Anda di halaman 1dari 10

KEJADIAN HIPERTENSI BERHUBUNGAN DENGAN POLA

MAKAN

Noor Rochmah 1) , Siti Haniyah 2), Gatri 3)


1
Program Studi S1 Keperawatan STIKES Harapan Bangsa Purwokerto
Email : idaayu_tp@gmail.com
2
Program Studi S1 Keperawatan STIKES Harapan Bangsa Purwokerto
Email : hani_albantuli@yahoo.co.id
3
Program Studi S1 Keperawatan STIKES Harapan Bangsa Purwokerto
Email : gatri30@gmail.com

Abstract
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas
normal. Hipertensi menimbulkan angka morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. Penyakit
Hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko yang dimiliki
seseorang. Salah satu faktor resiko hipertensi yaitu pola makan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian
hipertensi di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga.
Penelitian ini merupakan case control study dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Sampel penelitian adalah 33 klien rawat
inap di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
Uji statistik menggunakan distribusi frekuensi dan Chi Square Test dengan signifikansi =
0,05.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden yang mengalami hipertensi adalah
klien yang berusia 40-50 tahun, berjenis kelamin perempuan, mengalami obesitas, dan
memiliki pola makan beresiko. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara pola makan dengan kejadian hipertensi dimana p = 0,000 (p < 0,05)
dengan nilai risk estimate sebesar 5,714.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu klien yang memiliki pola makan beresiko mempunyai
kecenderungan sebesar 5,714 kali lebih besar untuk mengalami hipertensi dibandingkan
dengan responden yang memiliki pola makan tidak beresiko.

Kata Kunci: Hipertensi, Pola Makan, Faktor Resiko Hipertensi

PENDAHULUAN Dari hasil pengamatan epidemiologi


Hipertensi merupakan suatu keadaan di beberapa negara menunjukkan bahwa
dimana tekanan darah meningkat banyak faktor cara hidup dan pola makan
melebihi batas normal. Batas tekanan yang menyebabkan risiko meningkatnya
darah normal bervariasi sesuai dengan penyakit hipertensi. Faktor risiko
usia. Penyakit hipertensi merupakan tersebut antara lain, kebiasaan
penyakit yang timbul akibat adanya merokok, stress, kurang gerak dan
interaksi dari berbagai faktor risiko yang peningkatan kadar kolesterol atau
dimiliki seseorang (Yogiantoro, 2006). trigliserida plasma karena konsumsi
makanan yang mengandung lemak Tabel 1 Karakteristik Responden
serta garam yang berlebih (Arnilawaty,
2007).
Karakteristik Kelompok Responden
Berdasarkan data Dinas Kesehatan
Kasus Kontrol
Kabupaten Purbalingga tahun 2008 f % f %
didapatkan data bahwa hipertensi Umur
menempati urutan ke-6 yaitu 9,8% dari a. 30-40 thn 3 9,1 64 97,0
penyakit terbanyak di wilayah Kabupaten b. 41-50 thn 30 90,9 2 3,0
Purbalingga, sedangkan tahun 2009 Total 33 100 66 100
Jenis
meningkat menjadi urutan ke-4 yaitu
Kelamin
sebanyak 12,5%. a. Laki-laki 19 57,6 34 51,5
Data Catatan Medik pada profil b. Perempuan 14 42,4 32 48,5
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Total 33 100 100 100
Purbalingga tahun 2009 menunjukkan Obesitas
hipertensi merupakan penyakit terbanyak a. Normal 12 36,4 48 72,7
b. Gemuk 21 63,6 18 27,3
urutan ke-3 yaitu sebanyak 221 atau 2,1 Total 33 100 66 100
% dari 10.545 pasien dan pada tahun
2010 terdapat 374 atau 3% dari 12.455
pasien. Penyakit hipertensi menimbulkan Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian
angka morbiditas dan mortalitasnya yang besar responden yang mengalami
tinggi. hipertensi adalah pasien yang
berumur 40 50 tahun (90,9%),
berjenis kelamin perempuan (57,6%)
METODE
Penelitian ini merupakan observasi dan mengalami obesitas (63,6%). Dari
analitik case control study dengan data yang sama juga diketahui
pendekatan kuantitatif (Notoatmodjo, bahwa sebagian besar kelompok kontrol
2005). Data diperoleh dengan berumur 30 40 tahun (97,0%),
menggunakan kuesioner. Sampel berjenis kelamin perempuan (51,5%)
penelitian adalah 33 klien rawat inap di dan tidak obesitas (72,7%).
rawat inap penyakit dalam RSUD dr. R
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Uji 2. Kejadian Hipertensi
statistik menggunakan Chi Square Test Kejadian hipertensi pada responden di
dengan signifikansi = 0,05. Ruang Rawat Inap Khusus Penyakit
Dalam RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga disajikan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang diperoleh pada tabel 2 berikut:
adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Kejadian Hipertensi
1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang diteliti yaitu Kualitas Frekuensi Persentase
usia, jenis kelamin, dan tingkat obesitas Hidup (%)
dialami oleh responden. Adapun hasil Normal 66 66,7
penelitian mengenai karakteristik klien Hipertensi 33 33,3
disajikan pada tabel 1 berikut: Total 99 100,00

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian


besar responden memiliki tekanan darah
yang normal yaitu responden dari
kelompok kontrol yang mempunyai Berdasarkan Tabel 4 diperoleh 33 orang
tekanan darah < 140/90 mmHg, yaitu kelompok kasus, sebagian besar atau 26
sejumlah 66 orang (66,7%) dan orang (78,8%) diantaranya memiliki
sebagian kecil memiliki tekanan darah pola berisiko, dan sebagian kecil atau
dalam kategori hipertensi, yaitu 33 orang 7 orang (21,2%) memiliki pola makan
(33,3%). tidak berisiko. Dari 66 orang kelompok
kontrol, sebagian besar atau 40 orang
3. Pola Makan Responden (60,7%) diantaranya memiliki pola
Pola makan pada Pasien di Ruang makan tidak berisiko dan sebagian kecil
Rawat Inap Khusus Penyakit Dalam atau 26 orang (39,3%) diantaranya
RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata memiliki pola makan berisiko.
Purbalingga disajikan pada tabel 3 Hasil analisis bivariat dengan uji
berikut: 2
Chi-Square menunjukkan nilai X
Tabel 3 Pola Makan hitung = 12,157 (X2 hitung = 12,157

Pola Makan Frekuensi Persentase (%) > X2 tabel = 3,84) dan nilai =
Beresiko 52 52,5 0,000 < = 0,05. Hasil tersebut
Tidak 47 47,5 menunjukkan bahwa Ho ditolak atau
beresiko secara statistik ada hubungan yang
Total 99 100,00 bermakna antara pola makan dengan
kejadian hipertensi pada pasien di
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam
perbedaan dari data pola makan RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
responden tidak terlalu besar. Purbalingga Tahun 2014.
Responden yang memiliki pola makan Dari tabel Risk Esimate terlihat
berisiko sejumlah 52 orang (52,5%) bahwa OR=5,714 dengan Concentration
dan responden yang memiliki pola Indeks (CI) = 2,167-15,069. Hal ini
makan tidak berisiko sejumlah 47 orang berarti bahwa responden yang
(47,5%). memiliki pola makan berisiko
mempunyai kecenderungan (risiko)
4. Hubungan Pola Makan dengan sebesar 5,714 kali lebih besar untuk
Kejadian Hipertensi mengalami hipertensi dibandingkan
Analisis bivariat hubungan pola dengan responden yang memiliki pola
makan dengan kejadian hipertensi pada makan tidak berisiko.
pasien di Ruang Rawat Inap Khusus Adapun pembahasan hasil
Penyakit Dalam disajikan dalam babel 4 penelitian sebagai berikut :
berikut: Hipertensi didefinisikan sebagai
Tabel 4 Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Hipertensi
tekanan darah persisten dimana
Pola Kelompok PV OR tekanan sistoliknya di atas 140
Makan Kasus Kontrol mmHg dan tekanan diastolik di atas
N (%) N (%) 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia,
Beresiko 26 78,80 26 39,30
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
Tidak 7 21,20 40 60,70
Beresiko
0.000 5,714 sistolik 160 mmHg dan tekanan
Total 33 100 66 100 diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
Menurut Patricia (2002), hipertensi
diartikan sebagai peningkatan tekanan pola konsumsi atau pola diet (Sianturi,
darah secara terus menerus sehingga 2010).
melebihi batas normal. Tekanan darah Teori yang dikemukakan
normal adalah 110/90 mmHg. Yogiantoto (2006) tersebut mendukung
Hipertensi merupakan produk dari hasil penelitian ini, dimana pada
resistensi pembuluh darah perifer dan penelitian ini diketahui bahwa dari 33
cardiac output. orang kelompok kasus, sebagian besar
Hipertensi merupakan suatu atau 26 orang (78,8%) diantaranya
keadaan dimana tekanan darah memiliki pola berisiko, dan sebagian
meningkat melebihi batas normal. Batas kecil atau 7 orang (21,2%) memiliki
tekanan darah normal bervariasi sesuai pola makan tidak berisiko. Dari 66
dengan usia. Penyakit hipertensi orang kelompok kontrol, sebagian besar
merupakan penyakit yang timbul akibat atau 40 orang (60,7%) diantaranya
adanya interaksi dari berbagai faktor memiliki pola makan tidak berisiko dan
resiko yang dimiliki seseorang. sebagian kecil atau 26 orang (39,3%)
Berbagai faktor banyak memicu diantaranya memiliki pola makan
terjadinya hipertensi, walaupun berisiko. Hasil analisis bivariat dengan
sebagian besar (90%) penyebab 2
uji Chi-Square menunjukkan nilai X
hipertensi tidak diketahui (hipertensi 2
hitung = 12,157 (X hitung = 12,157 >
essential).
X2 tabel = 3,84) dan nilai = 0,000 <
Menurut Yogiantoro (2006),
= 0,05. Hasil tersebut menunjukkan
menyatakan bahwa terdapat beberapa
bahwa Ho ditolak atau secara statistik
faktor yang meningkatkan insidensi
ada hubungan yang bermakna antara
hipertensi. Faktor-faktor yang tidak
pola makan dengan kejadian hipertensi
dapat dimodifikasi antara lain faktor
pada pasien di Ruang Rawat Inap
genetik, usia, jenis kelamin dan etnis,
Penyakit Dalam RSUD dr. R. Goeteng
sedangkan faktor yang dapat
Taroenadibrata Purbalingga Tahun
dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan
2012.
pola makan.
Dari beberapa penelitian mengenai
Pola makan adalah pengulangan
faktor-faktor risiko penyebab terjadinya
susunan makanan yang dapat dilihat
hipertensi yang sudah dijabarkan di atas,
ketika makanan itu dimakan, terutama
penelitian ini berbeda dengan penelitian
sekali berkaitan dengan jenis dan
sebelumnya yang lebih menjabarkan
proporsinya, dan atau kombinasi
tentang karakteristik pada responden
makanan yang dimakan oleh individu,
dengan hipertensi misalnya usia, jenis
masyarakat atau sekelompok populasi
kelamin, kebiasaan merokok dan lain
atau dapat pula dikatakan bahwa pola
sebagainya. Sedangkan pada penelitian
makan adalah cara-cara individu dan
ini, penulis lebih spesifik menjelaskan
kelompok memilih, mengkonsumsi dan
tentang pola makan yang berisiko
menggunakan makanan yang tersedia,
terjadinya hipertensi, misalnya: jenis
yang didasarkan faktor-faktor sosial
makanan, kebiasaan makan dan
dan budaya dimana mereka hidup. Pola
pengaruh beberapa jenis makanan yang
makan tersebut akan dipengaruhi oleh
berisiko.
beberapa hal antara lain kebiasaan,
Fenomena yang menjadi hasil
kesenangan, agama, ekonomi,
penelitian ini sesuai dengan pendapat
lingkungan yang dapat disebut sebagai
Sharma (2008) yang menyatakan
bahwa pola makan masyarakat Gunawan (2001), menyatakan bahwa
Indonesia saat ini cenderung memicu yang disebut rendah garam bukan
timbulnya penyakit kardiovaskuler, hanya membatasi konsumsi garam dapur
misalnya hipertensi. Pola makan orang tetapi mengkonsumsi makanan rendah
Indonesia pada umumnya yang sangat sodium atau natrium (Na). Oleh karena
berhubungan erat dengan etnik, faktor itu yang sangat penting untuk
gaya hidup, asupan garam dalam diet diperhatikan dalam melakukan diet
dan cara penyajian, misalnya cenderung rendah garam adalah komposisi
menyukai makanan bersantan dan lebih makanan yang harus mengandung
merasa lebih baik makan di restoran cukup zatzat gizi, baik kalori,
cepat saji atau fast food, sehingga protein, mineral maupun vitamin dan
berpotensi untuk memunculkan gejala rendah sodium dan natrium.
hipertensi. Sumber sodium antara lain
Hal ini juga sejalan dengan makanan yang mengandung soda kue,
Arnilawaty (2007) yang menyatakan baking powder, MSG (Mono Sodium
bahwa banyak faktor gaya hidup dan Glutamat), pengawet makanan atau
pola makan yang menyebabkan risiko natrium benzoat (biasanya terdapat
meningkatnya penyakit hipertensi. di dalam saos, kecap, selai, jelly),
Faktor risiko tersebut antara lain, makanan yang dibuat dari mentega
kebiasaan merokok, stres, kurang gerak serta obat yang mengandung natrium
dan peningkatan kadar kholesterol atau (obat sakit kepala). Bagi penderita
trigliserida plasma karena konsumsi hipertensi, biasakan penggunaan obat
makanan yang mengandung lemak serta dikonsultasikan dengan dokter terlebih
garam yang berlebih. dahulu (Waspadji, 2004).
Modifikasi diet atau pengaturan Diet rendah kolestrol dan lemak
diet sangat penting pada klien terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga
hipertensi, tujuan utama dari pengaturan bagian lemak yaitu: kolestrol,
diet hipertensi adalah mengatur tentang trigliserida, dan pospolipid. Menurut
makanan sehat yang dapat mengontrol Djaeni (2002), tubuh memperoleh
tekanan darah tinggi dan mengurangi kolestrol dari makanan seharihari dan
penyakit kardiovaskuler. Hal ini juga dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol
diungkapkan oleh Sianturi (2010), dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih
bahwa secara garis besar, ada banyak dari pada yang dibutuhkan oleh
empat macam diet untuk tubuh, peningkatan kolestrol dapat
menanggulangi atau minimal terjadi karena terlalu banyak
mempertahankan keadaan tekanan mengkonsumsi makanan yang
darah, yakni: diet rendah garam, diet mengandung kolestrol tinggi dan tubuh
rendah kolestrol, lemak terbatas serta akan mengkonsumsi sekitar 25 50 %
tinggi serat, dan rendah kalori bila dari setiap makanan.
kelebihan berat badan. Diet tinggi serat sangat penting
Diet rendah garam diberikan kepada pada penderita hipertensi, serat terdiri
pasien dengan edema atau asites serta dari dua jenis yaitu serat kasar (Crude
hipertensi. Tujuan diet rendah garam fiber) dan serat halus. Serat halus
adalah untuk menurunkan tekanan darah banyak terdapat pada sayuran dan buah
dan untuk mencegah edema dan buahan, sedangkan serat kasar terdapat
penyakit jantung (lemah jantung). pada makanan yang mengandung
karbohidrat yaitu: kentang, beras, (2011) yang menyatakan bahwa secara
singkong dan kacang hijau. Serat kasar statistik ada hubungan yang bermakna
dapat berfungsi mencegah penyakit antara pola makan dengan status
tekanan darah tinggi karena serat kasar hipertensi pada laki-laki usia 40-50
mampu mengikat kolestrol maupun tahun di Desa Kedungwringin
asam empedu dan selanjutnya Kecamatan Patikraja Kabupaten
membuang bersama kotoran. Keadaan 2
Banyumas Tahun 2012 (X hitung =
ini dapat dicapai jika makanan yang 8,027 > X2 tabel = 3,84 dan nilai =
dikonsumsi mengandung serat kasar 0,004 < = 0,05).
yang cukup tinggi (Waspadji, 2004). Berdasarkan data responden
Diet rendah kalori dianjurkan bagi yang diperoleh juga diketahui bahwa
orang yang kelebihan berat badan. sebagian besar responden yang
Kelebihan berat badan atau obesitas mengalami hipertensi adalah pasien
akan berisiko tinggi terkena hipertensi. yang berumur 41 50 tahun (90,9%),
Hasil penelitian ini sesuai dengan berjenis kelamin perempuan (57,6%)
Kurniawan (2002) yang menyatakan dan pasien obesitas (63,6%).
bahwa pola makan sangat berhubungan Berdasarkan data karakteristik juga
dengan terjadinya hipertensi diketahui sebagian besar responden
melaluibeberapa mekanisme. kelompok kontrol berumur 30 40
Aterosklerosis merupakan penyebab tahun (97,0%), berjenis kelamin
utama terjadinya hipertensi yang perempuan (51,5%) dan tidak obesitas
berhubungan dengan pola makan (72,7%).
seseorang. Pembuluh yang mengalami Hasil penelitian ini sesuai dengan
sklerosis (aterosklerosis), resistensi Yogiantoro (2006), yang menyatakan
dinding pembuluh darah tersebut akan bahwa beberapa faktor dapat
meningkat. Hal ini akan memicu meningkatkan risiko hipertensi adalah
jantung untuk meningkatkan denyutnya faktor jenis kelamin, usia dan obesitas.
agar aliran darah dapat mencapai Insiden hipertensi meningkat seiring
seluruh bagian tubuh. dengan pertambahan usia. Setelah umur
Sebagaimana dijelaskan bahwa 40 tahun, dinding arteri akan mengalami
faktor penyebab utama terjadinya penebalan oleh karena adanya
hipertensi adalah ateroklerosis yang penumpukan zat kolagen pada lapisan
didasari dengan konsumsi lemak otot, sehingga pembuluh darah besar
berlebih, oleh karena untuk yang berkurang pada penambahan umur
mencegah timbulnya hipertensi sampai dekade ke-7, sedangkan tekanan
adalah mengurangi konsumsi lemak darah diastolik meningkat sampai
yang berlebih disamping pemberian dekade ke-5 dan ke-6 kemudian
obat-obatan bilamana diperlukan. menetap atau cenderung menurun.
Pembatasan konsumsi lemak sebaiknya Peningkatan umur akan menyebabkan
dimulai sejak dini sebelum hipertensi beberapa perubahan fisiologis, pada
muncul, terutama pada orang-orang usia lanjut terjadi peningkatan resistensi
yang mempunyai riwayat keturunan perifer dan aktivitas simpatik.
hipertensi dan pada orang menjelang Pengaturan tekanan darah yaitu reflek
usia lanjut (Kurniawan, 2002). baroreseptor pada usia lanjut
Hasil penelitian ini mendukung sensitivitasnya sudah berkurang,
penelitian yang dilakukan Nugroho sedangkan peran ginjal juga sudah
berkurang dimana aliran darah ginjal dibandingkan dengan prevalensi 18%
dan laju filtrasi glomerolus menurun untuk pria dan 17% untuk wanita bagi
(Sharma, 2008). yang memiliki IMT < 25 yang disebut
Perjalanan penyakit hipertensi status gizi normal menurut standar
essensial berkembang dari hipertensi internasional (Sharma, 2008).
yang kadang-kadang muncul menjadi Menurut Sheps (2005)
hipertensi yang persisten. Progresivitas perubahan fisiologis dapat
hipertensi dimulai dari prehipertensi menjelaskan hubungan antara
pada pasien umur 20 30 tahun kelebihan berat badan dengan
(dengan meningkatnya curah jantung) tekanan darah, yaitu terjadinya
kemudian menjadi hipertensi dini pada resistensi insulin dan hiperinsulinemia,
pasien umur 30 40 tahun (dimana aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-
tahanan perifer meningkat) kemudian angiotensin, dan perubahan fisik pada
menjadi hipertensi pada umur 40 50 ginjal. Peningkatan konsumsi energi
tahun dan akhirnya menjadi hipertensi juga meningkatkan insulin plasma,
dengan komplikasi pada umur 50 60 dimana natriuretik potensial
tahun (Sharma, 2008). menyebabkan terjadinya reabsorpsi
Jenis kelamin juga sangat erat natrium dan peningkatan tekanan
kaitannya terhadap terjadinya hipertensi darah secara terus-menerus.
dimana pada masa muda dan paruh Berdasarkan hasil penelitian dan
baya lebih tinggi penyakit hipertensi pembahasan terdapat beberapa saran yang
terjadi pada laki-laki, sedangkan pada dapat peneliti sampaikan sebagai berikut:
wanita lebih tinggi setelah umur 55 1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan
tahun, yaitu ketika seorang wanita Diharapkan menjadi sumber
mengalami menopause. Perbandingan informasi mengenai masalah pola
antara pria dan wanita, ternyata makan yang sering dialami oleh pasien
wanita lebih banyak menderita hipertensi
hipertensi. Dari laporan Sugiri di Jawa 2. Bagi profesi keperawatan
Tengah didapatkan angka prevalensi 6% Diharapkan asuhan keperawatan yang
dari pria dan 11% pada wanita. Laporan diberikan holistik, tidak hanya bersifat
dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% kuratif tetapi juga bersifat preventif
pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah kepada kelompok sehat berupa
perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pendidikan kesehatan tentang
pada pria dan 10,9% pada wanita. pentingnya menjaga pola makan sehat
Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta agar terhindar dari hipertensi
didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% 3. Bagi peneliti selanjutnya
pada wanita (Gunawan, 2001). Diharapkan dapat melanjutkan
Berat badan merupakan faktor penelitian dengan menelaah faktor-
determinan pada tekanan darah pada faktor lain yang mempengaruhi
kebanyakan kelompok etnik di semua hipertensi, misalnya stress dan
usia. Menurut National Institute for lingkungan.
Health USA (NIH, 1998) prevalensi
tekanan darah meningkat pada orang
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
>30 yang disebut obesitas yaitu 38%
untuk pria dan 32% untuk wanita,
REFERENSI Interaction in Epidemiologi. 2000.
USA: WB Saunders n Company
Arikunto, S. (2002). Prosedur Khomsan-Ali. Pangan dan Gizi untuk
Penelitian Suatu Pendekatan Kesehatan. (2003). Jakarta: PT.
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Raja Grafindo Persada

Arnilawaty, A. H. (2007). Hipertensi dan Kurniawan A. (2002). Gizi Seimbang


Faktor Risikonya dalam kajian untuk Mencegah Hipertensi. Jakarta:
Epidemiologi. Bagian FK Yarsi
Epidemiologi. FKM UNHAS.
Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran LIPI. (2000). Widya Karya Nasional
Pangan dan Gizi. Jakarta: UI.
Budiarto. (2001). Biostatistik untuk
Penelitian dan Kesehatan Machfoed, I, 2007. Teknik Membuat
Masyarakat. Jakarta. EGC Alat Ukur Penelitian. Yogyakarta:
Fitramaya.
Bowman ST, et al. (2007). Clinical
Research Hypertension. A Notoatmojo, S. (2010). Metodologi
Prospective Study of Cigarette Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Smoking And Risk of Inciden Rineka Cipta
Hypertension In Women. England:
Massachucetts.
National Institutes of Health (2003) :
The Seventh Report of The Joint
Corwin, E. J. (2003). Buku Saku
National Committee on
Patofisiologi. Jakarta: Penerbit
Prevention, Detection, Evaluation
Buku Kedokteran EGC.
and Treatment of High Blood
Pressure. NIH Publication.
Depkes RI. (2003). Kebijakkan dan
Strategi Nasional Pencegahan
dan Penanggulangan Penyakit Price, S.A. (2002). Hipertensi dalam
Tidak Menular. Jakarta Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
Dr. Achmad Djaeni, M.Sc. (2002). Ilmu Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Gizi. Jakarta: Penerbit EGC EGC
Gunawan. (2005). Hipertensi.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius Pugat-Alison. (2003). Penyakit
Jantung, Hipertensi dan Nutrisi.
Gunawan (2005), Hubungan Ketaatan Jakarta: Bumi Aksara
Minum Obat Anti Hipertensi dan
Perilaku Hidup Sehat dengan Patricia, Kearney., Et all. (2002).
Terkontrolnya Tekanan Darah Global Burden of Hipertension:
Tinggi pada Usia Lanjut. Analysis of Worldwide Data.
Surakarta : FK. UMS. New Orleans: The Lacent

Gordis L. More on Casual Inferences: Ross C Brownson, Patrick L. (2006).


Bias, Counfounding and High Blood Pressure in Chronic
Disease Epidemiology and
Control. Second Edition. Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
American Public Health Bandung: Alfa Beta
Assosiation
Sugiyono. (2004). Statistik untuk
Seksi P2PTM Dinkes Propinsi Jawa Penelitian. Bandung: Alfa Beta
Tengah. (2006). Surveilans
Penyakit Tidak Menular pada Sharma A,S, G.B. (2003). Essential
Rumah Sakit dan Puskesmas di Hipertension. USA: The Lancet
Jawa Tengah. Semarang: Dinkes Sheps, Sheldon G. (2005). Mayo
Propinsi Jawa Tengah Clinic Hipertensi,
MengatasiTekanan Darah Tinggi.
Sutedjo. (2002). Profil Hipertensi Jakarta: PT Intisari Mediatama.
pada Populasi Monica. Hasil
Penelitian MONICA-III tahun WHO dalam Soenarta Ariesta. (2005).
2000. Jakarta: Filed Under Riset Konsensus Pengobatan
Epidemiologi Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan
Hipertensi Indonesia (Perhi).
Santoso, S. (2002). Buku Latihan SPSS
Statistik Non Parametrik. Jakarta : Waspadji, dkk. (2004). Daftar
Gramedia Bahan Makanan Penukar.
Jakarta: Divisi Metabolik
Sianturi G. (2010). Cegah Endokrin Departemen Ilmu
Hipertensi dengan Pola Penyakit Dalam dan Instalasi Ilmu
Makan Gizi RSCM Jakarta
(www.gizi.net/cgi.bin/berita/fullne
ws.cgi). Diakses tanggal 27 Wade, A Hwheir, D N Cameron, A.
Desember 2011 (2003). Using a Problem Detection
Study (PDS) to Identify and
Sarwono, S. (1997). Sosiologi Compare Health Care Privider and
Kesehatan dan Beberapa Consumer Views ofAntihypertensive
Konsep Beserta Aplikasinya. therapy. Journal of Human
Yogyakarta : Gajah Mada Press Hypertension, Jun Vol 17 Issue 6,
University p397

Suparyanto. (2003). Statistika Untuk Yundini. (2006). Faktor Risiko


Penelitian. Bandung : Alfa Beta Hipertensi. Jakarta: Warta
Pengendali Penyakit Tidak
Suciatiningsih. (2005). Hubungan Menular.
Antara Faktor Karakteristik,
Konsumsi Garam dan Konsumsi Yogiantoro M. (2006). Hipertensi
Energi dengan Kejadian Esensial dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Hipertensi pada Penduduk Usia
Jakarta: FK UI. 2006
30 tahun di Desa Pasar Banggi
Rembang. Yogyakarta : FK. UGM

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian

Anda mungkin juga menyukai