Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Pertambangan

2.1.1 Pengertian Pertambangan

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,

penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian

(mineral, batubara, panas bumi, migas). Paradigma baru kegiatan industri

pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan

lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi ; 1) Penyelidikan Umum

(prospecting), 2) Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci, 3) Studi

kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal), 4) Persiapan

produksi (development, construction), 5) Penambangan (Pembongkaran,

Pemuatan, Pengangkutan, Penimbunan), 6) Reklamasi dan Pengelolaan

Lingkungan, 7) Pengolahan (mineral dressing), 8) Pemurnian/metalurgi ekstraksi,

9) Pemasaran, 10) Corporate Social Responsibility (CSR), 11) Pengakhiran

Tambang.

Pertambangan dalam penelitian ini adalah kegiatan pertambangan

pengoboran minyak dan gas bumi oleh PT. JOB Pertamina Medco E&P Tomori

Sulawesi yang sedang beroperasi di Blok Senoro Toili atau dikenal dengan Blok

Tiaka. Perusahan ini secara administrasi berada di wilayah Kecamatan Bungku

Utara, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.


2.1.2 Kawasan Pertambangan

Kawasan peruntukan pertambangan dimaksudkan untuk mengarahkan agar

kegiatan pertambangan dapat berlangsung secara efisien dan produktif tanpa

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penerapan kriteria kawasan

peruntukan pertambangan secara tepat diharapkan akan mendorong terwujudnya

kawasan pertambangan yang diharapkan dapat memberikan manfaat (Mutaali,

2012). Manfaat tersebut adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan produksi pertambangan dan mendayagunakan

investasi;

2) Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan

subsektor serta kagiatan ekonomi sekitarnya;

3) Tidak mengganggu fungsi lindung;

4) Memperhatikan upaya pengelolaan kamampuan sumberdaya alam;

5) Meningkatkan pendapatan masyarakat;

6) Meningkatkan pendapatan daerah pertambangan;

7) Menciptakan kesempatan kerja;

8) Meningkatkan ekspor; dan

9) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.1.3 Pertambangan Minyak dan Gas Bumi PT. JOB Pertamina Medco

E&P Tomori Sulawesi

PT. JOB Pertamina Medco merupakan perusahaan hasil kerjasama

antara Pertamina, perusahaan minyak nasional milik negara BUMN, dan Medco

Energi, perusahaan minyak swasta transnasional milik Arifin Panigoro. Kerjasama


ini berbendera Joint Operating Body (JOB) Pertamina - Medco E&P Tomori

Sulawesi. Waktu kontrak mulai 04 Desember 1997 sampai 04 Desember 2027

dengan tipe kontrak Production Sharing Contract (PSC). Adapun pemegang

saham PT. Pertamina Hulu Energi Tomori Sulawesi : 50%, PT. Medco E&P

Tomori Sulawesi : 30% dan Mitsubishi Corporation : 20% (sebelumnya PT.

Medco E&P Tomori Sulawesi memegang saham 50% namun dijual ke Mitsubishi

Corporation sebanyak 20%). Jumlah sumur dilapangan tiaka adalah total 18

sumur yang ditemukan pada tahun 1985. (Ditjen Migas, 2010)

2.2 Undang-Undang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

2.2.1 Menurut UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi

Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam

kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk

aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses

penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang

berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan

kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa

hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas

yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.

Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi bertujuan :

a. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha

Eksplorasi dan Eksploitasi secara berdaya guna,berhasil guna, serta

berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik
negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang

terbuka dan transparan;

b. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha Pengolahan,

Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang

diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat,

dan transparan;

c. Menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak Bumi dan Gas

Bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk

kebutuhan dalam negeri;

d. Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih

mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;

e. Meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang

sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta

memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia;

f. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian

lingkungan hidup.

2.2.2 UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Rapat Kerja Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR-RI tahun 2010

mengatakan, berkenaan dengan Bagi Hasil Migas, sesuai amanat Undang-

undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, untuk Minyak Bumi

dibagi dengan imbangan 84,5% untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% untuk
Pemerintah Daerah. Sedangkan untuk Gas Bumi dibagi dengan imbangan

69,5% untuk Pemerintah Pusat dan 30,5% untuk Pemerintah Daerah.

Pada Pasal 19 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004

dijelaskan secara terperinci terkait Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima

Pemerintah Daerah. DBH Minyak Bumi sebesar 15,5% dibagi dengan

rincian, 3% dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 6%

Kabupaten/Kota penghasil, 6% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi

yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah

anggaran pendidikan dasar. Untuk DBH Gas Bumi sebesar 30,5% dibagi

dengan rincian, 6% Kabupaten/Kota yang bersangkutan, 12% untuk

Kabupaten/Kota penghasil, 12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya

dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan

untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

Menteri ESDM setiap tahun menetapkan daerah penghasil dan dasar

penghitungan bagian daerah penghasil Minyak Bumi dan Gas Bumi dengan

memuat rincian lifting per daerah penghasil berdasarkan asumsi APBN pada

tahun berjalan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

Adapun penyaluran DBH SDA Migas dilaksanakan oleh Kementerian

Keuangan setiap triwulan berdasarkan realisasi penerimaan bukan pajak yang

dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas setelah dikurangi

komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.
2.3 Dampak Pembangunan Pertambangan

Kegiatan pertambangan pada dasarnya merupakan proses pengalihan

sumberdaya alam menjadi modal nyata ekonomi bagi negara dan selanjutnya

menjadi modal social. Modal yang dihasilkan diharapkan mampu meningkatkan

nilai kualitas insan bangsa untuk menghadapi hari depannya secara mandiri.

Dalam proses pengalihan tersebut perlu memperhatikan interaksi antara faktor

sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup sehingga dampak yang terjadi dapat

diketahui sedini mungkin

Menurut Salim (2007) dalam Ali Sulton (2011) setiap kegiatan

pembangunan dibidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun

dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan dibidang

pertambangan adalah:

1. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi

nasional;

2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ;

3. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang;

4. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;

5. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang;

6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan

7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:

1. Kehancuran lingkungan hidup;

2. Penderitaan masyarakat adat;


3. Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal;

4. Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan;

5. Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan

6. Terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan

2.4 Dampak Pertambangan Pada Pembangunan Sosial

Dari sisi pendekatan sosial perlu memperhitungkan biaya manfaat sosial

(sosial cost) pengembangan usaha pertambangan terhadap masyarakat sekitar.

Kemudahan memperoleh pelayanan dalam konteks interaksi keruangan yang baru

sebagai keuntungan maupun kerugian sosial yang mungkin timbul terutama

menyangkut tindak sinkronnya antara batas-batas wilayah milik masyarakat,

tumpang tindih kepemilikan lahan, mekanisme perekrutan tenaga kerja,

pemeliharaan situs-situs budaya di lokasi pertambangan, dan pemeliharaan sarana

umum seperti pengairan, dan kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh

perusahaan terhadap masyarakat yang dikelolah melalui Coorporate Social

Responsibility (CSR), dan kegiatan sosial lainnya.

Dalam The forms of Capital (1986) Piere Boudieu membagi modal

menjadi modal kapital, modal budaya dan modal sosial. Modal sosial dapat secara

bebas diterjemahkan sebagai hubungan atau jaringan (network) antara orang-

orang yang memiliki pikiran dan gagasan sama tentang suatu hal. Dalam konteks

masyarakat lokal di lokasi pertambangan, hubungan sosial terbentuk karena

kesamaan kepentingan di atas pengelolaan sumber-sumber produksi setempat,

kesamaan atas tanah dan kekayaan alam, serta kesamaan sejarah dan adat budaya.

Direnggutnya penguasaan masyarakat atas tanah dan kekayaan alam


menyebabkan fondasi modal sosial mereka lenyap dan berdampak pada: 1)

Lenyapnya daya ingat sosial, hilangnya tatanan nilai sosial yang dulunya dimiliki

komunitas, 2) Putusnya hubungan silahturami antar warga menyebabkan

perpecahan, persengketaan dan bahkan ke taraf konflik (saling melenyapkan

eksistensi satu sama lain). Mekanisme resolusi konflik tradisional yang telah

hidup dalam komunitas tidak lagi dijadikan kontrol dalam kehidupan sosial, 3)

Menurunnya daya tahan tubuh, karena merosotnya mutu kesehatan, mental warga

dan seringkali munculnya penyakit-penyakit baru, baik penyakit yang berupa

metabolisme akut akibat pencemaran (udara, air, tanah dan bahan-bahan hayati

yang dikonsumsi), penyakit menular (kelamin) dan penyakit lain yang dibawa

oleh pekerja yang berasal dari luar daerah.

Menurut Margareth, dkk (1982) dalam Munandar 2002 model pembangunan

sosial pada dasarnya menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui

pemberdayaan kelompok marjinal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat

yang kurang memiliki kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Tujuan tersebut

dicapai melalui (1) upaya menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas

masyarakat) yang lemah secara ekonomi sebagai suatu aset tenaga kerja, (2)

menyediakan dan memberikan pelayanan sosial khususnya pelayanan kesehatan,

pendidikan dan pelatihan, perumahan, serta pelayanan yang memungkinkan

mereka dapat meningkatkan produktivitas dan partisipasi sosial dalam kehidupan

masyarakatnya.

Upaya pertama mengarah pada penciptaan peluang bagi kelompok yang

lemah secara ekonomi. Upaya yang kedua mengarah pada peningkatan


kemampuan mereka dalam merebut dan memanfaatkan peluang yang telah

diciptakan tadi. Untuk mewujudkan kedua hal ini diperlukan adanya intervensi

pemerintah, misalnya melalui perundang-undangan yang mengatur quota

(keterwakilan sosial) dalam bidang pendidikan dan pekerjaan bagi golongan

penduduk yang lemah.

Pembangunan kesejahteraan sosial sejatinya adalah segenap strategi dan

aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, maupun civil society

(masyarakat sipil) untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui

kebijakan dan program yang bermatra pelayanan sosial, penyembuhan sosial,

perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Pembangunan melalui

investasi sosial mempunyai dampak langsung berupa penciptaan lapangan kerja,

prakarsa partisipasi dalam pembangunan yang lebih luas biarpun pada awalnya

dalam lapangan pembangunan sosial yang sederhana. Investasi dalam

pembangunan sosial akan meningkatkan produktivitas karena adanya rasa ikut

memiliki serta kepercayaan melalui partisipasi yang lebih ikhlas. Karena

partisipasi itu dilakukan dengan ikhlas, maka lebih mudah memberikan kepuasan

berkat dipenuhinya hak-hak sosial ekonomi dan budaya yang sangat mendasar.

Intervensi pembangunan sosial yang mulai marak di berbagai negara maju

menghendaki pendekatan pembangunan bukan lagi untuk mengembangkan negara

kesejahteraan (welfare state) dalam arti sempit, tetapi menciptakan suatu

komunitas yang bekerja keras (workfare community) yang akhirnya akan

menciptakan suatu workfare state yang mengharuskan negara memberikan


dukungan fasilitasi yang kuat dalam proses pemberdayaan yang lebih adil dan

merata, yang memihak kepada keluarga atau penduduk yang tertinggal.

2.5 Dampak Pertambangan Pada Pembangunan Ekonomi

Ekonomi dibagi menjadi kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Daya

rusak tambang pada ekonomi setempat, merupakan penghancuran pada tata

produksi, distribusi dan konsumsi lokal. Operasi pertambangan membutuhkan

lahan yang luas, dipenuhi dengan cara menggusur tanah milik rakyat dan wilayah

kelola rakyat. Kehilangan sumber produksi (tanah dan kekayaan alam)

melumpuhkan kemampuan masyarakat setempat menghasilkan barang-barang dan

kebutuhan mereka sendiri. Rusaknya tata konsumsi, lumpuhnya tata produksi

menjadikan masyarakat makin tergantung pada barang dan jasa dari luar. Untuk

kebutuhan sehari-hari mereka semakin lebih jauh dalam jeratan ekonomi. Uang

tunai yang cendrung melihat tanah dan kekayaan alam sebagai faktor produksi dan

bisa ditukar dengan sejumlah uang tidak lebih.

Rusaknya tata distribusi, kegiatan distribusi setempat semakin didominasi

oleh arus masuknya barang dan jasa ke dalam komunitas. Dibangun opini publik

bahwa pertambangan akan membawa kesejateraan dengan meningkatkan

pendapatan ekonomi masyarakat setempat. Tetapi yang terjadi seperti yang

dikemukakan di atas, maka janji investor dan pemkab adalah peningkatan

ekonomi rakyat akan berubah roman menjadi kuli di negeri sendiri. Tawaran akan

pertambangan perlu dikaji secara cermat dengan melihat fakta-takta yang sudah

ada. Bukan dengan pragramtis lalu pertambangan disetujui, setelah itu baru

diakhiri dengan kekesalan.


Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang

mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi

maupun non ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran pembangunan yang minimal dan

pasti ada menurut Todaro dalam Suryana (2000) adalah:

1) Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan

pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan

lingkungan.

2) Mengangkat taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi pendapatan

dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian

yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata

bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk

meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional.

3) Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan

nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan

ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain,

tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.

Suryana (2000) menyebutkan ada empat model pembangunan, yaitu model

pembangunan ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan

kerja, penghapusan kemiskinan dan model pembangunan yang berorientasi pada

pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan atas model pembangunan tersebut,

semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan barang-barang

dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan
tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian

sampai batas maksimal.

2.6 Teori Perubahan Sosial dan Ekonomi

Lima teori yang telah dikembangkan para ahli disekitar faktor-faktor

utama yang menyebabkan adanya perubahan sosial diantaranya oleh S.C. Dube

(1974) dalam Wulansari (2009) disebutkan sebagai berikut:

1) Teori ekonomi

Adalah segala bentuk perubahan sosial sebagai akibat adanya perubahan-

perubahan yang terjadi dalam infrastruktur ekonomi (yang terdiri dari totalitas

kekuatan dan hubungan-hubungan dalmam tatanan produksi).

2) Teori idea

Setiap gejala sosial itu selalu memiliki idea tentang setiap hubungan sosial

yang telah ada atau diadakan masyarakat

3) Teori teknologi

Perubahan-perubahan teknologi selalu ditunjuk sebagai penyebab

terjadinya perubahan tertentu dalam tatanan kehidupan bermasyarakat

4) Teori konflik

Berbagai macam konflik kepentingan kehendak maupun tidak selau

terjadi, maka apabila mulai menentang kemufakatan yang ada dan konflik-konflik

mulai terjadi, kegoncangan-kegoncangan akan mulai timbul. Tekan menekan

antar komponen dalam sistem sosial pun lalu akan melahirkan gerakan-gerakan

dan dorongan-dorongan kearah perubahan.


5) Teori adaptasi

Dalam hubungan ini kultur dapat dipandang sebagai mekanisme adaptif.

Kultur membantu manusia, hidup manusia dan tatanan social kehidupan manusia

untuk beradaptasi ke situasi-situasi yang terus menerus berubah.

Dissaynake (1984) dalam Pane (2013) mendefinisikan pembangunan

sebagai proses perubahan sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari

seluruh atau mayoritas masyarakat tanpa merusak lingkungan alam dan cultural

tempat mereka berada dan berusaha melibatkan sebanyak mungkin anggota

masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan mereka penentu dari tujuan mereka

sendiri.

Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada

lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi

sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara

kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdulsyani, 1992). Perubahan sosial

adalah perubahan perubahan yang terjadi pada masyarakat yang mencakup

perubahan dalam aspek-aspek struktur dari suatu masyarakat, ataupun karena

terjadinya perubahan dari faktor lingkungan, karena berubahnya komposisi

penduduk, keadaan geografis, serta berubahnya sistem hubungan sosial, maupun

perubahan pada lembaga kemasyarakatannya (Hariyanto, 2012)

Ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana manusia

mencukupi kebutuhan hidupnya seperti produksi, distribusi dan konsumsi

terhadap barang dan jasa. Kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari

kemampuan masyarakat untuk mendapatkan nilai ekonomi yang lebih dari nafkah
yang dihasilkannya. Upaya meningkatkan nilai ekonomi sektor informal tersebut

sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti peluang, kemampuan bisnis, serta

akses permodalan dan pasar. Oleh karena itu, salah satu kebijakan pemerintah

adalah mendorong dan membina usaha-usaha kecil untuk tumbuh dan

berkembang menjadi kebutuhan ekonomi masyarakat yang sesungguhnya. (Dewi,

2013).

Dalam pandangan sistem ekonomi islam, buruknya distribusi kekayaan di

tengah masyarakat itulah yang membuat timbulnya kemiskinan dan ketimpangan

ekonomi. Kesejahteraan rakyat akan terwujud karena politik ekonomi islam

adalah bertujuan untuk menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat bisa

terpenuhi. Semua potensi kekayaan alam yang menjadi sumber pendapatan

penting Negara akan ditujukan untuk kepentingan rakyat. Dalam islam barang-

barang tambang yang melimpah adalah milik rakyat (Al-Waie, 2012)

2.7 Kerangka Pemikiran Penelitian

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan pada

Gambar 1 berikut :
Gambar 1. Bagan Alir Pemikiran Penelitian

Dampak Pertambangan
PT. JOB Pertamina-Medco E&P Tomri
Sulawesi

Sosial Ekonomi
(Pelayanan kesehatan, pendidikan (Menambah dan mempertinggi
dan pelatihan, perumahan serta pendapatan dan penyediaan
pelayanan yang dapat meningkatkan lapangan kerja)
produktivitas dan partisipasi sosial)

Masyarakat Lingkar Tambang


Kecamatan Bungku Utara

Anda mungkin juga menyukai