Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit yang


menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai akibat infeksi human
immunodeficiency virus (HIV).
Penyakit AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang dikenal
sebagai HIV yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menurun sehingga
mudah terjangkit penyakit infeksi berat atau keganasan yang menyebabkan kematian.
Penyebaran AIDS itu berlangsung secara cepat dan mungkin sekarang sudah
ada disekitar kita. Sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS.
Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yaitu: H = Human (manusia), I =
Immuno deficiency (berkurangnya kekebalan), V = Virus.
Maka dapat dikatakan HIV adalah virus yang menyerang dan merusak sel
kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang
berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll. Kumpulan gejala penyakit
yang menyerang tubuh kita itulah yang disebut AIDS.
Maka, selama bertahun-tahun orang dapat terinfeksi HIV sebelum akhirnya
mengidap AIDS. Namun penyakit yang paling sering ditemukan pada penderita
AIDS adalah sejenis radang paru-paru yang langka, yang dikenal dengan nama
pneumocystis carinii pneumonia (PCP), dan sejenis kanker kulit yang langka yaitu
kaposis sarcoma (KS). Biasanya penyakit ini baru muncul dua sampai tiga tahun
setelah penderita didiagnosis mengidap AIDS. Seseorang yang telah terinfeksi HIV
belum tentu terlihat sakit. Secara fisik dia akan sama dengan orang yang tidak
terinfeksi HIV.
Oleh karena itu 90% dari pengidap AIDS tidak menyadari bahwa mereka
telah tertular virus AIDS, yaitu HIV karena masa inkubasi penyakit ini termasuk lama
dan itulah sebabnya mengapa penyakit ini sangat cepat tertular dari satu orang ke

1
orang lain. Masa inkubasi adalah periode atau masa dari saat penyebab penyakit
masuk ke dalam tubuh (saat penularan) sampai timbulnya penyakit.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
2. 1 Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : RT 02 DS Teluk Kuwala Jambi
Agama : Islam
MRS : 29 Desember 2016
Tanggal pengambilan CRS : 9 Januari 2017

2. 2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan berdasarkan Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada
tanggal 9 januari 2017.

Keluhan utama
Nyeri ulu hati 1 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati 1 bulan SMRS. Os mengeluh
nyeri ulu hati seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul, tidak menjalar,
nyeri tidak dipengaruhi makanan. Keluhan disertai mual dan muntah, muntah 2 kali
dalam sehari, muntah berisi makanan dan minuman yang dimakan. Os mengatakan
badanya terasa sangat lemas. Nafsu makan os menurun serta disertai penurunan berat
badan secara drastis dalam 1 bulan terakhir, hal ini di akui oleh keluarganya yang
melihat pasien jauh tampak lebih kurus dari biasanya sejak sakit.

3
Pasien juga mengeluh BAB cair yang dirasakan 1 bulan SMRS, berwarna
hitam, konsistensi cair, disertai lendir, frekuensi 5 kali dalam sehari.
Os juga mengeluh demam 1 hari SMRS, demam dirasakan terus-menerus, os
sebelumnya 1 bulan SMRS memang sering mengeluh demam, demam dirasakan
hilang timbul.
Sejak masuk rumah sakit os juga mengaku menjadi sering batuk berdahak.
Dahak kental dan sulit dikeluarkan. Riwayat benjolan di sekitar leher, ketiak dan
pangkal paha disangkal. Riwayat batuk lama, sesak nafas, dan keringat malam
disangkal. Riwayat infeksi menular seksual disangkal. Riwayat pemakaian jarum
suntik disangkal. Riwayat memiliki tato disangkal, riwayat penggunaan jarum suntik
dan obat obatan disangkal. Riwayat berganti pasangan disangkal. Riwayat suami
dengan HIV/AIDS (+). Pasien merupakan pasien rujukan dari RS Nurdin Hamzah
dengan susp. SIDA(Sindrom Imuno Defisiensi Akuista) + diare kronik+ candidiasis
oral+ anemia berat.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat sakit maag (+)
- Riwayat dengan keluhan yang sama (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama(+) : suami pasien menderita
keluhan yang sama dengan pasien dan telah meninggal sekitar 4 bulan yang
lalu.

Riwayat Pekerjaan dan Sosial


Os bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pendapatan keluarga cukup, hubungan
pasien dengan social dan keluarga baik.

4
2. 3 Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak lemas
Kesadaran : Composmentis. GCS 15, E4 V5 M6
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 37,5 0C

Kulit
Warna : sawo matang
Efloresensi : tidak ada
Jaringan parut : tidak ada
Pertumbuhan Rambut : merata
Suhu : 37,50C
Turgor : cukup
Ikterus : tidak ada
Edema : tidak ada
Lain-lainnya : hiperpigmentasi (+) krusta (+) gatal (+) pada
kaki kiri

Kelenjar
Submandibula : normal
Leher : normal
Subclavikula : normal
Axial : normal
Inguinal : normal

5
Pemeriksaan Kepala
Bentuk Kepala : normochepal
Rambut : hitam,pertumbuhan merata,tidak mudah dicabut
Ekspresi : normal
Simetris muka : simetris
Deformitas : (-)
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan : (-)

Pemeriksaan Mata
Konjungtiva : anemis (+/+)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : isokor kanan-kiri, reflek cahaya ( + / + )
Palpebra : tak tampak edema kanan-kiri
Exopthalmus/ennopthalmus : (-)
Lensa : tidak keruh
Gerakan : normal
Lap. Pandang : normal

Pemeriksaan Hidung
Bentuk : normal
Nafas cuping hidung : tidak ada
Sekret : tidak ada
Septum : normal
Selaput lendir : normal
Sumbatan : tidak ada
Perdarahan : tidak ada

6
Pemeriksaan Mulut
Bibir : tidak sianosis, kering
Lidah : kotor (+) oral plaque , tepi tidak hiperemis,
Ulkus (+)
Gusi : berdarah (-)

Pemeriksaan Telinga
Bentuk : normal
Sekret : ada, dalam batas normal
Fungsional : pendengaran baik

Pemeriksaan Leher
JVP : normal (52 cmH2O)
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Kelenjar limfonodi : tidak membesar

Jantung
- Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
- Palpasi (Iktus Cordis): teraba
Tempat : ICS V, 1 jari sebelah medial garis midklavikula
sinistra
Luas : 2 cm
Kuat angkat: Kuat angkat
- Perkusi (Batas jantung):
Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

7
- Auskultasi: bunyi jantung I dan II normal, regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
- Inspeksi: Bentuk simetris , pergerakan dada simetris, sela iga melebar
(-/-), penggunaan otot bantu nafas (-)
- Palpasi: Pergerakan dada simetris, fremitus taktil dada kanan=kiri, nyeri
tekan (-)
- Perkusi: Sonor pada thorak dextra dan sinistra
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi basah halus (+/+), Wheezing
(-/-)

Abdomen
- Inspeksi : cembung dan supel
- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba,
ballotemen ginjal (-), nyeri tekan supra pubis (-)
- Perkusi : timpani, shifting du llness (-), nyeri ketok CVA (-/-)
- Auskultasi : bising usus (+) meningkat

Ekstremitas
Edema (-/-), akral hangat, sianosis (-), kekuatan otot lemah, sensibilitas normal.

8
2.4 Hasil Laboratorium Sederhana
Hasil pemeriksaan penunjang dari RS NURDIN HAMZAH
( 28 Desember 2016)
Darah Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 4,9 (3,5-10,0 103/mm3)
RBC 2,20 (3,80-5,80 106/mm3)
HGB 6,4 (11,0-16,5 g/dl)
HCT 19,1 (35,0-50,0 %)
PLT 433 (150-390 103/mm3)
MCV 86,6 (80-97 fl)
MCH 29,2 (26,5-33,5 pg)
MCHC 33,7 (31,5-35 g/dl)

Pemeriksaan darah rutin tanggal 29 Desember 2016 setelah transfuse PRC 2


kolf.
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 4,5 (3,5-10,0 103/mm3)
RBC 2,77 (3,80-5,80 106/mm3)
HGB 6,0 (11,0-16,5 g/dl)
HCT 20,3 (35,0-50,0 %)
PLT 316 (150-390 103/mm3)
MCV 73,3 (80-97 fl)
MCH 21,6 (26,5-33,5 pg)
MCHC 29,5 (31,5-35 g/dl)

HB : 6,0 g/dl (menurun) dilakukan transfuse yang ke-2 dengan PRC 250 cc
sampai HB normal.

9
Pemeriksaan darah rutin tanggal 06 Januari 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 2,8 (3,5-10,0 103/mm3)
RBC 3,27 (3,80-5,80 106/mm3)
HGB 10,0 (11,0-16,5 g/dl)
HCT 24,2 (35,0-50,0 %)
PLT 233 (150-390 103/mm3)
MCV 74,1 (80-97 fl)
MCH 30,5 (26,5-33,5 pg)
MCHC 41,3 (31,5-35 g/dl)

2.5 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan CD 4 (+) : 210
Rontgent Thoraks :
Hillus tebal
Corakan bronchovaskuler bertambah
Tampak infiltrate perihiler
Kesan yang didapat : Bronchopneumonia

2.6 Diagnosis
Primer
HIV/AIDS stadium III dengan infeksi Oportunistik :
- Candidiasis oral
- Papular pruritic eruption
- GE kronis
- Bronkhopneumonia
Sekunder
Anemia Berat

10
2.7 Pengobatan Sementara
1) Non Medikamentosa
Bedrest
2) Medikamentosa
IVFD RL 20 TPM
Transfusi PRC 250 cc/hari s.d HB normal
Inj.Ranitidin 2x50mg
Nystatin 3x10.000 IU
Fluconazole 1x200mg
Kotrimoksazol1x960mg
Duviral 2x 1 tablet (AZT 300 mg+3TC 150mg)
Neviral 1x 1 tablet ( Nevirapine 200 mg)

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam

2.9 Follow up Keadaan Pasien


10 Januari 2017
S : pasien merasa lemas,nyeri perut berkurang, BAB cair (+)
O : Kesadaran : CM
Tekanan darah : 110/70 mmHg
A : HIV/AIDS Stadium III dengan infeksi opportunistik : Candidiasis
oral, popular pruritic eruption, GE kronis, Bronchopneumonia
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj.Ranitidin 2x50mg
Nystatin 3x10.000 IU
Fluconazole 1x200mg

11
Kotrimoksazol 1x960mg
Duviral 2x 1 tablet (AZT 300 mg+3TC 150mg)
Neviral 1x 1 tablet ( Nevirapine 200 mg)
Attapulgit 2x 1 tablet

11 Januari 2017
S : pasien merasa lemas,nyeri perut berkurang, BAB cair (+) sudah
berkurang
O : Kesadaran : CM
Tekanan darah: 110/60 mmHg
A : HIV/AIDS Stadium III dengan infeksi opportunistik : Candidiasis oral,
popular pruritic eruption, GE kronis, Bronchopneumonia
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj.Ranitidin 2x 50mg
Nystatin 3x10.000 IU
Fluconazole 1x200mg
Kotrimoksazol1x960mg
Duviral 2x 1 tablet (AZT 300 mg+3TC 150mg)
Neviral 1x 1 tablet ( Nevirapine 200 mg)
Attapulgit 2x 1 tablet

12 Januari 2017
S : pasien merasa lemas berkurang,BAB cair (-), nyeri perut berkurang
O : Kesadaran : CM
Tekanan darah: 120/80 mmHg
A : HIV/AIDS Stadium III dengan infeksi opportunistik : Candidiasis
oral, popular pruritic eruption, GE kronis, Bronchopneumonia
P : IVFD RL 20 gtt/i

12
Inj.Ranitidin 2x50mg
Nystatin 3x 10.000 IU
Fluconazole 1x200mg
Kotrimoksazol1x960mg
Duviral 2x 1 tablet (AZT 300 mg+3TC 150mg)
Neviral 1x 1 tablet ( Nevirapine 200 mg)

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 HIV/AIDS
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family
retroviridae.

Etiologi
HIV merupakan virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili Lentiviridae.
Dikenal ada dua serotipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Secara morfologis HIV-1
berbentuk bulat yang terdiri atas bagian inti (core) dan selubung (envelope). Molekul
RNA dikelilingi suatu kapsid berlapis dua dan suatu membran selubung yang
mengandung protein.

Gambar 1. Anatomi virus HIV

14
Transmisi infeksi HIV
HIV merupakan virus sitopatik dari famili retrovirus. Transmisi HIV masuk
ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu:
1. Secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung,
persalinan, menyusui)

2. Secara transeksual (homoseksual maupun heteroseksual)

3. Secara horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi
(asas sterilitas kurang di perhatikan terutama pada pemakaian jarum suntik
bersama-sama secara bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi
organ, tindakan hemodialisis, perawatan gigi)

HIV dapat diisolasi dari darah, semen, cairan serviks, cairan vagina, ASI,
serum, urine, cairan alveoler, cairan serebrospinal. Sejauh ini transmisi secara efisien
terjadi melalui darah, cairan semen, cairan vagina dan serviks, ASI. HIV tidak
menular melalui bersalaman, tinggal dalam satu rumah, menggunakan alat
makan/minum bersamaan, dengan gigitan nyamuk, berpelukan atau berciuman, dan
dengan jamban yang sama.

Patofisiologi
HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara
vertikal, horizontal, dan transeksual. Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia
dengan disertai gejala dan tanda infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak,
nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit tidur, batuk pilek dan lain-
lain. Keadaan ini disebut sindrom retroviral akut.

15
Gambar 2. Siklus hidup HIV

Secara perlahan tetapi pasti limfosit T penderita akan tertekan dan semakin
menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan
jumlah limfosit T CD4 melalui beberapa mekanisme sebagai berikut:
1. Kematian sel secara langsung karena hilangnya integritas membran plasma
akibat adanya penonjolan dan perobekan virion, akumulasi DNA virus yang
tidak berintegritasi dengan nukleus, dan terjadinya gangguan sintesis
makromolekul.

2. Syncytia formation yaitu terjadinya fusi antarmembran sel yang terinfeksi


HIV dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi.

16
3. Respon imun humoral dan seluler terhadap HIV ikut berperan melenyapkan
virus dan sel yang terinfeksi virus. Namun respon ini bisa menyebabkan
disfungsi imun akibat eliminasi sel yang terinfeksi dan sel normal di
sekitarnya.

4. Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibodi yang berperan untuk


mengeliminasi sel yang terinfeksi.

5. Kematian sel yang terprogram (apoptosis) peningkatan antara gp120 di regio


V3 dengan reseptor CD4 limfosit T merupakan sinyal pertama untuk
menyampaikan pesan kematian sel melalui apoptosis.

6. Kematian sel target terjadi akibat hiperreaktivitas Hsp70 sehingga fungsi


sitoproteksif, pengaturan irama dan waktu folding protein terganggu, terjadi
missfolding dan denaturasi protein, jejas dan kematian sel.

Dengan berbagai proses kematian limfosit T tersebu terjadi penurunan jumlah


limfosit T CD4 secara dramatis dari normal berkisar 600-1200/mm3 menjadi
200/mm3 atau lebih rendah lagi. Semua mekanisme tersebut menyebabkan penurunan
sistem imun sehingga pertahanan individu terhadap mikroorganisme patogen menjadi
lemah dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi opportunistik sehingga masuk ke
stadium AIDS.

Diagnosis HIV dan AIDS


Diagnosis HIV
Anamnesis yang lengkap termasuk risiko pajanan HIV , pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan konseling perlu dilakukan pada setiap odha saat
kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan
diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan fisik dan laboratorium,
memastikan pasien memahami tentang infeksi HIV, dan untuk menentukan tata
laksana selanjutnya.

17
Dari Anamnesis, perlu digali factor resiko HIV AIDS, Berikut ini
mencantumkan, daftar tilik riwayat penyakit pasien dengan tersangakA ODHA.

Faktor risiko infeksi HIV


- Penjaja seks laki-laki atau perempuan

- Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang)

- Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL) dan


transgender (waria)

- Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks komersial

- Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS)

- Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipient produk darah

- Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat non steril.

Seorang dewasa dianggap menderita AIDS bila menunjukkan tes HIV positif
dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dan sekurang-kurangnya didapatkan dua
gejala mayor yang berkaitan dengan 1 gejala minor, dan gejala-gejala ini bukan
disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV, atau
ditemukan sarcoma Kaposi atau pneumonia yang mengancam jiwa yang berulang
Gejala Mayor :
1. Berat badan turun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bukan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologi
5. Demensia / ensefalopati HIV

18
Gejala Minor :
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata yang gatal
3. Herpes Zooster berulang
4. Kandidiosis Orofaring
5. Herpes Simpleks kronis progresif
6. Limfadenopati generalisata
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

Pemeriksaan khusus untuk HIV :


1. Tes Antibody HIV

Tes ini berfungsi untuk mendeteksi antibody terhadap HIV. Tes ini dapat
dilakukan dengan menggunakan tiga cara, yaitu ELISA (Enzyme Link
Immunobinding Assay), Aglutinasi, dan juga dot blot. Bahan yang digunakan
adalah serum, cairan plasma, darah, dan juga liur. Metode yang paling sering
digunakan adalah ELISA. Tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan
bila menggunakan tes Ab ini, karena pada infeksi HIV, terdapat masa jendela
atau window period. Masa jendela adalah keadaan dimana jumlah Ab yang
terbentuk belum cukup untuk dapat terdeteksi di dalam darah, padahal virus
telah masuk di dalam tubuh, oleh karena itu hasilnya akan menunjukkan
negatif, Biasanya antibody dapat terdeteksi kurang lebih 4-8 minggu setelah
infeksi. Apabila tingkat kecuringaan terhadap pasien tinggi, tes ini harus
diulang 3 bulan lagi.

2. Deteksi Antigen
Deteksi antigen ini dapat berfungsi untuk :
- Deteksi dini pada neonatus ( 18 bulan )

19
- Untuk pasien dengan seronegatif tetapi dengan riwayat terpapar terhadap
HIV
Deteksi Antigen hanya dapat dilakukan dan terdeteksi saat pasien :
- Jumlah Ag > Ab : pada stadium dini
- pada stadium lanjut dimana Ab tidak terbentuk lagi.

Stadium Klinis
WHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I
(asimtomatik), stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit sedang), dan stadium IV
(sakit berat atau AIDS).

Tabel Stadium klinis HIV


Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2 Sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal

20
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis (<50.000/ml)
Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
Infeksi mikobakteria non-TB meluas

Penatalaksanaan
HIV/AIDS sampai saai ini memang belum dapat disembuhkan secara total.
Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan
bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral
ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV.
Orang dengan HIV/AIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif.
Manfaat ARV dicapai melalui pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan pulihnya
kerentanan odha terhadap infeksi oportunistik.
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis yaitu:

21
a. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat ARV
b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis,
toksoplasma, sarkoma kaposis, limfoma, kanker serviks
c. Pengobatan suportif yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih
baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan
dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan.
Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan,
harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.

Terapi Antiretroviral (ARV)


Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh
lebih baik.
Tabel 1. Rekomendasi memulai terapi ARV berdasar CD4 penderita dewasa
WHO, 2006
CD4 (sel/mm3) Rekomendasi terapi
<200 Mulai terapi ARV pada semua stadium klinis
200-350 Pertimbangkan untuk memulai terapi sebelum CD4 turun
<200 sel/mm3
>350 Jangan memulai ARV dulu

Tabel Rekomendasi memulai terapi antiretroviral menurut WHO (2002)


Bila pemeriksaan CD4 dapat dilakukan:
- Klinis stadium IV, tanpa memperhitungkan jumlah CD4

- Klinis stadium, I,II atau III dengan CD4 <200/mm3

Bila pemeriksaan CD4 tidak dapat dilakukan:


- Klinis stadium IV, tanpa memperhitungkan jumlah limfosit total

22
- Klinis stadium II atau III dengan limfosit total 1200/mm3

Saat ini ada tiga golongan ARV yang tersedia di Indonesia:


Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NsRTI): obat ini dikenal sebagai
analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi
DNA. Proses ini diperlukan agar virus dapat bereplikasi. Obat dalam golongan
ini termasuk zidovudine (ZDV atau AZT), lamivudine (3TC), didanosine (ddI)
zalcitabine (ddC), stavudine (d4T) dan abacavir (ABC).

Non-Nucleside Reserve Trancriptase Inhibitor (NNsRTI): obat ini berbeda


dengan NRTI walaupun juga menghambat proses perubahan RNA menjadi
DNA. Obat dalam golongan ini termasuk nevirapine (NVP), efavirenz (EFV),
dan delavirdine (DLV).

Protease Inhibitor (PI): Obat ini bekerja menghambat enzim protease yang
memotong rantai panjang asam animo menjadi protein yang lebih kecil. Obat
dalam golonganini termasuk indinavir (IDV), nelfinavir (NFV), saquinavir
(SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV), dan lopinavir/ritonavir (LPV/r).

Prognosis
HIV/ AIDS sampai saat ini belum dapat disembuhkan secara total. Tetapi
angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi
oportunistik dapat berkurang jika dilakukan pengobatan yang lengkap.

3.2 Gastroenteritis kronis


Gastroenteritis merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya muntah
dan diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi tidak toleran terhadap makanan
tertentu atau mencerna toxin. Gastroenteritis adalah keadaan frekuensi, BAB lebih
dari 4 kali dalam sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak atau dewasa dalam

23
satu hari dengan konsisten feses encer dapat berwarna hijau atau dapat bercampur
dengan darah dan lendir atau lendir saja.

Patofisiologi
Gastroenteritis bisa disebabkan oleh 4 hal, yaitu faktor infeksi (bakteri, virus,
parasit), faktor malabsorbsi dan faktor makanan dan factor makanan dan faktor
psikologis. Diare karena infeksi seperti bakteri, berawal dari makanan atau minuman
yang masuk kedalam tubuh manusia. Bakteri tertelan masuk sampai lambung, yang
kemudian bakteri dibunuh oleh asan lambung. Namun jumlah bakteri terlalu banyak
maka, ada yang beberapa lolos sampai keduodenum dan berkembang biak.
Pada kebanyakan kasus gastroenteritis, orga tubuh yang diserang adalah usus.
Didalam usus tersebut bakteri akan memproduksi enzim yang akan mencairkan
lapisan lendir yang menutupi permukaan usus, sehingga bakteri dapat masuk kedalam
membran epitel, dimembran ini bakteri mengeluarkan toksik yang merangsang
sekresi cairan-cairan usus dibagian cripta villi dan menghambat absorbsi cairan.
Sebagian akibat dari keadaan ini volume cairan didalam lumen usus meningkat yang
mengakibatkan dinding usus menggembung dan tegang sebagian dinding usus akan
mengadakan kontraksi sehingga terjadi hipermotilitas untuk mengalirkan cairan
diusus besar. Apabila jumlah cairan tersebut melebihi kapasitas absorbsi usus maka
akan terjadi diare.
Diare yang diakibatkan malabsorbsi makanan akan menyebabkan makanan
atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
Tertelannya makanan yang beracun juga dapat menyebabkan diare karena
akan mengganggu motilitas usus. Iritasi mukosa usus mengakibatkan hiperperistaltik
sehingga terjadi berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehinggan

24
timbul diare. Sebaliknya jika peristaltic menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
Adanya iritasi mukosa usus dan peningkatan volume cairan dirongga usus
menyebabkan klien mengeluh abdomen terasa sakit. Selain karena 2 hal itu, nyeri
abdomen atau kram timbul karena metabolisme karbohidrat oleh bakteri diusus yang
menghasilkan gas H2 dan C02 yang menimbulkan kembung dan flatus berlebihan.
Biasanya pada keadaan ini klien akan merasa mual bahkan muntah serta nafsu
makannya menurun. Karena terjadi ketidakseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila
keadaan ini terus berlanjut dan klien tidak mau makan maka, akan menimbulkan
gangguan nutrisi sehingga klien lemas.
Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan akan menyebabkan klien
terjatuh dalam keadaan dehidrasi. Yang ditandai dengan berat badan menurun, turgor
kulit berkurang, mata dan ubun-ubun bisa jadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak kering. Tubuh yang kehilangan cairan dan elektrolit
yang berlebihan membuat cairan ekstraseluler dan intraseluler menurun. Dimana
selain air, tubuh juga kehilangan Na, K dan Ion Karbonat. Bila keadaan ini berlanjut
terus, maka volume darah juga berkurang. Tubuh mengalami gangguan sirkulasi,
perfusi jaringan terganggu dan akhirnya dapat menyebabkan syok hipovolemik
dengan gejala denyut jantung meningkat, nadi cepat tapi kecil, tekanan darah
menurun klien sangat lemah kesadaran menurun.
Akibat lain dari kehilangancairan ekstrasel dan intrasel yang berlebihan, tubuh
akan mengalami asidosis metabolik dimana klien akan tampak pucat dengan
pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan kussamul) Faktor psikologis juga
dapat menyebabkan diare. Karena factor psikologis (stres, marah, takut) dapat
merangsang kelenjar adrenalin dibawah pengendalian siste, pernapasan simpatis
untuk merangsang pengeluaran hormon yang kerjanya mengatur metabolisme tubuh.
Sehingga bila terjadi stres maka, metabolisme akan terjadi peningkatan dalam bentuk
peningkatan mortalitas usus.

25
Manifestasi Klinis
1. Konsistensi feces cair (diare) dan frekuensi defekasi semakin sering
2. Muntah (umumnya tidak lama)
3. Demam (mungkin ada, mungkin tidak)
4. Kram abdomen, tenesmus
5. Membrane mukosa kering
6. Fontanel cekung (bayi)
7. Berat badan menurun
8. Malaise

Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medik primer diarahkan pada pengontrolan dan
penyembuhan penyakit yang mendasar.
2. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan peroral, mungkin diresepkan
glukosa oral dan larutan elektrolit
3. Untuk diare sedang, obat-obat non-spesifik, difenoksilat (lomotif) dan
loperamit (imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber noninfeksius.

4. Diresepkan antimikrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius


atau diare memburuk
5. Terapi interavena untuk hidrasi cepat (diberi cairan), terutama untuk klien yang
sangat muda atau lansia. Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan
tergantung dari berat badan atau berat ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

Komplikasi
1. Dehidrasi berat, ketidakseimbangan elektrolit
2. Shock hipovolemik yang terdekompensasi (hipotensi, asidosis metabolic,
perfusi sistemik buruk)

26
3. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik)
4. Kejang demam terjadi pada dehidrasi hipertonik (dehidrasi yang berlebih)
5. Hipoglikemia
6. Hipokalemia (meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, disritmia
jantung)
7. Bakteremia

3.3 Bronchopneumonia
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi
pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat
oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di
lobulus yang berdekatan.
Pengertian Bronkopneumonia Bronkopneumonia disebut juga pneumonia
lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang
biasanyamengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yangsering
menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacammacametiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapiada
juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.Bronkopneumonia
lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadapberbagai keadaan yang melemahkan
daya tahan tubuh tetapi bisa jugasebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai
pada anak-anak dan orang dewasa.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.

27
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis bronkopneumonia bervariasi tergantung kuman
penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi
klinis bisa sangat berbeda, bahkan pada neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan
tanda pneumonia meliputi gejala infeksi pada umumnya demam, menggigil, sefalgia,
rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal
seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 2
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu
tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping hidung
(neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta dan abdominal
mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus
bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi
redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronkhi. 1
Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya
penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana.
Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Perkusi
thorak tidak bernilai diagnostik karena umumnya kelainan patologisnya menyebar.
Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.

Patogenesis dan patofisiologi


Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi,
aspirasi, hematogen dr fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi
infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang
sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah
masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif
menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan
bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus bahkan seluruh paru
menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan dan sisa-sisa sel.

28
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan
bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan
memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel
pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel
pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan
multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus
pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri
yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh
alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.2

Kriteria Diagnosis
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah halus (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
3.4 Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh. Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah
eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal.

Tanda-tanda Anemia
a. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang

29
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan
menjadi pucat.

Klasifikasi Derajat Anemia Menurut WHO dan NCI :

30
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada laporan kasus ini, pasien Ny. NS (42 tahun) didiagnosa dengan
HIV/AIDS dengan infeksi opportunistik : candidiasis oral, popular pruritus eruption,
GE kronis & Bronkopneumonia dengan anemia berat. Dasar diagnosa pada pasien ini
adalah sebagai berikut:

4.1 HIV/AIDS stadium III


Hal ini bisa disimpulkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati 1 bulan SMRS. Os mengeluh
nyeri ulu hati seperti ditusuk-tusuk.nyeri dirasakan hilang timbul, tidak menjalar,
nyeri tidak dipengaruhi makanan. Keluhan disertai mual dan muntah, muntah 2
kali dalam sehari, muntah berisi makanan dan minuman yang dimakan. Os
mengatakan badanya terasa sangat lemas. Nafsu makan os menurun serta disertai
penurunan berat badan secara drastis dalam 1 bulan terakhir, hal ini di akui oleh
keluarganya yang melihat pasien jauh tampak lebih kurus dari biasanya sejak sakit.
Pasien juga mengeluh BAB cair yang dirasakan 1 bulan SMRS, berwarna
hitam, konsistensi cair, disertai lendir, frekuensi 5 kali dalam sehari.
Os juga mengeluh demam 1 hari SMRS, demam dirasakan terus-menerus,
os sebelumnya 1 bulan SMRS memang sering mengeluh demam, demam hilang
timbul.
Sejak masuk rumah sakit os juga mengaku menjadi sering batuk berdahak.
Dahak kental dan sulit dikeluarkan.Riwayat benjolan di sekitar leher, ketiak dan
pangkal paha disangkal. Riwayat batuk lama, sesak nafas, dan keringat malam
disangkal. Riwayat infeksi menular seksual disangkal. Riwayat pemakaian jarum

31
suntik disangkal. Riwayat memiliki tato disangkal, riwayat penggunaan jarum suntik
dan obat obatan disangkal. Riwayat berganti pasangan disangkal. Riwayat suami
dengan HIV/AIDS (+). Pasien merupakan pasien rujukan dari RS Nurdin Hamzah
dengan susp. SIDA(Sindrom Imuno Defisiensi Syndrome) + diare kronik+
candidiasis oral+ anemia berat.

Pada pemeriksaan fisik :


Tanda vital
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg.
- Nadi : 82 x/menit.
- Suhu : 37,50C.
- Frekuensi Pernapasan : 18 x/menit.
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva Anemis + / +, Sklera
Ikterik - / -
Mulut : lidah kotor (+) Oral Plaque, ulkus (+)
Kulit : terdapat hiperpigmentasi pada kaki kiri
dan kanan dan krusta pada kaki kiri, gatal (+)
Thoraks : auskultasi paru terdengar suara ronkhi
basah halus pada kedua lapang paru.
Abdomen : datar, BU(+) meningkat, nyeri tekan
(+) epigastrium
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan nilai CD4(+) 210 dimana nilai normalnya
adalah berkisar 500-1200.

Hai ini sesuai dengan teori :


Diagnosis infeksi HIV dan AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis,
menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya di dapatkan 2 gejala mayor

32
dan 1 gejala minor yaitu Demam lebih dari 1 bulan, diare lebih dari 1 bulan,
penurunan berat badan, pembesaran KG, kandidiasis oral.

Gejala Mayor :
Berat badan turun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologi
Demensia / ensefalopati HIV

Gejala Minor :
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
Dermatitis generalisata yang gatal
Herpes Zooster berulang
Kandidiosis Orofaring
Herpes Simpleks kronis progresif
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2 Sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)

33
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku

Stadium 3 Sakit sedang


Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis (<50.000/ml)
Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
Infeksi mikobakteria non-TB meluas

Prognosis bagi pasien saat ini adalah Dubia ad malam sampai saat ini belum
dapat disembuhkan tetapiangka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan

34
kejadian infeksi oportunistik dapat berkurang jika dilakukan pengobatan yang
lengkap

4.2 Gastroenteritis kronis


Diagnosis Gastroenteritis kronis ditegakkan berdasarkan anamnesis pasien
mengeluh BAB cair yang dirasakan 1 bulan SMRS, berwarna hitam, disertai lendir,
5 kali dalam sehari. Os mengeluh mual dan muntah, muntah 2 kali dalam sehari,
muntah berisi makanan dan minuman yang dimakan. Os mengatakan badanya terasa
sangat lemas. Nafsu makan os menurun serta disertai penurunan berat badan secara
drastis dalam 1 bulan terakhir, hal ini di akui oleh keluarganya yang melihat pasien
jauh tampak lebih kurus dari biasanya sejak sakit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan epigastrium (+), dan didapatkan BU (+) meningkat.
Manifestasi Klinis
1. Konsistensi feces cair (diare) dan frekuensi defekasi semakin sering
2. Muntah (umumnya tidak lama)
3. Demam (mungkin ada, mungkin tidak)
4. Kram abdomen, tenesmus
5. Membrane mukosa kering
6. Fontanel cekung (bayi)
7. Berat badan menurun
8. Malaise

4.2.1.Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml dalam 24 jam.
Pada kasus gastroenteritis diare secara umum terjadi karena adanya peningkatan
sekresi air dan elektrolit.

35
4.2.2.Mual dan Muntah
Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi lambung melalui
mulut. Pusat muntah mengontrol dan mengintegrasikan terjadinya muntah. Lokasinya
terletak pada formasio retikularis lateral medulla oblongata yang berdekatan dengan
pusat-pusat lain yang meregulasi pernafasan, vasomotor, dan fungsi otonom lain.
Pusat-pusat ini juga memiliki peranan dalam terjadinya muntah. Stimuli emetic dapat
ditransmisikan langsung ke pusat muntah ataupun melalui chemoreceptor trigger
zone.
Muntah dikoordinasi oleh batang otak dan dipengaruhi oleh respon dari usus,
faring, dan dinding torakoabdominal. Mekanisme yang mendasari mual itu sendiri
belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga terdapat peranan korteks serebri karena
mual itu sendiri membutuhkan keadaan persepsi sadar.
Mekanisme pasti muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis belum
sepenuhnya diketahui. Tetapi diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan
stimulus perifer dari saluran cerna melalui nervus vagus atau melalui serotonin yang
menstimulasi reseptor 5HT3 pada usus. Pada gastroenteritis akut iritasi usus dapat
merusak mukosa saluran cerna dan mengakibatkan pelepasan serotonin dari sel-sel
chromaffin yang selanjutnya akan ditransmisikan langsung ke pusat muntah atau
melalui chemoreseptor trigger zone. Pusat muntah selanjutnya akan mengirimkan
impuls ke otot-otot abdomen, diafragma dan nervus viseral lambung dan esofagus
untuk mencetuskan muntah.

4.2.3.Nyeri perut
Banyak penderita yang mengeluhkan sakit perut. Rasa sakit perut banyak
jenisnya. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah nyeri perut yang timbul ada
hubungannnya dengan makanan, apakah timbulnya terus menerus, adakah penjalaran
ke tempat lain, bagaimana sifat nyerinya dan lain-lain. Lokasi dan kualitas nyeri perut
dari berbagai organ akan berbeda, misalnya pada lambung dan duodenum akan
timbul nyeri yang berhubungan dengan makanan dan berpusat pada garis tengah

36
epigastrium atau pada usus halus akan timbul nyeri di sekitar umbilikus yang
mungkin sapat menjalar ke punggung bagian tengah bila rangsangannya sampai berat.
Bila pada usus besar maka nyeri yang timbul disebabkan kelainan pada kolon jarang
bertempat di perut bawah. Kelainan pada rektum biasanya akan terasa nyeri sampai
daerah sakral.

4.2.4.Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari
yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu ( set point ) di hipotalamus.
Temperatur tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron-neuron baik di preoptik
anterior hipotalamus dan posterior hipotalamus menerima dua jenis sinyal, satu dari
saraf perifer yang mengirim informasi dari reseptor hangat/dingin di kulit dan yang
lain dari temperatur darah. Kedua sinyal ini diintegrasikan oleh thermoregulatory
center di hipotalamus yang mempertahankan temperatur normal. Pada lingkungan
dengan subuh netral, metabolic rate manusia menghasilkan panas yang lebih banyak
dari kebutuhan kita untuk mempertahankan suhu inti yaitu dalam batas 36,5-37,5C.
Pusat pengaturan suhu terletak di bagian anterior hipotalamus. Ketika
vascular bed yang mengelilingi hipotalamus terekspos pirogen eksogen tertentu
(bakteri) atau pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF), zat metabolik asam arakidonat
dilepaskan dari sel-sel endotel jaringan pembuluh darah ini. Zat metabolik ini, seperti
prostaglandin E2, melewati blood brain barrier dan menyebar ke daerah
termoregulator hipotalamus, mencetuskan serangkaian peristiwa yang meningkatkan
set point hipotalamus. Dengan adanya set point yang lebih tinggi, hipotalamus
mengirim sinyal simpatis ke pembuluh darah perifer, menyebabkan vasokonstriksi
dan menurunkan pembuangan panas dari kulit.

Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam


menentukan keparahan penyakit. Status volume dinilai dengan menilai perubahan

37
pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan
abdomen yang seksama juga merupakan hal yang penting dilakukan.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja yang dilakukan adalah pemeriksaan makroskopik dan
mikroskopik, biakan kuman, tes resistensi terhadap berbagai antibiotika, pH
dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa.
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan mencakup pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan alkali, pemeriksaan kadar ureum.

4.3 Papular pruritic eruption


Diagnosa ini di dapatkan dari :
Pemeriksaan fisik pada kulit ekstremitas inferior yang memperlihatkan adanya
hiperpigmentasi pada kaki, rasa gatal (+).
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada pasien HIV/AIDS
hampir 90 % disertai dengan timbulnya kelainan pada kulit. Manifestasi kulit yang
timbul pada pasien AIDS disebabkan oleh infeksi virus HIV itu sendiri, berkurangnya
imunitas pasien, dan juga karena respons terhadap pengobatan. Kelainan kulit yang
timbul dapat menjadi suatu tanda awal dari infeksi HIV.
Salah satu kelainan kulit yang ditemukan pada pasien AIDS adalah papular
pruritic eruption (PPE). PPE merupakan suatu penanda immunosupresi yang berat
pada pasien yang terinfeksi HIV. Gambaran klinis dari PPE berupa lesi yang diskret,
eritematosa, papula urtikaria berbatas tegas yang pada awalnya muncul di ekstremitas
lalu menyebar ke dada dan lesi terasa sangat gatal. Pasien PPE memiliki CD4
bervariasi antara 46-164 cell/l.
Patogenitas PPE sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Keluhan
utama terbanyakyang dirasakan oleh pasien adalah rasa gatal, diikuti dengan bintil

38
kehitaman. Sebagian besar pasien PPE memiliki keluhan rasa gatal. Rasa gatal yang
timbul pada pasien PPE biasanya dominan dan sangat mengganggu pada sebagian
besar pasien, hingga mengganggu tidur. Pasien menggaruk lesi yang gatal, sehingga
lesi dapat berupa ekskoriasi dan hiperpigmentasi.
Penatalaksanaan di bidang dermatologi untuk PPE meliputi steroid topikal,
pelembap, antihistamin, antibiotik topikal, serta kombinasi antibiotik topikal,dan
steroid topikal. Steroid topikal yang paling banyak digunakan yaitu hidrokortison
2,5% krim. Cetirizin 10 mg pada, urea 10%, natrium fusidat 2%. WHO menyarankan
untuk pemberian terapi simtomatik berupa antihistamin dan steroid topikal kelas 3, 4 ,
5, dan 6 (conditional recommendation, very low quality evidence). Penggunaan
kortikosteroid topikal yang poten seharusnya tidak lebih dari 3 minggu untuk
menghidari efek samping.Apabila dibutuhkan pemakaian jangka waktu lama maka
harus dilakukan tappering off. Terapi PPE meliputi kortikosteroid yang poten tunggal
ataupun kombinasi dengan oral histamin, oral antibiotik, emolien. Berdasarkan hasil
penelitian ini steroid topikal yang banyak digunakan adalahhidrokortison 2,5% krim
pada dan desoksimetason 0,25%. Hidrokortison 2,5% krim merupakan steroid topikal
golongan 7, desoksimetason 0,25% termasuk steroid topikal golongan 2 dan
mometason furoat 0,1% merupakan steroid topikal golongan 4. Pasien HIV dengan
PPE hendaknya digunakan steroid topikal golongan 3, 4, 5, 6, oleh karena PPE
merupakan penyakit dengan lokasi tersering di daerah ekstremitas yang struktur
kulitnya tebal.

4.4 Candidiasis oral


Diagnosa ini di dapatkan dari :
Pemeriksaan fisik pada lidah kotor (+) Oral Plaque, ulkus (+).
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Kandidiasis oral
seringkali merupakan gejala awal dari infeksi HIV. Faktor utama etiologi kandidiasis
oral adalah jamur Candida albicans, meskipun spesies lain dari Candida dapat terlibat.

39
Prevalensi yang dilaporkan bervariasi secara luas, sampai setinggi 72% pada anak-
anak dan 94% pada orang dewasa.
Kandidiasis oral yang didapatkan pada pasien ini berupa pseudomembranosis
Gambar Pseudomembranosis

eritematus (atropik), hiperplastik, dan keilitis angularis. Jumlah Candida


albicans dalam saliva pada penderita HIV positif dan tampaknya meningkat
bersamaan dengan menurunnya rasio limfosit CD4 : CD8. Jenis pseudomembranosus
tampak sebagai membran putih atau kuning yang melekat dan dapat dikelupas dengan
jalan mengeroknya, meninggalkan mukosa eritematus di bawahnya. Keadaan ini
dapat mengenai mukosa dimana saja, tetapi lidah dan palatum lunak adalah daerah
yang paling sering terkena.
Kondisi ini biasanya akut, tetapi pada penderita HIV bisa bertahan beberapa
bulan. Bentuk eritmatus ditandai oleh daerah merah dan gundul pada bagian dorsum
lidah. Kandidosis hiperplastik kronis pada HIV merupakan sub tipe yang paling
langka, tetapi dapat menimbulkan bercak putih pada mukosa bukal. Tipe ini harus
dibedakan dengan hairy leukoplakia, yang seringkali mengandung kandida pada
permukaanya. Semua jenis kandidosis dapat diikuti dengan terjadinya keilitis
angularis yang tampak sebagai fisur merah dan sakit pada sudut mulut, terutama pada
penderita HIV positif.
candidias pada penderita AIDS Terapi kandidosis oral pada penderita HIV
positif terdiri atas pemberian obatobat topikal, seperti nystatin atau amphotericin B,
walaupun obat-obat tersebut kurang efektif dan gejala dapat kambuh lagi. Selain itu,

40
dapat pula dilakukan terapi sistemik dengan ketoconazole, fluconazole atau
itraconazole. Penggunaan obat-obat sistemik tersebut sangat efektif tetapi terjadi
kekebalan diantara beberapa strain kandida perlu diwaspadai.

4.5 Bronchopneumonia
Diagnosa ini didapat kan dari :
Anamnesis pasien mengaku Sejak masuk rumah sakit os menjadi sering batuk
berdahak. Dahak kental dan sulit dikeluarkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
suara paru Ronkhi basah halus pada kedua lapang paru.
Awalnya pasien di diagnosis suspect TB paru namun pada pemeriksaan
pemeriksaan dahak didapatkan hasil sputum BTA negatif.
Kemudian dilakukan pemeriksaan rontgent thoraks pada pasien dan ditemukan
Hillus tebal, Corakan bronchovaskuler bertambah, Tampak infiltrate perihiler, Kesan
yang didapat : Bronchopneumonia . Maka pasien di diagnose menderita
bronchopneumonia
Gejala dan tanda klinis bronkopneumonia bervariasi tergantung kuman
penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi
klinis bisa sangat berbeda, bahkan pada neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan
tanda pneumonia meliputi gejala infeksi pada umumnya demam, menggigil, sefalgia,
rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal
seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut.
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu
tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping hidung
(neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta dan abdominal
mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus
bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi
redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronkhi.

41
Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya
penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana.
Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Perkusi
thorak tidak bernilai diagnostik karena umumnya kelainan patologisnya menyebar.
Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.

4.4 Anemia
Hal ini didapatkan dari hasil anamnesis bahwa pasien lemas dan nafsu makan
menurun. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis (+). Dari hasil
pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan Hb pasien 6,4 g/dl. Maka pasien
dikatakan mengalami anemia sedang Pasien ditransfusi PRC 2 kolf.
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh. Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah
eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal.
Tanda-tanda Anemia
a. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.

Klasifikasi Derajat Anemia Menurut WHO dan NCI :

42
DAFTAR PUSTAKA
1. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th
ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006

2. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretrovital


Pada Orang Dewasa tahun 2011

3. Siklus Hidup HIV Available at http://www.odhaindonesia.org/ 2011

4. Rangkuman Eksekutif Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia


2006 2011. Available at Komisi Penanggulangan AIDS di Indonesia. 2011.

5. Transmisi HIV. Available at


url:http://www.pppl.depkes.go.idIMS_dan_HIV_-_Lembar_Balik.pdf 2005

6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan


Pengobatan bagi ODHA. Jakarta. 2006. Lang GK. Ophtalmology. New York :
Thieme. 2000.

7. Yayasan Spiritia: Lembaran Informasi tentang HIV / AIDS untuk ODHA.


Jakarta. 2014.

8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Tatalaksana


Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI. 2012.

9. Fauci, A., Braunwald, E., Kasper, D., Hauser S., Longo., D., Jameson, J.,
Loscalzo. 2012. Harrisons Principles of Internal Medicine. 18th. Ed. USA:
McGraw Hill.

43
10. Merati TP, Djauzi S. Respon imun infeksi HIV. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds.Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th
ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006

11. Ramos H, Pagliari C, Takakura CF, Sotto MN, Duarte MI. Pruritic papular
eruption ssociated with HIV-etiopathogenesis evaluated by clinical,
immunohistochemical, and ultrastructural analysis. J Dermatol2005;32:549-
56.
12. Samaranayake L, Huber MA, Redding SW. Infectious Disease. Burket's Oral
Medicine. Eleventh ed. amilton: BC Decker Inc; 2008. p. 502-07
13. Serling SL, Leslie K, Maurer T. Approach to pruritus in the adult HIV-
positive popular patient. Semin Cutan Med Surg 2011; 30 (2): 101-6.9.
Abimbola O. Mucocutaneous manifestation of HIV
14. Gastroenteritis Kronis
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/43345/4/Chapter%20II.pdf
diunduh 10 januari 2017
15. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-muharisfau-5450-2-
babii.pdf diunduh 10 januari 2017
16. Bronkopneumonia http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-
marimharta-7533-3-babii.pdf diunduh 10 januari 2017
17. Anemia Berat
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21127/4/Chapter%20II.pdf
diundul 10 Januari 2017

44

Anda mungkin juga menyukai