Anda di halaman 1dari 12

Pertambangan Liar, Menabur Racun Sosial

dan Lingkungan di Indonesia


June 20, 2013 Birchard Kellog, khusus untuk mongabay.com xLingkungan Hidup

Sebuah lokasi pengolahan tambang liar di Lombok yang berada tak jauh dari Laut Bali. Sisa
pembuanganya meracuni ikan dan terumbu karang.

Di tengah kelebatan hutan tropis di utara Sumatera, seorang pria 28 tahun dengan celana jeans
dan sepatu bot tinggi menarik dalam-dalam rokoknya dan mendongakkan lampu di helmnya.
Sambil berdiri di bawah terpal, dia menyalakan lampu dan bersandar di pintu masuk sebuah
lorong sempit yang dipenuhi dengan papan-papan kayu yang diambil dari pohon-pohon yang
dulu berdiri gagah di sekitarnya. Sang pria menarik sebuah tali yang menjuntai sepanjang 100
meter ke bawah, dan mulai meluncur ke dalam lubang tersebut. Selama berjam-jam, Sarial
menggunakan pemecah batu dan mengantungi bebatuan yang diangkat ke atas permukaan oleh
penambang lainnya dengan roda kayu.

Di dalam lorong ini, logam mulia bernama emas digali setiap harinya di hutan lindung Ulu
Masen, Aceh.

Drum-drum besi berputar berjerit-jerit di sekitar pertambangan, masing-masing menghancurkan


sekitar 5 kilogram bebatuan. Apa yang dituangkan oleh para petambang ini adalah material yang
sudah lama dilarang untuk digunakan: merkuri. Dua sendok teh material berwarna perak, yang
diperoleh dari Medan, dimasukkan ke dalam masing-masing drum. Percampuran ini akan
diangkat dalam waktu tiga jam dan sisa pengolahan akan dibuang ke dalam kolam pembuangan
dan dibiarkan mengering.

Tenda-tenda tempat tinggal para petambang liar di dalam konsesi PT Woyla Aceh MIneral di
Ulu Masen di Aceh. Sekitar 3000 petambang tersebar di beberapa lokasi mengambil kandungan
emas di dalam perut bumi.

Seorang petambang lokal berusia 40-an tahun bernama Bukari, ketika ditanya apakah dirinya
takut terhadap paparan merkuri yang mungkin akan membayakan dirinya, dia hanya menjawab:
Suatu hari mungkin. Namun tetap sepadan hasilnya.

Masyarakat di sekitar Gampong, Aceh tidak menyadari bahwa hutan ini mengandung emas
sampai hadirnya perusahaan pertambangan swasta bernama PT Woyla Aceh Minerals -salah satu
dari 13 konsesi pertambangan yang ada di wilayah ini- memulai eksplorasi pertambangan sekitar
satu dasawarsa silam. Saat mereka menghentikan operasi mereka beberapa tahun lalu, beberapa
penambang lokal mulai memasuki wilayah ini. Kebanyakan warga lokal dan dilatih oleh ahli-ahli
dari pulau Jawa.
Hutan yang dibuka dan dihancurkan untuk lokasi penambangan di Sumatera.

Kami gembira perusahaan ini pergi, ungkap Bukari. Dengan emas berkualitas baik yang ada
disini, sekitar 200 pekerja yang bekerja secara kolektif di bisa mendapatkan sekitar 3 miliar
rupiah per bulan.

Kini dalam waktu singkat, warga bisa memiliki sepeda motor dan bisa membangun rumah,
ungkap M. Sabi salah seorang tokoh warga. Namun hutannya habis dirusak.

Penebangan hutan tropis oleh para petambang dan pembalak liar telah membuat gajah-gajah
yang tersisa memasuki jalan raya dan pertanian, dan menyebabkan konflik diantara mereka.
Seekor gajah Sumatera, mati sepekan sebelumnya setelah terjerat kawat.

Saat hujan turun, sisa buangan tambang yang mengandung racun ini mulai meluncur ke sungai-
sungai terdekat dan mengontaminasi air di dalamnya. Dan air sungai itu mengalir menuju desa
lain,Jadi warga desa lainnya tidak akan menyadari hal itu, ucap seorang pria bernama
Sulaiman.
Salah satu kolam pembuangan di Lombok, yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari Laut
Bali.

Masalah Nasional

Di seluruh wilayah Indonesia dan dimanapun di belahan dunia ketiga, pertambangan berskala
kecil terus bertambah dalam satu dekade terakhir, seiring dengan melonjaknya harga emas. Para
ahli mengatakan bahwa saat ini ada sekitar 250.000 petambang -dan sekitar 1 juta orang pekerja
lainnya terlibat dalam proses ini, di setiap pulau di negeri ini. Menurut perkiraan, mereka secara
kolektif bisa memproduksi sekitar 60 ton emas setiap tahun, bandingkan dengan jumlah ekspor
emas Indonesia secara resmi yang berjumlah 100 ton per tahun.

Penggunaan merkuri dalam pertambangan tak berizin ini adalah hal ilegal. Namun beberapa
wilayah di Indoneia kini mengandung kontaminasi merkuri tertinggi di dunia: mencapai 1000
miligram per kilogram tanah, menurut Chris Anderson seorang pakar yang melakukan mitigasi
masalah ini.

Di Sumbawa, di jajaran selatan kepulauan kecil di Indonesia, drum penggiling bisa ditemui di
setiap perhentian jalan, ungkap Agrawal. Dan di Pulau Buru, di Maluku kini tengah terjadi
demam emas.
Batu-batu yang diduga mengandung emas.

Sementara di timur pulau Bali, di Lombok empat drum besar menjulang digunakan untuk
melakukan aktivitas pertambangan tahap kedua yang bisa dengan mudah dilihat dari jalan
menuju resor ramah lingkungan yang baru didirikan. Tas-tas berlumpur dari mesin pemecah
dibawa dan dituangan isinya ke dalam tong untuk kemudian dicampur dengan sianida dan
dibiarkan selama 48 jam. Sisa buangan diaktifkan kembali dengan karbon. Namun sisa buangan
merkuri tidak diserap dengan baik dan masuk ke dalam pembuangan. Sebuah kolam besar penuh
dengan air limbah berwarna merah kecoklatan berjarak hanya sekitar 5 meter dari kanal yang
mengalir menuju terumbu karang.

Ini adalah bom waktu merkuri-sianida, ungkap Marcello Veiga, seorang konsultan
pertambangan skala kecil yang bekerja untuk PBB selama 30 tahun yang tengah memeriksa
lokasi tambang dengan beberapa reporter. Hal ini mengandung lebih banyak racun dan tidak
hanya merkuri bagi ikan-ikan. Sianida menekan oksigen, dan ikan-ikan mati akibat terkena
sianida Ini adalah sebuah tragedi.

Beras yang dikumpulkan sebagai sampel oleh Anderson dan beberapa rekannya di sekitar kolam
pembuangan mengandung methyl merkuri sebesar 100 bagian per miliar (part per billion), lima
kali lebih tinggi dari kandungan yang dilegalkan di Cina. Dia menekankan, tidak ada batasan
aman bagi beras dan hasil pertanian lainnya.
Lokasi-lokasi penambangan liar di Indonesia. Klik untuk memperbesar peta.

Di Kalimantan, para pekerja mengeluarkan sekitar 100 ton pasir setiap hari untuk menghasilkan
emas, mereka melakukan peledakan tanah dengan selang tekanan tinggi sampai pasir menjadi
bubur. Kemudian mereka memompa keluar campuran ini dan menysisihkan 10 ton bijih emas
per jamnya, cerita Sumali Agriwal, Direktur Teknis dari Yayasan Tambuhak Sinta, sebuah
organisasi pembangunan setempat. Para pekerja kemudian mencuci konsentrat ini dalam
campuran ember dengan merkuri untuk menghasilkan sebanyak mungkin emas. Sekitar 20 gram
merkuri hilang setiap saat, dan daratan semakin banyak yang rusak.

Hamparan besar hutan tropis yang sebelumnya menjadi rumah bagi orangutan kini bagaika
permukaan bulan. Sekitar tigapuluh toko emas di Kalimantan telah membakar campuran emas
lebih dari satu dekade, dan melepaskan merkuri ke udara selama kurun waktu tersebut.

Tak Ada Penanganan

Pemerintah Indonesia saat ini telah membentuk satuan kerja untuk mengevaluasi pertambangan
skala kecil, dimana hal ini menjadi masalah yang terus berkembang, ungkap seorang pakar dari
BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) bernama Abdul Harris.

Namun sejauh ini tak ada lembaga yang melakukan tindakan atau bahkan melakukan
pengawasan terhadap kontaminasi logam berat ini. Dia mencatat bahwa pemerintah akan
memiliki lembaga ini, Indonesia telah berkomitmen untuk menghilangkan penggunaan merkuri
dalam pertambangan di tahun 2018.
Kini, Harris mengatakan bahwa mereka masih menunggu DPR untuk mengesahkan RUU yang
akan memakasa petambang individu atau kelompok kecil untuk melakukan mendapat izin lokal.
Para petambang ini, ungkap Harris lebih lanjut, Harus diintegrasikan dalam sistem ekonomi.

Jika undang-undang baru ini nanti diberlakukan, para pejabat lokal harus mengecek dan
memeriksa lingkungan sekitar mereka, dan biasanya mereka akan enggan melakukann, ungkap
Harris lebih lanjut.

Alasannya? tentu saja uang. Para pakar industri mengatakan beberapa kepala daerah seperti
bupati, menarik sejumlah uang, baik dari perusahaan tambang swasta maupun petambang
berskala kecil.

Pemerintah pusat, di sisi lain, juga terus meningkatkan proses eksploitasi mineral di perut bumi.

Seekor harimau Sumatera, terekam kamera tersembunyi di Hutan Batang Toru yang berhimpitan
dengan lokasi konsesi pertambangan mineral milik G-Resources di Sumatera Utara.

Air Berkurang, Kontaminasi Semakin Mengkhawatirkan

Sumatera adalah kunci dalam strategi ini. Perusahaan tambang yang berbasis di Hong Kong
bernama G-Resources yang baru saja memulai pertambangan emas di lahan seluas 1.640
kilometer persegi di hutan Batang Toru, Sumatera Utara, bertindihan dengan habitat orangutan
dan berbagai spesies langka lainnya.
Di selatan kawasan tambang ini, anak perusahaan dari Sihayo Gold, PT Sorikmas memiliki
pertambangan besar yang mengikis Taman Nasional Batang Gadis. Warga lokal menuding
perusahaan tambang ini menjadi penyebab keringnya mata air, dan membuat sawah mereka
kekurangan air. Sungai yang melewati Banya Panyabungan, hanya berjarak sekitar 4 meter.
Peta konsesi PT Sorikmas Mining. Kilik untuk memperbesar peta

Setelah perusahaan Sorikmas memberhentikan pekerja-pekerja mereka bulan Juli tahun lalu,
ratusan pemrotes membakar bangunan kantor perusahaan ini. Dan para pekerja menemukan peta
dimana lokasi emas berada dan kini sekitar 2000 petambang mengambil alih sebuah lembah di
ujung konsesi ini.

Perusahaan Sorikmas sendiri tidak menjawab apakah mereka menjadi penyebab berkurangnya
air akibat prosedur tebang habis dan pengeboran di lokasi pertambangan. Dalam pernyataannya,
mereka hanya menekankan mereka tidak mengizinkan aktivitas penebangan ilegal di dalam
konsesi dan memberikan catatan bahwa pekerja mereka selalu berbeda-beda dari waktu ke waktu
tergantung wilayah tambang mana yang sedang kami kerjakan.

Dengan prosedur tebang habis dan erosi di puncak pegunungan yang dilakukan oleh petambang
kecil dan perusahaan, hujan badai dan tanah longsor di bulan Februari telah memicu banjir dan
tanah longsor. Beberapa bulan sebelumnya, beberapa petambang mati terjebak sedalam 50 meter
setelah lubang tambang mereka runtuh. Sekitar 50 orang tewas menurut penuturan beberapa
penduduk lokal.

Bijih meas yang mereka tambang diproses di seratus tempat pengolahan yang tersebar di kota-
kota terdekat. Setelah memuat campuran ini ke dalam ember, para pekerja menuang sisa limbah
tambang bermerkuri ke kolam-kolam kecil yang menuju aliran air.

Banyak penduduk masih berpikir jika mereka melihat siput atau ikan masih hidup maka airnya
sehat, ungkap Kusandi Oldani, dari Walhi Sumatera Utara. Sementara para penduduk di sekitar
desa sudah meyakini bahwa ikan-ikan di sekitar pertambangan sudah teracuni dan tidak lagi
dimakan dalam lima tahun terakhir. Kini jumlah ikan dan udang juga semakin sedikit.

Saya kangen memasak ikan, ungkap seorang perempuan bernama Noni Hairani. Kami lebih
sering memasak ayam, jika kami sanggup membelinya.

Sementara, anak-anak kecil masih asyik berenang dan bermain air di sungai yang kini sudah
bercampur dengan merkuri dan bakteri, yang jauh lebih berbahaya dan beracun. Para ahli
mengatakan warga desa yang mengonsumsi ikan disini akan mengalami masalah dengan
kecerdasan dan kemungkinan terserang penyakit mental. Merkuri juga bisa menyebabkan
masalah pada ginjal, pernapasan, kehamilan yang bermasalah, dan bahkan kematian.

Untuk melakukan monitoring kesehatan terhadap para pekerja sendiri juga tidak mudah, ungkap
sa;ah satu anggota dewan penasihat Yayasan Tambuhak Sinta, Rini Sulaiman, karena mereka
adalah pekerja migran dari luar daerah. Mungkin mereka mungkin sudah tidak di tempat ini saat
mereka mati. Dalam sebuah studi yang dirilis oleh PBB ditemukan kandungan beracun merkuri
di masyarakat sekitar pertambangan dan pria yang bekerja di pertambangan. Para wanitanya,
memiliki kandungan merkuri yang tinggi dalam air susu ibu mereka.

Selama berminggu-minggu, sebagian besar pertambangan di puncak bukit telah dihentikan lewat
kesepakatan antara Sihayo dan para petambang lokal. Di sebuah kedai kopi seorang pria tua
bernama Baginda mengatakan bahwa sebelum ada pertambangan dia masih sering melihat
beruang madu, rusa dan bahkan harimau melintas. Saya kehilangan mereka, ungkapnya. Saat
pekerjaan ini dimulai, satu demi satu satwa tersebut hilang.

Pada suatu senja, saat asap membumbung ke udara dari sebuah tenda terpal di punggung bukit,
di dinginnya udara di ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut, hanya suara-suara burung
rangkong sesekali terdengar menjerit. Selusin kelelawar terbang melintas kanopi hutan dan jauh
di permukaan sungai tapak-tapak hutan masih berselimut lumpur. Dan dalam keheningan itu, dua
hari sebelumnya, seekor harimau melintas di jalan lumpur tersebut.

===================

http://www.mongabay.co.id/2013/06/20/pertambangan-liar-menabur-racun-sosial-dan-lingkungan-di-
indonesia/

Anda mungkin juga menyukai