Anda di halaman 1dari 7

Tersedia online di: http://ejournal.undip.ac.id/index.

php/teknik

Teknik, 36 (1), 2015, 32-38

PELUANG PENGEMBANGAN SMART CITY UNTUK MEWUJUDKAN


KOTA TANGGUH DI KOTA SEMARANG
(Studi Kasus: Penyusunan Sistem Peringatan Dini Banjir Sub Drainase Beringin)

S. Sariffuddin*)

Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah & Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,
Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275

Abstrak
Kota tangguh menjadi metafora baru yang banyak diperdebatkan oleh para perencana dan peneliti
kota dalam upaya menjamin keberlanjutan. Konsep ini mengusulkan 2 kerangka konsep yaitu model
ekuilibrium dan model non-ekuilibrium. Perbedaan kedua model ini adalah cara kota untuk
beradaptasi terhadap bahaya yang dihadapi. Di model keseimbangan/ ekuilibrium, sistem kota harus
memiliki titik acuan sebagai orientasi tujuan pembangunan kota. Jika terdapat gap antara dokumen
perencanaan dan hasil pembangunan, perencana kota dapat mengembalikan proses perencanaan
sesuai tujuan perencanaan dan pembangunan. Di sisi lain, model non-ekuilibrium menawarkan
sistem adaptasi. Dalam perspektif non-ekuilibrium, ketahanan diartikan sebagai kemampuan sistem
kota untuk beradaptasi dan menyerap perubahan dari internal maupun eksternal. Terdapat kebutuhan
baru dalam mengelola kota yaitu respon cepat, data yang akurat dan real time. Konsep kota pintar/
smart city menawarkan sebuah solusi melalui penyediaan data real time dan menjadi penghubung
antara intervensi top-down dengan partisipasi bottom-up. Kota pintar tidak hanya menyediakan
sistem informasi dan teknologi, namun juga mendukung modal intelektual. Artikel ini menggunakan
studi literature melalui perbandingan 2 konsep literature yaitu smart city dan kota tangguh/ resilience
city. Dari pembahasan diketahui bahwa smart city dapat mendukung kota untuk bisa bertahan melalui
sistem peringatan dini. Sistem ini dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui
bahaya dan mendukung upaya yang harus dilakukan secara mandiri.

Kata kunci: kota tangguh; kota pintar; sistem peringatan dini

Abstract
[The Opportunities of Smart City Development to Realize the Resilient City in Semarang (Case
Study: Flood Early Warning System in Beringin Sub-Drainage] City of resilience become to a new
metaphor that debated by researcher and urban planner to manage its city in order to ensure
sustainability. This concept suggests 2 conceptual frameworks: equilibrium or isolation model and
non-equilibrium model. The differences of both models are the way of city to adapt from disturbance.
In equilibrium model, urban system must own end point or terminal as city orientationor goal. If any
gap between planning document and development result, urban planner has to restore the
development process into its plan or end point. On the other hand, non-equilibrium model offers
adaptation system. In non-equilibrium perspective, resilience is the ability of an urban system to adapt
and adjust to changing internal or external processes. There is a new necessity to manage city i.e.
quick response, adequate data and correct according real time data. Smart City offers a solution to
provide real time data and bridging between top-down intervention and bottom-up participation.
Smart city doesnt only provide information system and technology, yet its concept can support
intellectual capital. This article used literature study through compare 2 conceptual theoretical
framework i.e. smart city and resilience city. From this discuses found out that smart city can support
city to be resilience with early warning system. This system can improve human ability to know a
circumstance and action to evacuation.

Keywords: urban resilience;smart city; early warning system

1. Pendahuluan Fenomena ekologi global ini berdampak signifikan


Perubahan iklim menjadi permasalahan terhadap keseimbangan sumber daya air terutama pada
lingkungan hidup yang menyita perhatian dunia. siklus hidrologi. Peningkatan suhu rata-rata
------------------------------------------------------------------ mempengaruhi besarnya air yang terevaporasi ke
*)
Penulis Korespondensi. atmosfir. Akan tetapi, proses dan besarnya evaporasi
E-mail: sariffuddin@undip.ac.id
Copyright 2015, TEKNIK, ISSN 0852-1697
Teknik, 36 (1), 2015, 33

ini tidak sama antara satu daerah dengan daerah (Information and Communications Technology)
lainnya. Akibatnya, sebagian daerah akan mengalami menyusun prototype kota pintar (smart city). Mereka
surplus air sedangkan di waktu yang sama daerah lain menawarkan membangun modal infrastruktur
mengalami kondisi sebaliknya. Di saat terjadi (infrastructure capital) dan modal pengetahuan
perubahan alam ekstrim, daerah yang mendapatkan (intelectual capital) baru yang lebih interaktif, real
surplus air bisa mengalami bencana hidro-meteorologi time (Abdoullaev, 2011) dan dapat menjadi
sedangkan daerah lainnya justru kekeringan (Zhang penghubung antara masyarakat dan pemerintah
dkk., 2012; Eregno dkk., 2013). Bencana hidro- (Tomordy, 2010). Penerapan smart city di dalam
meteorologi dapat berupa banjir, angin topan dan pemerintahan sering disebut dengan e-government
kekeringan. Di Indonesia sendiri rata-rata kenaikan yang memandang smart city sebagai sebuah inovasi
suhu permukaan bumi diperkirakan 0,16C (Harger, dalam manajemen dan kebijakan (Nam, 2011).
1995). Sistem peringatan dini banjir menjadi salah
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa satu solusi yang ditawarkan oleh para pakar ICT
bencana hidro-meteorologi berhubungan erat dengan dalam menghadapi bencana banjir. Sistem ini sangat
kerugian ekonomi. EM-DAT, sebuah lembaga krusial berperan dalam upaya mitigasi bencana (Balis
penelitian kebencanaan dunia mencatat adanya dkk., 2011). Memberikan informasi aktual dan real
hubungan signifikan antara kejadian bencana hidro- time, sistem ini bertujuan untuk mengurangi kerugian
meteorologi dengan kerugian ekonomi dan korban ekonomi hingga korban jiwa. Dalam upaya
jiwa (Leaning dan Guha-Sapir, 2013). Bencana hidro- mewujudkan kota tangguh, ESCAP (2008)
meteorologi menjadi ancaman terbesar dibandingkan menempatkan sistem peringatan dini sebagai upaya
jenis bencana alam lainnya. Kejadian bencana ini kesiapsiagaan (preparedness) sebelum terjadi
relatif lebih sering/ periodik dan cenderung terus bencana. Mempertimbangkan tantangan global,
meningkat. Bahkan beberapa ahli memasukkan menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah smart
persoalan ekologi global ini sebagai salah satu trinitas city mampu menjadi solusi untuk mewujudkan kota
dunia yang paling berpengaruh terhadap kehidupan tangguh?
dan perkembangan kota (Abdoullaev, 2011).
Kekhawatiran ini sangat beralasan karena 2. Metode Penelitian
pertumbuhan penduduk terbesar terjadi di perkotaan. Untuk menjawab pertanyaan itu, artikel ini
Diproyeksikan 60% pertumbuhan penduduk dunia disusun berdasarkan metode studi pustaka melalui
berlangsung di negara-negara asia dan setengahnya eksplorasi dua pendekatan pengembangan kota, yaitu
akan menempati daerah perkotaan (McDonald dkk., pengembangan kota dari sudut pandang ekologi atau
2011). Kajian lain yang mendukung proyeksi sering di kenal dengan istilah resiliencecity dan
McDonald dkk (2011), dilakukan oleh Kundu (2011) pengembangan kota dari sudut pandang teknologi
Amitabh Kundu di bawah International Institute for informasi atau smart city. Bagi perencana kota, dua
Environment and Development (IIED), menunjukkan pendekatan ini sangat diperlukan dalam upaya
pertumbuhan penduduk khusus Asia Tenggara di tahun merencanakan dan merancang kota agar mampu
2000-2030 akan meningkat sebesar 48%54%. merespon dinamika global berupa permasalahan
Khusus Indonesia, pertumbuhan penduduk akan terus lingkungan hidup, masalah sosial masyarakat, dan
meningkat sebesar 48%56% dan terkonsentrasi di pesatnya perkembangan teknologi informasi.
kota-kota Pulau Jawa khususnya di Pantai Utara Jawa Artikel ini akan membahas dalam 5 bagian.
(World Bank, 2009). Tidak terkecuali penduduk Bagian pertama berupa pendahuluan. Bagian kedua
metropolitan Semarang (Kedungsepur) yang berisi konsep kota tangguh (resilience city)
diperkirakan akan mencapai kurang lebih 7,135 juta menjelaskan usulan para pakar ekologi untuk
jiwa pada tahun 2030, dimana 36% dari akumulasi membangun kota tangguh. Bagian tiga berisi konsep
jumlah tersebut akan tinggal di Kota Semarang smart city dan sistem peringatan dini untuk
(Kementerian Pekerjaan Umum, 2012). mendukung kota tangguh. Bagian keempat berisi studi
Fenomena ini menjadikan pengingat bagi para kasus penyusunan sistem peringatan dini banjir di
perencana kota untuk mengembangkan model kota Kota Semarang dan menyimpulkan pada bagian lima
tangguh (resilience city). Salah satu persoalan yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian.
perlu diakomodasi dalam pengambilan keputusan
perencanaan dan pembangunan kota adalah 3. Kota Tangguh (Resilience City)
permasalahan kota yang terjadi secara real time seperti Sudut pandang mengenai kota tangguh
banjir. Tidak menentunya cuaca telah berpengaruh (resilience city) cukup beragam sesuai bidang ilmu
pada tidak teraturnya siklus hidrologi dan curah hujan para penelitinya. Metafora kota tangguh banyak
(Eregno dkk., 2013). Kondisi ini perlu diantisipasi dikaitkan dengan upaya mitigasi bencana (Pelling,
terutama untuk kota-kota rawan banjir melalui 2003, Shaw dkk., 2009), adaptasi terhadap perubahan
pengakomodasian kondisi real time dalam iklim (Calthorpe, 2011; Yuen dan Kumssa, 2011) dan
pengambilan keputusan perencanaan dan stabilitas perekonomian (Capello dan Faggian, 2002;
pembangunan kota. Simmie dan Martin, 2010). Maraknya pemikiran baru
Menjawab tantangan itu, para pakar ICT ini sebagai upaya menjawab ketidakpastian masa

Copyright 2015, TEKNIK, ISSN 0852-1697


Teknik, 36 (1), 2015, 34

depan kota dan respon berbagai persoalan global yang lapangan ditawarkan oleh konsep smart city. Konsep
dikhawatirkan berpengaruh terhadap keberlanjutan kota pintar (smart city) pada dasarnya juga
kota (Musacchio, 2002). membangun sistem perkotaan berupa sistem
Untuk mewujudkan kota tangguh, para ahli infrastruktur, sistem komunikasi, dan pelibatan
ekologi mengusulkan 2 model yaitu (1) model masyarakat kota dalam kebijakan perencanaan dan
stabilitas atau keseimbangan (equilibrium) atau sering pengelolaan kota (Navarrete dkk., 2009; Vicini, 2012).
juga disebut isolasi dan (2) model non-ekuilibrium Konsep ini diyakini mampu mewujudkan kota
(non-equilibrium)(Tansley, 1935; Pickett dkk., 2004). tangguh melalui proses pemberian informasi real time.
Menurut paradigma stabilitas atau keseimbangan ESCAP (2008) menyusun model masyarakat tangguh
(equilibrium), ketahanan diartikan sebagai dengan mengintegrasikan tiga komponen yaitu
kemampuan suatu sistem untuk kembali ke titik preparedness, mitigation, dan recovery. Sistem
keseimbangannya seperti sedia kala. Ini menunjukkan peringatan dini sendiri merupakan bagian dari
adanya satu titik absolut yang dijadikan acuan, jika preparedness atau kesiapsiagaan.
terdapat distorsi/ melenceng maka harus dikembalikan
pada kondisi semula. Di sisi lain, sudut pandang non- 4. Sistem Peringatan Dini dan Smart City
ekuilibrium mengartikan ketahanan sebagai Ungkapan peringatan dini digunakan di banyak
kemampuan sistem untuk menyerap dan mampu aspek yang mengindikasikan pemberian/ penyediaan
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan hidup. informasi untuk bersiap siaga menghadapi bahaya,
Konsep adaptasi muncul pada konsep pemikiran ke dimana informasi ini mudah ditangkap masyarakat
dua ini (non-equilibrium). guna melakukan persiapan (Basher, 2006). Definisi
Dalam kaitannya dengan perencanaan dan sistem peringatan dini merujuk pada ISDR (2004)
perancangan kota, konsep kota tangguh dari para ahli yang mengartikan sistem peringatan dini sebagai
ekologi (urban ecology) memiliki persamaan dengan penyediaan informasi yang tepat dan efektif melalui
prinsip perencanaan kota yaitu struktur dan fungsi. lembaga terpercaya yang memungkinkan seseorang
Di Indonesia dikenal dengan istilah struktur ruang dalam kondisi bahaya untuk mengambil tindakan
merepresentasikan struktur dan pola ruang menghindari atau mengurangi risiko. Sistem
merepresentasikan fungsi. Para ahli ekologi peringatan dini tidak harus bersifat top-down, tetapi
memandang kota sebagai ekosistem tempat interaksi bisa juga bersifat bottom-up melalui keterlibatan
organisme dengan lingkungannya dan saling masyarakat (IFRC, 2012). Kearifan lokal perlu
mempengaruhi secara sirkuler (Soemarwoto, 1983). diakomodasi sebagai pengetahuan lokal yang
Ekosistem sendiri juga memuat struktur dan fungsi, berkembang di tengah-tengah masyarakat (Nakmofa
struktur mengindikasikan sistem interaksi sedangkan dan Lassa, 2009). Begitu pula dengan sistem
fungsi menunjukkan peran masing-masing elemen peringatan dini, masyarakat memiliki pengetahuan
dalam sistem itu (Tansley, 1935; Pickett, 2002). lokal yang sering disebut dengan biodetektor dan
Berdasarkan prinsip ekuilibrium dan non- geodetektor. Pengetahuan ini mereka pelajari selama
ekuilibrium, sebenarnya perencanaan kota juga hidup mereka di tempat tinggalnya (Lassa, 2009) yang
menerapkan dua prinsip tersebut. Rencana tata ruang terbentuk dari hubungan/ interaksi antara masyarakat
di Indonesia selalu dievaluasi setiap 5 tahun sekali, ini dengan lingkungannya atau sering disebut dengan
merupakan upaya untuk beradaptasi dengan local ecological knowledge (LEK) (Folke, 2006).
dinamika perkembangan di lapangan. Setiap ada Perhatian internasional terhadap penelitian
penyimpangan antara pembangunan dan rencana tata kearifan lokal terus meningkat (Steele dan Shackleton,
ruang, selalu dievaluasi untuk dikembalikan sesuai 2010). Kelompok masyarakat ini acapkali berada
dengan tujuan perencanaan dan pembangunan yang diantara masyarakat miskin yang terus bertahan dari
telah ditetapkan. Prinsip equilibrium berlaku untuk keterbatasan. Mereka memiliki populasi dominan
keadaan yang terukur dan terekam oleh data. Namun terutama di negara berkembang dan memiliki berbagai
bagaimana untuk fenomena yang membutuhkan pengetahuan lokal yang terus dikembangkan. Pada
respon cepat? Seperti bahaya banjir, kenaikan muka prinsipnya terminologi LEK digunakan untuk
air laut, dan timbulnya wabah penyakit akibat mendeskripsikan pengetahuan lokal yang dibangun
perubahan iklim. Sangat sulit jika kebijakan kota oleh masyarakat dalam kaitannya dengan lingkungan
mengikuti dokumen perencanaan yang dievaluasi sekitar dan menjadi suatu pengetahuan sangat penting.
setiap 5 tahun sekali. Ini mengindikasikan perlunya LEK dibangun dari berbagai aspek lokal,
kebijakan jangka pendek yang cepat dan berdasarkan digunakan sebagai dasar bagi masyarakat untuk
data dan informasi rasional dan akurat di lapangan. mengelola lingkungan hidup dan memuat informasi
Memerlukan informasi real time untuk memantau yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup
stabilitas kota agar kota bisa beradaptasi dan tetap mereka (survival). Secara umum, pengetahuan lokal
menjalankan fungsinya. Ini menunjukkan bahwa ini terbentuk dari karakteristik sosial budaya
prinsip non-equilibrium diperlukan sebagai upaya masyarakat, politik, agama, gender, umur, tingkat
perumusan kebijakan cepat dan akurat. pendidikan, ekonomi dan kepercayaan masyarakat.
Informasi real time sebagai jembatan untuk Merujuk pada pernyataan Briggs (2005) bahwa
mengurangi gap antara kebijakan dengan kondisi di pengetahuan lokal merupakan sistem nilai-nilai

Copyright 2015, TEKNIK, ISSN 0852-1697


Teknik, 36 (1), 2015, 35

sederhana yang murni dan berlaku di masyarakat, proyek peningkatan ketahanan kota dalam program
LEK terus berkembang sesuai kebutuhan perubahan ACCCRN (Asian Cities Climate Change Resilience
komunitas sebagai respons terhadap perubahan- Network), didukung oleh Rockeffeller Foundation dan
perubahan yang bersifat internal maupun eksternal. MercyCorps Indonesia yang dimulai dari tahun 2009.
LEK menjadi salah satu ukuran pengetahuan dan Sepuluh kota di Asia Tenggara mendapatkan proyek
kemampuan masyarakat dalam merespon lingkungan ini, yaitu Semarang dan Bandar Lampung di
hidup sebagai dasar penyusunan konsep pembangunan Indonesia; Indore, Surat dan Gorakhpur di India;
yang melibatkan masyarakat. Pengetahuan lokal Chiang Rai dan Hat Yai di Thailand; dan Can Tho, Da
terkadang justru menjadi satu norma yang efektif Nang dan Quy Nhon di Vietnam. Program ini
dalam mengatur perilaku masyarakat terhadap mendorong kebijakan nasional maupun lokal untuk
lingkungan. Pembangunan harus dimulai dari meningkatkan ketahanan kota terhadap perubahan
konstruksi lokal untuk mengetahui kehidupan mereka, iklim. Proyek ini memprioritaskan 3 hasil (outcomes),
sejarah, dan kondisi yang disebabkan oleh dan untuk yaitu (Brown dkk., 2012):
suatu perubahan lingkungan hidup. a. Meningkatnya kemampuan kelembagaan
Gambaran di atas mengindikasikan bahwa (capacity building) melalui peningkatan kapasitas
pengetahuan yang diperlukan untuk membangun untuk merencanakan, mengatur pembiayaan, dan
sistem peringatan dini tidak selamanya harus top- meningkatkan koordinasi dalam peningkatan
down. Perlu ada jembatan untuk mengakomodasi ketahanan kota bersama ACCCRN.
intelectual capital yang telah ada dan tidak b. Membangun jaringan untuk meningkatkan
menggantikannya dengan sistem baru. Jembatan pengetahuan dan pembelajaran melalui saling
pengetahuan dan informasi ini ditawarkan oleh smart berbagi pengetahuan praktis terutama pada
city. kualitas kesadaran terhadap bahaya, keterlibatan
Smart City atau Intelligent City (kota pintar) stakeholder
menjadi jembatan koordinasi antara kebijakan top- c. Ekspansi dan perluasan program, diharapkan
downdari pemerintah dan partisipasi masyarakatsecara program ini bukan hanya dapat diterapkan di 10
bottom-up (Tomordy, 2010). Masyarakat kota secara kota target pertama tetapi juga dapat diterapkan
langsung dapat berpartisipasi di dalam pengambilan untuk daerah lain melalui pembelajaran bersama.
kebijakan, manajemen kota, maupun memberikan Permasalahan di Kota Semarang yang cukup
informasi dan masukan. Koordinasi antara pemangku mendapatkan perhatian adalah rob dan banjir. Pesisir
kebijakan dengan masyarakat dapat terjalin secara Kota Semarang menjadi salah satu yang paling
langsung dan real time. Seluruh data dari berbagai terdampak akibat perubahan iklim berupa semakin
sumber dikompilasi dan diolah menjadi satu informasi luasnya genangan rob, penurunan tanah dan erosi
besar (Batty, 2013). Hubungan dua arah yaitu top- (Dewi, 2007; Marfai, 2008). Masyarakat setempat
down dan bottom-up diharapkan akan membentuk terpaksa harus bertahan dan menerima kondisi
kesadaran masyarakat (intelectual capital) terhadap lingkungan yang terus memburuk. Dengan
kota. Mereka memiliki rasa memiliki serta merasakan kemampuan terbatas, mereka harus hidup harmonis
kondisi dan risiko bersama yang sangat diperlukan di dengan kondisi lingkungan, melalui peninggian
dalam pembuatan sistem peringatan dini. Prinsip ini bangunan, meninggikan lantai rumah dan menutup
sangat penting untuk mewujudkan kota tangguh sesuai saluran air di saat air pasang (Marfai, 2008;
dengan model non-equilibrium. Sariffuddin dan Susanti, 2011). Persoalan ini menjadi
Sistem peringatan dini diperlukan sebagai salah satu perhatian Kota Semarang untuk
seperangkat informasi untuk memberikan informasi mewujudkan kota tangguh (resilience city) terutama
kepada masyarakat secara individu, komunitas dalam merespon perubahan iklim global (Azis dkk.,
maupun organisasi yang terancam oleh bencana agar 2010).
mampu menyiapkan diri menghindari bencana Selain rob, Kota Semarang juga menjadi daerah
(UNISDR, 2009). Sistem peringatan dini bukan hanya rawan banjir. Hujan kurang dari 1 jam sudah
membangun teknologi informasi tetapi juga berpotensi banjir (Suara Merdeka, 2013). Banyak
mengembangkan pengetahuan masyarakat terhadap upaya telah dilakukan pemerintah kota yaitu dari
bahaya bencana dan strategi-strategi yang bisa penguatan kelembagaan hingga pembangunan
dilakukan untuk menyelamatkan diri (IFRC, 2012). infrastruktur drainase, namun belum sepenuhnya
Dalam lingkup ini, smart city tidak hanya bertindak berhasil karena seluruh program penanggulangan
satu arah yaitu top-down tetapi juga bottom-up. banjir masih dalam proses pelaksanaan. Proyek
Konsep ini diyakini mendukung sistem peringatan dini penyusunan sistem peringatan dini ini menjadi salah
berbasis komunitas. Sehingga nilai-nilai lokal yang satu bagian yang mendukung program penguatan
sudah ada di masyarakat tidak hilang, justru bisa kelembagaan penanggulangan banjir Kota Semarang
diakomodasi di dalam sistem peringatan dini. (Suara Merdeka, 2012). Sistem peringatan dini banjir
ini bukan hanya berorientasi sistem yang bersifat
5. Studi Kasus: Sistem Peringatan Dini Banjir mekanistis tetapi juga pelibatan masyarakat aktif
Kota Semarang untuk mengenali karakteristik banjir di 7 kelurahan
Kota Semarang menjadi salah satu lokasi yaitu: Kelurahan Bringin, Wonosari, Tambak aji,

Copyright 2015, TEKNIK, ISSN 0852-1697


Teknik, 36 (1), 2015, 36

Wates, Gondoriyo, Mangunharjo dan Terboyo Wetan. berada di bawah tim kota (city team) yang dibentuk
Ketujuh kelurahan ini merupakan bagian dari sub dari unsur pemerintah, NGO, dan perguruan tinggi.
drainase Mangkang yang dialiri oleh Sungai Bringin. Perguruan tinggi bertindak sebagai peneliti dan
Ada 2 tipologi karakteristik banjir yaitu (1) membuat model dan instrumen sistem peringatan dini.
banjir bandang dan (2) genangan lokal akibat banjir SKPD bertindak sebagai pelaksana kegiatan dan
dan rob. Pola pengelolaan dan mekanisme pemberi informasi dan data terkait. Adapun LSM
penyelamatan juga berbeda antara masyarakat di bertindak sebagai fasilitator penghubung antara
pesisir pantai dengan masyarakat yang tinggal di masyarakat dengan tim kota. Proses community
perbukitan. Jalur evakuasi untuk masyarakat development dilakukan oleh LSM guna mengetahui
perbukitan sangat dibutuhkan sedangkan masyarakat karakteristik masyarakat dan upaya yang telah
pesisir tidak membutuhkannya karena masyarakat dilakukan oleh mereka.
pesisir lebih cenderung memanfaatkan kapal-kapal Sistem peringatan dini ini meliputi pencatatan
mereka sebagai tempat berlindung (flood shelter). curah hujan dan pencatatan ketinggian muka air
Genangan banjir lebih banyak terjadi di wilayah sungai yang kemudian ditransmisi menjadi kode
pesisir dan menggenang lebih lama dibandingkan sinyal oleh sensor yang terpasang. Sinyal ini
daerah perbukitan. Tingkat ancaman banjir juga ditransmisi ke server yang berada di PSDA (sebagai
berbeda di dua karakter wilayah ini. Banjir di daerah penanggung jawab alat) dan ke BPBD (sebagai
perbukitan (Kelurahan Wates, Gondoriyo, Tambakaji, penanggung jawab kebencanaan). Level kesiagaan
Wonosari, dan Bringin), pada kedalaman 1 meter bencana diputuskan oleh BPBD kemudian ditransmisi
sudah menghancurkan rumah dan berbahaya bagi ke kecamatan, kelurahan dan KSB (kelompok sadar
keselamatan. Berbeda dengan banjir yang bencana).
menggenang di kelurahan Mangunharjo dan
Mangkang Wetan, banjir di dua kelurahan ini bersifat 6. Kesimpulan
menggenang, kedalaman bisa mencapai 2 meter. Prinsip utama smart city adalah menjadi
Meskipun terdapat perbedaan karakter banjir, jembatan antara kebijakan pemerintah yang bersifat
masyarakat memiliki persamaan persepsi mengenai top-down dengan partisipasi masyarakat yang bersifat
penyebab banjir dan mekanisme sistem peringatan bottom-up. Prinsip ini mendukung pencapaian
dini yang mereka bangun sendiri. Perubahan guna intelectual capital masyarakat kota untuk
lahan baik di daerah hulu maupun hilir menjadi meningkatkan kesadaran mereka terhadap kota.
'diduga kuat' oleh masyarakat menjadi penyebab Prinsip ini juga berlaku dalam penyusunan sistem
bencana banjir. Begitupula sistem peringatan dini yang peringatan dini, yaitu untuk meningkatkan
mereka bangun, dengan mekanisme tepuk tular kewaspadaan masyarakat terhadap bencana. Nilai-nilai
dengan memanfaatkan hand phone, kentongan, lokal berupa pengetahuan lokal masyarakat mengenai
speaker masjid menjadi media masyarakat untuk bencana dan sistem peringatan dini berbasis
menyebarkan informasi banjir. Masyarakat juga komunitas perlu diakomodasi sebagai bentuk feedback
memiliki mekanisme prediksi banjir, dari pengalaman yang bersifat bottom-up. Nilai pengetahuan lokal yang
mereka jika hujan deras lebih dari setengah jam di terbentuk melalui social ecological knowledge dalam
daerah hulu maupun hilir maka dapat dipastikan sistem peringatan dini menjadi embrio intelectual
banjir. capital masyarakat yang terus dikembangkan dan
Sinyal lokal yang dipelajari masyarakat jika bukan dihilangkan serta digantikan menggunakan
akan terjadi banjir adalah melalui perubahan perilaku sistem baru. Merujuk pada pertanyaan penelitian:
hewan yang dipelihara oleh masyarakat. Perubahan apakah smart city mampu menjadi solusi untuk
perilaku hewan seperti ayam yang berkokok dan mewujudkan kota tangguh? SmartCity mampu
panik, banyak tikus berlarian sebagai instrumen menjadi salah satu solusi kota tangguh karena
biodetektor yang dipelajari oleh masyarakat sebagai konsepnya yang dibangun dari sistem informasi dan
media antisipasi terhadap bahaya banjir. Disamping mampu bekerja dua arah (bottom-up dan top-down).
melihat perubahan perilaku hewan, masyarakat juga Di dalam upaya manajemen perkotaan,
melihat kenaikan air permukaan sungai. Biasanya perencana kota dihadapkan pada kondisi jangka
masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai panjang dan jangka pendek yang harus perlu
selalu meninjau muka air sungai ini setiap saat. Sinyal mendapatkan penanganan berdasarkan informasi real
geodetektor ini mereka koordinasikan dengan time di lapangan. Untuk mewujudkan kota tangguh
masyarakat di hulu terutama untuk memantau curah bukan hanya model equilibrium tetapi juga perlu
hujan dan debit air sungai. Selama ini sistem informasi adanya dukungan model non-equilibrium sebagai
yang mereka gunakan sebatas menggunakan hand upaya adaptasi kota. Konsep SmartCity memiliki
phone. kemampuan untuk memberikan informasi akurat, riil
Pembuatan sistem peringatan dini banjir dan cepat sebagai dasar pengambilan kebijakan
melibatkan pemerintah, masyarakat, NGO dan penanganan kota.
perguruan tinggi. Dinas pemerintah yang terlibat Merujuk pada tujuan pembangunan kota yaitu
langsung adalah BPBD, BLH, PSDA, BMKG, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, maka perlu
Bappeda Kota Semarang. Koordinasi substansi proyek peningkatan modal intelektual (intelectual capital)

Copyright 2015, TEKNIK, ISSN 0852-1697


Teknik, 36 (1), 2015, 37

yang hanya tercapai melalui pemberdayaan Resilience. Environment And Urbanization, 24,
masyarakat. Nilai-nilai lokal berupa pengetahuan lokal 531-556. Http://Dx.Doi.Org/10.1177/095624
tidak semestinya dihapus dan digantikan di dalam 7812456490
kebijakan pembangunan kota termasuk di dalam Calthorpe, P. (2011). Urbanism In The Age Of Climate
penyusunan sistem peringatan dini. Justru nilai lokal Change. Washington, Covelo, London: Island
ini menjadi embrio penguatan intelectual capital yang Press.
harus terus dikembangkan oleh seluruh stakeholder Capello, R., Faggian, A. (2002). An Economic-
kota. Ecological Model Of Urban Growth And
Urban Externalities: Empirical Evidence From
Ucapan Terima Kasih Italy. Ecological Economics, 40, 181-198.
Artikel ini tersusun atas kontribusi penulis di Http://Dx.Doi.Org/10.1016/S0921-
dalam proyek flood forecasting and warning system as 8009(01)00252-X
climate change adaptation measures in Semarang City Dewi, A. (2007). Community-Based Analysis Of
yang didukung oleh The Rockefeller Foundation dan Coping With Urban Flooding: A Case Study In
MercyCorps Indonesia. Oleh karena itu, penulis Semarang, Indonesia. Master Of Science, Itc.
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang Eregno, F. E., Xu, C. Y., Kitterd, N. O. (2013).
terlibat di dalam proyek ini, terutama donatur dan para Modeling Hydrological Impacts Of Climate
implementer. Change In Different Climatic Zones.
International Journal Of Climate Change
Daftar Pustaka Strategies And Management, 5, 344-365.
Http://Dx.Doi.Org/10.1108/Ijccsm-04-2012-
Abdoullaev, A. (2011). A Smart World: A 0024
Development Model For Intelligent Cities. The ESCAP. (2008). Building Community Resilience To
11th Ieee International Conference On Natural Disasters Through Partnership:
Computer And Information Technology (Cit- Sharing Experience And Expertise In The
2011). Http://Www.Cs.Ucy.Ac.Cy/Cit2011/ Region. New York: United Nations.
Files/Smartworld.Pdf Folke, C. (2006). Resilience: The Emergence Of A
Azis, A., Adji, B. S., Fadjar, W., Hadi, T. S., Perspective For SocialEcological Systems
Hardhiyanto, G., Hardono, T., Istini, N. M., K, Analyses. Global Environmental Change, 16,
S., Miswan, Pasimin, Rohmatulloh, M. A., E.S, 253-267. Http://Dx.Doi.Org/10.1016/J.
S. M., Sasongko, P. D., Setio, H., Suhardjono, Gloenvcha.2006.04.002
Siswanto, Suwarno, D., Sari, A. D., Yoppy. Harger, J. R. E. (1995). Air-Temperature Variations
(2010). City Resilience Strategy: Semarang's And Enso Effects In Indonesia, The Philippines
Adaptation Plan In Responding To Climate And El Salvador. Enso Patterns And Changes
Change. Semarang: Tahta Undip. From 18661993. Atmospheric Environment,
Balis, B., Kasztelnik, M., Bubak, M., Bartynski, T., 29, 1919-1942. Http://Dx.Doi.Org/
Gubaa, T., Nowakowski, P. Dan Broekhuijsen, 10.1016/1352-2310(95)00017-S
J. (2011). The Urbanflood Common IFRC. (2012). Community Early Warning System.
Information Space For Early Warning Systems. Geneva: The International Federation Of Red
Procedia Computer Science, 4, 96-105. Cross And Red Crescent Societies (Ifrc).
Http://Dx.Doi.Org/10.1016/J.Procs.2011.04.01 ISDR. (2004). Terminology: Basic Terms Of Disaster
1 Risk Reduction [Online]. Geneva: International
Basher, R. (2006). Global Early Warning Systems For Strategy For Disaster Reduction Secretariat.
Natural Hazards: Systematic And People- Available: Http://Www.Unisdr.Org/Eng/
Centred. Philosophical Transactions Of The Library/Lib-Terminology-Eng%20home.Htm
Royal Society A: Mathematical, Physical And [Accessed 26 Maret 2015].
Engineering Sciences, 364, 2167-2182. Kementerian Pekerjaan Umum. (2012). Draft
Http://Dx.Doi.Org/10.1098/Rsta.2006.1819 Technical Report On Semarang Metropolitan
Batty, M. (2013). Big Data, Smart Cities And City Area (Kedungsepur). In: Ruang, D. J. P. (Ed.).
Planning. Dialogues In Human Geography, 3, Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.
274-279. Http://Dx.Doi.Org/10.1177/20438206 Kundu, A. (2011). Trends And Processes Of
13513390 Urbanisation In India. New York: Iied And
Briggs, J. (2005). The Use Of Indigenous Knowledge Unfpa.
In Development: Problems And Challenges. Lassa, J. P., Puji, P., Pristiyanto, D., Paripurno, E.T.,
Progress In Development Studies, 5, 99-114. Magatani, A., Purwati, H. (2009).
Http://Dx.Doi.Org/10.1191/1464993405ps105o Pengurangan Risiko Bencana Berbasis
a Komunitas. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Brown, A., Dayal, A., Rie, C. R. D. (2012). From Indonesia.
Practice To Theory: Emerging Lessons From Leaning, J., Guha-Sapir, D. (2013). Natural Disaster,
Asia For Building Urban Climate Change Armed Conflict, And Publict Health. The New

Copyright 2015, TEKNIK, ISSN 0852-1697


Teknik, 36 (1), 2015, 38

England Journal of Medicine, 369, 1836-1842. Http://Dx.Doi.Org/10.1007/S10021-001-0051-


Http://Dx.Doi.Org/10.1056/Nejmra 1109877 Y
Marfai, M. A. K., Lorenz, L., Sartohadi, J., Sudrajat, Sariffuddin, S., Susanti, R. (2011). Penilaian
S., Budiani, S.R., Yulianto, F. (2008). The Kesejahteraan Masyarakat Untuk Mendukung
Impact Of Tidal Flooding On A Coastal Permukiman Berkelanjutan Di Kelurahan
Community In Semarang, Indonesia. Terboyo Wetan, Semarang. Makara Seri Sosial
Environmentalist, 28, 237-248. Http://Dx.Doi. Humaniora, 15, 29 - 42. Http://Dx.Doi.Org/
Org/10.1007/S10669-007-9134-4 10.7454/Mssh.V15i1.892
Mcdonald, R. I., Green, P., Balk, D., Fekete, B. M., Shaw, R., Srinivas, H., Sharma, A. (2009). Urban Risk
Revenga, C., Todd, M., Montgomery, M. Reduction: An Perspective. United Kingdom:
(2011). Urban Growth, Climate Change, And Emerald.
Freshwater Availability. Proceedings Of The Simmie, J., Martin, R. (2010). The Economic
National Academy Of Sciences, 108, 6312- Resilience Of Regions: Towards An
6317. Http://Dx.Doi.Org/10.1073/Pnas. Evolutionary Approach. Cambridge Journal Of
1011615108 Regions, Economy And Society, 3, 27-43.
Musacchio, L. W. J. (2002). Cities Of Resilience: Four Http://Dx.Doi.Org/10.1093/Cjres/Rsp029
Themes Of The Symposium (Abstracts). Soemarwoto, O. (1983). Ekologi, Lingkungan Hidup
Symposium #19: Cities Of Resilience: dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.
Integrating Ecology Into Urban Planning, Steele, M. Z., Shackleton, C. M. (2010). Using Local
Design, Policy, And Management . Experts As Benchmarks For Household Local
Washington, Dc: Ecological Society Of Ecological Knowledge: Scoring In South
America. African Savannas. Journal Of Environmental
Nakmofa, Y., Lassa, J. (2009). Community Based Management, 91, 1641-1646. Http://Dx.
Approach To Disaster Risk Reduction And Doi.Org/10.1016/J.Jenvman.2010.02.031
Climate Change Adaptation Towards Suara Merdeka. (2012). Kendalikan Banjir Beringin,
Sustainable Livelihood: Ten Years Experiences Semarang Tiru Vietnam. Suara Merdeka.
From Pmpb Kupang. Journal Of Ntt Studies, 1, Suara Merdeka. (2013). Semarang Lumpuh, Banjir
136-145. Http://Ntt-Academia.Org/Nttstudies/ Menjebak Pengguna Jalan.
Nakmofa2009.Pdf Tansley, A. G. (1935). The Use And Abuse Of
Nam, T. P., Theresa A. (2011) Smart City As Urban Vegetational Concepts And Terms. Ecology,
Innovation: Focusing On Management, Policy, 16, 284-307. Http://Dx.Doi.Org/10.2307/
And Context (Icegov2011). 5th International 1930070
Conference On Theory And Practice Of Tomordy, M. (2010). Smart Cities Transforming The
Electronic Governance 2011 New York. 185- 21st Century City Via The Creative Use Of
194. Http://Dx.Doi.Org/10.1145/2072069. Technology, London, Hong Kong, San
2072100 Francisco, Sydney, Arup.
Navarrete, A. C., Mellouli, S., Pardo, T. A., Gil- UNISDR. (2009). Terminology On Disaster Risk
Garcia, J. R. (2009). Information Sharing At Reduction. Geneva: United Nations
National Borders: Extending The Utility Of International Strategy For Disaster Reduction
Border Theory. System Sciences. Hicss '09. (Unisdr).
42nd Hawaii International Conference On, 5-8 Vicini, S. B. S., Sanna, A. (2012). The City Of The
Jan. 2009 2009 Big Island, Hi. 1-10. Future Living Lab. International Journal Of
Http://Dx.Doi.Org/10.1109/Hicss.2009.257 Automation And Smart Technology, 2, 201-
Pelling, M. (2003). The Vulnerability of Cities: 208. Http://Dx.Doi.Org/10.5875/Ausmt. V2i3.
Natural Disasters and Social Resilience, 134
Earthscan. World Bank. (2009). World Development Report.
Pickett, S. T. A., Cadenasso, M. L., Grove, J. M. Yuen, B., Kumssa, A. (2011). Climate Change And
(2004). Resilient Cities: Meaning, Models, And Sustainable Urban Development In Africa And
Metaphor For Integrating The Ecological, Asia. New York: Springer.
Socio-Economic, And Planning Realms. Zhang, Z., Xu, C.-Y., Yong, B., Hu, J., Sun, Z. (2012).
Landscape And Urban Planning, 69, 369-384. Understanding The Changing Characteristics
Http://Dx.Doi.Org/10.1016/J.Landurbplan.200 Of Droughts In Sudan And The Corresponding
3.10.035 Components Of The Hydrologic Cycle.
Pickett, S. T. A. C., M.L. (2002). The Ecosystem As A Journal Of Hydrometeorology, 13, 1520-1535.
Multidimensional Concept: Meaning, Model, Http://Dx.Doi.Org/10.1175/Jhm-D-11-0109.1
And Metaphor. Ecosystems, 5, 1 - 10.

Copyright 2015, TEKNIK, ISSN 0852-1697

Anda mungkin juga menyukai