan ke-1 sampai ke-3 masa gestasi. Oleh
karena itu, banyak bayi premature dan sedikit bayi cukup bulan dilahirkan tanpa
kemampuan menyekresikan cukup surfaktan, yang menyebabkan kecendrungan
kolapsnya alveoli dan perkembangan edema paru.

c. Asma
Asma ditandai dengan mengi (wheezing), batuk dan rasa sesak di dada yang timbul
secara episodic atau kronis akibat bronkokontriksi. Terdapat 3 kelainan pada asma :
sumbatan jalan napas yang sebagian reversible, peradangan jalan napas, dan
hiperresponsivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan. Serangan asma terjadi
lebih berat pada malam hari, karena saat-saat tersebut merupakan periode konstriksi
maksimal dari irama sirkadian tonus bronkus. Udara dingin dan aktivitas fisik, yakni
kedua hal yang umumnya menyebabkan bronkokonstriksi, juga memicu serangan asma,
dan pada sekitar 5% pengidap asma, serangan dipicu oleh aspirin. Meskipun begitu,
banyak zat lain yang diketahui dapat memicu serangan asma.

d. Pneumonia
Pneumonia (radang paru) adalah suatu keadaan dimana alveoli terisi cairan dan sel-
sel darah. Penyebabnya yakni berbagai jenis bakteri dengan akibat sebagian jaringan
paru tidak berfungsi dan dapat menyebabkan hipoksemia (oksigen darah rendah) dan
hiperkapnia (CO2 darah tinggi).

e. Atelektasis
Atelektasis merupakan kolapsnya alveoli dan ini dapat disebabkan oleh obstruksi
total saluran napas oleh mucus atau benda padat dan berkurangnya surfaktan pada
cairan yang melapisi alveoli.
Mucus atau benda padat menyumbat saluran napas bronki kecil ataupun bronkus
besar, sehingga menyebabkan udara yang masuk dan keluar menjadi terhambat. Udara
yang terperangkap di belakang sumbatan diserap dalam waktu beberapa menit hingga
beberapa jam oleh darah yang mengalir dalam kapiler paru. Jika jaringan paru cukup
lentur, alveoli akan menjadi kolaps. Tetapi jika paru bersifat kaku akibat jaringan
fibrotic dan tidak dapat kolaps, maka absorbsi udara dari alveoli menimbulkan tekanan
negative yang hebat dalam alveoli dan menarik cairan keluar dari kapiler paru masuk ke
dalam alveoli, dengan demikian menyebabkan alveoli terisi penuh dengan cairan

23
edema. Ini merupakan efek yang hampir selalu terjadi bila seluruh paru mengalami
atelektasis, yang disebut kolaps masif paru.

f. Emfisema
Emfisema merupakan suatu keadaan dimana di dalam paru terdapat udara
berlebihan. Disini tahanan udara di saluran napas sangat meningkat. Emfisema dapat
disebabkan karena infeksi kronis atau obstruksi kronis di saluran napas bagian yang
kecil. Penyakit ini sering terdapat orang yang kecanduan merokok. Karena udara yang
berlebihan di dalam jaringan paru, seringkali kantong-kantong alveoli menjadi rusak,
menjadi kantong-kantong lebih besar dengan sebagian alveoli di dindingnya telah
rusak.

Pertahanan Saluran Respirasi


Epitel pernapasan memiliki penataan yang baik dengan mekanisme untuk menjebak
dan menghancurkan substansi yang potensial berbahaya sebelum substansi tersebut dapat
masuk ke dalam tubuh.
Luas permukaan paru-paru yang luas yang hanya dipisahkan oleh membrane tipis
dari system sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh
masuknya benda asing (debu) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Beberapa
mekanisme pertahanan yang mempertahankan steriliitas saluran pernapasan bagian bawah,
antara lain :
1. Reflex menelan atau reflex muntah yang bekerja untuk mencegah masuknya makanan
atau cairan ke dalam trakea.
2. Escalator mukosiliaris yang bertugas menjebak debu dan bakteri kemudian
memindahkannya ke kerongkongan.
3. Pertahanan oleh lapisan mucus yang mengandung faktor-faktor yang mungkin efektif
sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin (terutama IgA), PMNs, interferon, dan
antibody spesifik.

Reflex batuk merupakan suatu mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong
sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan.
Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dengan ciri-ciri khas dapat bermigrasi
dan mempunyai sifat enzimatik. Sel ini memiliki pertahanan yang paling aktif dan paling
penting terhadap invasi bakteri ke dalam paru-paru. Dia bergerak bebas pada permukaan
alveolus dan meliputi serta menelan benda atau bakteri. Sesudah meliputi partikel mikroba
akan membunuh dan mecernakan mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi
peradangan yang nyata. Partikel debu atau mikroorganisme ini kemudian di transport oleh
makrofag ke pembuluh limfe atau ke bronkiolus dimana mereka dibuang oleh escalator
mukosiliaris. Makrofag alveolar dapat membersihkan paru-paru dari bakteri yang masuk
bersama inspirasi dengan kecepatan yang tinggi.

24
Pengaturan Pernapasan
Pusat pernapasan terdiri dari beberapa kelompok neuron yang terletak bilateral di
medulla oblongata dan pons pada batang otak. Daerah ini dibagi menjadi 3 kelompok
neuron utama, yaitu :
1. Kelompok pernapasan dorsal
Kelompok ini terletak di bagian dorsal medulla, yang terutama menyebabkan
inspirasi. Dia menempati sebagian besar panjang medulla. Sebagian besar neuronnya
terletak di dalam nucleus traktus solitaries, walaupun neuron-neuron lain yang
berdekatan dengan substansi retikularis medulla juga memegang peranan penting dalam
mengatur pernapasan. Nucleus trraktus solitaries merupakan akhir sensoris dari N.
vagus dan N. Glossopharingeus, yang mentransmisikan sinyal sensorisnya ke dalam
pusat pernapasan dari kemoreseptor perifer, baroreseptor, dan berbagai macam reseptor
di dalam paru.
2. Kelompok pernapasan ventral
Kelompok ini terletak di ventrolateral medulla, yang terutama menyebabkan
ekspirasi. Dia dijumpai dari bagian rostral dari nucleus ambigus dan bagian caudal dari
nucleus retroambigus. Fungsi kelompok neuron ini berbeda dengan pernapasan dorsal,
yaitu :
a. Neuron-neuron dari kelompok pernapasan ini hampir seluruhnya tetap inaktif
selama pernapasan tenang yang normal.
b. Rangsangan listrik dari beberapa neuron pada kelompok ventral menyebabkan
inspirasi, sedangkan rangsangan lainnya menyebabkan ekspirasi. Oleh karena itu,
neuron-neuron ini menyokong inspirasi maupun ekspirasi. Neuron tersebut terutama
penting dalam menghasilkan sinyal ekspirasi yang kuat ke otot-otot abdomen
selama ekspirasi yang sangat sulit.
3. Pusat pneumotaksik
Terletak di sebelah dorsal bagian superior pons, yang terutama mengatur kecepatan
dan kedalaman napas. Dia terletak sebelah dorsal nucleus parabrakialis. Pusat
pneumotaksik memiliki efek sekunder terhadap peningkatan kecepatan pernapasan,
karena pembatasan inspirasi juga memperpendek ekspirasi dan seluruh periode
pernapasan. Sinyal pneumotaksik yang kuat dapat menigkatkan kecepatan pernapasan
30 40 kali per menit, sedangkan sinyal pneumotaksik yang lemah dapat menurunkan
kecepatan menjadi hanya 3 5 kali pernapasan per menit.

25
BAB III

PEMBAHASAN

Sianosis merupakan suatu keadaan dimana kulit dan selaput di permukaan (bibir
misalnya) berwarna kebiru-biruan, oleh karena dalam pembuluh darah di bawah kulit dan
selaput mengandung Hb yang tereduksi (Hb-red) yaitu Hb yang tidak mengikat O2.

Premature adalah kelahiran bayi yang lebih dini/ belum pada waktunya. Bayi yang
premature umunya belum sempurna pertumbuhannya dan biasanya timbul kelainan-
kelainan, misalnya sianosis seperti pada kasus di trigger. Pada pernyataan di atas, telah
dijelaskan bahwa sianosis disebabkan karena kurangnya kandungan O2 dalam darah. Bayi
tersebut lahir pada saat sel alveolar tipe II masih dalam tahap pembentukan/belum
sempurna pembentukannya, sehingga surfaktan yang dihasilkan belum tercukupi untuk
digunakan pada saat pasca lahir.

Pada alveoli terdapat sel-sel khusus yakni sel alveolar tipe I dan sel alveolar tipe II.
Sel alveolar tipe II menghasilkan surfaktan, suatu cairan yang kaya fosfolipid dan mampu
menurunkan tegangan permukaan pada antarmuka udara-alveolus. Sel ini berkembang pada
akhir bulan ke-6. Sebelum lahir paru-paru berisi cairan yang mengandung kadar klorida
tinggi, sedikit protein, sedikit lendir dari kelenjar bronchus dan surfaktan dari sel alveolar
tipe II. Jumlah surfaktan dalam cairan tersebut semakin bertambah banyak, terutama selama
2 minggu terakhir sebelum lahir.

Gerakan pernapasan janin dimulai sebelum lahir dan menyebabkan aspirasi cairan
amnion. Gerakan-gerakan ini penting untuk merangsang perkembangan paru dan melatih
otot-otot pernapasan. Ketika pernapasan dimulai pada saat lahir, sebagian besar cairan paru
cepat diserap kembali oleh kapiler darah dan getah bening, sedangkan sejumlah kecil
mungkin dikeluarkan melalui trachea dan bronchus selama proses kelahiran. Ketika cairan
ini diserap dari saccus alveolaris, surfaktan yang tersisa mengendap sebagai lapisan
fosfolipid tipis pada selaput sel alveoli. Dengan masuknya udara ke alveoli pada saat
pernapasan pertama, lapisan surfaktan mencegah timbulnya suatu interface udara-air
(darah) dengan tegangan permukaan yang tinggi. Tanpa adanya lapisan surfaktan yang
mengandung lemak ini, alveoli akan menguncup selama ekspirasi (atelektasis).

Gerakan pernapasan setelah lahir menyebabkan udara memasuki paru, yang


selanjutnya mengembangkan dan mengisi rongga pleura. Meskipun alveoli agak membesar
ukurannya, pertumbuhan paru setelah lahir terutama disebabkan oleh bertambahnya jumlah
brochiolus respiratorius dan alveoli. Diperkirakan hanya ada 1/6 jumlah alveoli orang
dewasa pada saat lahir. Alveoli sisanya dibentuk pada 10 tahun pertama kehidupan setelah
lahir melalui pembentukan alveoli primitive baru yang terus menerus.

26
Surfaktan nampaknya sangat penting untuk mempertahankan hidup pada bayi
premature. Jika jumlah surfaktan tidak cukup, tegangan membrane permukaan udara-air
(darah) menjadi tinggi dan resiko alveoli menjadi kolaps pada saat ekspirasi sangat besar.
Sebagai akibatnya akan terjadi sindrom gawat pernapasan (ARDS).

27
BAB IV

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa bayi premature tampak sianosis
karena darah dalam pembuluh darahnya tidak berikatan maksimum dengan molekul
oksigen, yang disebabkan kurangnya kandungan oksigen dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi
pada bayi premature dikarenakan bayi yang lahir premature organ respirasinya belum
sepenuhnya dapat berfungsi dengan baik. misalnya alveoli akan menguncup/kolaps selama
ekspirasi (atelektasis). Alveoli tetap kolaps/menguncup karena kandungan surfactant yang
fungsinya mampu menurunkan tegangan permukaan pada antar muka udara-alveolus dan
mencegah agar alveoli tidak kolaps saat ekspirasi masih sedikit jumlahnya. Ini terjadi
karena sel tipe II yang berfungsi menghasilkan surfactant pada bayi premature masih dalam
proses pembentukan yaitu pada akhir bulan ke-6, yang akibatnya oksigen sulit masuk
karena tekanan di dalam alveoli sangat tinggi di bandingkan dengan tekanan atmosfer
(diluar).

28
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C., 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC.
Leeson, C Roland, 1996. Buku Teks Histologi. Jakarta : EGC.
Snell, Richard S, 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.
Eroschenko, Victor P, 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.
Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel, 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Ganong, W. F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai