OSTEOARTRITIS
Diajukan Oleh:
20120310077
TUTORIAL KLINIK
Disusun oleh:
20120310077
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Laboratorium
Hb : 3,1 g/dl
AL : 11,000
AT : 265
Hmt : 10 %
As. Urat : 6,9
HbsAg : (-)
Diagnosis : Melena e.c. Gastritis erosif, Osteoartritis, Anemia
Terapi : Transfusi PRC 3 kalf, Inj. Tomit 1 A/8 jam, Pantoprazol 1 A/12 jam,
Cefotaxime 1 gr/12 jam, Impepsa 1 cth/8 jam.
2. Masalah yang dikaji
Apa itu osteoartritis?
Bagaimana terjadinya osteoartritis?
Bagaimana terapi dan efek samping terapi pada osteoartritis?
3. Analisis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering
terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai
15.5% pada pria dan 12.7% pada wanita.
Etiopatogenesis Osteoartritis
Berdasa
rkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder.
a. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan
tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal
pada sendi.
b. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainna endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasai yang
terlalu lama.
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak
dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa
OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago
dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas
diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial
antara lain karena faktor umur, stres mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan,
defek anatomik, obesitas dan genetik. Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga
merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan
produk degradasi kartilago didalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi
inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri. Osteoartritis ditandai dengan fase
hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis
matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai komkpensasi perbaikan (repair). OA
terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan
inflamasi cairan sendi.
Kartilago terdiri dari sel kondrosit (2%) dan matriks ekstraseluler (98%). Kondrosit
berperan dalam sintesis kolagen dan proteoglikan, sedangkan matriks ekstraseluler
sebagian besar terdiri dari air (65-80%), kolagen tipe II (15-25%), proteoglikan
(10%), dan sisanya kolagen tipe VI, IX, XI, dan XIV. Proteoglikan terdiri dari inti
protein dengan cabang-cabang glikosaminoglikan, terutama krondoitin sulfat dan
keratin sulfat. Proteoglikan membentuk kesatuan dengan asam hialuronat, dan
keduanya berperan dalam menyokong stabilitas dan kekuatan kartilago. Selain itu,
proteoglikan juga berperan dalam menahan beban tekanan (tensile strength),
sedangkan kolagen berperan dalam menahan beban regangan dan beban gesekan
(shear strength).
Perubahan yang paling mencolok pada OA biasanya dijumpai di daerah tulang rawan
sendi yang mendapat beban. Pada stadium awal, tulang rawan lebih tebal daripada
normal, tetapi seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi menipis, tulang
rawan melunak, integritas permukaan terputus, dan terbentuk celah vertikal (fibrilasi).
Dapat terbentuk ulkus kartilago dalam yang meluas ke tulang. Dapat timbul daerah
perbaikan fibrokartilaginosa, tetapi mutu jaringan perbaikan ini lebih rendah daripada
kartilago sendi hialin asli, dalam kemampuannya menahan stress mekanis.
OA dapat terjadi pada dua keadaan, yaitu (1) sifat biomaterial kartilago sendi dan
tulang subkondral normal, tetapi terjadi beban berlebihan terhadap sendi sehingga jaringan
rusak; atau (2) beban yang ada secara fisiologis normal, tetapi sifat bahan kartilago atau
tulang kurang baik.
Terdapat dua perubahan morfologi utama yang mewarnai OA, yaitu kerusakan fokal
kartilago sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru (osteofit) pada dasar lesi
kartilago dan tepi sendi. Perubahan mana yang lebih dahulu timbul, korelasi, dan
patogenesisnya sampai sekarang belum dipahami dengan baik.
Pembentukan tulang baru (osteofit) dipandang oleh beberapa ahli sebagai suatu
perbaikan untuk membentuk kembali persendian, sehingga dipandang sebagai kegagalan
sendi yang progresif. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban,
osteofit mungkin dapat mempengaruhi perubahan-perubahan awal kartilago sendi pada OA,
akan tetapi kaitan yang sebenanya antara osteofit dengan kerusakan kartilago sendi masih
belum jelas, karena osteofit dapat timbul pada saat kartilago sendi masih tampak normal.
Melihat adanya proses kerusakan dan proses perbaikan yang sekaligus terjadi, adalah
lebih tepat kalau OA dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif. Sama seperti proses
kegagalan organ yang lain (misalnya jantung dan ginjal), dalam proses OA juga terdapat
usaha-usaha tertentu untuk mengatasinya sebelum kegagalan tak dapat diatasi.
Nyeri timbul oleh karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif. Dalam keadaan
normal, reseptor tersebut tidak aktif. Dalam keadaan inflamasi, nosiseptor menjadi sensitif
bahkan hipersensitif. Adanya kerusakan jaringan akan membebaskan berbagai jenis mediator
inflamasi seperti prostaglandin, bradikinin dan histamin. Mediator inflamasi dapat
mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri. Berawal dari perubahan
fosfolipid menjadi asam arakidonat yang merupakan substrat bagi enzim prostaglandin
endoperoxide synthase (PGHS; COX, cyclooxygenase) menjadi PGG2, dan reduksi
peroxidative PGG2 menjadi PGH2. Selanjutnya sebagai bahan baku prostaglandin,
endoperoxide PGH2 dirubah menjadi berbagai prostaglandin. Saat ini dikenal dua iso-enzim
COX, yaitu COX-1 dan COX- 2. COX-1 sebagai enzim "constitutive" merubah PGH2
menjadi berbagai jenis prostaglandin (PGI2, PGE2) dan tromboxan (TXA2) yang dibutuhkan
dalam fungsi homeostatis. COX-2 yang terdapat di dalam sel-sel imun (macrophage dll), sel
endotel pembuluh darah dan fibroblast sinovial, sangat mudah diinduksi oleh berbagai
mekanisme, akan merubah PGH2 menjadi PGE2 yang berperan dalam kejadian inflamasi,
nyeri dan demam.
Kriteria diagnosis
Terdapat kriteria diagnosis osteoarthritis berdasarkan kriteria American Collage of
Rheumatology (ACR):
Berdasarkan kriteria klinis:
Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah:
1. Krepitasi saat gerakan aktif
2. Kaku sendi <30 menit
3. Umur > 50 tahun
4. Pembesaran tulang sendi lutut
5. Nyeri tekan tepi tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.
Terapi
Penatalaksanaa OA dimodifikasi berdasarkan guideline ACR (update tahun 2000)
- Tahap pertama (Terapi Non Farmakologi)
a. Edukasi pasien tentang penyakitnya
b. Program penatalaksanaan mandiri : mpdifikasi gaya hidup
c. Bila BMI berlebih lakukan program penurunan berat badan minimal
penurunan 5 % dari berat badan dan targe BMI normal
d. Program latihan aerobik
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan
otot-otot
- Tahap kedua (Terapi Farmakologis): biasanya lebih efetif bila
dikombinasikan dengan terapi nonfarmakologis.
a. Obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
b. Acetaminophen (< 4gram per hari)
c. Terapi intrasrtikular seperti pemberian hyaluronan atau kortikosteroid
jangka pendek pada OA lutut. Pemberian hyaluronan berfungsi untuk
mengurangi nyeri dan diindikasikan pada pasien yang tidak responsif
pada penggunaan terapi non farmakologis maupun penggunaan
NSAID. Biasanya penyuntikan intrartikular dilakukan pada OA grade
2-3.
- Tahap ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut (rujuk ke dokter bedah ortopedi)
dengan adanya kecurigaan dan bukti arthritis infeksi, resiko sepsis tinggi,
kasus gawat darurat, pasien dengan gejala klinis OA yang berat, menetap
atau bertambah parah, terdapat deformitas varus atau valgus, pasien
menghendaki operasi penggantian sendi lutut.
4. Kesimpulan
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering
terkena OA. Untuk menegakkan diagnosis OA terdapat kriteria diagnosis
osteoarthritis berdasarkan kriteria American Collage of Rheumatology (ACR)
berdasarkan gejala klinis dan hasil radiologi pasien. Terapi OA dapat berupa non-
farmakologis, farmakologis dan operatif. Terapi farmakologis dengan NSAID sering
diberikan namun memiliki resiko dan efek samping yang harus menjadi pertimbangan
oleh dokter.
5. Daftar Pustaka
1. Brandt, Kenneth. Osteoarthritis. Dalam Harrisons Principles of Internal Medicine 15 th
edition volume 2. USA : The McGraw Hill Companies. 2005
2. Tierney, L., et al. Degenerative Joint Disease (Osteoarthritis). Dalam Current Medical
Diagnosis and Teratment 2002 41st edition. USA : McGraw Hill. 2002 : 834-6
3. Primary care : Efficacy of Topical Non Steroidal Anti Inflamattory Drugs in the Treatment
of Osteoarhtritis : Metanalyses of Randomised Contralled Trials. British Medical Journal 7
Agustus 2004. 329 : 324
4. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam (Edisi Keenam). Interna Publishing. 2015.