Anda di halaman 1dari 98

TINJAUAN MATA KULIAH

Kompetensi yang harus dikuasai oleh setiap mahasiswa adalah memahami


tentang kebijakan pemerintah mengenai perlindungan terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja, standar kesehatan dan keselamatan kerja, kehati-hatian dan
konsentrasi pada pekerjaan, disiplin dalam memperlakukan alat-alat, menguasai
cara kerja, aturan alat laboratorium, industri, restaurant, hotel, sehingga resiko
terjadinya kecelakaan dapat dihindari serta suasana kerja aman, nyaman dan
menyenangkan.
Untuk menguasai kompetensi tersebut, mahasiswa harus dapat
menerapkan strategi keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja dalam praktek
kerja di laboratorium, industri jasa boga seperti katering, restauran, hotel maupun
industri usaha boga usaha produk katering, usaha produk pastry, maupun usaha
makanan diet dan usaha yang bergerak dibidang makanan dan minuman.
Diharapkan setelah mengikuti mata kuliah ini, keamanan, kesehatan dan
keselamatan kerja mahasiswa dapat menerapkannya pada kegiatan praktek baik di
laboratorium maupun di industri.
Pemahaman mahasiswa yang baik terhadap keamanan, kesehatan dan
keselamatan kerja akan sangat membantu mahasiswa menjaga keamanan,
kesehatan dan keselamatan kerja dalam melaksanakan praktek di laboratorium
maupun industri secara optimal.
Secara khusus mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan konsep K3 dan ruang lingkupnya (kebijakan pemerintah tentang
perlindungan kesehatan kerja, pengertian, tujuan, dan syarat K3).
2. Menjelaskan konsep sumber hukum ketenagakerjaan, keselamatan kerja dan
peraturan system keamanan pada proses pekerjaan.
3. Menjelaskan kesehatan kerja pada organisasi kerja.
4. Menjelaskan keselamatan kerja.
5. Menelaah UU kesehatan kerja, syarat kesehatan kerja berdasarkan jenis
pekerjaan.
6. Menjelaskan kondisi dan metode kerja.

1
7. Mengidentifikasi jenis-jenis kecelakaan yang terjadi di laboratorium.
8. Menjelaskan mengenai sanitasi hygiene dalam pengolahan makanan.
9. Menjelaskan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3).

Berdasarkan tujuan yang ingin di capai serta bobot SKS, materi mata kuliah
K3 dikemas dalam 8 modul untuk 12 kali pertumaan, satu kali observasi ke
laboratorium dan industri boga, satu kali UTS dan satu kali UAS sehingga jumlah
pertemuan menjadi 16 kali, dengan rincian sebagai berikut:

Modul 1: Konsep K3 dan ruang lingkup K3


Modul 2: Sumber Hukum Ketenaga Kerjaan, Keselamatan Kerja dan
Peraturan System Keamanan pada Proses Pekerjaan.
Modul 3: Kesehatan Kerja pada Organisasi Kerja
Modul 4: Keselamatan Kerja
Modul 5: UU Kesehatan Kerja
Modul 6: Kondisi dan Metode Kerja
Modul 7: Jenis-jenis Kecelakaan yang terjadi di laboratorium
Modul 8: Sanitasi Higiene
Modul 9: Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

Untuk membantu mahasiswa mempelajari materi Mata Kuliah Keamanan,


Kesehatan dan Keselamatan Kerja, pelajari setiap modul dengan cermat sesuai
petunjuk dan kerjakanlah semua latihan/ tes yang ada. Selamat bekerja.

2
MODUL I
Mata Kuliah : Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Kode Mata Kuliah : BG 114
Topik Bahasan : Gambaran Umum dan Ruang Lingkup K3
Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami gambaran umum
K3 dan ruang lingkupnya
Jumlah Pertemuan : 1 (satu)

GAMBARAN UMUM DAN RUANG LINGKUP KESEHATAN DAN


KESELAMATAN KERJA (K3)
A. Pendahuluan
Keselamatan dan kesehatan kerja erat kaitannya dengan keamanan dan
kenyamanan tenaga kerja. Dengan demikian erat hubungannya dengan
kemanusiaan. Ditinjau dari Tenaga Kerjanya, Keselamatan, dan Kesehatan Tenaga
Kerja harus merupakan bagian dari Manajemen Sumber Daya Manusia.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat
tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan
kesehatan atau penyakit, oleh karena itu perhatian utama bidang kesehatan
ditunjukkan terhadap pencegahan tumbuhnya penyakit dan memerlukan kesehatan
secara optimal.
Pada materi ini bahan ajar ini akan mempelajari dan mencermati tentang
gambaran umum K3 dan ruang lingkup K3, mudah-mudahan para mahasiswa
dapat memaknai dengan jelas bahan ajar pada modul ini karena materi ini
merupakan dasar untuk memahami mater-materi pada bahan ajar modul
berikutnya.
Setelah mempelajari bahan ajar pada modul ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Menjelaskan ruang lingkup K3 dan tujuan penerapan K3.
3. Menjelaskan syarat K3.
4. Menjelaskan pentingnya K3.
Kemampuan-kemampuan tersebut sangat penting dikuasai oleh semua
mahasiswa karena kesehatan dan keselamatan kerja secara mendasar mencakup
suasana lingkungan kerja yang menjamin kesehatan dan keselamatan tenaga kerja,
sehingga menciptakan rasa aman dari ancaman bahaya yang ditumbuhkan oleh
berbagai sumber bahaya.

3
B. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
a. Secara Filosofis
Suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya terhadap hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
adil dan makmur.
b. Secara Keilmuan
Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

1. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan
mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati,
merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karena itu,
perhatian utama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal
mungkin.
Pengertian Kesehatan Kerja menurut Joint ILO/WHO Committee tahun
1995 :
Promosi dan pemeliharaan derajat yang setinggi-tingginya dari kesehatan
fisik, mental dan sosial dari pekerja pada semua pekerjaan; pencegahan gangguan
kesehatan pada pekerja yang disebabkan oleh kondisi kerja mereka; perlindungan
pekerja dalam pekerjaan mereka dari resiko akibat faktor-faktor yang
mengganggu kesehatan; penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikologisnya; dan
sebagai kesimpulan, penyesuaian pekerjaan, terhadap manusia dan setiap manusia
terhadap pekerjaannya.

4
Status kesehatan seseorang, menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat
faktor yakni :
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik /
anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme)
dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi, dan
d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia

Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan,


akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki
tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola
dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat
mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat
memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik
bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu
kesehatannya.

Menurut Sumamur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu


kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental
maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta
terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak
berubah, bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga
mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan
pekerjaannya (total health of all at work).
Kesehatan Kerja adalah untuk melindungi karyawan dari segala hal yang
dapat merugikan kesehatan akibat kerja. Yang Perlu dilakukan, antara lain :
1) Pemeriksaan Kesehatan Karyawan
a. Pekerja baru (kondisi awal kesehatan)
b. Pekerja lama (memantau kesehatan)

5
2). Lingkungan Tempat Kerja
a. Debu : mengganggu saluran pernafasan
b. Bising : mengganggu fungsi pendengaran
c. Pencahayaan : mengganggu daya penglihatan
d. Getaran : mengganggu fungsi persendian
e. Gas-gas beracun/berbahaya
3) Ergonomi :
a. Tempat Duduk
b. Alat Kerja
c. Dimensi Tempat Kerja

2. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari
sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun

6
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil
budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang
tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau
kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, dalam istilah safety disebut dengan insiden
(incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah near-miss atau near-
accident, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana
dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap
manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan
mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi
ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu
kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.

1) Standar keselamatan kerja


Pengamanan sebagai tindakan keselamatan kerja.
a. Perlindungan badan yang meliputi seluruh badan.
b. Perlindungan mesin.
c. Pengamanan listrik yang harus mengadakan pengecekan
berkala.
d. Pengamanan ruangan , meliputi sistem alarm, alat pemadam
kebakaran, penerangan yang cukup, ventilasi yang cukup, jalur
evakuasi yang khusus.

2) Alat pelindung diri


Adalah perlengkapan wajib yang
digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko
kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu
sendiridan orang di sekelilingnya. Adapun
bentuk peralatan dari alat pelindung:

7
a. Safety helmet: sebagai pelindung kepala dari benda-benda yang
dapat melukai kepala.
b. Penutup telinga: sebagai penutu telinga ketika bekerja di tempat
yang bising.
c. Kaca mata pengamanan: sebagai pengamanan mata ketika bekerja
dari percikan.
d. Pelindung wajah: sebagai pelindung wajah ketika bekerja.
e. Masker: sebagai penyaring udara yang dihisap di tempat yang
kualitas udaranya kurang bagus.

3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Pengertian K3 secara filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja
dan manusia pada umumnya. Beberapa pendapat tentang pengertian K3 adalah
sebagai berikut:
a. Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat
adil dan makmur.
b. Menurut Sumamur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian
usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para
karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
c. Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi
keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita
bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin,
peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
d. Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa keselamatan adalah
merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang
terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah
merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara
umum.

8
e. Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000),
mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi
dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya,
perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau
tempat kerja tersebut.
f. Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja
menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis
tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh
perusahaan.
Keselamatan kerja merupakan suatu permasalahan yang menyita perhatian
berbagai organisasi karena mencakup permasalahan segi kemanusiaan, biaya dan
manfaat ekonomi, aspek hukum, pertanggungjawaban serta citra organisasi itu
sendiri. Semua hal tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang sama besarnya
walaupun memang terjadi perubahan perilaku, baik di dalam lingkungan sendiri
maupun faktor lain yang masuk unsur eksternal industri. Filosofi K3 adalah upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat yang adil dan sejahtera.
Berdasarkan definisi-definisi diatas maka dapat disimpulkan keselamatan
berarti suatu keadaan dimana seseorang terbebas dari peristiwa celaka dan nyaris
celaka. Sedangkan kesehatan memiliki arti tidak hanya terbebas dari penyakit
namun juga sehat atau sejahtera secara fisik, mental serta sosial. Jadi Keselamatan
dan kesehatan kerja adalah seseorang terbebas dari celaka dan nyaris celaka
dimanapun dia berada dan sehat secara rohani, jasmani maupun dilingkungan
sosial.

9
Menurut Mangkunegara (2002), bahwa indikator penyebab keselamatan
kerja adalah:
1. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang
kurang diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
a. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
Pengaturan penerangan.

C. Ruang Lingkup dan Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan


Kerja (K3)

Ruang lingkup berlakunya keselamatan kerja adalah di segala tempat kerja


baik di darat, di alam tanah, dipermukaan air, didalam air maupun di udara (Pasal
2 UU 1/1970 Tentang Keselamatan Kerja) adalah sebagai berikut:
1. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,
peralatan, atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan, kebakaran atau peledakan.
2. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau
disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi.
3. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
4. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan
lapangan kesehatan.

10
5. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau biji
logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnnya, baik di
permukaan atau didalam bumi, maupun didasar perairan.
6. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik didaratan,
melalui terowongan, dipermukaan air, didalam air maupun diudara.
7. Dikerjakan bongkar muat barang muatan kapal, perahu, dermaga, dok,
stasiun atau gudang.
8. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain didalam air.
9. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau
perairan.
10. Dilakukan pekerjaan dibawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
rendah.
11. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau
terpelanting.
12. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang.
13. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.
14. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah.
15. Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau
telepon.
16. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
penelitian yang menggunakan alat tehnis.
17. Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air.
18. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi
lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak
dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa
keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat
didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat
mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah

11
keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi
kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau
mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995).
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan
mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi
ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu
kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan
kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
8. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan
produktivitas.
9. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
10. Sumber produksi diperiksa dan dipergunakan secara aman dan efisien.
11. Mencegah Kecelakaan Kerja :
a. Peledakan
b. Kebakaran
c. Pencemaran lingkungan
d. Penyakit Akibat Kerja

1) Sasaran K3 :

12
a. Menjamin keselamatan pekerja
b. Menjamin keamanan alat yang digunakan
c. Menjamin proses produksi yang aman dan lancar
2) Norma-norma yang harus dipahami dalam K3 :
a. Aturan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
b. Diterapkan untuk melindungi tenaga kerja
c. Resiko kecelakaan dan penyakit kerja

Tujuan norma-norma: agar terjadi keseimbangan dari pihak perusahaan


dapat menjamin keselamatan pekerja.
3) Hambatan dari penerapan K3 :
a. Hambatan dari sisi pekerja/ masyarakat :
a) Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar
b) Banyak pekerja tidak menuntut jaminan k3 karena SDM
yang masih rendah
b. Hambatan dari sisi perusahaan:
Perusahaan yang biasanya lebih menekankan biaya produksi
atau operasional dan meningkatkan efisiensi pekerja untuk
menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

D. Syarat K3
Syarat-syarat keselamatan kerja (Pasal 3 ayat (1) UU 1/1970 tentang
Keselamatan Kerja) adalah sebagai berikut:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

3. Mancegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu


kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan.

6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.

13
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik phisik


maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.

9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara
dan proses kerjanya.

14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman


atau barang.

15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan


penyimpanan barang.

17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang


bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

E. Pentingnya K3
Indonesia hingga saat ini masih
memiliki tingkat keselamatan kerja yang
rendah jika dibandingkan dengan negara-
negara maju yang telah sadar betapa penting
regulasi dan peraturan tentang keselamatan dan
kesehatan kerja ini untuk diterapkan.
Kesadaran akan hal ini masih sangat rendah baik itu mulai dari pekerja hingga
perusahaan atau pemilik usaha. Pentingnya aturan keselamatan dan kesehatan

14
kerja atau yang biasa disingkat dengan K3 diterapkan dengan baik untuk
meminimalisir kemungkinan-kemungkinan buruk yang tidak dapat diprediksi.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dibanyak perusahaan di Indonesia
masih dilihat sebelah mata. Banyak perusahaan yang menganggap masalah K3
adalah masalah ringan yang tidak perlu fokus untuk menerapkan manajemen K3
secara khusus. Kesadaran akan hal ini masih sangat rendah baik itu mulai dari
pekerja hingga perusahaan atau pemilik usaha. Regulasi ini sangat penting untuk
dilaksanakan dan dipatuhi dalam dunia kerja karena dapat mendatangkan manfaat
yang positif untuk meningkatkan produktivitas pekerja dan mampu meningkatkan
probality usia kerja karyawan dari suatu perusahaan menjadi lebih panjang.
Sejauh ini, kalaupun ada perusahaan yang menerapkan regulasi K3 biasa
bukan karena dorongan kesadaran sendiri, tapi lebih dikarenakan adanya tuntutan
dari para pembeli, terutama ketika perusahaan tersebut melakukan pemasaran
ekspor atas hasil barang produksinya ke pasar international seperti ke Eropa dan
negara-negara maju lainnya. Ini menunjukkan komitmen terhadap safety atau
keselamatan yang masih sangat kurang. Selain itu biaya dalam menerapkan
regulasi ini juga masih dipersoalkan, baik itu mulai dari biaya pembelian peralatan
keamanan itu sendiri maupun biaya perawatannya.
Di Indonesia sangat jarang mendengar demonstrasi yang menuntut akan
perbaikan prosedur tentang K3. Yang sering dengar adalah biasanya para
karyawan selalu menuntut untuk perbaikan nilai gaji yang didapatkan. Kondisi ini
menunjukan bahwa masyarakat kita cenderung mengabaikan tentang pentingnya
regulasi ini. Kita juga sering lihat banyak pekerja secara individual (bukan yang
terikat dengan perusahaan) dengan pekerjaan yang memiliki tingkat kecelakaan
yang tinggi namun hanya menggunakan peralatan yang sederhana. Hal ini
tentunya tidak sebanding dengan probabilitas tingkat resiko kecelakaan yang
dihadapi.
Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan aturan yang cukup tegas dan
cukup jelas tentang regulasi keselamatan dan kesehatan kerja yang harus
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di tanah air. Namun entah
mengapa dalam pelaksanaannya masih tidak jelas. Sejauh ini, mungkin industri-
industri atau perusahaan-perusahaan yang telah go-international terutama di

15
bidang migas yang mayoritas telah menerapakan dengan cukup baik aturan ini,
selebihnya susah untuk dilakukan pengontrolan. Sudah saatnya aturan K3
diterapkan dengan baik untuk meminimalisir kemungkinan-kemungkinan buruk
yang tidak dapat diprediksi. Mungkin jika kita menanyakan kepada para pekerja
tentang K3, maka sebagian besar pasti menjawab hanya pada tingkat yang abu-
abu atau tidak begitu memahami dan menyadari arti pentingnya K3 itu sendiri. K3
adalah salah satu jenis hak pekerja agar dapat bekerja dengan baik dengan tetap
mengedepankan keselamatan. Mengingat begitu pentingnya K3 seharusnya tidak
terpinggirkan oleh hak-hal strategis pekerja lainnya seperti nilai gaji yang layak,
dan hak-hak lainnya. Yang terpenting adalah pekerja disini adalah objek dan
sekaligus sebagai subjek dari regulasi K3 itu sendiri, sehingga jika K3
dilaksanakan dengan baik maka pekerja itu sendiri akan menerima efek positifnya
dan begitu juga untuk keadaan sebaliknya. Penerapan regulasi keselamatan dan
kesehatan kerja yang baik bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga
tanggung jawab semua elemen yang terlibat di dalamnya seperti pihak perusahaan
atau wirausaha, pekerja, dan masyarakat secara keseluruhan.

F. Latihan :
Untuk memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai materi yang telah
dijelaskan kerjakanlah latihan berikut:
1. Rumuskan pengertian kesehatan dan keselamatan kerja berdasarkan pendapat
para ahli!
2. Jelaskan tentang ruang lingkup, kesehatan dan keselamatan kerja, dan tujuan
penerapannya?
3. Berdasarkan pendapat para ahli tentang K3 rumuskan dengan kata-kata
sendiri apa kesehatan dan keselamatan K3 tersebut?

Petunjuk Jawaban Latihan


1. Untuk menjawab pertanyaan tersebut anda dapat mencermati pengetahuan
K3, anda membuat rumusan sendiri berdasarkan pengalaman yang anda
miliki.

16
2. Jawaban pertanyaan anda akan sangat tergantung pada bagaimana anda
mencermati dan memaknai tentang ruang lingkup dan tujuan penerapan K3.
3. Untuk menjawab pertanyaan tentang K3 anda dapat mencermati pandangan
para ahlitentang K3, baik menurut Mangkunegara, Sumamur, Mathis dan
Jackson, maupun pendapat Ridley John dan Jackson

G. Daftar Pustaka :

Bagyono. (2004). Mengikuti Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan


di Tempat Kerja. Jakarta: Pesona Wisata Klaten.
Encyclopedia of Occupational Healt and Safety, Volume I.A-K, ILO, Geneva,
1971.
Himpunan Perundang-undangan Ketenagakerjaan I, Departemen Tenaga Kerja
Transkop, Jakarta 1977.
Hasil seminar Nasional III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Lembaga Nasional
Hiperkes, Jakarta 1975.
Nurseha. (2005). Mengikuti Prosedur K3 dalam Bekerja. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Putu.S. (2009). Kesehatan dan Keselamatan dalam Bekerja. {online}. Tersedia
http://catatan.multyply.com/jurnal/44.Php (25 Februari 2010)
Soedjono. (2000). Keselamatan Kerja jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan Pelatihan dan Produktivitas
2008 Pusat Pelatihan Kerja Industri dan Manufaktur, Bandung Jawa Barat.
Maman, Somantri. (2009). K3 dan hukum Ketenaga Kerjaan, Jurusan Pendidikan
Elektro FPTK UPI
Nyoman, Kersiasa. (2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya.

Sumber lain:
http://mcmedia.co.id/index.php/19-berita-corporate/37-pentingnya-k3-bagi-
karyawan-perusahaan

17
http://rizky-fadhly.blogspot.com/2011/03/tujuan-penerapan-k3.html
http://ergonomi-fit.blogspot.com/2012/01/pentingnya-k3.html
http://jurnalk3.com/tujuan-dan-syarat-syarat-keselamatan-kerja.html

MODUL II
Mata Kuliah : Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Kode Mata Kuliah : BG 114
Topik Bahasan : Sumber Hukum Ketenagakerjaan,Keselamatan
Kerja, dan Sistem
Keamanan Kerja
Tujuan Pembelajaran :
Mahasiswa dapat memahami
tentang Hukum

Ketenaga Kerjaan, Keselamatan Kerja dan


Sistem Keamanan Kerja
Jumlah Pertemuan : 2 (dua)

SUMBER HUKUM KETENAGAKERJAAN, KESELAMATAN KERJA,


DAN SISTEM KEAMANAN KERJA

A. Pendahuluan

18
Pada bahan ajar modul sebelumnya para mahasiswa telah mempelajari
Keamanan, Kesehatan, Keselamatan kerja dan ruang lingkupnya, dengan
memahami materi kerja tersebut. Perlu memperdalam kedudukan K3 dan ruang
lingkup K3 dengan menguasai berdasarkan kebijakan hukum yang ada tentang
ketenaga keselamatan kerja dan sistem keamanan kerja.
Pada bahan ajar di modul ini mahasiswa akan dihadapkan pada suatu
pemahaman tentang bagaimana sesungguhnya sumber hukum ketenaga kerjaan
baik secara materi yaitu pancasila maupun sumber hukum. Ketenagakerjaan
dalam arti formil sesuai dengan perundang-undangan lain, kebiasaan, putusan,
penyajian, maupun traktat. Semua ini perlu dipahami secara mendalam.
Untuk itu, simaklah baik-baik materi yang dibahas dalam bahan ajar
dalam modul ini. Mudah-mudahan mahasiswa dapat memahami secara
menyeluruh materi yang akan di uraikan dalam modul ini. Setelah mempelajari
bahan ajar pada modul ini secara tuntas diharapkan dapat :
1. Menjelaskan Sumber Hukum Ketenagakerjaan baik materil maupun
formil.
2. Menjelaskan Sumber Hukum Peraturan Keselamatan Kerja, Pasal 9, Pasal
10, Pasal 86 dan Pasal 87.

Kemampuan tersebut sangat penting dikuasai oleh mahasiswa berkaitan


dengan keamanan dan kenyamanan serta keselamatan mahsiswa selama
melaksanakan kerja.
Untuk membantu mahasiswa mencapai kemampuan-kemampuan tersebut
disajikan pembahasan, materi-materi dan latihan tentang:
1. Sumber Hukum Ketenagakerjaan baik berdasarkan sumber Pancasila
maupun Perundang-undangan.
2. Sumber Hukum Keselamatan Kerja yang tertuang dalam Pasal 9, Pasal 10,
Pasal 86, bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas
keselamatan, kesehatan.
Agar mahasiswa berhasil dengan baik dalam mempelajari bahan ajar
modul ini berikut beberapa petunjuk belajar yang dapat di ikuti

19
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai dipahami secara
tuntas, tentang apa, untuk apa dan bagaimana modul ini.
2. Upayakan untuk dapat membaca dan mempelajari sumber lain yang
relevan untuk menambah wawasan anda untuk mengadakan perbandingan-
perbandingan.
3. Mantapkan pemahaman anda dengan mengerjakan latihan dalam modul ini
melalui diskusi dengan teman.

Selamat bekerja.

B. Sumber Hukum Ketenagakerjaan


Pengertian sumber hukum:
1. Sebagai asas hukum
2. Menunjukkan hukum terdahulu yang menjadi dasar hukum sekarang
3. Sebagai sumber berlakunya peraturan hukum
4. Sumber kita dapat mengenal hukum
5. Sumber terjadinya hukum

Sumber Hukum Ketenagakerjaan


1. Sumber Hukum ketenagakerjaan dalam artian materiil (tempat dari mana
materi hukum itu diambil)

Sumber hukum materiil atau lazim disebut sumber isi hukum (karena
sumber yang menentukan isi hukum) ialah kesadaran hukum masyarakat
yakni kesadaran hukum yang ada dalam masyarakat mengenai sesuatu yang
seyogyanya atau seharusnya. Profesor Soedikno Mertokusumo menyatakan
bahwa sumber hukum materiil merupakan faktor yang membantu
pembentukan hukum.(Sudikno Mertokusumo, 1988 :63).
Sumber Hukum Materiil Hukum Ketenagakerjaan ialah Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum dimana setiap pembentukan

20
peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan harus merupakan
pengejawantahan dari nilai-nilai Pancasila.
2. Sumber Hukum Perburuhan dalam artian formil (tempat atau sumber dari
mana suatu peraturan itu memperoleh kekuatan hukum).

Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber dimana suatu


peraturan memperoleh kekuatan hukum. (Sudikno Mertokusumo, 1988 :63).
Sumber formil hukum perburuhan yaitu:
a. Perundang-undangan
Undang-undang merupakan peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dengan
persetujuan DPR. Berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 45
maka beberapa peraturan yang lama yang masih berlaku karena dalam
kenyataannya belum banyak peraturan yang dibuat setelah kemerdekaan.
Setelah Indonesia merdeka ada hal yang perlu dicatat bahwa politik hukum
kodifikasi sudah ditinggalkan diganti dengan politik hukum yang mengacu
pada unifikasi hukum.(Abdul Rahman Budiyono, 1995:14)
b. Peraturan lainnya
1) Peraturan Pemerintah (Aturan yang dibuat untuk melaksanakan UU)
2) Keputusan Presiden (Keputusan yang bersifat khusus (einmalig) untuk
melaksanakan peraturan yang ada di atasnya).
3) Peraturan atau keputusan instansi lainnya
c. Kebiasaan
Paham yang mengatakan bahwa satu-satunya sumber hukum hanyalah
undang-undang sudah banyak ditinggalkan sebab dalam kenyataannya tidak
mungkin mengatur kehidupan bermasyarakat yang begitu komplek dalam
suatu undang-undang. Disamping itu undang-undang yang bersifat statis itu
mengikuti perubahan kehidupan masyarakat yang begitu cepat.
Kebiasaan merupakan kebiasaan manusia yang dilakukan berulang-ulang
dalam hal yang sama dan diterima oleh masyarakat, sehingga bilamana ada
tindakan yang dirasakan berlawanan dengan kebiasaan tersebut dianggap
sebagai pelanggaran perasaan hukum.
Masih banyak dan berkembangnya hukum kebiasaan dalam bidang
ketenagakerjaan disebabkan antara lain:

21
1) Perkembangan masalah-masalah perburuhan jauh lebih cepat dari
perindang-undangan yang ada
2) Banyak peraturan yang dibuat jaman HB yang sudah tidak sesuai lagi
dengan keadaan ketenagakerjaan sedudah Indonesia merdeka. (Abdul
Rahman Budiyono, 1995:15)
d. Putusan
Putusan disini ialah putusan yang dikeluarkan oleh sebuah panitia yang
menangani sengketa-sengketa perburuhan, yaitu:
1) Putusan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat)
2) Putusan P4D (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah)
Panitia penyelesaian perburuhan sebagai suatu compulsory arbitration
(arbitrase wajib) mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan
hukum ketenagakerjaan karena peraturan yang ada kurang lengkap atau tidak
sesuai lagi dengan keadaan sekarang. Panitia ini tidak jarang melakukan
interpretation (penafsiran) hukum, atau bahkan melakukan rechtvinding
(menemukan) hukum.
Mengingat bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun
1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam rangka untuk memperoleh
keadilan dan kepastian hukum maka dikeluarkanlah Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial yang menggantikan peraturan sebelumnya. Sebelum terbentuk
Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59,
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dan Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Pusat tetap melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU
No. 2 Tahun 2004 dimungkinkan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui jalur yuridis (litigasi) maupun jalur non yuridis (non litigasi)
seperti perundingan bipartite, arbitrase, konsiliasi serta mediasi.

e. Perjanjian

22
Perjanjian merupakan peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada
pihak yang lainnya untuk melaksanakan sesuatu hal, akibatnya pihak-pihak yang
bersangkutan terikat oleh isi perjanjian yang mereka adakan. Kaitannya dengan
masalah perburuhan, perjanjian yang merupakan sumber hukum perburuhan ialah
perjanjian perburuhan dan perjanjian kerja. Prof. Imam Soepomo menegaskan,
karena kadang-kadang perjanjian perburuhan mempunyai kekuatan hukum seperti
undang-undang.(Imam Soepomo, 1972:24)

g. Traktat
Traktat ialah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih. lazimnya
perjanjian internasional memuat peraturan-peraturan hukum yang mengikat secara
umum. Sesuai dengan asas pacta sunt servanda maka masing-masing negara
sebagai rechtpersoon (publik) terikat oleh perjanjian yang dibuatnya.
Hingga saat ini Indonesia belum pernah mengadakan perjanjian dengan
negara lain yang berkaitan dengan perburuhan.(Soetikno, 1977: 24) Meskipun
demikian dalam hukum internasional ada suatu pranata seperti traktat yaitu
convention. Pada hakikatnya convention ini merupakan rencana perjanjian
internasional di bidang perburuhan yang ditetapkan oleh Konferensi Internasional
ILO (International Labour Organization).( Soetikno, 1977: 10).

Sumber Hukum Ketenaga Kerjaan secara garis besar dapat dilihat pada
Bagan di bawah ini:

Sumber Hukum Ketenagakerjaan

Sumber Hukum Sumber Hukum


Ketenaga Kerjaan Ketenaga Kerjaan
dalam artian materiil dalam artian formil

Perundangan
Peraturan lain
Pancasila Kebiasaan
23 Putusan
Perjanjian
Traktat
C. Sumber Hukum Peraturan Keselamatan Kerja
Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang harus diberi perlindungan
terhadap aspek K3 mengingat ancaman bahaya potensi yang berhubungan dengan
kerja. Oleh karena itu pemerintah telah menetapkan kebijakan perlindungan
tenaga kerja terhadap aspek K3 melalui peraturan perundangan K3. Peraturan
perundangan K3 merupakan salah satu upaya dalam pencegahan kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran, dan pencemaran lingkungan kerja
yang penerapannya menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan serta kondisi
lingkungan kerja.
Peraturan perundangan K3 penting untuk disosialisasikan bagi tenaga kerja
dan pengusaha/pengurus dengan berbagai cara, antara lain melalui kegiatan
penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, publikasi media cetak, dan sebagainya agar
melek terhadap peraturan perundangan K3 terutama mengetahui apa yang menjadi
haknya agar dipenuhi dan atau apa yang menjadi kewajibannya untuk
dilaksanakan. Pelaksanaan peraturan perundangan K3 harus menjadi komitmen
pengusaha/pengurus dan didukung oleh seluruh tenaga kerja yang diwujud
nyatakan dalam setiap kegiatan di tempat kerja. Pengusaha/ pengurus
bertanggungjawab atas pelaksanaan peraturan perundangan K3 dengan melibatkan
seluruh tenaga kerja agar tercipta kondisi tempat kerja yang nyaman, sehat, dan
aman yang bermuara pada efisiensi usaha dan peningkatan produktivitas.
Landasan Hukum Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Tidak satupun produk peraturan perundangan yang ada di Indonesia tidak
bersumber dari hukum dasar tertinggi yaitu Undang-undang Dasar (UUD) 1945

24
sebagai sumber hukum dari segala hukum. Sumber hukum peraturan
perundangan K3 berlandaskan pada pasal 27 ayat 2 UUD Tahun 1945 yang
dinyatakan bahwa Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupannya yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini memberi makna yang
luas bahwa di samping warga negara berhak mendapatkan pekerjaan yang
manusiawi juga mendapatkan perlindungan terhadap aspek K3 agar dalam
melaksanakan pekerjaan tercipta kondisi kerja yang nyaman, sehat, dan aman
serta dapat mengembangkan T2 kemampuan dan keterampilannya agar dapat
hidup layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Berdasarkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945, maka ditetapkanlah UU RI No. 14
Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan. Pada undang-
undang ini ditetapkan tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu
dalam:
1. Pasal 9: Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas
keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan sesuai
dengan harkat dan martabat dan moral agama.
2. Pasal 10: Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup:
a. Norma keselamatan kerja.
b. Norma kesehatan kerja dan higiene perusahaan.
c. Norma kerja.
d. Pemberian ganti kerugian, perawatan, dan rehabilitasi dalam hal
e. kecelakaan kerja.
Secara khusus peraturan perundangan keselamatan kerja sudah ada pada
masa kolonial Belanda yang dikenal dengan Veiligheids Reglement (VR) Tahun
1910 (Lembaran Negara No. 406 Tahun 1910). Undang-undang ini kemudian
diganti dengan UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Safety Act)
mengingat bahwa VR tidak mampu menghadapi perkembangan industrialisasi
yang tidak terlepas dengan penggunaan mesin, peralatan, pesawat, instalasi, dan
bahan baku dalam rangka mekanisasi, elektrifikasi, dan modernisasi yang
tujuannya meningkatkan intensitas kerja dan produktivitas kerja. Di samping itu
pengawasan VR bersifat represif yang kurang sesuai dan tidak mendukung
perkembangan ekonomi, penggunaan sumber-sumber produksi, dan

25
penanggulangan kecelakaan kerja serta alam negara Indonesia yang merdeka.
Penetapan UU RI No. 1 Tahun 1970 berlandaskan pada pasal 9 dan 10 UU RI No.
14 Tahun 1969, pengawasannya bersifat preventif, dan cakupan materinya
termasuk aspek kesehatan kerja. Dengan demikian UU RI No. 1 Tahun 1970
merupakan induk daripada peraturan perundangan K3. Undang-undang RI No. 14
Tahun 1969 tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan zaman, sehingga
diganti dengan UU RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-
undang ini mempertegas perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3
sebagaimana yang dinyatakan dalam:
1. Pasal 86:
a. Ayat 1: Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas: keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan
kesusilaan; dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama.
b. Ayat 2: Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Pasal 87 ayat 1: Setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.

D. Latihan :

Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi yang telah dipaparkan.

Kerjakanlah latihan berikut:


Dalam pemahaman Sumber Hukum Ketenagakerjaan baik secara materil dari
Perundang-undangan dan Sumber Hukum Keselamatan Kerja. Tugas anda adalah
menganalisis Sumber hukum secara materil berdasarkan pancasila dan perundang-
undangan, peraturan kebiasaan, putusan, perjanjian dan traktat serta Sumber

26
Hukum Keselamatan Kerja yang tertuang dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 86 dan
Pasal 87.

E. Daftar Pustaka :

Bagyono. (2004). Mengikuti Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan


di Tempat Kerja. Jakarta: Pesona Wisata Klaten.
Encyclopedia of Occupational Healt and Safety, Volume I.A-K, ILO, Geneva,
1971.
Himpunan Perundang-undangan Ketenagakerjaan I, Departemen Tenaga Kerja
Transkop, Jakarta 1977.
Hasil seminar Nasional III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Lembaga Nasional
Hiperkes, Jakarta 1975.
Nurseha. (2005). Mengikuti Prosedur K3 dalam Bekerja. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Putu.S. (2009). Kesehatan dan Keselamatan dalam Bekerja. {online}. Tersedia
http://catatan.multyply.com/jurnal/44.Php (25 Februari 2010)
Soedjono. (2000). Keselamatan Kerja jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan Pelatihan dan Produktivitas
2008 Pusat Pelatihan Kerja Industri dan Manufaktur, Bandung Jawa Barat.
Maman, Somantri. (2009). K3 dan hukum Ketenaga Kerjaan, Jurusan Pendidikan
Elektro FPTK UPI
Nyoman, Kersiasa. (2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya.

27
MODUL III
Mata Kuliah : Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Kode Mata Kuliah : BG 114
Topik Bahasan : Pengantar Kesehatan Kerja pada Organisasi
Kerja
Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami tentang
Pengantar Kesehatan Kerja pada Organisasi
Kerja
Jumlah Pertemuan : 1 (satu)

KESEHATAN KERJA PADA ORGANISASI KERJA

A. Pendahuluan
Pada bahan ajar dan modul sebelumnya telah diuraikan Sumber Hukum
Ketenagakerjaan dan Sumber Hukum Keselamatan Kerja, dengan selesainya
mempelajari bahan ajar tersebut. Tentunya anda sudah memahami dengan baik.
Materi yang dibahas dimodul tersebut sangat erat kaitannya bahkan menjadi acuan
yang dapat anda gunakan dalam mencermati dan memahami dalam modul ini.

Dalam modul ini anda akan mempelajari tentang Kesehatan Kerja pada
organisasi kerja. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah
bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja, melainkan juga mengarah
kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya.

28
Setelah mempelajari modul ini anda dapat diharapkan memiliki kemampuan
dapat:
1. Menjelaskan kesehatan kerja di laboratorium.
2. Menjelaskan aspek-aspek kesehatan kerja yang mencakup kesehatan
lingkungan dapur, kesehatan personal karyawan di dapur, dan traktat
penyebab terjadinya kecelakaan kerja di dapur.

Kemampuan-kemampuan tersebut di atas sangat penting dipahami dan


dikuasai oleh setiap mahasiswa dalam melaksanakan kerja secara optimal. Untuk
membantu anda memperoleh kemampuan tersebut dalam modul ini disajikan
pembahasan dan latihan dengan pokok-pokok sebagai berikut:
1. Kesehatan Kerja di Laboratorium.
2. Aspek-aspek Kesehatan Kerja, mencakup :
a. Kesehatan Lingkungan dapur
b. Kesehatan Personal Karyawan di dapur
c. Faktor penyebab terjadinya, kecelakaan kerja di dapur.

Agar berhasil dengan baik dalam mempelajari dalam modul ini, mantapkan
pemahaman anda melalui diskusi, membaca sumber-sumber lain yang mendukung
agar pemahaman dan wawasan anda bertambah luas dan optimal.

29
B. Kesehatan Kerja di Laboratorium (Dapur)
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha
preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan
oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum
(Sumamur:1976). Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah,
bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga mengarah
kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total
health of all at work).
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja,
beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja dengan sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain, agar diperoleh
produktivitas kerja yang optimal. Konsep dasar dalam upaya kesehatan kerja
adalah identifikasi permasalahan, evaluasi, dilanjutkan dengan tindakan
pengendalian.

Identifikasi permasalahan

Evaluasi

Tindakan pengendalian

30
Bagan 3.1 Konsep Upaya Kesehatan Kerja
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di dapur adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan dapur yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Kinerja (performence) setiap pekerja dapur merupakan resultante (hasil)
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian
dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan
35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang
optimal.

2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan dalam pengolahan makanan beroperasi 8 - 24
jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan pengolahan makanan
menuntut adanya pola kerja bergiliran tugas/jaga malam. Pola kerja yang
berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi
pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa

31
melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan stres.

3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi
kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational
Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja
(Occupational Disease & Work Related Diseases)

C.Aspek-aspek Kesehatan Kerja


Kesehatan kerja di dapur menyangkut beberapa aspek, yaitu kesehatan
lingkungan dapur, kesehatan personal karyawan dapur, pencegahan kecelakaan
kerja yang mungkin terjadi serta penanganan dan pengendaliannya. Untuk
mewujudkan kesehatan dan keselamatan kerja di dapur, kita harus mewujudkan
semua aspek tersebut. Semua aspek tersebut berhubungan dan saling
mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.

1. Kesehatan Lingkungan Dapur

Peralatan dan lingkungan yang bersih merupakan suatu faktor yang penting
untuk mencegah kontaminasi bakteri seperti halnya kebersihan dan kesehatan
tubuh para pekerja di dapur. Kebersihan atau kesehatan dapur menyangkut
beberapa segi :

a. Lingkungan fisik dapur


Lingkungan fisik dapur meliputi lantai, dinding, ceiling, pintu dan jendela,
ventilasi, lampu penerangan, tempat mencuci tangan, ruang pegawai, toilet,
ruang penampungan sampah, dan saluran limbah. Lingkungan fisik dapur ini
harus dijaga kebersihannya karena dapur sebagai tempat pengolahan makanan,

32
setiap saat menerima bahan makanan untuk diolah dan setiap saat pula ada
kemungkinan bagi potongan-potongan atau kotoran bahan makanan jatuh ke
lantai atau terselip pada tempat-tempat yang sulit dibersihkan. Semua kotoran
ini mudah membusuk dan selanjutnya berfungsi sebagai media bagi bakteri
berkembang biak dan mencemari makanan.
b. Peralatan dan perlengkapan dapur
Peralatan dan perlengkapan dapur ini mencakup cara-cara pembersihan,
penyimpanan dan penentuan desain peralatan. Peralatan-peralatan yang
terdapat di dapur ini banyak jenisnya dan memiliki prosedur atau cara
pembersihan yang mungkin berbeda.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan


lingkungan dapur adalah sebagai berikut :
a. Bersihkan ventilasi, langit-langit/ceiling, pintu dan jendela secara teratur agar
selalu dalam keadaan bersih.
b. Lantai hendaknya dicuci dengan menggunakan air sabun panas, kemudian
dikeringkan.
c. Dinding hendaknya dicuci dengan menggunakan air sabun panas kemudian
dikeringkan.
d. Toilet di lingkungan dapur harus selalu bersih dan tidak mengeluarkan bau.
e. Cerobong asap hendaknya selalu dalam keadaan bersih.

Hanya dengan pelaksanaan, prosedur dan pengawasan yang ketat serta


terarah dapat dicapai suatu hasil yang dapat mencegah terjadinya akibat fatal
seperti keracunan yang dapat timbul di dapur akibat dari tidak bersihnya
lingkungan dapur. Oleh karena itu, para pekerja di dapur harus bekerja sama
dalam menciptakan lingkungan dapur yang bersih dan sehat.

2. Kesehatan Personal Karyawan di Dapur

33
Para karyawan yang bekerja di dapur wajib bertanggung jawab dalam
menentukan suatu standar kebersihan baik tempat kerjanya maupun dirinya
sendiri. Mereka dituntuk untuk lebih berhati-hati dalam menjaga standar
kebersihan, karena merekalah yang berperan dalam kebersihan secara
keseluruhan. Beberapa hal yang perlu dilakukan karyawan dapur untuk menjaga
kesehatan dirinya adalah sebagai berikut :

a. Mandi harus teratur 2 kali sehari.


b. Pakaian harus bersih baik sehari-hari maupun pakaian kerja.
c. Tangan setiap kali akan bekerja dan sesudah bekerja harus dicuci dengan
sabun.
d. Kuku harus dipotong pendek dan selalu dibersihkan setiap hari.
e. Rambut, jenggot dan kumis harus dicukur bersih dan rapi.
f. Rambut dicukur rapi dan tidak terlau panjang.
g. Tangan tidak boleh menyentuh mulut atau bibir selama menangani makanan
karena mulut dan gigi merupakan sumber bakteri.

Kerapian diri adalah bagian dasar dari kebersihan diri pribadi karyawan
dan kebersihan diri merupakan tolak ukur dari kesehatan. Jadi, sebelum kita
menciptakan lingkungan dapur yang sehat, kita harus mewujudkan kesehatan
pribadi terlebih dahulu. Pribadi yang sehat juga akan mengurangi resiko
terjadinya kecelakaan kerja.

3. Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja di Dapur

Sebelum kita menentukan tindakan pencegahan, kita harus mengetahui


terlebih dahulu penyebab terjadinya kecelakaan kerja di dapur. Faktor-faktor yang
menjadi penyebab kecelakaan antara lain :

1. Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan yang tidak aman dapat menyebabkan kecelakaan,
misalnya :
a. Kesalahan konstruksi, misalnya lantai yang tidak rata.
b. Tata letak yang kurang menguntungkan, letak gudang bahan makanan dan
dapur berjauhan akan merangsang timbulnya kecelakaan.

34
c. Penempatan peralatan yang kurang baik
d. Peralatan yang tidak memenuhi syarat dan tidak dapat berfungsi dengan
baik, dan penerangan yang kurang baik
2. Faktor manusia
Kecelakaan kerja juga dapat disebabkan oleh sikap pekerja itu sendiri. Adapun
sikap tersebut adalah :
a. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Kesalahan dalam menggunakan api dan alat yang panas.
d. Kesalahan dalam menggunakan mesin atau peralatan baik yang elektronik
maupun yang non elektronik.
e. Bekerja terlalu tergesa-gesa sehingga terpeleset.
f. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksanan.
D. Latihan :

Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi yang telah dipaparkan,


Kerjakanlah Latihan berikut:

1. Coba anda rumuskan dengan bahasa sendiri tentang Kesehatan Kerja di


dapur.
2. Jelaskan faktor-faktor Kesehatan Kerja dan bagaimana Kesehatan satu sama
lainnya.
3. Jelaskan pula faktor-faktor terjadinya kecelakaan kerja di dapur.

Petunjuk jawaban latihan


1. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam latihan ini anda harus
mencoba memahami dengan cermat rumusan kesehatan kerja di dapur.
2. Untuk menjawab pertanyaan coba anda cermati kembali tentang faktor-faktor
kesehatan kerja, faktor-faktor terjadinya kecelakaan kerja di dapur. Anda
dapat mendiskusikan dengan sesama mahasiswa atau dengan dosen.

35
E. Daftar Pustaka:

Bagyono. (2004). Mengikuti Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan


di Tempat Kerja. Jakarta: Pesona Wisata Klaten.
Encyclopedia of Occupational Healt and Safety, Volume I.A-K, ILO, Geneva,
1971.
Himpunan Perundang-undangan Ketenagakerjaan I, Departemen Tenaga Kerja
Transkop, Jakarta 1977.
Hasil seminar Nasional III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Lembaga Nasional
Hiperkes, Jakarta 1975.
Nurseha. (2005). Mengikuti Prosedur K3 dalam Bekerja. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Putu.S. (2009). Kesehatan dan Keselamatan dalam Bekerja. {online}. Tersedia
http://catatan.multyply.com/jurnal/44.Php (25 Februari 2010)
Soedjono. (2000). Keselamatan Kerja jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan Pelatihan dan Produktivitas
2008 Pusat Pelatihan Kerja Industri dan Manufaktur, Bandung Jawa Barat.

36
Maman, Somantri. (2009). K3 dan hukum Ketenaga Kerjaan, Jurusan Pendidikan
Elektro FPTK UPI
Nyoman, Kersiasa. (2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya.

MODUL IV
Mata Kuliah : Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Kode Mata Kuliah : BG 114
Topik Bahasan : Keselamatan Kerja
Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat menjelaskan tentang
Keselamatan Kerja
Jumlah Pertemuan : 1 (satu)

KESELAMATAN KERJA

A. Pendahuluan
Pada bahan ajar di modul ini anda kami ajak untuk memahami uraian
tentang Keselamatan Kerja yang erat kaitannya dengan peran anda sebagai
pelaksana kerja baik di laboratorium sedang melaksanakan praktek maupun
sebagai tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan jasa maupun produk
boga, mudah-mudahan anda dapat memehami secara komprehensif materi yang
akan disajikan dalam modul ini.
Setelah mempelajari bahan ajar di modul ini secara sungguh-sungguh anda
diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian, dan maksud Keselamatan Kerja.

37
2. Menjelaskan Keselamatan Kerja dan Perlindungan Kerja.
3. Menjelaskan Keselamatan Kerja dan peningkatan produksi serta produktivitas.
4. Menjelaskan latar belakang sosial ekonomi dan kultural.

Untuk membantu anda dalam mempelajari bahan ajar dalam modul ini:
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai anda memahami
secara tuntas tentang apa dan bagaimana mempelajari modul ini.
2. Jika pembahasan dalam bahan ajar dalam modul ini masih dianggap kurang,
upayakan untuk dapat membaca dan mempelajari sumber-sumber lainnya yang
relevan untuk menambah wawasan anda dan mengadakan perbandingan.
3. Mantapkan pemahaman anda dengan latihan dalam-dalam bahan ajar pada
modul ini melalui kegiatan diskusi dengan teman sesama mahasiswa.

B. Pengertian Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja menurut Sumamur (1989) adalah sarana utama untuk
pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Keselamatan yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja.
Kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan
kerugian secara tidak langsung, yakni kerusakan pada mesin dan peralatan kerja,
terhentinya proses produksi beberapa saat, dan kerusakan pada lingkungan kerja.
Hasil observasi menunjukkan angka frekuensi untuk kecelakaan-
kecelakaan ringan yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja tetapi hanya jam
kerja masih terlalu tinggi. Padahal dengan hilangnya satu atau dua jam sehari
berakibat hilangnya jam kerja yang besar secara keseluruhan (Sumamur, 1989:2)
Analisis kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada
faktor penyebabnya. Sebab-sebab tersebut bersumber pada alat-alat mekanik dan
lingkungan serta kepada manusia itu sendiri. Untuk mencegah kecelakaan
penyebab-penyebab ini perlu dihilangkan. Adapun penyebab-penyebab terjadinya
kecelakaan seperti yang telah dituangkan dalam Bab Kesehatan Kerja pada
Organisasi Kerja sebagai berikut:
a. Faktor lingkungan

38
Kondisi lingkungan yang tidak aman dapat menyebabkan kecelakaan,
misalnya :
i. Kesalahan konstruksi, misalnya lantai yang tidak rata.
ii. Tata letak yang kurang menguntungkan, letak gudang bahan makanan
dan dapur berjauhan akan merangsang timbulnya kecelakaan.
iii. Penempatan peralatan yang kurang baik
iv. Peralatan yang tidak memenuhi syarat dan tidak dapat berfungsi
dengan baik.
v. Penerangan yang kurang baik
b. Faktor manusia
Kecelakaan kerja juga dapat disebabkan oleh sikap pekerja itu sendiri.
Adapun sikap tersebut adalah :
a. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Kesalahan dalam menggunakan api dan alat yang panas.
d. Kesalahan dalam menggunakan mesin atau peralatan baik yang
elektronik maupun yang non-elektronik.
e. Bekerja terlalu tergesa-gesa sehingga terpeleset.
f. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana.
g. Sengaja tidak peduli terhadap apa yang dikerjakan.

C. Keselamatan Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja


Perlindungan kerja meliputi aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan
keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai
dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan tersebut bermaksud
agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.
Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai soal
disekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta
pelaksanaan kerjaannya. Dari uraian tersebut keselamatan kerja adalah satu segi
penting dari perlindungan tenaga kerja dalam hubungan ini, bahaya yang dapat
timbul dari mesin atau alat, bahan dan proses pengolahan, keadaan tempat kerja,

39
lingkungan, karakteristik fisik dan mental daripada pekerjaan harus sejauh
mungkin diberantas atau dikendalikan.

D. Keselamatan Kerja dan Peningkatan Produksi dan Produktivitas

Keselamatan kerja erat kaitannya dengan peningkatan produksi dan


produktivitas. Produktivitas adalah perbandingan diantara hasil kerja (=out put)
dan upaya yang dipergunakan (=in put). Keselamatan kerja dapat membantu
peningkatan produksi dan produktivitas atas dasar :
1. Dengan tingkat keselamatan kerja yang tinggi, kecelakaan-kecelakaan
yang menjadi sebabsakit, cacat, dan kematian dapat dikurangi atau ditekan
sekecil-kecilnya sehingga pembiayaan yang tidak perlu dapat dihindari.
2. Tingkat keselamatan yang tinggi sejalan dengan pemeliharaan dan
penggunaan peralatan kerja dan mesin yang produktif dan efisien dan
bertalian dengan tingkat produksi dan produktivitas yang tinggi.
3. Pada berbagai hal, tingkat keselamatan kerja yang tinggi menciptakan
kondisi-kondisi yang mendukung kenyaman serta kegairahan kerja
sehingga faktor manusia dapat diserasikan dengan tingkat efisieni yang
tinggi pula
4. Praktek keselamatan tidak bisa dipisah-pisahkan dari keterampilan,
keduanya berjalan sejajar dan merupakan unsur-unsur esensial bagi
kelangsungan produksi.
5. keselamatan kerja yang yang dilaksanakan sebaik-baiknya dengan
partisipasi pengusaka dan pekerja akan membawa iklim keamanan dan
ketenangan kerja, sehingga sangat membantu bagi hubungan kerja dan
merupakan landasan kuat bagi terciptanya kelancaran produksi.

E. Latar Belakang Sosial-Ekonomi dan Kultural


Keselamatan Kerja memiliki latar belakang sosial-ekonomi dan kultural
yang sangat luas. Tingkat pendidikan, latar belakang kehidupan yang luas, seperti
kebiasaan-kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan dan lainnya yang berkaitan
dengan pelaksanaan keselamatan kerja.

40
Didalam masyarakat yang sedang membangun dan salah satu aspek penting
pembangunan adalah bidang ekonomi dan sosial, maka keselamatan kerja lebih
diupayakan, dikarenakan cepatnya penerapan teknologi dengan segala seginya
termasuk problematika keselamatan kerja menampilkan banyak permasalahan.
Keselamatan kerja harus ditanamkan sejak kecil dan menjadi kebiasaan
hidup yang dipraktekan sehari-hari. Keselamatan kerja merupakan suatu bagian
dari keselamatan pada umumnya. Masyarakat harus dibina penghayatan
keselamatannya ke arah yang jauh lebih tinggi.

F. Latihan :

Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi yang telah dipaparkan


tersebut, kerjakan latihan berikut.
1. Jelaskan apa yang dimaksud Keselamatan Kerja menurut pendapat Anda
sendiri.
2. Berdasarkan pengalaman Anda, apa yang dimaksud dengan Perlindungan
Kerja.
3. Jelaskan Keterkaitan antara Keselamatan Kerja dengan peningkatan produksi
dan produktivitas sesuai dengan argumentasi anda.

G. Daftar Pustaka:

Bagyono. (2004). Mengikuti Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan


di Tempat Kerja. Jakarta: Pesona Wisata Klaten.
Encyclopedia of Occupational Healt and Safety, Volume I.A-K, ILO, Geneva,
1971.

41
Himpunan Perundang-undangan Ketenagakerjaan I, Departemen Tenaga Kerja
Transkop, Jakarta 1977.
Hasil seminar Nasional III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Lembaga Nasional
Hiperkes, Jakarta 1975.
Nurseha. (2005). Mengikuti Prosedur K3 dalam Bekerja. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Putu.S. (2009). Kesehatan dan Keselamatan dalam Bekerja. {online}. Tersedia
http://catatan.multyply.com/jurnal/44.Php (25 Februari 2010)
Soedjono. (2000). Keselamatan Kerja jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan Pelatihan dan Produktivitas
2008 Pusat Pelatihan Kerja Industri dan Manufaktur, Bandung Jawa Barat.
Maman, Somantri. (2009). K3 dan hukum Ketenaga Kerjaan, Jurusan Pendidikan
Elektro FPTK UPI
Nyoman, Kersiasa. (2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya.

MODUL V
Mata Kuliah : Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Kode Mata Kuliah : BG 114
Topik Bahasan : Undang-Undang Keselamatan Kerja
Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami tentang
Undang-undang Keselamatan Kerja
Jumlah Pertemuan : 1 (satu)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

A. Pendahuluan
Pada bahan ajar di modul ini Anda akan mempelajari dan mencermati hal-
hal yang berkaitan dengan perundang-undangan tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang menjadi dasar pijakan bagi para Tenaga Kerja dalam
melakukan pekerjaan dimanapun.
Untuk kepentingan ini pada modul ini akan disajikan mengenai undang-
undang Republik Indonesia no 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja yang
tertuang pada Bab I tentang istilah-istilah Pasal 1, bab 2 tentang ruang lingkup
tertuang pada Pasal 2, syarat-syarat Keselamatan Kerja Bab III Pasal 3 dan 4, serta

42
pengawasan pada Bab IV pasal 5,6,7,8 serta Bab V pasal 9, bab VI pasal 10, bab
VII tentang kecelakaan pasal II, bab VIII kewajiban dan hak tenaga kerja pasal 12
bab IX pasal 13, bab X pasal 14, bab XI pasal 15,16,17,18. Sedangkan undang-
undang Kesehatan tertuang pada bab V upaya kesehatan pasal 23 bagian ke 6
tentang kesehatan kerja.
Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan dapat menjelaskan.
1. Undang-undang RI tentang keselamatan kerja yang tertuang dalam 11 bab
terdiri pasal-pasal.
2. Undang-undang Kesehatan Kerja yang tertuang dalam bab V pasal 23.
Kemampuan tersebut sangat penting dikuasai oleh setiap mahasiswa yang
mempelajari Keselamatan Kerja karena sebagai acuan dalam melaksanakan
kegiatan kerja sebagai tenaga kerja dimanapun.
Untuk membantu Anda mencapai kemampuan tersebut di atas dalam
modul ini disajikan pembahasan materi disertai latihan sebagai berikut:
1. Undang-undang RI tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-undang Kesehatan Kerja
B. Undang-Undang tentang Keselamatan Kerja

Peraturan Perundang-undangan tentang Keselamatan Kerja terdapat dalam


Undang-Undang Repubil Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, isinya sebagai berikut:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA

BAB I
TENTANG ISTILAH-ISTILAH

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki
tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber
atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2;
termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan
sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubung dengan
tempat kerja tersebut;

43
2. "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas langsung sesuatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;

3. "pengusaha" ialah :
a. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik
sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu
mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau
badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang mewakili
berkedudukan di luar Indonesia.
4. "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Mneteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan Undang-undang ini.

5. "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari


Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

6. "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari


luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga
Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2
1. Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam
segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan
hukum Republik Indonesia.

2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat


kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat,
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat
menimbulkan kecelakaan atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut,
atau disimpan atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk
bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan
sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,
pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya,
peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;

44
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak,
logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau
minieral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di
dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di
darat, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di
udara;
g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga,
dok, stasiun atau gudang;
h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di
dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau
perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi
atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,
kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok,
hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap,
uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau
getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar,
televisi, atau telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau
riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r. diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi
lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
s. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja,
ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat
membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja atau yang
berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian
tersebut dalam ayat (2).

BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA

Pasal 3
1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan
kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; d. memberi
kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

45
d. memberi pertolongan pada kecelakaan;
e. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
f. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar radiasi, suara dan getaran;
g. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
h. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
i. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
j. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
k. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
l. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya;
m. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;
n. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
o. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang;
p. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
q. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

2. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut


dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik
dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.

Pasal 4

1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan


kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang
mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

2. Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi


suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis
yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan,
perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan,
pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas
bahan, barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin
keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang
melakukannya dan keselamatan umum.

3. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut


dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa
yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan

46
tersebut.

BAB IV
PENGAWASAN

Pasal 5
1. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini
sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya
Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
2. Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli
keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur
dengan peraturan perundangan.

Pasal 6
1. Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat
mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
2. Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia
Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
3. Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus
membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan
peraturan perundangan.
Pasal 8
1. Pengurus di wajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental
dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun
akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan
padanya.
2. Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh
Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
3. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan
peraturan perundangan.

BAB V
PEMBINAAN

Pasal 9
1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga
kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam
tempat kerja;

47
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan
dalam tempat kerja;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

2. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan


setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-
syarat tersebut di atas.

3. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga


kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan
kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan
keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan
pertama pada kecelakaan.

4. Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan


ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang
dijalankan.

BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10

1. Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina


Keselamatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling
pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan
tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam
rangka melancarkan usaha berproduksi.

2. Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas


dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

BAB VII
KECELAKAAN

Pasal 11
1. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam
tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja.
2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai
termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.

48
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA

Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja
untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai
pengawas dan atau keselamatan kerja;
b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan
dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan
dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khususditentukan lain oleh
pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung
jawabkan.

BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA

Pasal 13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan
mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan.

BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS

Pasal 14

Pengurus diwajibkan :
a. secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-
undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi
tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar
keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan
lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

49
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja
tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut
petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.

BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

1. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih


lanjut dengan peraturan perundangan.

2. Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan


ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).

3. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Pasal 16

Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah


ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di
dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk
memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang
ini.

Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan
dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam
bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai
berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-
undang ini.

Pasal 18
Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN
KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap
orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta

50
pada tanggal 12 Januari 1970
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 1970
Sekretaris Negara Republik
Indonesia,

ALAMSYAH

C. Undang-Undang Kesehatan Kerja

Peraturan Perundang-undangan tentang keselamatan kerja terdapat dalam


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Sedangkan
Undang-undang tentang Kesehatan Kerja dapat dilihat dalam Undang-undang
Nomor 23 tahun 1994 tentang Kesehatan terdapat dalam Bab V tentang Upaya
Kesehatan sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG KESEHATAN
BAB V
UPAYA KESEHATAN
Bagian Keenam
Kesehatan Kerja
Pasal 23
(1) Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal.
(2) Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan
penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
(3) Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
(4) Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam

51
ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

D. Latihan
1. Coba anda analisis pasal-pasal yang memuat tentang Keselamatan Kerja dan
Undang-Undang tentang Kesehatan Kerja penerapannya pada praktek kerja.
2. Diskusikan dengan teman sesama mahasiswa
3. Presentasikan oleh perwakilan salah seorang mahasiswa
4. Buat laporan hasil presentasi berdasarkan masukan dari sesama teman dan
dosen

Selamat Bekerja

E. Daftar Pustaka:

Bagyono. (2004). Mengikuti Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan


di Tempat Kerja. Jakarta: Pesona Wisata Klaten.
Encyclopedia of Occupational Healt and Safety, Volume I.A-K, ILO, Geneva,
1971.
Himpunan Perundang-undangan Ketenagakerjaan I, Departemen Tenaga Kerja
Transkop, Jakarta 1977.
Hasil seminar Nasional III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Lembaga Nasional
Hiperkes, Jakarta 1975.
Nurseha. (2005). Mengikuti Prosedur K3 dalam Bekerja. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Putu.S. (2009). Kesehatan dan Keselamatan dalam Bekerja. {online}. Tersedia
http://catatan.multyply.com/jurnal/44.Php (25 Februari 2010)
Soedjono. (2000). Keselamatan Kerja jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

52
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan Pelatihan dan Produktivitas
2008 Pusat Pelatihan Kerja Industri dan Manufaktur, Bandung Jawa Barat.
Maman, Somantri. (2009). K3 dan hukum Ketenaga Kerjaan, Jurusan Pendidikan
Elektro FPTK UPI
Nyoman, Kersiasa. (2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya.

MODUL VI
Mata Kuliah : Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Kode Mata Kuliah : BG 114
Topik Bahasan : Kondisi dan Metode Kerja
Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami tentang
Kondisi dan Metode Kerja
Jumlah Pertemuan : 2 (satu)

KONDISI DAN METODE KERJA

53
A. Pendahuluan
Pada modul sebelumnya anda telah mempelajari mengenai peraturan
perundang-undangan tentang Keselamatan Kerja yang dapat dijadikan pijakan dan
acuan dalam melaksanakan kerja.
Pada modul ini Anda akan diantarkan pada suatu pemahaman tentang
bagaimana kondisi dan metode kerja yang baik mendukung pekerja untuk dapat
menjalankan aktivitasnya dengan baik, dimana kondisi kerja berhubungan dengan
penjadwalan dari pekerjaan. Oleh karena itu kondisi kerja meliputi faktor fisik,
psikologis, dan kondisi sementara dari lingkungan kerja harus diperhatikan agar
para pekerja merasa nyaman dalam bekerja, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja.

Mudah-mudahan anda dapat memahami secara menyeluruh apa yang akan


diuraikan dalam modul ini.
Setelah mempelajari modul ini secara tuntas, anda diharapkan dapat :
1. Menjelaskan definisi kondisi kerja dari beberapa sumber.
2. Menjelaskan jenis kondisi kerja.
3. Menjelaskan kinerja dalam bekerja.
Kemampuan tersebut sangat penting di pahami oleh anda berkaitan dengan
peran anda sebagai pekerja baik di industri maupun lembaga pendidikan yang
bidang boga.

Untuk membantu dan mencapai kemampuan tersebut di atas, dalam bahan


ajar pada modul ini di sajikan pembahasan disertai latihan.

Agar berhasil dengan baik mempelajari bahan ajar ini terdapat beberapa
petunjuk belajar yang dapat anda ikuti.

54
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai anda
memahami secara tuntas tentang apa, untuk apa, dan bagaimana belajar
modul ini.

2. Jika pembahasan dalam bahan ajar pada modul ini masih dianggap kurang,
upayakan untuk dapat membaca atau mempelajari sumber-sumber lain yang
relevan untuk menambah wawasan anda.

3. Mantapkan pemahaman anda dengan mengerjakan latihan melalui kegiatan


diskusi dengan sesama teman.

B. Definisi Kondisi Kerja


Kondisi Kerja menurut Stewart and Stewart (1983: 53) adalah Working
condition can be defined as series of conditions of the working environment in
which become the working place of the employee who works there yang kurang
lebih dapat diartikan kondisi kerja sebagai serangkaian kondisi atau keadaan
lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para
karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut.
Kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat
menjalankan aktivitasnya dengan baik. Meliputi segala sesuatu yang ada di
lingkungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan
keamanan kerja, temperatur, kelambaban, ventilasi, penerangan, kebersihan dan
lainlain. Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual,
karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda - beda
dalam mengerjakan tugasnya.

55
Kinerja adalah sebagai seluruh hasil yang diproduksi pada fungsi
pekerjaan atau aktivitas khusus selama periode khusus. Kinerja keseluruhan pada
pekerjaan adalah sama dengan jumlah atau rata - rata kinerja pada fungsi
pekerjaan yang penting. Fungsi yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut akan
dilakukan dan tidak dilakukan dengan karakteristik kinerja individu. Pendapat di
atas didukung oleh pernyataan dari Sunarto (2003), yaitu : Kinerja yang tinggi
dapat tercapai oleh karena kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara
anggota - anggotanya artinya para anggota mempercayai integritas, karakteristik,
dan kemampuan setiap anggota lain. Untuk mencapai kinerja yang tinggi
memerlukan waktu lama untuk membangunnya, memerlukan kepercayaan, dan
menuntut perhatian yang seksama dari pihak manajemen.
Menurut Newstrom (1996:469) Work condition relates to the scheduling of
work-the length of work days and the time of day (or night) during which people
work, yang kurang lebih berarti bahwa kondisi kerja berhubungan dengan
penjadwalan dari pekerjaan, lamanya bekerja dalam hari dan dalam waktu sehari
atau malam selama orang-orang bekerja. Oleh sebab itu kondisi kerja yang terdiri
dari faktor-faktor seperti kondisi fisik, kondisi psikologis, dan kondisi sementara
dari lingkungan kerja, harus diperhatikan agar para pekerja dapat merasa nyaman
dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Produktivitas adalah suatu konsep universal yang menciptakan lebih
banyak barang dan jasa bagi kehidupan manusia, dengan menggunakan sumber
daya yang serba terbatas (Tarwaka, Bakri, dan Sudiajeng: 2004).

C. Jenis Kondisi Kerja


1. Kondisi Fisik dari lingkungan kerja

Kondisi fisik dari lingkungan kerja di sekitar


karyawan sangat perlu diperhatikan oleh
pihak badan usaha, sebab hal tersebut
merupakan salah satu cara yang dapat
ditempuh untuk menjamin agar karyawan
dapat melaksanakan tugas tanpa mengalami

56
gangguan. Memperhatikan kondisi fisik dari lingkungan kerja karyawan dalam hal
ini berarti berusaha menciptakan kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan para karyawan sebagai pelaksanan kerja pada tempat
kerja tersebut.
Kondisi fisik dari lingkungan kerja menurut Newstrom (1996:469) adalah
among the more obvious factors that can affect the behavior of workers are the
physical conditions of the work environment, including the level of lighting, the
usual temperature, the level of noise, the amounts and the types of airbone
chemicals and pollutans, and aesthetic features such as the colors of walls and
flors, and the presence (or absence) of art work, music, plants decorative items.
yang berarti bahwa faktor yang lebih nyata dari faktor-faktor yang lainnya dapat
mempengaruhi perilaku para pekerja adalah kondisi fisik, dimana yang termasuk
didalamnya adalah tingkat pencahayaan, suhu udara, tingkat kebisingan, jumlah
dan macam-macam radiasi udara yang berasal dari zat kimia dan polusi-polusi,
cirri-ciri estetis seperti warna dinding dan lantai dan tingkat ada (atau tidaknya)
seni didalam bekerja, musik, tumbuh-tumbuhan atau hal-hal yang menghiasi
tempat kerja.
Menurut Handoko (1995:84), lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan
yang terdapat di sekitar tempat kerja, yang meliputi temperatur, kelembaban
udara, sirkulasi juadara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan,
warna dan lain-lain yang dalam hal ini berpengaruh terhadap hasil kerja manusia
tersebut.

Faktor-faktor lingkungan kerja


a. Illumination
Menurut Newstrom (1996:469-478), cahaya atau penerangan sangat besar
manfaatnya bagi para karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja.
Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: cahaya yang
berasal dari sinar matahari dan cahaya buatan berupa lampu. Oleh sebab itu perlu
diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetpai tidak menyilaukan.
Dengan penerangan yang baik para karyawan akan dapat bekerja dengan cermat
dan teliti sehingga hasil kerjanya mempunyai kualitas yang memuaskan. Cahaya

57
yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan kurang jelas,
sehingga pekerjaan menjadi lambat, banyak mengalami kesalajhan, dan pada
akhirtnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanbkan pekerjaan, sehingga
tujuan dari badan usaha sulit dicapai.
b. Temperature
Menurut Newstrom (1996:469-478), bekerja pada suhu yang panas atau
dingin dapat menimbulkan penurunan kinerja. Secara umum, kondisi yang panas
dan lembab cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat,
sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun.
c. Noise
Menurut newstrom (1996:469-478) bising dapat didefinisikan sebagai bunyi
yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan suara
bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi perusahaan akan dapat
terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan yang dilakukkan
akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan
kerugian
.d. Motion
Menurut Newstrom (1996:469-478) kondisi gerakan secara umum adalah
getaran. Getaran-getaran dapat menyebabkan pengaruh yang buruk bagi kinerja,
terutama untuk aktivitas yang melibatkan penggunaan mata dan gerakan tangan
secara terus-menerus.
e. Pollution
Menurut Newstrom (1996:469-478) pencemaran ini dapat disebabkan karena
tingkat pemakaian bahan-bahan kimia di tempat kerja dan keaneksragaman zat
yang dipakai pada berbagai bagian yang ada di tempat kerja dan pekerjaan yang
menghasilkan perabot atau perkakas. Bahan baku-bahan baku bangunan yang
digunakan di beberapa kantor dapat dipastikan mengandung bahan kimia yang
beracun. Situasi tersebut akan sangat berbahaya jika di tempat tersebut tidak
terdapat ventilasi yang memadai.

f. Aesthetic Factors

58
Menurut newstrom (1996:469-478) faktor keindahan ini meliputi: musik,
warna dan bau-bauan. Musik, warna dan bau-bauan yang menyenangkan dapat
meningkatkan kepuasan kerja dalam melaksankan pekerjaanya.

2. Kondisi psikologis dari lingkungan kerja


Rancangan fisik dan desain dari pekerjaan, sejumlah ruangan kerja yang
tersedia dan jenis-jenis dari perlengkapan dapat mempengaruhi perilaku pekerja
dalam menciptakan macam-macam kondisi psikologi.
Menurut newstrom (1996:494) Psychological conditions of the work
environment that can affect work performance
include feelings of privacy or crowding, the
status associated with the amount or location
of workspace, and the amount of control over
the work environment.

Kondisi psikologis dari lingkungan kerja dapat mempengaruhi kinerja


yang meliputi perasaan yang bersifat pribadi atau kelompok, status dihubungkan
dengan sejumlah lokasi ruang kerja dan sejumlah pengawasan atau lingkungan
kerja.

Faktor-faktor dari kondisi psikologis meliputi:


a. Feeling of privacy
Menurut Newstrom (1996:478),
privasi dari pekerja dapat
dirasakan dari desain ruang kerja.
Ada ruang kerja yang didesain
untuk seorang pekerja, adapula
yang didesain untuk beberapa
orang, sehingga penyelia untuk
mengawasi interaksi antar
karyawan.
b. Sense of status and impotance

59
Menurut Newstrom (1996: 478), para karywan tingkat bawah senang dengan
desain ruang yang terbuka karena memberi kesempatan kepada karyawan untuk
berkomunikasi secara informal. Sebaliknya para manajer merasa tidak puas
dengan desain ruang yang terbuka karena banyak gangguan suara dan privasi yang
dimiliki terbatas.

3. Kondisi Sementara dari Lingkungan Kerja


Menurut Newstrom (1996:480), The temporal condition-the time structure
of the work day. Some of the more flexible work schedules have developed in an
effort to give workers a greater sense of control over the planning and timing of
their work days Kondisi sementara meliputi stuktur waktu pada hari kerja.
Mayoritas dari pekerja bekerja dengan jadwal 5-9 jam dimana pekerja akan diberi
waktu 1 jam untuk istirahat dan makan siang. Faktor-faktor dari kondisi sementara
meliputi

a. Shift
Menurut Newstrom (1996:481) dalam satu hari sistem kerja shift dapat dibagi
menjadi 3 yaitu shift pagi, shift psore, dan shift malam. Dan berdasarkan banyak
penelitian bahwa shift malam dianggap banyak menimbulkan masalah seperti
stres yang tinggi, ketidakpuasan kerja dan kinerja yang jelek
b. Compressed work weeks
Menurut Newstrom (1996:481), maksudnya adalah mengurangi jumlah hari
kerja dalam seminggu, tetapi menambah jumlah jam kerja perhari. Mengurangi
hari kerja dalam seminggu mempunyai dampak yang positif dari karyawan yaitu
karyawan akan merasa segar kembali pada waktu bekerja karena masa liburnya
lebih lama dan juga dapat mengurangi tingkat absensi dari karyawan.
c. Flextime
Menurut Newstrom (1996:481) adalah suatu jadwal kerja dimana karyawan
dapat memutuskan kapan mulai bekerja dan kapan mengakhiri pekerjaannya
selama karyawan dapat memenuhi jumlah jam kerja yang ditetapkan oleh badan
usaha. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan
buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan.

60
Kondisi kerja dipandang mempunyai peranan yang cukup penting terhadap
kenyamanan, ketenangan, dan keamanan kerja. Terciptanya kondisi kerja yang
nyaman akan membantu para karyawan untuk bekerja dengan lebih giat sehingga
produktivitas dan kepuasan kerja bisa lebih meningkat. Kondisi kerja yang baik
merupakan kondisi kerja yang bebas dari gangguan fisik seperti kebisingan,
kurangnya penerangan, maupun polusi seta bebas dari gangguan yang bersifat
psikologis maupun temporary seperti privasi yang dimiliki karyawan tersebut
maupun pengaturan jam kerja.

D. Kinerja dalam Bekerja


Kinerja seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan
selama periode tertentu dibandingkan dengan kemungkinan, misalnya standar,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan dan disepakati bersama.
Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, kesungguhan serta waktu (Alwi, 2001). Dengan kata lain, kinerja
adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Selanjutnya Asad (2000) mengemukakan bahwa kinerja seseorang
merupakan ukuran sejauh mana kebberhasilan seseorang dalam melakukan tugas
pekerjaannya. Ada tiga faktor utama yang berpengaruh terhadap kinerja, yaitu:
(1) Individu (kemampuan bekerja),
(2) Usaha kerja (keinginan untuk bekerja), dan
(3) Dukungan organisasional (kesempatan untuk bekerja).
Menurut Handoko (2000) pengukuran kinerja didasarkan pada mutu
(kehalusan, kebersihan dan ketelitian), jumlah wakt (kecepatan), jumlah macam
kerja (banyak keahlian), jumlah jenis alat (ketrampilan dalam menggunakan
macam-macam alat) dan pengetahuan tentang pekerjaan. Kinerja juga dapat
dilihat dari individu dalam bekerja, misalnya prestasi seseorang pekerja
ditunjukkan oleh kemandiriannya, kreativitas serta adanya rasa percaya diri.
Pengukuran prestasi kerja menurut Siagian (2000) menyatakan bahwa secara
umum pengukuran kinerja diterjemahkan kedalam penilaian perilaku kerja secara

61
umum, kemudian diterjemahkan kedalam perilaku kerja secara mendasar yang
meliputi :
(1) kuantitas kerja,
(2) kualitas kerja,
(3) pengetahuan tentang pekerjaan,
(4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan
(5) keputusan yang diambil
(6) perencanaan kerja, dan
(7) daerah organisasi kerja.
Tujuan organisasi akan dapat dicapai karena adanya upaya para pelaku yang
berada di dalam organisasi tersebut. Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai
oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi dalam suatu kurun waktu
tertentu, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Berdasarkan pengertian ini, sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara
kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional
performance), atau dengan kata lain bila kinerja perorangan baik, maka
kemungkinan besar kinerja lembaga juga baik selama lembaga yang bersangkutan
memenuhi kebutuhan para anggotanya.
Menurut Handoko (2000), ukuran kinerja dapat meliputi data produksi,
data personalia dan lain-lain sesuai dengan tujuan. Robbins (2003) mengatakan
bahwa mengevaluasi kinerja karyawan dapat dilakukan melalui dua kategori : 1)
terhadap karyawan teknik terdiri atas kompetensi teknis, kesanggupan mencukupi
kebutuhannya sendiri, hubungan dengan orang lain, kompetensi komunikasi,
inisiatif, kompetensi administratif dan keseluruhan hasil kinerja karyawan teknis.
2) evaluasi terhadap ilmuwan meliputi kreativitas, kontribusi yang diberikan,
usaha kerja kelompok, keseluruhan hasil kinerja ilmuwan. Selain itu kinerja dapat
dilihat dari perilaku individu dalam bekerja. Misalnya, prestasi seorang pekerja
dapat ditunjukkan oleh kemandiriannya, kreativitas, serta adanya rasa percaya
diri. Ada dua kegiatan pengukuran kinerja yang dapat dilakukan :
1. Identifikasi dimensi kerja

62
2. Penetapan standar kerja.
Dimensi kerja mencakup semua unsur yang akan dievaluasi dalam pekerjaan
masing-masing pegawai /karyawan dalam suatu organisasi. Dimensi ini mencakup
berbagai kriteria yang sesuai untuk digunakan untuk mengukur hasil pekerjaan
yang telah diselesaikan. Pengukuran kinerja juga mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut : kuantitas (jumlah yang harus diselesaikan), kualitas (mutu yang
dihasilkan) dan ketetapan waktu (kesesuaian dengan waktu yang telah
direncanakan). Tidak semua kriteria pengukuran kinerja dipakai dalam suatu
penilaian kinerja pegawai/karyawan. Hal ini tentu harus disesuaikan dengan jenis
pekerjaan yang akan dinilai. Ada enam kriteria primer yang digunakan untuk
mengukur kinerja:

1. quality ; merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan


kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan
2. quantity; merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah,
jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.
3. timeliness ; adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain
serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.
4. cost-effectiveness; yaitu tingkat sejauh mana penggunaan daya organisasi
(manusia, keuangan, teknologi, material) dimaksimalkan untuk mencapai
hasil tertinggi, atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan
sumber daya.
5. need for supervision ; merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja
daat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan
seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
6. interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana karyawan/pegawai
memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama di antara rekan kerja dan
bawahan.
Penetapan standar kerja diperlukan untuk mengetahui apakah kinerja
pegawai/karyawan telah sesuai dengan sasaran yang diharapkan, sekaligus melihat
besarnya penyimpangan dengan cara membandingkan antara hasil pekerjaan

63
secara aktual dengan hasil yang diharapkan. Standar kinerja pekerjaan
(performance standard) menentukan tingkat kinerja pekerjaan yang diharapkan
dari pemegang pekerjaan tersebutdan kriteria terhadap mana kesuksesan pekerjaan
di ukur.
Standar kinerja pekerjaan membuat eksplisit kuantitas dan/atau kualitas
kinerja yang diharapkan dalam tugas-tugas dasar yang ditetapkan sebelumnya
dalam deskripsi pekerjaan. Biasanya standar kinerja pekerjaan adalah pernyataan-
pernyataan mengenai kinerja yang dianggap dapat diterima dan dapat dicapai atas
sebuah pekerjaan tertentu.Menurut Alwi (2001), ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi standar kinerja pekerjaan, yaitu :
1. standar kinerja haruslah relevan dengan individu dan organisasi.
2. standar kinerja haruslah stabil dan dapat diandalkan
3. standar kinerja haruslah membedakan antara pelaksanaan pekerjaan yang
baik, sedang, atau buruk.
4. standar kinerja haruslah ditentukan dalam angka
5. standar kinerja haruslah dipahami oleh karyawan/pegawai dan penyelia.
6. standar kinerja haruslah mudah diukur
7. standar kinerja haruslah memberikan penafsiran yang tidak mendua
Standar kinerja pekerjaan mempunyai dua fungsi. Pertama, menjadi tujuan
atau sasaran-sasaran dari upaya-upaya karyawan/pegawai. Jika standar telah
dipenuhi maka karyawan/pegawai akan merasakan adanya pencapaian dan
peneyelesaian. Kedua, standar-standar kinerja pekerjaan merupakan kriteria
pengukuran kesuksesan sebuah pekerjaan. Tanpa adanya standar, tidak akan ada
sistem pengendalian yang dapat mengevaluasi kinerja pegawai/karyawan.
Analisis tentang kinerja/pegawai menurut Robbins (2003) senantiasa
berkaitan erat dengan dua faktor utama, yaitu pertama, kesediaan atau motivasi
karyawan/pegawai untuk bekerja yang menimbulkan usaha karyawan/pegawai,
kedua adalah kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan. Dengan kata
lain kinerja adalah fungsi interaksi antara motivasi kerja dengan kemampuan atau
p = f (m x a), dimana p = performance. M = motivation, dan a = ability.
Berdasarkan persamaan di atas, menurut Robbins (2003), masih ada sepotong
teka-teki yang belum ditemukan, yaitu perlunya menambahkan aspek kesempatan

64
(oppurtunity) ke dalam persamaan di atas, sehingga persamaan kinerja = f (m x a
x o).
Selanjutnya Siagian (2002) mengemukakan bahwa produktivitas sebagai
wujud dari kinerja merupakan fungsi perkalian dari usaha pegawai (effort) yang
didukung dengan motivasi yang tinggi, dengan kemampuan pegawai (ability)
yang diperoleh melalui latihan-latihan. Disamping itu, kondisi kerja juga turut
berpengaruh dalam menentukan efisiensi dan efektivitas seorang individu dalam
berkinerja. Kinerja yang baik akan memberikan dampak yang positif bagi usaha
selanjutnya dari organisasi

Kondisi kerja dipandang mempunyai peranan yang cukup penting terhadap


kenyamanan, ketenangan, dan keamanan kerja. Terciptanya kondisi kerja yang
nyaman akan membantu para karyawan untuk bekerja dengan lebih giat
sehingga produktivitas dan kepuasan kerja bisa lebih meningkat

Kondisi
Kepuasan
Kerja Produktif
Bekerja
Nyaman

E. Latihan :

Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi diatas kerjakan latihan


berikut :
1. Rumuskan pengertian Kondisi Kerja berdasarkan pendapat anda sendiri?
2. Jelaskan dengan bahasa sendiri tentang jenis-jenis kondisi kerja berdasarkan
kondisi fisik dari lingkungan kerja dan psikologis?
3. Jelaskan pula Kinerja dalam bekerja sesuai argumen anda.

65
Petunjuk latihan
1. Untuk dapat menjawab pertanyaan ini anda harus mengingat kembali
beberapa definisi kondisi kerja berdasarkan dari beberapa pendapat.

2. Dalam menjawab pertanyaan ini anda harus membandingkan pengalaman


anda ketika belum memahami kondisi kerja dan metode kerja dan setelah
anda mempelajari materi ini.

F. Daftar Pustaka:

Bagyono. (2004). Mengikuti Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan


di Tempat Kerja. Jakarta: Pesona Wisata Klaten.
Encyclopedia of Occupational Healt and Safety, Volume I.A-K, ILO, Geneva,
1971.
Himpunan Perundang-undangan Ketenagakerjaan I, Departemen Tenaga Kerja
Transkop, Jakarta 1977.
Hasil seminar Nasional III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Lembaga Nasional
Hiperkes, Jakarta 1975.
Nurseha. (2005). Mengikuti Prosedur K3 dalam Bekerja. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Putu.S. (2009). Kesehatan dan Keselamatan dalam Bekerja. {online}. Tersedia
http://catatan.multyply.com/jurnal/44.Php (25 Februari 2010)
Soedjono. (2000). Keselamatan Kerja jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan Pelatihan dan Produktivitas
2008 Pusat Pelatihan Kerja Industri dan Manufaktur, Bandung Jawa Barat.
Maman, Somantri. (2009). K3 dan hukum Ketenaga Kerjaan, Jurusan Pendidikan
Elektro FPTK UPI

66
Nyoman, Kersiasa. (2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya.

MODUL VII
Mata Kuliah : Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Kode Mata Kuliah : BG 114
Topik Bahasan : Jenis-jenis Kecelakaan yang Terjadi di
Laboratorium
Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Jenis-
jenis Kecelakaan yang Terjadi di Laboratorium
Jumlah Pertemuan : 2 (dua)

JENIS-JENIS KECELAKAAN YANG TERJADI DI LABORATORIUM

(Gambar kecelakaan yang diakibatkan oleh ledakan gas)

A. Pendahuluan
Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
dinginkan, yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian
terhadap praktek.

67
Faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja antara lain yaitu disebabkan
faktor lingkungan dan faktor manusiawi yang berdampak pada beberapa kerugian
bagi beberapa pihak baik bagi korban, bagi instansi maupun bagi masyarakat
sekitar.
Jenis-jenis kecelakaan kerja terjadi, terluka, keracunan, terkena kejutan
listrik. Pada bahan ajar ini juga di bahas mengenai pencegahan kecelakaan kerja
yang akan diuraikan berdasarkan beberapa pendapat para ahli dalam bidang
keselamatan kerja yang terjadi di dapur/ laboratorium.

Setelah mempelajari dan mencermati modul ini anda diharapkan memiliki


kemampuan dapat :
1. Menjelaskan pengertian kecelakaan kerja.
2. Menjelaskan penyebab kecelakaan kerja.
3. Menjelaskan akibat kecelakaan kerja.
4. Menjelaskan jenis kecelakaan kerja dan pencegahan kecelakaan kerja.
Kemampuan-kemampuan tersebut di atas sangat penting dimiliki atau
dikuasai oleh anda sebagai pekerja maupun dalam pekerja baik di industri jasa
boga maupun industri usaha yang bergerak dalam bidang boga atau di instansi-
instansi/ lembaga dimana anda bekerja.

Mantapkan pemahaman anda melalui diskusi, membaca sumber-sumber


yang mendukung agar pemehaman dan wawasan anda bertambah luas dan
optimal.

68
B. Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan menurut M. Sulaksmono (1997) adalah suatu kejadian yang
tak terduga yang tidak dikehendaki yang mengacaukan suatu proses aktivitas yang
telah di atur.
Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang
tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau
kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, dalam istilah safety disebut dengan insiden
(incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah near-miss atau near-
accident, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana
dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap
manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Kecelakaan di dapur adalah suatu hal yang tidak diharapkan, padahal di
dalam dapur penuh dengan peralatan dan perlengkapan yang sangat
membahayakan. Setiap alat dan perlengkapan mempunyai cara penanganan
sendiri dan pegawai harus dapat menggunakan alat tersebut sebagaimana mestinya
agar tidak terjadi kecelakaan. Selain itu, lingkungan dapur juga dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan, misalnya lantai yang terlalu licin dapat
menyebabkan terpeleset atau terjatuh. Untuk itu, perlu dilakukan tindakan
pencegahan terhadap kecelakaan-kecelakaan kerja yang dapat terjadi di dapur.
Adapun contoh kecelakaan kerja sebagai berikut:
1. Luka bakar akibat terkena uap panas atau api

69
2. Luka tergores atau terpotong benda tajam
Berikut beberapa alat tajam yang dapat menimbulkan kecelakaan:
a. Pisau
b. Mesin pemotong
c. Barang pecah belah (dari gelas dan porselen)
d. Tulang atau duri dan bahan makanan beku
3. Kecelakaan karena gas
4. Kecelakan karena arus listrik
5. Kecelakaan karena bahan kimia/radiasi
6. Kebakaran
Kebakaran di dapur rentan terjadi karena sikap manusia itu sendiri,

disamping pengawasan yang kurang terhadap penggunaan peralatan atau

barang yang dapat menimbulkan api, misalnya alat pemanas, peralatan listrik,

punting rokok, dan ledakan gas.

7. Terpeleset atau terjatuh


Terpeleset atau terjatuh dapat menimbulkan sesuatu yang fatal, misalnya
jika kepala atau bagian badan yang lain terbentur sesuatu. Terpeleset terjadi
karena beberapa hal, yaitu karena keseimbangan yang kurang, lantai yang licin
atau yang jauh lebih penting, mungkin sepatu atau alas kaki kita yang tidak
sesuai dengan apa yang kita injak.

C. Penyebab Kecelakaan Kerja


Faktor-faktor yang menjadi penyebab kecelakaan kerja antara lain :
1. Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan yang tidak aman dapat menyebabkan kecelakaan,
misalnya:
a. Kesalahan konstruksi, misalnya lantai yang tidak rata.
b. Tata letak yang kurang menguntungkan, letak gudang bahan makanan dan
dapur berjauhan akan merangsang timbulnya kecelakaan.
c. Penempatan peralatan yang kurang baik

70
d. Peralatan yang tidak memenuhi syarat dan tidak dapat berfungsi dengan
baik.
e. Penerangan yang kurang baik
2. Faktor manusia
Hasil penelitian menyebutkan bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh
faktor manusia. Unsur-unsur tersebut menurut buku Management Losses
Bab II tentang the causes and effects of loss antara lain:
a. Ketidak seimbangan fisik antara lain; tidak sesuai berat badan, kepekaan
panca indra, cacat fisik, cacat sementara dan kepekaan tubuh.
b. Ketidak seimbangan kemampuan psikologis pekerja antara lain; rasa takut,
gangguan emosional, sakit jiwa, tingkat kecakapan, tidak mampu
memahami, sedikit ide, gerakan lamban.
c. Kurang pengetahuan, antara lain; kurang pengalaman, kurang orientasi,
salah pengertian terhadap suatu perintah
d. Kurang terampil, antara lain; kurang mengadakan latihan praktik,
penampilan kurang, kurang kreatif, salah pengertian.
e. Stress mental
f. Stress fisik, antara lain; tidak sehat badan, beban kerja berlebihan, kurang
istirahat, kelelahan sensori, gerakan terganggu, gula darah menurun.
g. Motivasi menurun
Kecelakaan kerja juga dapat disebabkan oleh sikap pekerja itu sendiri. Adapun
sikap tersebut adalah :
a. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Kesalahan dalam menggunakan api dan alat yang panas.
d. Kesalahan dalam menggunakan mesin atau peralatan baik yang elektronik
maupun yang non elektronik.
e. Bekerja terlalu tergesa-gesa sehingga terpeleset.
f. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana.
g. Sengaja tidak peduli terhadap apa yang dikerjakan.

D. Akibat/ dampak Kecelakaan Kerja


Akibat/ dampak kecelakaan kerja mengakibatkan beberapa kerugian bagi
beberapa pihak, kerugian tersebut adalah:

71
1. Kerugian bagi instansi
a. Biaya pengangkutan korban ke Rumah Sakit
b. Biaya pengobatan, penguburan jika korban meninggal dunia
c. Hilangnya waktu kerja korban dan rekan-rekan yang menolong
sehingga menghambat kelancaran program
d. Mencari pengganti atau melatih tenaga baru
e. Mengganti/memperbaiki mesin yang rusak
f. Kemunduran mental para pekerja

2. Kerugian bagi korban


Kerugian paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu
sampai mengakibatkan ia sampai cacat atau meninggal dunia, ini berarti
hilangnya pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih sayang orang
tua terhadap putra-putrinya.
3. Kerugian bagi masyarakat dan negara
Akibat kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagai biaya
produksi yang mengakibatkan dinaikannya harga produksi perusahaan
tersebut dan merupakan pengaruh bagi harga di pasaran.

E. Jenis-Jenis Kecelakaan Kerja


1. Terluka
Luka adalah terputusnya hubungan jaringan oleh suatu sebab, penyebab luka
sebagai berikut:
a. Persentuhan dengan benda tumpul (lecet, memar, robek)
b. Persentuhan dengan benda tajam (tusuk, iris, bacok)
c. Luka bakar yang disebabkan oleh api, uap, cairan panas, zat kimia,
sinar, arus listrik/petir.

2. Terbakar/Luka Bakar

72
Luka bakar merupakan jenis luka,
kerusakan jaringan atau kehilangan
jaringan yang diakibatkan sumber panas
ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber
listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi
dan friksi. Penyebab luka bakar selain
terbakar api langsung atau tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak
langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga.

3. Keracunan
Disebut keracunan makanan bila seseorang
mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi
makanan yang terkontaminasi kuman atau racun yang
dihasilkan oleh kuman penyakit. Kuman yang paling
sering mengkontaminasi makanan adalah bakteri.
Kuman ini dapat masuk ke dalam tubuh kita melalui
makanan dengan perantaraan orang yang mengolah
makanan atau memang berasal dari makanan itu
sendiri akibat pengolahan yang kurang baik. Gejala
yang muncul adalah keluhan yang dirasakan antara lain nyeri perut, mules,
diare, muntah dan demam. Keluhan ini dirasakan dari tingkat ringan sampai
berat. Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya
keracunan makanan:
a. Biasakan mencuci tangan sebelum melakukan aktifitas yang
berhubungan dengan makanan. Baik itu sebelum mengolah makanan
atau menyantap makanan. Cucilah tangan menggunakan sabun agar
kuman bakteri yang ada pada tangan segera mati.

73
b. Pisahkan antara makanan yang belum diolah dengan makanan yang
telah siap disajikan. Jangan menghidangkan makanan pada tempat
yang kotor atau bekas dipakai tempat makanan mentah.
c. Masaklah makanan sampai benar benar matang. Jangan mengkonsumsi
makanan mentah atau makanan setengah matang.
d. Bekukan makanan yang akan disimpan dalam waktu yang lama.

4. Terkena radiasi
Cedera Akibat Radiasi adalah kerusakan jaringan akibat
radiasi (penyinaran). Radiasi adalah gelombang atau
partikel berenergi tinggi yang berasal dari sumber alami
atau sumber yang sengaja dibuat oleh manusia. Cedera
jaringan bisa terjadi akibat pemaparan singkat radiasi
tingkat tinggi atau pemaparan jangka panjang radiasi
tingkat rendah. Beberapa efek yang merugikan dari radiasi hanya berlangsung
singkat, sedangkan efek lainnya bisa menyebabkan penyakit menahun.
Pemaparan radiasi menyebabkan 2 jenis cedera, yaitu akut (segera) dan kronik
(menahun).
Sindroma radiasi akut bisa menyerang berbagai organ yang berbeda:

Sindroma otak terjadi jika dosis total radiasi sangat tinggi (lebih dari 30
gray) dan selalu berakibat fatal. Gejala awal berupa mual dan muntah, lalu
diikuti oleh lelah, ngantuk dan kadang koma. Gejala ini kemungkinan
besar disebabkan oleh adanya peradangan otak. Beberapa jam kemudian
akan timbul tremor (gemetar), kejang, tidak dapat berjalan dan kematian.

Sindroma saluran pencernaan terjadi akibat dosis total radiasi yang lebih
rendah (tetapi tetap tinggi, yaitu 4 gray atau lebih). Gejalanya berupa mual
hebat, muntah dan diare, yang menyebabkan dehidrasi berat. Pada
awalnya gejala timbul akibat kematian sel-sel yang melapisi saluran
pencernaan. Gejala tetap ada akibat lepasnya lapisan saluran pencernaan
secara progresif dan akibat infeksi bakteri. Pada akhirnya, sel-sel yang
menyerap zat gizi dihancurkan seluruhnya dan darah merembes dari
daerah yang terluka ke dalam usus. Mungkin akan tumbuh sel-sel yang

74
baru, biasanya dalam waktu 4-6 hari setelah pemaparan. Tetapi meskipun
terjadi pertumbuhan sel yang baru, penderita sindroma ini kemungkinan
akan meninggal karena adanya gagal sumsum tulang, yang biasanya
terjadi 2-3 minggu kemudian.

Sindroma hematopioetik menyerang sumsum tulang, limpa dan kelenjar


getah bening, yang kesemuanya merupakan tempat pembentukan sel-sel
darah yang utama. Sindroma ini terjadi jika dosis total mencapai 2-10 gray
dan diawali dengan berkurangnya nafsu makan, apati, mual dan muntah.
Gejala yang paling berat terjadi dalam waktu 6-12 jam setelah pemaparan
dan akan menghilang dalam waktu 24-36 setelah pemaparan. Selama
periode bebas gejala, sel penghasil darah di dalam limpa, kelenjar getah
bening dan sumsum tulang, mulai berkurang sehingga sel-sel darah merah
dan putihpun sangat berkurang. Kekurangan sel darah putih seringkali
menyebabkan terjadinya infeksi yang berat. Jika dosis total lebih dari 6
gray, maka biasanya kelainan fungsi hematopoietik dan saluran
pencernaan akan berakibat fatal.

Pada sebagian kecil pasien, sakit radiasi akut terjadi setelah menjalani
terapi radiasi, terutama pada perut. Gejalanya berupa mual, muntah, diare,
nafsu makan menurun, sakit kepala, merasa tidak enak badan dan denyut
jantung meningkat. Gejala biasanya menghilang dalam beberapa jam atau
beberapa hari. Penyebabnya belum diketahui.
Pemaparan berulang atau pemaparan jangka panjang oleh radiasi dosis
rendah dari implan radioaktif atau sumber eksternal, bisa menyebabkan:
- terhentinya menstruasi (amenore)
- berkurangnya kesuburan pada pria dan wanita
- berkurangnya gairah seksual (libido) pada wanita
- katarak
- berkurangnya jumlah sel darah merah (anemia), sel darah putih (leukopenia
dan trombosit (trombositopenia).

75
Dosis sangat tinggi pada bagian tubuh tertentu bisa menyebabkan rambut
rontok, kulit menipis dan terbentuknya luka terbuka (ulkus, borok), kapalan
dan spider nevi (daerah kemerahan seperti laba-laba akibat pelebaran
pembuluh darah kecil di bawah permukaan kulit). Lama-lama bisa terjadi
kanker kulit sel skuamosa. Tumor tulang bisa tumbuh bertahun-tahun setelah
menelan senyawa radioaktif tertentu, misalnya garam radium.
Kadang cedera berat pada organ yang terkena radiasi terjadi beberapa
bulan/tahun setelah menjalani terapi radiasi untuk kanker:

Fungsi ginjal bisa menurun dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah
penderita menerima dosis radiasi yang sangat tinggi; juga bisa terjadi
anemia dan tekanan darah tinggi.

Penimbunan radiasi dosis tinggi di dalam otot bisa menyebabkan nyeri,


penciutan otot (atrofi) dan penimbunan kalsium di dalam otot yang
teriritasi. Meskipun sangat jarang terjadi, perubahan ini bisa menyebabkan
tumor otot ganas.

Radiasi pada tumor paru bisa menyebabkan peradangan paru (pneumonitis


radiasi) dan radiasi dosis tinggi bisa menyebabkan pembentukan jaringan
parut yang hebat pada paru-paru (fibrosis), yang bisa berakibat fatal.

Jantung dan kantungnya bisa mengalami peradangan setelah diberikan


radiasi yang luas pada tulang dada dan dada.

Penimbunan radiasi di dalam korda spinalis bisa menyebabkan kerusakan


hebat yang berakhir dengan kelumpuhan.

Radiasi ekstensif pada perut (untuk kanker kelenjar getah bening, buah
zakar atau indung telur) bisa menyebabkan terbentuknya ulkus kronis,
jaringan parut dan perforasi pada usus.

Radiasi merubah bahan genetik pada sel-sel yang sedang membelah.


Perubahan pada sel-sel yang berada di luar sistem reproduksi bisa
menyebabkan kelainan pada pertumbuhan sel, misalnya dalam bentuk kanker
atau katarak.

76
Pada hewan percobaan di laboratorium, jika indung telur dan buah zakar
terkena radiasi, kemungkinan keturunannya nanti mengalami kelainan genetik
(mutasi) akan meningkat, tetapi efek ini pada manusia belum terbukti.
Beberapa ahli yakin bahwa dibawah dosis tertentu, radiasi tidak berbahaya;
sedangkan ahli lainnya berpendapat bahwa setiap radiasi pada indung telur
dan buah zakar bisa berbahaya.

5. Terkena kejutan listrik


Kecelakaan karena sengatan listrik dapat
mengakibatkan kebakaran, jatuh, dan kejutan
listrik. Masing-masing menyebabkan gejala yang
berbeda pada korban.Penderita bias disebabkan
oleh salah satu atau kombinasi membedakan
ejala-gejala yang muncul.
Meskipun keterlambatan pertolongan dan
penyadaran kembali dapat berakibat fatal, namun
kejutan listrik umumnya dapat tidak langsung mematikan, hanya mungkin
menyebabkan kepekaannya menurun, pernafasan terganggu atau berhenti, dan
kerja jantungnya terganggu. Karena itu,yang terpenting adalah memeriksa kondisi
pernafasan dan jantung penderita,jika berhenti harus segera dibantu dan
dinormalkan kembali.

F. Pencegahan Kecelakaan Kerja


Menurut Bannet NB.Silalahi (1995) bahwa teknik pencegahan kecelakaan
kerja harus didekati dua aspek, yakni:
1. Aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak, dsb)
2. Aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan)

Menurut Julian B. Olishifki (1985) bahwa aktivitas pencegahan yang profesional


adalah:
1. Memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara
kerja, material, dan struktur perencanaan.

77
2. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang
ada dalam perusahaan tersebut.
3. Memberikan pendidikan atau (training) kepada karyawan tentang
kecelakaan dan keselamatan kerja.
4. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada
pada area yang membahayakan.

Menurut Sumamur (1996), kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah


dengan 12 hal berikut:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi,
perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja
peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi
medis, P3K, dan pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi yang diterapkan secara resmi, setengah resmi atau, tidak resmi
mengenai misalnya syarat-syarat keselamatan sesuai instruksi peralatan
industri dan alat pelindung diri (APD).
3. Pengawasan, agar ketentuan UU wajib dipatuhi
4. Penelitian bersifat teknik misalnya tentang bahan-bahan yang berbahaya,
pagar pengaman, pengujian APD, pencegahan peralatan lainnya.
5. Riset media, terutama meliputi efek fisiologis dan patologis, faktor
lingkungan dan teknologi dan keadaan yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola-pola kewajiban
yang mengakibatkan kecelakaan
7. Penelitian secara statistik untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang
terjadi
8. Pendidikan
9. Latihan-latihan
10. Penggairahan, pendekatan agar bersikap yang selamat
11. Asuransi, yaitu insentif finansial untukmeningkatkan pencegahan
kecelakaan
12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan

78
Faktor Pencegahan Kecelakaan
Dari uraian beberapa pakar di atas bahwa kecelakaan kerja dapat dicegah pada
intinya perlu memperhatikan 4 faktor yakni:
1. Lingkungan
2. Manusia
3. Peralatan
4. Bahaya (hal-hal yang membahayakan)

Bahaya

Peralatan Kecelakaan Manusia

Lingkungan

G. Pencegahan Kecelakaan Kerja di Dapur Secara Umum


Seperti kata pepatah Lebih baik mencegah daripada mengobati. Hal ini
berlaku pula dalam menangani kecelakaan kerja di dapur. Tindakan yang paling
tepat adalah tindakan pencegahan (preventif) sebelum kecelakaan itu terjadi.
Tindakan yang umum dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja di
dapur adalah :

1. Menggunakan alat pelindung diri


Alat pelindung diri yang digunakan di dapur yaitu perlengkapan pakaian yang
ditentukan dan penggunaan sarung tangan pada waktu tertentu. Penggunaan
pakaian / seragam ini memang terkesan sederhana, namum memiliki fungsi
yang sangat penting dalam melindungi diri selama melaksanakan kegiatan di
dapur. Adapun perlengkapan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Topi
Topi juru masak berbentuk silinder, lurus ke atas dan bagian atasnya tidak
tertutup sehingga sirkulasi udara dapat terjadi dengan baik untuk mencegah
kerontokan rambut. Topi juga berfungsi untuk mencegah keringat agar
tidak sampai jatuh ke makanan.
b. Kacu (necktie)

79
Kacu terbuat dari kain yang tipis berbentuk segitiga sama kaki dengan
panjang 90-100 cm. Fungsinya adalah untuk mengisap keringat yang
timbul di daerah muka dan leher sehingga tidak jatuh kedalam makanan
yang sedang diolah.
c. Kemeja (jacket)
Kemeja juru masak dibuat berlengan panjang, bagian dada dibuat berlapis
dua serta memiliki double breasted. Tujuannya adalah untuk melindungi
bagian dada dari panas api dan makanan yang menyirami tubuh dan
melindungi tangan dari barang panas.
d. Celemek (apron)
Tujuan utama penggunaan apron adalah untuk melindungi tubuh bagian
bawah dari cairan seperti air, kaldu, atau sauce panas yang mungkin
menyiram.
e. Lap (towel)
Berfungsi untuk melindungi tangan dari alat-alat panas seperti panci dan
oven.
f. Sarung tangan (hand gloves)
Sarung tangan dibutuhkan dalam proses pengolahan makanan agar tangan
dan makanan tetap hygiene atau bersih sehingga mencegah penyebaran
bakteri berbahaya.
g. Masker (Mask)
Berfungsi untuk mencegah terhirupnya bau yang menusuk hidung, bersin
dan penularan penyakit atau bakteri sehingga makanan yang diolah tetap
hygiene.
2. Memperhatikan dan menghindari faktor-faktor penyebab terjadinya
kecelakaan kerja, baik faktor lingkungan maupun faktor manusia atau pekerja
itu sendiri.
3. Manajer atau supervisor hendaknya memberikan pengetahuan dan pemahaman
kepada pekerja di dapur mengenai semua syarat keselamatan kerja yang
diwajibkan. Dalam hal ini, dibutuhkan pelatihan atau training dan pengawasan
yang intensif.

80
4. Manajer atau supervisor hendaknya memasang gambar atau poster
keselamatan kerja yang berhubungan dengan dapur, misalnya : Gunakan
pisau dengan benar, Hati-hati terhadap kebakaran, Never smoke while you
are on duty, dan lain sebagainya. Poster-poster ini tidak akan mengganggu
kinerja para karyawan melainkan justru akan mengingatkan karyawan akan
pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja.
5. Memperbaiki manajemen tentang kesehatan dan keselamatan kerja karena
terjadinya kecelakaan kerja bisa merupakan akibat kesalahan manajemen.
Manajemen yang baik akan menuntun kita menuju arah yang baik dan akan
mengurangi resiko kecelakaan.

H. Latihan

Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi diatas kerjakanlah


latihan berikut
1. Coba anda rumuskan pengertian kecelakaan kerja menurut pendapat anda
sendiri?
2. Jelaskan dengan contoh penyebab kecelakaan kerja dan akibatnya?
3. Jelaskan pula jenis-jenis kecelakaan kerja dengan contoh dan cara
pencegahannya?

1. Untuk menjawab pertanyaan dalam latihan ini anda mencoba memahami


dengan cwrmat rumusan tentang pengertian kecelakaan kerja.

2. Untuk menjawab pertanyaan coba anda cermati kembali tentang penyebab


kecelakaan dan akibatnya, serta jenis-jenis kecelakaan dan cara
pencegahannya.

81
I. Daftar Pustaka

Bagyono. (2004). Mengikuti Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan


di Tempat Kerja. Jakarta: Pesona Wisata Klaten.
Encyclopedia of Occupational Healt and Safety, Volume I.A-K, ILO, Geneva,
1971.
Himpunan Perundang-undangan Ketenagakerjaan I, Departemen Tenaga Kerja
Transkop, Jakarta 1977.
Hasil seminar Nasional III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Lembaga Nasional
Hiperkes, Jakarta 1975.
Nurseha. (2005). Mengikuti Prosedur K3 dalam Bekerja. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Putu.S. (2009). Kesehatan dan Keselamatan dalam Bekerja. {online}. Tersedia
http://catatan.multyply.com/jurnal/44.Php (25 Februari 2010)
Soedjono. (2000). Keselamatan Kerja jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan Pelatihan dan Produktivitas
2008 Pusat Pelatihan Kerja Industri dan Manufaktur, Bandung Jawa Barat.

82
Maman, Somantri. (2009). K3 dan hukum Ketenaga Kerjaan, Jurusan Pendidikan
Elektro FPTK UPI
Nyoman, Kersiasa. (2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya.

MODUL VIII
Mata Kuliah : Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Kode Mata Kuliah : BG 114
Topik Bahasan : Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat menjelaskan dan
menerapkan tentang Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan (P3K)
Jumlah Pertemuan : 2 (dua)

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)

83
A. Pendahuluan
Dalam modul sebelumnya telah dikemukakan bahan kecelakaan kerja sering
ditumbuhkan oleh lingkungan maupun manusianya. Pertolongan pertama
mempunyai makna tindakan yang pertama sebelum yang mendapat kecelakaan
dibawa ke rumah sakit. Terdapat tiga hal penting pada saat menolong seseorang
yang mengalami kecelakaan yaitu membebaskan jalan napas, memberikan napas
buatan dan menjalankan peredaran darah dengan pijat jantung luar (sirkulasi).
Pada bahan ajar modul ini anda akan kami ajak untuk memahami uraian
tentang pertolongan pertama pada kecelakaan yang merupakan tindakan
mencegah agar cedera yang timbul tidak lebih parah, mengikuti peredaran darah,
mencegah nyeri, dan penyumbatan fungsi saluran napas. Sehingga korban dapat
terselamatkan dari bahaya maut semaksimal mungkin.

Setelah mempelajari bahan ajar di modul ini secara sungguh-sungguh anda


diharapkan dapat :
1. Menyelamatkan konsep P3K

2. Menjelaskan langkah-langkah dasar pertolongan pertama

3. Menjelaskan pertolongan pertama pada

a. Pendarahan
b. Luka bakar api
c. Luka pada mata
d. Luka goresan dan memar
e. Terkena sengatan listrik
f. Pertolongan darurat pemompaan rongga jantung
Untuk membantu anda dalam mempelajari modul 8 ini, maka bacalah dengan
cermat bagian pendahuluan modul ini sampai memahami secara tuntas apa,
bagaimana penerapan P3K dalam kerja.

84
Mantapkan pemahaman anda dengan mengerjakan latihan dalam modul ini
melalui diskusi dengan teman sesama mahasiswa.

B. Pengertian

P3K secara harfiah merupakan tindakan yang dapat diberikan / dilakukan


oleh orang yang terlatih atau memahami tentang seluk-beluk anatomi-kesehatan
dasar. Kemampuan dasar ini dapat diperoleh melalui pendidikan umum formal,
pelatihan ataupun pengalaman.
Pertolongan pertama mempunyai makna
tindakan yang pertama sebelum korban dibawa ke
fasilitas kesehatan yang lebih baik, sehingga tujuan dari
P3K sesungguhnya adalah: mencegah agar cedera yang
timbul tidak lebih parah, menghentikan perdarahan,
mencegah nyeri dan menjamin fungsi saluran napas,
sehingga korban dapat terselamatkan dari bahaya maut
semaksimal mungkin.
Kotak P3K berisi beberapa peralatan penting seperti: kain pembalut dan
obat-obatan, supaya tindakan pertolongan pertama berjalan efektif. Persediaan
obat harus selalu diperbaharui secara teratur dan dio cek tanggal kadaluarsanya.

85
Tiga hal penting pada saat menolong seseorang yang mengalami
kecelakaan sebagai berikut:
1. Membebaskan jalan nafas (air way)
2. Memberikan nafas buatan (breathing)
3. Menjalankan peredaran darah dengan pijat jantung luar (sirkulasi).

Skema Pertolongan Dasar


Sadar
Tidak Sadar

Pertahankan Posisi
yang Baik Nafas Buatan

Rumah Sakit

Unit Pertolongan Lanjut

C. Langkah-langkah Dasar Pertolongan Pertama


1. Jangan pindahkan atau ubah posisi orang yang terluka, terutama bila luka-
lukanya terjadi karena jatuh, jatuh dari ketinggian dengan keras atau karena
kekerasan yang lain.
2. Pindahkan atau ubah posisi penderita hanya apabila tindakan anda adalah
untuk menyelamatkan dari bahaya lain.

86
3. Bertindaklah dengan cepat apabila penderita mengalami pendarahan, kesulitan
bernafas, luka bakar atau kejutan. Baringkan penderita dan selimuti agar tetap
hangat.tetapi jangan sampai terlalu panas
4. Apabila penderita muntah-muntah dan anda yakin bahwa tidak ada
kemungkinan patah tulang leher, maka miringkan tubuhnya ke satu sisi untuk
mencegah penderita agar tidak trsendak.
5. Hubungi dokter dan tanyakan tindakan apa yang harus anda lakukan sebelum
dokter tiba di tempat.
6. Periksalah keadaan penderita dengan teliti dan hati-hati, jangan melepas
pakaian dari penderita luka bakar.

D. Pertolongan Pertama pada Pendarahan


Penghentian pendarahan, pada umumnya dapat dilakukan dengan menekan
luka berdarah tersebut. Jika pada kasus tertentu pendarahan tidak bisa dihentikan
dengan cara ini, panggil segera tenaga medis, dokter.

1. Pendarahan hidung
a. Dudukan korban dengan tenaga dengan kepala menunduk
b. Cegahlah korban memaksa darah keluar dari hidungnya
c. Pijit, atau mintalah korban untuk memijit cuping hidungnya keras keras
d. Jika pendarahan tidak berhenti selama 5 10 menit usahakan agar
mendapat perawatan medis

2. Pendarahan karena luka


a. Mintalah pertolongan medis
b. Perlihatkan semua luka

87
c. Tutup dan tekanlah luka dengan tangan atau pencet tepi luka bersama
sama agar menutup, jika sempat tutuplah luka dengan sapu tangan, atau
kain yang bersih sebelum ditekan
d. Penekanan dapat dilakukan dengan memberi bantalan tipis pada luka
kemudian diikat erat erat dengan perban. Bantalan harus cukup lebar
menutupi seluruh luka dan seluruh bantalan harus tertutup perban.
e. Jika penderita merasakan kesakitan karena ikatan perban terlalu
kencang,ikatan perban
f. Jika pendarahan masih berlangsung, beri bantalan dan perbanlah lagi,tanpa
melepas ikatan bantalan yang pertama.
g. Bahan yang dipakai untuk menekan pendarahan terbuat dari bahan kayu,
atau logam. Cara seperti ini dapat pula digunakan untuk menolong korban
yang patah tulang.

E. Pertolongan
Pertama pada
Pasien yang terkena
Kejutan
Hampir setiap kecelakaan, cedera atau luka-luka, selalu diikuti oleh
kejutan. Keadaan penderita pucat, dingin dan lunak kulitnya, lemas badan, dan
denyut nadi makin cepat, mungkin juga tidak sadarkan diri. Hal yang perlu
dilakukan adalah:
1. Pindahkan korban di tempat yang nyaman dan tenang.
2. Jaga korban agar tenang dan tetap hangat badannya.
3. Longgarkan baju.
4. Usahakan agar korban merasa tenang dan yakinkan bahwa pertolongan
segera datang

F. Pertolongan Pertama pada Keracunan


Untuk semua peristiwa keracunan, kirimkan kepada tenaga medis secepat
mungkin. Langkah P3K yang dapat dilakukan:

88
1. Pindahkan ketempat yang segar.
2. Lakukan seperti merawat shock.
3. Buat pertolongan pernafasan,jika pernafasan berhenti. Jangan melakukan
pertolongan pernafasan melalui kontak mulut ke mulut,bila terjadi racun
terminum melalui mulut (asam,alkali,dan lain-lain)
4. Amankan dan simpan cairan yang diduga racun untuk contoh
5. Ambil yang dimuntahkan korban untuk pemeriksaan dokter/klinik

G. Pertolongan Pertama Luka Bakar Api


Penanganan segera secara medis tergantung pada sejauh mana
tingkat penderitanyaannya.
1. Penanganan terbaik luka bakar adalah denggan
mengucurkan air dingin dan bersih kebagian yang terbakar.
2. Jangan menarik, atau menyobek baju dari luka bakarnya.
3. Jangan mencoba memindah benda-benda yang menempel
pada kulit yang terbakar.
4. Lakukan perawatan seperti menangani kejutan(shock).
5. Tutuplah luka bakar dengan bahan-bahan steeril seperti perban
kering,handuk ataukertas,jika ada.
6. Jangan sentuh bagian luka bakar yang menggelembung, atau bagian otot-
otot yang terbakar.

H. Pertolongan Pertama Kecelakaan dan Luka Pada Mata


Hal yang dapat dilakukan sebagai upaya P3K pada kecelakaan dan luka
pada mata adalah sebagai berikut:
1. Usahakan agar mata tetap dibuka
2. Jangan sentuh mata dengan apapun juga
3. Usahakan mendapat perawatan medis
4. Longgarkan perban pada mata
5. Bimbinglah korban ketempat perawatan medis

89
I. Pertolongan Pertama Luka Goresan dan Memar
Setiap luka meskipun ringan harus diobati dan dicatat kejadiannya. Setiap luka
akan berakibat infeksi dan membusuk jika tidak segera diobati.
1. Pada luka goresan,biarkan darah mengalir beberapa menit,untuk
membuang kemungkinan infeksi.
2. Jangan membalut luka dengan baju-baju lusuh,atau sapu tangan yang kotor
pada luka.
3. Bersihkan luka dengan bahan-bahan yang lunak.
4. Berilah obat anti septic,steril,atau bahan aid untuk luka-luka ringan.
5. Panggilkan tenaga medis jika lukanya parah dan terlalu dalam
6. Luka memar yang berat memerlukan perawatan medis segera jangan
ditunda

J. Pertolongan Pertama Kecelakaan Sengatan Listrik


Kecelakan listrik sering menimbulkan luka
sampingan. Bila menghadapi kecelakaan karena listrik,
kerjakanlah segera tindakan dengan urutan sebagai
berikut:
1. Matikan aliran listri,atau jika tidak
mungkin,usahakan agar korban terbebas dari
sengatan listrik
2. Beri pertlongan pertama sesuai gejalanya.

90
Cara Membebaskan Korban Dari Aliran Listrik
1. Begitu melihat korban terkena aliran listrik, cepat perhatikan keadaan
sekitar. Tentukan cara terbaik untuk melepaskannya tanpa korban
menderita lebih lanjut, karena jatuh dan lain-lain. Jika mungkin matikan
aliran listrik, dan jadikan ini sebagai tindakan utama. Jika tidak mungkin
anggap korban masih tetap terkena aliran listrik.
2. Jangan sekali-sekali menganggap korban telah terbebas dari aliran listrik
3. Matikan aliran listrik
4. Dorong atau tarik korban dengan bahan-bahan yang tidak menghantar arus
listrik(tidak konduktif)agar terbebas dari sengatan listrik. Hendaknya
seseorang selalu mengetahui letak dan daerah pelayanan setiap tombol
listrik didaerah kerja masing-masing.
Untuk tegangan rendah(240 v,atau kurang), bila aliran listrik tidak dapat
segera dimatikan,gunakan benda yang tidak konduktif, dan kering untuk
melepaskan korban (jangan gunakan logam atau benda-benda yang basah).

1. Tariklah dengan menggunakan tali kering, kain kering, karet, atau plastic.
2. Tariklah baju korban,pada tempat yang longgar dan kering.
3. Berdirilah diatas papan kering ketika mendorong atau menarik korban
4. Doronglah dengan kayu kering

91
5. Jika mendorong korban hendaknya dilakukan dalam sekali gerak, agar
selekas mungkin terbebas dari aliran listrik. Siapkan tenaga yang cukup
untuk melepaskan,Korban yang menggenggam konduktor berarus listrik.
Dengan memakai sarung tangan anda dapat memukul pergelangan
tangan,atau punggung telapak tangan korban sampai ia terbebas.
Untuk tegangan tinggi (650 v, atau lebih) Dan aliran listrik tidak dapat segera
dimatikan jangan mendekat dalam radius 1,5 m. Gunakan tongkat yang
panjangnya lebih dari 1,5 m terbut dari material yang tidak konduktif dan kering,
untuk melepas korban.

Catatan :
Ingat bahwa korban karena listrik, badannya pun berarus
listrik, karena itu jangan sekali-sekali memegang tubuh
korban, baju yang melekat atau sepatunya, tanpa sarung
pelindung tangan.

K. Awal Penyadaran Yang Perlu Segera Dilakukan


Luka bisa semakin parah karena memindahkan korban. Pemindahan hanya
dilakukan jika :
1. Korban dalam bahaya akan terkena api, kejatuhan benda, karena aliran listrik
atau penyebab yang lain.
2. Letak korban menyulitkan pemberian pertolongan dasar, misalnya untuk :
a. Melancarkan saluran pernafasan
b. Melakukan penyadaran korban
c. Penghentian pendarahan

Jika korban harus dipindah, lakukan bersama sama oleh 3 4 orang,


perlu untuk tetap melakukan penyadaran, sementara korban dipindah.
1. Usahakan agar badan tetap lurus jangan sampai leher atau punggung tertekuk.
2. Buat agar korban tetap lurus, muka menghadap keatas, agar terlihat wajahnya.

92
3. Penyadaran tetap dapat dilakukan dan di usahakan saluran pernafasan tetap
lancar.
4. Tolonglah kaki dan tangan bila terluka.
5. Penyadaran kembali akan lebih besar hasilnya, jika dimulai dalam selang
waktu satu menit setelah pernafasan terhenti.
6. Jangan ditunda usaha penyadaran kembali tersebut.
7. Kirimlah tenaga medis dan beri pertolongan secepat mungkin.

L. Pertolongan Darurat Pemompaan Rongga Jantung


Ada dua cara yng harus dilaksanakan bersama sama. Jika pernafasan
korban berhenti dan denyut jantung tidak ada. Metode tersebut adalah :
1. EAR untuk memperbaiki pernafasan
2. EEC ( External Cadiac Compression ) untuk memperbaiki peredaran darah.
Pertolongan Pernafasan
Lakukan pada korban yang tidak bisa bernafas tetapi denyut nadinya
masih baik. Ada hal penting yang dilakukan untuk pertolongan ini, yaitu :
a. Tindakan cepat
b. Pembersihan saluran pernafasan
c. Usahakan agar udara tidak bocor.
Prosedur :
a. Bersihkan mulut dari muntahan atau darah
b. Baringkan korban terlentang
c. Angkat leher dan gerakkan kepala agar dagu mengarah ke atas
d. Tutup hidung dan memijitnya
e. Ambillah nafas yang dalam
f. Buka mulut lebar-lebar dan letakkan diatas mulut korban, pastikan bahwa
udara tidak bocor
g. Tiup mulutnya keras keras.

93
(1) (2)

Ingat :
Lihatlah, sementara anda meniup bahwa dadanya akan naik, ini menunjukkan
bahwa udara masuk ke paruparu. Jika dada tidak naik berarti saluran pernafasan
masih tersumbat bila terjadi demikian miringkan kepalanya lebih kebelakang dan
naikkan dagunya lebih atas, periksa kembali apakah mulut dan tenggorokannya
bersih. Perhatikanlah bahwa tidak ada udara yang lolos pada pertolongan mulut ke
mulut. Jika anda tidak bisa dengan cara initutuplsh mulutnya dan letakkan mulut
anda pada hidungnya, dan tiup keras-keras.
a. Lepaskan mulutnya dan biarkan udara keluar dari dada korban. Untuk
orang dewasa, lakukan 12 kali tiap menit yang berarti 2 kali tiupan tiap 15
detik.
b. Ulangi, tiuplah mulut/ hidungnya keras-keras dan lepaskan sampai korban
bernafas sendiri, atau sampai dokter datang.
c. Putar posisi korban ke posisi koma, segera setelah ia bernafas, sebab
muntahan sering terjadi pada saat ini. Mutlak mengusahakan bahwa tidak
ada yang masuk ke saluran pernafasan. Jika orban berhenti bernafas lagi,
ulani pertolongan pernafasannya.

94
E.A.R. dan E.C.C.
Kedua cara ini harus dipakai apabila korban tidak bernafas dan nadinya
tidak berdenyut :
a. Lakukan segera EAR seperti yang sudah dijelaskan
b. Pastikan bahwa korban terlentang pada permukaan yang keras
c. Tentukan tempat titik penekanan pada tulang dada
Cara :
a. letakkan kedua ujung jari telunjuk di atas tulang dada korban.
b. bagi daerah tersebut menjadi dua bagian atas dan bawah dengan
menggunakan kedua ibu jari, sehingga kedua ibu jari bertemu tepat pada
titik tengah tulang dada (lihat gambar).
c. tempat penekan adalah titik tengah antara ibu jari dan telunjuk bagian
bawah.
d. lokasi penekan juga dapat diperkirakan pada pertemuan tulang dada
dengan garis yang menghubungkan kedua puting susu.
e. Tempatkan salah satu telapak tangan pada titik tekan tersebut, dengan jari
jari sejajar tulang rusuk.
f. Tindihkan telapak tangan yang lain di atas telapak tangan yang pertama
(seperti terlihat pada gambar ). Ibu jari dan telunjuk dapat berpegang pada
pergelangan tangan yang pertama.
g. Atur tangan tetap lurus, dan dengan gerakan yang kuat dan sepenuh tenaga
tekan daerah tersebut sampai turun 40 50 mm.
h. Lepaskan tekanan dan tekan lagi sampai rata-rata 60-80 kali permenit.
i. hati-hati, harap tidak menekan tulang rusuk paling bawah. Pastikan bahwa
tekanan dilakukan pada arah tegak lurus ke bawah untuk mencapai efek
maksimal.

95
Metode pertolongan satu orang :
Hal ini dikenal dengan metode 2 : 15, yang berarti penolongan secara
bergantian melakukan tindakan sebagai berikut :
a. 2 kali tiupan pada paru-paru sebagai pernafasan buatan (EAR)
b. 15 kali penekanan pada dada (ECC)
(Rangkaian tersebut dilakukan penuh 4 kali permenit)

Metode pertolongan 2 orang


Kadang-kadang ini disebut metode perbandingan 1 : 5
a. Menekan dada 5 kali dalam satu detik
b. Hentikan satu detik dan saat berhenti, penolong kedua memberikan satu
kali tiupan udara yang ada dalam paru-paru.
Rata-rata rangkaian tersebut dilakukan 12 kali permenit. Jika pertolongan
ini berlangsung lama, penolong dapat pindah posisi untuk menghindari kelelahan.
Pertolongan harus tetap dilanjutkan sampai tenaga medis yang ahli datang dan
mengganti menangani korban, atau sampai pernafasan spontan, dan denyut
jantung pulih kembali.
Untuk memastikan apakah denyut jantung telah pulih kembali :
a. Hentikan tekanan pada jantung
b. Periksa denyut nadi
Tanda awal pertolongan berhasil , jika mata mulai berkonstraksi ketika
disinari, warna kulit bibir dan gusi kembali normal. Gejala tersebut adalah tanda
positif ia akan kembali normal.

96
Jika denyut jantung belum kembali, lanjutkan pertolongan. Jika denyut
mulai muncul, hentikan penekanan jantung, tetapi denyutnya diperiksa terus, jika
perlu EAR harus dilanjutkan sampai korban bernafas kembali.

Catatan:
Meskipun penanganan yang terlihat pada gambar hanya dari satu sisi,
penolong dapat pula berhadapan pada sisi yang berlawanan, untuk memperoleh
ruang gerak yang lebih luas.

M. Latihan
Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi P3K di atas kerjakanlah
latihan berikut :
1. Berikan contoh pertolongan pertama pada kecelakaan yang pernah dialami
oleh mahasiswa dalam kegiatan praktek di laboratorium terkena sengatan
listrik?

2. Tindakan apa yang dilakukan jika dalam kegiatan praktek pengolahan


makanan terjadi kecelakaan terkena luka goresan dan memar?

3. Jelaskan langkah-langkah dasar pertolongan pertama?

N. Daftar Pustaka:

Bagyono. (2004). Mengikuti Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan


di Tempat Kerja. Jakarta: Pesona Wisata Klaten.
Encyclopedia of Occupational Healt and Safety, Volume I.A-K, ILO, Geneva,
1971.
Himpunan Perundang-undangan Ketenagakerjaan I, Departemen Tenaga Kerja
Transkop, Jakarta 1977.
Hasil seminar Nasional III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Lembaga Nasional
Hiperkes, Jakarta 1975.

97
Nurseha. (2005). Mengikuti Prosedur K3 dalam Bekerja. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Putu.S. (2009). Kesehatan dan Keselamatan dalam Bekerja. {online}. Tersedia
http://catatan.multyply.com/jurnal/44.Php (25 Februari 2010)
Soedjono. (2000). Keselamatan Kerja jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan Pelatihan dan Produktivitas
2008 Pusat Pelatihan Kerja Industri dan Manufaktur, Bandung Jawa Barat.
Maman, Somantri. (2009). K3 dan hukum Ketenaga Kerjaan, Jurusan Pendidikan
Elektro FPTK UPI
Nyoman, Kersiasa. (2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya.

98

Anda mungkin juga menyukai