Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Edema adalah peningkatan volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler


(interstitium) serta penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan
rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga badan). Masuknya cairan
ekstravaskular ke dalam paru merupakan masalah klinis yang penting. Ini
merupakan manifestasi klinis dari penyakit penyerta yang serius. Edema paru
dapat di terapi, tetapi terapi yang efektif adalah untuk menyelamatkan pasien
dari gangguan yang mendasari keseimbangan cairan paru.
Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan Non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya juga berbeda.
Edema paru kardiogenik disebabkan oleh gagal jantung kiri apapun sebabnya.
Edema paru kardiogenik yang akut disebabkan oleh gagal jantung kiri akut.
Sedangkan untuk edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh penyakit dasar di
luar Jantung.
Edema paru memiliki manifestasi variabel. Edema paru Postobstructive
biasanya bermanifestasi radiologis sebagai garis septum dan dalam kasus yang
lebih berat, edema alveolar pusat. Edema paru dengan Veno-oklusif penyakit
bermanifestasi sebagai arteri paru besar, edema interstisial difus dengan garis
Kerley banyak dan ventrikel kanan membesar,

1
BAB II

PENYAJIAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Djoharudin
Umur : 77 tahun
Jenis kelamin : Pria
Agama : Islam
Jabatan/Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : KP. Situhilang RT.017
Masuk Rumah Sakit : 25 Mei 2017

A. ANAMNESA

Keluhan Utama : Sesak napas


Anamnesis:
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) jantung Rumah Sakit Tingkat II
Dustira Cimahi dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
(SMRS). Keluhan sesak napas dirasa semakin memberat dalam 3 hari SMRS. Keluhan
sesak napas ini dirasakan terutama setelah beraktivitas seperti mandi, memakai baju,
sesak bahkan masih dirasakan saat beristirahat dan tidak membaik dengan istirahat.
Pasien tidur dengan ditopang empat bantal dan tidak bisa tidur dengan nyenyak karena
sering terbangun di malam hari karena sesak. Pasien merasa semakin sesak bila tidur
terlentang.
Pasien mengeluh adanya batuk berdahak. Keluhan batuk biasanya dirasakan
malam hari. Batuk berisi dahak kental berwarna putih yang tidak dapat dikeluarkan,
dahak tidak disertai darah. Pasien mengatakan bahwa sering merasakan dadanya
berdebar-debar. Keluhan seperti nyeri dada, mual, muntah, demam, pilek, kejang,
penurunan kesadaran ataupun mulut dan ujung ujung jari serta tangan tampak kebiruan
disangkal. Kedua kaki pasien bengkak sejak 1 minggu SMRS dan semakin bertambah
bengkak sejak 3 hari SMRS,bengkak di kaki terasa tidak nyeri dan tidak kembali saat
ditekan.

2
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit karena keluhan sesak napas dan kedua kaki
nya bengkak 2 bulan lalu. Pasien dirawat selama tiga hari dan diizinkan pulang karena
kondisi sudah membaik. Pasien tidak rutin berobat ke poli jantung setiap bulannya.
Pasien biasanya meminum obat jantung seperti furosemide, valesco,dan atorvastatin.
Terdapat riwayat hipertensi selama lebih kurang 15 tahun terakhir. Riwayat diabetes
melitus dan kolesterol tinggi disangkal.

Riwayat keluarga:
Hipertensi pada ayah dan ibu pasien.

3
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Status generalis
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : Compos mentis (GCS 15: E4M6V5)
Berat badan : 85 kg
Tinggi badan : 160 cm

Tanda vital:

Tekanan darah : 130/80 mmHg


Nadi : 98 x/menit, regular, kuat angkat
RR : 40 x/menit, tipe pernapasan torakoabdominal
Suhu : 36,50C
SpO2 : 88%

Pemeriksaan status lokalis

Kepala : Normosefali

Rambut : Rambut berwarna hitam, tipis, tidak mudah tercabut

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+)
refleks cahaya (+/+)

Telinga : Sekret (-), aurikula hiperemis (-/-)

Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa bibir kering (-), atrofi papil lidah (-)

Hidung : Sekret (-), deformitas (-), nafas cuping hidung (+)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-/-), tonsil T1/T1 hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), hepatojugular refleks (+), JVP 5+4


cmH2O, retraksi supracostal (+)

Thoraks : Simetris
Paru :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan baik statis maupun dinamis, retraksi (-)

4
Palpasi : Fremitus taktil paru kanan dan kiri sama, massa (-), nyeri tekan
(-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler (+/+), rhonki diseluruh lapang
paru +/+, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi :
Batas jantung atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kanan : ICS V Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS VI Linea axilaris anterior
Auskultasi : S I/II reguler, murmur (-), gallop (-), ekstrasistol (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, sikatrik (-)
Auskultasi : Bising usus normal 7 kali per menit
Palpasi : Soepel, massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak
teraba, shifting dullness (+)
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas :
Feel : Ekstremitas teraba hangat
Edema pretibial +/+
Edema dorsum pedis +/+
CRT <2 detik.
Look : Deformitas (-), clubbing finger (-)
Movement : Kelemahan anggota gerak (-)

5
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
(05 Januari 2017)
-
Hb : 12, 2g/dL - MCV : 92.8 fL
-
Eritrosit : 3,8 x 106/uL - MCH : 32.5 Pq
- Leukosit : 13,9 x 103 g/dl - MCHC : 35.1g/dL
- Hematokrit : 34,8 % - RDW : 14,7%
- Trombosit : 393 x 103/uL - GDS : 111 mg/dl

Elektrokardiografi
(05 Januari 2017)

- Irama : Sinus
- Frekuensi : 108 x/menit, reguler
- Axis : normoaksis
- Kelainan Gelombang :
OMI antero-septal

Kesimpulan : OMI anterior


D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Fungsi Hati (SGOT, SGPT)
- Ureum,Kreatin
- Elektrolit
- Rontgen thorax PA
- Echocardiography

6
Skor Farmingham untuk pasien ini :

Kriteria mayor Kriteria minor


Paroxysmal nocturnal dyspneu (+) Edema ekstremitas (+)
Distensi vena leher (-) Batuk malam hari (+)
Ronkhi paru (+) Dispneu on effort (+)
Kardiomegali (+) Hepatomegali (-)
Edema paru akut (-) Efusi pleura (-)
Gallop S3 (-) Penurunan kapasitas vital 1/3 dari
Peninggian tekanan vena jugularis (+) normal (-)
Refluks hepatojugular (+) Takikardi (>120 x/menit) (-)

E. Resume
Tn. T, 76 tahun dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit (SMRS). Keluhan sesak napas dirasa semakin memberat dalam 3 hari
SMRS. Keluhan sesak napas ini dirasakan terutama setelah beraktivitas seperti
mandi, memakai baju, sesak bahkan masih dirasakan saat beristirahat dan tidak
membaik dengan istirahat. Pasien tidur dengan ditopang empat bantal dan tidak bisa
tidur dengan nyenyak karena sering terbangun di malam hari karena sesak. Pasien
merasa semakin sesak bila tidur terlentang.
Pasien mengeluh adanya batuk berdahak. Keluhan batuk biasanya dirasakan
malam hari. Batuk berisi dahak kental berwarna putih yang tidak dapat dikeluarkan,
dahak tidak disertai darah. Pasien mengatakan bahwa sering merasakan dadanya
berdebar-debar. Keluhan seperti nyeri dada, mual, muntah, demam, pilek, kejang,
penurunan kesadaran ataupun mulut dan ujung ujung jari serta tangan tampak
kebiruan disangkal. Kedua kaki pasien bengkak sejak 1 minggu SMRS dan semakin
bertambah bengkak sejak 3 hari SMRS, bengkak di kaki terasa tidak nyeri dan tidak
kembali saat ditekan.
Pasien pernah dirawat di Rumah Sakit karena keluhan sesak napas dan kedua
kaki nya bengkak 2 bulan lalu. Pasien dirawat selama tiga hari dan diizinkan pulang
karena kondisi sudah membaik. Pasien tidak rutin berobat ke poli jantung setiap
bulannya. Pasien biasanya meminum obat jantung seperti furosemide, valesco,dan
atorvastatin. Terdapat riwayat hipertensi selama lebih kurang 15 tahun terakhir.
Riwayat diabetes melitus dan kolesterol tinggi disangkal.

7
Pasien datang dengan keadaan kompos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg,
frekuensi nadi 98x/menit, frekuensi napas 40 x/menit (takipneu), suhu 36,5oC dan
saturasi oksigen 88%. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hepatojugular refleks,
nafas cuping hidung, retraksi supracostal, peningkatan JVP 5+4 cmH2O dan rhonki di
seluruh lapang paru, ditemukan pula adanya pitting edema pada kedua ekstremitas
bawah. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan penurunan kadar hemoglobin,
eritrosit, dan hematokrit serta peningkatan leukosit. Pada pemeriksaan EKG ditemukan
adanya OMI anterior septal.

8
D. Diagnosis

- Diagnosis klinis : Edema Paru Akut


- Diagnosis anatomis : Hipertrofi ventrikel kiri
- Diagnosis etiologi : Hypertensive Heart Disease

E. Penatalaksanaan

Non Medikamentosa :
1. Tirah baring untuk membatasi kerja jantung
2. O2 10 lpm via NRM
3. Pasang kateter urin
4. Pasang vemplon
5. EKG Serial
6. Balance cairan tubuh
7. Minum air maksimal 4-5 gelas kecil / hari
8. Diet rendah garam mencegah retensi cairan yang dapat meningkatkan beban
preload

Medikamentosa :

1. Inj. Furosemide 3x40 mg i.v


2. Valsartan 1x80 mg p.o
3. ISDN 3x5 mg p.o
4. Clopidogrel 1x75 mg p.o

E. Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad Malam

Quo ad Functionam : Dubia ad Malam

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi1,2
Edema paru adalah peningkatan cairan di paru yang disebabkan oleh
ekstravasasi cairan dari pembuluh darah pulmonal menuju ruang
interstisial dan alveoli paru. Adanya cairan tersebut akan menyebabkan
gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan
hipoksia. Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh
darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi
aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
3.2 Klasifikasi3,4
Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia
dapat dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary
edema (edema paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain,
dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema (edema paru
nonkardiak).

Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak

Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak


Riwayat Penyakit :
Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung
Pemeriksaan Klinik :
Akral dingin Akral hangat
S3 gallop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronki basah Tidak ada distensi vena jugularis
Ronki kering
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark EKG : biasanya normal
Ro : distribusi edema perihiler Ro : distribusi edema perifer

10
Enzim jantung mungkin meningkat Enzim jantung biasanya normal
Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg
Intrapulmonary shunting : Intrapulmonary shunting : sangat
meningkat ringan meningkat
Cairan edema/protein serum < 0,5 Cairan edema/serum protein > 0,7

Klasifikasi edema paru


Disertai perubahan tekanan kapiler
Kardiak
Gagal ventrikel kiri
Penyakit katup mitral
Penyakit pada vena pulmonal
Penyakit oklusi vena primer
Mediastinitis sklerotik kronik
Aliran vena pulmonal yang abnormal
Stenosis atau atresi vena congenital
Neurogenik
Trauma kepala
Tekanan intrakranial meningkat
Tekanan kapiler normal
Ketoasidosis diabetik
Feokromositoma
Pankreatitis
Obstruksi saluran nafas
Penurunan tekanan onkotik kapiler

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi


menjadi 3 kelompok : Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi
beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah
hipertensi dan stenosis aorta; Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi

11
beban yang berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah insufisiensi mitral,
insufisiensi aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right shunt (ventricular
septal defect); Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard
akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada kardiomiopati
kongestif terdapat gangguan kontraksi otot jantung secara umum.
Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi :
Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan
kimia, dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom
vena kava superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan
tekanan onkotik plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi.

3.3 Patofisiologi5
Edema paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum
klinis Acute Heart Failure Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai
munculnya gejala dan tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi
jantung yang tidak normal. Secara patofisilogi edema paru kardiogenik ditandai
dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru
akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.
Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permiabilitas atau integritas dari
membran alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan
kemampuan difusi, hiposemia dan sesak nafas.
Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
Dikatakan pada stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru
akibat peningkatan tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara
diparu dan meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada
keadaan ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai
ronkhi inspirasi akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup.
Apabila keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2, edema
interstitial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstitial yang longgar
dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan
mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan

12
petanda septum interlobuler (garis Kerley B). Pada derajat ini akan terjadi
kompetisi untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan
peningkatan jumlah cairan didaerah di interstitium yang longgar tersebut, dan
akan terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan
refleks bronkokonstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi akan
mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang
semakin memburuk. Pada keadaan infark miokard akut misalnya, beratnya
hipoksemia berhubungan dengan tingkat peningkatan tekanan baji kapiler paru.
Sehingga seringkali ditemukan manifestasi klinis takipnea.
Pada proses yang terus berlanjut atau meningkat menjadi stage 3 dari
edema paru tesebut, proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan
hipoksemia yang berat dan seringkali hipokapnea. Alveolar yang sudah terisi
cairan ini terjadi akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan
berbusa dan mengandung darah, yang seringkali dibatukkan keluar oleh si pasien.
Secara keseluruhan kapasitas vital dan volume paru semakin berkurang di bawah
normal. Terjadi pirai dari kanan ke kiri pada intrapulmonal akibat perfusi dari
alveoli yang telah terisi cairan. Walaupun hipokapnea yang terjadi pada awalnya,
tetapi apabila keadaan semakin memburuk maka dapat terjadi hiperkapnea dengan
asidosis respiratorik akut apalagi bila pasien sebelumnya telah menderita penyakit
paru obstruktif kronik. Dalam hal ini terapi morfin yang telah diketahui memiliki
efek depresi pada pernafasan, apabila akan dipergunakan harus dengan pemantau
yang ketat.
Edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan
hidrostatik maka sebaliknya edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan
meningkatnya cairan dan protein masuk ke dalam intersisial paru dan alveolus.
Cairan edema paru nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran
pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh molekul besar seperti protein
plasma. Banyaknya cairan edema tergantung pada luasnya edema interstitial, ada
atau tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan kemampuan dari epitel alveolar
untuk secara aktif mengeluarkan cairan edema alveolar. Edema paru akibat acute

13
lung injury dimana terjadi cedera epitel alveolar yang menyebabkan penurunan
kemampuan untuk menghilangkan cairan alveolar.

3.4 Gambaran klinis6


Gambaran klinis dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan
radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini. Stadium 1 ditandai dengan
distensi pembuluh kapiler paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas
di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium
ini mungkin hanya berupa sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak
jelas menemukan kelainan, kecuali ronki pada saat inspirasi karena terbukanya
saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Pada stadium 2 terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur. Garis-garis yang
memanjang dari hilus ke arah perifer (garis Kerley A), septa interlobularis (garis
Kerley B) dan garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru
(garis Kerley C) menebal. Penumpukan cairan di jaringan intersisial, akan lebih
memperkecil saluran napas bagian kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering
terdapat takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel
kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
Pada stadium 3 terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan
nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini
morphin harus digunakan dengan hati-hati.

14
Gangguan fungsi sistolik dan/atau diastolik ventrikel kiri, stenosis mitral
atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan kapiler
paru yang mendadak tinggi akan menyebabkan edema paru kardiak dan
mempengaruhi pemindahan oksigen dalam paru sehingga tekanan oksigen arteri
menjadi berkurang. Di lain pihak rasa seperti tercekik dan berat pada dada
menambah ketakutan penderita sehingga denyut jantung dan tekanan darah
meningkat yang menghambat lebih lanjut pengisian ventrikel kiri. Kegelisahan
dan napas yang berat semakin menambah beban jantung yang selanjutnya lebih
menurunkan fungsi jantung oleh karena adanya hipoksia. Apabila lingkaran setan
ini tidak segera diputus penderita akan meninggal.
Posisi penderita biasanya lebih enak duduk dan terlihat megap-megap.
Terdapat napas yang cepat, pernapasan cuping hidung, tarikan otot interkostal dan
supraklavikula saat inspirasi yang menunjukkan tekanan intrapleura yang sangat
negatif saat inspirasi. Penderita sering berpegangan pada samping tempat tidur
atau kursi supaya dapat menggunakan otot pernapasan sekunder dengan balk.
Penderita mengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang dingin dan sianotik
menunjukkan isi semenit yang rendah dan peningkatan rangsang simpatik.
Auskultasi pada permukaan terdengar ronki basah basal halus yang
akhimya ke seluruh paru, apabila keadaan bertambah berat: mungkin terdengar
pula wheezing. Auskultasi jantung mungkin sukar karena suara napas yang ramai,
tetapi sering terdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang mengeras.

3.5 Pemeriksaan penunjang6,7


Rontgen dada, foto polos dada merupakan pemeriksaan laboratorium yang
praktis untuk mendeteksi edema paru. Kerugiannya adalah kurang sensitif dalam
mendeteksi perubahan kecil cairan paru dan hanya bersifat semikuantitatif.
Gambaran radiologi yang ditemukan: Pelebaran atau penebalan hilus (pelebaran
pembuluh darah di hilus); Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral);
Kranialisasi vaskuler; Hilus suram (batas tidak jelas); fibrosis (gambaran seperti
granuloma-granuloma kecil atau nodul milier); gambaran air bronchogram
terlihat pada beberapa kasus edema paru.

15
3.6 Diagnosis8,9
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edema paru, misalnya
adanya riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai dengan gagal
jantung kronis. Edema paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi
hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman
yang menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang
yang akan tenggelam.
Pada pemeriksaan fisik terdapat takipnea, ortopnea (manifestasi lanjutan).
Takikardia, hipotensi atau tekanan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam
posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik
saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi
pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negatif
intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi, batuk dengan sputum yang
berwarna kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan
paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat
wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4.
Terdapat juga edema perifer, akral dingin dengan sianosis.
Pemeriksaan laboratorium yang relevan diperlukan untuk mengkaji
etiologi edema paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi /
darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa, analisa gas darah,
enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain Natriuretic Peptide(BNP). BNP
dan prekursornya Pro BNP dapat digunakan sebagai rapid test untuk menilai
edema paru kardiogenik pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma
berhubungan dengan pulmonary artery occlusion pressure, left ventricular end-
diastolic pressure dan left ventricular ejection fraction. Khususnya pada pasien
gagal jantung, kadar pro BNP sebesar 100pg/ml akurat sebagai prediktor gagal
jantung pada pasien dengan efusi pleura dengan sensitifitas 91% dan spesifisitas
93%. Richard dkk melaporkan bahwa nilai BNP dan Pro BNP berkorelasi dengan
LV filling Pressure. Pemeriksaan BNP ini menjadi salah satu test diagnosis rutin
untuk menegakkan gagal jantung kronis berdasarkan pedoman diagnosis dan
terapi gagal jantung kronik Eropa dan Amerika. Bukti penelitian menunjukkan

16
bahwa Pro BNP/BNP memiliki nilai prediksi negatif dalam menyingkirkan gagal
jantung dari penyakit lainnya.
Pada foto thorax menunjukkan jantung membesar, hilus yang melebar,
pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya
garis kerley A, B dan C akibat edema interstisial atau alveolar. Lebar pedikel
vaskuler < 60 mm pada foto thorax Postero-Anterior terlihat pada 90% foto
thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85 mm ditemukan 80% pada kasus
edema paru. Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya
kelainan dan dengan diameter > 10mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada
posisi foto thorax terlentang dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm.
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemia atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis
hipertensi gambaran ekg biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel
kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non iskemik biasanya
menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang
yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan
menghilang dalam 1 minggu.

3.7 Penanganan
Pada pasien yang telah mendapatkan pengobatan diuretik, dosis yang
direkomendasikan sebesar 2,5 kali dari dosis oral yang biasanya diberikan dan
dapat diulang jika diperlukan. Pemberian oksigen untuk mengatasi hipoksemia
disarankan jika saturasi O2 <90% atau PaO2 >60%. Morfin dapat diberikan
dengan dosis 4-8 mg ditambah metocloperamide 10 mg dan observasi apakah ada
depresi pernapasan. Pada keadaan akral dingin, tekanna darah rendah, produksi
urin yang sedikit, bingung atau kesadaran menurun dan iskemia miokardial dapat
dimulai pemberian infus dobutamin 2,5ug/kg/menit, dosis dinaikkan 2x lipat tiap
15 menit tergantung respons (titrasi dosis dibatasi jika terdapat takikardia, aritmia
atau iskemia). Pasien harus diobservasi ketat secara reguler (gejala, denyut dan
ritme jantung, SpO2, tekanan darah sistolik, produksi urin) sampai stabil dan
pulih. Respons yang adekuat ditandai dengan berkurangnya dyspnea, diuresis

17
yang adekuat (produksi urin >100 mL/jam dalam 2 jam pertama), peningkatan
saturasi O2 dan biasanya terjadi penurunan denyut jantung dan frekuensi
pernapasan yang seharusnya terjadi dalam 1-2 jam pertama. Aliran darah perifer
juga dapat meningkatkan seperti yang ditandai oleh penurunan vasokonstriksi
kulit, peningkatan suhu kulit, dan penurunan rhonki. Setelah pasien nyaman dan
diuresis yag stabil telah dicapai, ganti terapi intravena dengan pengobatan diuretik
oral. Produksi urin <100 mL.jam dalam 1-2 jam pertama adalah respons awal
pemberian diuretik intravena yang tidak adekuat.
Pada pasien dengan tekanan darah masih rendah/shock dipertimbangkan
diagnosis alternatif (emboli paru misalnya), masalah mekanis akut, dan penyakit
katup yang berat (terutama stenosis aorta). Balon pompa intra aorta atau dukungan
sirkulasi mekanik lainnya seperti CPAP atau NIPPV harus dipertimbangkan pada
pasien yang tidak terdapat kontraindikasi. Dipertimbangkan untuk dilakukan
pemasangan intubasi endotrakeal dan ventilasi invasif jika hipoksemia memburuk,
gagal upaya pernapasan, meningkatnya kebingungan atau penurunan tingkat
kesadaran.

18
Tabel 1. Rekomendasi Penatalaksanaan Edema Paru Akut Kardiogenik

19

Anda mungkin juga menyukai