Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu.
Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, namun tempat tinggal yang khusus
bagi hewan biasa disebut sangkar,sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada
konsep - konsep sosial kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal. Rumah
menjadi faktor utama bagi sebuah keluarga dalam membentuk karakter dan menciptakan pribadi
yang baik. Maka dari itu harus dibangun rumah dengan fasilitas-fasilitas yang mencukupi dan
memenuhi syarat rumah sehat sehingga terwujud tujuan yang diharapkan. Indonesia kaya akan
ragam budaya. Termasuk khasanah arsitekturnyadari Aceh sampai Papua. Terdapat ciri arsitektur
yang berbeda karena latar belakang yang beragam.

Rumah bagi orang Jawa merupakan patokan tentramnya suatu keluarga, sebab dengan
sudah mampu memiliki rumah, keluarga tersebut sudah merasa tenang, tidak harus nyewa atau
ngindung (numpang).

Rumah-rumah yang ada di daerah perkotaan sangat padat, sehingga hampir tidak ada
batas atau garis pemisah antara rumah satu dengan lainnya. Berbeda dengan rumah-rumah yang
ada di daerah pedesaan, yang penduduknya masih memiliki pekarangan cukup luas, maka batas
antar rumah sangat jelas, misalnya dibatasi pagar, pohon atau tanaman. Dahulu hanya orang yang
tergolong dan terpandang dalam masyarakatlah, yang dapat membangun rumah joglo yang besar
dan megah. Berbeda dengan orang biasa, pada umumnya mereka membangun rumah setengah
permanen, atau rumah bentuk kampung ata rumah limasan sederhana. Perbedaan dari sebutan
rumah itu dilihat dari atapnya dan kelengkapan ruangan dalam satu rumah. Tapi sekarang Rumah
Joglo sudah dapat dibuat oleh golongan manapun asalkan cukup biayanya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi fisik rumah Joglo dikehidupan masyarakat Yogyakarta?

2. Bagaimana tata ruang tentang rumah adat Joglo Yogyakarta?

3. Apa nilai-nilai filosofis rumah adat Joglo Yogyakarta?

1
1.3 Tujuan Pembahasan

Mendeskripsikan tentang Arsitektur Tradisional Rumah Adat Joglo Yogyakarta, khususnya


Rumah Joglo Tanjung di Kec. Ngaglik, Sleman Yogyakarta.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan umum dan luas.


2. Mendukung upaya pelestarian kebudayaan Arsitektur Tradisional Rumah Adat Joglo
Yogyakarta.
3. Dapat menjadi salah satu referensi bagi penulisan mengenai rumah adat Joglo
Yogyakarta.

1.5 Metode Pengumpulan Data


Pada laporan ini, penulis menggunakan 2 metode penelitian, yaitu metode observasi
(pengamatan) dan literatur.

1. Observasi (pengamatan)
Penulis mendapatkan berbagai informasi dengan mengamati objek secara langsung
dan melakukan wawancara
2. Literatur
Penulis mencari sumber dengan membaca buku-buku dan situs-situs internet yang
dijadikan landasan dan sumber dalam pembuatan laporan.
1.6 Sistematika Penulisan
Pada laporan ini, bab I berisi penduhuluan dengan sub bab latar belakang masalah, tujuan
pembahasan, perumusan masalah, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
Kemudian pada bab II, berisi kajian pustaka yang digunakan sebagai pedoman dalam
pembuatan laporan ini. Pada bab III, berisi gambaran obyek pengamatan yang menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam sub bab perumusan masalah. Pada bab IV,
berisipenutup yang didalamnya terdapat sub bab simpulan dan saran.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Arsitektur Tradisional Jawa

Rumah adat Jawa Tengah berbentuk rumah joglo. Sebuah bangunan joglo yang
menimbulkan interpretasi arsitektur Jawa mencerminkan ketenangan, hadir di antara bangunan-
bangunan yang beraneka ragam. Interpretasi ini memiliki ciri pemakaian konstruksi atap yang
kokoh dan bentuk lengkung-lengkungan di ruang per ruang.

Rumah adat joglo yang merupakan rumah peninggalan adat kuno dengan karya seninya
yang bermutu memiliki nilai arsitektur tinggi sebagai wujud dan kebudayaan daerah yang
sekaligus merupakan salah satu wujud seni bangunan atau gaya seni bangunan tradisional.
Istilah Joglo berasal dari kerangka bangunan utama dari rumah adat jawa terdiri atas soko guru
berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau tumpang
telu (tumpang tiga) di atasnya. Struktur joglo yang seperti itu, selain sebagai penopang struktur
utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah bisa berbentuk pencu.

Pada arsitektur bangunan rumah joglo, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman seni
konstruksi rumah, juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya.
Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusitasnya terefleksikan dalam
arsitektur rumah dengan gaya ini.

Pada bagian pintu masuk memiliki tiga buah pintu,yakni pintu utama di tengah dan pintu
kedua yang berada di samping kiri dan kanan pintu utama. Ketiga bagian pintu tersebut memiliki
makna simbolis bahwa kupu tarung yang berada di tengah untuk keluarga besar, sementara dua
pintu di samping kanan dan kiri untuk besan, hal ini melambangkan bahwa tamu itu adalah raja
yang harus di hormati dan di tempatkan di tempat yang berbeda dengan keluarga inti ataupun
keluarga dari mempelai, demi menghormati kehadiran mereka dan memberi tempat yang berbeda
dari keluarga sendiri dan itu adalah cara atau tata krama yangb pantas untuk menyambut tamu.

Pada ruang bagian dalam yang disebut gedongan dijadikan sebagai mihrab, tempat Imam
memimpin salat yang dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang disucikan, sakral,
dan dikeramatkan. Gedongan juga merangkap sebagai tempat tidur utama yang dihormati dan
pada waktu-waktu tertentu dijadikan sebagai ruang tidur pengantin bagi anak-anaknya, ruang
tengah melambangkan bahwa di dalam rumah tinggal harus ada tempat khusus yang disakralkan
atau di sucikan supaya digunakan ketika acara-acara atau kegiatan tertentu yang sakral atau
berhubungan dengan Tuhan, hal ini adalah salah satu cara bagi penghuni rumah untuk selalu
mengingat keberadaan Tuhan ketika berada di dalam Rumah mereka.

3
Ruang depan yang disebut jaga satru disediakan untuk umat dan terbagi menjadi dua
bagian, sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk jamaah pria. Masih pada
ruang jaga satru di depan pintu masuk terdapat satu tiang di tengah ruang yang disebut tiang
keseimbangan atau soko geder, selain sebagai simbol kepemilikan rumah, tiang tersebut juga
berfungsi sebagai pertanda atau tonggak untuk mengingatkan pada penghuni tentang keesaan
Tuhan.

Begitu juga di ruang dalam terdapat empat tiang utama yang disebut soko guru. Hal ini
melambangkan bahwa, pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa
menjalani hidup seorang diri, melainkan harus saling bantu membantu satu sama lain, selain itu
soko guru juga melambangkan empat hakikat kesempurnaan hidup dan juga ditafsirkan sebagi
hakikat dari sifat manusia.

Untuk membedakan status sosial pemilik rumah, kehadiran bentangan dan tiang
penyangga dengan atap bersusun yang biasanya dibiarkan menyerupai warna aslinya menjadi ciri
khas dari kehadiran sebuah pendopo dalam rumah dengan gaya ini

Susunan ruang dalam bangunan tradisional Jawa pada prinsipnya terdiri dari beberapa bagian
ruang yaitu :

1. Pendapa, difungsikan sebagai tempat melakukan aktivitas yang sifatnya formal


(pertemuan, upacara, pagelaran seni dan sebagainya). Meskipun terletak di bagian depan,
pendapa bukan merupakan ruang penerima yang mengantar orang sebelum memasuki
rumah. Jalur akses masuk ke rumah yang sering terjadi adalah tidak dari depan melalui
pendapa, melainkan justru memutar melalui bagian samping rumah
2. Pringgitan, lorong penghubung (connection hall) antara pendapa dengan omah njero.
Bagian pringgitan ini sering difungsikan sebagai tempat pertunjukan wayang
kulit/kesenian/kegiatan publik. Emperan adalah teras depan dari bagian omah-njero.
Teras depan yang biasanya lebarnya sekitar 2 meter ini merupakan tempat melakukan
kegiatan umum yang sifatnya nonformal
3. Omah njero, kadang disebut juga sebagai omah-mburi, dalem ageng atau omah. Kata
omah dalam masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti
kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal.
4. Senthong-kiwa, dapat digunakan sebagai kamar tidur keluarga atau sebagai tempat
penyimpanan beras dan alat bertani.
5. Senthong tengah (krobongan), sering juga disebut sebagai boma, pedaringan, atau
krobongan. Dalam gugus bangunan rumah tradisional Jawa, letak senthong-tengah ini
paling dalam, paling jauh dari bagian luar. Senthong-tengah ini merupakan ruang yang
menjadi pusat dari seluruh bagian rumah. ruang ini seringkali menjadi ruang pamer
bagi keluarga penghuni rumah tersebut.Sebenarnya senthong-tengah merupakan ruang
yang sakral yang sering menjadi tempat pelaksanaan upacara/ritual keluarga. Tempat ini
juga menjadi ruang penyimpanan benda-benda pusaka keluarga penghuni rumah.

4
6. Senthong-tengen, fungsinya sama dengan sentong kiwa
7. Gandhok, bangunan tambahan yang mengitari sisi samping dan belakang bangunan inti.

Tata ruang rumah rakyat biasa


(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1982)

Tata ruang rumah bangsawan


(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1982)

5
2.2 Arsitektur Tradisional Yogjakarta

Yogyakarta merupakan salah satu tempat paling poluler di Indonesia karena memiliki
banyak sekali kebudaya yang menarik. Beragam tempat wisata, makanan khas, dan tempat
belanja sungguh menjadi magnet bagi para wisatawan yang hendak berkunjung. Selain beberapa
hal di atas, Yogyakarta masih menyimpan salah satu keunikan budaya warisan yaitu rumah adat.

Rumah Adat Yogyakarta disebut rumah joglo. Menurut Narpawandawa, 1937-1938.


Rumah adat di Jawa ada lima jenis yaitu kampung, panggung pe, tajug, limasan, dan joglo.
Namun dalam perjalannanya, jenis rumah ini bekembang menjadi berbagai jenis bangunan
rumah tradisional/adat, hanya saja tetap berpakem pada pola dasar lima rumah tersebut.

Rumah Adat di Jawa itu penuh filosofi dan makna. Berbagai hal mulai dari ukuran,
kerangka, kondisi perawatan rumah, dan ruang-ruang di dalam rumah serta kondisi disekitar
rumah yang dikaitkan dengan status pemiliknya itu ditentukan terlebih dahulu. Ada sebuah
perhitungan yang disebut "petang" mulai dari letak, waktu, arah, cetak pintu utama rumah,
letang pintu pekarangan, ukuran, kerangka rumah, dan lain-lain agar pemilik rumah memperoleh
ketenteraman, kesejahteraan, dan kemakmuran ketika menghuni rumah tersebut. Di dalam
kehidupan kepercayaan masyarakat Kejawen, setiap kali membuat rumah baru tidak dilupakan
adanya sesajen, yaitu pernak-pernik tertentu yang disajikan untuk badan halus, danghyang desa,
kumulan desa dan sebagainya, agar dalam usaha pembangunan rumah baru tersebut
mendapatkan keselamatan (R. Tanaya, 1984:66-78).

Bagian-bagian Joglo
pendapa
pringgitan
dalem
sentong
gandok tengen
gandok kiwo

Bagian pendapa merupakan bagian paling depan dari rumah Joglo yang terdapat ruangan
luas tanpa sekat-sekat, biasanya digunakan untuk tempat pertemuan untuk acara besar bagi si
pemilik rumah seperti acara pagelaran wayang kulit,tari,gamelan dan yang lain.Pada waktu ada
acara syukuran biasanya sebagai tempat tamu besar. Pendopo biasanya terdapat soko guru,soko
pengerek,tumpang sari.
Bagian Pringgitan adalah bagian penghubung antara pendopo dan rumah dalem.Bagian
ini dengan pendopo biasanya di batasi dengan seketsel dan dengan dalem dibatasi dengan
gebyok.Fungsi bagian pringgitan biasanya sebagai ruang tamu.
Bagian Dalem adalah bagian tempat bersantai keluarga. Bagian ruangan yang bersifat
lebih privasi.

6
Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka, bangunan joglo dapat dibedakan
menjadi 4 bagian :
Muda (Nom) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan meninggi
(melar).
Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak memanjang) dan
atapnya tidak tegak/cenderung rebah (nadhah).
Laki-laki (lanangan) : Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif tebal.
Perempuan (wadon/padaringan kebak) : Joglo yang rangkanya relatif tipis/pipih.

Di bagian tengah pendapa terdapat empat tiang utama yang dinamakan sakaguru.
Ukurannya harus lebih tinggi dan lebih besar dari tiang-tiang/saka-saka yang lain. Di kedua
ujung tiang-tiang ini terdapat ornamen/ukiran. Bagian atas sakaguru saling dihubungkan oleh
penyambung/penghubung yang dinamakan tumpang dan sunduk. Posisi tumpang di atas sunduk.
Dalam bahasa Jawa, kata sunduk itu sendiri berarti penusuk. Di bagian paling atas tiang
sakaguru inilah biasanya terdapat beberapa lapisan balok kayu yang membentuk lingkaran-
lingkaran bertingkat yang melebar ke arah luar dan dalam. Pelebaran ke bagian luar ini
dinamakan elar. Elar dalam bahasa Jawa berarti sayap. Sedangkan pelebaran ke bagian dalam
disebut tumpang-sari. Elar ini menopang bidang atap, sementara Tumpang-sari menopang
bidang langit langit joglo (pamidhangan).

Untuk lebih lengkapnya, detail dari rangka joglo adalah sebagai berikut :

Detail rangkajoglo
sumber : Ismunandar, 2001 (telah diolah)

7
2.3 Konstruksi Arsitektur Joglo Yogyakarta

Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka, bangunan joglo dapat
dibedakan menjadi 4 bagian :

Muda (Nom) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan meninggi
(melar).
Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak memanjang) dan
atapnya tidak tegak/cenderung rebah (nadhah).
Laki-laki (lanangan) : Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif tebal.
Perempuan (wadon/padaringan kebak) : Joglo yang rangkanya relatif tipis/pipih.

Di bagian tengah pendapa terdapat empat tiang utama yang dinamakan sakaguru. Ukurannya
harus lebih tinggi dan lebih besar dari tiang-tiang/saka-saka yang lain. Di kedua ujung tiang-
tiang ini terdapat ornamen/ukiran.Bagian atas sakaguru saling dihubungkan oleh
penyambung/penghubung yang dinamakan tumpang dan sunduk. Posisi tumpang di atas sunduk.
Dalam bahasa Jawa, kata sunduk itu sendiri berarti penusuk.

Di bagian paling atas tiang sakaguru inilah biasanya terdapat beberapa lapisan balok kayu
yang membentuk lingkaran-lingkaran bertingkat yang melebar ke arah luar dan dalam. Pelebaran
ke bagian luar ini dinamakan elar. Elar dalam bahasa Jawa berarti sayap,. Sedangkan pelebaran
ke bagian dalam disebut tumpang-sari. Elar ini menopang bidang atap, sementara Tumpang-
sari menopang bidang langit langit joglo (pamidhangan).

Untuk lebih lengkapnya mengambil dari literature Ismunandar, 2001 (telah diolah), detail dari
rangka joglo adalah sebagai berikut :

Detail rangkajoglo
sumber : Ismunandar, 2001 (telah diolah)

8
1. Molo (mulo/sirah/suwunan), balok yang letaknya paling atas, yang dianggap sebagai
kepala bangunan.
2. Ander (saka-gini), Balok yang terletak di atas pengeret yang berfungsi sebagai penopang
molo.
3. Geganja, konstruksi penguat/stabilisator ander.
4. Pengeret (pengerat), Balok penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang; kerangka rumah
bagian atas yang terletak melintang menurut lebarnya rumah dan ditautkan dengan blandar.
5. Santen, Penyangga pengeret yang terletak di antara pengeret dan kili.
6. Sunduk, Stabilisator konstruksi tiang untuk menahan goncangan/goyangan.
7. Kili (Sunduk Kili), Balok pengunci cathokan sunduk dan tiang.
8. Pamidhangan (Midhangan), Rongga yang terbentuk dari rangkaian balok/tumpang-sari pada
brunjung.
9. Dhadha Peksi (dhadha-manuk), Balok pengerat yang melintang di tengah tengah
pamidhangan.
10. Penitih/panitih.
11. Penangkur.
12. Emprit-Ganthil, Penahan/pengunci purus tiang yang berbentuk tonjolan; dudur yang
terhimpit.
13. Kecer, Balok yang menyangga molo serta sekaligus menopang atap.
14. Dudur, Balok yang menghubungkan sudut pertemuan penanggap, penitih dan penangkur
dengan molo.
15. Elar (sayap), Bagian perluasan keluar bagian atas sakaguru yang menopang atap.
16. Songgo-uwang, Konstruksi penyiku/penyangga yang sifatnya dekoratif

2.4 Ragam Hias Pada Rumah Joglo

Ragam Hias merupakan suatu bentuk tambahan pada suatu bengunan dengan lebih
mementingkan estetika dan tanpa mempengaruhi fungsi, Namun kepercayaan jaman dulu
ragam hias memiliki fungsi filosofis, seperti sebagai penunjuk derajat dari sang pemilik.
Ragam hias pada bangunantradisional jawa pun memiliki jenis yang cukup beragam,
peletakannya pun berbeda-beda.

9
FLORA
Lung-Lungan

Berasal dari kata Lung yang berarti batang tumbuhan yang melata dan masih muda
sehingga berbentuk lengkung. Peletakan Berada pada Balok rumah, pemidangan, tebeng
pintu,jendela,daun pintu, patang aring.

Saton

Berasal dari kata Satu ialah nama jenis makanan berbentuk kotak dengan hiasan
daun/bunga. Memiliki Warna dasar: merah tua, hijau tua; warna lung-lungan: kuning
emas,sunggingan. Peletakan berada pada Tiang bag. Bawah, balok blandar, sunduk,
pengeret, tumpang, ander,pengisipada ujung dan pangkal.

10
Wajikan

Seperti irisan wajik yang berbentuk belah ketupat sama sisi, isinya berupa daun yang
memusat/bunga. Memiliki Warna dasar: merah tua, Warna: kuning emas.Peletakan pada
Tiang tengah/ titik persilangan kayu/sudut.

Nanasan

Wujudnya mirip buah nanas, sering disebut omah tawon/tawonan. Memiliki warna yang
cenderung polos. Diaplikasikan pada Kunci blandar, ditengah dadha peksi.

11
Tlacapan

Berasal dari kata tlacap, brupa deretan segi tiga. Memiliki warna dasar: merah tua,
hijau tua; warna lung-lungan: kuning emas,sunggingan. Terletak pada pangkal dan ujung
balok kerangka bangunan.

Kebenan

Dari kata keben yaitu tuah berbentuk empat meruncing bagaimahkota. Memiliki Warna
dasar: merah tua Warna: kuning emas, terletak pada Kancing blandar tumpang ujung
bawah.

12
Patron

Dari kata patra yang berarti daun, memiliki warna polos atau sunggingan, terletak pada
Balok - balok kerangka bangunan, blandar.

Padma

Berasal dari bentuk profil singgasana budha yang berbenyuk bunga padma. Memiliki
Warna polos/ sunggingan, terletak pada Upak, sebagai alas tiang.

13
FAUNA

Kemamang

Arti menelan segala sesuatu yang bersifat jahat yang hendak masuk, memiliki warna polos
atau sunggingan, terletak pada pintu regol.

`Peksi garuda

Sebagai lambang pemberantas kejahatan, memiliki Warna polos/ sunggingan, kuning emas,
terletak pada Bubungan, tebeng, pintu gerbang

Mirong
Melambangkan putri mungkur, menggambarkan putri dari belakang. Memiliki Warna:
merah tua, kuning emas, terletak pada Tiang-tiang bangunan

14
ALAM
Gunungan

Sering disebut kayon yang artinyamirip gunungan, memiliki warna natural, terletak pada
Tengah bubungan rumah.

Makutha

Dimaksudkan agar raja sebagai wakil tuhan memberkahi seisi rumah. memiliki warna
natural, terletak pada Bubungan bag. Tengah atau tepi kanan dan kiri.

Praba

Berasal dari kata praba yang berarti sinar, memiliki warna emas, terletak pada Tiang
bangunan utama, pada bagian bawah.

15
Mega Mendhung

Berarti awan putih dan hitam, dunia ada yang baik dan buruk. Memiliki Warna: polos,
kuning emas, gelap terang. Terletak pada Hiasan tebeng pintu, jendela.

Anyaman

Tidak memiliki arti tertentu, hanya unutk keindahan. Memiliki Warna polos, terletak pada
Dinding atau sekat, daun pintu.

Kaligrafi
Berupa tulisan kaligrafi yang bertujuan mengagungkan nama Tuhan. Memiliki Warna :
merah tua, coklat, kuning. Terletak pada tiang bangunan, umpak.

(ENCLOSURE Volume 7 No. 2 Juni 2008 Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman)

16
BAB III
GAMBARAN OBYEK PENGAMATAN

3.1 Lokasi

Rumah joglo ini terletak di Desa Wisata Tanjung daerah Sleman tepatnya di Desa
Donoharjo, Kec.Ngaglik, Kab. Sleman, D.I Yogyakarta. Dahulu Rumah ini adalah milik
salah satu anggota DPRD D.I Yogkarta namun setelah beliau pindah ke Jakarta, beliau
menjadikan rumah ini sebagai warisan budaya. Masyarakat Ngaglik mengelola rumah ini
menjadi salah satu bagian dari Desa Wisata Tanjung dan menjadikannya sebagai warisan
budaya.

3.2 Sejarah Singkat Pendirian Rumah Joglo di Desa wisata Tanjung Yogyakarta

Desa wisataTanjung berada di Jalan Palagan Tentara Pelajar Km. 11, tepatnya di
Donoharjo, Ngaglik, Sleman atau 5 km dari Monumen Yogya Kembali kearah Utara atau
30 menit dari kota Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat desa wisata Tanjung ini yang
berpenduduk sekitar 1.600 jiwa ini bekerja sebagai petani dan terbagi dalam 3 pedukuhan
yakni Tanjung, Panasan dan Bantarjo dengan 6 RW dan 11 RT. Desa ini diresmikan
menjadi desa wisata sejak 1 juli 2001, sejak saat itu banyak wisatawan baik mancanegara
maupun dalam negeri datang ke desa ini, namun yang paling banyak pada saat masa
liburan sekolah yakni pada bulan Juni Juli.

Beberapa potensi wisata yang dapat dinikmati dan dipelajari pengunjung seperti
kegiatan bertani seperti halnya mata pencaharian warga setempat dan memasak serta
terdapat juga kesenian tradisional dan membatik. Dan ada atraksi yang paling baru yang
dapat anda nikmati di Desa wisata Tanjung ini, yakni Ciciblung. Ciciblung adalah
permainan nada yang dihasilkan dari permainan di sungai dengan cara menepuk aliran air
di sungai. Atraksi ini sudah jarang sekali ditemukan di desa desa lain, dan anak-anak pun
sudah jarang mengenal akan permainan ini.

Yang paling menarik di desa wisata Tanjung ini adalah Rumah Joglo yang berusia
sekitar 200 tahun. Dahulu rumah joglo seperti yang ada di desa wisata Tanjung tersebut
merupakan symbol orang berada atau hanya dimiliki oleh kalangan ningrat saja. Rumah
joglo di desa ini masih dapat ditemukan namun yang tertua waktu itu adalah milik Lurah
Desa Tanjung bernama Noto Suparjo, yang saat ini menjadi kepemilikan adik Noto

17
Suparjo yakni R. Suwarno. Pendopo dari rumah ini dapat disewa untuk keperluan
pertemuan ataupun acara makan siang.

Kondisi rumah ini sudah mengalami 2 kali renovasi salah satunya yang patut
disayangkan adalah penggantian lantai yang berupa tanah menjadi keramik, hal ini tentu
saja agak sedikit mengubah kesan tradisionalnya namun secara keseluruhan bagian-
bagian dari rumah joglo ini masih lengkap walaupun ada beberapa mengalami perubah
fungsi serta ornamen-ornamen kuno masih terjaga dengan baik. Bagian bagian rumah
tersebut antara lain Pendopo, pringgitan, ndalem, senthong, dangandhok.

Rumah joglo ini sarat dengan filosofi yang mendalam pada tiap bagiannya. Pada
bagian bangunan utama terbagi menjadi 3 bagian yakni ruang depan, kemudian pendopo
sebagai penghubung sesuai filosofinya pendopo yakni papan kondo opo opo yang berarti
tempat untuk menyampaikan sesuatu. Kemudian terdapat Ndalem yang berisi tiga bagian
yakni senthong kiwo, tengah dantengen. Senthong yang mempunyai makna sepilan
kothong (sepidan kosong) maka ditempat ini tidak boleh diisi oleh apapun bahkan untuk
tidur. Karena Senthong tengah merupakan tempatnya dewi Sri/Padi, senthong kiwo
sebagai tempat pemujaan atau sembah yang sedangkan senthong tengen sebagai tempat
pusaka.

Selain ruang tersebut dalam joglo masih ada bagian yang dinamakan Gandhok
kiwo dan tengen, ruangan ini berfungsi bagi putra putri pemilik rumah yang belum
menikah, untuk yang gandhok tengen (kanan) untuk anak laki-laki sedangkan Gandhok
kiwo (kiri) untuk anak perempuan. Masih ada ruangan lain yakni di bagian belakang yang
berfungsi sebagai dapur yang luasnya mencapai 50 meter persegi. Bagi kalangan ningrat
dahulu binatang yang sering dipelihara selain sebagai sarana transportasi adalah kuda
maka di desain rumah joglo juga masih ada kandang kuda namun sudah berubah fungsi
yakni sebagai tempat menyimpan gamelan, dan letaknya berada di dekat gandhok kiwo.

3.3 Konstruksi, Tata Ruang, Ragam Hias, Makna Filosofi


3.3.1 Konstruksi
A. Atap
Pada bagian atap terdapat 2 model atap rumah yaitu limasan dan joglo
itu sendiri.

18
Atap rumah bentuk joglo

Atap rumah bentuk limasan

B. Dinding
Dinding yang menutupi rumah terbuat dari kayu jati asli, yaitu
dinding pada bagian pendapa. Sementara itu dinding pada area
kamar(senthong kanan kiri) terbuat dai kayu juga. Namun pada
beberapa bagian ada yang menggunakan batu bata.

19
Dinding rumah

Dinding rumah

C. Kolom
Kolom pada rumah ini seperti rumah-rumah joglo lainnya yang
biasa disebut soko, ada soko guru sebagai rangka dari joglo dan soko
pangeret-eret sebagai perluasan dari bentuk joglo itu sendiri.

20
Soko guru

Soko pangeret

D. Tumpang sari

Tumpang sari merupakan bagian konstruksi inti dan ciri khas


rangka atap pada bangunan rumah joglo. Jumlah struktur tumpang sari

21
pada rumah joglo ini berjumlah 2 buah. Tumpang sari pada rumah
joglo ini juga terdapat ukiran-ukirannya.

Tumpang sari

22
E. Umpak

Umpak
Rumah joglo yang kami teliti ini menggunakan pondasi yang
sederhana yaitu umpak. Ciri khas dari pondasi ini adalah tampilan dan
posisi pondasi yang berada diatas tanah ukan berada di dalam tanah.

F. Lantai
Lantai pada rumah joglo ini patut disayangkan karena sudah
mengalami perubahan, dulunya lantai rumah joglo ini terbuat dari tanah
namun sekarang sudah diganti dengan keramik.

Lantai rumah yang sudah mengalami peubahan

23
G. Langit-Langit
Rumah ini juga terdapat perubahan pada langit-langit rumah, dulunya
langit-langit pada rumah ini terbuat dari anyaman bamboo namun
sekarang sudah iganti dengan semacam ternit.

Langit-langit rumah yang mengalami perubahan

3.3.2 Tata Ruang


Dalam bangunan ini untuk tata ruang rumah sendiri sudah
mengalami sedikit perubahan. Untuk pendopo masih digunakan untuk
menerima tamu dan juga berfungsi sebagai ruang keluarga. Selain itu pada
rumah tersebut tidak menyediakan pringgitan yang berguna untuk lorong
penghubung antara pendapa dengan omah njero atau biasa digunakan
untuk tempat pertunjukan wayang kulit/kesenian/public. Sedangkan
bagian sentong kanan dan sentong kiri berfungsi sebagai ruang tidur.

Dari halaman depan, pertama-tama yang kita temui adalah ruangan


yang disebut pendopo. Ruang ini berfungsi sebagai tempat menerima
tamu, pertemuan bila ada musyawarah serta kegiatan makan bersama. Pada

24
bagian pinggir pendopo, yaitu bagian emperannya dahulu tempat anak-
anak perempuan bermain dakon.

Dari pringgitan kemudian menuju ruang belakang, yang disebut dalem


atau omah jero. Ruangan ini berfungsi sebagai ruang keluarga atau tempat
menerima tamu wanita. Di dalem atau rumah jero, terdapat tiga buah
kamar atau senthong yaitu senthong kiwo (kiri), senthong tengah dan
senthong tengen (kanan). Pada para petani, senthong kiwo berfungsi untuk
menyimpan senjata atau barang-barang keramat. Senthong tengah untuk
menyimpan benih atau bibit akar-akaran atau gabah. Sedangkan senthong
tengen untuk ruang tidur. Kadang-kadang senthong tengah dipakai pula
untuk berdoa dan pemujaan kepada Dewi Sri. Oleh karenanya disebut juga
pasren atau petanen. Senthong tengah tersebut diberi batas kain yang
disebut langse atau gedhek, berhias anyaman yang disebut patang aring.
Namun kami tidak bisa memasuki bagian dalem rumah ini karena pemilik
rumah ini tidak mengijinkan para pengunjung untuk memasuki bagian ini.

Pada rumah joglo milik bangsawan, senthong tengah ini berisi


bermacam-macam benda lambang (perlengkapan) yang mempunyai
kesatuan arti yang sakral (suci). Setiap benda memiliki arti lambang
kesuburan dan kebahagiaan rumah tangga. Sebelah kiri, kanan dan
belakang senthong terdapat gandhok, yaitu bangunan kecil yang
digunakan untuk tempat tinggal kerabat. Bila ada upacara atau kenduri,
gandhok ini dipakai untuk tempat para wanita mengerjakan segala
keperluan dan persiapan upacara terutama mengatur makanan yang sudah
dimasak di dapur. Dapur (pawon) terletak di belakang dalem, yang selain
untuk memasak, juga berfungsi sebagai tempat menyimpan perkakas
dapur serta bahan makanan seperti kelapa, palawija, beras dan sebagainya.

Di samping kanan dan kiri rumah joglo ini juga terdapat bangunan
terpisah, di samping kiri bangunan merukan bangunan dengan beberapa
kamar yang dahulu difungsikan sebagai kamar-kamar bagi keluarga

25
karena berdasarkan informasi dari narasumber yang kami temui keluaga
ini memiliki banyak anak.

Bangunan yang dulunya kamar sekarang difungsikan untuk lumbung

Di samping kanan bangunan terdapat bangunan terpisah juga yang


dulunya dipakai untuk kandhang kuda karena dulu kuda digunakan sebagai
alat transportasi namun sekarang bangunan ini digunakan sebagai tempat.
menyimpan gamelan. Dan satu bangunan lagi yang disebut kancung
bangunan ini adalah bangunan untuk tamu apabila ada tamu yang
menginap di rumah ini.

Bangunan yang sekarang dijadikan tempat menyimpan gamelan

26
Tempat tamu

3.3.3 Ragam Hias


Dari survey yang kita lakukan kami menemukan beberapa ragam
hias yang ada dalam rumah joglo ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

A. Ragam hias ukiran pada dinding pringgitan

27
B. Ragam hias ukiran pada tumpang sari

C. Ragam hias lung-lungan pada konsul

3.3.4 Makna Filosofi


Berdasarkan pada pandangan hidup orang Jawa bahwa kehidupan manusia
tidak terlepas dari pengaruh alam semesta, atau dalam lingkup yang lebih terbatas
adalah dari pengaruh lingkungan sekitarnya, maka keberadaan rumah bagi orang
Jawa harus mempertimbangkan hubungan tersebut. Joglo sebagai salah satu simbol
kebudayaan masyarakat Jawa merupakan media perantara untuk menyatu dengan

28
Tuhan (kekuatan Ilahi) sebagai tujuan akhir kehidupan (sangkan paraning dumadi),
berdasar pada kedudukan manusia sebagai seorang individu, anggota keluarga dan
anggota masyarakat. Nilai filosofis Joglo merepresentasikan etika Jawa yang
menuntut setiap orang Jawa untuk memiliki sikap batin yang tepat, melakukan
tindakan yang tepat, mengetahui tempat yang tepat (dapat menempatkan diri) dan
memiliki pengertian yang tepat dalam kehidupan.
a. Rumah bagi individu Jawa
Sebagai personifikasi penghuninya, rumah harus dapat menggambarkan
kondisi atau tujuan hidup yang ingin dicapai oleh penghuninya. Rumah Jawa
dihadapkan pada pilihan empat arah mata angin, yang biasanya hanya
menghadap ke arah utara atau selatan. Tiap arah mata angin menurut
kepercayaan juga dijaga oleh dewa, yaitu:
- arah timur oleh Sang Hyang Maha Dewa, dengan sinar putih berarti sumber
kehidupan atau pelindung umat manusia, merupakan lambang kewibawaan
yang dibutuhkan oleh para raja.
- Arah barat oleh Sang Hyang Yamadipati, dengan sinar kuning berarti
kematian, merupakan lambang kebinasaan atau malapetaka.
- Arah utara oleh Sang Hyang Wisnu, dengan sinar hitam berarti penolong
segala kesulitan hidup baik lahir maupun batin, merupakan lambang yang
cerah, ceria dan penuh harapan.
- Arah selatan oleh Sang Hyang Brahma, dengan sinar merah berarti
kekuatan, merupakan lambang keperkasaan, ketangguhan terhadap bencana
yang akan menimpanya.

Rumah bagi individu Jawa sangat penting untuk menunjukkan bahwa


seseorang memiliki kontrol teritorial, yang selanjutnya akan mendefinisikan
keberadaan dan statusnya. Sebuah rumah merupakan bentuk eksistensi bagi
pemiliknya. Sehingga rumah Jawa sebagai personifikasi penghuninya juga
ditunjukkan melalui dimensi antropometrik yang mengacu pada dimensi tubuh
penghuni, yaitu kepala rumah tangga.

29
Rumah merupakan pelindung dari kekacauan dan kesialan yang berada di
luar rumah. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan sumur yang letaknya
berdekatan dengan regol. Seseorang akan membasuh kakinya ketika masuk
rumah untuk melepaskan emosi dan kesialan yang mungkin menempel pada
tubuhnya di jalanan. Di rumahlah orang menemukan ketenteraman terlindung
dari dunia luar yang merupakan sumber kekacauan.

b. Rumah bagi keluarga Jawa


Rumah bagi keluarga Jawa mempunyai nilai tersendiri, yaitu sebagai suatu
bentuk pengakuan umum bahwa keluarga tersebut telah memiliki kehidupan
yang mapan. Ini menegaskan kondisi ideal bagi orang Jawa yaitu memiliki
rumah tangga sendiri.
Kepemilikan terhadap rumah dan tanah merupakan hal yang selalu lebih
utama dari pada kepemilikan terhadap benda-benda lainnya.
Meskipun konstruksi rumah Jawa memungkinkan untuk dibongkar-pasang,
namun kecenderungan dalam praktik sehari-hari adalah membiarkan sebagian
besar pintu dan jendelanya dalam keadaan tertutup sehingga menjadi gelap.
Kondisi ini menghindari kekurangan-kekurangan dalam rumah terlihat dari luar
oleh orang lain. Selain itu juga untuk memberikan privasi dan kebebasan bagi
keluarga yang menghuni.
Peran utama rumah adalah sebagai tempat menetap, melanjutkan keturunan
serta menopang kehidupan sebuah keluarga. Seringkali di depan senthong
(kamar) dapat dipasang foto-foto leluhur sebagai simbol kesinambungan
keturunan.
Secara khusus, senthong tengah berfungsi sebagai kuil kemakmuran
keluarga dalam kaitannya dengan kedudukannya sebagai titik penghubung
antara rumah, sawah dan dunia nenek moyang melindungi keduanya.
c. Joglo dalam kehidupan masyarakat Jawa
Ukuran dan bentuk rumah merupakan lambang kedudukan sosial keluarga
yang menempatinya dalam suatu masyarakat. Hanya kaum bangsawan saja
yang awalnya diperbolehkan memiliki Joglo. Untuk orang desa pada umumnya
menggunakan bentuk Srotongan atau Trojongan. Yang membedakan Joglo

30
dengan tipologi rumah Jawa lainnya adalah konstruksi atapnya yang memiliki
brunjung lebih menjulang tinggi sekaligus lebih pendek dengan susunan
tumpang sari, yaitu yang ditopang oleh empat tiang utama yang disebut saka
guru. Bagian saka guru dan tumpang sari biasanya sarat dengan ukiran, baik
yang rumit maupun yang sederhana. Material yang digunakan oleh Joglo juga
lebih banyak dan biasanya menggunakan kayu jati, akibatnya harga Joglo lebih
mahal dari tipologi rumah Jawa lainnya. Jadi Joglo menjadi simbol bahwa
pemiliknya termasuk dalam strata sosial atas.
Pertunjukan-pertunjukan seni yang diadakan oleh tuan rumah di pendhapa
untuk khalayak umum, mempertegas stratifikasi sosial yang berlaku juga
menjadi bentuk ekspansi kewenangan tuan rumah terhadap lingkungan
sekitarnya. Pendhapa juga digunakan bagi kaum lelaki untuk bersosialisasi
sehingga kemudian mempertegas bahkan membentuk nilai-nilai
kemasyarakatan.
Sebagai personifikasi dari penghuninya, bagian-bagian Joglo (peninggian
lantai-dinding-atap) dapat dianalogikan secara fisik menurut bagian-bagian
tubuh manusia (kaki-badan-kepala) dan secara non-fisik menurut perjalanan
hidupnya (lahir-hidup-mati).
Sehingga kemudian nilai-nilai filosofis yang dimiliki oleh orang Jawa juga
dapat diterapkan sebagai nilai-nilai filosofis Joglo sebagai rumah Jawa. Nilai-
nilai kosmologi yang dipercaya dan diwariskan oleh orang Jawa melalui mitos,
terepresentasikan pada rumah Jawa. Dimensi atap yang dominan menunjukkan
bahwa orang Jawa mengutamakan bagian kepala dan isinya (pikiran dan ide)
karena dengan kemampuan akal pikirnya akan dapat membawa manusia untuk
mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum mati untuk menemui Tuhan.
Yang dimaksud dengan interior Joglo adalah tatanan secara keseluruhan
segala sesuatu yang berada di bawah lingkup struktur Joglo. Karena secara non-
fisik area tersebut dapat dianalogikan sebagai hidup, maka nilai filosofis
interior Joglo dapat dianalogikan pula sebagai nilai filosofis kehidupan bagi
orang Jawa. Sehingga nilai filosofis interior Joglo merepresentasikan suatu
usaha dalam mencapai kesempurnaan hidup untuk mempersiapkan diri menuju

31
kepada Tuhan. Usaha mencapai kesempurnaan hidup tersebut adalah melalui
etika Jawa.

d. Konstruksi dan penataan ruang dalam kehidupan individu


Rumah joglo yang biasanya mempunyai bentuk atap yang bertingkat-
tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap yang semakin tinggi
dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut menjadi
suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke rumah joglo
dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri, sehingga hal itu
menyebabkan penghuni merasa nyaman ketika berada di dalam bangunan dan
hal itu membuat penghuni lebih sering berkumpul dengan keluarga dan
merasakan kebersamaan yang kuat seperti struktur yang menopang rumah Adat
Joglo ini. Atap joglo selalu terletak di tengah-tengah dan selalu lebih tinggi
serta diapit oleh atap serambi. Bentuk gabungan antara atap ini ada dua macam,
yaitu: Atap Joglo Lambang Sari dan Atap Joglo Lambang Gantung. Atap Joglo
Lambang Sari mempunyai ciri dimana gabungan atap Joglo dengan atap
Serambi disambung secara menerus, sementara atap Lambang Gantung terdapat
lubang angin dan cahaya, dan hal ini melambangkan filosofi kehidupan
manusia, bahwa kehidupan semakin sukses (berada diatas) maka cobaan pun
akan semakin berat, semakin kuat diterpa angin, dan selalu rawan untuk jatuh
apabila tidak hati-hati.
Setiap ruagan dalam Joglo memiliki filosofi tersendiri bagi kehidupan
manusia. Misalnya, adanya soko guru yang merupakan empat tiang utama
kerangka bangunan melambangkan bahwa pada hakekatnya manusia adalah
makhluk sosial yang tidak bisa menjalani hidup seorang diri, melainkan harus
saling bantu membantu satu sama lain, selain itu soko guru juga melambangkan
empat hakikat kesempurnaan hidup dan juga ditafsirkan sebagi hakikat dari sifat
manusia.
Pada bagian pintu masuk memiliki tiga buah pintu,yakni pintu utama di
tengah dan pintu kedua yang berada di samping kiri dan kanan pintu utama.
Ketiga bagian pintu tersebut memiliki makna simbolis bahwa kupu tarung yang
berada di tengah untuk keluarga besar, sementara dua pintu di samping kanan
dan kiri untuk besan, hal ini melambangkan bahwa tamu itu adalah raja yang
harus di hormati dan di tempatkan di tempat yang berbeda dengan keluarga inti
ataupun keluarga dari mempelai, demi menghormati kehadiran mereka dan
memberi tempat yang berbeda dari keluarga sendiri dan itu adalah cara atau tata
krama yang pantas untuk menyambut tamu.
Pada ruang bagian dalam yang disebut gedongan dijadikan sebagai
mihrab, tempat Imam memimpin salat yang dikaitkan dengan makna simbolis

32
sebagai tempat yang disucikan, sakral, dan dikeramatkan. Gedongan juga
merangkap sebagai tempat tidur utama yang dihormati dan pada waktu-waktu
tertentu dijadikan sebagai ruang tidur pengantin bagi anak-anaknya, ruang
tengah melambangkan bahwa di dalam rumah tinggal harus ada tempat khusus
yang disakralkan atau di sucikan supaya digunakan ketika acara-acara atau
kegiatan tertentu yang sakral atau berhubungan dengan Tuhan, hal ini adalah
salah satu cara bagi penghuni rumah untuk selalu mengingat keberadaan Tuhan
ketika berada di dalam Rumah mereka.
Ruang depan yang disebut jaga satru disediakan untuk umat dan terbagi
menjadi dua bagian, sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk
jamaah pria. Masih pada ruang jaga satru di depan pintu masuk terdapat satu
tiang di tengah ruang yang disebut tiang keseimbangan atau soko geder, selain
sebagai simbol kepemilikan rumah, tiang tersebut juga berfungsi sebagai
pertanda atau tonggak untuk mengingatkan pada penghuni tentang keesaan
Tuhan.
Sistem yang terkandung dalam penataan ruang dan struktur Rumah adat
joglo ini, selain menuntun manusia untuk hidup sosial dan bantu membantu
adalah menjadikan diri manusia tidak sombong dan menghormati satu sama
lain, dan juga tidak pernah lupa akan keberadaan Yang Maha Kuasa.

33
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Rumah joglo merupakan bangunan arsitektur tradisional jawa tengah, rumah joglo
mempunyai kerangka bangunan utama yang terdiri dari soko guru berupa empat tiang
utama penyangga struktur bangunan serta tumpang sari yang berupa susunan balok yang
disangga soko guru.

Susunan ruangan pada Joglo umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu ruangan
pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah atau ruang yang dipakai untuk
mengadakan pertunjukan wayang kulit disebut pringgitan, dan ruang belakang yang
disebut dalem atau omah jero sebagai ruang keluarga. Dalam ruang ini terdapat tiga buah
senthong (kamar) yaitu senthong kiri, senthong tengah dan senthong kanan.

Membandingkan dari Literatur dan hasil observasi kami, Rumah Joglo yang kami
observasi telah banyak memiliki perubahan. Diantaranya Joglo pada literature memiliki
tumpang sari, sementara pada joglo yang kami observasi pada bagian saka guru langsung
diteruskan ke sunduk yang diikat dengan purus wedokan dan lanangan, dan diatasnya
diikat dengan blandar dan pengeret. Pada bagian pondasi, bagian umpak tidak menempel
tanah karena lantai sudah diganti dengan keramik.

Pada Joglo yang kami observasi juga sudah banyak mengalami perubahan fungsi
pada beberapa ruang. Selain pada bagian lantai yang telah mengalami perubahan, genting
pada sebagian rumah joglo ini telah mengalami renovasi. Pengecatan ulang juga pernah
dilakukan pada rumah ini. Sebagian dinding sudah diganti menggunakan dinding bata
agar lebih awet dan tahan lama, menurut narasumber.

4.2 Kritik dan saran

Menurut kami masih banyak hal hal dalam literature yang perlu diperbaiki karena
tidak semua yang ada pada literature diterapkan seutuhnya pada kehidupan .Sebagai
pembaca kita juga harus selektif , dan tidak menelan mentah mentah apa yang tertulis di
literatur.

Walaupun termasuk salah satu sumber, namun apa yang tercantum di internet juga
sebaiknya perlu kita saring. Bertanya pada narasumber sangat baik ketika melakukan
observasi sehingga apa yang didapat semakin nyata dan bisa dipertanggung jawabkan.

34

Anda mungkin juga menyukai