Anda di halaman 1dari 25

DASAR TEORI DAN PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses
inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme
protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain.Secara hispatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005:
422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu
berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau
terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187).
Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau
perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan
ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan
makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
gastritis.
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya
superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus
yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap. Pada
beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa
mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).
Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi
klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan patogenesis
gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik.
Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya
tidak saling berhubungan. Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut (Suyono,
2001).
B. ANATOMI FISIOLOGI LAMBUNG DAN
PENCERNAAN
Anatomi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di
abdomen atas tepat di daerah epigastrik, di bawah
diafragma dan di depan pankreas. Dalam keadaan
kosong, lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila
penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas
normal lambung adalah 1 samapi 2 L (Prince, 2005).
Secara anatomis lambung terdiri atas empat bagian, yaitu: cardia, fundus, bodyatau corpus, dan
pylorus. Adapun secara histologis, lambung terdiri atas beberapa lapisan, yaitu: mukosa,
submukosa, muskularis mukosa, dan serosa. Lambung berhubungan dengan usofagus
melalui orifisium atau kardia dan dengan duodenummelalui orifisium pilorik (Ganong, 2001).
Mukosa lambung mengandung banyak kelenjar dalam. Di daerah pilorus dan kardia, kelenjar
menyekresikan mukus. Di korpus lambung, termasuk fundus, kelenjar mengandung sel parietal
(oksintik), yang menyekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik, dan chief cell (sel
zimogen, sel peptik), yang mensekresikan pepsinogen. Sekresi-sekresi ini bercampur dengan
mukus yang disekresikan oleh sel-sel di leher kelenjar. Beberapa kelenjar bermuara keruang
bersamaan (gastric pit) yang kemudian terbuka kepermukaan mukosa. Mukus juga disekresikan
bersama HCO3- oleh sel-sel mukus di permukaan epitel antara kelenjar-kelenjar(Ganong, 2001).
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis
untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Persarafan
simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut aferen
menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta peradangan,
dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat
motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (auerbach) dansubmukosa (meissner)
membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi aktivitas motorik dan
sekresi mukosa lambung (Prince, 2005).
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa) terutama berasal
dari arteri siliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai
kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria
gastroduodenalis danarteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang
bulbus posterior duodenum (Prince, 2005).

Fisiologi Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran
pencernaan yang berbentuk seperti kantung, dapat
berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan
dibantu oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim
seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki
dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan
fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan
sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan
HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi
oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang
membentuk selubung dan melindungi lambung serta
sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah
diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier
dari asam lumen dan pepsin.Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai
makanan dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga
membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan
kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk
mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran makanan
yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan
kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan sekitar
2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan
pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan protein,
menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang empedu dan
cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada
orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan
lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung (Ganong, 2001).
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf yang
bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun
hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin. Terdapat tiga
fase yang menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam lambung
terjadi meskipun makanan belum masuk lambung, akibat memikirkan atau merasakan makanan.
Kedua, fase gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi asam
lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih berada di dalam
lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi ketika makanan mengenai
mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur.
Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut
memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong,
2001).

C. KLASIFIKASI
1. Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak
dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung
terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus
merupakan penyakit yang ringan.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang
dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat
terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat
adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit
ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi drosi yang
berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada
mukosa lambung tersebut (Suyono, 2001: 127).
1.1 Gastritis Akut Erosif
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis akut erosif adalah suatu peradangan
permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi apabila
kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di
klinik, sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain
atau karena sebab yang tidak diketahui.
Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat menyebabkan
kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita gastritis akut erosif
yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai (Suyono, 2001).
Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemerisaan khusus yang sering
dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif,
ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
biopsi mukosa lambung (Suyono, 2001).

1.2 Gastritis Akut Hemoragik


Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik; Pertama diperkirakan karena
minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan
(aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada
kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua
adalah stressgastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang
mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat
lainnya (Suyono, 2001).
Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada lambung proksimal yang timbul
dalam keadaan stress fisiologi parah dan tak berkurang. Berbeda dengan ulserasi menahun yang
lebih biasa pada traktus gastrointestinalis atas, ia jarang menembus profunda ke dalam mukosa
dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan
berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang menyebabkan
perdarahan gastrointestinalis atas dari keparahan yang mengancam nyawa. Keadaan ini dikenal
sebagai gastritis hemoragika akuta (Sabiston, 1995: 525).
1.2 Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria
dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel
plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan
sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis
superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang
lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya
berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia
intestinal(Chandrasoma, 2005 : 522).
Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A
yang merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan berkaitan dengan anemia
pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan infeksi Helicobacter
pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong dalam kedua tipe tersebut
dan penyebabnya tidak diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).
Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan histologi,
topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut(Suyono, 2001).
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi
gastritis kronik menjadi :
1. Gastritis kronik superficial
Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa
superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan sel-sel kelenjar
tetap utuh. Sering dikatakan gastritis kronik superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.
2. Gastritis kronik atrofik
Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel
kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik
superfisialis.
3. Atrofi lambung
Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu struktur
kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan
sebukan sel-sel radang juga menurun. Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan
mengapa pembuluh darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi.
4. Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjar-kelenjar mukosa
usus halus yang mengandung sel goblet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara
menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-
bercak pada beberapa bagian lambung.
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), distribusi anatomis pada gastritis kronik dapat dibagi
menjadi tifa bagian, yaitu :

1. Gastritis Kronis Tipe A


Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya
autoantiboditerhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan dengan
tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan
tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi faktor intrinsik.
Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik
untuk mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum(Prince, 2005: 423).
Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12 karena
kekurangan faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung
menyerang sel parietal pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan
asam(Chandrasoma, 2005 : 522).
Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada mukosa sekitar sel
parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya. Netrofil jarang dijumpai dan tidak
didapati Helicobacter pylori. Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-kelenjar
dikelilingi oleh sel mukus yang mendominasi. Mukosa sering memperlihatkan metaplasia
intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa
menjadi atrofi dan sel parietal menghilang (gastritis kronis tipe A) (Chandrasoma, 2005 : 522).
2. Gastritis Kronis Tipe B
Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai
daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A.
Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua. Bentuk gastritis ini
memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar gastrin
yang rendah sering terjadi. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis
oleh Helicobacter pylori. Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang
berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter
pylori (Prince, 2005: 423).
Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang merupakan
tempat predileksi Helicobacter pylori. Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan
limfoplasmasitik pada mukosa lambung superfisial. Infeksi aktif Helicobacter pylori hampir
selalu berhubungan dengan munculnya nertrofil, baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar
mukus antrum. Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa dalam dan
korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian dalam menyebabkan destruksi kelenjar mukus
antrum dan metaplasia intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B) (Chandrasoma, 2005 : 523).
Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan histologis atau kultur
biopsi. Pada banyak pasien yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan serologisnya
memperlihatkan antibodi terhadap Helicobacter pylori, yang menunjukkan sudah ada
infeksiHelicobacter pylori sebelumnya (Suyono, 2001).
Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan melengkung, seperti vibrio, yang muncul
pada lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel dan lumen kelenjar. Bakteri ini
merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel permukaan, menyebabkan deskuamari
sel yang dipercepat dan menimbulkan respon sel radang kronis pada
mukosalambung. Helicobacter pylori ditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi
yangmenunjukkan gastritis kronis. Organisme ini dapat dilihat pada irisan rutin, tetapi lebih
jelas dengan pewarnaan perak Steiner atau Giemsa. KeberadaanHelicobacter pylori berkaitan
erat dengan peradangan aktif dengan netrofil. Organisme dapat tidak ditemukan pada pasien
gastritis akut inaktif, terutama bila terjadi metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 524).
3. Gastritis kronis tipe AB
Gastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik yang distribusi anatominya
menyebar keseluruh gaster. Penyebaran ke arah korpus tersebut cendrung meningkat dengan
bertambahnya usia (Suyono, 2001: 130).

D. GEJALA
1. Keluhan utama dari gastritis (Sujono Hadi, 2002)
a. Gastritis Akut
Keluhan yang sering diajukan pasien adalah : rasa pedih, kadang timbul rasa berdenyut-denyut
perut atas yang ada hubungan dengan makanan. Keluhan ini timbul mendadak setekah makan
atau minum-minuman yang iritatif atau korosif
b. Gastritis kronik
Keluhan yang sering diajukan oleh penderita pada umumnya bersifat ringan dan dirasakan sudah
berbulan-bulan bahkan sudah bertahun-tahun.
Pada umumnya mengeluh rasa tidak enak diperut atas,lekas kenyang, mual, rasa pedih sebelum
atau sesudah makan dan kadang mulut terasa masam.

2. Menurut Diane C. Baughman dan Joann C. Heckly, 2000 manifestasi klinis pada :
Gastritis akut
- Dapat terjadi ulserasi superfisal dan mengarah pada hemoragi
- Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala kelesuan, mual, anoreksia mungkin
terjadi mual dan muntah serta cegukan.
- Beberapa pasien menunjukkan asimtomatik
- Dapat terjadi lokil dan diare apabika tidak dimuntahkan tetapi malah mencapai usus
- Pasien biasanya mulai pulih kembali sekitar sehari meskipun nafsu makan mungkin akan
hilang selama 2-3 hari

b. Gastritis Kronis
1) Gastritis tipe A pada dasarnya asimtomatik kecuali untuk gejalagejala defisiensi vitamin B
12
2) Gastritis tipe B pasien mengeluh anoreksia nyeri ulu hati setelah makan berdahak , rasa asam
dalam mulut atau mual dan muntah.

E. PENYEBAB
Faktor-faktor Penyebab Gastritis
3.1 Pola Makan
Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola
makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan,
sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
1. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif.
Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut
sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-
rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan
dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada
saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan
mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001).
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam
jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah
banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam
lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang
diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta
menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004).
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika
hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi
dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat
menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang
menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005). Produksi asam lambung diantaranya
dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut
secara refleks akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan
makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).
2. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap
akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi
makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan
pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan,
terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri
di uluhati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin
berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu
kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi
pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu
yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah,
kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini
tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk
mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi
lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum
diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati
dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).
3. Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi
pada tiap kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan
bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan
disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam
porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan
dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada
lambung (Baliwati, 2004).

3.2 Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan
dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan
fenol, vitamin dan mineral.
Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang
bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam chlorogenic.
Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor
seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam
lambung. Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab (Anonim, 2011).
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem
pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum
kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat,
tidak mudah lelah atau mengantuk.Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat
sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan
pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung
yang sangat asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat
menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung(Okviani, 2011).
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi
adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan
pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk
menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah (Warianto,
2011).
3.3 Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku The Miracle of Enzymemenemukan
bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara
teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang
mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan
berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun,
jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah
yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah
teroksidasi (Shinya, 2008).
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein
pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi
proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel.
Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat
kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat
mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus (Shinya, 2008).
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah
menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam
tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung
menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah
lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan
lambung (Shinya, 2008).
3.4 Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok,
terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok
yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida,
nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen,
bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan
lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun
lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto,
2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan
pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi
bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH
duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin.
Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung)
dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut
memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok
dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di
mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena
infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan
risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok
menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit
di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen
Kesehatan RI, 2001).
3.5 AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian
besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001).
Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat
merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam
salisilat yang dapat dipakai secara sistemik. Golongan aspirin ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 2.1. Obat Analgetik Anti Inflamasi Non Steroid (obat AINS) (Arifa, 2008)
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen
menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan
prekursor tromboksan dari asam arakhidonat.Siklooksigenase merupakan enzim yang penting
untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan
salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi
prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa
secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat
korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi
nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga
kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara
terus menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian
setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis(Rosniyanti, 2010).
Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang
menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang.
Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang
dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat
mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2005).
1. Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress,misalnya pada beban kerja berat,
panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa
lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi
sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya
adalah mengendalikannya secara efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi,
istirahat cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan, 2010).
2. Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu atau infeksi berat
dapat menyebabkan gastritis dan jugaulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan terhadap
kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung
yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena
sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan
mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta
merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Anonim, 2010).
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah cairan yang
membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika
dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam
kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan
mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan
benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan
gastritis.

3.7 Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya
sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel
memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh
karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir,
anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol
(Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh
karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa
kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol
merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan
dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi
alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan
mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan
mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan
morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004).
3.8 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan
batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung
yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh
bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding
lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan,
namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan
atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi
pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus
peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis (Prince, 2005).
3.9 Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan usia
muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung
menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan
autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih
berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan
usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis
kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses
imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik
cairanpenereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).
4 Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam lambung
dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi
non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan
substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam
ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau
ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas (Brunner, 2000).
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor
endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung,
pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan,
alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung,
misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat
melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif
meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting
baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel
epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam
bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama
yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai
mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang
merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang
atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince,
2005)
Menurut Brunner dan Suddart (2000 : 187), perjalanan penyakit gastritis bisa dilihat dari
skema gambar di bawah ini :

F. PENATALAKSANAAN
Bila seseorang didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan tambahan
untuk mengetahui secara jelas penyebabanya. Pemeriksaan tersebut meliputi :
Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibakteri H.pylori dalam darah. Hasil tes yang
positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam
hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat
juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat
gastritis.
Pemeriksaan pernapasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi H.pylori atau tidak.
Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylori dalam feces atau tidak. Hasil yang positif
dapatmengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah
dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya perdarahan pada lambung.
Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang
mungkin tidak terlihat dari sinar-X. tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang
kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan
bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi) sebelum
endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada
jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel
(biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa. Tes ini memakan waktu lebih kurang 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak
langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi
menghilang, lebih kurang satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi
yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan ondoskop.
Ronsen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya
akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.

Penatalaksanaan Gastritis
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut
adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-
obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition
pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa sukralfat
dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko
tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat
menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida
dan antagonis H2sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan,
tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang
berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah
dengan Misaprostol, atau Derivat ProstaglandinMukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien
membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam
jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika
kiri atau gastrektomi. Gastrektomisebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut (Suyono, 2001).
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai
sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan
yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik atau fundal) dan
tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila
terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasiHelicobacter Pylory.
Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang
diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang
disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa
harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai (Chandrasoma, 2005 : 522).
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat,mengurangi
dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik
(seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan gastritis
tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12(Chandrasoma, 2005 : 522).

G. CARA MENCEGAH DAN MENGOBATI


Penderita gastritis dianjurkan untuk menghindari atau tidak mengonsumsi makanan dan
minuman tertentu yang dapat merusak lapisan mukosa lambung (sawi, kedondong, pisang, keju,
nangka, dll) sehingga secara tidak langsung penderita akan kekurangan beberapa zat gizi tertentu
seperti kalsium, vitamin A. untuk mengatasinya, penderita dianjurkan untuk mengonsumsi
multivitamin (vitamin B, A, E, C).
Panderita gastritis sebaiknya tidak mengonsumsi makanan yang terlalu banyak serat, padahal
seperti serat baik untuk pencernaan. Sehingga penderita gastritis secara tidak langsung akan
terkena konstipasi atau sembelit.

Terapi
Medikamentosa
- Bila diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alhlli, pengobatan terdiri
dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisasi asam, digunakan
antasida umum (misalnya aluminium hidroksida); untuk menetralisasi alkali, digunakan jus
lemon encer atau cuka encer. Bila korosi luas atau berat, anetik dan lafase dihindari karena
bahaya perforasi. Pemberian obat-obat H2 bloking, antasid atau obat-obat ulkus lambung yang
lain.
- Terapi yang lain mencakup intubas, analgesik dan sedatif, anatasida serta cairan
intravena. Endoskopi fiberoptik dapat digunakan apabila diperlukan.
Gizi
Menghindari makanan dan minuman yang dapat memperparah kerusakan pada mukosa lambung,
seperti :
Makanan dan minuman yang banyak mengandung gas dan terlalu banyak serat, antara lain
sayuran tertentu (sawi, kol), buah-buahan tertentu (nangka, pisang ambon)
Makanan yang sulit dicerna yang dapat memperlambat pengosongan lambung. Karena hal ini
dapat meningkatkan asam lambung, seperti makanan berlemak, kue tart, coklat dan keju.
Menghindari minuman yang mengandung kafein karena kafein adalah stimulan sistem saraf
pusat yang meningkatkan aktivitaas lambung dan sekrisi pepsin. Penggunaan alkohol juga
dihindari demikian pula dengan rokok, karena nikotin akan mengurangi sekresi bikarbonat
pankreas dan karenanya menghambat netralisasi asam lambung dalam duodenum. Selain itu
nikotin juga meningkatkan stimulasi parasimpatis, yang menigkatkan aktivitas otot dalam usus
dan dapat menyebabkan mual dan muntah.
F. Path Way Gastritis
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gastritis dibedakan menjadi gastritis akut dan gastritis kronik. Gastritis akut disebabkan
oleh penggunaan obat-obatan seperti antasida, AINS (anti inflamasi non steroid), mencerna
makanan/minuman yang terlalu asam atau basa. Sedangkan gastritis kronik disebabkan oleh
infeksi bakteri Heliobacter pylori.
Gejala yang ditimbulkan antara lain perih atau sakit terbakar pada perut bagian atas, mual,
muntah, kehilangan selera makan, kembung, kehilangan berat badan.
Diagnosa gastritis diberikan setelah penderita melakukan serangkaian pemeriksaan seperti
pemeriksaan darah, pemeriksaan pernapasan, pemeriksaan feces, endoskopi saluran cerna bagian
atas, hingga ronsen saluran cerna bagian atas.
Terapi gastritis dilakukan dengan pemberian obat antasida, analgesik dan sedatif. Menghindari
makanan/minuman yang dapat merusak lapisan mukosa lambung seperti kopi,
makanan/minuman beralkohol, makanan/minuman bergas dan bersoda, dan lain-lain.

B. SARAN
1. Menambah lebih bayak refernsi guna memberikan pengetahuan yang lebihmendalam mengenai
penyakit gastritis ini
2. Berdasarkan isi dari makalah kebiasaan makan dan minuk yang tidak sehatdapat mempengaruhi
kesehatan lambung, untuk itu perlu perhatian khususterhadap pola makan untuk menjaga kesehatan
lambung.

DAFTAR PUSTAKA
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/02/etiologi-dan-penanganan-gastritis.html
http://tugasfitchi.blogspot.com/2012/04/makalah-asuhan-keperawatan-gastritis.html
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/02/etiologi-dan-penanganan-gastritis.html
http://cloudskyulate.blogspot.com/2011/10/makalah-gastritis.html

Anda mungkin juga menyukai