Anda di halaman 1dari 3

Pendangkalan rawa pening

Rawa pening menjadi cadangan sumber daya air terbesar bagi Tuntang Raya. Potensi ini

tentu menjadi peluang besar karena dapat digunakan sebagai sumber irigasi persawahan di

Tuntang Raya apalagi melihat kondisi sekarang dimana sektor pertanian di Tuntang Raya belum

berkembang secara signifikan atau mengalami kemajuan yang progresif sedangkan pertanian

Tuntang Raya memiliki peluang besar untuk berkembang menjadi salah satu wilayah dengan

potensi lumbung padi terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Fungsi rawa pening awal mulanya adalah

sebagai sumber air untuk saluran irigasi, persediaan air minum, pembangkit listrik, dan pariwisata.

Namun pada kenyataanya potensi dan fungsi rawa pening ini belum dimanfaatkan secara optimal dan
bahkan keberadaan rawa pening ini lebih menjadi sumber masalah pertanian akibat

pencemaran dan pendangkalan rawa pening.

Permasalahan saat ini yang berkaitan dengan perairan di Rawa Pening adalah kualitas air

dan gulma perairan. Sedimentasi adalah masalah permasalahan krusial yang dihadapi. Ada 2

penyebab sedimentasi, yaitu kontribusi sungai-sungai yang menjadi penyebab pendangkalan Rawa

Pening dan pembusukan tanaman di perairan danau. Ada 3 sungai besar yang menyebabkan

sedimentasi, yaitu; Parat, panjang dan Legi. Ketiga sungai tersebut adalah sungai-sungai besar yang

banyak pemukiman dan lahan-lahan pertanian disekitarnya. Sampah rumah tangga dan erosi lahan

pertanian yang masuk dalam sungai adalah penyebab terjadinya pendangkalan. Pembusukan gulma

perairan, seperti; Eceng Gondok, Salvinia, Ganggeng dan Hidrilia yang terakumulasi didasar danau

juga menjadi faktor penyebab sedimentasi. Pendangkalan Rawa Pening secara fisik jelas akan

mengurangi debit air yang ada, namun secara ekologis akan berdampak besar terhadap mahluk

hidup yang ada di perairan. Akumuluasi materi organik dari pembusukan tanaman air oleh

mikroorganisme didasar danau. Biokonversi materi organik berimbas terbentuknya gas Metan

dan H2S. Pada waktu-waktu tertentu, gas tersebut akan naik kepermukaan. Pada saat hujan tiba

terjadi pelepasan gas dalam jumlah banyak kepermukaan. Air hujan yang dingin akan bercampur

dengan air rawa yang hangat, sehingga terjadinya arus didalam perairan. Adanya arus didalam

perairan mengakibatkan gerakan didalam, sehingga bagian dasar akan terangkat. Terangkatnya

bagian dasar danau menyebabkan air menjadi keruh, bau busuk. Bau busuk akibat naiknya gas

Metan dan H2S adalah gas-gas beracun yang bisa meracuni ikan-ikan di karamba.
Pada tahun 1994 kedalam danau rawa pening dengan luas 2.667 hektare mencapai 15

meter, kemudian di tahun 2016 kedalaman rawa pening hanya mencapai 8 meter. Pendangkalan

rawa pening yang terjadi berdampak terhadap pertanian di Tuntang Raya khususnya di Desa

Tuntang, Lopait, Kesongo dan Candirejo yang berbatasan langsung dengan Rawa Pening.

Pendangkalan rawa pening disebabkan oleh konversi lahan di daerah hulu dan pertumbuhan eceng

gondok yang tidak terkontrol sehingga menyebabkan terjadinya sedimentasi di rawa pening dan

banjir. Banjir atau meluapnya rawa pening ini akan berdampak langsung kepada pertanian di

sekeliling rawa pening yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat sehingga

dapat terjadi kemungkinan gagal panen. Tentunya kegagalan panen ini akan membuat hasil

produktivitas pertanian berkurang dan akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani.

Dari isu-isu di atas terkait ketahanan terhadap pangan, kekeringan lahan pertanian,

kegagalan panen hingga pendangkalan rawa pening ketiga hal ini akan berdampak pada pangan

khususnya di Tuntang Raya. Kekurangan akan ketersediaan pangan yang terjadi tentunya akan

mengintervensi munculnya krisis pangan. Dimana krisis pangan yang terjadi juga diakibatkan dari

semakin sempitnya lahan pertanian yang tersedia. Krisis pangan ini akan berdampak pada

perekonomian di Kabupaten Semarang khususnya wilayah Tuntang Raya. Jika tidak ada intervensi yang
dilakukan pada 20 tahun yang akan datang untuk mengatasi permasalahan kerawanan pangan

ini tentunya akan menimbulkan krisis pangan yang akut.

Tuntang Raya dihadapkan oleh berbagai macam tantangan terkait isu resilience di atas.

Adapun tantangan-tantangan tersebut adalah:

1. Ketersediaan sumber daya air untuk pengairan lahan pertanian

2. Perubahan guna lahan di sub DAS Rawa Pening

3. Perubahan iklim yang ektrim

Dari ketiga tantangan tersebut maka dibutuhkan beberapa alternatif solusi, adapun alternatif

solusi tersebut antara lain:

1. Pengoptimalan pemanfaatan Danau Rawa Pening sebagai sumber daya air bagi lahan

pertanian

2. Konservasi tanah dan rehabilitasi lahan di daerah hulu (daerah tangkapan air)

3. Mitigasi di sektor pertanian melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian


Diharapkan dengan adanya solusi alternatif diatas pada 20 tahun mendatang dapat

menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain menyelesaikan juga dapat memajukan dan

meningkatkan sektor pertanian di Tuntang Raya. Semakin meningkat dan berkembangnya sektor

pertanian di Tuntang Raya ini akan menjadi indikasi peningkatan taraf hidup masyarakat karena

sektor pertanian di Tuntang Raya merupakan sektor basis yang berkembang di Tuntang Raya.

Dalam pengembangannya, jalur Kedungjati dan juga Stasiun Tuntang akan dihidupkan

kembali, sesuai kesepakatan tahun 2013 lalu antara PT. KAI, Kemenhub dan Gubernur Jateng.

Reaktivasi jalur ini diharapkan dapat mengatasi kepadatan lalu lintas darat yang sudah terlalu tinggi.

Disamping itu, pengaktifan jalur ini juga meningkatkan potensi kunjungan wisatawan ke museum

lokomotif uap Ambarawa ataupun ke Danau Rawa Pening. Jalur Kedungjati tersebut nantinya

akan digunakan untuk angkutan penumpang dan wisata. Selain itu, kereta api komuter juga

direncanakan bakal melintas di Jalur Ambarawa, Tuntang, dan Kedungjati, hingga ke Semarang.

Anda mungkin juga menyukai