Anda di halaman 1dari 12

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (ALL)

KONSEP PENYAKIT

1.1 PENGERTIAN

Gambar 1.1 Leukemia adalah keganasan yang

berasal dari sel-sel induk sistem hematopoietik.

Leukemia adalah keganasan yang berasal dari sel-sel induk sistem hematopoietik yang
mengakibatkan ploriferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol dan pada sel-sel darah merah namun
sangat jarang. (Gale, 2000 : 186).

Sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang,
kemudian sel leukemia beredar secara sistemik dan mempengaruhi produksi dari sel-sel darah
normal lainnya. (Bakta,I Made, 2007 :120).

Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah penyakit yang berkaitan dengan sel jaringan tubuh yang
tumbuhnya melebihi dan berubah menjadi ganas tidak normal serta bersifat ganas, yaitu sel-sel
sangat muda yang serharusnya membentuk limfosit berubah menjadi ganas.

LLA merupakan kanker yang paling banyak dijumpai pada anak, yaitu 25-30 % dari seluruh jenis
kanker pada anak. Angka kejadian tertinggi dilaporkan antara usia 3-6 tahun, dan laki-laki lebih
banyak daripada perempuan. Gejala lain yang perlu diwaspadai adalah tubuh lemah dan sesak nafas
akibat anemia, infeksi dan demam akibat

Kekurangan sel darah putih normal, serta pendarahan akibat kurangnya trombosit. (Rulina,
2003).ALL merupakan penyakit yang paling umum pada anak (25% dari seluruh kanker yang terjadi).
Di Amerika Serikat, kira-kira 2400 anak dan remajamenderita ALL setiap tahun. Insiden ALL terjadi
jauh lebih tinggi pada anak-anak kulit putih daripada kulit hitam. Perbedaan juga tampak pada jenis
kelamin, dimana kejadian ALL lebih tinggi pada anak laki-laki kurang dari 15 tahun. Insiden kejadian
3,5 per 100.000 anak berusia kurang dari 15 tahun. Puncak insiden pada umur 2-5 tahun dan
menurun pada dewasa (Moh. Supriatna.2002. http://www.scribd.com/doc/52407689/REFERAT-
LEUKEMIA-PADA-ANAK-almost-done)

1.2 Klasifikasi

1.2.1 Leukemia Lyphoblastic Akut (ALL)


ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun ALL jarang
terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga
mengganggu perkembangan sel normal.

Secara morfologik menurut FAB ALL dibagi menjadi tiga yaitu:

L1: ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL.

L2: sel lebih besar, inti regular, kromatin bergumpal, nucleoli prominen dan sitoplasma agak
banyak. Merupakan 14% dari ALL

L3: ALL mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan banyak vakuola, hanya
merupakan 1% dari ALL

1.2.2 Leukemia Nonlymphoblastik Akut (ANLL)

Secara morfologik yang umum dipakai adalah klasifikasi dari FAB:

M0- myeloblastic without differentiation

M1- myeloblastic without maturation

M2- myeloblastic with maturation

M3- acute promyelocytic

M4-acute myelomonocytic

M5-monocytic

a) Subtipe M5a: tanpa maturasi

b) Subtipe M5b: dengan maturasi

M6-erythroleukemia

M7-acute megakaryocytic leukemia

1.3 ETIOLOGI

1.3.1 Faktor predisposisi

1. Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya agannaglobulinemia; kelainan kromosom, misalnya


sindrom Down (risikonya 20 kali lipat populasi umumnya); sindrom Bloom.

2. Virus

Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Sel leukemia mempunyai enzim
trankriptase (suatu enzim yang diperkirakan berasal dari virus). Limfoma Burkitt, yang diduga
disebabkan oleh virus EB, dapat berakhir dengan leukemia.
3. Radiasi ionisasi

Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada ibu selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko pada janinnya. Baik dilingkungan kerja, maupun pengobatan kanker
sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
anti neoplastik.

4. Herediter

Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung terutama pada kembar monozigot.

5. Obat-obatan

Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol

1.3.2 Faktor Lain

1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen, preparat
sulfat), infeksi (virus dan bakteri).

2. Faktor endogen seperti ras

3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai kasus


leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).

1.4 MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul cepat, dalam beberapa
hari sampai minggu. Gejala leukemia akut dapat digolongkan menjadi tiga yaitu;

1. Gejala kegagalan sumsum tulang:

a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah. Disebabkan karena produksi sel darah merah
kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak
yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.

b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai demam, malaise, infeksi rongga mulut,
tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai syok septic.

c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, memar, purpura perdarahan kulit, perdarahan


mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis. Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji
dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang
sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila
kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.

2. Keadaan hiperkatabolik yang ditandai oleh:

a. Kaheksia
b. Keringat malam

c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal

3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti:

a. Nyeri tulang dan nyeri sternum

b. Limfadenopati superficial

c. Splenomegali atau hepatomegali biasanya ringan

d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit

e. Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.

f. Ulserasi rectum, kelainan kulit.

g. Manifestasi ilfiltrasi organ lain yang kadang-kadang terjadi termasuk pembengkakan testis pada
ALL atau tanda penekanan mediastinum (khusus pada Thy-ALL atau pada penyakit limfoma T-
limfoblastik yang mempunyai hubungan dekat)

4. Gejala lain yang dijumpai adalah:

a. Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/L. penderita dengan leukositosis serebral
ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan visual. Leukostasis pulmoner ditandai oleh sesak
napas, takhipnea, ronchi, dan adanya infiltrasi pada foto rontgen.

b. Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering dijumpai pada leukemia
promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat pemberian kemoterapi yaitu pada fase regimen
induksi remisi.

c. Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu ginjal.

d. Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama pada ALL. Tetapi sindrom lisis
tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.

(Bakta,I Made, 2007 :126-127).

1.5 KOMPLIKASI

1.6.1 Infeksi

Komplikasi ini yang sering ditemukan dalam terapi kanker masa anak-anak adalah infeksi berat
sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Anak paling rentan terhadap infeksi berat selama tiga
fase penyakit berikut:
1. Pada saat diagnosis ditegakkan dan saat relaps (kambuh) ketika proses leukemia telah
menggantikan leukosit normal.

2. Selama terapi imunosupresi

3. Sesudah pelaksanaan terapi antibiotic yang lama sehingga mempredisposisi pertumbuhan


mikroorganisme yang resisten.

Walau demikian , penggunaan faktor yang menstimulasi-koloni granulosit telah mengurangi


insidensi dan durasi infeksi pada anak-anak yang mendapat terapi kanker. Pertahanan pertama
melawan infeksi adalah pencegahan. (Wong, 2009:1141)

1.6.2 Perdarahan

Sebelum penggunaan terapi transfuse trombosit, perdarahan merupakan penyebab kematian yang
utama pada pasien leukemia. Kini sebagaian besar episode perdarahan dapat dicegah atau
dikendalikan dengan pemberian konsentrat trombosit atau plasma kaya trombosit.

Karena infeksi meningkat kecenderungan perdarahan dan karena lokasi perdarahan lebih mudah
terinfeksi, maka tindakan pungsi kulit sedapat mungkin harus dihindari. Jika harus dilakukan
penusukan jari tangan, pungsi vena dan penyuntikan IM dan aspirasi sumsum tulang, prosedur
pelaksanaannya harus menggunakan teknik aseptic, dan lakukan pemantauan kontinu untuk
mendeteksi perdarahan.

Perawatan mulut yang saksama merupakan tindakan esensial, karena sering terjadi perdarahan gusi
yang menyebabkan mukositis. Anak-anak dianjurkan untuk menghindari aktivitas yang dapat
menimbulkan cedera atau perdarahan seperti bersepeda atau bermain skateboard, memanjat
pohon atau bermain dengan ayunan.(Wong, 2009:1141-1142)

Umumnya transfuse trombosit hanya dilakukan pada episode perdarahan aktif yang tidak bereaksi
terhadap terapi lokal dan yang terjadi selama terapi induksi atau relaps. Epistaksis dan perdarahan
gusi merupakan kejadian yang paling sering ditemukan.

1.6.3 Anemia

Pada awalnya, anemia dapat menjadi berat akibat penggantian total sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia. Selama terapi induksi, transfusi darah mungkin diperlukan. Tindakan kewaspadaan yang
biasa dilakukan dalam perawatan anak yang menderita anemia harus dilaksanakan. (Wong, 2009 :
1142)

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi
Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Jumlah leukosit
biasanya berbanding langsung dengan jumlah blas. Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah

Hiperleukositosis (> 100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebih
200.000/mm3.

Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia

Prporsi sel blast pada hitung leukosit bervariasi dari 0-100%

Hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3

Kadar hemoglobin rendah

b. Aspirasi dan Biopsi sumsum tulang

Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limpoblast yang sangat banyak lebih dari 90% sel
berinti pada ALL dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka
aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsy penting
untuk evaluasi gambaran sitologi.

Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran monoton, yaitu hanya terdiri dari sel
limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).

c. Sitokimia

Pada ALL, pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negative.
Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari precursor
granulositik yang dapat dideteksi pada sel blast AML.

Sitokimia berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam
akan positif pada limfosit T yang gans, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada
pewarnaan periodic acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limpoblast dapat dideteksi dengan
pewarnaan imunoperoksidase atau flow cytometry

d. Imunofenotif (dengan sitometri arus/ Flow cytometry)

Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtype imunologi adalah antibody terhadap:

a. Untuk sel precursor B: CD 10 (common ALL antigen), CD19,CD79A,CD22, cytoplasnic m-heavy


chain, dan TdT

b. Untuk sel T: CD1a,CD2,CD3,CD4,CD5 ,CD7,CD8 dan TdT

c. Untuk sel B: kappa atau lambda CD19,CD20, dan CD22

e. Sitogenetik

Analisi sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan dengan
subtype ALL tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. Translokasi t(8;14), t(2;8), dan t
(8;22) hanya ditemukan pada ALL sel B, dan kelainan kromosom ini menyebabkan disregulasi dan
ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8.

f. Biopsi limpa

pemeriksaan ini memeperlihatkan poriferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa
yang terdesak, seperti limposit normal, RES, granulosit, dan pulp cell.

1.7 PENATALAKSANAAN DAN TERAPI

1.8.1 Penatalaksanaan terapi

1. Transfusi darah

Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 g%. pada trombositopenia yang berat dan perdarahan
massif, dapat diberikan transfuse trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan
heparin.

2. Kortikosteroid (prednisone,kortison,deksametason)

Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

3. Sitostatika

Selain sitostatika yang lama (6-merkatopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini
dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan
berbagai nama obat lainnya. umumnya sitostatiska diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopecia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari
2000/ mm3 pemberiannya harus hati-hati.

4. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat dikamar yang suci hama)

5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan yang
terbaru, masih dalam pengembangan)

Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi prinsipnya
sama yaitu dengan pola dasar:

1. Induksi

Dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut sampai sel blas dalam sumsum
tulang kurang dari 5%.

2. Konsolidasi

Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

3. Rumat
Untuk mempertahankan masa remisi, agar lebih lama. Biasanya dengan memberikan sitostatika
setengah dosis biasa.

4. Reinduksi

Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemebrian obat-
obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.

5. Mencegah terjadinya leukemia pada susunan saraf pusat. Diberikan MTX secara intratekal dan
radiasi cranial.

6. Pengobatan immunologic

Pola ini dimaksudkan menghilangkan sel leukemia yang ada didalam tubuh agar pasien dapat
sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. Pungsi
sumsum tulang diulang secara rutin setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).

1.8.2 Pemeriksaan Diagnostik

Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia tersebut mungkin
timbul. Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang.
Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan pemberian anestesi lokal dan dapat juga
diambil dari tulang sternum. (Gale, 2000 : 185)

Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:

1. Darah tepi

a. Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat.

b. Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l

c. Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun (aleukemic leukemia). Sekitar 25%
menunjukan leukosit normal atau menurun, sekitar 50% menunjukan leukosit meningkat 10.000-
100.000/mm3 dan 25% meningkat 100.000/mm3

d. Apusan darah tepi: khas menunjukan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast,
monoblast, erythroblast atau megakariosit ) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi. Sering
dijumpai pseudo Pelger-Huet Anomaly yaitu netrofil dengan lobus sedikit (dua atau satu) yang
disertai dengan hipo atau agranular.

2. Sumsum tulang

Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik. Ditemukan banyak sekali sel primitif.
Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk membedakannya dengan anemia
aplastik. Harus diambil sampel dari tempat ini. (Rendle.Ikhtisar Penyakit Anak.1994;184).
Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel
blast, dengan adanya leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang
matang, tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah blast minimal
30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).

3. Pemeriksaan immunophenotyping

Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik leukemia akut.
Pemeriksaan inni dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia.

4. Pemeriksaan sitogenetik

Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam diagnosis leukemia
karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis.

1.8.2.1 Pengobatan

a. Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit. Berbagai regimen pengobatannya
bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus berlangsung untuk menentukan
pengobatan yang optimum.

b. Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.

c. Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat jalan.

d. Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya, demikian pula karena obat-
obatan, dan karena itu infeksi oleh organisme tertentu dapat menjadi masalah, misalnya septicemia.
Organisme yang sering ditemukan adalah stafilokokus, pneumocystis carinii, jamur dan
sitomegalovirus.

1.8.2.2 Terapi

Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

1. Terapi spesifik: dalam bentuk kemoterapi

Kemoterapi memiliki tahapan pengobatan yaitu:

a. Induksi Remisi.

Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia limfositik akut. Pada waktu remisi,
penderita bebas dari symptom, darah tepi dan sumsum tulang normal secara sitologis, dan
pembesaran organ menghilang. Remisi dapat diinduksi dengan obat-obatan yang efeknya hebat
tetapi terbatas. Remisi dapat dipertahankan dengan memberikan obat lain yang mempunyai
kapasitas untuk tetap mempertahankan penderita bebas dari penyakit ini.

Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di mana gejala klinis
menghilang, disertai blast sumsum tulang kurang dari 5%. Dengan pemeriksaan morfolik tidak dapat
dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi. (Bakta,I Made, 2007 : 131-133)

Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara berurutan yang tergantung
pada regimen atau protocol yang berlaku. Beberapa rencana induksi meliputi: prednisone, vinkristin
(Oncovin),daunorubisin (Daunomycin), dan L-asparaginase (Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin
dimasukan pada pengobatan awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan Metotreksat (Mexate).
Allopurinol diberikan secara oral dalam dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah
hiperurisemia dan potensial adanya kerusakan ginjal. Setelah 4 minggu pengobatan, 85-90% anak-
anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL dalam remisi komplit. Teniposude (VM-26) dan
sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi remisi juka regimen awal gagal.
(Gale, 2000 : 185)

a. Obat yang dipakai terdiri atas:

Vincristine (VCR) 1.5 mg/m2/minggu, i.v

Predison (Pred) 6 mg/m2/hari, oral

L Asparaginase (L asp) 10.000 U/m2

Daunorubicin 25 mg/m2/minggu-4 minggu

b. Regimen yang dipakai untuk ALL dengan risiko standar terdiri atas:

Pred + VCR

Pred + VCR + L asp

c. Regimen untuk ALL denga risiko tinggi atau ALL pada orang dewasa antara lain:

Pred + VCR + DNR dengan atau tanap L asp

Kelompok G!MEMA dari Italia memberikan DNR+VCR+Pred+L asp dengan atau tanpa
siklofosfamid.

b. Fase postremisi

Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang pada akhirnya akan
menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:

a. Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:

Terapi konsolidasi

Terapi pemeliharaan (maintenance)

Late intensification

b. Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang memberikan penyembuhan


permanen pada sebagaian penderita, terutama penderita yang berusia di bawah 40 tahun.

Terapi postremisi

a. Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang bersembunyi dalam SSp dan
testis)
Triple IT yang terdiri atas : intrathecal methotrexate (MTX), Ara C (cytosine arabinosid), dan
dexamenthason

b. Terapi iontensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen noncrossresistant terhadap regimen


induksi remisi.

c. Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya dipakai 6 mercaptopurine (6 MP) peroral dan


MTX tiap minggu. Di berikan selama 2-3 tahun denga diselingi terapi konsolidasi atau intesifikasi.

2. Terapi suportif

Terapi ini bertujuan untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses
leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi.

Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan terapi spesifik
karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi
suportif yang intensif pula, kalu tidak maka penderita dapat meninggal karena efek samping obat,
suatu kematian iatrogenic. Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan
oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang
diberikan adalah;

1. Terapi untuk mengatasi anemia

Transfusi PRC untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon transplantasi
sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari.

2. Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas:

a. Antibiotika adekuat

b. Transfusi konsentrat granulosit

c. Perawatan khusus (isolasi)

d. Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)

3. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas:

a. Transfuse konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit minimal 10 x 106/ml,


idealnya diatas 20 x 106/ml

b. Pada M3 diberikan Heparin untuk mengatasi DIC

4. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain yaitu:

a. Pengelolaan leukostasis : dilakukan dengan hidrasi intravenous dan leukapheresis. Segera


lakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit

b. Pengelolaan sindrom lisis tumor: dengan hidrasi yang cukup, pemberiaan alopurinol dan
alkalinisasi urin.

Hasil pengobatan
Hasil pengobatan tergantung pada berikut ini:

1. Tipe leukemia : pada umumnya ALL mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan dengan AML

2. Karakteristik faktor prognostik dari penderita

3. Jenis regimen obat yang diberikan

DAFTAR PUSTAKA

Rendle,John-Short dkk.1994.Ikhtisar Penyakit Anak Ed;VI,Jilid;II.Binarupa Aksara. Jakarta

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC.Jakarta

Soeparman-Waspadji,Sarwono.1994.Ilmu Penyakit Dalam;Jilid II.Balai Penerbit FKUI.Jakarta

Gale,Danielle-Charette,Jane.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi.Penerbit Buku


Kedokteran;EGC.Jakarta

Hoffbrand,A.V dan Pettit,J.E.1987.Kapita Selekta Haematologi Ed;II.Penerbit Buku


Kedokteran;EGC.Jakarta

Wong, Donna L.2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatriks,Vol 2.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai