Anda di halaman 1dari 22

Kajian Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

untuk Kepentingan Umum

Oleh : Kinanti Rizky Jayanti

NIM : 135120401111082

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dikeluarkan nya Undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum adalah untuk menjamin perolehan tanah guna
terselenggaranya pembangunan. Yang mana dalam Undang-undang tersebut disebutkan bahwa
demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan pancasila, maka
dari itu pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembangunan yang dilaksanakan demi
kepentingan umum. Hal tersebut sudah jelas diutarakan dalam UUD 1945 pasal 28H yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat guna mencapai keadilan.1

Untuk mewujudkan itu, maka pemerintah perlu melakukan pembangunan yang bertujuan
untuk memenuhi kepentingan umum. Kepentingan Umum itu sendiri adalah kepentingan bangsa,
negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah yang nanti nya akan
dimanfaatkan sebesar-sebesarnya untuk kesejahteraan rakyat. Untuk menjamin upaya pemerintah
tersebut, maka diperlukannya lahan demi terselenggaranya pembangunan. Lahan tersebut di
peroleh pemerintah dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil.

1
Undang-undang Dasar tahun 1945, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pasal 28H
Dengan demikian, pemerintah membentuk sebuah undang-undang yang mengatur tentang
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum guna mencapai prinsip keadilan
tersebut. Tentunya dengan mempertimbangkan beberapa alasan serta prinsip kemanusiaan dan
demokratis. Namun dengan terbentuk nya undang-undang yang mengatur tentang pengadaan
tanah bagi pembangunan, belum menjadi jaminan bagi pemerintah dalam mendapatkan tanah
untuk melaksanakan pembangunan.

Namun jika dilihat dari segi filosofis nya, dibuatnya undang-undang ini guna
menjalankan amanat yang terkandung dalam pancasila yang berpedoman pada prinsip
demokratis, keadilan dan kemanusiaan yang di pengauhi oleh ideologi neo-kapitalis yang salah
satu buktinya adalah hadirnya kepentingan swasta di dalam undang-undang nomor 2 tahun 2012
dengan dalih untuk kepentingan pembangunan.

1.2 Tujuan Penulisan

Menjelaskan isi dari Undang-undang nomor 2 tahun 2012 secara garis besar sehingga
membantu penulis dan pembaca untuk memahami isi dari undang-undang nomor 2 tahun 2012.

1.3 Manfaat Penulisan

Untuk memberikan pemahaman tentang rencana pelaksanaan pengadaan tanah yang


dilakukan oleh pemerintah serta instansi yang terkait dalam melaksanakan pembangunan.
BAB II
KETENTUAN UMUM

2.1 Definisi Pengadaan Tanah


Disebutkan dalam UU no.2 tahun 2012 Bab 1 pasal 1, definisi dari Pengadaan Tanah itu
sendiri merupakan kegiatan yang dilakukan oleh instansi untuk menyediakan tanah dengan cara
memberi ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pihak yang berhak disini
diartikan sebagai pihak yang memiliki hak dan berkuasa terhadap objek pengadaan tanah atau
bisa dikatan sebagai pihak pemilik tanah tersebut. Objek pengadaan tanah itu sendiri antara lain
bisa berupa tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, ruang atas tanah,
ruang bawah tanah atau yang lainnya yang bernilai.

Sedangkan instansi yang memerlukan tanah disini diartikan sebagai suatu Lembaga baik
itu lembaga negara, kementrian, lembaga pemerintah non-kementrian, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, dan badan hukum milik negara/badan usaha milik negara yang
diberikan tugas khusus oleh pemerintah atau Badan usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan
perjanjian yang dilakukan dengan lembaga negara, kementrian, lembaga pemerintah non-
kementrian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan badan hukum milik
negara/badan usaha milik negara yang diberikan tugas khusus oleh pemerintah guna membangun
penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum.

Dalam pasal ini juga disebutkan bahwa negara memiliki hak pengelolaan terhadap
pangadaan tanah yang dilakukan,yang nantinya hak kekuasaan dari negara sebagian kewenangan
pelaksanaan nya akan dilimpahkan kepada pemegangnya
BAB III
ASAS DAN TUJUAN

3.1 Dasar dan Tujuan Pengadaan Tanah

3.1.1 Pasal 2 ayat (1)

Dalam melakukan pengadaan tanah, tentunya pemerintah harus didasari oleh prinsi-
prinsip yang mengedepankan demokrasi. Tujuan nya adalah agar setiap pihak memperoleh hak
yang semestinya secara adil. Yang mana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) undang-undang
nomor 2 tahun 2012 disebutkan 10 asas yang menjadi dasar diadakannya pengadaan tanah bagi
pembangunan, yakni: kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan,
keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, keselarasan.

Sedangkan tujuan awal dari pengadaan tanah adalah untuk dilakukan nya pembangunan.
Tentunya semua itu perlu melalui beberapa tahapan sesuai dengan yang tertera dalam Perpres no.
71 tahun 2012 Bab 1 pasal 2 yang disebutkan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum
diselenggarakan melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pelaksanaan hasil. Dasar
dari perencanaan itu sendiri meliputi;

a. Rencana tata ruang wilayah (wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah


kota/kabupaten),

b. Prioritas pembangunan (rencana pembangunan jangka menengah, rencana strategis,


rencana kerja pemerintah instansi yang bersangkutan).2 Rencana pengadaan tanah
tersebut tentunya dapat disusun secara bersama-sama oleh antar instansi yang terlibat
atau dibantu oleh lembaga professional yang sudah ditunjuk oleh instansi yang
memerlukan tanah.3

2
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bab II pasal 3 ayat 1 dan pasal 4.
3
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bab II pasal 3 ayat 2.
Perencanaan tersebut nantinya dapat disusun dalam bentuk dokumen yang minimal
memuat tentang;4

a. Maksud dan tujuan rencana pembangunan serta manfaat pembangunan untuk


kepentingan umum,

b. Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah dan prioritas pembangunan, maksudnya
adalah kesesuaian antara rencana lokasi pengadaan tanah dengan rencana pembangunan,

c. Letak tanah, yakni tempat lokasi pembangunan dilakukan yang meliputi wilayah
kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi,

d. Perkiraan luas tanah yang dibutuhkan,

e. Gambaran umum tentang status tanah, atau data tentang kepemilikan tanah,

f. Perkiraan waktu yang diperlukan untuk masing-masing tahapan dalam melakukan


pengadaan tanah,

g. Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan,

h. Perkiraan nilai tanah guna mengetahui perkiraan nilai ganti rugi dari objek pengadaan
tanah yang meliputi tanah, ruang atas tanah, ruang bawah tanah, bangunan, tanaman,
benda yang berkaitan dengan tanah, atau kerugian lainnya yang dapat dinilai,

i. Rencana penganggaran berupa besarnya dana, sumber dana dan rincian alokasi dana
untuk perencanaan, persiapan, pelaksanaan, penyerahan hasil, administrasi, dan
pengelolaan serta sosialisasi,

j. Hasil survey sosial ekonomi yang bertujuan untuk mengenali kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang diperkirakan terkena dampak dari pengadaan tanah,

k. Melihat dampak lingkungan dan dampak sosial yang dihasilkan,

4
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bab II pasal 5
l. Studi lain yang diperlukan guna mengantisipasi adanya dampak spesifik akibat
pembangunan untuk kepentingan umum, seperti studi budaya masyarakat, studi politik
dan keamanan atau studi keagamaan.
BAB IV
POKOK-POKOK PENGADAAN TANAH

4.1 Pihak yang terlibat dalam pengadan tanah

4.1.1 Pasal 4

Pemerintah atau pemerintah daerah harus menjamin ketersediaan tanah untuk


kepentingan umum. Serta pemerintah atau pemerintah daerah juga harus mempersiapkan
pendanaan untuk kepentingan umum. Maksud dari isi pasal tersebut adalah pemerintah wajib
untuk menyediakan lahan dengan tujuan untuk melakukan pembangunan demi mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Tentunya dengan mempersiapkan sejumlah dana yang nantinya
digunakan untuk menggaanti kerugian terhadap pihak yang berhak.

4.1.2 Pasal 5

Sesuai dengan isi dari pasal 5, dijelaskan bahwa pihak yang berhak dalam hal ini adalah
pihak yang merelakan hak kepemilikan atas tanah nya untuk diserahkan kepada pemerintah atau
instansi yang memerlukan tanah. Sehingga pihak yang berhak wajib melepaskan kepemilikan
tanah nya kepada pemerintah pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum
setelah pemberian ganti rugi sudah dilakukan oleh pemerintah berdasarkan putusan pengadilan
yang sudah memperoleh kekuatan hukum secara menetap.

Pemerintah serta instansi merupakan pihak yang paling terlibat dalam rencana pengadaan
tanah. Karena dokumen perencanaan yang nantinya untuk pengadaan tanah, akan ditetapkan oleh
pimpinan instansi yang memerlukan tanah. Yang mana nantinya dokumen tersebut setelah
ditetapkan oleh pimpinan instansi, selanjutnya akan disampaikan kepada gubernur. Setelah itu
Gubernur akan melalui proses tahapan yang pertama yakni persiapan pengadaan tanah. Untuk itu
Gubernur segera membentuk tim persiapan dalam kurun waktu selama 10 hari kerja. Tim
persiapan tersebut beranggotakan Bupati/Walikota, satuan kerja perangkat daerah provinsi
terkait, instansi yang memerlukan tanah dan instansi terkait yang lainnya. setelah Gubernur
membentuk tim, selanjutnya Gubernur membentuk sekretariat persiapan pengadaan tanah yang
berkedudukan di sekretariat daerah provinsi.

Seperti yang disebutkan dalam Perpres nomor 71 tahun 2012 Bab III pasal 10, Tugas dari
tim persiapan tersebut nantinya meliputi;

a. Melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan

b. Melakukan pendataan awal mengenai lokasi rencana pembangunan

c. Melaksanakan konsultasi publik rencana pembangunan

d. Menyiapkan penetapan lokasi pembangunan

e. Mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan


oleh ketua tim persiapan, baik itu secara langsung (sosialisasi, tatap muka, surat
pemberitahuan) maupun tidak langsung (melalui media cetak atau media elektronik)
kepada masyarakat, dan

f. Melaksanakan tugas lain yang terkait persiapan pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum yang ditugaskan oleh Gubernur.
BAB V
PROSES PENGADAAN TANAH

5.1 Fungsi Objek Pengadaan Tanah dalam Pelaksanaan Pembangunan

5.1.1 Pasal 10

Dengan adanya UU no 2 tahun 2012 serta Perpres nomor 71 tahun 2012 yang mengatur
penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini, maka diharapkan dapat
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dengan kepentingan
masyarakat. Memperhatikan kepentingan masyarakat sendiri tentunya dilakukan dengan
memberikan ganti rugi secara layak dan adil. Sedangkan dalam undang undang nomor 2 tahun
2012 pasal 10 disebutkan bahwa tanah untuk kepentingan umum yang di maksud adalah untuk
pembangunan;

a. Pertahanan dan keamanan nasional

b. Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas
operasi kereta api

c. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan
sanitasi, dan pembangunan pengairan lain nya.

d. Pelabuhan, terminal, Bandar udara

e. Infrastruktur minyak, gas dan panas bumi

f. Pembangki, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik

g. Jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah

h. Tempat pembuangan dan pengelolaan sampah

i. Rumah sakit pemerintah/ pemerintah daerah

j. Fasilitas dan keselamatan umum


k. Tempat pemakaman umum pemerintah/pemerintah daerah

l. Fasilitas sosial, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau

m. Cagar alam dan cagar budaya

n. Kantor pemerintah/daerah/desa

o. Penataan pemukiman kumuh perkotaan

p. Prasarana pendidikan/sekolah pemerintah/pemerintah daerah

q. Prasarana olahraga pemerintah/pemerintah daerah

r. Pasar umum atau lapangan parkir umum

Dari semua rencana pembangunan tersebut wajib dilakukan oleh pemerintah atau dapat
bekerja sama dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik
swasta dan kepemilikan tanah untuk selanjutnya dimiliki oleh pemerintah atau pemerintah
daerah.

5.2 Perencanaan Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah dilakukan ketika instansi yang memerlukan tanah mengajukan dokumen
terkait rencana pengadaan tanah bagi pembangunan. Dokumen tersebut sebelumnya sudah
ditetapkan oleh pimpinan instansi tersebut atau pejabat yang terkait, yang mana dokumen
tersebut nantinya akan di sampaikan kepada pemerintah provinsi atau Gubernur. Dalam perpres
nomor 71 tahun2012 pasal 15 ayat (1) disebutkan bahwa dokumen yang disiapkan untuk
perencanaan pengadaan tanah terdiri dari: maksud dan tujuan rencana pembangunan, kesesuaian
dengan rencana tata ruang wilayah dan rencana pembangunan nasional dan daerah, letak tanah,
luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, perkiraan waktu pelaksanaan
pengadaan tanah, perkiraan waktu pelaksanaan pembangunan, dan rencana penganggaran.

Proses pembuatan dokumen tersebut merupakan tahap awal yang menjadi bagian dari
salah satu tahapan perencanaan pengadaan tanah untuk pembangunan. Yang mana dalam
perencanaan pengadaan tanah diperlukan beberapa tahapan dalam proses nya, yakni:
a. Perencanaan

b. Persiapan

c. Pelaksanaan

d. Penyerahan hasil

Setelah itu penyusunan dokumen tersebut, instansi yang memerlukan tanah bersama
dengan pemerintah provinsi harus melakukan: pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan
lokasi rencana pembangunan, dan konsultasi publik rencana pembangunan. Dalam melakukan
pemberitahuan kepada masyarakat yang sebagaimana telah disebutkan sebelum nya, dapat secara
langsung maupun tidak langsung.

Untuk penetapan lokasi pengadaan tanah semua sudah di atur dalam perpres mengenai
penetapan lokasi pembangunan yakni pasal 41 yang menyebutkan bahwa penetapan lokasi
pembangunan dilakukan oleh Gubernur berdasarkan kesepakatan yang dilakukan sebelumnya
antara tim persiapan dengan pihak yang berhak atas objek pengadaan tanah. Penetapan tersebut
nantinya harus disertakan bersama dengan peta lokasi pembangunan yang sebelumnya harus
disediakan oleh instansi yang memerlukan tanah. Jangka waktu setelah penetapan lokasi
pembangunan tersebut berlaku hingga 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling
lama satu tahun.

Proses selanjutnya adalah persiapan pelaksanaan yang mana instansi yang memerlukan
tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada ketua pelaksana pengadaan tanah.
Pengajuan tersebut harus dilengkapi dengan; keputusan penetapan lokasi, dokumen perencanaan
pengadaan tanah, data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Sebelum melakukan
persiapan pelaksanaan pengadaan tanah, minimal pelaksana pengadaan tanah harus melakukan
beberapa kegiatan seperti;

a. Membuat agenda rapat pelaksanaan

b. Membuat rencana kerja dan jadwal kegiatan

c. Menyiapkan pembentukan satuan tugas yang diperlukan dan pembagian tugas


d. Memperkirakan kendala-kendala teknis yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan.

e. Merumuskan strategi dan solusi terhadap hambatan dan kendala dalam pelaksanaan.

f. Mempersiapkan langkah koordinasi ke dalam maupun ke luar di dalam pelaksanaan.

g. Menyiapkan administrasi yang diperlukan.

h. Mengajukan kebutuhan anggaran operasional pelaksanaan pengadaan tanah.

i. Menetapkan penilaian, dan

j. Membuat dokumen hasil rapat.

Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, ketua pelaksana dari pengadaan tanah


dapat membentuk satuan tugas yang membidangi mengenai: Data fisik penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah serta Data pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Satuan tugas
yang membidangi data fisik penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah harus melakukan
pengukuran dan pemetaan bidang per-bidang tanah yang meliputi pengukuran dan pemetaan
batas keliling lokasi serta pengukuran dan pemetaan bidang per-bidang. Nanti nya data tersebut
akan digunakan untuk proses penentuan nilai ganti kerugian dan pendaftaran hak.

Jika ada pihak yang berhak merasa keberatan terhadap hasil inventarisasi dan identifikasi,
maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada ketua pelaksana pengadaan tanah
dalam waktu paling lama 14 hari kerja sejak dikeluarkan nya hasil inventarisasi. Hasil dari
verifikasi yang dilakukan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah dan perbaikan setelah adanya
pengajuan keberatan dari pihak yang berhak, akan menjadi dasar penentuan pihak yang berhak
dalam pemberian ganti rugi.

Dalam perpres no. 71 tahun 2012 pasal 63 disebutkan tentang penetapan nilai bagi pihak
yang berhak oleh ketua pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau
penilai publik. Namun di tahun 2014 terjadi perubahan kedua dalam perpres nomor 71 tahun
2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Yang mana perubahan tersebut merubah ketentuan yang terdapat di pasal 63. Sehingga terdapat
penambahan ayat dalam pasal tersebut yang menjelaskan mengenai isi dari ayat pertama yang
menyatakan penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan
Tanah berdasarkan hasil penilaian jasa Penilai atau Penilai Publik. Dalam perubahan tersebut
ditambahkan bahwa nilai pengadaan jasa penilai dan jasa publik yang dimaksud pada ayat satu
sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), maka pengadaan jasa penilai atau penilai publik
dilakukan dengan menggunakan metode pascakualifikasi.

Setelah itu Gubernur akan mengumumkan penetapan lokasi pembangunan bersama


dengan instansi yang memerlukan tanah. Pengumuman tersebut nantinya akan memuat nomor
dan tanggal keputusan penetapan lokasi, peta lokasi pembangunan, maksud dan tujuan
pembangunan, letak dan luas tanah yang dibutuhkan, perkiraan jangka waktu pelaksanaan
pengadaan tanah dan perkiraan jangka waktu pembangunan5, yang akan di umumkan melalui
media cetak atau media elektronik atau bisa juga dengan di tempelkan di kantor kelurahan/desa,
kantor kecamatan, kantor kabupaten/kota dan di lokasi pembangunan. Pengumuman penetapan
lokasi harus dilakukan paling lambat 3 hari kerja setelah di tetapkan nya lokasi pembangunan
dan batas pengumuman itu dilakukan yakni maksimal selama 14 hari kerja.

Sedangkan untuk pengadaan tanah yang berskala kecil diatur dalam perpres nomor 71
tahun 2012. Dalam pasal 121 sebelum disebutkan bahwa untuk mengefektifitaskan waktu maka
penyelenggaraan pengadaan tanah yang tidak lebih dari 1 (satu) hektar, dapat dilakukan langsung
oleh instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah., dengan cara jual
beli atau tukar menukar atau dengan cara lain yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak.

Namun terdapat perubahan di tahun 2014 dalam perpres nomor 40, sehingga pasal 121
menutup perubahan pertama menyatakan penyelenggaraan pengadaan tanah yang tidak lebih dari
5 (lima) hektar, maka dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan
para pemegang hak atas tanah dengan cara jual beli atau tukar menukar atau dengan cara lain
yang sudah di sepakati oleh kedua belah pihak.

5.3 Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Dalam tahapan pelaksanaan ini, setelah ditentukan nya lokasi pembangunan makan
instansi yang memerlukan tanah selanjutnya mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada
lembaga pertanahan. Yang mana dalam pelaksanaan pengadaan tanah sendiri meliputi:
inventarisasi dan identifikasi penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah,
5
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bab III pasal 45
penilaian ganti rugi, musyawarah penetapan ganti rugi, pemberian ganti rugi, pelepasan tanah
instansi.

Inventarisasi dan identifikasi meliputi dalam hal pengukuran per-bidang tanah serta
pengumpulan data pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Yang mana selama proses
inventarisasi dan identifikasi tersebut dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh haru)
kerja. Hasil dari pendataan yang dilakukan selanjutnya akan menjadi dasar dalam penentuan
besarnya ganti kerugian yang akan diberikan kepada pihak yang berhak.

Untuk penetapan bentuk ganti rugi sendiri semua sudah di atur sesua dengan perpres no.
71 tahun 2012 dalam pasal 68 tentang pelaksanaan pengadaan tanah melaksanakan musyawarah
dengan pihak yang berhak dengan waktu paling lama 30 hari sejak di tetapkan nya hasil
penilaian dari penilai diterima oleh ketua pelaksana pengadaan tanah dengan cara
mengikutsertakan juga instansi yang memerlukan tanah. Jika pihak yang berhak berhalangan
untuk hadir dalam musyawarah tersebut, maka pihak yang berhak bisa saja memberikan kuasa
kepada seseorang masih ada hubungan darah dengan pihak yang berhak atau suami/istri dari
pihak yang berhak. Atau bisa juga seseorang yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar bagi pihak yang berhak berstatus badan hukum, atau pihak yang berhak lainnya.6 Namun
jika dalam hal ini pihak yang berhak tidak dapat menghadri musyawarah tersebut dan tidak
menunjuk kuasa untuk menggantikan nya, maka pihak yang berhak dianggap menerima bentuk
dan besarnya ganti rugi yang ditetapkan oleh pelaksanaan pengadaan tanah.

Selanjutnya hasil kesepakatan dari musyarawah menjadi dasar dari besarnya ganti rugi
yang akan diberikan kepada pihak yang berhak. Yang mana hasil tersebut akan di masukan ke
dalam berita acara yang memuat;

a. Pihak yang berhak/kuasanya setuju terhadap bentuk ganti rugi yang sudah disepakati

b. Pihak yang berhak/kuasanya yang tidak setuju

c. Pihak yang berhak tidak hadir dan tidak memberikan kuasa

Dalam pasal 73 disebutkan jika dalam kesepakatan ada pihak yang berhak tidak
menyetujui terhadap besarnya ganti rugi, maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan
6
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan pasal 71 (1)
kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari setelah ditanda tangani
berita acara. Setelah itu pengadilan negeri memutuskan besarnya ganti rugi dalam waktu 30 hari
kerja sejak diterimanya pengaduan keberatan. Selanjutnya, ada pihak yang merasa keberatan
terhadap nilai ganti rugi yang diputuskan oleh pengadilan negeri, maka pihak yang bersangkutan
dapat mengajukan kasasi kepada mahkamah agung dalam waktu paling lama 14 hari kerja
setelah diputuskan nilai ganti rugi oleh pengadilan negeri. Mahkamah agung wajib memberikan
jawaban paling lama 30 hari kerja setelah permohonan kasasi diterima.

Selanjutnya untuk pemberian ganti rugi menurut pasal 74 disebutkan dapat berupa; uang,
tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain nya yang disetujui
oleh kedua belah pihak. Namun dalam pasal 75 dikatakan bahwa dalam musyawarah pelaksana
pengadaan tanah mengutamakan pemberian ganti rugi dalam bentuk mata uang rupiah.
Pemberian ganti rugi tersebut nantinya akan diberikan oleh instansi yang membutuhkan tanah
berdasarkan persetujuan dari ketua pelaksana pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk.

Jika dalam perpres sebelumnya dikatakan bahwa pemberian ganti rugi dilakukan dalam
waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak ditetapkan nya bentuk ganti rugi oleh pelaksana
pengadaan tanah, namun pada tahun 2014 terjadi perubahan kedua perpres no 71 tahun 2012
yang merubah ketentuan dari pasal 76 ayat (4) yakni pemberian ganti rugi dilakukan dalam
waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya tanggal persetujuan dari ketua
pelaksana pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk.

Sedangkan untuk pemberian ganti rugi dalam bentuk tanah diberikan oleh instansi yang
memerlukan tanah melalui pelaksana pengadaan tanah setelah mendapat permintaan tertulis dari
ketua pelaksana pengadaan tanah. Nantinya tanah pengganti yang diberikan tersebut akan dibuat
sesuai dengan atas nama pihak yang berhak.7 Pelaksanaan penyediaan tanah pengganti dilakukan
paling lama 6 (enam) bulan sejak penetapan bentuk ganti rugi oleh pelaksana pengadaan tanah.

Jika ganti rugi dalam bentuk permukiman kembali, tidak jauh beda dengan pemberian
ganti rugi dalam bentuk tanah. Namun pemberian ganti rugi dilakukan bersamaan dengan
pelepasan hak oleh pihak yang berhak tanpa harus menunggu selesainya pembangunan
permukiman kembali. Selama proses permukiman kembali maksudnya adalah dana penyediaan

7
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan, pasal 77
permukiman kembali dititipkan oleh bank dan atas nama instansi yang memerlukan tanah.
Pelaksanaan nya sendiri dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak penetapan bentuk ganti rugi
oleh pelaksana pengadaan tanah.8

Namun dalam pasal 80 ayat (1) menjelaskan tentang ganti rugi dalam bentuk kepemilikan
saham, akan diberikan oleh Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan terbuka dan
mendapat penugasan khusus dari pemeritah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan persetujuan
antar kedua pihak yakni Badan Usaha Milik Negara dengan pihak yang berhak. Sedangkan jika
ingin memberikan ganti rugi dalam bentuk lain dapat dilakukan dengan persetujuan kedua belah
pihak. Namun, pemberian ganti rugi tidak dapat diberikan jika objek pebgadaan tanah yang lepas
dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah,
kecuali;

a. Objek pengadaan tanah telah berdiri bangunan yang digunakan secara aktif untuk
penyelenggaraan tugas pemerintahan,

b. Objek pengadaan tanah yang dimiliki/dikuasai oleh badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah, dan

c. Objek pengadaan tanah kas desa.

Pemberian ganti rugi akan di prioritaskan kepada pihak yang berhak yang sedang dalam
keadaan mendesak. Mendesak dalam arti yang dibuktikan dengan surat keterangan dari
lurah/kepala desa atau nama lain. Sehingga pemberian ganti rugi harus diberikan maksimal 25
(dua puluh lima) persen lebih awal dari perkiraan ganti rugi yang sudah di tetapkan sebelumnya.9

sedangkan untuk pelepasan nya sendiri dilakukan bersamaan dengan diberikan nya pemberian
sisa ganti rugi.

Dalam hal penitipan ganti rugi, instansi yang memerlukan tanah mengajukan
permohonan penitipan ganti rugi ke pengadilan negeri setempat, yang nanti nya penitipan ganti
rugi tersebut akan diserahkan kepada pengadilan negeri. Pasal 86 ayat (3) dijelaskan alasan
penitipan ganti rugi tersebut dilakukan, karena;
8
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan, pasal 78
9
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan pasal 85
a. Pihak yang berhak menolak bentuk/besar nya ganti rugi yang sudah ditetapkan dalam
musyawarah dan tidak mengajukan keberatan ke pengadilan negeri.

b. Pihak yang berhak menolak bentuk/besarnya ganti rugi yang sudah di tetapkan oleh
pengadilan negeri/mahkamah agung

c. Pihak yang berhak tidak diketahui keberadaan nya

d. Objek pengadaan tanah yang diberikan ganti rugi sedang;

1. Menjadi objek perkara di pengadilan

2. Masih dipersengketakan kepemilikan nya

3. Disita oleh pihak yang berwenang

4. Menjadi jaminan di bank

5.4 Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah

Jika objek pengadaan tanah sudah diberikan ganti rugi atau ganti rugi sudah di titipkan
kepada pengadilan negeri atau yang sudah dilakukan pelepasan hak atas objek pengadaan tanah,
maka hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan tanah nya sudah resmi terputus dalam
hukum. Selanjutnya kepala kantor pertanahan melakukan pencatatan pada buku tanah dan daftar
umum pendaftaran tanah lain nya.10 Lalu lembaga pertanahan menyerahkan hasil pengadaan
tanah kepada instansi yang memerlukan tanah. Setelah itu instasi wajib melakukan sertifikasi
terhadap bidang tanah yang sudah diserahkan dalam kurun waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak penyerahan hasil pengadaan tanah

Sedangkan jika objek pengadaan tanah sedang menjadi perkara di pengadilan negeri atau
ganti rugi yang ditipkan di pengadilan negeri maka ketua pelaksana pengadaan tanah harus
menyampaikan kepada ketua pengadilan dan pihak-pihak yang terkait mengenai terhapusnya hak
dan tidak berlakunya lagi surat-surat kepemilikan serta putusnya hubungan hukum antara pihak
yang berhak dengan tanah nya. Berlaku juga dengan objek pengadaan tanah yang yang masih di
persengkatakan kepemilikannya, disita oleh pejabat yang berwenang.

10
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan, pasal 100
Jika dalam hal ini pihak yang berhak tidak ingin melepaskan hak atas tanah nya, maka;11

a. Ketua pelaksana pengadaan tanah membuat berita acara pelepasan hak objek pengadaan
tanah bagi yang berhak.

b. Kepala kantor pertanahan memberikan pengumuman terkain penghapusan atau tidak


berlakunya bukti hak dari tanah.

c. Kepala kantor pertanahan mencatan penghapusan dan tidak berlakunya lagi hak atas
tanah pada buku tanah dan daftar umum pendaftaran tanah lainnya.

Untuk pelepasan objek pengadaan tanah nanti nya akan dilakukan oleh pihak yang berhak
kepada negara dihadapan kepala kantor pertanahan setempat. Dalam rangka melakukan
pelepasan hak objek pengadaan tanah, pelaksana pengadaan tanah harus mempersiapkan;

a. Surat pernyataan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.

b. Menarik bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah dari pihak yang
berhak.

c. Memberikan tanda terima pelepasan.

d. Melengkapi tanggal, paraf dan cap pada sertipikat dan buku tanah bukti kepemilikan
yang sudah dilepaskan kepada negara.

Sedangkan dari pihak yang berhak dan kuasanya sendiri dalam menerima ganti rugi
berkewajiban untuk;12

a. Menandatangani surat pernyataan pelepasan/penyerahan hak atas tanah/ bangunan/


tanaman/ hal lain yang berhubungan dengan tanah

b. Menandatangani berita acara pelepasan hak

c. Menyerahkat surat-surat kepemilikan atas objek pengadaan tanah kepada instansi yang
memerlukan tanah melalui pelaksana pengadaan tanah.

11
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan, pasal 108
12
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan, pasal 98
d. Menyerahkan salinan identitas diri atau identitas kuasanya

Tahap selanjutnya, instansi dapat langsung melaksanakan pembangunan setelah selesai


melakukan sertifikasi terhadap tanah yang sudah diberikan. Meskipun nantinya terdapat
keberatan atau gugatan pengadilan, instansi tetap dapat melaksanakan pembangunan.13 Tentunya
dengan pemantauan dan evaluasi dari pihak BPN terhadap penguasaan, pemilikan, penggunaan
dan pemanfaatan hasil pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

BAB VI
SUMBER DANA PENGADAAN TANAH

6.1 Sumber Pendanaan

Dalam perpres nomor 71 tahun 2012 pasal 116 disebutkan untuk pendanaan
pembangunan nya sendiri, menjadi tanggung jawab dari instansi yang akan melakukan

13
Perpres nomor 71 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan, pasal 114
pembangunan yang di jabarkan dalam dokumen penganggaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan untuk pendanaan selama proses pengadaan tanah itu
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara/anggaran pendapatan dan belanja
daerah, hal tersebut tertera dalam pasal 117. Namun pada tahun 2014 terdapat penambahan pasal
terkait dengan pendanaan, yakni pasal 117 A yang menjelaskan bahwa untuk pendanaan
pengadaan tanah bagi kepentingan umum dapat bersumber terlebih dahulu dari instansi yang
memerlukan tanah yang bertindak atas nama lembaga negara / kementrian / lembaga negara non
kementrian / pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota. Untuk selanjutnya akan
dibayar kembali oleh lembaga negara setelah proses pengadaan tanah selesai.

Jika pengadaan tanah dilakukan oleh badan hukum milik negara/badan usaha milik
negara, maka pendanaan bersumber dari internal perusahaan atau sumber lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII

HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT

7.1 Hak Dari Pihak Yang Berhak


7.1.1 Pasal 55

Selama penyelenggaraan pengadaan tanah berlangsung, pihak yang berhak mempunyai


hak untuk: mengetahui rencana penyelenggaraaan pengadaan tanah dan berhak untuk
mendapatkan informasi mengenai pengadaan tanah. Selain itu, msayarakat juga dapat berperan
serta dalam memberikan masukan secara lisan ataupun tertulis mengenai proses pengadaan tanah
serta memberikan dukungan selama proses pengadaan tanah sedang berlangsung.

BAB VIII
PENUTUP

8.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dibuatnya undang-undang nomor 2
tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum ini bertujuan
untuk menyeimbangkan keadilan antara pihak yang memiliki kuasa atas tanah mereka dengan
instansi yang memerlukan tanah. Setelah dikeluarkan nya undang-undang ini, maka keluarlah
peraturan presiden nomro 71 tahun 2012 yang mengatur tentang proses pengadaan tanah bagi
pembangunan itu sendiri. Yang mana dalam undang-undang dan peraturan presiden ini sudah
diatur mulai dari proses awal yakni perencanaan hingga proses akhir yakni proses pelepasan hak
atas tanah dari pihak yang berhak. Sehingga selama proses pengadaan tanah berlangsung, tidak
ada pihak yang merasa di rugikan. Karena pada akhirnya, tujuan dilakukannya penyelenggaraan
tanah ini sendiri adalah untuk melakukan pembangunan yang sudah menjadi kewajiban bagi
pemerintah demi meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Anda mungkin juga menyukai