Anda di halaman 1dari 13

TUTORIAL KLINIK

OSTEOARTRITIS

Diajukan Oleh:

Almas Nur Prawoto

20120310077

Diajukan kepada Yth:

dr. H. Mohammad Wibowo, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
HALAMAN PENGESAHAN

TUTORIAL KLINIK

Disusun oleh:

Almas Nur Prawoto

20120310077

Disetujui dan disahkan pada tanggal: Mei 2017

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

dr. H. Mohammad Wibowo, Sp.PD


1. Pengalaman
Seorang pasien, Tn. M, usia 61 tahun datang ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
dengan muntah dan BAB berdarah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
ini disertai dengan nyeri perut di bagian epigastrik dan rasa lemas.
1 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri dan kekakuan sendi pada
lutut kanan ketika berjalan lebih dari setengah jam. 6 bulan sebelum masuk rumah
sakit pasien menyatakan nyeri lutut semakin parah disertai dengan lutut berbunyi
ketika berjalan dan kaku sendi saat pagi hari.
Pasien memiliki riwayat osteoartritis dan sudah berobat ke dokter spesialis saraf sejak
2 bulan yang lalu. Pasien diberikan obat Ketoprofen 3 kali sehari dan Glucosamine
sekali sehari.
Pasien tampak lemah, kesadaran CM dan status gizi cukup. Pemeriksaan vital sign
didapatkan hasil tekanan darah 185/100, HR 72x/menit, suhu 36,4o C, RR 20x/menit.
Pemeriksaan fisik didapatkan S1S2 reguler, SDV +/+, BU + normal, kedua
ekstremitas hangat, CRT < 2.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan suara krepitasi saat lutut digerakkan, kaku pada
otot-otot sekitar patela, nyeri tekan dan tidak terdapat jejas memar. Pada penilaian
berat ringannya nyeri, Pasien menilai intensitas nyeri pada lutut yang dirasakan adalah
5 dari skala 0 10 VAS (Visual Annalog Scale) yaitu nyeri sedang dan mengganggu
aktivitas.

Laboratorium
Hb : 3,1 g/dl
AL : 11,000
AT : 265
Hmt : 10 %
As. Urat : 6,9
HbsAg : (-)
Diagnosis : Melena e.c. Gastritis erosif, Osteoartritis, Anemia
Terapi : Transfusi PRC 3 kalf, Inj. Tomit 1 A/8 jam, Pantoprazol 1 A/12 jam,
Cefotaxime 1 gr/12 jam, Impepsa 1 cth/8 jam.
2. Masalah yang dikaji
Apa itu osteoartritis?
Bagaimana terjadinya osteoartritis?
Bagaimana terapi dan efek samping terapi pada osteoartritis?

3. Analisis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering
terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai
15.5% pada pria dan 12.7% pada wanita.
Etiopatogenesis Osteoartritis

Berdasa
rkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder.
a. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan
tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal
pada sendi.
b. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainna endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasai yang
terlalu lama.
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak
dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa
OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago
dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas
diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial
antara lain karena faktor umur, stres mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan,
defek anatomik, obesitas dan genetik. Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga
merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan
produk degradasi kartilago didalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi
inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri. Osteoartritis ditandai dengan fase
hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis
matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai komkpensasi perbaikan (repair). OA
terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan
inflamasi cairan sendi.
Kartilago terdiri dari sel kondrosit (2%) dan matriks ekstraseluler (98%). Kondrosit
berperan dalam sintesis kolagen dan proteoglikan, sedangkan matriks ekstraseluler
sebagian besar terdiri dari air (65-80%), kolagen tipe II (15-25%), proteoglikan
(10%), dan sisanya kolagen tipe VI, IX, XI, dan XIV. Proteoglikan terdiri dari inti
protein dengan cabang-cabang glikosaminoglikan, terutama krondoitin sulfat dan
keratin sulfat. Proteoglikan membentuk kesatuan dengan asam hialuronat, dan
keduanya berperan dalam menyokong stabilitas dan kekuatan kartilago. Selain itu,
proteoglikan juga berperan dalam menahan beban tekanan (tensile strength),
sedangkan kolagen berperan dalam menahan beban regangan dan beban gesekan
(shear strength).
Perubahan yang paling mencolok pada OA biasanya dijumpai di daerah tulang rawan
sendi yang mendapat beban. Pada stadium awal, tulang rawan lebih tebal daripada
normal, tetapi seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi menipis, tulang
rawan melunak, integritas permukaan terputus, dan terbentuk celah vertikal (fibrilasi).
Dapat terbentuk ulkus kartilago dalam yang meluas ke tulang. Dapat timbul daerah
perbaikan fibrokartilaginosa, tetapi mutu jaringan perbaikan ini lebih rendah daripada
kartilago sendi hialin asli, dalam kemampuannya menahan stress mekanis.

Perubahan Sel pada Osteoartritis

Sel Normal OA : Hiposeluler


Kartilago sendi yang merupakan sasaran utama OA, memiliki dua fungsi mekanis utama.
Pertama, kartilago membentuk permukaan yang sangat halus sehingga pada pergerakan sendi
satu tulang menggelincir tanpa hambatan terhadap tulang yang lain (dengan cairan sinovium
sebagai pelumas). Kedua, kartilago sendi merupakan penyerap beban (shock absorber) dan
mencegah pengumpulan tekanan pada tulang sehingga tulang tidak patah sewaktu sendi
mendapat beban.

OA dapat terjadi pada dua keadaan, yaitu (1) sifat biomaterial kartilago sendi dan
tulang subkondral normal, tetapi terjadi beban berlebihan terhadap sendi sehingga jaringan
rusak; atau (2) beban yang ada secara fisiologis normal, tetapi sifat bahan kartilago atau
tulang kurang baik.

Terdapat dua perubahan morfologi utama yang mewarnai OA, yaitu kerusakan fokal
kartilago sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru (osteofit) pada dasar lesi
kartilago dan tepi sendi. Perubahan mana yang lebih dahulu timbul, korelasi, dan
patogenesisnya sampai sekarang belum dipahami dengan baik.

Pada OA terjadi peningkatan aktivitas enzim-enzim degradatif. Peningkatan produk


hasil degradasi matriks kartilago akan berkumpul disendi sehingga mengakibatkan inflamasi
pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti IL-1, TNF- dan metalloproteinase menjadi
meningkat yang akan mengakibatkan adanya destruksi pada kartilago.

Peningkatan produk hasil degradasi matriks kartilago akan berkumpul disendi


sehingga mengakibatkan inflamasi pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti IL-1,
TNF- dan metalloproteinase menjadi meningkat yang akan mengakibatkan adanya destruksi
pada kartilago.

Pembentukan tulang baru (osteofit) dipandang oleh beberapa ahli sebagai suatu
perbaikan untuk membentuk kembali persendian, sehingga dipandang sebagai kegagalan
sendi yang progresif. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban,
osteofit mungkin dapat mempengaruhi perubahan-perubahan awal kartilago sendi pada OA,
akan tetapi kaitan yang sebenanya antara osteofit dengan kerusakan kartilago sendi masih
belum jelas, karena osteofit dapat timbul pada saat kartilago sendi masih tampak normal.

Melihat adanya proses kerusakan dan proses perbaikan yang sekaligus terjadi, adalah
lebih tepat kalau OA dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif. Sama seperti proses
kegagalan organ yang lain (misalnya jantung dan ginjal), dalam proses OA juga terdapat
usaha-usaha tertentu untuk mengatasinya sebelum kegagalan tak dapat diatasi.

Nyeri timbul oleh karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif. Dalam keadaan
normal, reseptor tersebut tidak aktif. Dalam keadaan inflamasi, nosiseptor menjadi sensitif
bahkan hipersensitif. Adanya kerusakan jaringan akan membebaskan berbagai jenis mediator
inflamasi seperti prostaglandin, bradikinin dan histamin. Mediator inflamasi dapat
mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri. Berawal dari perubahan
fosfolipid menjadi asam arakidonat yang merupakan substrat bagi enzim prostaglandin
endoperoxide synthase (PGHS; COX, cyclooxygenase) menjadi PGG2, dan reduksi
peroxidative PGG2 menjadi PGH2. Selanjutnya sebagai bahan baku prostaglandin,
endoperoxide PGH2 dirubah menjadi berbagai prostaglandin. Saat ini dikenal dua iso-enzim
COX, yaitu COX-1 dan COX- 2. COX-1 sebagai enzim "constitutive" merubah PGH2
menjadi berbagai jenis prostaglandin (PGI2, PGE2) dan tromboxan (TXA2) yang dibutuhkan
dalam fungsi homeostatis. COX-2 yang terdapat di dalam sel-sel imun (macrophage dll), sel
endotel pembuluh darah dan fibroblast sinovial, sangat mudah diinduksi oleh berbagai
mekanisme, akan merubah PGH2 menjadi PGE2 yang berperan dalam kejadian inflamasi,
nyeri dan demam.

Kriteria diagnosis
Terdapat kriteria diagnosis osteoarthritis berdasarkan kriteria American Collage of
Rheumatology (ACR):
Berdasarkan kriteria klinis:
Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah:
1. Krepitasi saat gerakan aktif
2. Kaku sendi <30 menit
3. Umur > 50 tahun
4. Pembesaran tulang sendi lutut
5. Nyeri tekan tepi tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.

Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%

Berdasarkan kriteria klinis dan radiologis:


Nyeri sendi lutut dan adanya osteofit dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria
dibawah ini:
1. Kaku sendi < 30 menit
2. Umur > 50 tahun
3. Krepitus pada gerakan sendi aktif

Sensitifitas 91% dan spesifisitas 86%

Berdasarkan kriteria klinis dan laboratories:


- Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 5 dari 9 kriteria berikut:
1. Usia > 50 tahun
2. Kaku sendi < 30 menit
3. Krepitus pada gerakan aktif
4. Nyeri tekan tepi tulang
5. Pembesaran tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi terkena
7. LED < 40 mm/jam
8. RF < 1:40
9. Analisis cairan sinovium sesuai OA

Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%

American College of Rheumatology(1987) mendeskripsikan kesehatan seseorang


berdasarkan derajat keparahan. Antara lain sebagai berikut:
Derajat 0: Tidak merasakan tanda dan gejala.
Derajat 1: Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat, tetapi
masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang terkena osteoartritis.
Derajat 2: Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri hampir selalu
dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan bantuan dalam menaiki
tangga, tidak mampu berjalan jauh, memerlukan tenaga asisten dalam menyelesaikan
pekerjaan rumah.
Derajat 3-4: Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi, kemungkinan terjadi
perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku sendi pada pagi hari, krepitus pada
gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang signifikan dalam beraktivitas

Terapi
Penatalaksanaa OA dimodifikasi berdasarkan guideline ACR (update tahun 2000)
- Tahap pertama (Terapi Non Farmakologi)
a. Edukasi pasien tentang penyakitnya
b. Program penatalaksanaan mandiri : mpdifikasi gaya hidup
c. Bila BMI berlebih lakukan program penurunan berat badan minimal
penurunan 5 % dari berat badan dan targe BMI normal
d. Program latihan aerobik
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan
otot-otot
- Tahap kedua (Terapi Farmakologis): biasanya lebih efetif bila
dikombinasikan dengan terapi nonfarmakologis.
a. Obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
b. Acetaminophen (< 4gram per hari)
c. Terapi intrasrtikular seperti pemberian hyaluronan atau kortikosteroid
jangka pendek pada OA lutut. Pemberian hyaluronan berfungsi untuk
mengurangi nyeri dan diindikasikan pada pasien yang tidak responsif
pada penggunaan terapi non farmakologis maupun penggunaan
NSAID. Biasanya penyuntikan intrartikular dilakukan pada OA grade
2-3.
- Tahap ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut (rujuk ke dokter bedah ortopedi)
dengan adanya kecurigaan dan bukti arthritis infeksi, resiko sepsis tinggi,
kasus gawat darurat, pasien dengan gejala klinis OA yang berat, menetap
atau bertambah parah, terdapat deformitas varus atau valgus, pasien
menghendaki operasi penggantian sendi lutut.

Obat NSAID (anti inflamasi non steroid)


NSAID adalah obat-obat yang memiliki efek analgesik, antipiretik dan bila diberikan
dalam dosis yang lebih besar akan memberikan efek antiinflamasi. NSAID
mengurangi nyeri, demam dan inflamasi (peradangan). Istilah non steroid digunakan
untuk membedakan obat-obat ini dari obat golongan steroid yang memiliki peran
yang hampir serupa, efek depresi dan anti inflamasi. Sebagai analgesik, kekhususan
dari obat NSAID adalah obat ini bukan golongan narkotik.
Karena pemakaian obat-obat NSAID pada OA (yang biasanya pasien tua) seringkali
berlangsung lama, efek samping yang utama ialah gangguan mukosa lambung
(perdarahan, ulkus) dan gangguan faal ginjal. Di Indonesia, gastropati NSAID
merupakan penyebab kedua gastropati setelah Helicobacter pylori dan penyebab
kedua perdarahan saluran cerna bagian atas setelah ruptur varises esofagus. Gastropati
akibat NSAID bervariasi sangat luas, dari hanya berupa keluhan nyeri ulu hati sampai
pada tukak peptic dengan komplikasi perdarahan saluran cerna bagian atas.

Cyclo-oxygenase (COX), enzim yang terlibat dalam konversi asam arakidonat


menjadi prostaglandin, berada dalam dua isoform: (1) COX-1, terdapat terutama di
lambung dan menghasilkan prostaglandin yang bersifat sitoprotektif, dan (2) COX-2,
terlibat terutama dalam kaskade inflamasi dan berperan dalam manifestasi nyeri sendi,
pembengkakan , dan kekakuan. Dalam penelitian telah dikembangkan obat yang
bekerja sebagai inhibitor spesifik dari COX-2 (COX-2 inhibitors), seperti rofecoxib,
celecoxib.
Meskipun data tentang obat-obat ini masih minimal, namun penelitian telah
menunjukkan bahwa COX-2 inhibitors memiliki efektivitas yang sama dengan AINS
dalam terapi osteoartritis, tapi dengan efek samping gastrointestinal yang minimal.
Suatu studi meta-analisis terhadap rofecoxib menunjukkan resiko relatif 0,51 terhadap
terjadinya efek samping gastrointestinal yang serius bila dibandingkan dengan AINS
konvensional. Keterbatasan obat golongan ini adalah harganya yang relatif mahal,
sehingga pemakaian AINS dengan atau / tanpa obat sitoprotektif saluran cerna masih
lebih banyak digunakan.

4. Kesimpulan
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering
terkena OA. Untuk menegakkan diagnosis OA terdapat kriteria diagnosis
osteoarthritis berdasarkan kriteria American Collage of Rheumatology (ACR)
berdasarkan gejala klinis dan hasil radiologi pasien. Terapi OA dapat berupa non-
farmakologis, farmakologis dan operatif. Terapi farmakologis dengan NSAID sering
diberikan namun memiliki resiko dan efek samping yang harus menjadi pertimbangan
oleh dokter.
5. Daftar Pustaka
1. Brandt, Kenneth. Osteoarthritis. Dalam Harrisons Principles of Internal Medicine 15 th
edition volume 2. USA : The McGraw Hill Companies. 2005

2. Tierney, L., et al. Degenerative Joint Disease (Osteoarthritis). Dalam Current Medical
Diagnosis and Teratment 2002 41st edition. USA : McGraw Hill. 2002 : 834-6
3. Primary care : Efficacy of Topical Non Steroidal Anti Inflamattory Drugs in the Treatment
of Osteoarhtritis : Metanalyses of Randomised Contralled Trials. British Medical Journal 7
Agustus 2004. 329 : 324
4. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam (Edisi Keenam). Interna Publishing. 2015.

Anda mungkin juga menyukai