TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Resep
II.1.1 Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker
pengelola apotek untuk menyiapkan dan/atau membuat, meracik, serta
menyerahkan obat kepada pasien.(4)
Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Jika resep tidak jelas atau
tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep tersebut.
Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut : (5)
1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan
6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (subscriptio)
7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan
8. Tanda seru atau paraf dokter untuk setiap resep yang melebihi dosis
maksimalnya
Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Pelayanan resep menjadi tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek. Apoteker
wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya dan
dilandasi pada kepentingan masyarakat.(6)
5
6
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat
ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup dari pasien.
1. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan
dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan
resep sesuai dengan buku standar.
2. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau
diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam
pelayanannya harus diracik terlebih dahulu.
3. Resep medicinal. Yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang
maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. Buku referensi
: Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical
Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI), dan lain-lain.
4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam
bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak
mengalami peracikan.
II.1.4 Tanda-Tanda Pada Resep
Adapun tanda-tanda pada resep antara lain : (7)
1. Tanda Segera, yaitu:
Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda segera atau
peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu:
Cito! = segera
Urgent = penting
Statim = penting sekali
PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda
Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!
.
7
berkaitan dengan jumlah obat yang dikonsumsi. Secara klinis, kriteria untuk
mengidentifikasi polifarmasi meliputi : (8)
bentuk sediaan tidak sesuai, kontraindikasi dengan obat yang digunakan, obat
tidak diresepkan untuk indikasi yang jelas.
3. Masalah pemberian dosis obat (Drug dosing problem)
Masalah pemberian dosis obat berarti pasien memperoleh dosis yang lebih besar
atau lebih kecil daripada yang dibutuhkannya.
4. Masalah pemberian/penggunaan obat (Drug use/administration problem)
Masalah pemberian/penggunaan obat berarti tidak memberikan/tidak
menggunakan obat sama sekali atau memberikan/menggunakan yang tidak
diresepkan.
5. Interaksi obat (Interaction)
Interaksi berarti terdapat interaksi obat-obat atau obat-makanan yang
bermanifestasi atau potensial.
6. Masalah lainnya (Others)
Masalah lainnya misalnya: pasien tidak puas dengan terapi, kesadaran yang
kurang mengenai kesehatan dan penyakit, keluhan yang tidak jelas (memerlukan
klarifikasi lebih lanjut), kegagalan terapi yang tidak diketahui penyebabnya, perlu
pemeriksaan laboratorium.
salah atau tidak mendapatkan obat 3. Duplikasi zat aktif yang tidak tepat
Obat tidak atau salah pada 2. Obat dipakai dengan cara yang salah
penggunaannya
terjadi
Suatu resep dapat dikatakan tidak rasional apabila resep tersebut terdapat : (2)
1. Pemakaian obat dimana indikasi pemakaian secara medik tidak ada atau samar-
samar
3. Cara pemberian obat, dosis, frekuensi dan lama pemberian yang tidak sesuai
4. Pemakaian obat dengan potensi toksisitas atau efek samping lebih besar
padahal ada obat lain sama kemanfaatannya dengan potensi efek samping kecil
a. Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan dapat dilihat dari sisi seperti berikut kurangnya bekal
dan keterampilan mengenai pemakaian obat (terapetika) yang didapat selama
pendidikan (pre service), kurangnya mengikuti penyegaran ilmu/pendidikan
profesi berkelanjutan, kurangnya mengikuti perkembangan informasi mengenai
obat dan terapetika yang baru.
b. Sistem Pelayanan
Sistem pelayanan dapat dilihat dari sisi seperti berikut sistem suplai obat
yang tidak efisien, ketiadaan buku pedoman pengobatan/formularium di unit-unit
pelayanan, beban pelayanan pasien yang terlalu banyak sehingga setiap pasien
tidak bisa ditangani secara optimal
Pada kondisi ini dokter diperhadapkan pada realita yang ada yaitu konflik
batin antara pengetahuan mediknya dan tekanan/permintaan pasien yang sering
menyebabkan terjadi penurunan jumlah pasien, penurunan jumlah pendapatan,
kebutuhan dan ketersediaan obat, ketidakmampuan menelaah setiap informasi
12
secara kritik analitik (critical appraisal) sehingga setiap informasi mudah sekali
mempengaruhi kebiasaan peresepan.
d. Pasien
Peresepan dengan obat-obat yang lebih mahal padahal ada alternatif yang
lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama. Contohhnya pada
pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (umumnya disebabkan oleh
virus). Catatan :
>80% pasien ISPA non Pneumonia diberikan antibiotik padahal hanya 10-30 %
yang membutuhkan antibiotik
1. Peresepan dengan dosis, lama pemberian atau jumlah obat yang diresepkan
melebihi ketentuan. Contoh :
Contohnya :
Peresepan yang salah terjadi apabila ada pemakaian obat dengan indikasi
keliru seperti contohnya pemberian Vit B12 untuk keluhan pegal linu (yang
umumnya bukan karena defisiensi Vit B12). Selain itu, diagnosis tetapi obatnya
keliru seperti contohnya pemberian obat tetrasiklin pada pasien anak dengan
diagnosis cholera, pada hal ada pilihan yang lebih aman yaitu cotrimoxazole.
Pemberian obat ke pasien yang salah juga termasuk dalam hal ini, pemakaian obat
tanpa memperhitungkan kondisi lain (misalnya kelainan ginjal, jantung dan lain-
lain) seperti pada contohnya pemberian antibiotika golongan aminoglikosida pada
pasien lansia yang jelas memberi resiko ototoksik dan nefrotoksik sementara yang
lebih aman tersedia.
14
Dampak penggunaan obat yang tidak rasional terdiri dari 4 hal antara lain : (2)
4. Dampak Psikososial
Peresepan yang berlebihan oleh dokter sering memberikan pengaruh
psikologi pada masyarakat. Masyarakat sangat tergantung pada terapi obat
walaupun belum tentu intervensi obat merupakan pilihan utama untuk kondisi
tertentu. Misalnya pada pemakaian aspirin secara terus menerus untuk mencegah
penyakit jantung koroner (profilaksis) lebih penting dari faktor resiko yang sudah
jelas yaitu tidak merokok diabaikan. Selain itu, pemakaian obat anti diabetes
secara terus menerus untuk menurunkan kadar gula darah lebih penting dari faktor
15
resiko yang sudah jelas yaitu Tidak mengatur diet makanan yang mengandung
karbohidrat tinggi.