Anda di halaman 1dari 9

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1 Definisi PJK

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah kondisi yang dimulai ketika zat kolesterol
keras (plak) terakumulasi di dalam arteri koroner. Plak dalam arteri koroner itu kemudian
pecah dan menyebabkan pembentukan gumpalan kecil, yang dapat menghambat aliran
darah ke otot jantung, memproduksi gejala dan tanda-tanda PJK yang mungkin termasuk
nyeri dada (angina), serangan jantung atau kematian mendadak karena gangguan fatal dari
irama jantung. Organisasi kesehatan duina (WHO) telah mengemukakan fakta bahwa
penyakit jantung koroner (PJK) merupakan epidemi modern dan tidak dapat dihindari oleh
faktor penuaan. Diperkirakan bahwa jika insiden PJK mencapai nol maka dapat
meningkatkan harapan hidup 3 sampai 9% (Shivaramakrishna. 2000).

2.1.2 Jenis-jenis dan Tingkatan PJK

Mengerasnya dan menyempitnya pembuluh darah oleh pengendapan


kolesterol, kalsium, dan lemak berwarna kuning dikenal sebagai ateroklorosis
(atherosclerosis) atau pengapuran. Bila terdapat kekurangan aliran darah ke otot jantung
karena penyempitan, kondisi ini dikenal sebagai iskemik (ischaemia). Penyakit Jantung
Iskemik biasanya mulai tampak pada umur setengah tua ketika urat nadi koroner mulai
tersumbat sehingga suplai darah tidak cukup untuk memenuhi keperluan otot jantung.

Jika ada beban ekstra yang dialami jantung, misalkan dengan mendaki sebuah bukit
atau membawa beban berat, kekurangan oksigen ke otot jantung menyebabkan dada sakit,
dan ini dikenal sebagai Angina Pectoris. Angina merupakan sebuah tanda (simptom) atau
peringatan bahwa terdapat penyempitan urat nadi koroner yang mengakibatkan suplai darah
tidak cukup ke otot jantung pada waktu terjadi upaya ekstra seperti tersebut di atas. Angina
tidak stabil (Unstable Angina) adalah sakit dada yang tiba-tiba terasa pada waktu istirahat
atau terjadi lebih berat secara mendadak. Unstable angina, yang pada umumnya
disebabkan oleh PJK. Pada unstable angina, kekurangan oksigen ke otot jantung menjadi
acute atau parah oleh karena itu amat berbahaya, karena risiko komplikasi seperti terjadinya
serangan jantung amatlah besar. Bentuk lain angina adalah Variant Angina. Variant Angina
terjadi bilamana arteri koroner mengalami spam (kejang) atau mengerut secara mendadak.
Ini dapat terjadi pada arteri koroner normal, tetapi yang sering adalah bila pad arteri tersebut
sudah terdapat plak. Apabila aliran darah di dalam urat nadi koroner terhalang secara total,
bagian otot jantung itu mengalami kerusakan. Ini dikenal sebagai serangan jantung akut
atau acute myocardial infarction (AMI) . AMI umunya disebabkan oleh peyumbatan arteri
koroner secara tiba-tiba, yaitu karena pecahnya plak lemak atherosclerosis pada arteri
koroner.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi PJK

Faktor yang dapat mempengaruhi PJK antara lain kolesterol LDL dan VLDL, tekanan
darah tinggi, merokok, stres, dan obesitas. Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein
Cholesterol) atau yang biasa disebut kolesterol jahat di dalam darah dapat mengendap di
dinding arteri menjadi plak yang terdiri dari campuran kalsium, fibers, dan zat-zat lain.
Terbentuknya plak tersebut dapat menyebabkan penyakit aterosklerosis. Semakin besar
kadar LDL di dalam darah, semakin tinggi risiko penyakit jantung coroner. VLDL (Very Low
Density Lipoprotein Cholesterol) adalah salah satu senyawa yang digunakan oleh hati untuk
membuat LDL. Dengan demikian, semakin tinggi kadar VLDLm semaki banyak pula LDL
yang diproduksi oleh hati.

Merokok juga dapat mempengaruhi PJK. Asap rokok mengandung karbon


monoksida (CO) yang memiliki kemampuan jauh lebih kuat dari pada sel darah merah
(haemoglobin) dalam hal menarik atau menyerap oksigen, sehingga menurunkan kapasitas
darah merah tersebut untuk membawa oksigen ke jaringan-jaringan, termasuk jantung.
Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi
mempercepat spasme (kekejangan) arteri koroner, sehingga suplai darah ke otot jantung
terganggu. Kelebihan berat badan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi PJK karena
memaksa jantung bekerja lebih keras. Adanya beban ekstra bagi jantung untuk bekerja lebih
keras, akan menyebabkan kecenderungan terjadinya pengerasan pembuluh darah arteri
koroner. Hal ini dapat mendorong terjadinya PJK.

2.1.4 Pencegahan PJK

Pencegahan primer yaitu pencegahan dengan tujuan supaya tidak terkena penyakit,
sedangkan pencegahan sekunder adalah suatu usaha agar penyakitnya tidak menjadi lebih
parah, bahkan jika memungkinkan penyembuhannya sampai mendekati keadaan normal.
Berbagai institusi yang bergerak dalam kesehatan jantung dan pembuluh darah mendukung
dua pendekatan terhadap pencegahan primer, antara lain strategi populasi dan strategi
klinis
Strategi populasi bertujuan untuk menekan terjadinya penyakit kardiovaskuler dan
menggalakkan pola hidup yang benar bagi individu dan masyakarakat dengan cara
menyebarluaskan keterangan mengenai segala masalah kesehatan jantung, seperti
menghentikan penggunaan rokok, meningkatkan aktivitas fisik, diet dengan mengurangi
makanan berlemak, dan lain-lain . Sedangkan strategi klinis bertujuan untuk mengidentifikasi
individu yang memiliki risiko tinggi terkena penyakit jantung koroner. Pada kondisi ini,
modifikasi faktor risiko sudah diperlukan sangat mendesak. Hal ini dapat diperluas dengan
mengidentifikasi individu yang memiliki faktor risiko tinggi terkena penyakit jantung koroner.
Pencegahan primer klinis dapat dikategorikan menjadi jangka pendek dan jangka panjang.
Salah satu contoh pencegahan jangka pendek ialah dengan menjaga pola hidup yang sehat
dengan konsisten. Sedangkan contoh pencegahan jangka panjang adalah , seperti berhenti
merokok, berolahraga dengan teratur, mengikuti pola diet, mengelola stres dengan benar
untuk memperkecil endapan plak yang ada.

2.1.5 Kondisi PJK di lokal, nasional, dan dunia

Menurut statistik dunia, ada 9,4 juta kematian setiap tahun yang disebabkan oleh
penyakit kardiovaskuler dan 45% kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung
koroner.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya dan Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan menunjukkan Dari 722.329 data
responden berusia 15 tahun di 33 provinsi di Indonesia didapatkan prevalensi penyakit
jantung koroner secara nasional berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.
Prevalensi penyakit jantung koroner pada status ekonomi rendah atau miskin sebedar 3,7
%. Responden dengan status sosial ekonomi miskin berisiko mengalami penyakit jantung
koroner 1,3 kali. Ini sesuai dengan hasil penelitian Wong yang menunjukkan 80% kematian
akibat penyakit jantung terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Risiko responden dengan tingkat pendidikan rendah juga lebih tinggi dibandingkan
pendidikan tinggi.

2.2 Stres

2.2.1 Definisi Stres

Menurut Robbins (2013), stres merupakan suatu keadaan dimana psikis individu
tersebut tertekan dalam mencapai suatu kesempatan karena adanya batasan atau
penghalang untuk mencapai kesempatan tersebut. Kemudian, stres kerja menurut Rivai
(2009) yaitu terciptanya suatu kondisi ketegangan yang menimbulkan ketidakseimbangan
antara fisik dan psikis, dimana mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi pegawai.

Pada umumnya, orang menganggap stres merupakan sesuatu yang negatif, sesuatu
yang mengarah ke timbulnya penyakit baik fisik maupun mental atau sesuatu yang
mengarah ke perilaku yang tidak normal. Menurut Gibson dan Ivancevich (2001) , stres
diklasifikasikan menjadi sesuatu yang positif (eutress) dan negatif (distress). Kondisi stres
yang positif diakibatkan karena individu tersebut mampu mengelola dan melakukan
manajemen stres yang baik pada dirinya sendiri, sehingga dapat mendorong pekerja untuk
bekerja pada tingkatan yang lebih tinggi. Sedangkan kondisi stres yang negatif diakibatkan
karena stres kerja yang terlalu sedikit dan terlalu banyak beban kerja, sehingga
menyebabkan menurunnya kinerja para pekerja.

2.2.2 Jenis-jenis dan Tingkatan Stres

Menurut Patel dalam Susanti (2008), adanya berbagai jenis reaksi stres yang umumnya
dialami manusia meliputi too little stress, optimum stres, too much stres, dan breakdown
stres. Too little stres artinya seseorang belum mengalami tantangan yang berat dalam
memenuhi kebutuhan pribadinya dalam kondisi ini. Sedangkan Optimum stress adalah
seseorang mengalami kehidupan yang seimbang pada situasi atas maupun bawah akibat
proses manajemen yang baik oleh dirinya.Too much stress ketika seseorang merasa telah
melakukan pekerjaan yang terlalu banyak setiap hari dalam kondisi ini, sehingga mengalami
kelelahan fisik maupun emosional dan tidak mampu menyediakan waktu untuk beristirahat
atau bermain. Serta Breakdown stress yaitu ketika pada tahap too much stress individu
tetap meneruskan usahanya pada kondisi statis, kondisi akan berkembang menjadi adanya
kecenderungan neurotis yang kronis atau munculnya rasa sakit psikosomatis.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Stress pada Pekerja

Setiap pekerjaan memiliki tingkat stres yang berbeda-beda tergantung dari jabatan
atau posisinya. Seseorang dengan jabatan yang lebih tinggi memiliki tingkat stres yang lebih
tinggi pula. Menurut Sarafino (1994), faktor yang mempengaruhi stres pada para pegawai
yaitu tuntutan tugas, baik berupa beban tugas yang terlalu berat maupun pekerjaan yang
jenis aktifitasnya memang lebih menimbulkan stres, seperti pekerjaan yang dilakukan
berulang-ulang dan pekerjaan yang bertanggung jawab atas kehidupan orang lain. Selain
karena faktor pekerjaannya, stres pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor luar,
diantaranya yaitu: kekhawatiran finansial, keluarga, fisik, perubahan yang terjadi di tempat
tinggal dan masalah pribadi lainnya seperti kematian keluarga.

2.2.4 Dampak Stres

Stres memiliki berbagai dampak, diantaranya yaitu dampak subjektif, perilaku, kognitif,
fisiologis dan organisasi. Menurut Copper (dalam Rivai 2009), penyebab dan dampak dari
sres yaitu sebagai berikut:

Kondisi pekerjaan, seperti beban kerja yang berlebihan, keputusan sepihak, jadwal
bekerja, dan bahaya fisik. Hal ini dapat mengakibatkan kelelahan mental ataupun psikis,
kelelahan dalam bekerja dan meningkatnya ketegangan
Stres karena peran, seperti ketidakjelasan peran, pelecehan seksual dan adanya bias
gender dan stereotype peran gender. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan kerja,
meningkatnya kecemasan dan ketegangan, serta menurunnya prestasi pekerjaan
Faktor interpersonal, seperti hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk,
kurangnya perhatian manajemen terhadap pekerja serta adanya persaingan,
kecemburuan dan amarah. Hal ini dapat meningkatkan ketegangan, tekanan darah dan
ketidakpuasan pekerja.
Perkembangan karir, seperti promosi jabatan, keamanan pekerjaan dan ambisi yang
berlebihan yang dapat mengakibatkan frustasi. Hal ini dapat menurunkan produktivitas,
kehilangan rasa percaya diri, dan ketidakpuasan kerja
Struktur organisasi, seperti struktur organisasi yang kaku dan tidak bersahabat, serta
pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang. Hal ini dapat menurunkan
produktivitas dan ketidakpuasan kerja
Tampilan rumah-pekerjaan, seperti mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah
pribadi, kurangnya dukungan dari pasangan dan konflik pernikahan. Hal ini dapat
meningkatkan konflik dan kelelahan mental serta menurunkan produktivas.

2.2.5 Pencegahan Stres yang berkaitan dengan PJK

Adapun pencegahan stres yang dapat dilkakukan yang berkaitan dengan penyakit
jantung koroner itu ada tiga yaitu :
a. Meredam kemarahan
Menurut para ahli, keadaan marah tersebut dapat diubah dari segi perilaku atau
sikap agar tidak mudah meledakkan amarahnya seperti berfikir dengan tenang dan
tidak terburu-buru.
b. Menumbuhkan hobi
Hobi dapat membantu seseorang menjadi tenang, santai, dan memberikan
kesibukan yang merupakan bukan beban bagi yang melakukannya.
c. Mengurangi kafein dan alkohol
Menurut para ahli, seseorang yang setelah sebulan pertama terkena serangan
jantung itu tidak boleh mengkonsumsi minuman yang mengandung kafeinnya seperti
kopi, teh, dan coca cola. Kemudian, konsumsi tersebut harus dibatasi, misalnya
konsumsi kopi atau teh tidak boleh lebih dari satu kali satu cangkir sehari.

2.2.6 Kondisi stress di lokal, nasional, dan dunia

Hasil penelitian stress pada kelompok pekerja lebih tinggi daripada populasi umum,
contohnya di jakarta pada eksekutif muda kejadian stres mencapai mencapai 25%.
Sedangkan pada penderita penyakit kronis,kejadian stres lebih tinggi lagi, contohnya
kejadian stres pada penderita stroke disemarang mencapai 79%.

Kejadian stres juga berbeda menurut posisi atau jabatan, kejadian stres lebih tinggi pada
staf atau pejabat struktural dibanding nonstaf. Kejadian stres pada jabatan struktural
mencapai 80%, sedangkan pada staf nonstruktural kejadian stres hanya 68%. Pejabat
struktural memiliki risiko 2,3 kali lebih besar untuk mengalami stres dibandingkan dengan
non struktural.
Hereditas:
- Genetik atau riwayat
keluarga
Perilaku:
- Jenis Kelamin
-Kurang Pelayanan
- Penularan ibu ke janin
aktivitas fisik Kesehatan:
-Kurang -Kurangnya
tidur/pola tidur informasi
Risiko PJK
yang tidak baik
-Stress
-Merokok

Lingkungan:
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Ekonomi Tingkat
pendapatan

Variabel Independen Variabel Dependen

Stress PJK

Variabel Confounding

- Tuntutan Kerja
- Perilaku Merokok
Definisi Skala
Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur

PJK

Jumlah waktu Pengisian Wawancara Kategori jumlah Ordinal


tidur pada kuesioner waktu tidur yaitu:
malam hari
<7 jam = tidak cukup
Pola Tidur
7-8 jam = cukup

>8 jam= sangat


cukup

Actigraph Dipasangkan Seseorang Ordinal


pada digolongkan ke
pergelangan dalam keadaan
tangan kurang tidur apabila
responden actigraphy nya
seperti menunjukkan:
memakai jam
1. Sleep onset
tangan
latency besar
Actigraph dari 20 menit

2. Efektifitas
tidur kecil
dari 85%

3. Wake after
sleep onset
besar dari 40
menit

Shift Kerja Mengalami Pengisian Wawancara 1. Ya Nominal


pergntian waktu
jam kerja kuesioner 2. Tidak

Pola Makan Jumlah Pengisian Wawancara Kategori makan Ordinal


konsumsi kuesioner dalam sehari
makanan berat
1-2 kali = sedikit
dalam sehari
3 kali = cukup

>3 kali = banyak

Anda mungkin juga menyukai