UG
Oleh:
Perceptor:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Diabetes Melitus sebagai rangkaian
kegiatan Kepaniteraan Klinik di Bagian kepanitraan klinik/SMF Kedokteran Penyakit
Dalam RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK.
Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tidak terlepas dari kekurangan karena
keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan
dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Lebih dan kurang kami ucapkan terima kasih, dan bila ada kesalahan kami
minta maaf.
Penulis.
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat drastis. Ini sesuai
dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO seperti tampak pada tabel 1, Indonesia
akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak
12.4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995.
Dari angka angka diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam jangka waktu 30
tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien
diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86 138% yang disebabkan oleh karena:
Faktor demografi
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
5
American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care in Diabetes
(2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam :
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya destruksi
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain
seperti kelainan genetik pada fungsi sel pankreas, kelainan genetik pada aktivitas
insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau
bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
masa kehamilan.
2.3 Patofisiologi
6
Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes
juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai
insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena
mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I
terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal
ini terdapat disposisi genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa
Inggris: childhood-onsetdiabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus,
IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi
darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhan spankreas.
IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut
dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi.
Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin
relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin
dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang
berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan
berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak,
dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran
energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan
menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi
resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan
pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II.
Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan
sensitifitas insulin. Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa
gen telah diidentifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe
II. Diantara beberapa factor, kelaian genetik pada protein yang memisahkan rangkaian
7
dimitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat,
diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin terutama
mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada
metabolisme lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II
cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme
lemak.
Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang
pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada
disposisi genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis
dengan kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus
ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin
(pada akromegali), glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada
stress), progestogen dan kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan
glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah
disebutkan di atas sehingga meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah
disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes mellitus.
Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yang diekskresikan
akan menghambat pelepasan insulin. (Silabernagi,2002)
2.4. Diagnosis
8
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Apa bila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil
yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Keterangan:
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam < 140mg/dL.
9
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda
diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan
mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji
diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasilpemeriksaan penyaringnya
positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo et.al 2006).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan testoleransi glukosa oral
(TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006).
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan
diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.
10
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis
diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu. Berikut
adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.
2.5 Penatalaksanaan
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatanmandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI,2011)
Riwayat Penyakit
11
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri,
serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan
dan program latihan jasmani
Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan
hipoglikemia)
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta
kaki
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,
saluran pencernaan, dll.)
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
12
Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
A1C
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Foto sinar-x dada
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada
waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan
o Jasmani lengkap
o Mikroalbuminuria
o Kreatinin
o Albumin / globulin dan ALT
o Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dantrigliserida
o EKG
o Foto sinar-X dada
o Funduskopi
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apa bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres
13
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. (PERKENI,2011)
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.
Karbohidrat
14
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas
aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
Protein
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1
sendok teh) garam dapur.
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
15
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Pemanis alternatif
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkanpenyandang diabetes. Di
antaranya adalah dengan memperhitungkankebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kalori/kgBB ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yangdimodifikasi adalah sbb:
16
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Klasifikasi IMT
Keterangan:
o Obes I 25,0-29,9
o Obes II > 30
*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its
Treatment.
1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
2. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan
dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
17
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%
dengan aktivitas sangat berat.
4. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan.Bila
kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi
besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan
(10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yangmengidap penyakit lain,
pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. (PERKENI,2011)
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive training).
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur),
disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga
ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20
menit dan olahraga berat misalnya joging. (Sudaryono et.al 2006)
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
18
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
E. DPP-IV inhibitor
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang.
Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal
dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan di ekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
Tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis
19
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin
secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping
obat tersebut.
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel
L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk
ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat
kinerja enzim DPP-4(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4
inhibitor,mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat
penglepasan glukagon.
20
2. Suntikan
A. Insulin
Ketoasidosis diabetik
21
Efek samping terapi insulin
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan
alergi insulin atau resistensi insulin.
B. Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan
DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak
menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatanberat badan yang biasanya terjadi pada
pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin
menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan
glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang,
obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel betapankreas. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. (PERKENI,2011)
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
22
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah
ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi
pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin. (PERKENI,2011)
2.6. Komplikasi
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes adalah:
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM . Hal ini terjadi karena kadar
insulin sangat menurun,dan pasien akan mengalami hal berikut: (Boon et.al 2006)
Hiperglikemia
Hiperketonemia
Asidosis metabolik
23
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapatmenjadi hipotensi dan mengalami syok.
(Price et.al 2005)
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalamikoma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun
tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat
dilakukan sedini mungkin.
24
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi 8. Poliuria
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe
2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia
muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut: (Price et.al 2005)
25
Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
Dehidrasi berat
Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani.
Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah
pada HHNK tidak terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting adalah: Pasien
biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang
diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3unit/jam. (Boon et.al 2006).
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa
darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang.
Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan
Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus
pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar65% berlatar belakang DM.
meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya
ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum
mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya. (Soegondo,2005)
Penyebab Hipoglikemia
4. Sesudah melahirkan
26
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi
hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari
hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang. (Soegondo, 2005)
Tanda-tanda Hipoglikemia
2) Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitanmenghitung sederhana.
3) Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan,
berdebar-debar.
4) Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang. Keempat stadium
hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oralataupun suntikan. Ada beberapa
catatan perbedaan antara keduanya:
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisadiperkirakan
pada puncak kerjanya, misalnya:
27
Penatalaksanaan Hipoglikemia
A. Mikrovaskular / Neuropati
28
Neuropati perifer :hilang rasa, malas bergerak
B. Makrovaskular
Adanya infeksi pada pasien sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah. Infeksi
dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi
meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi. Infeksi yang banyak terjadi antara lain:
29
Pneumonia pada diabetes biasanya disebabkan oleh: streptokokus, stafilokokus, dan
bakteri batang gram negatif. Infeksi jamur pada pernapasan oleh aspergillosis, dan
mucormycosis juga sering terjadi.
Penyandang diabetes lebih rentan terjangkit TBC paru. Pemeriksaan rontgen dada,
memperlihatkan pada 70% penyandang diabetes terdapat lesi paru-paru bawah dan
kavitasi. Pada penyandang diabetes juga sering disertai dengan adanya resistensi
obat-obat Tuberkulosis.
Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami
infeksi. Kuman stafilokokus merupakan kuman penyebab utama. Ulkus kaki
terinfeksi biasanya melibatkan banyak mikro organisme, yang sering terlibat adalah
stafilokokus, streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob.
Angka kejadian periodontitis meningkat pada penyandang diabetes dan sering
mengakibatkan tanggalnya gigi. Menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik
merupakan hal yang penting untuk mencegah komplikasi rongga mulut.
pada penyandang diabetes, otitis eksterna maligna sering kali tidak terdeteksi sebagai
penyebab infeksi.
Diagnosis
Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin > 30 mg
dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6 bulan,
tanpa penyebab albuminuria lainnya.
Penatalaksanaan
30
Diet protein 0,8 gram/kgBB per hari. Jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang
bertambah berat, diet protein diberikan 0,6 0,8 gram/kg BB per hari.
Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II,penghambat ACE, atau
kombinasi keduanya. Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE atau
reseptor angiotensin, dapat diberikan antagonis kalsium non dihidropiridin.
Apabila serum kreatinin >2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan
Idealnya bila klirens kreatinin <15 mL/menit sudah merupakan indikasi terapi
pengganti (dialisis, transplantasi).
Prevalensi DE pada penyandang diabetes tipe 2 lebih dari 10 tahun cukup tinggi dan
merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati dan problem psikis.
DE sering menjadi sumber kecemasan penyandang diabetes,tetapi jarang disampaikan
kepada dokter oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat konsultasi.
Pengelolaan DE pada diabetes dapat mengacu pada Penatalaksanaan Disfungsi Ereksi
(Materi PendidikanKedokteran Berkelanjutan, IDI, 1999). DE dapat didiagnosis
dengan menggunakan instrumen sederhana yaitu kuesioner IIEF5 (International Index
of Erectile Function 5).
Upaya pengobatan utama adalah memperbaiki kontrol glukosa darah senormal
mungkin dan memperbaiki faktor risiko DE lain seperti dislipidemia, merokok,
obesitas dan hipertensi.
Perlu diidentifikasi berbagai obat yang dikonsumsi pasien yang berpengaruh terhadap
timbulnya atau memberatnya DE.
Pengobatan lini pertama ialah terapi psikoseksual dan obat oral antara lain sildenafil
dan vardenafil.
31
Faktor risiko DMG antara lain: obesitas, adanya riwayat pernah mengalami DMG,
glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya
riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau melahirkan bayi dengan berat
>4000 gram, dan adanya riwayat preeklamsia. Pada pasien dengan risiko DMG yang
jelas perlu segera dilakukan pemeriksaan glukosa darah. Bila didapat hasil glukosa
darah sewaktu 200 mg/dL atau glukosa darah puasa 126 mg/dLyang sesuai
dengan batas diagnosis untuk diabetes, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada waktu
yang lain untuk konfirmasi. Pasien hamil dengan TGT dan GDPT dikelola sebagai
DMG.
Diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan TTGO dilakukan dengan memberikan
beban 75 gram glukosa setelah berpuasa814 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan
glukosa darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban.
DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa 95
mg/dL, 1 jam setelah beban < 180 mg/dL dan2 jam setelah beban 155 mg/dL.
Apabila hanya dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan
pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa
darah 155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis sebagai DMG.
Hasil pemeriksaan TTGO ini dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya DM
pada ibu nantinya
Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakit
dalam, spesialis obstetri ginekologi, ahli diet dan spesialis anak.
Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu,
kesakitan dan kematian perinatal. Ini hanya dapat dicapai apabila keadaan
normoglikemia dapat dipertahankan selama kehamilan sampai persalinan.
Sasaran normoglikemia DMG adalah kadar glukosa darah puasa 95 mg/dL dan 2
jam sesudah makan 120 mg/dL. Apabila sasaran kadar glukosa darah tidak tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani, langsung diberikan insulin.
Penyandang diabetes yang terkendali dengan pengaturan makan saja tidak akan
mengalami kesulitan untuk berpuasa. Selama berpuasa Ramadhan, perlu dicermati
adanya perubahan jadwal, jumlah dan komposisi asupan makanan.
32
Penyandang diabetes usia lanjut mempunyai kecenderungan dehidrasi bila berpuasa,
oleh karena itu dianjurkan minum yang cukup. Perlu peningkatan kewaspadaan pasien
terhadap gejala-gejala hipoglikemia. Untuk menghindarkan terjadinya hipoglikemia
pada siang hari, dianjurkan jadwal makan sahur mendekati waktu imsak/subuh,
kurangi aktivitas fisik pada siang hari dan bila beraktivitas fisik dianjurkan pada sore
hari.
Penyandang diabetes yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal, juga tidak
mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHO diberikan saat berbuka puasa. Hati-hati
terhadap terjadinya hipoglikemia pada pasien yang mendapat OHO dengan dosis
maksimal.
Bagi yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat diberikan
sedemikian rupa sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar dari pada dosis sahur.
Untuk penyandang diabetes DM tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai insulin
kerja menengah yang diberikan saat berbuka saja.
Diperlukan kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap terjadinya hipoglikemia pada
penyandang diabetes pengguna insulin. Perlu pemantauan yang lebih ketat disertai
penyesuaian dosisdan jadwal suntikan insulin. Bila terjadi gejala hipoglikemia, puasa
dihentikan.
Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak
berpuasa dalam bulan Ramadhan.
Sebaiknya momentum puasa Ramadhan ini digunakan untuk lebih meningkatkan
pengetahuan dan ketaatan berobat para penyandang diabetes. Dengan berpuasa
Ramadhan diharapkan adanya perubahan psikologis yang menciptakan rasa lebih
sehat bagi penyandang diabetes.
Tindakan operasi, khususnya dengan anestesi umum merupakan faktor stres pemicu
terjadinya penyulit akut diabetes, oleh karena itu setiap operasi elektif pada
penyandang diabetes harus dipersiapkan seoptimal mungkin sasaran kadar glukosa
darah puasa <150 mg/dL (PERKENI2002)
33
kardiovaskular.
Perlu pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan. Pada pasien
dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan bila dianggap
perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien yang pemeriksaan profil
lipid menunjukkan hasil yang baik (LDL<100mg/dL; HDL>50 mg/dL (laki-laki >40
mg/dL,wanita >50 mg/dL); trigliserid <150 mg/dL), pemeriksaan profil lipid dapat
dilakukan 2 tahun sekali.
Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes adalah
peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL,sedangkan kadar
kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.
Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan penggunaan
lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat memperbaiki profil lemak
dalam darah.
Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin bagi
penyandang diabetes yang disertai dislipidemia
Pengelolaan:
34
Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Penghambat ACE
Antagonis kalsium
Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan
diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai
3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis
Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHgatau tekanan diastolik >90
mmHg, dapat diberikanterapi farmakologis secara langsung
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan
toleransi glukosa pada obesitas cukup sering dijumpai
Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom
dismetabolik(dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi
insulin
Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus
Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan sekunder bagi
penyandang diabetes dengan riwayat pernah mengalami penyakit kardiovaskular dan
yang mempunyai risiko kardiovaskular lain.
35
Terapi aspirin 75-160 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan primer pada
penyandang diabetes tipe 2 yang merupakan faktor risiko kardiovaskular, termasuk
pasien dengan usia > 40tahun yang memiliki riwayat keluarga penyakit
kardiovaskular dan kebiasaan merokok, menderita hipertensi, dislipidemia, atau
albuminuria.
Aspirin dianjurkan tidak diberikan pada pasien dengan usia di bawah 21 tahun, seiring
dengan peningkatan kejadian sindrom Reye.
Terapi kombinasi aspirin dengan antiplatelet lain dapat dipertimbangkan
pemberiannya pada pasien yang memiliki risiko yang sangat tinggi.
Penggunaan obat antiplatelet selain aspirin dapat dipertimbangkan sebagai pengganti
aspirin pada pasien yang mempunyai kontra indikasi dan atau tidak tahan terhadap
penggunaan aspirin. (PERKENI, 2011)
2.7. Prognosis
Prognosis pada penderita diabetes tipe 2 bervariasi. Namun pada pasien diatas prognosisnya
dapat baik apabila pasien bisa memodifikasi (meminimalkan) risiko timbulnya komplikasi
dengan baik. Serangan jantung , stroke, dan kerusakan saraf dapat terjadi. Beberapa orang
dengan diabetes mellitus tipe 2 menjadi tergantung pada hemodialisa akibat kompilkasi gagal
ginjal. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko komplikasi :
Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula),perbanyak
konsumsi serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong, salak,tomat, semangka,
dainjurkan pisang ambon namun dalam jumlah terbatas)
Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid
Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori prediabetes)
2.8.Pencegahan
36
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap yaitu (Suyono,
2006) :
Pencegahan tersier: Semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi yang sudah
ada. Usaha ini meliputi:
- Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalanorgan (jangan
sampai timbul chronic kidney disease)
37
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami
peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi
perhatian yang serius selain dari segi epidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the
great imitator. Hal ini disebabkan penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ
secara menyeluruh secara anatomis maupun fungsional. Diabetes Mellitus adalah sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
38
DAFTAR PUSTAKA
39
13. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty
Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005;
hal.1259
40