Anda di halaman 1dari 293

SOP TATALAKSANA KASUS

KEJANG DEMAM
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/ANAK
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal >38C) akibat dari suatu proses ekstra kranial.
Kejang berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya
infeksi intracranial atau penyebab lainnya

2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah rekurensi


- Mencegah komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Termometer
- Tabung O2
- Diazepam per rectal
1. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama kejang, pasien
riwayat perjalanan penyakit hingga
terjadinya kejang
d. Menanyakan riwayat kejang sebelumnya,
trauma, obat obatan yang dikonsumsi, Pemeriksaan klinis,
dan gangguan neurologis vital sign dan lup
e. Menanyakan lamanya, tipe, dan kuantitas
kejang
f. Mencari faktor resiko Penegakan Diagnosa
Demam yang berasal dari
ekstrakranial
Usia umumnya terjadi 6 bulan 5
tahun Terapi, Konseling dan Edukasi
Riwayat kejang pada keluarga

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan Rujukan Kasus
c. Melakukan pemeriksaan vital sign
d. Melakukan klasifikasi kejang demam
Kejang demam sederhana

1
- Kejang umum
- Durasi <15menit
- Kejang tidak terulang
dalam 24 jam
- kejang tidak disebabkan
oleh penyakit yang
berhubungan dengan
gangguan di otak
Kejang demam kompleks
- Kejang fokal
- Durasi >15menit
- Dapat terjadi kejang
berulan dalam 24 jam

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pemberian farmakoterapi diazepam per
rektal 0,5mg/kg (maks 20mg per dosis)
b. Pemberian farmakoterapi paracetamol per
rektal 10mg/kg
c. Konseling dan edukasi pencegahan kejang
berulang dan cara pemberian obat penurun
panas
d. Rujuk apabila kejang tidak membaik
setelah diberikan obat anti konvulsi atau
kejang demam berulang
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi orang tua pasien untuk pencegahan kejang
diperhatikan berulang
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Anak
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

2
SOP TATALAKSANA KASUS
TETANUS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/SARAF
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tetanus adalah penyakit system saraf yang disebabkan oleh
tetanospasmin. Tetanospasmin adalah neurotoksin yang dihasilkan
oleh clostridium tetani, ditandai dengan spasme tonik persisten
disertai dengan serangan yang jelas dan keras. Spasme hamper
selalu terjadi pada otot rahang dan leher yang menyebabkan
penutupan rahang ( trismus, lockjaw), serta melibatkan tidak hanya
otot ekstremitas, tetapi juga otot otot batang tubuh

2. Tujuan - Mengidentifikasi dini dan mengobati penyakit


- Mencegah komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Oksigen
- Infus set
- Obat anti konvulsan
- Sarana pemeriksaan neurologis
2. 6. Langkah- Langkah Bagan Alir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri. Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien.
c. Menanyakan keluhan utama adanya pasien
kekakuan dan spasme menetap pada otot
rahang, leher atau daerah proksimal luka
d. Menanyakan riwayat luka terbuka atau
tertutup yang disebabkan benda yang Pemeriksaan klinis,
berkarat atau kotor vital sign dan lup
e. Menanyakan riwayat imunisasi tetanus
pasien
Penegakan Diagnosa
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Mencuci tangan
Pengobatan, Konseling dan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign
Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan fisik kekakuan
otot leher dan otot rahang ( trismus )
e. Melakukan pemeriksaan kekauan otot dada
dan perut (opistotonus ), fleksi abduksi Rujukan Kasus
lengan serta ekstensi tungkai

3
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Pemberian farmakoterapi antikonvulsan
diazepam titrasi 6-8mg per hari sesuai
kebutuhan dan respon klinis. Bila pasien
dalam keadaan kejang maka berikan
diazepam 0,5mg/kgBB/kali i.v perlahan
lahan dengan dosis optimum 10mg/kali
diulang setiap kali kejang. Kemudian
diikuti pemberian diazepam oral (sonde
lambung) dengan dosis 0,5mg/kgBB/kali
diberikan 6 kali sehari. Dosis maksimal
diazepam 240mg/hari.
b. Pemberian oksigen dan pengawasan pasien
agar tidak ada hambatan fungsi respirasi
c. Manajemen luka port de entry
d. Rujuk agar pasien mendapatkan
pengobatan optimal

7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi pasien dan keluarga pentingnya vaksinasi
diperhatikan dan penyuntikan serum anti tetanus
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Saraf
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

4
SOP TATALAKSANA KASUS
HIV AIDS TANPA KOMPLIKASI
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/UMUM
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian HIV adalah Human Immunodeficiency virus yang menyerang sel
sel kekebalan tubuh AIDS atau Acquired Immunodeficiency
Syndrome adalah kumpulan gejala akibat penurunan kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV

2. Tujuan - Menentukan stadium sebelum memberikan terapi ARV


- Mengobati penyakit penyerta

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - stetoskop
- tensimeter
- thermometer
3. 6. Langkah- Langkah Bagan Alir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri. Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien.
c. Menanyakan keluhan utama pasien. pasien
d. Menanyakan apakah pasien menderita diare
berulang atau menetap selama 1 bulan
e. Menanyakan apakah ada penurunan berat
badan yang signifikan selama 1 bulan. Pemeriksaan klinis,
f. Mencari faktor resiko yang berhubungan vital sign
dengan penularan HIV

6.2 Pemeriksaan Fisik Penegakan Diagnosa


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Mencuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign
d. Melakukan pemeriksaan tanda tanda
infeksi oportunistik Pengobatan, Konseling dan
6.3 Tatalaksana Kasus Edukasi
a. Pengobatan sesuai penyakit penyerta
b. Konseling dan edukasi pasien untuk
melakukan VCT
c. Pasien dirujuk jika: penyakit tidak sembuh Rujukan Kasus
7-10 hari setelah terapi, terjadi komplikasi
dan penyakit penyerta lain yang
menggunakan multifarmaka.

5
7. Hal-hal yang perlu Pasien memerlukan dukungan penuh dari keluarga dan petugas
diperhatikan kesehatan untuk melakukan VCT dan mengkonsumsi obat
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Penyakit Dalam
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

6
SOP TATALAKSANA KASUS
TENSION HEADACHE
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/SARAF
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tension headache adalah nyeri kepala tipe tegang yang paling sering
dijumpai dan sering dihubungkan dengan peningkatan stress.
Sebagian besar terjadi dalam kelompok yang mempunyai perasaan
kurang percaya diri, mudah gentar dan tegang sehingga mudah
terjadi peningkatan tekanan jiwa dan penurunan tenaga yang dapat
menyebabkan gangguan dan mengakibatkan reaksi pada otot otot
kepala, leher, bahu serta vaskularisasi kepala sehingga menimbulkan
nyeri kepala
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Obat analgetik non spesifik

4. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama nyeri kepala pasien
yang tersebar secara difus dan sifatnya
mulai dari ringan hingga sedang yang
berlangsung 30 menit hingga 1 jam penuh
d. Menanyakan sifat nyeri kepala seperti Pemeriksaan klinis,
kepala berat, pegal atau rasa kencang pada vital sign dan lup
daerah bitemporal atau bioksipital
e. Menanyakan perjalanan nyeri kepala yang
awalnya pada leher bagian belakang Penegakan Diagnosa
kemudian menjalar ke kepala
f. Menanyakan faktor resiko keadaan yang
dapat memicu stress
g. Menanyakan keluhan lain seperti adanya
mual / muntah, palpitasi, berat badan Terapi, Konseling dan Edukasi
menurun

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.

7
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign Rujukan Kasus
d. Melakukan pemeriksaan neurologis berupa
kekuatan motoric, refleks, koordinasi, dan
sensoris
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Pemberian farmakoterapi analgesic non
spesifik seperti paracetamol 600-900mg
dan/atau kombinasi dengan NSAID
ibuprofen 200-400mg
b. Konseling dan edukasi mengenai penyakit
dan faktor pemicu
c. Rujuk apabila nyeri kepala tidak membaik
atau bila terdapat gejala depresi berat
dengan kemungkinan bunuh diri
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi keluarga agar ikut membantu mengurangi
diperhatikan stress yang diderita pasien dan memberi motivasi untuk
pengobatan pasien
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Saraf
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

8
SOP TATALAKSANA KASUS
MIGREN
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/SARAF
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Migren adalah suatu istilah yang digunakan untuk nyeri kepala
primer dengan kualitas berdenyut, diawali unilateral yang diikuti
oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan depresi.
Serangan seringkali berulang dan cenderung tidak bertambah parah
setelah bertahun tahun. Migren dapat berlangsung antara 4
72jam dan lebih banyak menyerang kaum wanita.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan rekurensi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Obat Anti migren
- Alat pemeriksaan Neurologis

5. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama nyeri kepala pasien
unilateral yang sifatnya berdenyut yang
semakin parah apabila beraktivitas
d. Menanyakan adanya keluhan mual dengan
atau tanpa muntah, fotofobia, fonofobia Pemeriksaan klinis,
e. Mencari faktor predisposisi seperti pre- vital sign dan lup
menstruasi, puasa atau terlambat makan,
makanan misalnya alkohol, coklat, susu,
keju Penegakan Diagnosa

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Terapi, Konseling dan Edukasi
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign
d. Melakukan pemeriksaan neurologis
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Pemberian analgetik non spesifik untuk
kasus ringan seperti paracetamol dan/atau
Rujukan Kasus
kombinasi dengan NSAID
b. Pemberian analgetik spesifik seperti
ergotamine, atau golongan triptan untuk

9
kasus sedang hingga berat yang tidak
berespon dengan analgetik non spesifik.
c. Konseling dan edukasi untuk menghindari
stimulasi sensoris berlebihan pada saat
serangan migren dan menghindari pemicu
d. Pemberian farmakoterapi untuk pencegahan
serangan berulang dapat berupa propranolol
40-240mg per hari atau amitriptilin 10-
200mg per hari atau fluoksetin 10-80mg
per hari
e. Rujuk apabila migren terus berlanjut dan
tidak hilang dengan pengobatan
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi pasien dan keluarga untuk mengontrol
diperhatikan serangan dan menghindari pemicu
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Saraf
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

10
SOP TATALAKSANA KASUS
BELLS PALSY
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/SARAF
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Bells Palsy adalah paralisis fasialis idiopatik, merupakan penyebab
tersering dari paralisis fasialis unilateral. Merupakan kejadian akut,
unilateral, paralisis saraf fasial tipe LMN (perifer), yang secara
gradual mengalami perbaikan pada 80 90% kasus.
Penyebabnya tidak diketahui, diduga penyakit ini bentuk
polyneuritis dengan kemungkinan virus, inflamasi, autoimun dan
etiologi sistemik
2. Tujuan - Mengidentifikasi dini dan mengobati penyakit pasien
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Palu reflex
- Kapas
- Obat steroid
- Obat antiviral

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama paralisis otot pasien
fasialis unilateral dengan onset akut
(periode 48jam)
d. Menanyakan keluhan nyeri auricular
posterior dan/atau hiperakusis Pemeriksaan klinis,
e. Menanyakan keluhan penurunan produksi vital sign dan lup
air mata dan gangguan pengecapan
f. Mencari faktor resiko adanya riwayat
terpapar dingin pada sisi yang sakit dalam Penegakan Diagnosa
jangka waktu lama

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang Terapi, Konseling dan Edukasi
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan Atau Rujukan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign
d. Melakukan pemeriksaan fisik kepala,

11
telinga, mata, hidung, dan mulut serta
pemeriksaan neurologis untuk memastikan
penyakit
e. Pasien diminta untuk tersenyum, akan
terjadi distorsi dan lateralisasi pada sisi
berlawanan dengan kelumpuhan
f. Pasien tidak dapat menutup mata pada sisi
yang mengalami kelumpuhan
g. Melakukan pemeriksaan pengecapan
h. Melakukan pemeriksaan nyeri auricular
pada sisi yang lumpuh

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pemberian farmakoterapi steroid
prednisone dosis 1 mg/kg atau 60 mg/hari
selama 6 hari kemudian diikuti penurunan
dosis bertahap total selama 10 hari
b. Pemberian antiviral asiklovir dengan dosis
5 kali 400mg per hari selama 10 hari. Jika
virus varicella zoster dicurigai, dosis tinggi
5 kali 800mg per hari
c. Pemberian lubrikasi mata dan perlindungan
mata untuk mencegah iritasi pada mata sisi
yang lumpuh
d. Konseling dan edukasi untuk fisioterapi
atau akupuntur yang dapat mempercepat
perbaikan
e. Rujuk apabila penyakit tidak menunjukkan
perbaikan atau bila dicurigai kelainan saraf
pusat
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi mengenai penyakit dan terapi yang
diperhatikan diberikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Saraf
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

12
SOP TATALAKSANA KASUS
VERTIGO (BPPV)
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/SARAF
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau
lingkungan sekitarnya. Persepsi bisa berupa rasa berputar atau
melayang. BPPV adalah gangguan klinis yang sering terjadi dengan
karakteristik serangan vertigo di perifer, berulang dan singkat,
sering berkaitan dengan perubahan posisi kepala dari tidur, melihat
keatas, kemudian memutar kepala
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Termometer
- Tensimeter
- Obat antihistamin

7. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama rasa berputar pasien
atau melayang, sifat serangan dan faktor
pencetus
d. Menanyakan keluhan lain berupa mual,
muntah, keringat dingin dan gangguan Pemeriksaan klinis,
pendengaran vital sign dan lup
e. Menanyakan penyakit lain yang diderita
pasien seperti diabetes mellitus, hipertensi,
kelainan jantung Penegakan Diagnosa
f. Menanyakan adanya keluha neurologis
seperti kelemahan separuh tubuh, baal pada
satu sisi wajah atau satu sisi tubuh

6.2 Pemeriksaan Fisik Terapi, Konseling dan Edukasi


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Atau Rujukan
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan neurologis
Kesadaran

13
Nervus kranialis
Motorik
Sensorik
Keseimbangan
- Nistagmus
- Rhomberg
- Fukuda
- Tes jalan tandem

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pemberian farmakoterapi antihistamin
betahistin 12mg, 3 kali sehari per oral atau
dipenhidramin hcl 4 kali 25mg sehari per
oral
b. Pemberian farmakoterapi kalsium antagonis
cinnarizine 3 kali 15-30mg sehari per oral
c. Rujuk apabila tidak terdapat perbaikan
setelah diterapi farmakologik dan non
farmakologik
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Saraf
- Ilmu THT
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

14
SOP TATALAKSANA KASUS
GANGGUAN SOMATOFORM
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/PSIKIATRI
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Gangguan somatoform adalah salah satu jenis gangguan neurotic
yang disebabkan oleh kelainan kepribadian berupa gejala fisik /
jasmani yang dirasakan berlebihan disertai gejala kejiwaan tanpa
gangguan afek
2. Tujuan - Mengobati penyakit
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Tensimeter
- Termometer
- Stetoskop
8. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama pasien pasien
d. Menanyakan riwayat penyakit sesuai
dengan keluhan pasien
e. Mencari faktor resiko psikis yang diderita
pasien Pemeriksaan klinis,
vital sign dan lup
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Penegakan Diagnosa
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign
d. Melakukan pemeriksaan fisik sesuai
dengan keluhan pasien Terapi, Konseling dan Edukasi

6.3 Tatalaksana Kasus Atau Rujukan


a. Pemberian farmakoterapi anti-anxietas
diazepam oral 2-5mg 3 kali sehari atau anti-
depresi amitriptilin 25mg 3 kali sehari
b. Konseling dan edukasi pasien terkait
penyakitnya dan faktor psikis
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi keluarga pasien agar turut membantu
diperhatikan memberi motivasi kepada pasien

15
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Psikiatri
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

16
SOP TATALAKSANA KASUS
INSOMNIA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/PSIKIATRI
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya
ditemukan pada orang dewasa
Berdasarkan waktu,insomnia dibagi menjadi dua yaitu insomnia
akut dan kronis. Adapun berdasarkan penyebab dasar, terdapat
insomnia primer yang tidak ada kaitannya dengan gangguan atau
kondisi lain, dan insomnia sekunder yang dapat disebabkan kondisi
medis, penggunaan obat-obatan, alkohol atau zat lainnya
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Tensimeter
- Stetoskop
- Termometer
9. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identias pasien
c. Menanyakan keluhan utama sulit memulai pasien
tidur
d. Menanyakan keluhan lain seperti kurang
bertenaga, lemah, letih
e. Menanyakan riwayat penyakit lain yang Pemeriksaan klinis,
diderita pasien vital sign dan lup
f. Mencari penyebab penyebab lain seperti
penggunaan obat-obatan, alkohol dan zat
lainnya Penegakan Diagnosa

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tagann
c. Melakukan pemeriksaan vital sign Terapi, Konseling dan Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan fisik
Atau Rujukan
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Konseling dan edukasi sleep hygiene

17
seperti kamar tidur yang nyaman, hindari
melakukan kegiatan lain di kamar selain
untuk tidur seperti menonton televisi,
handphone, dan lain lain
b. Bangun dan olahraga yang teratur di pagi
hari
c. Pemberian farmakoterapi golongan
benzodiazepine reseptor agonis seperti
alprazolam, flurazepam dengan pemakaian
sebaiknya kurang dari 1 bulan
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi sleep hygiene
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Psikiatri
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

18
SOP TATALAKSANA KASUS
BENDA ASING DI KONJUNGTIVA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan
normal tidak dijumpai di konjungtiva. Pada umumnya bersifat
ringan, pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada
benda asing yang bersifat asam atau basa
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mengurangi keluhan
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Lup
- Lidi kapas
- Jarum suntik 23G
- Pantokain 2%

10. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama adanya benda pasien
yang masuk ke dalam konjungtiva atau
mata
d. Menanyakan adanya keluhan nyeri, rasa
mengganjal, mata merah dan berair serta Pemeriksaan klinis,
fotopobia vital sign dan lup
e. Mencari faktor resiko seperti pekerja atau
pengendara yang tidak menggunakan
pelindung mata Penegakan Diagnosa

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang
Terapi, Konseling dan Edukasi
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan Atau Rujukan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign
d. Melakukan pemeriksaan visus
e. Melakukan pemeriksaan fisik oftalmologi
dapat ditemukan benda asing pada
konjungtiva tarsal superior dan/atau
inferior, dan/atau pada konjungtiva bulbi

19
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Berikan tetes mata pantokain 2% sebanyak
1-2 tetes pada mata yang terkena benda
asing
b. Gunakan lup dalam pengangkatan benda
asing
c. Angkat benda asing menggunakan lidi
kapas atau jarum suntik ukuran 23G
d. Arah pengambilan dari tengah ke tepi
e. Oleskan lidi kapas yang sudah diberi
betadin pada tempat bekas benda asing
f. Berikan antibiotic topical salep atau tetes
mata kloramfenikol selama 2 hari
g. Rujuk apabila terdapat penurunan visus
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menggunakan pelindung mata apabila bekerja
diperhatikan dan/atau berkendara
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

20
SOP TATALAKSANA KASUS
KONJUNGTIVITIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Konjungtivitis adalah radang pada konjungtiva yang disebabkan
oleh mikroorganisme (virus, bakteri), iritasi atau reaksi alergi.
Konjungtivitis ditularkan melalui kontak langsung dengan sumber
infeksi. Penyakit ini dapat menyerang semua umur
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Lup

11. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama pasien dengan pasien
mata merah, rasa mengganjal, gatal dan
berair
d. Apakah terdapat sekret pada mata yang
sakit Pemeriksaan klinis,
e. Apakah terdapat penurunan daya vital sign dan lup
penglihatan
f. Mencari faktor resiko penggunaan lensa
kontak dan higyine yang buruk Penegakan Diagnosa

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Terapi, Konseling dan Edukasi
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign Atau Rujukan
d. Melakukan pemeriksaan fisik oftamologis
e. Melakukan pemeriksaan visus
f. Melakukan pemeriksaan apakah terdapat
eksudat atau edema kelopak mata
g. Menentukan klasifikasi konjungtivitis
Bakterial : konjungtiva hiperemis,
sekret purulent atau mukopurulen
dapat disertai membrane atau

21
pseudomembran di konjungtiva
tarsal
Viral : konjungtiva hiperemis, sekret
mukoserous, dan pembesaran
kelenjar preaurikular
Alergi : konjungtiva hiperemis,
riwayat atopi atau alergi, dan
keluhan gatal

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pemberian obat mata topikal sesuai
klasifikasi
Bakteri : kloramfenikol tetres mata 6
kali sehari atau salep mata 3 kali
sehari selama 3 hari
Viral : salep acyclovir 3% lima kali
sehari selama 10 hari
Alergi : flumetolon tetres mata dua
kali sehari selama 2 minggu
b. Sekret mata dibersihkan
c. Konseling dan edukasi untuk tidak
menyentuh mata yang sehat sesudah
menangani mata yang sakit
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh lebih
dari 10-14 hari setelah terapi,
7. Hal-hal yang perlu - Konjungtivitis mudah menular, karena itu pasien harus mencuci
diperhatikan tangannya dengan bersih
- Jangan menggunakan handuk atau lap bersama sama dengan
penghuni rumah lainnya
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

22
SOP TATALAKSANA KASUS
PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rupturnya
pembuluh darah dibawah lapisan konjungtiva. Dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada semua kelompok
umur. Sebagian besar terjadi unilateral
2. Tujuan - Mengobati penyakit
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup

12. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama adanya darah pasien
pada sclera atau mata berwarna merah
terang atau merah tua
d. Menanyakan apakah terdapat penurunan
visus dan riwayat trauma Pemeriksaan klinis,
e. Menanyakan faktor resiko seperti vital sign dan lup
hipertensi, benda asing, trauma tajam atau
tumpul, penggunaan obat pengencer darah
Penegakan Diagnosa
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Terapi, Konseling dan Edukasi
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. Atau Rujukan
d. Melakukan pemeriksaan fisik oftalmologis
e. Melakukan pemeriksaan visus

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pengobatan penyakit yang mendasari bila
ada
Konseling dan edukasi bahwa perdarahan
akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2
minggu tanpa diobati

23
b. Rujuk apabila terdapat penurunan visus
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

24
SOP TATALAKSANA KASUS
MATA KERING
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Mata kering adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan
konjugtiva yang diakibatkan berkurangnya produksi komponen air
mata.
2. Tujuan - Mengobati penyakit
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Lup

13. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.2 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama pasien pasien
d. Apakah pasien merasakan mata terasa perih
dan terbakar
e. Mencari faktor resiko apakah pasien
pengguna komputer yang lama atau Pemeriksaan klinis,
menggunakan lensa kontak vital sign dan lup

6.2 Pemeriksaan Fisik Penegakan Diagnosa


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. Terapi, Konseling dan Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan fisik oftamologis
Atau Rujukan
e. Melakukan pemeriksaan visus

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pemberian tetes air mata buatan
b. Konseling dan edukasi
c. Rujuk apabila terjadi komplikasi

25
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun
diperhatikan dan pulih total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat
perubahan epitel pada kornea dan konjugtiva masih reversibel
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

26
SOP TATALAKSANA KASUS
BLEFARITIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Blefaritis adalah radang pada tepi kelopak mata dapat disertai
terbetuknya ulkus atau tukak pada tepi kelopak mata, serta dapat
melibatkan folikel rambut
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Lup

14. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama pasien gatal pasien
pada tepi kelopak mata
d. Apakah pasien merasakan mengganjal atau
panas pada kelopak mata yang sakit?
e. Apakah pasien merasakan kelopak mata Pemeriksaan klinis,
sukar dibuka ketika bangun tidur vital sign dan lup

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang Penegakan Diagnosa
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan fisik oftalmologis Terapi, Konseling dan Edukasi
e. Melakukan pemeriksaan visus
Atau Rujukan
f. Melakukan pemeriksaan skuama atau
krusta pada kelopak mata dan bulu mata
rontok
g. Melakukan pemeriksaan tukak mata pada
kelopak mata

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Apabila terdapat tukak mata, salep atau
tetes mata eritromisin, gentamisin, atau
basitrasin 2 tetes setiap 2 jam hingga

27
gejala menghilang
b. Konseling dan edukasi membersihkan
kelopak mata dengan kompres hangat 5-10
menit empat kali sehari
c. Konseling dan edukasi memperbaiki
kebersihan kelopak mata
d. Rujuk apabila tidak membaik dengan
pengobatan optimal atau terdapat
komplikasi
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

28
SOP TATALAKSANA KASUS
HORDEOLUM
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Hordeolum adalah peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.
Biasanya merupakan infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
kelopak mata. Dikenal dua bentuk hordeolum internum dan
eksternum. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar
meibom yang terletak didalam tarsus. Hordeolum eksternum
merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum mudah
timbul pada individu yang menderita blepharitis dan konjungtiva
menahun
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Lup

15. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.3 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama pasien pasien
bengkak pada kelopak mata dan terasa
mengganjal
d. Apakah pasien merasakan nyeri dan sensasi
pada kelopak mata yang bengkak Pemeriksaan klinis,
vital sign dan lup

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang Penegakan Diagnosa
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan fisik oftamologis
e. Melakukan pemeriksaan visus

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pemberian terapi topikal dengan Terapi, Konseling dan Edukasi
oxytetrasiklin salep mata atau
Atau Rujukan
kloramfenikol salep mata setiap 8 jam

29
b. Pemberian terapi oral sistemik dengan
eritromisin 500mg pada dewasa dan anak
sesuai dengan berat badan
c. Konseling dan edukasi:
Hindari menekan atau menusuk
hordeolum
Hindari penggunaan lensa kontak
Hindari pemakaian make-up pada
mata
Kompres hangat pada mata yang
sakit 4-6 kali sehari selama 15
menit
Kelopak mata dibersihkan dengan
air bersih ataupun dengan sabun
yang tidak menimbulkan iritasi,
seperti sabun bayi
d. Rujuk bila dengan pengobatan konservatif
tidak berespon dengan baik atau
hordeolum berulang

7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi bahwa hordeolum dapat berulang sehingga
diperhatikan pasien harus menjaga hygiene dan kebersihan lingkungan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

30
SOP TATALAKSANA KASUS
TRIKIASIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Trikiasis merupakan kondisi dimana silia bulu mata melengkung
kearah bola mata. Trikiasis biasanya merupakan akibat adanya
inflamasi atau sikatrik pada palpebral setelah operasi palpebral,
trauma, kalazion atau blefaritis berat. Dapat terjadi pada semua usia
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Lup

16. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.4 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama adanya sensasi pasien
benda asing atau rasa mengganjal di mata
d. Menanyakan keluhan mata merah dan
perasaan perih atau nyeri pada mata
e. Adanya riwayat operasi mata atau kelopak Pemeriksaan klinis,
mata vital sign dan lup

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang Penegakan Diagnosa
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup Terapi, Konseling dan Edukasi
tampak bulu mata melengkung kedalam,
Atau Rujukan
evaluasi posisi palpebral karena dapat
berkaitan dengan adanya entropion
(melipatnya margo palpebral kearah dalam
sehingga bulu mata menggesek bola mata)
e. Tampak gambaran injeksi konjungtiva,
keluarnya carian mucus, dan bila parah
dapat terjadi abrasi kornea

31
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Jika hanya sedikit bula mata yang tumbuh
melengkung, dapat dilakukan epilasi
mekanik ( pencabutan bulu mata ). Bulu
mata akan tumbuh kembali dalam 3 4
minggu sehingga harus dilakukan
pencabutan kembali
b. Pemberian farmakoterapi obat tetes mata
kloramfenikol dan air mata buatan untuk
mencegah infeksi kornea
c. Rujuk apabila terdapat entropion.
7. Hal-hal yang perlu Penyakit ini dapat berulang sehingga pasien harus berobat secara
diperhatikan kontinyu
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

32
SOP TATALAKSANA KASUS
EPISKLERITIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Episkleritis adalah radang kronis granulomatosa pada sclera yang
ditandai dengan destruksi kolagen, infiltrasi sel dan vaskulitis.
Biasanya bilateral dan lebih sering terjadi pada wanita. Sebagian
besar disebabkan rekasi hipersensitivitas tipe III dan IV yang
berkaitan dengan penyakit sistemik.
2. Tujuan - Mengobati penyakit
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Lup

17. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.5 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama mata merah pasien
berair, nyeri yang menyebar pada dahi dan
alis
d. Menanyakan adanya keluhan fotofobia,
penglihatan menurun, bengkak pada sclera Pemeriksaan klinis,
vital sign dan lup
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Penegakan Diagnosa
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup.
Tampak bengkak pada sclera, injeksi sclera Terapi, Konseling dan Edukasi
profunda dan terdapat benjolan berwarna
Atau Rujukan
sedikit lebih biru jingga

6.3 Tatalaksana Kasus


c. Pemberian farmakoterapi NSAID sistemik
berupa indometasin 50 100mg / hari atau
ibuprofen 300 mg/ hari
d. Bila tidak ada reaksi dalam 12 minggu,
harus diberikan terapi steroid sistemik dosis

33
tinggi, misalnya prednisolone 80mg / hari,
dan diturunkan dalam 2 minggu sampai
dosis pemeliharaan 10mg / hari
e. Steroid topical tidak efektif, tapi mungkin
berguna untuk meredakan nyeri dan edema
f. Jika penyebabnya infeksi, berikan antibiotic
yang sesuai
g. Rujuk apabila terdapat perforasi kornea
atau tidak terdapat perbaikan setelah
pemberian farmakoterapi
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi mengenai penyakit dan terapi yang
diperhatikan diberikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

34
SOP TATALAKSANA KASUS
HIPERMETROPIA RINGAN
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/1

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup kuat dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak dibelakang retina. Sinonim : rabun dekat
2. Tujuan - mengidentifikasi secara dini penyakit pasien
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Snellen chart
- set trial frame

18. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.6 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama pandangan pasien
kabur saat melihat dekat dan jauh
d. Menanyakan keluhan nyeri kepala terutama
daerah frontal saat penggunaan mata yang
lama atau membaca dekat Pemeriksaan klinis,
vital sign dan lup
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Penegakan Diagnosa
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan visus
Rujuk
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Rujuk dokter spesialis mata untuk koreksi
visus dengan lensa
7. Hal-hal yang perlu Memberikan konseling dan edukasi bahwa penyakit ini harus
diperhatikan dikoreksi dengan bantuan kaca untuk mencegah komplikasi
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

35
SOP TATALAKSANA KASUS
MIOPIA RINGAN
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/1

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke
mata dalam keadaan istirahat akan dibiaskan membentuk bayangan
didepan retina. Sinonim : rabun jauh
2. Tujuan - mengidentifikasi dini penyakit pasien
- Mencegah terjadinya komplikasi
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016
4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014
5. Alat dan Bahan - Snellen chart
- set trial frame
19. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama penglihatan pasien
kabur mila melihat jauh
d. Menanyakan adanya tindakan memicingkan
mata bila melihat jauh
e. Menyingkirkan kemungkinan akibat dari Pemeriksaan klinis,
penyakit penyerta lain seperti diabetes vital sign dan lup
mellitus, hipertensi dan juga buta senja
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang Penegakan Diagnosa
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan visus Rujuk
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Rujuk dokter spesialis mata untuk koreksi
visus dengan lensa
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi agar pasien membaca dalam keadaan
diperhatikan cahaya yang cukup dan tidak jarak dekat
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

36
SOP TATALAKSANA KASUS
ASTIGMATISM RINGAN
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/1

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Astigmatism adalah keadaan dimana sinar sejajar tidak dibiaskan
secara seimbang pada seluruh meridian
2. Tujuan - Mengidentifikasi penyakit yang dikeluhkan pasien
- Mencegah terjadinya komplikasi
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Snellen chart
- set trial frame
20. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama adanya pasien
penglihatan kabur
d. Menanyakan adanya keluhan hanya dapat
membaca jarak lebih dekat
e. Menanyakan apakah pasien memicingkan Pemeriksaan klinis,
mata untuk dapat melihat lebih jelas vital sign dan lup

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang Penegakan Diagnosa
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan visus Rujuk

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Rujuk dokter spesialis mata untuk koreksi
visus
7. Hal-hal yang perlu Memberitahukan pada pasien bahwa astigmatism adalah gangguan
diperhatikan penglihatan yang dapat dikoreksi
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

37
SOP TATALAKSANA KASUS
PRESBIOPIA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/1

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Presbiopia adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan usia
dimana penglihatan kabur ketika melihat objek berjarak dekat.
Presbyopia merupakan proses degenerative mata yang pada
umumnya dimulai sekitar usia 40 tahun
2. Tujuan - mengidentifikasi dini penyakit pasien
- Mencegah terjadinya komplikasi
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - kartu Jaeger
- set trial frame
21. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama penglihatan pasien
kabur ketika melihat dekat
d. Menanyakan keluhan mata terasa lelah dan
berair setelah membaca
e. Mencari faktor resiko yaitu umumnya pada Pemeriksaan klinis,
usia lanjut lebih dari 40 tahun vital sign dan lup
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Penegakan Diagnosa
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan visus
6.3 Tatalaksana Kasus Rujuk
a. rujuk dokter spesialis mata untuk koreksi
visus dengan lensa
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi bahwa presbiopia merupakan penyakit
diperhatikan degeneratif dan dapat dikoreksi dengan penggunaan kacamata
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

38
SOP TATALAKSANA KASUS
BUTA SENJA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MATA
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
3. Pengertian Buta senja adalah ketidakmampuan untuk melihat dengan baik pada
malam hari atau pada keadaan gelap. Kondisi ini lebih merupakan
gejala dari kelainan yang mendasari. Hal ini terjadi karena kelainan
sel batang retina untuk penglihatan gelap
4. Tujuan - Mengobati penyakit
- Mengidentifikasi kelainan yang mendasari
a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup

22. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama pasien apakah pasien
penglihatan menurun pada malam hari atau
pada keadaan gelap, sulit beradaptasi pada
keadaan cahaya yang redup
d. Mencari faktor resiko defisiensi vitamin A Pemeriksaan klinis,
atau retinitis pigmentosa vital sign dan lup
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Penegakan Diagnosa
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan fisik oftamologis
e. Melakukan pemeriksaan visus Terapi, Konseling dan Edukasi
f. Mencari tanda tanda defisiensi vitamin A:
Atau Rujukan
Terdapat bercak bitot pada
konjungtiva
Kornea mata kering / kornea serosis
Kulit tampak kering dan bersisik
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada
kasus defisiensi vitamin A
b. Rujuk apabila terdapat penyakit / kelainan
lain yang mendasari
c. Konseling dan edukasi

39
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi pasien dan keluarga tentang pemberian
diperhatikan vitamin A dan cukupi kebutuhan gizi
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Ilmu Mata
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

40
SOP TATALAKSANA KASUS
OTITIS EKSTERNA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/THT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Penyakit ini sering
dijumpai pada daerah daerah yang panas dan lembab
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Lampu kepala
- Otoskop
- Aplikator kapas
- Corong telinga

23. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.7 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama rasa nyeri pada pasien
telinga terutama saat mengunyah dan saat
daun telinga disentuh
d. Menanyakan keluhan telinga gatal dan rasa
penuh pada telinga Pemeriksaan klinis,
e. Menanyakan keluhan penurunan vital sign dan lup
pendengaran dan pengeluaran sekret pada
telinga
Penegakan Diagnosa
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan Rujuk
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan telinga luar
dengan senter
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Rujuk dokter spesialis telinga, hidung,
tenggorok untuk penegakan diagnosis
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi agar pasien tidak berenang selama
diperhatikan pengobatan, dan penyakit ini dapat terjadi berulang

41
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Ilmu THT
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

42
SOP TATALAKSANA KASUS
OTITIS MEDIA AKUT
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/THT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Otitis media akut adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel sel
mastoid yang terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu. Prevalensi
kejadian OMA banyak diderita oleh anak anak maupun bayi
dibandingkan orang dewasa. Pada anak anak yang sering
menderita infeksi saluran nafas atas, makin besar kemungkinan
terjadinya OMA
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


5. Alat dan Bahan - Lampu kepala
- Spekulum telinga
- Otoskop
24. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.8 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien
c. Menanyakan keluhan utama rasa nyeri pasien
dalam telinga dan demam serta ada riwayat
infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya
d. Menanyakan apakah anak gelisah, sulit
tidur dan tampak memegangi telinga yang Pemeriksaan klinis,
sakit vital sign dan lup
e. Menanyakan riwayat keluar sekret dari
liang telinga
Penegakan Diagnosa
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign Terapi, Konseling dan Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan telinga dengan
Atau Rujukan
otoskop untuk melihat membran timpani
Pada stadium oklusi tuba eustacius
terdapat gambaran retraksi
membrane timpani dengan warna
suram dan tidak terlihat reflek

43
cahaya
Pada stadium hiperemis tampak
gambaran membrane timpani
hiperemis dan edema
Pada stadium supurasi tampak
gambaran membran timpani
menonjol kearah luar (bulging)
berwarna kekuningan
Pada stadium perforasi terjadi
ruptur membrane timpani dan
nanah mengalir keluar telinga
Pada stadium resolusi bila
membrane timpani tetap utuh,
maka perlahan lahan akan normal
kembali

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pemberian asupan gizi yang baik untuk
meningkatkan daya tahan tubuh
b. Pemberian farmakoterapi
Topical obat tetes hidung efedrin
0,5 1% untuk anak pada stadium
oklusi
Topical obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari dan obat tetes
telinga ofloxacin pada stadium
perforasi
Antibiotik sistemik amoksisilin
atau eritromisin 3-4 kali 500mg per
hari atau 10 mg/kgBB 3 kali sehari
untuk anak
c. Pemberian farmakoterapi antihistamin bila
ada tanda tanda alergi, dan antipiretik
untuk mengurangi keluhan nyeri dan
demam
d. Rujuk ke dokter spesialis telinga, hidung,
tenggorok bila ada indikasi miringotomi
atau bila membrane timpani tidak menutup
kembali setelah 3 bulan
7. Hal-hal yang perlu Konseling dan edukasi untuk mencegah infeksi saluran pernafasan
diperhatikan atas dan pemberian pengobatan yang adekuat agar membrane
timpani dapat kembali normal
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

44
SOP TATALAKSANA KASUS
SERUMEN PROP
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Serumen prop adalah secret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa,
epitel kulit yang terlepas dan partikel debu yang menggumpal dan
menumpuk di liang telinga.

2. Tujuan Mengurangi gejala, mencegah komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
b. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
c. 5. Alat dan Bahan 1. Lampu kepala
2. Speculum telinga
3. Otoskop
4. Serumen hook
5. Aplikator kapas
6. Cairan irigasi telinga
7. Irrigator telinga (spuit 20-50 cc + cateter wing needle)
25. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan pendengaran yang berkurang Anamnesa
disertai rasa penuh pada telinga. pasien
Impaksi/gumpalan serumen yang menumpuk
di liang telinga menyebabkan rasa penuh
dengan penurunan pendengaran (tuli
konduktif). Terutama bila telinga masuk air Pemeriksaan klinis vital sign dan
(sewaktu mandi atau berenang), serumen pemeriksaan fisik
mengembang sehingga menimbulkan rasa
tertekan dan gangguan pendengaran semakin
dirasakan sangat mengganggu. Beberapa
Penegakan diagnosa
pasien mengeluhkan adanya vertigo atau
tinitus. Rasa nyeri timbul apabila serumen
keras membatu dan menekan dinding liang
telinga. Konseling dan edukasi
Faktor Risiko: dermatitis kronik liang telinga
luar, liang telinga sempit, produksi serumen
banyak dan kering, adanya benda asing di
liang telinga, kebiasaan mengorek telinga
6.2 Pemeriksaan Fisik Penatalaksanaan
Melakukan inform consent tentang tindakan kasus atau
yang akan dilakukan Rujukan kasus
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign

45
Pemeriksaan fisik : Otoskopi: dapat terlihat
adanya obstruksi liang telinga oleh material
berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman.
Konsistensi dari serumen dapat bervariasi.
Pada pemeriksaan penala dapat ditemukan
tuli konduktif akibat sumbatan serumen.
6.3 Tatalaksana kasus
Menghindari membersihkan telinga secara
berlebihan, menghindari memasukkan air
atau apapun ke dalam telinga
Tatalaksana farmakoterapi:
Serumen yang lembek, dibersihkan dengan
kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
Serumen yang keras dikeluarkan dengan
pengait atau kuret. Apabila dengan cara ini
serumen tidak dapat dikeluarkan, maka
serumen harus dilunakkan lebih dahulu
dengan tetes karbogliserin 10% selama 3
hari.
Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong
kedalam liang telinga sehingga dikuatirkan
menimbulkan trauma pada membran timpani
sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan
dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang
suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.
Indikasi untuk mengeluarkan serumen adalah
sulit untuk melakukan evaluasi membran
timpani, otitis eksterna, oklusi serumen dan
bagian dari terapi tuli konduktif.
Kontraindikasi dilakukannya irigasi adalah
adanya perforasi membran timpani. Bila
terdapat keluhan tinitus, serumen yang sangat
keras dan pasien yang tidak kooperatif
merupakan kontraindikasi dari suction.

7. Hal-hal yang perlu Umur pasien, riwayat perforasi membran timpani


diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Leaflet
3. Dokumen/ rekaman

46
SOP TATALAKSANA KASUS MABUK
PERJALANAN
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/1

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Mabuk perjalanan atau motion sickness atau kinetosis adalah suatu
kondisi dimana terdapat perselisihan antara gerakan visual dirasakan
dan rasa system vestibular dari gerakan. Tergantung penyebabnya,
dapat juga disebut mabuk laut, mobil atau mabuk udara.

26. Tujuan Mengurangi gejala, mencegah komplikasi


a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas
Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
b. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
c. 5. Alat dan Bahan Obat-obatan
27. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan pusing, kelelahan dan mual. Anamnesa
Sindrom sopite yaitu seseorang merasa lelah pasien
atau kelelahan juga berhubungan dengan
penyakit gerakan.
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent Pemeriksaan klinis vital sign dan
Mencuci tangan pemeriksaan fisik
Memeriksa vital sign
Memeriksa sistem organ lainnya
6.3 Tatalaksana kasus Penegakan diagnosa
Obat yang disarankan: Dramamine
(dymenhydrinate), Stugeron
Obat antiemetic seperti metoclopramide dan Konseling dan edukasi
proklorperazin tidak efektif
Obat antihistamin seperti prometazin cukup
baik untuk mabuk, meskipun menyebabkan
kantuk yang signifikan Penatalaksanaan kasus
Saran: mengunyah permen, membuka kaca atau Rujukan kasus
jendela

7. Hal-hal yang perlu -


diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekaman

47
SOP TATALAKSANA KASUS
FURUNKEL PADA HIDUNG
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/1

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
4. Pengertian Furunkel adalah infeksi kelenjar sebasea atau folikel rambut yang
melibatkan jaringan subkutan. Biasanya disebabkan oleh
Staphylococcus aureus.
5. Tujuan Mengurangi gejala, mencegah komplikasi
a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas
Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
b. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
c. 5. Alat dan Bahan 1. Lampu kepala
2. Spekulum hidung
3. Obat-obatan: amoksisilin, cephalexin, eritromisin
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Adanya bisul dalam hidung Anamnesa
Kadang disertai nyeri, perasaan tidak nyaman pasien
pada hidung dan kadang rhinitis
Faktor resiko: sosio ekonomi rendah, higine
personal yang jelk, rhinitis kronis dan
kebiasaan mengorek bagian dalam hidung Pemeriksaan klinis vital sign dan
6.2 Pemeriksaan Fisik pemeriksaan fisik
Melakukan inform consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Mencuci tangan Penegakan diagnosa
Mengarahkan pasien untuk duduk di atas
kursi periksa
Memeriksa lubang hidung dengan speculum
hidung, akan tampak furunkel. Biasanya Konseling dan edukasi
terdapat pada lateral vestibulum nasi yang
mempunyai vibrissae (rambut kering)
6.3 Tatalaksana kasus
Antibiotik topical : salep bacitracin dan
polimimiksin B Penatalaksanaan
Antibiotik oral selama 7-10 hari dengan kasus atau
pilihan: Amoksisilin 3 x 500mg /hari atau Rujukan kasus
Cephalexin 4x 250-500 mg/hari atau
Eritromisin 4x 250-500mg/hari .
KIE : kompres hangat, jangan dipencet,
jangan mengorek hidung dan jaga kebersihan
diri
Insisi bila timbul abses

48
7. Hal-hal yang perlu Abses, vestibulitis, penyebaran infeksi.
diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait 4. Buku register


5. Leaflet
6. Dokumen/ rekaman

49
SOP TATALAKSANA KASUS RHINITIS
AKUT
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Rhinitis akut adalah peradangan mukosa hidung yang berlangsung
<12 minggu, disebabkan oleh infeksi virus, bakteri maupun iritan.
Radang sering ditemukan karena manifestasi dari rhinitis simpleks,
influenza, penyakit eksantem, spesifik serta sekunder dari iritasi local
atau iritasi local atau trauma.

2. Tujuan Mengobati gejala, mencegah komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
b. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
c. 5. Alat dan Bahan 1. Lampu kepala
2. Spekulum hidung
3. Suction
7. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluar ingus dari hidung (rinorea) Anamnesa
Hidung tersumbat pasien
Dapat disertai rasa panas atau gatal pada
hidung
Bersin-bersin, dapat disertai batuk
Faktor resiko: penurunan daya tahan tubuh, Pemeriksaan klinis vital sign dan
paparan debu, asap atau gas yang bersifat pemeriksaan fisik
iritatif, dan paparan dengan penderita infeksi
saluran pernafasan.
6.2 Pemeriksaan Fisik Penegakan diagnosa
Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Memeriksa hidung dengan speculum hidung
: tampak kavum nasi sempit, secret serous Konseling dan edukasi
mukopurulen, mukosa konka edem dan
hiperemis. Pada rhinitis difteri tampak secret
bercampur darah, membrane keabuan tampak
menutup konka inferior dan kavum nasi
bagian bawah, membrane lengket dan bila
diangkat mudah berdarah. Penatalaksanaan
6.3 Tatalaksana kasus
kasus atau
Simptomatik: analgetik dan antipiretik
Rujukan kasus
(paracetamol), dekongestan topical,
dekongestan oral (pseudoefedrin,
fenilpropanolamin, fenilefrin)

50
Antibiotik: bila terdapat komplikasi
seperti infeksi sekunderbakteri,
amoksisilin, eritromisin, cefadroxil
Untuk rhinitis difteri: penisilin sistemik
dan antitoksin difteri.
KIE : istirahat yang cukup, asupan yang
sehat dan bergizi, menjaga kebersihan
tangan, menutup mulut saat batuk dan
bersin, menghindari pajanan allergen,
imunisasi lengkap.

7. Hal-hal yang perlu


diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait 3. Buku register


4. Leaflet
5. Dokumen/ rekaman

51
SOP TATALAKSANA KASUS RHINITIS
VASOMOTOR
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Rhinitis vasomotor adalah salah satu bentuk rhinitis kronik yang
bersifat idiopatik.

2. Tujuan Mengurangi gejala, mencegah komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
b. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
c. 5. Alat dan Bahan Lampu kepala
Spekulum hidung
Tampon hidung
Epinefrin 1/10.000
8. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri Anamnesa
tergantung posisi tidur pasien, memburuk pasien
pada pagi hari dan jika terpajan lingkungan
non-spesifik seperti perubahan suhu atau
kelembaban udara, asap rokok, bau
menyengat. Pemeriksaan klinis vital sign dan
Rinorea yang bersifat serosa atau mucus, pemeriksaan fisik
kadang-kadang jumlahnya agak banyak
Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan
rhinitis alergika. Penegakan diagnosa
Lebih sering terjadi pada wanita.
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan Konseling dan edukasi
Memeriksa hidung dengan spekulum hidung
: tampak gambaran konka inferior membesar
(edema atau hipertrofi) berwarna merah
gelap atau merah tua atau pucat. Untuk
membedakan edema dengan hipertrofi konka,
berikan larutan epinefrin 1/10.000 melalui
tampon hidung. Pada edema, konka akan Penatalaksanaan
mengecil. kasus atau
6.3 Tatalaksana kasus Rujukan kasus
Non medika mentosa: kauterisasi konka
hipertrofi dengan menggunakan larutan
AgNO3 25% atau trikloroasetat pekat
Medikamentosa: kortikosteroid topical

52
seperti Budesonide 1-2x/hari dengan
dosis 100-200 mcg/hari. Dosis dapat
ditingkatkan sampai 400mcg/hari, atau
Fluticasone propionate 1x/hari dengan
dosis 200 mcg selama 1-2 bulan. Pada
rinorea berat dapat ditambah ipratoprium
bromide. Terapi oral dengan
simpatomimetik golongan agonis alfa
sebagai dekongestan hidung dengan atau
tanpa kombinasi dengan antihistamin.
KIE: hindari faktro pencetus

7. Hal-hal yang perlu


diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

53
SOP TATALAKSANA KASUS RHINITIS
ALERGIKA
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Rhinitis alergika adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh
reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi
oleh allergen yang sama serta dilepaskan suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.

2. Tujuan Mengobati gejala, mencegah komplikasi

d. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
e. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
f. 5. Alat dan Bahan Lampu kepala
Spekulum hidung
Spatula lidah
9. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan keluarnya ingus encer dari hidung Anamnesa
(rinorea), bersin, hidung tersumbat dan rasa pasien
gatal pada hidung (trias alergi).
Bersin berulang, terutama pada pagi hari,
Gejala lain berupa mata gatal dan banyak air
mata. Pemeriksaan klinis vital sign dan
Faktor Risiko : atopi, lingkungan dengan pemeriksaan fisik
kelembaban yang tinggi, terpaparnya debu
tungau biasanya karpet serta sprai tempat
tidur, suhu yang tinggi. Penegakan diagnosa
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Perhatikan adanya allergic salute, allergic Konseling dan edukasi
dhiners, nasal crease dan facies adenoid
Memeriksa hidung dengan spekulum hidung
: tampak gambaran mukosa edema, basah
warna pucat atau kebiruan (livide) disertai
secret encer, tipis dan banyak. Pada kasus
kronis terdapat deviasi septum. Pada rongga Penatalaksanaan
hidung dapat ditemukan polip, pembesaran kasus atau
konka inferior. Pada kulit bisa terdapat Rujukan kasus
dermatitis atopi.
Memeriksa faring terlihat dinding posterior
faring tampak ranuler dan edem dan lidah
seperti gambaran peta

54
6.3 Tatalaksana kasus
Non medika mentosa: hindari allergen,
menjaga kebugaran tubuh
Medikamentosa: Dekongestan hidung
topical melalui semprot hidung seperti
oxymetazolin atau xylometazolin hanya
bila hidung tersumbat dan dipakai kurang
dari 2 minggu. Pemberian obat topical
seperti kortikosteroid topical dan
antikolinergik topical. Terapi oral dengan
antihistamin dan agonis alfa sebagai
dekongestan hidung.
Operasi atau imunoterapi
KIE: hindari faktro pencetus

7. Hal-hal yang perlu


diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

55
SOP TATALAKSANA KASUS BENDA
ASING
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Benda asing adalah benda dari luar tubuh baik hidup atau benda mati
yang berada di hidung. Contoh benda asing organic yaitu lalat, larva,
lintah sedangkan benda asing anorganik yaitu manik-manik, kertas,
logam dan lain-lain.

2. Tujuan Mengurangi gejala, mencegah komplikasi

g. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
h. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
i. 5. Alat dan Bahan Lampu kepala
Spekulum hidung
Pengait tumpul (blunt hook)
Pinset
Forcep alligator
Suction
Xylocaine 2% spray
10. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan hidung tersumbat, onset tiba-tiba, Anamnesa
umumnya unilateral, hiposmia atau anosmia. pasien
Setelah 2-3 hari keluar secret
mukoid/mukopurulen dan berbau di satu sisi
hidung
Dapat timbul nyeri Pemeriksaan klinis vital sign dan
Bila benda asing organic, terasa ada yang pemeriksaan fisik
bergerak di rongga hidung
Ada laporan kemasukan benda asing
Faktor resiko: anak-anak, tidur, kesadaran Penegakan diagnosa
menurun, masalah kejiwaan/psikiatrik

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan inform consent
Konseling dan edukasi
Mencuci tangan
Memeriksa hidung dengan spekulum hidung
: tampak benda asing, secret purulent (bila
sudah 2-3 hari) Penatalaksanaan
6.3 Tatalaksana kasus kasus atau Rujukan
Non medika mentosa: ekstraksi benda kasus
asing secara manual dengan pengait
tumpul atau pinset. Pada kasus lintah,

56
teteskan air tembakau ke dalam rongga
hidung, biarkan 5 menit sampai terlepas.
Medikamentosa: Antibiotik oral selama 5
hari bila terjadi infeksi sekunder.
KIE: reassurance bahwa tidak ada kondisi
berbahaya bila dilakukan ekstraksi, KIE
orang tua agar berhati-hati dalam
meletakkan barang. Menggunakan
masker saat bekerja.

7. Hal-hal yang perlu Rujuk bila benda asing sulit dilihat atau sulit dikeluarkan karena
diperhatikan terjadi perlengketan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

57
SOP TATALAKSANA KASUS
EPISTAKSIS
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/3

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Epistaksis adalah pendarahan yang mengalir keluar dari hidung yang
berasal dari rongga hidung atau rongga nasofaring. Epistaksis dibagi
menjadi epistaksis anterior dan posterior

2. Tujuan Mencegah penurunan lebih lanjut pada kemampuan indera


penciuman

j. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
k. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
l. 5. Alat dan Bahan Lampu kepala Nelaton kateter
Spekulum hidung Benang kasur
Spatula lidah Larutan adrenalin 1/1000
Suction
Larutan pantokain 2% atau
Pinset bayonet
lidokain 2%
Tampon anterior,
Larutan Nitras Argenti 15-
tampon posterior
25%
Kaca rinoskopi
Salep vaselin, salep antibiotik
posterior
Kapas dan kain kasa
Lidi kapas

11. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan keluar darah dari hidung atau Anamnesa
riwayat keluar darah dari hidung. Pertanyaan pasien
spesifik: lokasi keluarnya darah, banyaknya
pendarahan, frekuensi dan lamanya
pendaraham
Faktor resiko: trauma, penyakit hidung, Pemeriksaan klinis vital sign dan
penggunaan obat (NSAID, aspirin, warfarin, pemeriksaan fisik
semprot hidung kortikosteroid), tumor,
kelainan kongenital, deviasi septum,
pengaruh lingkungan, kebiasaan.
6.2 Pemeriksaan Fisik Penegakan diagnosa
Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Pemeriksaan vital sign terutama tekanan
darah Konseling dan edukasi
Pemeriksaan rinoskopi anterior :

58
mengevaluasi sumber pendarahan, rinoskopi
posterior : menyingkirkan neoplasma

6.3 Tatalaksana kasus Penatalaksanaan


Prinsip: hentikan pendarahan, cegah
kasus atau
komplikasi dan cegah berulangnya
Rujukan kasus
epistaksis.
Perbaiki keadaan umum pasien
Tekan cuping hidung kea rah septum 3-5
menit (metode Trotter). Bila berhenti,
bersihkan kotoran dan darah beku dalam
hidung.
Bila pendarahan tidak berhenti, masukkan
kapas yang sudah dibasahi dengan 2 cc
Pantokain 2% atau lidokain 2% yang ditetesi
0,2cc larutan adrenalin 1/1000. Setelah 10-15
menit, kapas hidung dikeluarkan dan
dievaluasi
Pada epistaksis anterior, lakukan kaustik
dengan lidi kapas yang dibasahi larutan
Nitras Argenti 15-25% atau asam
trikloroasetat 10%. Sesudahnya area tersebut
diolesi salep antibiotic.
Bila pendarahan masih belum berhenti,
pasang tampon anterior dengan kapas atau
kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur
betadin atau zat antibiotika. Dapat digunakan
tampon rol dipasang 2x24 jam dan dilakukan
pemeriksaan penunjang selama pemasangan
tampon.
Pada epistaksis posterior dilakukan
pemasangan tampon Bellocq (kasa padat
bentuk bulat kubus, diameter 3 cm) Terdapat
3 benang, 2 pada satu sisi, 1 pada sisi
lainnya, dipasang menutupi koana.
KIE: identifikasi penyakit dasar, kontrol
tekanan darah pada hipertensi, jangan
membuang lendir terlalu keras, batasi
penggunaan obat seperti aspirin, batasi
memasukkan benda keras ke dalam hidung.

7. Hal-hal yang perlu


diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

59
SOP TATALAKSANA KASUS
INFLUENZA
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA
yaitu virus influenza A,B dan C. Virus ini menyerang saluran
pernafasan dan paru-paru.

2. Tujuan Mencegah penurunan lebih lanjut pada kemampuan indera


penciuman

m. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
n. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
o. 5. Alat dan Bahan Lampu kepala
Spekulum hidung

12. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan demam, bersin, batuk, sakit Anamnesa
tenggorokan, hidung meler, nyeri sendi dan pasien
badan, sakit kepala, lemah badan
Faktor risiko: daya tahan tubuh menurun,
hunian padat, perubahan musim/cuaca,
penyakit paru obstruktif kronik, usia lanjut Pemeriksaan klinis vital sign dan
6.2 Pemeriksaan Fisik pemeriksaan fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign: febris Penegakan diagnosa
Pemeriksaan THT: rinorea, mukosa hidung
edema
6.3 Tatalaksana kasus
Non medika mentosa: istirahat 2-3 hari,
kurangi kegiatan fisik, tingkatkan asupan Konseling dan edukasi
makanan bergizi
Medikamentosa:
Antipiretik Paracetamol 3-4x 500mg/hari
atau ibuprofen 3-4x 200-400mg/hari,
Dekongestan (pseudoefedrin 60 mg 4-6 Penatalaksanaan
jam), kasus atau
Antihistamin seperti klorfeniramin 3- Rujukan kasus
4x/hari 4-6mg
KIE: menggunakan masker, menutup
hidung saat bersin/batuk

60
7. Hal-hal yang perlu -
diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

61
SOP TATALAKSANA KASUS
PERTUSIS
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang sangat menular
ditandai dengan sindrom batuk yang bersifat spasmodik dan
paroksismal disertai nada meninggi karena penderita berupaya keras
menarik nafas sehingga pada akhir batuk sering disertai bunyi yang
keras (whoop).

2. Tujuan Mencegah infeksi lebih lanjut pada saluran pernafasan

p. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
q. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
r. 5. Alat dan Bahan Tabung dan selang/sungkup oksigen
Cairan elektrolit parenteral
Obat-obatan: eritromisin, kodein dan salbutamol
13. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Stadium kataralis/prodromal (1-2 minggu): Anamnesa
keluhan infeksi saluran pernafasan ringan, pasien
panas ringan, malaise, batuk, lakrimasi, tidak
nafsu makan, kongesti nasalais
Stadium akut paroksismal (spasmodic) 2-4
minggu: batuk sering 5-10 kali, saat batuk Pemeriksaan klinis vital sign dan
tidak bisa bernafas, diakhir batuk terdengar pemeriksaan fisik
bunyi melengking (whoop) diikuti muntah
Stadium konvalesen: berhentinya whoop dan
muntah, menghilang sekitar 2-3minggu Penegakan diagnosa
Faktor risiko: serumah dengan
penderita,siapa saja bisa terkena, bisa
terinfeksi kembali meski sudah imunisasi
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Konseling dan edukasi
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign
Pemeriksaan fisik general: Tanda
Patognomonis diantaranya batuk
berat yang berlangsung lama, batuk
Penatalaksanaan
disertai bunyi whoop, muntah dan
sianosis. kasus atau
Pemeriksaan penunjang : rujuk untuk Rujukan kasus
pemeriksaan darah lengkap dan
kultur

62
6.3 Tatalaksana kasus
Rujuk
Non medika mentosa: pemberian makan
yang udah ditelan, cairan elektrolit
parenteral
Medikamentosa:
Oksigen
Antibiotik: Eritromisin 30-50 mg/kgBB
4x sehari
Antitusif: kodein 0,5 mg/th/kali
Salbutamol 0,3-0,5 mg/kgBB/hari 3 x
sehari
KIE: imunisasi dasar lengkap pada anak
dibawah satu tahun

7. Hal-hal yang perlu -


diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

63
SOP TATALAKSANA KASUS
FARINGITIS
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan
oleh virus, bakteri, alergi, trauma, iritan dan lain-lain..

2. Tujuan Mengurangi keluhan dan gejala

s. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
t. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
u. 5. Alat dan Bahan Lampu kepala
Spatula lidah
Lidi kapas
14. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan nyeri tenggorokan terutama saat Anamnesa
menelan, demam, secret pada hidung, disertai pasien
atau tanpa batuk, nyeri kepala, mual, muntah,
rasa lemah seluruh tubuh, nafsu makan
berkurang
Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): Pemeriksaan klinis vital sign dan
diawali dengan gejala rhinitis dan beberapa pemeriksaan fisik THT
hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain
demam disertai rinorea dan mual.
Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, Penegakan diagnosa
muntah, kadang disertai demam dengan suhu
yang tinggi, jarang disertai batuk.
Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok
dan nyeri menelan.
Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula Konseling dan edukasi
tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk
yang berdahak.
Faringitis kronik atrofi: umumnya
tenggorokan kering dan tebal serta mulut
berbau. Penatalaksanaan
Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada kasus atau
faring dan tidak berespon dengan pengobatan Rujukan kasus
bakterial non spesifik.
Bila dicurigai faringitis gonorea atau
faringitis luetika, ditanyakan riwayat
hubungan seksual.
Faktor risiko: usia 3-14 tahun, menurunnya
daya tahan, konsumsi makanan yang dapat

64
mengiritasi faring, gizi kurang, iritasi kronik
oleh rokok, minum alcohol, makanan, refluks
asam lambung, inhalasi uap yang
merangsang mukosa faring, paparan udara
yang dingin
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign
Pemeriksaan fisik: terdapat perubahan pada
mukosa faring dengan penampakan yang
berbeda-beda tergantung penyebab. Secara
umum, mukosa faring akan tampak
hiperemis
6.3 Tatalaksana kasus
Non medika mentosa: istirahat dan
minum air putih
Medikamentosa: Pengobatan diberikan
sesuai kausa.
Berkumur dengan air hangat/obat kumur
antiseptic.
Faringitis fungal: Nystatin 100.000-
400.000 IU 2x/hari.
Faringitis bakteri: Amoksisilin
50mg/kgBB dibagi 3 x/hari selama 10
hari, dewasa 3x500mg
Simptomatis: analgetik, antipiretik,
antitusif/ekspektoran
KIE: menjaga daya tahan tubuh, hindari
makanan yang mengiritasitenggorokan,
olahraga, berhenti merokok, menjaga
hygiene mulut

7. Hal-hal yang perlu Rujuk bila:faringitis kronik, faringitis gonore, faringitis luetika dan
diperhatikan faringitis dengan komplikasi
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

65
SOP TATALAKSANA KASUS
TONSILITIS
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian
dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan jaringan
limfoid yang terdapat di dalam rongga mulut. Penyakit ini banyak
diderita oleh anak-anak usia 3-10 tahun.

2. Tujuan Mengurangi gejala, mencegah komplikasi

v. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
w. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
x. 5. Alat dan Bahan Lampu kepala
Spatula lidah
Lidi kapas
15. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan rasa kering di tenggorokan, nyeri di Anamnesa
tenggorokan terutama saat menelan, nyeri pasien
menyebar sampai ke telinga, demam, sakit
kepala, lesu, nafsu makan menurun, hot
potato voice, mulut berbau, terasa
mengganjal di tenggorokan Pemeriksaan klinis vital sign dan
Faktor risiko: anak, penurunan daya tahan pemeriksaan fisik
tubuh, rangsangan menahun, hygiene rongga
mulut, riwayat alergi
6.2 Pemeriksaan Fisik Penegakan diagnosa
Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign
Pemeriksaan THT: tonsil hipertrofik dengan Konseling dan edukasi
ukuran lebih dari T2, hiperemis, terdapat
detritus di dalam kripti yang memenuhi
permukaan tonsil berbentuk folikel, lacuna
atau pseudomembran, palatum mole, arkus
anterior dan arkus posterior tampak udem
Penatalaksanaan
dan hiperemis, kelenjar limfe leher dapat
membesar disertai nyeri tekan kasus atau
Gradasi pembesaran tonsil Rujukan kasus

66
Pemeriksaan penunjang: rujuk untuk cek
darah lengkap, swab tenggorokan
6.3 Tatalaksana kasus
Non medika mentosa: istirahat cukup,
makan makanan lunak, menjaga
kebersihan mulut.
Medikamentosa: sesuai kausa
Tonsilitis virus: vitamin dan istirahat
Tonsilitis bakteri: antibiotik seperti
amoksisilin 3x 500mg atau eritromisin
4x500mg, steroid deksametason 3 x
0,5mg pada dewasa selama 3 hari dan
pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari
dibagi 3 kali pemberian selama 3 hari,
analgetik/antipiretik.
Tonsilitis difteri: Anti difteri serum
20.000-100.000 unit tergantung umur dan
jenis kelamin, antibiotic penisilin 25-
50mg/kgBB/hari
Angina Plaut Vincent : antibiotic
spectrum luas selama 1 minggu, vitamin
C dan B kompleks
KIE: menghindari pencetus, jaga daya
tahan tubuh, berhenti merokok, menjaga
kebersihan mulut, mencuci tangan
Rujuk bila rekuren untuk tonsilektomi

7. Hal-hal yang perlu Rujuk bila ada komplikasi tonsilitis akut (abses peritonsiler,
diperhatikan septikemia, meningitis, glomerulonephritis, demam rematik akut),
adanya indikasi tonsilektomi, tonsilitis difteri.

8. Unit terkait Loket


Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

67
SOP TATALAKSANA KASUS
LARINGITIS
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/THT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Laringitis adalah peradangan pada laring yang dapat disebabkan oleh
virus, bakteri atau jamur. Bisa juga disebabkan oleh penggunaan
suara yang berlebihan, pajanan polutan eksogen atau nfeksi pada pita
suara

2. Tujuan Mengobati gejala, mencegah komplikasi

y. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
z. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
aa. 5. Alat dan Bahan Lampu kepala
Kaca laring
Kassa steril
Lampu spiritus
16. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan suara serak atau hilang (afonia), Anamnesa
sesak nafas atau stridor,nyeri tenggorokan pasien
terutama saat bicara atau menelan,
demam,malaise, batuk kering, gejala
common cold, obstruksi jalan nafas
Faktor risiko: penggunaan suara yang Pemeriksaan klinis vital sign dan
berlebihan, pajanan terhadap zat iritatif, pemeriksaan fisik
refluks laringofaringeal, bronchitis dan
pneumonia, rhinitis alergi, perubahan suhu
tiba-tiba, malnutrisi, penurunan daya tahan Penegakan diagnosa
tubuh
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign Konseling dan edukasi
Pemeriksaan fisik: Pada laringoskopi indirek
(khusus untuk pasien dewasa) didapatkan
mukosa laring hiperemis dan membengkak
terutama di bagian atas dan bawah pita suara.
Ada tanda radang akut pada hidung atau Penatalaksanaan
sinus paranasal. Pada laryngitis kronik kasus atau
ditemukan nodul, ulkus dan penebalan Rujukan kasus
mukosa pita suara.
6.3 Tatalaksana kasus
Non medika mentosa: istirahat suara,

68
rehabilitasi suara, meningkatkan asupan
cairan, pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi bila ada sumbatan laring.
Medikamentosa:
Antipiretik Paracetamol atau Ibuprofen
Antibiotik bila peradangan dari paru dan
disebabkan oleh Sterptokokus grup A.
Proton Pump Inhibitor yang disebabkan
oleh refluks laringofaringeal
Kortikosteroid bila laringitis berat, obat
anti tuberculosis bila laringitis
tuberculosis, penisilin dosis tinggi bila
laringitis luetika
KIE: menjaga daya tahan tubuh, berhenti
merokok, mengistirahatkan bicara,
menghindari makanan yang mengiritasi
atau meningkatkan asam lambung

7. Hal-hal yang perlu Indikasi rujuk: terdapat sumbatan jalan nafas, usia < 3 tahun,
diperhatikan tampak toksik, sianosis, dehidrasi da nada kecurigaan tumor laring
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

69
SOP TATALAKSANA KASUS ASMA
BRONKIAL
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Asma bronkial adalah penyakit heterogen dikarakteristikkan dengan
inflamasi kronis di saluran nafas. Asma diklasifikasikan menjadi 4
berdasarkan frekuensi dan beratnya gejala yaitu asma intermiten,
persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat

2. Tujuan Mencegah penurunan lebih lanjut pada kemampuan indera


penciuman

bb. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
cc. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
dd. 5. Alat dan Bahan Asma control test Masker sederhana
Tabung oksigen Nebulizer
Kanul hidung Masker inhalasi
Spirometri Peak flow meter
17. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Terdapat lebih dari satu gejala (mengi, sesak, Anamnesa
dada terasa berat) khususnya pada dewasa pasien
muda. Gejala lebih sering memberat pada
malam atau pagi dini hari, bervariasi dalam
waktu dan intensitas. Gejala dipicu oleh
infeksi virus, latihan, pajanan alergen, Pemeriksaan klinis vital sign dan
perubahan cuaca, tertawa atau iritan seperti pemeriksaan fisik
asap, rokok atau bau yang sangat tajam
Faktor risiko: genetik, atopi, hiperesponsif
jalan nafas, allergen, infeksi saluran Penegakan diagnosa
pernafasan, diet, obat, obesitas, latihan
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan Konseling dan edukasi
Memeriksa vital sign
Pemeriksaan fisik: sesak napas, mengi pada
auskultasi, pada serangan berat digunakan
otot bantu napas (retraksi supraklavikula, Penatalaksanaan
interkostal, dan epigastrium). kasus atau
Pemeriksaan penunjang: rujuk untuk Rujukan kasus
pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi dengan
peak flowmeter

70
6.3 Tatalaksana kasus
Non medika mentosa: hindari faktor
pencetus, pola hidup sehat
Medikamentosa: pengobatan sesuai
derajat asma.
Asma intermiten tidak perlu pengontrol
harian.
Asma Persisten ringan : pengontrol harian
berupa glukokortikosteroid inhalasi (200-
400 g BB/hari atau ekuivalennya)
alternatifnya : teofilin lepas lambat,
kromolin, Leukotriene modifiers
Asma persisten sedang: pengobatan
dengan kombinasi inhalasi
glukokortikosteroid dan agonis beta-2
kerja lama
Asma persisten berat : kombinasi
glukokortikosteroid inhalasi dan agonis
beta-2 kerja lama, ditambah > 1 dari
teofilin lepas lambat, leukotriene
modifier, glukokortikosteroid oral
7. Hal-hal yang perlu Rujuk bila: terjadi eksaserbasi, serangan asma akut dan berat, asma
diperhatikan dengan komplikasi
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

71
SOP TATALAKSANA KASUS
BRONKITIS AKUT
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke
paru-paru) yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan yang
ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) dan
berlangsung hingga 3 minggu.

2. Tujuan Mencegah infeksi lebih lanjut pada saluran pernafasan

ee. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
ff. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
gg. 5. Alat dan Bahan Oksigen
Obat-obatan: antipiretik, antibiotic, antitusif, ekspektoran,
bronkodilator, antiinflamasi
18. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan batuk (berdahak maupun tidak Anamnesa
berdahak) selama 2-3 minggu. Dahak dapat pasien
berwarna jernih, putih, kekuning-kuningan
atau kehijauan. Keluhan disertai demam
(biasanya ringan), rasa berat dan tidak
nyaman di dada. Pemeriksaan klinis vital sign dan
Faktor risiko: - pemeriksaan fisik THT
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan Penegakan diagnosa
Memeriksa vital sign
Pemeriksaan general: pasien tampak kurus
dengan barrel shape chest, perkusi dada
hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas
Konseling dan edukasi
paru hati lebih rendah, tukak jantung
berkurang, fremitus taktil dada tidak ada atau
berkurang, suara nafas berkurang dengan
ekspirasi memanjang, terdapat ronki basah
kasar yang tiak tetap, wheezing dengan Penatalaksanaan
berbagai gradasi dan krepitasi kasus atau
Pemeriksaan penunjang: rujuk untuk darah Rujukan kasus
lengkap dan foto thoraks
6.3 Tatalaksana kasus
Non medika mentosa: istirahat cukup,
kurangi kegiatan fisik, tingkatkan asupan
makanan bergizi

72
Medikamentosa:
Oksigenasi
Antitusif : dextromethorphan 15 mg 2-3
x/hari, kodein 10 mg 3x/hari. Antitusif
tidak dianjurkan pada kehamilan, ibu
menyusui, dan anak usia < 6 tahun. Pada
penderita sesak, antitusif dihentikan bila
pasien merasa tambah sesak
Ekspektoran : GG, bromhexin, ambroksol
dll.
Antibiotik bila dijumpai tanda infeksi
KIE: menggunakan masker, menutup
hidung saat bersin/batuk

7. Hal-hal yang perlu


diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

73
SOP TATALAKSANA KASUS
PNEUMONIA, BRONKOPNEUMONIA
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis, menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat.

2. Tujuan Mencegah penurunan lebih lanjut pada kemampuan indera


penciuman

hh. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
ii. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
jj. 5. Alat dan Bahan Thermometer
Tensimeter
Oksigen
19. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Gejala : demam, menggigil, suhu tubuh Anamnesa
meningkat dapat melebihi 40o C, batuk pasien
dengan dahak mukoid atau purulent, kadang-
kadang disertai darah, sesak nafas, nyeri
dada.
Faktor resiko: usia>65tahun, infeksi saluran Pemeriksaan klinis vital sign dan
nafas atas yang tidak ditangani, merokok, pemeriksaan fisik
terpajan polutan/bahan kimia, tirah baring
lama, imunodefisiensi, penyakit penyerta:
DM,PPOK, gangguan neurologis, gangguan Penegakan diagnosa
kardiovaskuler
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign:suhu tubuh meningkat,
nadi cepat,respirasi cepat dan dangkal
Pemeriksaan general: tampak sakit berat, Konseling dan edukasi
kadang sianosis, nafas cuping hidung,
retraksi interkostalis disertai tanda pada paru,
bagian yang sakit tertinggal saat bernafas,
vocal fremitus mengeras pada bagian yang
sakit, perkusi redup pada yang sakit dan Penatalaksanaan
terdengar suara bronkovesikuler sampai kasus atau
bronkial yang mungkin disertai ronki basah Rujukan kasus
halus dan kemudian menjadi ronki basah
kasar pada stadium resolusi.

74
Penunjang: kultur sputum. Rujuk untuk tes
darah lengkap dan foto thorax untuk melihat
perselubungan
6.3 Tatalaksana kasus
Terapi simtomatis: istirahat, minum
secukupnya, kompres atau meminum
antipiretik bila panas, bila batuk
diberikan mukolitik atau ekspektoran.
Terapi definitif: golongan penisilin V
atau amoksisilin atau sefalosporin
golongan 1. Pada resisten penisilin
diberikan florokuinolon respirasi:
ciprofloxacin 2x500mg
KIE:
7. Hal-hal yang perlu Kriteria CURB (Conciousness, kadar Ureum, Respiratory rate>30
diperhatikan x/m,Blood pressure:Sistolik <90 mmHg dan diastolik <60 mmHg;
masing masing bila ada kelainan bernilai 1). Dirujuk bila total nilai
2.
b. Untuk anak, kriteria rujukan memakai Manajemen Terpadu pada
Balita Sakit (MTBS).

8. Unit terkait Loket


Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

75
SOP TATALAKSANA KASUS
TUBERKULOSIS PARU TANPA
KOMPLIKASI
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebakan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, namun dapat juga menyerang bagian tubuh lainnya.

2. Tujuan Mengobati dan mencegah komplikasi

kk. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
ll. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
mm. 5. Alat dan Bahan Laboratorium untuk pemeriksaan sputum
OAT

20. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan :batuk berdahak > 2 minggu. Batuk Anamnesa
disertai dahak, dapat bercampur darah. Dapat pasien
disertai sesak nafas, nyeri dada atau pleuritic
chest pain (bila disertai peradangan pleura),
badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, keringat malam Pemeriksaan klinis vital sign dan
tanpa kegiatan fisik dan demam meriang pemeriksaan fisik
selama 1 bulan
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent Penegakan diagnosa
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign: demam, umumnya
subfebris, respirasi meningkat
Pemeriksaan general: terdapat penurunan
berat badan, pada auskultasi dada didapatkan Konseling dan edukasi
suara nafas bronkial/amforik/ronki basah/
suara nafas melemah di apex paru,
tergantung lesi dan kondisi pasien
Pemeriksaan penunjang: sputum BTA (untuk
dewasa) Penatalaksanaan
Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus kasus atau
dahak negatif berdasarkan kriteria berikut: Rujukan kasus
(1) Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak
negatif (termasuk pemeriksaan sputum pagi
hari), sementara gambaran foto toraks sesuai
TB. (2) Kurangnya respon terhadap terapi

76
antibiotik spektrum luas (periksa kultur
sputum jika memungkinkan), atau pasien
diduga terinfeksi HIV (evaluasi Diagnosis
tuberkulosis harus dipercepat)

6.3 Tatalaksana kasus


Fase awal selama 2 bulan terdiri dari
Isoniazid, Pirazinamid dan etambutol
Fase lanjutan: Isoniazid dan Rimfapisin
Dosis Obat Anti Tuberkulosis harus
sesuai dengan terapi rekomendasi
Internasional. Dianjurkan untuk
penggunaan Kombinasi Dosis Tetap yang
terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF), 3
tablet (INH, RIF, PZA) dan 4 tablet
(INH, RIF, PZA, EMB)

Rekomendasi dosis dalam mg/kgBB


Obat Harian 3x seminggu
INH* 5(4-6) max 10(8-12) max 900
300mg/hr mg/dosis
RIF 10 (8-12) max 10 (8-12) max 600
600 mg/hr mg/dosis
PZA 25 (20-30) max 35 (30-40) max
1600 mg/hr 2400 mg/dosis
EMB 15 (15-20) max 30 (25-35) max
1600 mg/hr 2400 mg/dosis

KIE: menggunakan masker, menutup


hidung saat bersin/batuk

7. Hal-hal yang perlu Kepatuhan berobat, monitoring terapi. Rujuk apabila dengan
diperhatikan komplikasi
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

77
SOP TATALAKSANA KASUS
HIPERTENSI ESENSIAL
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Hipertensi adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah
sistolik > 140 mmHg dan atau diastolic > 90 mmHg. Kondisi ini
sering tanpa gejala. Peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol
dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, aneurisma, gagal
jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

2. Tujuan Mencegah komplikasi lebih lanjut pada system pembuluh darah

nn. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
oo. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
pp. 5. Alat dan Bahan EKG
Obat-obat antihipertensi

21. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan mulai dari tidak bergejala sampai Anamnesa
bergejala. Keluhannya seperti sakit/nyeri pasien
kepala, gelisah, jantung berdebar-debar,
pusing, leher kaku, penglihatan kabur dan
rasa sakit di dada.
Faktor risiko: Yang dapat dimodifikasi: Pemeriksaan klinis vital sign dan
riwayat pola makan, konsumsi alcohol pemeriksaan fisik
berlebihan, aktivitas fisik kurang, kebiasaan
merokok, obesitas, dyslipidemia, diabetes
mellitus, psikososial dan stress. Yang tidak Penegakan diagnosa
dapat dimodifikasi: umur, jenis kelamin,
riwayat hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler dalam keluarga

6.2 Pemeriksaan Fisik Konseling dan edukasi


Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign: tekanan darah sistolik
> 140 mmHg dan atau sistolik > 90 mmHg.
Pemeriksaan general sesuai keluhan lainnya. Penatalaksanaan
Pemeriksaan penunjang : rujuk untuk periksa kasus atau
urinalisis, glucometer dan profil lipid Rujukan kasus
6.3 Tatalaksana kasus
Non medika mentosa: modifikasi gaya
hidup: penurunan berat badandiet kaya

78
buah, sayuran, rendah lemak, rendah
garam ( 1 sendok teh garam perhari),
olahraga 30 menit sehar, batasi konsumsi
alkohol
Medikamentosa:
Hipertensi tanpa compelling indication:
Hipertensi stage-1 dapat diberikan
diuretik (HCT 12.5-50 mg/hari,
furosemid 2x20-80 mg/hari), atau
pemberian penghambat ACE (captopril
2x25-100 mg/hari atau enalapril 1-2 x
2,5-40 mg/hari), penyekat reseptor beta
(atenolol 25-100mg/hari dosis tunggal),
penghambat kalsium
Hipertensi stage-2. Bila target terapi tidak
tercapai setelah observasi selama 2
minggu, dapat diberikan kombinasi 2
obat, biasanya golongan diuretik, tiazid
dan penghambat ACE atau antagonis
reseptor AII (losartan 1-2 x 25- 100
mg/hari) atau penyekat reseptor beta atau
penghambat kalsium.
Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada
tidaknya kontraindikasi dari masing-
masing antihipertensi diatas.Sebaiknya
pilih obat hipertensi yang diminum sekali
sehari atau maksimum 2 kali sehari.
Hipertensi compelling indication :
(diltiazem extended release 1x180-420
mg/hari, amlodipin 1x2,5-10 mg/hari,
atau nifedipin long acting 30-60 mg/hari)
atau kombinasi.
Bila target tidak tercapai maka dilakukan
optimalisasi dosis atau ditambahkan obat
lain sampai target tekanan darah tercapai
(kondisi untuk merujuk ke Spesialis).

7. Hal-hal yang perlu Rujuk apabila hipertensi dengan komplikasi, resistensi hipertensi,
diperhatikan krisis hipertensi (hipertensi emergensi dan urgensi).

8. Unit terkait Loket


Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

79
SOP TATALAKSANA KASUS
KANDIDIASIS MULUT
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT/INT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Infeksi Candida albicans ini menyerang kulit, mukosa maupun organ
dalam, sedangkan pada bayi dapat terinfeksi melalui vagina saat
dilahirkan, atau karena dot yang tidak steril.

2. Tujuan Mengobati gejala, mencegah komplikasi

qq. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
rr. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
ss. 5. Alat dan Bahan Mikroskop
Larutan KOH 10%

22. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan: Rasa gatal dan perih di mukosa Anamnesa
mulut, rasa metal, dan daya kecap penderita pasien
yang berkurang.
Faktor Risiko : imunodefisiensi
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent Pemeriksaan klinis vital sign dan
Mencuci tangan pemeriksaan fisik
Memeriksa vital sign
Pemeriksaan general: Bercak merah, dengan
maserasi di daerah sekitar mulut, di lipatan Penegakan diagnosa
(intertriginosa) disertai bercak merah yang
terpisah di sekitarnya (satelit). Guam atau
oral thrush yang diselaputi pseudomembran
pada mukosa mulut.
Pemeriksaan penunjang: Rujuk untuk Konseling dan edukasi
pemeriksaan dengan KOH 10% dan
pewarnaan gram
6.3 Tatalaksana kasus
Memperbaiki status gizi dan menjaga
kebersihan oral Penatalaksanaan
Kontrol penyakit predisposisinya kasus atau
Gentian violet 1% (dibuat segar/baru) atau Rujukan kasus
larutan nistatin 100.000 200.000 IU/ml
yang dioleskan 2 3 kali sehari selama 3 hari

80
7. Hal-hal yang perlu Rujuk bila kandidiasis disebabkan oleh penyakit lain, misalnya HIV
diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

81
SOP TATALAKSANA KASUS ULKUS
MULUT (APTOSA)
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/1

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Ulkus mulut adalah ulserasi pada mukosa mulut yang tidak
berkeratin dan tidak ada tanda-tanda penyakit lain yang menyertai

2. Tujuan Mengobati dan mencegah komplikasi


tt. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas
Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
uu. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
vv. 5. Alat dan Bahan Obat kumur antiseptic
Obat yang bersifat anastetik
Kapas steril
23. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan nyeri pada mulut yang mengalami Anamnesa
ulkus pasien
Faktor risiko: daya tahan tubuh menurun
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan Pemeriksaan klinis vital sign dan
Memeriksa vital sign pemeriksaan fisik
Pemeriksaan general: didapatkan ulkus
dangkal, bundar/oval berbatas tegas,
permukaan tertutup selaput putih keabu- Penegakan diagnosa
abuan/kuning dikelilingi area eritema
6.3 Tatalaksana kasus
Ulkus bersifat self limiting dapat sembuh Konseling dan edukasi
sendiri 7-14 hari
Berikan antiseptic topical/obat kumur non
alkohol Penatalaksanaan kasus
KIE: hygiene mulut atau Rujukan kasus

7. Hal-hal yang perlu Rujuk bila aptosa timbul rekuren


diperhatikan
8. Unit terkait Loket
Poli umum (BP)
Apotek
9. Dokumen terkait - Buku register
- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

82
SOP PEMBERIAN TATA LAKSANA
PAROTITIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/THT
SOP No Revisi : 00

Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016

Halaman :

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut
I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman
Kurniawati
NIP.
198406092010012008
3. Pengertian Parotitis adalah peradanganyang terjadi pada kelenjar saliva atau
yang lebih dikenal dengan kelenjar parotis. Kematian akibat
penyakit parotitis sangat jarang ditemukan.Parotitispaling
seringmerupakan bentuk komplikasidari penyakit yang
mendasarinya.
Parotitis SindromSjgrenmemiliki rasiolaki-perempuan 1:9.
Parotitis dapat berulang saat masa kecillebih sering terjadipada
laki-laki dibandingkan pada perempuan.
Parotitisviral(gondongan) paling sering terjadipada anak-anak

4. Tujuan Mengobati gejala dan mencegah komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas

b. 4. Referensi Permenkes No. 05 Tahun 2014

c. 5. Alat dan Bahan 1. Obat-obat antibiotic


28. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa:
Keluhan demam, pembengkakan pada Anamnesa pasien
kelenar parotis mulai dari depan telinga
hingga rahang bawah, nyeri terutama saat
mengunyah makanan dan mulut terasa
kering. Pemeriksaan Fisik
6.2 Pemeriksaan Fisik
Inform consent
Mencuci tangan Penegakan diagnosa
Pemeriksaan vital sign
Pemeriksaan general
Parotitis bakteri akut: bengkak, nyeri pada
kelenjar dan demam, mengunyah menambah
rasa sakit.
Tata laksana/
Parotitis virus akut(gondong): Nyeri,
Rujuk
bengkak padakelenjar 5-9hari terakhir.
Malaise moderat, anoreksia, dan demam.

83
Parotitis tuberkulosis: nyeri tekan, bengkak
pada salah satukelenjar parotid,
gejalatuberkulosisdapat ditemukan
dibeberapa kasus.

6.3 Tata Laksana


Tatalaksana simptomatis sesuai gejala yang
dirasakan.
Antibiotik: Antibiotik spektrum luas dapat
diberikan pada kasus parotitis bakteri akut
yang disebabkanoleh bakteri.
Bila kondisi tidak membaik, segera rujuk ke
layanan sekunder.
KIE : jaga kebersihan mulut dan gigi, vaksin
parotitis
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan Rujuk bila parotitis kronik atau
dengan komplikasi

8. Unit terkait - PoliUmum ( BP )


- Poli gigi
- Apotik

9. Dokumen terkait -Rekam medis


-Leaflet

84
SOP TATALAKSANA KASUS INFEKSI
PADA UMBILIKUS
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Infeksi pada umbilikus adalah infeksi di sekitar tali pusat. Tali pusat
biasanya lepas pada hari ke-7 setelah lahir dan luka baru sembuh
pada hari ke-15.

2. Tujuan Mengobati dan mencegah sepsis

ww. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
xx. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
yy. 5. Alat dan Bahan Klorheksidin atau iodium povidon 2,5%.
Kain kasa.
Larutan antiseptik (klorheksidin atau iodium povidon 2,5%).
Salep antibiotik.
24. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan : Panas, Rewel, Tidak mau Anamnesa
menyusu. pasien
Faktor Risiko : Imunitas seluler dan humoral
belum sempurna, luka umbilikus, kulit tipis
sehingga mudah lecet
Faktor Predisposisi : Pemotongan dan Pemeriksaan klinis vital sign dan
perawatan tali pusat yang tidak steril pemeriksaan fisik
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan Penegakan diagnosa
Memeriksa vital sign
Pemeriksaan general:
Ada tanda tanda infeksi di sekitar tali pusat
seperti kemerahan, panas, bengkak, nyeri dan
mengeluarkan pus yang berbau busuk. Konseling dan edukasi
Infeksi tali pusat lokal atau terbatas: bila
kemerahan dan bengkak terbatas pada daerah
kurang dari 1cm di sekitar pangkal tali pusat.
Infeksi tali pusat berat atau meluas: bila Penatalaksanaan
kemerahan atau bengkak pada tali pusat kasus atau
meluas melebihi area 1 cm atau kulit di Rujukan kasus
sekitar tali pusat bayi mengeras dan memerah
serta bayi mengalami pembengkakan perut.
Tanda sistemik: demam, takikardia,
hipotensi, letargi, somnolen, ikterus

85
Pemeriksaan Penunjang: -
6.3 Tatalaksana kasus
Perawatan lokal:
Pembersihan tali pusat dengan menggunakan
larutan antiseptik (Klorheksidin atau iodium
povidon 2,5%) dengan kain kasa yang bersih
delapan kali sehari sampai tidak ada nanah
lagi pada tali pusat.
Setelah dibersihkan, tali pusat dioleskan
dengan salep antibiotik 3-4 kali sehari.
Perawatan sistemik: Bila tanpa gejala
sistemik, pasien diberikan antibiotik seperti
kloksasilin oral selama lima hari Bila anak
tampak sakit, harus dicek dahulu ada
tidaknya tanda-tanda sepsis. Anak dapat
diberikan antibiotik kombinasi dengan
aminoglikosida. Bila tidak ada perbaikan,
pertimbangkan kemungkinan Meticillin
Resistance Staphylococcus aureus (MRSA).
Kontrol kembali bila tidak ada perbaikan
atau ada perluasan tanda-tanda infeksi dan
komplikasi seperti bayi panas, rewel dan
mulai tak mau makan.
7. Hal-hal yang perlu Rujuk bila intake tidak mencukupi dan anak mulai tampak tanda
diperhatikan dehidrasi, terdapat tanda komplikasi sepsis.

8. Unit terkait Loket


Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

86
SOP TATALAKSANA KASUS
GASTRITIS
No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I
Dr. Ni Nyoman Kurniawati
NIP. 198406092010012008

1. Pengertian Gastritis adalah proses inflamasi/peradangan pada lapisan mukosa


dan submukosa lambung sebagai mekanisme proteksi mukosa
apabila terdapat akumulasi bakteri atau bahan iritan lain. Proses
inflamasi dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

2. Tujuan Mengobati dan mencegah komplikasi

zz. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut 1 Kabupaten Bangli
aaa. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
bbb. 5. Alat dan Bahan Obat-obat H2 blocker, PPI, Antasida

25. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan Pasien datang ke dokter karena rasa Anamnesa
nyeri dan panas seperti terbakar pada perut pasien
bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk
bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan
kembung
Faktor risiko: Pola makan yang tidak baik Pemeriksaan klinis vital sign dan
(waktu makan terlambat, jenis makanan pemeriksaan fisik
pedas, porsi makan yang besar), sering
minum kopi dan the, infeksi bakteri atau
parasite, pengunaan obat analgetik dan Penegakan diagnosa
steroid, usia lanjut, alkoholisme, stress,
penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks
empedu, penyakit autoimun, HIV/AIDS,
Chron disease. Konseling dan edukasi
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign Penatalaksanaan
Pemeriksaan general: Nyeri tekan kasus atau
epigastrium dan bising usus meningkat, bila Rujukan kasus
terjadi proses inflamasi berat, dapat
ditemukan pendarahan saluran cerna berupa
hematemesis dan melena. Biasanya pada
pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva
tampak anemis.

87
6.3 Tatalaksana kasus
Medikamentosa: Terapi diberikan per oral
dengan obat, antara lain: H2 Bloker2
x/hari (Ranitidin 150 mg/kali, Famotidin
20 mg/kali, Simetidin 400-800 mg/kali),
PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali,
Lansoprazole 30 mg/kali), serta Antasida
dosis 3 x 500-1000 mg/hr.
KIE: menghindari pemicu terjadinya
keluhan, antara lain dengan makan tepat
waktu, makan sering dengan porsi kecil
dan hindari dari makanan yang
meningkatkan asam lambung atau perut
kembung seperti kopi, teh, makanan
pedas dan kol

7. Hal-hal yang perlu Rujuk bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan, terjadi
diperhatikan komplikasi, terjadi alarm symptoms seperti perdarahan, berat badan
menurun 10% dalam 6 bulan, dan mual muntah berlebihan.

8. Unit terkait Loket


Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

88
SOP TATALAKSANA KASUS
GASTROENTERITRIS (TERMASUK
KOLERA DAN GIARDIASIS)

No. Dokumentasi : SOP/ADMIN/INT


No Revisi : 00
SOP Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I
Puskesmas Susut
I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus
halus yang ditandai dengan diare, yaitu buang air besar lembek atau
cair, dapat bercampur darah atau lender, dengan frekuensi 3 kali atau
lebih dalam waktu 24 jam, dan disertai dengan muntah, demam, rasa
tidak enak di perut dan menurunnya nafsu makan. Apabila diare > 30
hari disebut kronis.

2. Tujuan Mengobati dan mencegah komplikasi

ccc. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas Kecamatan


Susut 1 Kabupaten Bangli
ddd. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
eee. 5. Alat dan Obat-obatan
Bahan Infus set

26. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
Keluhan : Pasien datang ke dokter karena Anamnesa
buang air besar (BAB) lembek atau cair, pasien
dapat bercampur darah atau lendir, dengan
frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24
jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di
perut (nyeri atau kembung), mual dan Pemeriksaan klinis vital sign dan
muntah serta tenesmus. pemeriksaan fisik
Riwayat bepergian ke daerah dengan wabah
diare, riwayat intoleransi laktosa (terutama
pada bayi), konsumsi makanan iritatif, Penegakan diagnosa
minum jamu, diet cola, atau makan obat-
obatan seperti laksatif, magnesium
hidrochlorida, magnesium citrate, obat
jantung quinidine, obat gout (colchicides),
diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik, Konseling dan edukasi
organofosfat), insektisida, kafein, metil
xantine, agen endokrin (preparat pengantian
tiroid), misoprostol, mesalamin,
antikolinesterase dan obat-obat diet perlu
diketahui. Selain itu, kondisi
imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam
tifoid perlu diidentifikasi.

89
Faktor Risiko : Higiene pribadi dan sanitasi
lingkungan yang kurang, Riwayat intoleransi
lactose, riwayat alergi obat, infeksi HIV atau Penatalaksanaan
infeksi menular seksual, demam tifoid kasus atau
6.2 Pemeriksaan Fisik Rujukan kasus
Melakukan inform consent
Mencuci tangan
Memeriksa vital sign: suhu tubuh yang
tinggi (hiperpireksi), nadi dan pernapasan
cepat, tekanan darah menurun
Pemeriksaan general: Pemeriksaan terpenting
adalah menentukan tingkat/derajat dehidrasi
akibat diare. Tanda-tanda dehidrasi yang
perlu diperhatikan adalah turgor kulit perut
menurun, akral dingin, penurunan tekanan
darah, peningkatan denyut nadi, tangan
keriput, mata cekung tidak, penurunan
kesadaran (syok hipovolemik), nyeri tekan
abdomen, kualitas bising usus
hiperperistaltik. Pada anak kecil cekung
ubun-ubun kepala.
Pemeriksaan Penunjang: -
6.3 Tatalaksana kasus
Memberikan cairan dan diet adekuat, hindari
susu sapi karena terdapat defisiensi laktase
transien, hindari minuman yang mengandung
alkohol atau kafein. Makanan yang
dikonsumsi sebaiknya yang tidak
mengandung gas, dan mudah dicerna.
Pasien diare yang belum dehidrasi dapat
diberikan obat anti diare untuk mengurangi
gejala dan antimikroba untuk terapi definitif.
Obat antidiare, antara lain:
- Turunan opioid: (loperamide, difenoksilat
atropine, tinktur opium). Obat ini sebaiknya
tidak diberikan pada pasien dengan disentri
yang disertai demam, dan penggunaannya
harus dihentikan apabila diare semakin berat
walaupun diberikan terapi.
- Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien
immunocompromised, seperti HIV, karena
dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth
encephalopathy.
- Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2
tablet/ hari atau smectite 3x 1 sachet
diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.
- Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase:
Hidrasec 3x 1/ hari
Pemberian terapi antimikroba empirik
diindikasikan pada pasien yang diduga
mengalami infeksi bakteri invasif, travellers
diarrhea, dan imunosupresi. Antimikroba:
pada GE akibat infeksi diberikan antibiotik
atau antiparasit, atau anti jamur tergantung

90
penyebabnya. Pilihan antimikroba
diantaranya : - Golongan kuinolon yaitu
ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 5-7
hari, atau
- Trimetroprim/Sulfamethoxazole 160/800
2x 1 tablet/hari.
- Diare diduga disebabkan oleh Giardia,
metronidazole dosis 3x500 mg/ hari selama 7
hari.

7. Hal-hal yang perlu Usia, tanda-tanda dehidrasi. Rujuk bila tanda dehidrasi berat, terjadi
diperhatikan penurunan kesadaran, nyeri perut yang signifikan, pasien tidak
dapat minum oralit, tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas
pelayanan

8. Unit terkait Loket


Poli umum (BP)
Apotek

9. Dokumen terkait - Buku register


- Leaflet
- Dokumen/ rekaman

91
SOP TATALAKSANA KASUS
REFLUKS GASTROESOFAGEAL
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Mekanisme refluks melalui sfingter esofagus.

2. Tujuan -Mengurangi keluhan dan gejala, serta mencegah terjadinya


komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Kuisioner GERD
29. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah pasien merasakan Anamnesa
rasa panas/terbakar di pasien
retrosternal/epigastrik?
Apakah rasa panas/ terbakar
tersebut terasa menjalar ke Gejala khas GERD
leher?
Apakah disertai dengan
keluhan muntah/ timbul rasa Gejala Alarm Tanpa gejala khas
asam di mulut? GERD , GERD
Faktor apa saja yng umur>40tahun
memperberat keluhan?
Apakah keluhan sering Terapi empirik:
Tes PPI
muncul di malam hari?
Faktor risiko seperti:
umur>40 tahun, obesitas, Respon Respon baik
kehamilan, merokok, menetap
konsumsi kopi, alcohol, Rujuk
coklat, makan berlemak, Terapi min 4 minggu
konsumsi obat-obatan Kambuh
seperti, nitrat, teofilin, dan
verapamil, kebiasan On demand therapy
berpakaian ketat, dan pekerja
yang sering mengangkat
barang berat.

6.2 Pemeriksaan Fisik : tidak


terdapat tanda spesifik.
Tindakan pemeriksaan yang
dapat dilakukan adalah

92
dengan pengisian kuisioner
GERD.

6.3 Tatalaksana kasus


Modifikasi gaya hidup:
Mengurangi berat badan,
berhenti merokok, tidak
mengkonsumsi zat yang
mengiritasi lambung seperti
kafein, aspirin, dan alkohol.
Posisi tidur sebaiknya
dengan kepala yang lebih
tinggi. Tidur minimal
setelah 2 sampai 4 jam
setelah makanan, makan
dengan porsi kecil dan
kurangi makanan yang
berlemak.
Terapi dengan
medikamentosa dengan
cara memberikan Proton
Pump Inhibitor (PPI) dosis
tinggi selama 7-14 hari.Bila
terdapat perbaikan gejala
yang signifikan maka
diagnosis dapat ditegakkan
sebagai GERD. PPI dosis
tinggi berupa Omeprazole
2x20 mg/hari dan
lansoprazole 2x 30 mg/hari.
Setelah ditegakkan
diagnosis GERD, obat
dapat diteruskan sampai 4
minggu dan boleh ditambah
dengan prokinetik seperti
domperidon 3x10mg.
Pada kondisi tidak
tersedianya PPI , maka
penggunaan H2 Blocker
2x/hari: simetidin 400-800
mg atau Ranitidin 150 mg
atau Famotidin 20 mg.
7. Hal-hal yang perlu Alarm Symptoms:
diperhatikan - Berat badan menurun
- Hematemesis melena
- Disfagia (sulit menelan)
- Odinofagia (sakit menelan)
- Anemia

8. Unit terkait - Loket


- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

93
SOP TATALAKSANA KASUS DEMAM
TIFOID
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Penyakit infeksi saluran gastrointestinal yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhii.

2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. 3.Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah demam turun naik Anamnesa
terutama sore dan malam hari pasien
(demam intermiten)?
Apakah keluhan disertai dengan
sakit kepala (pusing-pusing) Pemeriksaan
yang sering dirasakan di area Fisik
frontal, nyeri otot, pegal-pegal,
insomnia, anoreksia dan mual
muntah. Suspect Demam
Apakah keluhan juga disertai tifoid
gangguan gastrointestinal
berupa konstipasi dan
meteorismus atau diare, nyeri -Gejala Klinis Adanya tanda-
abdomen dan BAB berdarah? ringan tanda
Pada anak, apakah terjadi - Keluarga paham kedaruratan.
kejang demam? dan mampu Tanda-tanda
merawat komplikasi
Faktor Risiko dan fasilitas
Higiene pribadi dan sanitasi tidak
lingkungan yang kurang. mencukupi
- Rawat jalan
Higiene makanan dan minuman
yang kurang baik. -KIE
Adanya outbreak demam tifoid di
sekitar tempat tinggal.
Gejala Klinis
Adanya carrier tifoid di sekitar memburuk atau
pasien. Rujuk
tidak membaik
Kondisi imunodefisiensi
dalam 5 hari

94
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum biasanya tampak
sakit sedang atau sakit berat.
Kesadaran: bervariasi tergantung
beratnya penyakit. Bisa compos
mentis, hingga yang berat seperti
delirium atau koma.
Demam, suhu 37,50C
Bradikardi relatif.
Mata: Ikterus
Mulut: typhoid tongue, tremor
lidah, halitosis
Abdomen: nyeri (terutama region
epigastrik), hepatosplenomegali

6.3 Tatalaksana Kasus
a. Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
1. Istirahat tirah baring.
2. Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
3. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas.
b. Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan
gastrointestinal.
c. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid
adalah kloramfenikol, ampisilin atau amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang
hamil), atau trimetroprimsulfametoxazole (kotrimoksazol).
d. Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan
antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Ceftriaxone, Cefotaxime (diberikan
untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai
mengganggu pertumbuhan tulang). Dibaawah ini merupakan tabel pilihan antibiotik dan
dosis penggunaanya.

95
Tabel.1 Dosis antibiotik dan dosis penggunaanya.

7. Hal-hal yang perlu


diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- - Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

96
SOP TATALAKSANA KASUS
INTOLERANSI MAKANAN
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
7. Pengertian Gejala-gejala yang terjadi akbibat reaksi tubuh terhadap makanan
tertentu. Hal ini terjadi akibat kekurangan enzim yang diperlukan
untuk mencerna makanan tertentu dan bukan merupakan alergi
makanan.

8. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

9. 3.Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
10. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
11. AlatdanBahan - Poliklinik set

12. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah gejala-gejala yang Anamnesa
terjadi adalah tenggorokan pasien
terasa gatal, nyeri perut, perut
kembung, diare, mual muntah,
atau dapat disertai kram perut.
Pemeriksaan
Menanyakan faktor predisposisi
Fisik
berupa makanan yang sering
menyebabkan intoleransi
seperti, apakah sebelumnya Diagnosis
mengkonsumsi:
a. terigu dan gandum lainnya
yang mengandung gluten
b. protein susu sapi Terapi
c. hasil olahan jagung.
d. MSG, dst

6.2 Pemeriksaan Fisik : Pulang


Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan nyeri tekan abdomen,
bising usus meningkat dan
mungkin terdapat tanda-tanda
dehidrasi.

6.3 Tatalaksana
a. Pembatasan nutrisi tertentu
b. Suplemen vitamin dan mineral

97
Rencana Tindak Lanjut
Setelah gejala menghilang, makanan
yang dicurigai diberikan kembali untuk
melihat reaksi yang terjadi. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh penyebab
intoleransi.

Konseling dan Edukasi


a. Keluarga ikut membantu dalam hal
pembatasan nutrisi tertentu pada
pasien.
b. Keluarga juga mengamati keadaaan
pasien selama pengobatan.

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan


8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

98
SOP TATALAKSANA KASUS ALERGI
MAKANAN
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Suatu respons normal terhadap makanan yang dicetuskan oleh suatu
reaksi yang spesifik didalam suatu sistem imun dan diekspresikan
dalam berbagai gejala yang muncul dalam hitungan menit setelah
makanan masuk; namun gejala dapat muncul hingga beberapa jam
kemudian.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan pada Anamnesa
pasien
kulit, seperti: eksim, gatal,
bentol-bentol pucat/pink?.
Apakah terdapat keluhan pada
saluran pernapasan, seperti : Pemeriksaan
pilek, sesak nafas? Fisik
Apakah terdapat keluhan lain
seperti berkisar bengkak pada
mata, gatal di bibir, gatal Diagnosis
dibagian dalam pipi, gatal di
tenggorokan, muntah, kram
perut, distensi, diare? Kondisi klinis Kondisi reaksi
Apakah keluhan muncul setelah baik alergi berat/
makan makanan tertentu?
anafilakssis
Apakah keluhan sudah berulang
kali muncul dan dicetuskan oleh Terapi
makanan yang sama? medikamentosa Tangani sesuai
Apakah terdapat faktor risiko : prosedur
terdapat riwayat alergi di reaksi/syok
keluarga? anafilaksis
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik dilakukan pada
kulit dan mukosa serta paru
6.3 Tatalaksana
Medikamentosa : Antihistamin
dan Kortikosteroid

99
Riwayat reaksi alergi berat atau
anafilaksis pasien ditangani
sesuai prosedur reaksi/syok
anafilaksis.
Edukasi pasien untuk kepatuhan
diet pasien
Menghindari makanan yang
bersifat alergen sengaja mapun
tidak sengaja (perlu konsultasi
dengan ahli gizi)
Perhatikan label makanan
Menyusui bayi sampai usia 6
bulan menimbulkan efek protektif
terhadap alergi makanan

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan Reaksi anfilaksis merupakan manifestasi


paling berat.
Bila keadaan pasien baik, maka pasien dapat
dirujuk untuk melakukan pemeriksaan skin-
pricked test, uji provokasi dan eliminasi
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

100
SOP TATALAKSANA KASUS
KERACUNAN MAKANAN
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Suatu kondisi gangguan pencernaan yang disebabkan oleh konsumsi
makanan atau air yang terkontaminasi dengan zat patogen dan atau
bahan kimia, misalnya Norovirus, Salmonella, Clostridium
perfringens, Campylobacter, dan Staphylococcus aureus.

2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.


- SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut
3. Kebijakan I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
- Cairan rehidrasi (NaCl 0,9%, RL, oralit )
- Infus set
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan Diare Anamnesa
pasien
akut ?
Apakah terdapat darah atau
lendir pada tinja?
Apakah ada keluhan nyeri perut Pemeriksaan
nyeri kram otot perut? Fisik
Apakah ada keluhan kembung?
Apakah terdapat faktor risiko :
- Riwayat makan/minum di Nilai derajat
tempat yang tidak higienis? dehidrasi
- Konsumsi daging /unggas yang
kurang matang?
- Konsumsi makanan laut - Tangani sesuai derajat
mentah? dehidrasi
-obat-obatan seperti:
6.2 Pemeriksaan Fisik : absorben, lomotil dan
Difokuskan untuk menilai antibiotik bila perlu
keparahan dehidrasi.
a. Diare, dehidrasi, dengan tanda
tanda tekanan darah turun, nadi
cepat, mulut kering, penurunan - Kondisi pasien buruk
keringat, dan penurunan output - Keadaan pasien tidak
urin. membaik dalam 3 hari
b. Nyeri tekan perut, bising usus
meningkat atau melemah.

101
6.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Lakukan pemeriksaan
mikroskopis dari feses untuk telur
cacing dan parasit. Rujuk

6.4 Tatalaksana
Sebagian besar kasus adalah
gastroenteritis akut dengan10%
kasus membutuhkan terapi
antibiotik.
Cairan rehidrasi: oral (oralit) atau
larutan intravena (misalnya, NaCl
0.9%, larutan Ringer Laktat).
Obat absorben (misalnya,
kaopectate, aluminium
hidroksida) membantu
memadatkan feses diberikan bila
diare tidak segera berhenti.
Diphenoxylate dengan atropin
(Lomotil) tersedia dalam tablet
(2,5 mg diphenoxylate) dan cair
(2,5 mg diphenoxylate / 5 mL).
Dosis awal untuk orang dewasa
adalah 2 tablet 4 kali sehari (20
mg / d). Digunakan hanya bila
diare masif.
Jika gejalanya menetap setelah 3-
4 hari, harus segera dirujuk.
Modifikasi gaya hidup dan
edukasi untuk menjaga
kebersihan diri.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan Kriteria Rujukan
a. Gejala keracunan tidak berhenti setelah 3 hari
ditangani dengan adekuat.
b. Pasien mengalami perburukan.
8. Unit terkait - Loket
- Laboratorium
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

102
SOP TATALAKSANA KASUS
PENYAKIT CACING TAMBANG
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Suatu penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
- Laboratorium mikroskopis sederhana
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan lemas, Anamnesa
lesu, tampak pucat, pandangan pasien
berkunang-kunang?
Apakah terdapat faktor risiko
seperti Pemeriksaan
a. Kurangnya penggunaan Fisik dan
jamban keluarga. penunjang
b. Kebiasaan menggunakan tinja
sebagai pupuk.
c. Tidak menggunakan alas kaki Diagnosis
saat bersentuhan dengan tanah

6.2 Pemeriksaan Fisik :


Konjungtiva pucat -Terapi
Perubahan pada kulit (telapak medikamentosa
kaki) bila banyak larva yang - KIE
menembus kulit, disebut sebagai
ground itch.

6.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan mikroskopik pada tinja
segar ditemukan telur dan atau larva.
6.4 Tatalaksana
Medikamentosa :
- Albendazole 400 mg, dosis
tunggal, tidak diberikan pada
wanita hamil.
- Sulfasferosus
KIE

103
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Laboratorium
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

104
SOP TATALAKSANA KASUS
STRONGILOIDIASIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Penyakit kecacingan yang disebabkan oleh Strongyloides stercoralis,
cacing yang biasanya hidup di kawasan tropic dan subtropik.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
- Lab sederhana untuk pemeriksaan feses
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apaakah ada keluhan rasa gatal Anamnesa
pada kulit? pasien
Apakah pasien merasa nyeri
ditusuk-tusuk didaerah
epigastrium dan tidak menjalar? Pemeriksaan
Apakah pasien merasa mual dan Fisik dan
mengeluhkan muntah? penunjang
Apakah ada keluhan diare dan
konstipasi saling bergantian?
Apakah terdapat faktor risiko, Diagnosis
seperti:
a. Kurangnya penggunaan
jamban.
b. Tanah yang terkontaminasi -Terapi
dengan tinja yang medikamentosa
mengandung larva - KIE
Strongyloides stercoralis.
c. Penggunaan tinja sebagai
pupuk.
d. Tidak menggunakan alas kaki
saat bersentuhan dengan
tanah
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Timbul kelainan pada kulit
creeping eruption dengan
kecepatan 2 cm per hari.
Predileksi penyakit ini terutama
pada daerah telapak kaki, bokong,
genital dan tangan.

105
Pemeriksaan generalis: nyeri
epigastrium

6.3Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
mikroskopik: menemukan larva
rabditiform dalam tinja segar,
atau menemukan cacing dewasa
Strongyloides stercoralis.

6.4 Tatalaksana
Medikamentosa :
Albendazol menjadi terapi pilihan
saat ini dengan dosis 400 mg, 1-2
x sehari, selama 3 hari
Konseling dan Edukasi
a. Sebaiknya setiap keluarga
memiliki jamban keluarga.
b. Hindari kontak dengan tanah
yang tercemar oleh tinja
manusia.
c. Gunakan sarung tangan jika
ingin mengelola
limbah/sampah.
d. Cuci tangan sebelum dan
setelah melakukan aktifitas
denganmenggunakan sabun.
e. Menggunakan alas kaki.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan Rujuk jika pasien strongyloidiasis dengan
keadaan imunokompromais seperti penderita
AIDS
8. Unit terkait - Loket
- Laboratorium
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

106
SOP TATALAKSANA KASUS
ASKARIASIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Suatu penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit Ascaris
lumbricoides.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
- Lab sederhana untuk pemeriksaan feses
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada keluhan demam? Anamnesa
Apakah ada keluhan batuk? pasien
Apakah ada keluhan nafsu
makan menurun?
Apakah ada keluhan perut Pemeriksaan
membuncit? Fisik dan
Apakah ada keluhan lemah? penunjang
Apakah ada keluhan pasien
tampak lebih pucat?
Diagnosis
Apakah ada keluhan berat badan
menurun?
Apakah ada keluhan mual-
muntah?
-Terapi
Apakah terdapat faktor risiko
medikamentosa
berikut:
a. Kebiasaan tidak mencuci - KIE
tangan.
b. Kurangnya penggunaan
jamban.
c. Kebiasaan menggunakan tinja
sebagai pupuk.
d. Kebiasaan tidak menutup
makanan sehingga dihinggapi
lalat

6.2 Pemeriksaan Fisik :


Pasien tampak konjunctiva pucat
Perut tampak membuncit
Pada anak bisa terdapat tanda-

107
tanda malnutrisi
Jika jumlah cacing banyak dapat
menimbulkan ileus obstruksi.

6.3Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
mikroskopik ditemukan larva/
cacing pada tinja segar

6.4 Tatalaksana
Medikamentosa :
Albendazol, 400 mg, dosis
tunggal. Tidak boleh diberikan
pada ibu hamil.
Konseling dan Edukasi
a. informasi kepada pasien dan
keluarga mengenai pentingnya
menjaga kebersihan diri dan
lingkungan.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Laboratorium
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

108
SOP TATALAKSANA KASUS
SKISTOSOMIASIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing trematoda dari
genus schistosoma (blood fluke). Terdapat tiga spesies cacing
trematoda utama yang menjadi penyebab skistosomiasis yaitu
Schistosoma japonicum, schistosoma haematobium dan schistosoma
mansoni. Spesies yang kurang dikenal yaitu Schistosoma mekongi
dan Schistosoma intercalatum.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
- Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan tinja
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
A. Pada fase Akut Anamnesa
Apakah ada keluhan demam? pasien
Apakah ada keluhan nyeri
kepala dan nyeri tungkai?
Apakah ada keluhan bentol- Pemeriksaan
bentol gatal berwarna pink Fisik dan
pucat? penunjang
Apakah ada keluhan batuk
berdahak?
Apakah ada keluhan nyeri Diagnosis
abdominal.
Apakah sebelumnya pasien
terpapar dengan air, misalnya
danau atau sungai 4-8 minggu Rujuk
sebelumnya, yang kemudian
berkembang menjadi ruam
kemerahan (pruritic rash) ?

B. Pada fase Kronis


Apakah ada keluhan buang air
kecil warna merah (hematuria),
rasa tak nyaman hingga nyeri
saat berkemih?
Apakah pasien mengeluhkan

109
nyeri abdomen dan diare
berdarah ?
Apakah pasien mengeluhkan
pembesaran perut, kuning pada
kulit dan mata ?
Apakah pasien pernah tinggal
atau datang berkunjung ke
daerah endemik di sekitar
lembah Napu dan Lindu,
Sulawesi Tengah dan
mempunyai kebiasaan terpajan
dengan air, baik di sawah
maupun danau di wilayah
tersebut?

6.2 Pemeriksaan Fisik :


a. Pada skistosomiasis akut dapat
ditemukan:
1. Limfadenopati
2. Hepatosplenomegaly
3. Gatal pada kulit
4. Demam
5. Urtikaria
6. Buang air besar berdarah (bloody
stool)

b. Pada skistosomiasis kronik bisa


ditemukan:
1. Hipertensi portal dengan distensi
abdomen, hepatosplenomegaly
2. Gagal ginjal dengan anemia dan
hipertensi
3. Gagal jantung dengan gagal
jantung kanan
4. Intestinal polyposis
5. Ikterus

6.3 Pemeriksaan Penunjang


Penemuan telur cacing pada
spesimen
6.4 Tatalaksana
Rujuk
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Laboratorium

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

110
SOP TATALAKSANA KASUS
TAENIASIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan oleh cacing pita yang
tergolong dalam genus Taenia (Taenia saginata, Taenia solium, dan
Taenia asiatica) pada manusia.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
- Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan feses
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Gejala klinis taeniasis sangat Anamnesa
bervariasi dan tidak khas. Sebagian pasien
kasus tidak menunjukkan gejala
(asimptomatis).
Apakah pasien mengeluh ada Pemeriksaan
rasa tidak enak pada lambung? Fisik dan
Apakah pasien mengeluh ada penunjang
rasa mual?
Apakah pasien mengeluh badan
lemah, berat badan menurun, Diagnosis
dan nafsu makan menurun?
Apakah pasien mengeluh sakit
kepala?
Apakah pasien mengeluhkan Kondisi klinis Kondisi mengarah
konstipasi? pasien stabil ke sistiserkosis
Apakah pasien mengeluh
pusing?
Apakah pasien mengeluh gatal- Terapi
gatal di lubang pantat? medikamentosa
Apakah pasien mengalami dan KIE Rujuk
diare?
Apakah terdapat faktor risiko :
a. Mengkonsumsi daging yang
dimasak setengah
matang/mentah, dan
mengandung larva
sistiserkosis.
b. Higiene yang rendah dalam

111
pengolahan makanan
bersumber daging.
c. Ternak yang tidak dijaga
kebersihan kandang dan
makanannya.

6.2 Pemeriksaan Fisik :


nyeri ulu hati
ileus juga dapat terjadi jika
strobila cacing membuat
obstruksi usus.

6.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
mikroskopik dengan menemukan
telur dalam spesimen tinja segar.
b. Secara makroskopik dengan
menemukan proglotid pada tinja

6.4 Tatalaksana
Pemberian albendazol menjadi
terapi pilihan saat ini dengan dosis
400 mg, 1-2 x sehari, selama 3
hari,

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan Passien dirujuk apabila ditemukan tanda-tanda


yang mengarah pada sistiserkosis
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Laboratorium
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

112
SOP TATALAKSANA KASUS
HEPATITIS A
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Sebuah kondisi penyakit infeksi akut di liver yang disebabkan oleh
hepatitis A virus (HAV), sebuah virus RNA yang disebarkan melalui
rute fecal oral.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan Anamnesa
pasien
demam ?
Apakah terdapat keluhan mata
dan kulit kuning?
Apakah terdapat keluhan Pemeriksaan
penurunan nafsu makan? Fisik
Apakah terdapat keluhan nyeri
otot dan sendi?
Apakah terdapat keluhan lemah, Diagnosis
letih, lesu?.
Apakah terdapat keluhan mual,
muntah ? Kondisi Kondisi -penurunan
Apakah warna urine pasien klinis klinis kesadaran
seperti the?
baik lemah
Apakah pasien mengeluhkan
BAB berwarna pucat?
Apakah terdapat faktor risiko : - Rawat
- Terapi
Sering mengkonsumsi makanan
medikamentosa inap
atau minuman yang kurang
terjaga sanitasinya. -Kontrol
- Menggunakan alat makan dan berkala
minum dari penderita hepatitis.

6.2 Pemeriksaan Fisik : - Terapi


Febris, medikamentosa
Rawat
Sclera ikterik, jaundice, -Kontrol
inap
Hepatomegali, berkala
Warna urine seperti teh

113
Tinja seperti dempul.

6.3 Tatalaksana
Tirah baring
Medikamentosa : - Ikterik yang menetap
a. Antipiretik bila demam; Rawat
ibuprofen 2x400mg/hari. inap
b. Mual : Antiemetik seperti
Metoklopropamid 3x10
mg/hari atau Domperidon
3x10mg/hari.
c. Perut perih dan kembung : H2
Bloker (Simetidin 3x200
mg/hari atau Ranitidin 2x
150mg/hari) atau Proton Pump
Inhibitor (Omeprazol 1 x 20
mg/hari).

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan Kriteria Rujukan


Penderita Hepatitis A dengan keluhan ikterik
yang menetap tanpa disertai keluhan yang lain.
Penderita Hepatitis A dengan penurunan
kesadaran dengan kemungkinan ke arah
ensefalopati hepatik.
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

114
SOP TATALAKSANA KASUS DISENTRI
BASILER, DISENTRI AMUBA
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri disentri basiler yang
disebabkan oleh shigellosis dan amoeba (disentri amoeba).
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
- Pemeriksaan tinja
- Infus set
- Cairan infus/oralit
- Antibiotik
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan Anamnesa
pasien
sakit perut terutama sebelah
kiri?.
Apakah buang air besar encer
secara terus menerus serta Pemeriksaan
bercampur lendir dan darah? Fisik dan
Apakah terdapat keluhan penunjang
muntah-muntah?
Apakah keluhan disertai sakit
kepala?
Nilai derajat
Apakah pasien mengeluhkan
demam? dehidrasi dan
kondisi pasien
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Febris.
Nyeri perut pada penekanan di
bagian sebelah kiri.
Terdapat tanda-tanda dehidrasi. - Tangani sesuai derajat
Tenesmus. dehidrasi
-Antibiotik
6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja secara langsung
terhadap kuman penyebab

115
6.4 Tatalaksana
Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi ringan dan Sedang Berat
Tirah baring Kondisi
Dehidrasi ringan sampai sedang pasien baik
dapat dikoreksi dengan cairan
rehidrasi oral
Bila rehidrasi oral tidak
mencukupi dapat diberikan cairan
melalui infus
Diet, diberikan makanan lunak
sampai frekuensi BAB kurang Rawat jalan Rawat Rawat inap
dari 5kali/hari, kemudian Jalan/rawat
diberikan makanan ringan biasa inap
bila ada kemajuan.
Farmakologis:
1. Antibiotik. Jika setelah 2 hari
pengobatan menunjukkan
perbaikan, terapi diteruskan Keadaan pasien memburuk/tidak
selama 5 hari. Bila tidak ada membaik selama pengobatan
perbaikan, antibiotik diganti Muncul tanda komplikasi dan
dengan jenis yang lain. penurunan kesadaran
2. Pemakaian jangka pendek
dengan dosis tunggal
fluorokuinolon seperti
siprofloksasin atau makrolide
azithromisin. Dosis siprofloksasin Rujuk
yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan
azithromisin diberikan 1 gram
dosis tunggal dan sefiksim 400
mg/hari selama 5 hari. Pemberian
siprofloksasin merupakan
kontraindikasi terhadap anak-
anak dan wanita hamil.

3. Di negara-negara berkembang
di mana terdapat kuman
S.dysentriae tipe 1 yang
multiresisten terhadap obat-obat,
diberikan asam nalidiksik dengan
dosis 3 x 1 gram/hari selama 5
hari. Tidak ada antibiotik yang
dianjurkan dalam pengobatan
stadium carrier disentribasiler.

4. Untuk disentri amuba diberikan


antibiotik metronidazole 500mg
3x sehari selama 3-5 hari

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan Kriteria Rujukan


Pada pasien dengan kasus berat perlu dirawat
intensif dan konsultasi ke pelayanan sekunder
(spesialis penyakit dalam).

116
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

117
SOP TATALAKSANA KASUS
HEMORROID GRADE 1/2
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/BEDAH
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Pelebaran vena-vena didalam pleksus hemoroidalis.

2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
- Sarung tangan
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan keluar Anamnesa
darah saat BAB, darah berwarna pasien
merah segar atau darah
menetes keluar dari anus
beberapa saat setelah defekasi? Pemeriksaan
Apakah ada keluhan benjolan Fisik
yang keluar saat BAB.?
(Benjolan ini mula-mula dapat
kembali spontan sesudah BAB, Hemoroid Interna Hemoroid
tetapi kemudian harus Eksterna
dimasukkan secara manual atau
bisa jadi akhirnya tidak dapat
dimasukkan lagi.) Grade Grade Rujuk
Apakah ada keluhan lendir saat 1 2-3-4
BAB?
Apakah ada keluhan iritasi
didaerah kulit perianal? Obat-obatan antinyeri
Apakah ada keluhan yang Obat-obatan untuk
mengarah ke keadaan anemia mengurangi konstipasi
(seperti : pusing, lemah, KIE
pucat,dll)?
Apakah ada faktor risiko
seperti:
a. Penuaan
b. Lemahnya dinding pembuluh darah
c. Wanita hamil
d. Konstipasi
e. Konsumsi makanan rendah serat
f. Peningkatan tekanan intraabdomen

118
g. Batuk kronik
h. Sering mengedan
i. Penggunaan toilet yang berlama-
lama (misal : duduk dalam waktu
yanglama di toilet)
6.2 Pemeriksaan Fisik :
a. Periksa tanda-tanda anemia.
b. Pemeriksaan status lokalis
1. Inspeksi:
Hemoroid derajat 1, biasanya
tidak menunjukkan adanya
suatu kelainan diregio anal yang
dapat dideteksi dengan inspeksi
saja.
Hemoroid derajat 2, tidak
terdapat benjolan mukosa yang
keluar melalui anus, akan tetapi
bagian hemoroid yang tertutup
kulit dapat terlihat sebagai
pembengkakan.
Hemoroid derajat 3 dan 4 yang
besar akan segera dapat dikenali
dengan adanya massa yang
menonjol dari lubang anus yang
bagian luarnya ditutupi kulit dan
bagian dalamnya oleh mukosa
yang berwarna keunguan atau
merah.
2. Palpasi:
Hemoroid interna pada stadium
awal merupaka pelebaran vena
yang lunak dan mudah kolaps
sehingga tidak dapat dideteksi
dengan palpasi.
Setelah hemoroid berlangsung
lama dan telah prolaps, jaringan
ikat mukosa mengalami fibrosis
sehingga hemoroid dapat diraba
ketika jari tangan meraba sekitar
rektum bagian bawah.
6.4 Tatalaksana
Penatalaksanaan Hemoroid Internal:
a. Hemoroid grade 1
Dilakukan terapi konservatif
medis dan menghindari obat-obat
antiinflamasi non-steroid, serta
makanan pedas atau berlemak.
b. Hemoroid grade 2-3-4 dirujuk ke
dokter spesialis bedah.
Penatalaksanaan Hemoroid Internal
a.Rujuk ke dokter spesialis bedah
Hal lain yang dapat dilakukan adalah
mengurangi rasa nyeri dan
konstipasi pada pasien hemoroid.
Konseling dan Edukasi:

119
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

120
SOP TATALAKSANA KASUS INFEKSI
SALURAN KEMIH
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/APOTIK
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Penyakit infeksi pada saluran kemih bagian bawah.

2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan Anamnesa
demam? pasien
Apakah keluhan demam disertai
mengigil?
Apakah terdapat keluhan nyeri Pemeriksaan
pinggang? Fisik dan
Apakah ada keluhan nyeri pada penunjang
perut bawah?
Apakah terdapat keluhan susah
buang air kecil? Diagnosis
Apakah terdapat keluhan nyeri
saat akhir BAK ?
Apakah terdapat keluhan sering Infeksi Saluran Infeksi Saluran
BAK malam hari atau anyang-
Kemih Atas Kemih bawah
anyangan?
Apakah terdapat faktor isiko
- Riwayat diabetes melitus, riwayat Terapi
kencing KIE
- Batu saluran kemih
- Higiene pribadi buruk,
- Riwayat keputihan
- kehamilan, - Tidak membaik
- Riwayat infeksi saluran kemih dengan terapi
sebelumnya Rujuk
--Komplikasi
- Riwayat pemakaian kontrasepsi
diafrahma
- Kebiasaan menahan
- Kencing
- Hubungan seksual

121
- Anomali struktur saluran kemih.

6.2 Pemeriksaan Fisik :


Demam
Flank pain (Nyeri ketok
pinggang
belakang/costovertebral angle)
Nyeri tekan suprapubik

6.4 Tatalaksana
KIE Minum air putih minimal 2
liter/hari bila fungsi ginjal
normal.
KIE Menjaga higienitas genitalia
eksterna.
Pemberian antibiotik golongan
flurokuinolon dengan durasi 7-10
hari pada perempuan dan 10-14
hari pada laki-laki.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

122
SOP TATALAKSANA KASUS
GONORE
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/APOTIK
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
Penyakit ini termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS) yang
memiliki insidensi tinggi.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
- Senter
- Sarung tangan
- Alat pemeriksaan in spekulo
- Kursi periksa genital
6. 6.Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Pada pria : Anamnesa
Apakah ada keluhan kencing nanah? pasien
Apakah keluhan disertai rasa panas dan
gatal di ujung penis?
Apakah ada keluhan disusul dengan nyeri Pemeriksaan
saat kencing, dan kencing sedikit-sedikit? Fisik dan
Apakah ada keluhan keluarnya nanah dari penunjang
ujung uretra yang kadang disertai darah?
Apakah terdapat perasaan nyeri saat
terjadi ereksi? Diagnosis
Apakah gejala terjadi pada 2-7 hari setelah
kontak seksual?
Apakah keluhan juga disertai perasaan
tidak enak di perineum dan suprapubis, Rujuk
malaise, demam, nyeri kencing hingga
hematuri, serta retensi urin, dan obstipasi?
Apakah ada keluhan di daerah genital
yaitu : rasa terbakar di daerah anus ?

Keluhan pada wanita


Apakah ada keluhan keluarnya cairan
hijau kekuningan dari vagina, disertai
dengan nyeri saat kencing?
Apakah ada keluhan nyeri abdomen
bawah?

123
Apakah terdapat faktor risiko, seperti:
a. Berganti-ganti pasangan seksual.
b. Homoseksual dan Pekerja Seks
Komersial (PSK).
c. Wanita usia pra pubertas dan
menopause lebih rentan terkena gonore.
d. Bayi dengan ibu menderita gonore.
e. Hubungan seksual dengan penderita
tanpa proteksi (kondom).

6.2 Pemeriksaan Fisik :


Patognomonis
Tampak eritem, edema dan ektropion pada
orifisium uretra eksterna, terdapat duh
tubuh mukopurulen, serta pembesaran
KGB inguinal uni atau bilateral.
Apabila terjadi proktitis, tampak daerah
anus eritem, edem dan tertutup pus
mukopurulen.
Pada pria:
Pemeriksaan rectal toucher dilakukan
untuk memeriksa prostat: pembesaran
prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri
tekan dan bila terdapat abses akan teraba
fluktuasi.
Pada wanita:
Pemeriksaan in speculo dilakukan apabila
wanita tesebut sudah menikah. Pada
pemeriksaan tampak serviks merah, erosi
dan terdapat secret mukopurulen.

6.3 Tatalaksana
a. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan
kontak seksual hingga dinyatakan sembuh dan
menjaga kebersihan genital.

Kriteria Rujukan
a. Apabila tidak dapat melakukan tes laboratorium
b. Apabila pengobatan di atas tidak menunjukkan
perbaikan dalam jangka waktu 2 minggu,
penderita dirujuk ke dokter spesialis karena
kemungkinan terdapat resistensi obat.

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan


8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

124
SOP TATALAKSANA KASUS
PIELONEFRITIS TANPA KOMPLIKASI
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Penyakit infeksi pada saluran kemih bagian atas.

2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan Anamnesa
demam? pasien
Apakah terdapat keluhan susah
buang air kecil?
Apakah terdapat keluhan nyeri Pemeriksaan
saat BAK ? Fisik dan
Apakah terdapat keluhan sering penunjang
BAK malam hari atau anyang-
anyangan?
Apakah terdapat keluhan nyeri Diagnosis
pinggang?
Apakah terdapat faktor isiko
- Riwayat diabetes melitus, riwayat
kencing
- Batu saluran kemih Rujuk
- Higiene pribadi buruk,
- Riwayat keputihan
- kehamilan,
- Riwayat infeksi saluran kemih
sebelumnya
- Riwayat pemakaian kontrasepsi
diafrahma
- Kebiasaan menahan
- Kencing
- Hubungan seksual
- Anomali struktur saluran kemih.

6.2 Pemeriksaan Fisik :


Demam

125
Flank pain (Nyeri ketok
pinggang
belakang/costovertebral angle)
Nyeri tekan suprapubik

6.4 Tatalaksana
Rujuk untuk pemeriksaan
penunjang
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

126
SOP TATALAKSANA KASUS
FIMOSIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/BEDAH
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Suatu kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat diretraksi
(ditarik) kearah proximal penis sampai ke korona glandis.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada gangguan sulit Anamnesa
kencing, pancaran urin kecil, pasien
menetes atau memancar kearah
yang tidak beraturan,
menggelembung ujung Pemeriksaan
prepusium saat kencing dan Fisik
menghilang setelah buang air
kecil?
Apakah terjadi retensi urin pada
pasien? Diagnosis
Pada bayi/anak, saat buang air
kecil menangis akibat nyeri
yang ditimbulkan?
Apakah prepusium tidak dapat -anak dan bayi >
-Terjadi
ditarik ke belakang ketika akan 3tahun, tanpa
komplikas
dibersihkan? komplikasi
Apakah ada keluhan demam?

6.2 Pemeriksaan Fisik : Observasi 2 hari


Lubang uretra yg tertutup oleh KIE
kulit prepusium. Kulit trsebut
tidak dapat ditarik kembali
Bisa juga ditemukan tanda-
tanda radang pada prepusium Tidak
membaik Rujuk
dan gland penis.

6.3 Tatalaksana
Pada bayi dan anak-anak >3
tahun akan menghilang dengan

127
sendirinya. Tatalaksana untuk
mencegah infeksi dengan
menjaga kebersihan.
Apabila terjadi keluhan saat miksi
seperti penis menggembung atau
retensi urin,
Bila terjadi infeksi seperti
postitis, berikan antibiotik
terlebih dahulu
Bila terjadi balanopostitis
dilakukan dorsumsisi dahulu dan
setelah reaksi radang ditangani
dengan antibiotik
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

128
SOP TATALAKSANA KASUS
PARAFIMOSIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/BEDAH
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/1

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Kondisi dimana prepusium tidak dapat dikembalikan keposisi semula
setelah mengalami retraksi pada sulkus koronarius, sehingga terjadi
jeratan penis pada penis di distal sulkus koronarius.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada keluhan nyeri dan Anamnesa
bengkak pada penis? pasien
Apakah terdapat sebelumnya
pasien melakukan;
a. pemasangan kateter. Pemeriksaan
b. masturbasi. Fisik
c. senggama

6.2 Pemeriksaan Fisik :


Prepusium tertarik kebelakang Diagnosis
disertai tanda-tanda jeratan
seperti nyeri, dan edema pada
penis.
-Pengembalian manual dengan
teknik memijat glands selama 3-
6.4 Tatalaksana 5menit
Pengembalian manual dengan
teknik memijat glands selama 3-
5menit. Bila berhasil berikan Rujuk jika gagal dengan teknik
antinyeri. manual
Bila gagal maka pasien dirujuk.

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan


8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

129
SOP TATALAKSANA KASUS SINDROM
DUH (DISCHARGE) GENITAL
(GONORE/NON-GONORE)
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/3

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
Penyakit ini termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS) yang
memiliki insidensi tinggi.
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
- Senter
- Sarung tangan
- Alat pemeriksaan in spekulo
- Kursi periksa genital
6. 6.Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Pada pria : Anamnesa
Apakah ada keluhan kencing nanah? pasien
Apakah keluhan disertai rasa panas dan
gatal di ujung penis?
Apakah ada keluhan disusul dengan nyeri Pemeriksaan
Fisik dan
saat kencing, dan kencing sedikit-sedikit?
penunjang
Apakah ada keluhan keluarnya nanah dari
ujung uretra yang kadang disertai darah?
Apakah terdapat perasaan nyeri saat Diagnosis
terjadi ereksi?
Apakah gejala terjadi pada 2-7 hari setelah
kontak seksual?
Apakah keluhan juga disertai perasaan
tidak enak di perineum dan suprapubis, Non-Gonore Gonore
malaise, demam, nyeri kencing hingga
hematuri, serta retensi urin, dan obstipasi?
Apakah ada keluhan di daerah genital
yaitu : rasa terbakar di daerah anus ?
Keluhan pada wanita Terapi sesuai Rujuk
Apakah ada keluhan keluarnya cairan etiologi
hijau kekuningan dari vagina, disertai
dengan nyeri saat kencing?
Apakah ada keluhan nyeri abdomen Tidak membaik
bawah?

130
Apakah terdapat faktor risiko, seperti:
a. Berganti-ganti pasangan seksual.
b. Homoseksual dan Pekerja Seks
Komersial (PSK).
c. Wanita usia pra pubertas dan
menopause lebih rentan terkena gonore.
d. Bayi dengan ibu menderita gonore.
e. Hubungan seksual dengan penderita
tanpa proteksi (kondom).
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Patognomonis
Tampak eritem, edema dan ektropion pada
orifisium uretra eksterna, terdapat duh
tubuh mukopurulen, bisa disertai
pembesaran KGB inguinal uni atau
bilateral.
Apabila terjadi proktitis, tampak daerah
anus eritem, edem dan tertutup pus
mukopurulen.
Pada pria:
Pemeriksaan rectal toucher dilakukan
untuk memeriksa prostat: pembesaran
prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri
tekan dan bila terdapat abses akan teraba
fluktuasi.
Pada wanita:
Pemeriksaan in speculo dilakukan apabila
wanita tesebut sudah menikah. Pada
infeksi Gonore, di pemeriksaan tampak
serviks merah, erosi dan terdapat secret
mukopurulen.
Pada infeksi jamur duh tubuh, tidak
berbau, terdapat eritema vagina dan
eritema satelit diluar vagina
Vaginosis bakterial (pertumbuhan bakteri
anaerob, biasanya Gardnerella vaginalis),
memperlihatkan adanya duh putih/abu-abu
yang melekat disepanjang dinding vagina
dan vulva, berbau amis.
Cervisitis yang disebabkan oleh
chlamydia, dengan gejala inflamasi serviks
yang mudah berdarah dan disertai duh
mukopurulen
Trichomoniasis, seringkali asimtomatik,
kalau bergejala, tampak duh kuning
kehijauan, duh berbuih, bau amis
6.3 Tatalaksana
a. Memberitahu pasien untuk tidak melakukan
kontak seksual hingga dinyatakan sembuh dan
menjaga kebersihan genital.
b. Terapi medikamentosa
Discharge Non-Gonore
-Pada vaginosis bakterial diberikan
Metronidazole 2x500mg selama 7 hari.

131
ampisilin atau amoksisilin dapat dijadikan
pilihan kedua, tetrasiklin 4x250mg selama
5 hari, doksisiklin 2x100mg selama 5 hari,
eritromisin 4x500mg selama 7 hari Pada
pasien yang menggunakan IUD tembaga
dan mengalami vaginosis
bakterial dianjurkan untuk mengganti
metode kontrasepsinya.
-Kandidiosis
Flukonazole 150mg dosis tunggal.
-Infeksi Klamidia
Doxycycline 2x 100 mg selama 7 hari
Ibu hamil dapat diberikan Amoxicillin 3x
500 mg sehari untuk 7 hari atau
Eritromisin 4x 500 mg sehari untuk 7 hari
Gonore
Rujuk
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan Pasien dirujuk apabila:
a. Tidak terdapat fasilitas pemeriksaan
untuk pasangan
b. Dibutuhkan pemeriksaan kultur
kuman gonore
c. Adanya arah kegagalan pengobatan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

132
SOP TATALAKSANA KASUS INFEKSI
SALURAN KEMIH BAGIAN BAWAH
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
7. Pengertian Penyakit infeksi pada saluran kemih bagian bawah.

8. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

9. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
10. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
11. AlatdanBaha - Poliklinik set
n
12. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan Anamnesa
demam? pasien
Apakah terdapat keluhan susah
buang air kecil?
Apakah terdapat keluhan nyeri Pemeriksaan
saat akhir BAK ? Fisik dan
Apakah terdapat keluhan sering penunjang
BAK malam hari atau anyang-
anyangan?
Apakah terdapat keluhan nyeri Diagnosis
pinggang?
Apakah terdapat faktor isiko
- Riwayat diabetes melitus, riwayat
Terapi
kencing
- Batu saluran kemih KIE
- Higiene pribadi buruk,
- Riwayat keputihan
- Tidak membaik
- kehamilan,
dengan terapi
- Riwayat infeksi saluran kemih
sebelumnya --Komplikasi
- Riwayat pemakaian kontrasepsi
diafrahma
- Kebiasaan menahan
- Kencing
- Hubungan seksual
Rujuk
- Anomali struktur saluran kemih.

6.2 Pemeriksaan Fisik :


Demam

133
Flank pain (Nyeri ketok
pinggang
belakang/costovertebral angle)
Nyeri tekan suprapubik

6.4 Tatalaksana
KIE Minum air putih minimal 2
liter/hari bila fungsi ginjal
normal.
KIE Menjaga higienitas genitalia
eksterna.
Pemberian antibiotik golongan
flurokuinolon dengan durasi 7-10
hari pada perempuan dan 10-14
hari pada laki-laki.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

134
SOP TATALAKSANA KASUS
VULVITIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/1

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Suatu peradangan pada vulva (organ kelamin luar wanita)

2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.


3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut
I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan rasa gatal dan Anamnesa
perih di kemaluan? pasien
Apakah keluhan disertai keluarnya cairan
kental dari kemaluan yang berbau?
Apakah terdapat keluhan rasa terbakar di
daerah kemaluan? Pemeriksaan
Fisik dan
6.2 Pemeriksaan Fisik :
penunjang
Inspeksi daerah genital didapati kulit vulva
yang menebal dan kemerahan, dapat
ditemukan juga lesi di sekita vulva. Adanya
cairan kental dan berbau yang keluar dari Diagnosis
vagina.
6.4 Tatalaksana
Menghindari penggunaan bahan yang dapat
menimbulkan iritasi di sekitar daerah genital.
Menggunakan salep Kortison.
Jika vulvitis disebabkan infeksi vagina, dapat Terapi
dipertimbangkan pemberian antibiotik KIE
metronidazole 2x500mg sehari untuk 5-7
hari, amoxisilin 3x500mg, atau eritromisin
4x500mg selama 7 hari
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan

8. Unit terkait - Loket


- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

135
SOP TATALAKSANA KASUS
VAGINITIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Peradangan pada vagina yang ditandai dengan adanya pruritus,
keputihan, dispareunia, dan disuria
2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan Anamnesa
keputihan dan bau vagina? pasien
Apakah terdapat keluhan gatal-
gatal pada kelamin?
Apakah terdapat keluhan nyeri Pemeriksaan
saat BAK ? Fisik dan
Apakah terdapat nyeri saat penunjang
bersenggama?
Apakah terdapat keluhan nyeri
pinggang? Diagnosis
Apakah terdapat faktor isiko
a. Pemakai AKDR
b. Penggunaan handuk bersamaan
Terapi
c. Imunosupresi
d. Diabetes melitus KIE
e. Perubahan hormonal (misal :
kehamilan)
f. Penggunaan terapi antibiotik
Tidak membaik
spektrum luas
dengan terapi
g. Obesitas
6.2 Pemeriksaan Fisik :
iritasi, eritema atau edema pada
vagina.
Pada vulva dan vagina.
Mungkin serviks juga dapat Rujuk
tampak eritematous.
6.4 Tatalaksana
KIE menjaga kebersihan diri
terutama daerah vagina

136
KIE hindari pemakaian handuk
secara bersamaan
KIE hindari pemakaian sabun
untuk membersihkan daerah
vagina yang dapat menggeser
jumlah flora normal dan dapat
merubah kondisi pH daerah
kewanitaan tersebut.
KIE jaga berat badan ideal
Tatalaksana Vaginosis Bakterialis
Metronidazol 2 x 500 mg peroral
sehari selama 7 hari
Tatalaksana Vaginosis
trikomonas
Metronidazol 2 g peroral (dosis
tunggal)
Pasangan seks pasien sebaiknya
juga diobati
Tatalaksana vulvovaginitis
kandida
Flukonazol 150 mg peroral (dosis
tunggal)
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

137
SOP TATALAKSANA KASUS
VAGINOSIS BAKTERIALIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Suatu penyakit infeksi pada vagina. Biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri anaerob seperti Gardnerella vaginalis.

2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada keluhan keluar Anamnesa
cairan berlebihan? pasien
Apakah cairan tersebut berbau
khas yaitu amis/ikan?
Apakah terdapat keluhan rasa Pemeriksaan
gatal dan terbakar? Fisik dan
Apakah terdapat keluhan nyeri penunjang
saat kencing?
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Ada duh putih/abu-abu yang Diagnosis
melekat disepanjang dinding
vagina dan vulva, berbau amis
6.4 Tatalaksana
Terapi
KIE Minum air putih minimal 2
liter/hari bila fungsi ginjal KIE
normal.
KIE Menjaga higienitas genitalia
eksterna.
Tidak membaik
Pemberian antibiotik
dengan terapi
- metronidazole 2x500mg selama 7
hari
-ampisilin atau amoksisilin dapat
dijadikan pilihan kedua
- tetrasiklin 4x250mg selama 5 hari
-Doksisiklin 2x100mg selama 5 hari Rujuk
-Eritromisin 4x500mg selama 7 hari

138
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

139
SOP TATALAKSANA KASUS
SALPINGITIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Peradangan pada tuba uterina yang disebabkan oleh infeksi

2. Tujuan Mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi.

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Poliklinik set

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah terdapat keluhan Anamnesa
demam? pasien
Apakah demam sampai
menggigil?
Apakah terdapat keluhan nyeri Pemeriksaan
perut bagian bawah? Fisik dan
Apakah terdapat keluhan keluha
nyeri meningkat saat bergerak?
Apakah terdapat keluhan
perdarahan pervaginam diluar Diagnosis
siklus/ keputihan yang
berlebihan?
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Terapi
Demam
KIE
Nyeri tekan pada perut bagian
bawah.
Nyeri tekan dan kaku daerah - Tidak membaik
tuba pada pemeriksaan dengan terapi
ginekologi.
--Komplikasi
6.4 Tatalaksana
KIE pasien tirah baring
KIE ekstraksi AKDR bila pasien
memakai jenis KB tersebut
Pemberian antibiotik golongan
ampisilin 3,5g peroral dilanjutkan Rujuk
4x500mg selama 7-10 hari.
Doksisiklin 2x100mg selama 10
hari

140
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

141
SOP TATALAKSANA KASUS
KEHAMILAN NORMAL
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
6. Pengertian Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahir. Lama
kehamilan normal 40 minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir (HPHT)

7. Tujuan -Pemeriksaan rutin, menghindari terjadinya komplikasi pada


kehamilan dan persalinan.

8. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
9. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
10. AlatdanBahan - Alat ukur tinggi badan dan berat badan
- Meteran
- Laenec atau Doppler
- Tempat tidur periksa
- Buku catatan pemeriksaan
- Buku pegangan ibu hamil
30. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah pasien berhenti menstruasi Anamnesa pasien,
disertai tanda-tanda tidak pasti Identifikasi faktor resiko
kehamilan seperti mual muntah pada
pagi hari serta pengerasan dan
pembesaran payudara? Pemeriksaan vital sign, fisik umum dan
Faktor risiko: pemeriksaan obstetri
Kehamilan sebelumnya memiliki
riwayat obstetric berikut: lahir mati
atau bayi mati umur < 28 hari, > 2
abortus spontan, berat badan bayi < Pemeriksaan PP test
2500 gram, berat badan bayi > 4000
gram, dirawat di rumah sakit karena
hipertensi, Pre-eklampsia atau
Penegakan diagnosis pasti kehamilan
eklampsia, operasi pada saluran
reproduksi khususnya operasi seksio
sesaria
Kehamilan saat ini: usia ibu di
Memberikan jadwal pemeriksaan
bawah 16 tahun atau di atas 35
antenatal
tahun, ibu memiliki rhesus (-), ada
keluhan perdarahan vagina.
Ibu memiliki salah satu masalah
dibawah ini: Diabetes Melitus/
kencing manis, Penyakit jantung,

142
Penyakit ginjal, Penyalahgunaan
obat, Konsumsi rokok, alkohol dan
bahan adiktif lainnya, Penyakit
menular TB, malaria, HIV/AIDS dan
penyakit menular seksual, Penyakit Memberikan medikamentosa dan
kanker Imunisasi
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent
tentang tindakan yang akan
dilakukan Melakukan rujukkan bila diperlukan
pemeriksaan penunjang dan konsultasi
Mencuci tangan
ahli
Melakukan pemeriksaan tanda vital,
berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas pada setiap kedatangan.
Mengarahkan pasien untuk
berbaring di tempat tidur periksa.
Melakukan pemeriksaan fisik umum
serta pemeriksaan obstetrik
(abdomen serta vulva/vagina)
6.3 Tatalaksana kasus
Menegakkan diagnosis pasti
kehamilan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (PP test).
Memberikan jadwal pemeriksaan
berkala pada pemeriksaan antenatal
Memberikan medikamentosa: zat
besi (zat besi 60 mg/hari, tingkatkan
dosis bila Hb<7), dan asam folat
(folat 250 mikrogram 1-2 kali/hari).
Memberikan imunisasi TT (Tetanus
Toxoid) sesuai indikasi.
Melakukan rujukan pada tingkat
kesehatan yang lebih tinggi untuk
pemeriksaan penunjang sesuai
indikasi dan apabila ditemukan
keadaan-keadaan yang
membutuhkan konsultasi ahli.
7. Hal-hal yang perlu Faktor resiko, riwayat penyakit ibu (DM, penyakit jantung, penyakit
diperhatikan ginjal, epilepsy, penggunaan NAPZA), anemia berat (Hb<7),
primigravida, riwayat still birth/lahir mati, riwayat KJDR, riwayat
eklamsia/preeklansia, riwayat SC, TD tinggi (>140/90 mmHg),
MUAC

8. Unit terkait - Loket


- PoliUmum ( BP )
-Poli KIA/KB
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

143
SOP TATALAKSANA KASUS ABORSI
SPONTAN KOMPLIT
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Pengeluaran seluruh hasil konsepsi dari kavum uteri pada kehamilan
kurang dari 20 minggu

2. Tujuan Identifikasi jenis aborsi, penanganan aborsi dan mencegah terjadinya


komplikasi
3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut
I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Inspekulo
- Kursi pemeriksaan ginekologi

6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada riwayat tidak menstruasi Anamnesa pasien Identifikasi
dan tanda-tanda tidak pasti maupun faktor resiko
tanda pasti kehamilan?
Apakah usia kehamilan dibawah 20
minggu?
Pemeriksaan vital sign, fisik umum, dan
Apakah terjadi pendarahan
status ginekologi
pervaginam? Identifikasi warna dan
jumlah perdarahan.
Apakah disertai nyeri perut?
Penegakkan diagnosis aborsi komplit
Apakah ada keluar jaringan
pervaginam? Identifikasi jaringan
keluar seluruh/sebagian
Faktor Risiko
Faktor resiko maternal: kelainan Pemberian medikamentosa
hormonal, gangguan nutrisi, penyakit
menahun dan kronis, alcohol, merokok
dan penggunaan obat-obatan, anomali
uterus/serviks, gangguan imunologis, Menganjurkan penggunaan kontrasepsi
trauma fisik dan psikologis paska keguguran
Faktor resiko janin: kelainan genetik
janin
Konseling dan Edukasi
Faktor resiko ayah: kelainan sperma
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan Rujuk bila terdapat komplikasi dan
Mencuci tangan membutuhakan konsultasi ahli
Mengarahkan pasien untuk naik ke
kursi pemeriksaan ginekologi

144
Pemeriksaan tanda-tanda vital dan
tanda-tanda syok
Pemeriksaan fisik umum (konjungtiva,
mencari massa abdomen, tanda-tanda
akut abdomen dan defans muscular)
Pemeriksaan ginekologi (ostium
tertutup, perdarahan sedikit, ukuran
uterus lebih kecil dari usia kehamilan)
a. Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis aborsi komplit
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Memberikan medikamentosa sesuai
indikasi, Sulfas ferosus bila
ditemukan anemia
Menganjurkan penggunaan
kontrasepsi pasca keguguran seperti
AKDR
Memberikan KIE (konseling
emosional, konsumsi makanan banyak
protein, vitamin, mineral)
Melakukan rujukan pada tingkat
kesehatan yang lebih tinggi bila
abortus insipien, abortus inkomplit,
perdarahan yang banyak, nyeri perut,
ada pembukaan serviks, demam, darah
cairan berbau dan kotor
7. Hal-hal yang perlu Jenis aborsi, jumlah dan jenis perdarahan, tanda-tanda syok,
diperhatikan pembukaan serviks, nyeri perut dan demam
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

145
SOP TATALAKSANA KASUS ANEMIA
DEFISIENSI BESI PADA KEHAMILAN
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Kelaianan pada ibu hamil dengan kadar hemoglobin <11 mg/dL pada
trimester I dan III atau <10,5 g/dL pada trimester II.

2. Tujuan Identifikasi anemia, penanganan dan pencegahan terjadinya


komplikasi
3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut
I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Senter
- Laboratorium sederhana: Hb Sahli
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada keluhan badan lemah, Anamnesa pasien
lesu, mudah lelah, mata berkunang- Identifikasi faktor resiko
kunang serta telinga berdenging?
Apakah wajah tampak pucat?
Apakah ada keinginan untuk memakan
Pemeriksaan vital sign, fisik umum
bahan-bahan yang tidak lazim (Pica)?
Faktor Predisposisi
Perdarahan kronis, riwayat keluarga,
kecacingan, gangguan intake (diet Pemeriksaan Hb Sahli
rendah zat besi), gangguan absorbs
besi
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang Melakukan rujukan untuk pemeriksaan apusan
tindakan yang akan dilakukan darah tepi dan kadar ferritin (bila
Mencuci tangan memungkinkan)
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi
Pemeriksaan fisik umum tanda-tanda
anemia defisiensi besi (konjungtiva
anemis, atropi papil lidah, stomatitis
angularis (cheilosis), koilonichia) Memberikan medikamentosa
6.3 Tata laksana khusus:
Melakukan pemeriksaan Hb Sahli
Melakukan rujukan untuk Konseling dan Edukasi
pemeriksaan penunjang apusan darah
tepi serta kadar ferritin (bila
memungkinkan).
Menegakkan diagnosis anemia

146
defisiensi besi (Hb <11 g/dl pada
trimester I dan III, dan Hb<10,5 g/dl
pada trimester II).
Memberikan medikamentosa: Bila Rujuk bila membutuhkan konsultasi ahli
kadar ferritin <15 ng/ml, beri terapi
besi dengan dosis setara besi
elemental 180 mg/hari. Bila kadar
ferritin nomal, lanjutkan ke
pemeriksaan SI dan TIBC. Bila
sarana pemeriksaan apusan darah tepi
tidak tersedia beri tablet tambah darah
yang berisi 60 mg besi elemental tiga
kali sehari dan asam folat 250 g.
Memberikan konseling dan edukasi:
diet bergizi tinggi protein terutama
protein hewani, pemakaian alas kaki
untuk mencegah infeksi cacing
tambang
Melakukan rujukan bila memerlukan
pemeriksaan penunjang untuk
menentukan jenis anemia, anemia
yang tidak membaik dengan
pemberian suplemen besi selama 3
bulan, anemia yang disertai
perdarahan kronis
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, perdarahan kronis
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

147
SOP TATALAKSANA KASUS RUPTUR
PERINEUM TINGKAT 1-2
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/3

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Ruptur perineum adalah suatu kondisi robeknya perineum yang
terjadi pada persalinan pervaginam.

2. Tujuan Identifikasi ruptur perineum, penanganan dan pencegahan terjadinya


komplikasi
3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut
I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Lampu
- Kassa steril
- Sarung tangan steril
- Hecting set
- Benang jahit : catgut
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada perdarahan pervaginam? Anamnesa pasien
Etiologi Identifikasi faktor
resiko
Kepala janin terlalu cepat lahir,
persalinan tidak dipimpin
sebagaimana mestinya, sebelumnya
pada perineum terdapat banyak Pemeriksaan fisik perineum dan colok dubur
jaringan parut, pada persalinan dengan
distosia bahu, partus pervaginam
dengan tindakan
Menegakkan diagnosis dan derajat ruptur
Faktor Resiko
Known risk factors: Nulipara,
Makrosomia, persalinan dengan
instrumen terutama forsep, Melakukan penatalaksanaan sesuai derajat
malpresentasi, malposisi seperti ruptur
oksiput posterior, distosia bahu, ruptur
perineum sebelumnya, lingkar kepala
yang lebih besar
Suggested risk factors: Peningkatan
Konseling dan Edukasi
usia, etnis, status nutrisi, analgesia
epidural
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan Rujuk bila membutuhkan konsultasi ahli
Mencuci tangan dan memakai (ruptur derajat III-IV)
Handschoen
Melakukan pemeriksaan perineum:

148
Robekan pada perineum, Perdarahan
yang bersifat arterial atau yang
bersifat merembes
Melakukan pemeriksaan colok dubur,
untuk menilai derajat robekan
perineum
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik
Menentukan derajat ruptur perineum:
- Derajat I: robekan terjadi hanya
pada selaput lendir vagina dengan
atau tanpa mengenai kulit
perineum
- Derajat II: robekan mengenai
selaput lender vagina dan otot
perinea transversalis, tetapi tidak
melibatkan kerusakan otot sfingter
ani
- Derajat III: robekan mengenai
perineum sampai dengan otot
sfingter ani dengan pembagian
sebagai berikut: III. a. Robekan <
50% sfingter ani eksterna; III. b.
Robekan > 50% sfingter ani
ekterna; III. c. Robekan juga
meliputi sfingter ani interna
- Derajat IV: Robekan mengenai
perineum sampai dengan otot
sfingter ani dan mukosa rektum
Melakukan penatalaksanaan sesuai
derajat ruptur
- Derajat I: bila hanya ada luka
lecet, tidak diperlukan penjahitan.
Tidak usah menjahit ruptur derajat
I yang tidak mengalami perdarahan
dan mendekat dengan baik.
Penjahitan robekan perineum
derajat I dapat dilakukan hanya
dengan memakai catgut yang
dijahitkan secara jelujur
(continuous suture) atau dengan
cara angka delapan (figure of
eight).
- Derajat II: Ratakan terlebih dahulu
pinggiran robekan yang bergerigi,
dengan cara mengklem masing-
masing sisi kanan dan kirinya lalu
dilakukan pengguntingan untuk
meratakannya. Setelah pinggiran
robekan rata, baru dilakukan
penjahitan luka robekan.
- Derajat III dan IV: Dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang
memiliki dokter spesialis obstetric

149
dan ginekologi
Memberikan konseling dan edukasi
kepada pasien dan suami pasien
mengenai kebersihan daerah vagina
dan sekitarnya setelah dilakukannya
penjahitan di daerah perineum
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, jumlah perdarahan, derajat ruptur
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

150
SOP TATALAKSANA KASUS ABSES
FOLIKEL RAMBUT ATAU KELENJAR
SEBASEA
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/KULIT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Peradangan yang terjadi pada folikel rambut dan kelenjar sebasea
yang disebabkan oleh infeksi

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Lampu
- Kasa steril
- Sarung tangan steril
- Bisturi
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada benjolan/bisul yang terasa Anamnesa pasien
nyeri? Identifikasi faktor
resiko
Faktor Predisposisi
Penyakit immunocompromise seperti
diabetes mellitus, higienitas kurang
6.2 Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan kulit
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan Penegakkan diagnosis abses folikel rambut
Mengarahkan pasien untuk naik ke dan kelenjar sebasea
tempat tidur periksa
Pemeriksaan kulit: nodulus yang keras
terutama di daerah leher, wajah, Terapi non farmakologis dan terapi
payudara, perineum, paha, aksila dan medikamentosa
pantat; robek setelah tumbuh beberapa
hari, dengan mengeluarkan nanah dan
material nekrotik; nyeri berkurang
setelah robek namun eritema dan Melakukan insisi drainase abses
edema masih ada
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis abses folikel
rambut atau kelenjar sebasea Konseling dan Edukasi
berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Memberikan terapi non farmakologi:
lakukkan kompres hangat.

151
Memberikan medikamentosa:
antibiotik topical seperti salep
gentamisin atau salep polymyxin-
bacitrasin. Jika multiple dapat
diberikan antibiotik oral dengan Rujuk bila membutuhkan konsultasi
Eritromisin. ahli
Melakukan insisi abses untuk
mengeluarkan nanah dan drainase
dengan pipa/handscoen drain.
Memberikan konseling dan edukasi
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, tanda-tanda sepsis
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

152
SOP TATALAKSANA KASUS
MASTITIS

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Mastitis adalah peradangan payudara yang terjadi biasanya pada
masa nifas atau sampai 3 minggu setelah persalinan.

2. Tujuan Identifikasi mastitis, penanganan dan pencegahan terjadinya


komplikasi
3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut
I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Lampu
- Kasa steril
- Sarung tangan steril
- Bisturi
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada nyeri di daerah payudara? Anamnesa pasien
Apakah ada demam yang menggigil? Identifikasi faktor
resiko
Apakah ada myalgia?
Faktor Resiko
Primipara, stress, tehnik meneteki
Pemeriksaan vital sign, fisik payudara
yang tidak benar, sehingga proses
pengosongan payudara tidak terjadi
dengan baik, pemakaian kutang yang
terlalu ketat, penghisapan bayi yang Penegakkan diagnosis mastitis
kurang kuat, dapat menyebabkan
statis dan obstruksi kelenjar
payudara., bentuk mulut bayi yang
abnormal (ex: cleft lip or palate), Terapi non farmakologis dan terapi
dapat menimbulkan trauma pada medikamentosa
puting susu, dan terdapat luka pada
payudara.
6.2 Pemeriksaan Fisik : Konseling dan Edukasi
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa Rujuk bila membutuhkan konsultasi
Pemeriksaan tanda-tanda vital (nadi ahli
meningkat)
Pemeriksaan payudara: payudara

153
membengkak, hangat, kemerahan
dengan batas tegas, nyeri, unilateral,
dapat pula ditemukan luka pada
payudara
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis mastitis
berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Memberikan terapi non farmakologi:
bedrest, pemberian cairan yang cukup,
anjurkan laktasi dan pengosongan
payudara, lakukkan massase pada
punggung, serta lakukkan kompres
hangat.
Memberikan medikamentosa: obat
penghilang rasa sakit, obat
antiinflamasi, serta obat antibiotik.
Antibiotik yang dapat digunakan
secara empiris dengan: Amoxicilin:
875 mg, 2x sehari; atau Ciprofloxacin:
500 mg, 2x sehari; atau
Trimethoprim/sulfamethoxazole: 160
mg/800 mg, 2x sehari.
Bila sudah terjadi abses : dapat
dilakukan insisi/sayatan untuk
mengeluarkan nanah dan drainase
dengan pipa/handscoen drain.
Memberikan konseling dan edukasi:
pemberian laktasi dengan baik dan
benar, motivasi untuk selalu
mengosongkan payudara, menjaga
kebersihan payudara dan puting susu
ibu dan menjaga kebersihan mulut dan
hidung bayi
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, tanda-tanda sepsis
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

154
SOP TATALAKSANA KASUS
CRACKED NIPPLE

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Puting susu mengalami lecet dan terasa sakit saat masa menyusui

2. Tujuan Identifikasi cracked nipple, penanganan dan pencegahan terjadinya


komplikasi
3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut
I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Lampu
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada nyeri di daerah payudara? Anamnesa pasien
Apakah ada lecet pada payudara? Identifikasi faktor
resiko
Apakah sedang menyusui?
Etiologi
Cara menyusui yang salah,
Pemeriksaan vital sign, fisik payudara
vasospasme akibat iritasi putting susu
teriritasi, udara sekitar terlalu kering,
eksema pada putting susu, infeksi
candida, paget disease. Penegakkan diagnosis cracked nipple
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan Terapi non farmakologis dan terapi
Mengarahkan pasien untuk naik ke medikamentosa
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Konseling dan Edukasi
Pemeriksaan payudara: lecet pada
payudara dan terkadang keluar darah
pada putting susu
6.3 Tata laksana khusus: Rujuk bila membutuhkan konsultasi ahli
Menegakkan diagnosis cracked nipple
berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Memberikan medikamentosa: obat
penghilang rasa sakit, bila penyebab
candida albican, beri tablet nistatin.
Memberikan konseling dan edukasi:
posisi bayi sewaktu menyusui harus

155
baik (cross cradle hold), hindari
pembengkakakn dengan memberi ASI
lebih sering, masase payudara,
payudara dianginkan di udara yang
terbuka,puting susu diolesi dengan
lanolin.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

156
SOP TATALAKSANA KASUS
INVERTED NIPPLE

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/OBGYN


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Puting susu tidak menonjol saat dirangsang, akan tetapi melipat
kearah dalam sehingga terlihat putting susu menjorok kedalam atau
terlihat datar sehingga sulit untuk menyusui

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan i.Lampu
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada puting susu terbalik? Anamnesa pasien
Pakah puting susu masih dapat ditarik Identifikasi faktor
resiko
keluar?
Apakah sedang menyusui?
Etiologi
Pemeriksaan vital sign, fisik payudara
Kongenital, menyusui, trauma,
keganasan, infeksi
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang Penegakkan diagnosis inverted nipple dan
tindakan yang akan dilakukan penentuan derajat inverted nipple
Mencuci tangan
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan payudara untuk menilai
derajat inverted nipple Terapi kasus inverted nipple derajat 1 dan 2
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis inverted nipple
berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, serta menentukan
derajat inverted nipple: Konseling dan Edukasi
- Derajat 1: puting yang dapat dengan
mudah ditarik keluar, dengan
menggunakan tekanan jari disekitar
areola; puting susu dapat menonjol Rujuk bila membutuhkan konsultasi ahli
tanpa manipulasi atau tekanan; saluran
susu biasanya tidak terganggu, tidak
ada atau hanya sedikit fibrosis.

157
- Derajat 2: puting dapat ditarik keluar,
namun tidak semudah grade 1;
menyusui sulit untuk dilakukan;
terdapat fibrosis sedang; saluran
laktiferus yang agak sulit ditarik tetapi
tidak perlu dilakukan pembedahan
untuk melepas fibrosis.
- Derajat 3: menggambarkan puting
sangat terbalik dan jarang dapat
ditarik keluar; menyusui menjadi
tidak mungkin; terdapat fibrosis yang
menyebabkan duktus laktiferus
nebjadi sangat tertarik dan sangat
pendek; diperlukan tindakan operasi;
sering mengalami infeksi.
Memberikan penatalaksanaan inverted
nipple derajat 1 dan 2:
- Selama masa kehamilan: edukasi
pasien untuk melakukan pijatan
mengeluarkan puting susu dengan
teknik Hoffman (kendurkan kulit dan
regangkan puting dengan cara
memposisikan jempol dan telunjuk
kearah yang saling berhadapan,
kemudian tekan kearah areola menuju
puting susu sambil menarik puting
susu keluar), lakukan setiap hari
sebanyak 5 kali pada trimester ketiga.
- Menggunakan breastshield (alat
pemberi tekanan konstan lembut
untuk melepaskan perlekatan,
tempatkan pada bra selama
kehamilan)
- Setelah persalinanapabila teknik
Hoffman tidak berhasil, lakukan
dengan merangsang puting susu untuk
tertarik keluar dengan memompa ASI.
Memberikan konseling dan edukasi
Melakukan rujukan pada kasus
inverted nipple grade 3: pembedahan
(bedah plastik), rujuk apabila terdapat
tanda-tanda keganasan.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

158
SOP TATALAKSANA KASUS
DIABETES MELITUS TIPE 1

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/ANAK


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Diabetes Melitus tipe 1 adalah gangguan metabolik yang ditandai
oleh hiperglikemia kronis akibat kerusakan sel pankreas baik oleh
proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin
berkurang bahkan berhenti.

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Alat Pemeriksaan Gula Darah Sederhana
- Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
- Skala Antropometri
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada keluhan klasik diabetes Anamnesa pasien
(polidipsi, polifagia, poliuri)? Identifikasi faktor
resiko
Apakah ada penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan?
Apakah pasien usia muda (<40th)?
Pemeriksaan vital sign, antropometri dan fisik
Apakah ada tanda-tanda komplikasi
umum
DM?
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu;
tindakan yang akan dilakukan Pemeriksaan Gula Darah Puasa dan TTG bila
Mencuci tangan hasil GDS meragukan
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital dan Diagnosis DM tipe 1
antropometri
Pemeriksaan fisik umum
6.3 Tata laksana khusus:
Melakukan pemeriksaan gula darah Konseling dan Edukasi
sewaktu.
Menegakkan diagnosis DM tipe 1:
Apabila pada anak ditemukan
Rujukan Kasus
- Gejala klasik DM (poliuria,
polidipsia, polifagi) + glukosa plasma
sewaktu 200 mg/dL (11.1 mmol/L).

159
ATAU
- Gejala Klasik DM+ Kadar glukosa
plasma puasa 126 mg/dl. ATAU
- Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes
toleransi glukosa (TTG) > 200 mg/dL
(11.1 mmol/L). Dosis glukosa pada
TTG pada anak adalah 1,75 g/kgBB
(maks 75 gram)
Melakukan konseling dan Edukasi
Melakukan rujukan untuk
penatalaksanaan lebih lanjut (insulin)
kepada bagian anak/penyakit dalam
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, komplikasi DM tipe 1
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

160
SOP TATALAKSANA KASUS
DIABETES MELITUS TIPE 2

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Diabetes Melitus adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi insulin) dan
sekresi insulin atau kedua-duanya

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Alat Pemeriksaan Gula Darah Sederhana
- Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
- Skala Antropometri
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada keluhan klasik diabetes Anamnesa pasien
(polidipsi, polifagia, poliuri)? Identifikasi faktor
resiko
Apakah ada penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan?
Apakah ada keluhan tidak khas DM
Pemeriksaan vital sign, antropometri, fisik
(lemah, kesemutan (rasa baal di
umum
ujung-ujung ekstremitas), gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi pada pria,
pruritus vulvae pada wanita, luka yang Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu;
sulit sembuh)? Pemeriksaan Gula Darah Puasa dan TTG bila
Apakah ada tanda-tanda komplikasi hasil GDS meragukan
DM?
Faktor resiko:
BB lebih dan obese (IMT 25 kg/m2)
Diagnosis DM tipe 2
Riwayat penyakit DM di keluarga
Hipertensi (TD 140/90 mmHg atau
sedang dalam terapi hipertensi)
Pernah didiagnosis penyakit jantung Medikamentosa
atau stroke (kardiovaskular)
Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan / atau
Trigliserida > 250 mg /dL atau sedang Konseling dan Edukasi
dalam pengobatan dislipidemia
Riwayat melahirkan bayi dengan BBL
> 4000 gram atau pernah didiagnosis
DM Gestasional

161
Perempuan dengan riwayat PCOS
Riwayat GDPT / TGT Follow up dan Evaluasi rutin
Aktifitas jasmani yang kurang
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan Rujukan kasus bila membutuhkan konsultasi
Mencuci tangan ahli dan pemeriksaan penunjang
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital dan
antropometri
Pemeriksaan fisik umum
6.3 Tata laksana khusus:
Melakukan pemeriksaan gula darah
sewaktu.
Menegakkan diagnosis DM tipe 2:
- Gejala klasik DM (poliuria,
polidipsia, polifagi) + glukosa
plasma sewaktu 200 mg/dL (11.1
mmol/L). ATAU
- Gejala Klasik DM+ Kadar glukosa
plasma puasa 126 mg/dl. ATAU
- Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes
toleransi glukosa (TTG) > 200
mg/dL (11.1 mmol/L).
Memberikan medikamentosa:
Metformin 3 x 500 mg. Terapi
antihipertensi bila ditemukan
hipertensi pada pasien.
Melakukan konseling dan edukasi:
pola makan, aktivitas jasmani,
penyakit DM dan penatalaksanaannya,
hipoglikemia dan penggunaan obat,
serta pencegahan komplikasi.
Melakukan follow up dan evaluasi
pengobatan rutin.
Melakukan rujukan untuk
pemeriksaan laboratorium dan
konsultasi ahli (DM dengan
komplikasi, DM dengan kontrol gula
buruk, DM dengan infeksi berat, DM
dengan kehamilan).
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, komplikasi DM tipe 2
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

162
SOP TATALAKSANA KASUS
HIPOGLIKEMIA

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60
mg/dL, atau dengan gejala klinis dan kadar glukosa darah <80 mg/dL

2. Tujuan Identifikasi, penanganan segera hipoglikemia

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan -Alat pemeriksaan kadar glukosa darah.
-Infus set
-Spuit
-Obat yang dibutuhkan: dekstrose 40% dan dekstrose 10%.
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
12.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada rasa gemetar, perasaan Anamnesa pasien
lapar, pusing, keringat dingin, jantung Identifikasi faktor
resiko
berdebar, gelisah?
Apakah terjadi penurunan kesadaran
atau kejang?
Etiologi Pemeriksaan vital sign, fisik umum, neurologi
Kelebihan obat/ dosis obat, terutama
insulin atau obat hipoglikemia oral
yaitu sulfonilurea. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu
Kebutuhan tubuh akan insulin yang
relatif menurun; gagal ginjal kronik
pasca persalinan.
Asupan makan tidak adekuat: jumlah Diagnosis Hipoglikemia
kalori atau waktu makan tidak tepat.
Kegiatan jasmani berlebihan.
12.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan Tatalaksana Hipoglikemia
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa Rujukan kasus Hipoglikemia dengan
Pemeriksaan tanda-tanda vital (TD penurunan kesadaran
menurun, Nadi meningkat)
Pemeriksaan fisik umum (pucat,
diaphoresis)

163
Pemeriksaan neurologi (kesadaran
menurun, refleks patologis dapat
muncul sesaat)
12.3 Tata laksana khusus:
Melakukan pemeriksaan Gula Darah
Sewaktu
Menegakkan diagnosis hipoglikemi
(Trias Whipple: gejala hipoglikemi,
kadar glukosa rendah ( asimptomatik
<60mg/dl , simptomatik <80 mg/dl),
dan gejala membaik dengan
pemberian glukosa).
Pada pasien sadar:
- Berikan gula murni 30 gram (2
sendok makan) atau sirop/permen
atau gula murni (bukan pemanis
pengganti gula atau gula diet/ gula
diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat.
- Hentikan obat hipoglikemik
sementara. Pantau glukosa darah
sewaktu tiap 1-2 jam.
- Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL
(bila sebelumnya tidak sadar).
- Cari penyebab hipoglikemia
Pada pasien tidak sadar
- Berikan Dekstrose 40% bolus dan
infus dekstrose 10% dengan tetesan
6 jam per kolf, kemudian lakukan
rujukan
Melakukan rujukan pada kasus
hipoglikemi dengan penurunan
kesadaran ke layanan sekunder yang
memiliki penyakit dalam.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, kesadaran, tanda-tanda hipoglikemia berat
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

164
SOP TATALAKSANA KASUS
MALNUTRISI ENERGI PROTEIN

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/ANAK


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/3

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian MEP adalah penyakit akibat kekurangan energi dan protein
umumnya disertai defisiensi nutrisi lain. Klasifikasi dari MEP adalah
: Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmus Kwashiorkor.

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan komplikasi MEP

3. 3.Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Alat Pemeriksaan Gula Darah Sederhana
- Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
- Skala Antropometri
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada keluhan kwashiorkor Anamnesa pasien
(Edema; wajah sembab; pandangan Identifikasi faktor
resiko
sayu; rambut tipis, kemerahan seperti
warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa sakit, rontok; anak rewel, apatis)?
Apakah ada keluhan marasmus (sangat Pemeriksaan vital sign, antropometri, fisik
umum
kurus, cengeng, rewel, kulit keriput)?
Apakah ada keluhan kombinasi
kwashiorkor dan marasmus?
Faktor Risiko Pemeriksaan gula darah sewaktu dan Hb Sahli
Berat badan lahir rendah, HIV, Infeksi
TB, Pola asuh yang salah.
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang Menegakkan diagnosis Malnutrisi Energi
tindakan yang akan dilakukan Protein
Mencuci tangan
Identifikasi komplikasi
Pemeriksaan tanda-tanda vital
(hiperpireksia/hipotermi)
Pemeriksaan antropometri (BB/TB <
70% atau < -3SD, LILA < 11,5 cm Pemberian vit A dan makanan untuk
untuk anak 6-59 bulan) pemulihan gizi
Pemeriksaan fisik umum
- Marasmus: tampak sangat kurus,
tidak ada jaringan lemak bawah Kunjungan rumah
kulit, anak tampak tua, baggy pants

165
appearance.
- Kwashiorkor: edema, rambut kuning
mudah rontok, crazy pavement Konseling dan Edukasi
dermatoses
- Tanda dehidrasi
- Frekuensi dan tipe pernafasan:
pneumonia atau gagal jantung Rujukan kasus bila ditemukan komplikasi atau
- Pucat disertai penyakit berat
- Pembesaran hati, ikterus
- Tanda defisiensi vitamin A
- Ulkus mulut
6.3 Tata laksana khusus:
Melakukan pemeriksaan Gula Darah
Sewaktu dan Hb Sahli
Menegakkan diagnosis Malnutrisi
energi protein
- Gizi buruk BB/TB < -3SD atau 70%
dari median (marasmus). Gizi
kurang bila BB/TB -3SD < -2SD.
- Edema pada kedua punggung kaki
sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:
BB/TB >-3SD atau marasmik-
kwashiorkor BB/TB <-3SD).
Mengidentifikasi komplikasi:
Anoreksia, Pneumonia berat, Anemia
berat, Infeksi, Dehidrasi berat,
Gangguan elektrolit, Hipoglikemi ,
Hipotermi, Hiperpireksia, Penurunan
kesadaran
Memberikan Vitamin A dosis tinggi
pada anak gizi buruk dengan dosis
sesuai umur pada saat pertama kali
ditemukan.
Memberikan makanan untuk
pemulihan gizi:
- Jenis pemberian ada 3 pilihan:
makanan therapeuticatau gizi siap
saji, F100 atau makanan lokal
dengan densitas energi yg sama
terutama dari lemak
(minyak/santan/margarin).
- Pemberian jenis makanan untuk
pemulihan gizi disesuaikan masa
pemulihan (rehabilitasi): 1 minggu
pertama pemberian F100. Minggu
berikutnya jumlah dan frekuensi
F100 dikurangi seiring dengan
penambahan makanan keluarga
Melakukan kunjungan rumah berkala
dan mengisi checklist kunjungan
rumah
Memberikan konseling dan edukasi
Melakukan rujukan bila terjadi
komplikasi, seperti: sepsis, dehidrasi

166
berat, anemia berat, penurunan
kesadaran; serta bila terdapat penyakit
komorbid, seperti: pneumonia berat.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, kesadaran, komplikasi, tanda-tanda vital
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

167
SOP TATALAKSANA KASUS
DEFISIENSI MINERAL

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Defisiensi mineral merupakan sindrom klinis yang disebabkan
karena asupan mineral kurang dari kebutuhan tubuh terhadap mineral
tertentu

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. 3.Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Set Poliklinik
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada gejala defisiensi kalium Anamnesa pasien
(kran, mialgia, lelah, hipertensi, Identifikasi faktor
resiko
aritmia ventrikel, riwayat muntah,
diare, pemakaian NGT, pemakaian
diuretik)?
Apakah ada gejala defisiensi natrium Pemeriksaan vital sign, antropometri, fisik
umum
(pusing, kejang, penurunan
kesadaran)?
Apakah ada gejala defisiensi kalsium Penegakan diagnosa susp. Defisiensi mineral
(gangguan SSP: bingung, delirium,
depresi, halusinasi; nyeri otot,
kesemutan seringkali di bibir, lidah,
jari-jari tangan dan kaki; pada kasus Konseling dan Edukasi
berat bisa menjadi tetani/kejang otot;
bila kronis: rakitis, osteomalasia,
osteoporosis)? Rujukan kasus
Apakah ada gejala defisiensi
magnesium (lemah otot, kejang,
tangan dan kaki gemetar, kurang nafsu
makan, gangguan pertumbuhan,
mudah tersinggung, gugup,
kejang/tetanus, gangguan SSP, koma
dan aritmia)?
Apakah ada gejala defisiensi besi
(gejala anemia defisiensi besi)?
Apakah ada gejala defisiensi yodium

168
(gondok, kretinisme, retardasi mental,
lemah, peningkatan berat badan,
intoleransi terhadap dingin, kulit
kering, depresi, konstipasi)?
Apakah ada gejala defisiensi zink
(akrodermatis enteropatika, hilangnya
nafsu makan, rambut rontok,
dermatitis, rabun senja, gangguan
pencernaan, gangguan reproduksi,
gangguan perkembangan seksual).
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan fisik umum
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis suspek
defisiensi mineral tertentu sesuai
dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Memberikan konseling dan edukasi:
meningkatkan asupan mineral serta
memperbaiki pola makan
Melakukan rujukan pada tingkat
kesehatan yang lebih tinggi untuk
pemeriksaan penunjang dan
pentalaksanaan lebih lanjut.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, komplikasi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

169
SOP TATALAKSANA KASUS
DEFISIENSI VITAMIN

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/3

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Defisiensi vitamin merupakan sindrom klinis yang disebabkan
karena asupan vitamin kurang dari kebutuhan tubuh terhadap mineral
tertentu

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. 3.Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Set Poliklinik
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada gejala defisiensi vitamin Anamnesa pasien
A (buta senja, kebutaan, bercak bitot, Identifikasi faktor
resiko
xeroptalmia, keratomalasia)?
Apakah ada gejala defisiensi vitamin
D (osteoporosis, osteomalasia)?
Pemeriksaan vital sign, antropometri, fisik
Apakah ada gejala defisiensi vitamin
umum
E (gangguan kulit)?
Apakah ada gejala defisiensi vitamin
K (gangguan perdarahan)? Penegakan diagnosa defisiensi vitamin
Apakah ada gejala defisiensi vitamin
B1 (beri-beri: dengan gejala neutitis
seperti kesemutan, anastesia,
kekakuan, reflex patella turun, kram Terapi medikamentosa
kaki, atropi otot; cerebral beri-beri:
ensefalopati, edema, pembesaran
jantung, kelainan SSP, kelainan mata, Konseling dan Edukasi
kelainan mental)?
Apakah ada gejala defisiensi vitamin
B2 (penyembuhan luka terganggu,
cheilosis, bibir pcah-pecah, glossitis, Rujukan Kasus
mata berair perih, sebouehoic
dermatitis)?
Apakah ada gejala defisiensi vitamin
B3 (nausea, anorexia, lemah, pusing,
neuritis susah tidur, dermatitis,
diare,demensia, glositis, diare,

170
gangguan saraf dan mental, pellagra)?
Apakah ada gejala defisiensi vitamin
B6 (anemia hipokromik mikrositer
dengan kadar Fe normal, neuropati
perifer, dermatitis, konvulsi)?
Apakah ada gejala defisiensi vitamin
B12 (demensia, gangguan neurologis,
mudah lupa, kemunduran fungsi otak,
anemia)?
Apakah ada gejala defisiensi vitamin
C (skorbut, pembengkakakn gusi dan
gigi mudah lepas, kelainan kulit, nyeri
dan lemah tungkai bawah, penonjolan
folikel rambut)?
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan fisik umum
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis defisiensi
vitamin tertentu sesuai dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Memberikan penatalaksanaan sesuai
dengan defisiensi vitamin:
- Vitamin A: kapsul vitamin A
100.000 IU/hari selama 3 hari,
kemudian 50.000 IU/hari selama 2
minggu, kemudian 10.000-20.000
IU/hari selama 2 bulan
- Vitamin B1, B2, B6, B12: tablet
vitamin B complex 5-10mg/hari
- Vitamin C: tablet vitamin C 50-100
mg/hari
Memberikan konseling dan edukasi:
meningkatkan asupan vitamin serta
memperbaiki pola makan
Melakukan rujukan pada tingkat
kesehatan yang lebih tinggi untuk
pemeriksaan penunjang dan
pentalaksanaan lebih lanjut dan bila
ditemukan defisiensi berat.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, komplikasi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

171
SOP TATALAKSANA KASUS
DISLIPIDEMIA

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai
dengan peningkatan maupun penurunan satu atau lebih fraksi lipid
dalam darah.

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas


Susut I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
- Skala Antropometri
6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Faktor resiko: Anamnesa pasien
Umur pria 45 tahun dan wanita 55 Identifikasi faktor
resiko
tahun.
Riwayat keluarga PAK (Penyakit
Arteri Koroner) dini yaitu ayah usia <
55 tahun dan ibu < 65 tahun. Pemeriksaan vital sign, antropometri, fisik
umum
Kebiasaan merokok.
Hipertensi (140/90 mmHg atau
sedang mendapat obat antihipertensi). Penegakan diagnosa susp. dislipidemia
Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dl).
Jika didapatkan kolesterol HDL 60
mg/dl maka mengurangi satu faktor
risiko dari jumlah total. Konseling dan Edukasi
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan Rujukan kasus
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital dan
antropometri (lingkar perut dan
IMT/Indeks Massa Tubuh)
Pemeriksaan fisik umum
6.3 Tata laksana khusus:
Memberikan konseling dan edukasi
Melakukan rujukan pada tingkat

172
kesehatan yang lebih tinggi untuk
pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan dislipidemia.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, penyakit penyerta
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

173
SOP TATALAKSANA KASUS
HIPERURISEMIA

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Kondisi kadar asam urat dalam darah melebihi normal yaitu lebih
dari 7,0 mg/dl.

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
- Skala Antropometri
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada bengkak dan nyeri sendi Anamnesa pasien
yang mendadak, biasanya timbul pada Identifikasi faktor
resiko
malam hari, disertai rasa panas dan
kemerahan?
Apakah ada demam, menggigil, dan
nyeri badan? Pemeriksaan vital sign, fisik umum
Apakah nyeri mengenai satu sendi
atau lebih?
Faktor resiko Penegakan diagnosa susp. Gout
Usia dan jenis kelamin, obesitas, atritis/hiperurisemia
alkohol, hipertensi, gangguan ginjal,
penyakit metabolik, pola diet, obat:
aspirin dosis rendah, diuretik, obat- Konseling dan Edukasi
obat TBC.
Faktor pencetus
Trauma lokal, diet tinggi purin,
Rujukan kasus
minum alkohol, kelelahan fisik, stress,
tindakan operasi, penggunaan
diuretik, penggunaan obat yang
meningkatkan kadar asam urat.
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital

174
Pemeriksaan fisik umum (Arthritis
monoartikuler biasa pada MTP-1)
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis suspek gout
atritis/suspek hiperurisemia
berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Memberikan konseling dan edukasi:
Minum cukup (8-10 gelas/hari),
mengelola obesitas dan menjaga Berat
Badan Ideal, kurangi konsumsi
alkohol, dan pola diet sehat (rendah
purin).
Melakukan rujukan pada tingkat
kesehatan yang lebih tinggi untuk
pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan hiperurisemia.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, penyakit penyerta
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

175
SOP TATALAKSANA KASUS
OBESITAS

No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT


No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Obesitas merupakan keadaan dimana seseorang memiliki kelebihan
kandungan lemak (body fat) sehingga orang tersebut memiliki risiko
kesehatan

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. 3.Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
- Skala Antropometri
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Biasanya pasien datang bukan dengan Anamnesa pasien
keluhan kelebihan berat badan namun Identifikasi faktor
resiko
dengan adanya gejala dari risiko
kesehatan yang timbul.
Penyebab
Ketidakseimbangnya asupan energi Pemeriksaan vital sign, fisik umum
dngan tingkatan aktifitas fisik
Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan: kebiasaan makan Penegakan diagnosa obesitas
berlebih, genetik, kurang aktivitas
fisik, faktor psikologis dan stres, obat-
obatan, usia (misalnya menopause),
kejadian tertentu (misalnya berhenti Penatalaksanaan
merokok, berhenti dari kegiatan
olahraga, dsb).
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Konseling dan Edukasi
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa Rujukan kasus bila membutuhkan konsultasi
Pemeriksaan tanda-tanda vital ahli
Pemeriksaan antropometri (BB, TB
dan LP dan IMT)
Pemeriksaan fisik umum

176
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis obesitas
berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
- Underweight IMT < 18,5
- Normal IMT 18,5 22,9
- Overweight IMT > 23,0
- BB lebih dengan risiko IMT 23,0-24,9
- Obese I IMT 25,0 29,9
- Obese II IMT > 30
Melakukan penatalaksanaan obesitas
dengan:
- Diskusikan dan sepakati target
penurunan BB yang rasional (10%
dari BB saat ini)
- Usulkan cara dan jadwalkan
pengukuran berkala
- Pengaturan pola makan dengan
mengurangi asupan kalori 300-500
kkal/hari untuk mencapai penurunan
BB -1 kg per minggu
- Latihan fisik 30-45 menit sehari, 3-5
kali seminggu
Memberikan konseling dan edukasi:
motivasi dan mengevaluasi penyakit
penyerta
Melakukan rujukan untuk konsultasi
ahli bila pasien obesitas dengan resiko
tinggi dan tidak berespon dalam
penurunan berat badan setelah 3 bulan
modifikasi gaya hidup
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, penyakit penyerta
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

177
SOP TATALAKSANA KASUS ANEMIA
DEFISIENSI BESI
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Penurunan kadar Hemoglobin yang menyebabkan penurunan kadar
oksigen yang didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga
menimbulkan berbagai keluhan (sindrom anemia).

2. Tujuan Identifikasi anemia, penanganan dan pencegahan terjadinya


komplikasi
3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut
I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Senter
- Laboratorium sederhana: Hb Sahli
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada keluhan badan lemah, Anamnesa pasien
lesu, mudah lelah, mata berkunang- Identifikasi faktor
resiko
kunang serta telinga berdenging?
Apakah wajah tampak pucat?
Apakah ada keinginan untuk
Pemeriksaan vital sign, fisik umum
memakan bahan-bahan yang tidak
lazim (Pica)?
Faktor Resiko
Ibu hamil, remaja putri, pemakaian Pemeriksaan Hb Sahli
obat cephalosporin, chloramphenicol
jangka panjang, status gizi kurang,
faktor ekonomi kurang
6.2 Pemeriksaan Fisik : Menegakkan diagnosis anemia
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke Konseling dan Edukasi
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital
(takikardi, takipneu)
Pemeriksaan fisik umum tanda-tanda Rujukan kasus untuk pemeriksaan
penunjang
anemia defisiensi besi (konjungtiva
anemis, atropi papil lidah, stomatitis
angularis (cheilosis), koilonichia),
pada kardiovaskular (bising jantung)
6.3 Tata laksana khusus:
Melakukan pemeriksaan Hb Sahli
Menegakkan diagnosis anemia bila

178
kadar Hb menunjukkan: Laki-laki: >
13 g/dl, Perempuan: > 12 g/dl,
Perempuan hamil: > 11 g/dl
Memberikan konseling dan edukasi:
diet bergizi tinggi protein terutama
protein hewani, pemakaian alas kaki
untuk mencegah infeksi cacing
tambang
Melakukan rujukan untuk
pemeriksaan penunjang darah lengkap
serta apusan darah tepi untuk
menentukkan penyebab anemia serta
penatalaksanaan kasus.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, komplikasi (penyakit jantung anemia, distress pernafasan)
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

179
SOP TATALAKSANA KASUS
LIMFADENITIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Limfadenitis adalah peradangan pada satu atau beberapa kelenjar
getah bening.

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Alat ukur untuk mengukur beasarnya kelenjar getah bening
- Mikroskop
- Reagen BTA dan Gram
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada pembengkakan kelenjar Anamnesa pasien
getah bening? Identifikasi faktor
resiko
Apakah ada keluhan demam,
kehilangan nafsu makan, keringat
berlebihan, nadi cepat, kelemahan,
nyeri tenggorok dan batuk, atau nyeri Pemeriksaan vital sign, fisik umum
sendi?
Faktor Resiko
Riwayat penyakit seperti tonsilitis Penegakan diagnosis
yang disebabkan oleh bakteri
streptokokus, infeksi gigi dan gusi
yang disebabkan oleh bakteri anaerob.
Riwayat perjalanan dan pekerjaan ke MenegakIdentifikasi penyebab
daerah endemis penyakit tertentu
Paparan terhadap infeksi / kontak
sebelumnya kepada orang dengan
infeksi saluran nafas atas, faringitis Penatalaksanaan sesuai penyebab
oleh Streptococcus, atau tuberculosis
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan Konseling dan Edukasi
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Rujukan kasus untuk konsultasi ahli
Pemeriksaan fisik umum terutama
kelenjar limfa yang mengalami
pembesaran (lokasi, jumlah,

180
bilateral/unilateral, ukuran, tepi,
mobile/tidak, nyeri tekan, tanda-tanda
peradangan, fluktuasi)
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis limfadenitis
berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Menentukan penyebab limfadenitis
(lakukan tes BTA sputum bila
dicurigai limfadenitis TB)
Memberikan tatalaksana sesuai
penyebab limfadenitis:
- Virus: sembuh sendiri dan tidak
memerlukan pengobatan
- Bakteri: antibiotik oral dengan
golongan penilisin atau
sefalosporin atau macrolide
- Mycobacterium tuberculosis: beri
pengobatan OAT
Memberikan konseling dan edukasi:
mejaga kesehatan, kebersihan serta
motivasi.
Melakukan rujukan untuk bila KGB
gagal mengecil dalam 4-6 minggu
untuk biopsi KGB. Biopsi dilakukan
bila ada tanda keganasan, KGB
menetap atau bertambah besar atau
diagnosis belum dapat ditegakkan.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, perkembangan penyakit
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

181
SOP TATALAKSANA KASUS DEMAM
DENGUE- DENGUE HEMORAGIC
FEVER
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue.,

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Lup
- Senter
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada demam bifasik akut 2-7 Anamnesa pasien
hari? Identifikasi faktor
resiko
Apakah ada keluhan nyeri kepala,
nyeri retroorbital, mialgia/atralgia,
ruam, gusi berdarah, mimisan, nyeri
perut, mual/muntah, hematemesis dan Pemeriksaan vital sign, test rumple leed, fisik
umum
dapat juga melena?
Faktor Resiko
Tinggal di daerah endemis dan padat Penegakan diagnosis suspek demam
penduduknya. dengue/DHF
Pada musim panas (28-320C) dan
kelembaban tinggi.
Sekitar rumah banyak genangan air. Memberikan terapi simptomatik
6.2 Pemeriksaan Fisik :
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan Konseling dan Edukasi
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital (suhu Rujukan kasus untuk pemeriksaan
>37,50C, hipotensi dan tanda-tanda penunjang atau konsultasi ahli
syok)
Melakukan test Rumple leed.
Pemeriksaan fisik umum (kulit:
ptekie, ekimosis, purpura; perdarahan
mukosa; hepatomegali,spleenomegali;
tanda kebocoran plasma seperti efusi
pleura dan ascites)

182
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis suspek demam
dengue/dengue hemoragic fever
Memberikan terapi simptomatik
dengan analgetik antipiretik
(Paracetamol 3 x 500 mg)
Melakukan konseling dan edukasi:
penyakit dan rencana penatalaksanaan
serta modifikasi gaya hidup.
Melakukan rujukan untuk
pemeriksaan penunjang darah lengkap
atau pada kasus yang membutuhkan
konsultasi ahli (terjadi perdarahan
masif, terjadi komplikasi)
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, perdarahan, tanda-tanda vital, komplikasi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

183
SOP TATALAKSANA KASUS
MALARIA
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/APOTIK
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang
disebabkan oleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan
gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. 3.Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Senter
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada keluhan demam hilang Anamnesa pasien
timbul? Identifikasi faktor
resiko
Apakah pada saat demam hilang
disertai dengan menggigil berkeringat,
dapat disertai dengan sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nafsu Pemeriksaan vital sign, fisik umum
makan menurun, sakit perut, mual
muntah, dan diare?
Faktor Resiko
Penegakan diagnosis suspek malaria
Riwayat menderita malaria
sebelumnya.
Tinggal di daerah yang endemis
malaria. Konseling dan Edukasi
Pernah berkunjung 1-4 minggu di
daerah endemic malaria.
Riwayat mendapat transfusi darah.
6.2 Pemeriksaan Fisik : Rujukan kasus untuk pemeriksaan
Melakukan informed consent tentang penunjang atau konsultasi ahli
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital
(demam, takikardi, takipneu)
Pemeriksaan fisik umum (Kepala:
konjungtiva anemis, sklera ikterik,
bibir sianosis, dan pada malaria

184
serebral dapat ditemukan kaku kuduk;
Toraks: terlihat pernapasan cepat;
Abdomen: teraba pembesaran hepar
dan limpa, dapat juga ditemukan
asites; Ginjal: bisa ditemukan urin
berwarna coklat kehitaman, oligouri
atau anuria; Ekstermitas: akral teraba
dingin merupakan tanda-tanda menuju
syok)
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis suspek malaria
(trias malaria: panas, menggigil,
berkeringat)
Melakukan konseling dan edukasi:
penyakit malaria, rencana
penalataksanaan, prognosis dan
pencegahan malaria.
Melakukan rujukan untuk
pemeriksaan penunjang apusan darah
tebal dan tipis serta rapid terst malaria
atau pada kasus yang membutuhkan
konsultasi ahli (malaria dengan
komplikasi dan malaria berat)
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, tanda-tanda vital, komplikasi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek

9. Dokumen terkait 1. Buku register


2. Dokumen/ Rekam Medis

185
SOP TATALAKSANA KASUS
LEPTOSPIROSIS
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia
disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans dan memiliki
manifestasi klinis yang luas.

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. 3.Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Set Poliklinik
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada keluhan demam? Anamnesa pasien
Apakah demam disertai menggigil, Identifikasi faktor
resiko
sakit kepala, anoreksia, mialgia yang
hebat pada betis, paha dan pinggang
disertai nyeri tekan?
Pemeriksaan vital sign, fisik umum
Apakah ada keluhan mual, muntah,
diare dan nyeri abdomen, fotofobia?
Apakah ada penurunan kesadaran?
Faktor resiko Penegakan diagnosis leptospirosis
Riwayat bekerja atau terpapar dengan
lingkungan yang terkontaminasi
dengan kencing tiku
6.2 Pemeriksaan Fisik : Terapi suportif, observasi ketat dan antibiotik
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan
Mengarahkan pasien untuk naik ke Konseling dan Edukasi
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan fisik umum (Febris,
Ikterus, Nyeri tekan pada otot, Ruam Rujukan kasus untuk pemeriksaan
kulit, Limfadenopati, Hepatomegali, penunjang atau konsultasi ahli
Splenomegali, Edema, Bradikardi
relatif, Konjungtiva suffusion,
Gangguan perdarahan berupa petekie,
purpura, epistaksis dan perdarahan
gusi, kaku kuduk sebagai tanda
meningitis)

186
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis leptospirosis
berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Memberikan terapi suportif dan
melakukan observasi ketat untuk
mendeteksi dan mengatasi keadaan
dehidrasi, hipotensi,perdarahan dan
gagal ginjal.
Memberikan antibiotika oral secepat
mungkin dengan doksisiklin,
amoksisilin atau eritromisin
Memberikan konseling dan edukasi
mengenai penyakit leptospirosis,
penatalaksanaan, penularan dan
pencegahannya.
Melakukan rujukan untuk
pemeriksaan penunjang atau pada
kasus yang membutuhkan konsultasi
ahli (leptospirosis berat atau
leptospirosis dengan komplikasi,
terutama komplikasi ginjal harus
dirujuk ke fasilitas yang memiliki
hemodialisa)
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, tanda-tanda vital, komplikasi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

187
SOP TATALAKSANA KASUS REAKSI
ANAFILAKTIK
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/INT
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/3

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Reaksi anafilaksis merupakan sindrom klinis akibat reaksi
imunologis (reaksi alergi) yang bersifat sistemik, cepat dan hebat
yang dapat menyebabkan gangguan respirasi, sirkulasi, pencernaan
dan kulit.

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. 3.Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Oksigen
- Adrenalin ampul, difenhidramin vial, dexamethasone ampul
- NaCl 0,9%
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada gejala respirasi dapat Anamnesa pasien
dimulai berupa bersin, hidung Identifikasi alergen
tersumbat atau batuk saja yang
kemudian segera diikuti dengan sesak
napas?
Apakah ada gejala kulit berupa gatal, Pemeriksaan vital sign, fisik umum
kulit kemerahan?
Apakah ada gejala gastrointestinal
berupa perut kram,mual, muntah Penegakan diagnosis reaksi anafilaktik
sampai diare?
Apakah ada riwayat alergi dan riwayat
paparan terhadap alergen?
6.2 Pemeriksaan Fisik : Identifikasi dan hentikan alergen
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan Oksigen 3-5 lpm
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital
(takipneu, hipotensi, takikardi) Adrenalin (1:1000) 0,3-0,5 ml IM
Pemeriksaan fisik umum (Pasien (0,01mg/kgBB)
tampak sesak, frekuensi napas
meningkat, sianosis karena edema
laring dan bronkospasme. Hipotensi Ulangi 5-15 menit bila tidak ada
merupakan gejala yang menonjol pada perubahan klinis
syok anafilaktik. Adanya

188
takikardia,edema periorbital, mata
berair, hiperemi konjungtiva. Tanda
prodromal pada kulit berupa urtikaria Antihistamin 10-20 mg IM atau IV pelan
dan eritema)
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis reaksi
anafilaktik berdasarkan kriteria: Terapi tambahan
- Cairan IV 1-2 L jika tanda syok tidak
- Kriteria I: onset akut dari suatu
ada respon dengan obat
penyakit (menit-jam) dengan
- Kortikosteroid untuk kasus berat:
terlibatnya kulit, jaringan mukosa
dexamethasone 20 mg IV
atau keduanya, dan salah satu dari - Inhalasi short acting 2 agonist untuk
respiratory compromise dan kasus bronkospasme berat
penurunan tekanan darah atau
gejala yang berkaitan dengan
disfungsi organ sasaran (misalnya
hipotonia, sinkop, inkontinensia) Observasi 2-3 x 24 jam, kasus ringan
- Kriteria II: dua atau lebih gejala cukup 6 jam
berikut yang terjadi secara
mendadak setelah terpapar alergen
yang spesifik pada pasien tersebut Konseling dan Edukasi
(menit-jam), yaitu keterlibatan
jaringan mukosa kulit; respiratory
compromise; penurunan tekanan
darah atau gejala yang berkaitan;
Rujukan kasus
dan gejala gastrointestinal yang
persisten.
- Kriteria III: penurunan tekanan
darah setelah terpapar pada alergen
yang diketahui beberapa menit-jam
(syok anafilaktik). Pada bayi dan
anak-anak, TD sistolik yang rendah
(spesifik umur)atau penurunan
darah sistolik lebih dari 30%.
Sementara pada orang dewasa, TD
sistolik kurang dari 90 mmHg atau
penurunan darah sistolik lebih dari
30% dari tekanan darah awal.
Memposisikan pasien pada posisi
trendeleburg atau berbaring dengan
kedua tungkai diangkat (diganjal
dengan kursi) akan membantu
menaikkan venous return
Memberikan Oksigen 3-5 lpm
Pemasangan infus dengan ringer lactat
atau NaCl 0,9%
Memberikan Adrenalin 0,3 0,5 ml
dari larutan 1 : 1000 diberikan secara
intramuskuler (0,01mg/kgBB) yang
dapat diulangi 510 menit. Bila
pemberian dengan intramuskular
kurang berespon berikan secara
intravena 0,1 0,2 ml adrenalin
dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan
NaCl fisiologis, secara perlahan.

189
Antihistamin dan kortikosteroid
merupakan pilihan kedua setelah
adrenalin. Antihistamin yang biasa
digunakan adalah difenhidramin HCl
5 20 mg IV dan untuk golongan
kortikosteroid dapat digunakan
deksametason 5 10 mg IV.
Observasi 2-3 x 24 jam, cukup 6 jam
pada kasus ringan
Memberikan kortikosteroid dan
antihistamin peroral 3 x 24 jam
Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP),
seandainya terjadi henti jantung
(cardiac arrest).
Melakukan konseling dan edukasi:
Keluarga perlu diberitahukan
mengenai penyuntikan apapun
bentuknya harus selalu waspada untuk
timbulnya reaksi anafilaktik.
Melakukan rujukan bila kegawatan
pasien ditangani, apabila dengan
penanganan yang dilakukan tidak
terdapat perbaikan.
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, tanda-tanda vital, komplikasi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

190
SOP TATALAKSANA KASUS ULKUS
PADA TUNGKAI
No. Dokumentasi: SOP/ADMIN/BEDAH
No Revisi : 00
SOP TanggalTerbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/3

DitetapkanOleh
KepalaPuskesmasSusut I

PuskesmasSusut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Ulkus pada tungkai adalah penyakit arteri, vena, kapiler dan
pembuluh darah limfe yang dapat menyebabkan kelainan pada kulit.

2. Tujuan Identifikasi, penanganan dan pencegahan terjadinya komplikasi

3. Kebijakan - SK KepalaPuskesmas No.440 / 33 /2016 Tentang Puskesmas Susut


I Kabupaten Bangli.
4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014.
5. AlatdanBahan - Set Poliklinik
- Set rawat luka
- NaCl 0,9%
- Kalium Permanganat
- Hanschoen steril
- Kasa steril
6. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesis Pasien
Apakah ada luka pada tungkai bawah? Anamnesa pasien
Apakah luka bisa disertai dengan Identifikasi faktor
resiko
nyeri atau tanpa nyeri?
Apakah pasien memiliki penyakit
penyerta lainnya yang mendukung
Pemeriksaan vital sign, fisik umum
kerusakan pembuluh darah dan
jaringan saraf perifer.?
Apakah pernah mengalami trauma
atau fraktur di daerah luka? Penegakan diagnosis ulkus pada tungkai
Faktor resiko
Usia penderita, berat badan, jenis
pekerjaan, penderita gizi buruk,
mempunyai higiene yang buruk, Identifikasi jenis ulkus
penyakit penyerta yang bisa
menimbulkan kerusakan pembuluh
darah.
6.2 Pemeriksaan Fisik : Terapi sesuai jenis ulkus
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Mencuci tangan Konseling dan Edukasi
Mengarahkan pasien untuk naik ke
tempat tidur periksa
Pemeriksaan tanda-tanda vital Rujukan kasus untuk pemeriksaan
Pemeriksaan fisik umum penunjang atau konsultasi ahli
Pemeriksaan lokal pada ulkus

191
6.3 Tata laksana khusus:
Menegakkan diagnosis ulkus pada
tungkai berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Melakukan identifikasi dan klasifikasi
jenis ulkus
- Ulkus Tropikum: Tungkai bawah,
ulkis yang soliter, lesi bebentuk
satelit, dinding menggaung, dasar
kotor sekret produktif warna kuning
kehijauan, nyeri. Pemeriksaan
sediaan hapus dari secret untuk
mencari Bacillus fusiformis dan
Borellia vencentii merupakan hal
yang khas.
- Ulkus Varikosum: Tungkai bawah
dan betis. Terdapat ulkus di kelilingi
eritema dan hiperpigmentasi. Ulkus
soliter dan bisa multipel. Pada
umumnya tidak terasa nyeri, namun
dengan adanya selulitis dan infeksi
sekunder, nyeri akan terasa lebih
hebat
- Ulkus Arteriosum: Tungkai bawah.
Ulkus yang timbul berbentuk plong
(punched out) adalah ciri khas ulkus
ini. Nyeri yang terutama muncul
pada malam hari juga ciri penting
lainnya. Tepi ulkus yang jelas dan
kotor. Bagian distal terasa dingin
dibandingkan bagian proksimal atau
kaki yang sehat.
- Ulkus Neurotrofik: Pada telapak
kaki, ujung jari, dan sela pangkal jari
kaki. Kelainan kulit berupa ulkuds
soliter, bulat, pinggir rata, secret
tidak produktif dan tanpa nyeri.
Daerah kulit anhidrosis dan ulkus
dapat di tutupi oleh krusta.
Melakukan pemeriksaan kadar gula
darah sewaktu
Melakukan penatalaksanaan sesuai
dengan jenis ulkus:
- Ulkus Tropikum: Tetrasiklin peroral
dengan dosis 3x500 mg sehari.
Topikal dengan salep salisil 2% dan
kompres KMnO4
- Ulkus Varikosum: Seng Sulfat 2 x
200 mg/ hari. Kompres Permanganas
Kalikus 1:5000.
- Ulkus Arteriosum: Jika terdapat
infeksi dapat di berikan antibotik.
Untuk kuman anaerob diberikan
metronidazol . Pemberian analgetik
dapat diberikan untuk mengurangi

192
nyeri. Kompres Permanganas
Kalikus 1:5000.
- Ulkus Neurotrofik: Pengobatan
infeksi dan perawatan ulkus seperti
ulkus lainnya
Memberikan konseling dan edukasi:
perbaiki kadar gizi dan makanan,
hindari suhu yang dingin, hindari
rokok, menjaga berat badan, jangan
berdiri terlalu lama dalam melakukan
pekerjaan, edukasi perawatan kaki.
Melakukan rujukan untuk
penalataksanaan lebih lanjut dan
pemeriksaan penunjang
7. Hal-hal yang perlu Keluhan, besar dan luas ulkus, penyebab yang mendasari ulkus
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/ Rekam Medis

193
SOP TATALAKSANA KASUS
VERUKA VULGARIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis yang disebabkan
oleh Human papilloma virus (HPV). Penularan melalui kontak
langsung dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada
anak-anak dan remaja.

2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup
31. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
Apakah ada kutil pada kulit atau mukosa? Anamnesa
Apakah jumlah kutil satu atau banyak, keras,
warna abu? pasien

Apakah pekerjaan ada berhubungan dengan


daging mentah?
Apakah pasien memiliki imunodefisiensi?
Pemeriksaan klinis,
vital sign dan lup
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan.
Cuci tangan Penegakan Diagnosa
Melakukan pemeriksaan vital sign.
Melakukan pemeriksaan tanda patognomonis:
papul berwarna kulit sampai keabuan dengan
Terapi, Konseling dan Edukasi
permukaan verukosa pada kulit, mukosa atau
kuku.
Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi
sepanjang goresan (fenomena Koebner).

6.3 Tatalaksana Kasus Atau Rujukan Kasus


Pengobatan topikal kaustik larutan AgNO3
25%, asam trikloroasetat 50% atau asam
salisilat 20%
Edukasi pasien bahwa penyakit ini residif
walaupun diberi pengobatan,
Rujuk apabila tindakan memerlukan

194
sedasi/anastesi.
KIE pasien bahwa 90% kasus dapat sembuh
spontan selama 5 tahun.

7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan kulit. Efek samping bahan
diperhatikan kaustik dapat menyebabkan ulkus.
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
- Dokter spesialis Kulit
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

195
SOP TATALAKSANA KASUS
VARISELA TANPA KOMPLIKASI
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Varisela adalah nfeksi akut primer oleh virus Varicellazoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Masa inkubasi 14-21 hari.

2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi


- Mencegah komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup

32. 6. Langkah- Langkah Bagan Alir


6.1 Anamnesa Pasien
Memperkenalkan diri. Anamnesa
Menanyakan identitas pasien.
Apakah ada gejala prodormal sistemik berupa pasien

demam, pusing atau malaise?


Apakah ada lesi kulit berupa papul kemerahan
yang dalam waktu singkat menjadi vesikel
Pemeriksaan klinis,
berkelompok dengan dasar eritema?
vital sign dan lup
Apakah dapat kontak dengan orang lain
dengan keluhan yang sama
Apakah pasien memiliki imunodefisiensi?
Penegakan Diagnosa
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan.
Pengobatan, Konseling dan
Mencuci tangan
Edukasi
Melakukan pemeriksaan vital sign.
Melakukan pemeriksaan kulit dengan
menggunakan lup, apakah ada vesikel khas
berupa tetesan embun yang akan menjadi Atau Rujukan Kasus
keruh dan menjadi krusta dengan gambaran
polimorfik. Penyebaran terjadi secara
sentrifugal, dapat menyerang selaput lendir,
mata, mulut dan saluran napas atas.

196
6.3 Tatalaksana Kasus
Pengobatan antivirus oral:
Asiklovir: dewasa 5 x 800mg / hari, anak-
anak 4 x 20mg/kg BB (dosis maksimal
800mg) atau Valasiklovir 3 x 1000mg /
hari.
Pengobatan diberikan selama 7-10 hari dan
efektif diberikan pada 24 jam pertama
setelah timbul lesi.
Terapi suportif:
Menghindari gesekan kulit yang
mengakibatkan pecahnya vesikel,
pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan
mencegah kontak dengan orang lain.
Gejala prodormal diatasi sesuai dengan
indikasi. Aspirin dihindari karena dapat
menyebabkan Reyes Syndrome.
Pasien dirujuk jika: terdapat gangguan
imunitas dan mengalami komplikasi yang
berat seperti pnemonia, ensefalitis, dan
hepatitis.
Edukasi bahwa varisella merupakan penyakit
yang self-limiting pada anak yang
imunokompeten. Komplikasi yang ringan
dapat berupa infeksi bakteri sekunder. Oleh
karena itu, pasien sebaiknya menjaga
kebersihan tubuh. Penderita sebaiknya
dikarantina untuk mencegah penularan.

7. Hal-hal yang perlu Penularan melalui udara (air-borne) dan kontak langsung.
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

197
SOP TATALAKSANA KASUS
HERPES ZOSTER TANPA
KOMPLIKASI
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Herpes Zoster adalah infeksi kulit dan mukosa yang disebabkan
oleh virus Varisela-zoster. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus
yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes Zoster jarang terjadi pada
anak-anak atau dewasa muda, kecuali pada pasien imunodefisiensi.

2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup
33. 6. Langkah- Langkah Bagan Alir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri. Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien.
c. Apakah ada nyeri radikular dan gatal pasien
sebelum terjadi erupsi?
d. Apakah ada gejala prodormal sistemik
berupa demam, pusing atau malaise?
e. Apakah kulit kemerahan yang dalam waktu Pemeriksaan klinis,
singkat menjadi vesikel berkelompok vital sign dan lup
dengan dasar eritema dan edema?
f. Apakah pasien memiliki imunodefisiensi?
Penegakan Diagnosa
6.3 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Mencuci tangan Pengobatan, Konseling dan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan kulit dengan
menggunakan lup, apakah ada sekelompok
vesikel dengan dasar eritema yang terletak
unilateral sepanjang distribusi saraf spinal Atau Rujukan Kasus
atau kranial. Lesi bilateral jarang
ditemukan.

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pengobatan antivirus oral:
Asiklovir: dewasa 5 x 800mg / hari, anak-

198
anak 4 x 20mg/kg BB (dosis maksimal
800mg) atau Valasiklovir 3 x 1000mg /
hari.
Pengobatan diberikan selama 7-10 hari dan
efektif diberikan pada 24 jam pertama
setelah timbul lesi.
b. Pengobatan topikal:
Stadium vesikel: bedak salisil 2% atau
bedak kocok kalamin agar vesikel tidak
pecah. Apabila erosif diberikan kompres
terbuka. Apabila terjadi ulserasi, dapat
dipertimbangkan pemberian salep
antibiotik.
c. Terapi suportif:
Menghindari gesekan kulit yang
mengakibatkan pecahnya vesikel,
pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan
mencegah kontak dengan orang lain.
d. Gejala prodormal diatasi sesuai dengan
indikasi. Aspirin dihindari karena dapat
menyebabkan Reyes Syndrome.
e. Pasien dirujuk jika: penyakit tidak sembuh
7-10 hari setelah terapi, terjadi pada pasien
bayi, anak, geriatri dan imunokompromise,
terjadi komplikasi dan penyakit penyerta
lain yang menggunakan multifarmaka.

7. Hal-hal yang perlu Lesi biasanya membaik dalam 2-3 minggu pada individu
diperhatikan imunokompeten.
Sering terjadi komplikasi neuralgia pasca-herpetik.
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

199
SOP TATALAKSANA KASUS
HERPES SIMPLEKS TANPA
KOMPLIKASI
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau
tipe II, yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah mukokutan.
Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Infeksi
primer HSV tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak,
sedangkan HSV biasanya terjadi pada dekade II atau III dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Prevalensi
penyakit lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria.

2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup
34. 6. Langkah- Langkah Bagan Alir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri. Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien.
c. Apakah ada lesi perioral pada anak-anak? pasien
d. Apakah ada peradangan vulvovagina atau
batang penis atau bibir pada dewasa?
e. Apakah ada gejala sistemik seperti demam,
malaise, mialgia, nyeri kepala dan Pemeriksaan klinis,
adenopati regional? vital sign dan lup
f. Apakah ada riwayat berhubungan seksual?
g. Apakah sebelunya pernah mengalami hal
yang sama? Apakah didahului gatal atau Penegakan Diagnosa
sensasi terbakar setempat pada lokasi yang
sama seperti lokasi sebelumnya?

6.2 Pemeriksaan Fisik Pengobatan, Konseling dan


a. Melakukan informed consent tentang Edukasi
tindakan yang akan dilakukan.
b. Mencuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. Atau Rujukan Kasus
d. Melakukan pemeriksaan kulit dengan
menggunakan lup. Papul eritema yang
diikuti munculnya vesikel berkelompok

200
dengan dasar eritema. Vesikel dapat
menjadi keruh, pecah, membasah, krusta
dan erosi serta ulkus.
e. Periksa terutama pada daerah
mulut,hidung, dan genital.

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pengobatan antivirus oral:
Asiklovir: dewasa 5 x 200mg / hari, selama
5 hari atau Valasiklovir 2 x 500mg / hari
selama 7-10 hari.
b. Gejala prodormal diatasi sesuai dengan
indikasi. Aspirin dihindari karena dapat
menyebabkan Reyes Syndrome.
c. Pasien tidak boleh melakukan hubungan
seksual ketika masih ada lesi atau gejala
prodormal.
d. Pasien dirujuk jika: penyakit tidak sembuh
7-10 hari setelah terapi, terjadi pada pasien
bayi, anak, geriatri dan imunokompromise,
terjadi komplikasi dan penyakit penyerta
lain yang menggunakan multifarmaka.
7. Hal-hal yang perlu Penyakit ini menimbulkan rekurensi. Pasangan pasien harus
diperhatikan mendapat terapi dan konsultasi.
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

201
SOP TATALAKSANA KASUS
MORBILI TANPA KOMPLIKASI
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Morbili adalah suatu penyakit infeksi virus, yang ditandai dengan
gejala prodromal berupa demam, batuk, pilek, konjungtivitis,
eksantem patognomonik, diikuti dengan lesi makulopapular eritem
pada hari ketiga hingga hari ketujuh. Masa inkubasi 10-15 hari.

2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup

35. 6. Langkah- Langkah Bagan Alir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Memperkenalkan diri. Anamnesa
b. Menanyakan identitas pasien.
c. Apakah muncul lesi makula dan papula pasien
eritem, yang dimulai pada kepaladaerah
perbatasan dahi rambut, di belakang telinga,
dan menyebar secara sentrifugal ke bawah
hingga muka, badan, ekstremitas, dan Pemeriksaan klinis,
mencapai kaki? vital sign dan lup
d. Apakah ada gejala prodormal sistemik
berupa demam, gejala respirasi,
konjungtivitis adan malaise? Penegakan Diagnosa
e. Apakah pernah kontak dengan orang lain
dengan keluhan yang sama?

6.2 Pemeriksaan Fisik Pengobatan, Konseling dan


a. Melakukan informed consent tentang Edukasi
tindakan yang akan dilakukan.
b. Mencuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan fisik patognomis. Atau Rujukan Kasus
Demam, konjungtivitis, limfadenopati
general.
e. Pada orofaring ditemukan koplik spot
sebelum munculnya eksantem.
f. Gejala eksantem berupa lesi makula dan
papula eritem, dimulai pada kepala, di

202
belakang telinga, dan menyebar secara
sentrifugal dan ke bawah hingga muka,
badan, ekstremitas, dan mencapai kaki pada
hari ketiga. Lesi ini perlahan-lahan
menghilang dengan urutan sesuai urutan
muncul. Eksantem hilang dalam 4-6 hari.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Terapi suportif diberikan dengan menjaga
cairan tubuh dan mengganti cairan yang
hilang dari diare dan emesis.
b. Obat diberikan untuk gejala simptomatis,
demam dengan antipiretik. Jika terjadi
infeksi bakteri sekunder, diberikan
antibiotik.
c. Suplementasi vitamin A diberikan pada:
1. Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000
IU/hari PO diberi 2 dosis.
2. Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2
dosis.
3. Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari
PO 2 dosis.
4. Anak dengan tanda defisiensi vitamin
A, 2 dosis pertama sesuai umur,
dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur
yang diberikan 2-4 minggu kemudian.
d. KIE penyakit ini adalah penyakit menular,
bisa sembuh sendiri dan pentingnya terapi
suportif (mencegah dehidrasi).
e. Rujuk jika terjadi komplikasi; superinfeksi
bakteri, pnemonia, dehidrasi, croup,
ensefalitis.
7. Hal-hal yang perlu Terapi suportif sangat penting.
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- PoliUmum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

203
SOP TATALAKSANA KASUS
MOLOSKUM KONTAGIOSUM
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Moluskum kontagiosum adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
poks, yang menginfeksi sel epidermal. Secara klinis, lesi tampak
sebagai papul yang berbentuk kubah dengan permukaan halus dan
seringkali terdapat umbilikasi. Penularan melalui kontak langsung
dengan agen penyebab. Pada orang dewasa, penyakit ini
digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup
b. Jarum suntik
c. Kasa steril
36. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada kelainan kulit berupa papul Anamnesa
milier berwarna putih seperti lilin
berbentuk kubah yang tengahnya terdapat pasien
lekukan?
b. Apakah papul tersebut ika dipijat keluar
massa putih seperti nasi?
c. Apakah lesi tersebut ditemukan wajah, Pemeriksaan klinis,
badan, pubis, genitalia atau ekstremitas? vital sign dan lup

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang Penegakan Diagnosa
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Papul Terapi, Konseling dan Edukasi
milier atau lentikuler berwarna putih seperti
lilin, berbentuk kubah yang di tengahnya
terdapat lekukan (delle). Jika dipijat akan
tampak massa berwarna putih seperti nasi.
e. Lokasi predileksi pada wajah, badan, Atau Rujukan Kasus
ekstremitas, pubis dan genital.
f. Pemeriksaan penunjang: enukleasi pada
papul untuk menemukan badan moluskum.

204
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Pengeluaran massa yang mengandung
badan moluskum dengan dipijat dan alat
jarum suntik.
b. Pasien harus menjaga higiene kulit.
c. Rujuk apabila tidak ditemukan badan
moluskum, terdapat penyakit hematologi
dan HIV/AIDS.
d. KIE pasien bahwa penularan sangat jarang
terjadi dan penyakit ini adalah self-limiting
disease.

7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan kulit. Jarang menular.
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

205
SOP TATALAKSANA KASUS
TINEA KAPITIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tinea Kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata
dan bulu mata yang disebabkan oleh spesies dari genus
Microsporum dan Trichophyton. Menurut gambaran klinisnya,
Tinea Kapitis dibagi menjadi 3 jenis yaitu: Grey patch ringworm,
Kerion dan Black dot ringworm.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup

37. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada kelainan kulit berupa bercak Anamnesa
berwarna pucat dan bersisik, warna rambut
abu-abu disertai rasa gatal pada kulit pasien
kepala, alis atau bulu mata?
b. Apakah ada bercak menyerupai sarang
lebah disertai serbukan sel radang di
sekitarnya pada kulit kepala, alis atau bulu Pemeriksaan klinis,
mata? vital sign dan lup
c. Apakah ada bercak bintik-bintik hitam pada
rambut, rambut mudah patah?
d. Apakah pernah melakukan kontak dengan Penegakan Diagnosa
orang lain dengan keluhan yang sama?
e. Apakah pasien sering di lingkungan yang
lembab?
f. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes Terapi, Konseling dan Edukasi
melitus atau imunodefisiensi?

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Rujukan Kasus
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup.
Bercak pucat dengan tepi eritema (grey
patch ringworm), bercak kuning dengan

206
serbuk peradangan di sekitarnya (kerion),
bintik-bintik hitam serta alopesia (black dot
ringworm)
e. Lokasi predileksi pada kulit kepala, alis
atau bulu mata.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Lesi terbatas: Pengobatan topikal yaitu:
krim mikonazol, atau ketokonazol yang
diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan
1-2 minggu kemudian untuk mencegah
rekurensi.
b. Untuk lesi luas dan resisten terhadap terapi
topikal:
Griseofulvin 0,5-1 gram / hari untuk
dewasa, 0,25-0,5 gram per hari untuk anak-
anak atau 10-25mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2 dosis.
Atau Ketokonazol 200mg per hari selama
10-14 hari setelah makan.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit, hindari
pemakaian handuk secara bersamaan.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh lebih
dari 10-14 hari setelah terapi,
imunodefisiensi atau penyakit peserta
lainya dengan multifarmaka

7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

207
SOP TATALAKSANA KASUS
TINEA BARBAE
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tinea Barbae adalah infeksi dermatofita di daerah jenggot dan dagu
dan hanya terbatas pada laki-laki dewasa. Ditandai dengan nodul-
nodul inflamasi dengan pustul atau tidak ada lesi khusus namun
disertai dengan gatal.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup

38. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada rasa gatal di dagu dan jenggot Anamnesa
dengan nodul inflamasi ataupun tidak?
b. Apakah pasien sering di lingkungan yang pasien
lembab?
c. Apakah pernah melakukan kontak dengan
orang lain dengan keluhan yang sama?
d. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes Pemeriksaan klinis,
melitus atau imunodefisiensi? vital sign dan lup

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang Penegakan Diagnosa
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Nodul Terapi, Konseling dan Edukasi
inflamasi, rambut jenggot mudah dicabut
dan gatal. Atau Rujukan
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Lesi terbatas: Pengobatan topikal yaitu:
krim mikonazol atau ketokonazol hingga
lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu
kemudian untuk mencegah rekurensi.
b. Untuk lesi luas dan resisten terhadap terapi
topikal:
Griseofulvin 0,5-1 gram / hari untuk
dewasa, 0,25-0,5 gram per hari untuk anak-

208
anak atau 10-25mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2 dosis.
Atau Ketokonazol 200mg per hari selama
10-14 hari setelah makan.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit, hindari
pemakaian handuk secara bersamaan.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh lebih
dari 10-14 hari setelah terapi,
imunodefisiensi atau penyakit peserta
lainya dengan multifarmaka
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

209
SOP TATALAKSANA KASUS
TINEA FASIALIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tinea Fasialis adalah infeksi dermatofita pada wajah pada kulit yang
tidak berambut. Lesi berbentuk melingkar, eritema dan berbatas
tegas serta gatal.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup

39. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berbentuk melingkar, Anamnesa
eritema dan berbatas tegas serta gatal pada
wajah? pasien
b. Apakah pasien sering di lingkungan yang
lembab?
c. Apakah pernah melakukan kontak dengan
orang lain dengan keluhan yang sama? Pemeriksaan klinis,
d. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes vital sign dan lup
melitus atau imunodefisiensi?

6.2 Pemeriksaan Fisik Penegakan Diagnosa


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. Terapi, Konseling dan Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Lesi
berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas Atau Rujukan
tegas, dengan nagian tepi yang lebih aktif
daripada bagian tengah dan konfigurasi
polisiklik.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Lesi terbatas: Pengobatan topikal yaitu:
krim mikonazol atau ketokonazol hingga
lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu
kemudian untuk mencegah rekurensi.
b. Untuk lesi luas dan resisten terhadap terapi
topikal:

210
Griseofulvin 0,5-1 gram / hari untuk
dewasa, 0,25-0,5 gram per hari untuk anak-
anak atau 10-25mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2 dosis.
Atau Ketokonazol 200mg per hari selama
10-14 hari setelah makan.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit, hindari
pemakaian handuk secara bersamaan.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh lebih
dari 10-14 hari setelah terapi,
imunodefisiensi atau penyakit peserta
lainya dengan multifarmaka
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

211
SOP TATALAKSANA KASUS
TINEA KORPORIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tinea korporis adalah infeksi dermatofita pada kulit badan. Lesi
berbentuk melingkar, eritema dan berbatas tegas. Biasanya
berbentuk bulat, bagian tengah lebih tenang dan bagian pinggir lebih
aktif dan gatal.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup

40. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berbentuk melingkar, Anamnesa
eritema dan berbatas tegas serta gatal pada
badan? pasien
b. Apakah pasien sering di lingkungan yang
lembab?
c. Apakah pernah melakukan kontak dengan
orang lain dengan keluhan yang sama? Pemeriksaan klinis,
d. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes vital sign dan lup
melitus atau imunodefisiensi?

6.2 Pemeriksaan Fisik Penegakan Diagnosa


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. Terapi, Konseling dan Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Lesi
berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas Atau Rujukan
tegas, dengan bagian tepi yang lebih aktif
daripada bagian tengah dan konfigurasi
polisiklik.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Lesi terbatas: Pengobatan topikal yaitu:
krim mikonazol atau ketokonazol hingga
lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu
kemudian untuk mencegah rekurensi.
b. Untuk lesi luas dan resisten terhadap terapi
topikal:

212
Griseofulvin 0,5-1 gram / hari untuk
dewasa, 0,25-0,5 gram per hari untuk anak-
anak atau 10-25mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2 dosis.
Atau Ketokonazol 200mg per hari selama
10-14 hari setelah makan.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit, hindari
pemakaian handuk secara bersamaan.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh lebih
dari 10-14 hari setelah terapi,
imunodefisiensi atau penyakit peserta
lainya dengan multifarmaka
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

213
SOP TATALAKSANA KASUS
TINEA PEDIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tinea korporis adalah infeksi dermatofita pada kulit kaki terutama di
sela-sela jari. Lesi berbentuk melingkar, eritema dan berbatas tegas.
Biasanya berbentuk bulat, bagian tengah lebih tenang dan bagian
pinggir lebih aktif dan gatal. Tinea pedis sering terjadi pada orang
yang aering menggunakan sepatu dan basah seperti atlet.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup

41. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berbentuk melingkar, Anamnesa
eritema dan berbatas tegas serta gatal pada
sela-sela jari kaki? pasien
b. Apakah pasien sering di lingkungan yang
lembab?
c. Apakah pernah melakukan kontak dengan
orang lain dengan keluhan yang sama? Pemeriksaan klinis,
d. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes vital sign dan lup
melitus atau imunodefisiensi?

6.2 Pemeriksaan Fisik Penegakan Diagnosa


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. Terapi, Konseling dan Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Lesi
berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas Atau Rujukan
tegas, dengan bagian tepi yang lebih aktif
daripada bagian tengah dan konfigurasi
polisiklik.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Lesi terbatas: Pengobatan topikal yaitu:
krim mikonazol atau ketokonazol hingga
lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu
kemudian untuk mencegah rekurensi.

214
b. Untuk lesi luas dan resisten terhadap terapi
topikal:
Griseofulvin 0,5-1 gram / hari untuk
dewasa, 0,25-0,5 gram per hari untuk anak-
anak atau 10-25mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2 dosis.
Atau Ketokonazol 200mg per hari selama
10-14 hari setelah makan.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit, hindari
pemakaian handuk secara bersamaan.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh lebih
dari 10-14 hari setelah terapi,
imunodefisiensi atau penyakit peserta
lainya dengan multifarmaka
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

215
SOP TATALAKSANA KASUS
TINEA MANUS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tinea korporis adalah infeksi dermatofita pada kulit tangan. Lesi
berbentuk melingkar, eritema dan berbatas tegas. Biasanya
berbentuk bulat, bagian tengah lebih tenang dan bagian pinggir lebih
aktif dan gatal. Penyakit ini biasanya terjadi pada pasien yang sering
kontak dengan air.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup

42. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berbentuk melingkar, Anamnesa
eritema dan berbatas tegas serta gatal pada
tangan? pasien
b. Apakah pasien sering di lingkungan yang
lembab dan basah?
c. Apakah pernah melakukan kontak dengan
orang lain dengan keluhan yang sama? Pemeriksaan klinis,
d. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes vital sign dan lup
melitus atau imunodefisiensi?

6.2 Pemeriksaan Fisik Penegakan Diagnosa


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. Terapi, Konseling dan Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Lesi
berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas Atau Rujukan
tegas, dengan bagian tepi yang lebih aktif
daripada bagian tengah dan konfigurasi
polisiklik.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Lesi terbatas: Pengobatan topikal yaitu:
krim mikonazol atau ketokonazol hingga
lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu
kemudian untuk mencegah rekurensi.
b. Untuk lesi luas dan resisten terhadap terapi

216
topikal:
Griseofulvin 0,5-1 gram / hari untuk
dewasa, 0,25-0,5 gram per hari untuk anak-
anak atau 10-25mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2 dosis.
Atau Ketokonazol 200mg per hari selama
10-14 hari setelah makan.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit, hindari
pemakaian handuk secara bersamaan.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh lebih
dari 10-14 hari setelah terapi,
imunodefisiensi atau penyakit peserta
lainya dengan multifarmaka.
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

217
SOP TATALAKSANA KASUS
TINEA UNGUIUM
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tinea unguium adalah infeksi dermatofita pada kuku tangan dan
kaki. Lesi berbentuk melingkar, eritema dan berbatas tegas.
Biasanya berbentuk bulat, bagian tengah lebih tenang dan bagian
pinggir lebih aktif dan gatal. Penyakit ini biasanya terjadi pada
pasien yang sering kontak dengan air.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup

43. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berbentuk melingkar, Anamnesa
eritema dan berbatas tegas serta gatal pada
kuku? pasien
b. Apakah pasien sering di lingkungan yang
lembab dan basah?
c. Apakah pernah melakukan kontak dengan
orang lain dengan keluhan yang sama? Pemeriksaan klinis,
d. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes vital sign dan lup
melitus atau imunodefisiensi?

6.2 Pemeriksaan Fisik Penegakan Diagnosa


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. Terapi, Konseling dan Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Lesi
berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas Atau Rujukan
tegas, dengan bagian tepi yang lebih aktif
daripada bagian tengah dan konfigurasi
polisiklik.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Lesi terbatas: Pengobatan topikal yaitu:
krim mikonazol atau ketokonazol hingga
lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu
kemudian untuk mencegah rekurensi.

218
b. Untuk lesi luas dan resisten terhadap terapi
topikal:
Griseofulvin 0,5-1 gram / hari untuk
dewasa, 0,25-0,5 gram per hari untuk anak-
anak atau 10-25mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2 dosis.
Atau Ketokonazol 200mg per hari selama
10-14 hari setelah makan.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit, hindari
pemakaian handuk secara bersamaan.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh lebih
dari 10-14 hari setelah terapi,
imunodefisiensi atau penyakit peserta
lainya dengan multifarmaka.
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

219
SOP TATALAKSANA KASUS
TINEA KRURIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Tinea kruris adalah infeksi dermatofitapada daerah genitokrural,
sekitar anus, bokong, dan perut bagian bawah. Lesi berbentuk
melingkar, eritema dan berbatas tegas. Biasanya berbentuk bulat,
bagian tengah lebih tenang dan bagian pinggir lebih aktif dan gatal.
Penyakit ini biasanya terjadi pada pasien obesitas dan kebersihan
kurang.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes RI No. 5 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup

44. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.9 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berbentuk melingkar, Anamnesa
eritema dan berbatas tegas serta gatal
padapada daerah lipatan paha, sekitar anus, pasien
bokong, dan perut bagian bawah.?
b. Apakah pasien sering di lingkungan yang
lembab dan basah?
c. Apakah pernah melakukan kontak dengan Pemeriksaan klinis,
orang lain dengan keluhan yang sama? vital sign dan lup
d. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes
melitus atau imunodefisiensi?
Penegakan Diagnosa

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Terapi, Konseling dan Edukasi
b. Cuci tangan
Atau Rujukan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Lesi
berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas
tegas, dengan bagian tepi yang lebih aktif
daripada bagian tengah dan konfigurasi
polisiklik.

220
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Lesi terbatas: Pengobatan topikal yaitu:
krim mikonazol atau ketokonazol hingga
lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu
kemudian untuk mencegah rekurensi.
b. Untuk lesi luas dan resisten terhadap terapi
topikal:
Griseofulvin 0,5-1 gram / hari untuk
dewasa, 0,25-0,5 gram per hari untuk anak-
anak atau 10-25mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2 dosis.
Atau Ketokonazol 200mg per hari selama
10-14 hari setelah makan.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit, hindari
pemakaian handuk secara bersamaan.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh lebih
dari 10-14 hari setelah terapi,
imunodefisiensi atau penyakit peserta
lainya dengan multifarmaka.
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

221
SOP TATALAKSANA KASUS
IMPETIGO
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Impetigo adalah infeksi kulit (epidermis, dermis dan subkutis) yang
disebabkan oleh bakteri gram positif dari golongan Stafilokokus dan
Streptokokus yang dibagi menjadi 2 yaitu impetigo krustosa dan
impetigo krustosa. Impetigo krustosa (impetigo contagiosa) adalah
peradangan yang memberikan gambaran vesikel yang dengan cepat
berubah menjadi pustul dan pecah sehingga menjadi krusta kering
kekuningan seperti madu. Predileksi spesifik lesi terdapat di sekitar
lubang hidung, mulut, telinga atau anus. Impetigo bulosa adalah
peradangan yang memberikan gambaran vesikobulosa dengan lesi
bula hipopion (bula berisi pus).
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup
b. Spuit 3cc
c. NaCl 0.9%
d. Kasa steril

45. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berbentuk benjolan Anamnesa
bernanah yang kemudian pecah sehingga
menjadi krusta kering kekuningan seperti pasien
madu?
b. Apakah ada lesi benjolan lebih besar berisi
air atau nanah?
c. Apakah pernah melakukan kontak dengan Pemeriksaan klinis,
orang lain dengan keluhan yang sama? vital sign dan lup
d. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes
melitus, imunodefisiensi atau penyakit
sistemik lainnya? Penegakan Diagnosa
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan Terapi, Konseling dan Edukasi
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Lesi Atau Rujukan

222
berbentuk vesikel yang telah pecah menjadi
krusta berwarna kuning seperti madu.
Gambaran vesikobulosa berisi pus.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Pengobatan topikal:
1. Bila banyak pus/krusta, dilakukan
kompres NaCl 0,9%.
2. Jika tidak tertutup pus/krusta diberikan
gentamisin salep dioleskan 2-3 kali
sehari selama 7-10 hari.
b. Antibiotik oral: untuk lesi luas dan resisten
terhadap terapi topikal:
1. Eritromisin dosis dewasa 4 x 250-500
mg / hari, anak 20-50 mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis, selama 5-7 hari.
2. Sefalosporin dengan dosis 10-25
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, selama 5-
7 hari.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit dan
stamina, hindari kontak dengan orang lain
dengan keluhan yang sama.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh
dengan pengobatan selama 5-7 hari,
komplikasi selulitis dan terdapat penyakit
sistemik.
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh dan stamina
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

223
SOP TATALAKSANA KASUS
IMPETIGO ULSERATIF (EKTIMA)
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Ektima adalah pioderma ulseratif yang disebabkan oleh bakteri gram
positif dari golongan Stafilokokus dan Streptokokus berupa ulkus
dangkal pada epidermis dan dermis bagian atas yang ditutupi krusta
berlapis. Biasanya terdapat pada tungkai bawah.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup
b. Spuit 3cc
c. NaCl 0.9%
d. Kasa steril

46. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.2 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berbentuk benjolan Anamnesa
bernanah yang kemudian pecah sehingga
menimbulkan ulkus ditutupi krusta pasien
berlapis?
b. Apakah pernah melakukan kontak dengan
orang lain dengan keluhan yang sama?
c. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes Pemeriksaan klinis,
melitus, imunodefisiensi atau penyakit vital sign dan lup
sistemik lainnya?
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang Penegakan Diagnosa
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Lesi Terapi, Konseling dan Edukasi
berbentuk ulkus dangkal pada epidermis
dan dermis bagian atas yang ditutupi krusta Atau Rujukan
berlapis.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Pengobatan topikal:
1. Bila banyak pus/krusta, dilakukan
kompres NaCl 0,9%.
2. Jika tidak tertutup pus/krusta diberikan

224
gentamisin salep dioleskan 2-3 kali
sehari selama 7-10 hari.
b. Antibiotik oral: untuk lesi luas dan resisten
terhadap terapi topikal:
1. Eritromisin dosis dewasa 4 x 250-500
mg / hari, anak 20-50 mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis, selama 5-7 hari.
2. Sefalosporin dengan dosis 10-25
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, selama 5-
7 hari.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit dan
stamina, hindari kontak dengan orang lain
dengan keluhan yang sama.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh
dengan pengobatan selama 5-7 hari,
komplikasi selulitis dan terdapat penyakit
sistemik.
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh dan stamina
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

225
SOP TATALAKSANA KASUS
FOLIKULITIS SUPERFISIALIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Folikulitis superfisialis adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh
bakteri gram positif dari golongan Stafilokokus berupa peradangan
folikel rambut yang ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan
rasa gatal atau perih.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup

47. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.3 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berbentuk benjolan Anamnesa
kemerahan pada folikel rambut disertai rasa
gatal atau perih? pasien
b. Apakah pernah melakukan kontak dengan
orang lain dengan keluhan yang sama?
c. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes
melitus, imunodefisiensi atau penyakit Pemeriksaan klinis,
sistemik lainnya? vital sign dan lup
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang Penegakan Diagnosa
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. papul Terapi, Konseling dan Edukasi
eritema perifolikuler dan rasa gatal atau
perih. Atau Rujukan
6.4 Tatalaksana Kasus
a. Pengobatan topikal: diberikan gentamisin
salep dioleskan 2-3 kali sehari selama 7-10
hari.
b. Antibiotik oral: untuk lesi luas dan resisten
terhadap terapi topikal:
- Eritromisin dosis dewasa 4 x 250-500 mg
/ hari, anak 20-50 mg/kgBB/hari dibagi 4
dosis, selama 5-7 hari.
- Sefalosporin dengan dosis 10-25

226
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, selama 5-7
hari.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit dan
stamina, hindari kontak dengan orang lain
dengan keluhan yang sama.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh
dengan pengobatan selama 5-7 hari,
komplikasi selulitis dan terdapat penyakit
sistemik.
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh dan stamina
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

227
SOP TATALAKSANA KASUS
FURUNKEL DAN KARBUNKEL
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Furunkel adalah peradangan folikel rambut dan jaringan sekitarnya
berupa papul, vesikel atau pustul perifolikuler dengan eritema di
sekitarnya dan disertai rasa nyeri. Furunkulosis adalah beberapa
furunkel yang tersebar. Karbunkel adalah kumpulan dari beberapa
furunkel, ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi
membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak. Sebagian besar
furunkel dan karbunkel disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup
b. Spuit 3cc
c. NaCl 0.9%
d. Kasa steril
48. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada bisul bernanah pada rambut Anamnesa
kulit dengan kemerahan dan nyeri pada
kulit sekitarnya? pasien
b. Apakah ada satu atau banyak?
c. Apakah ada kumpulan bisul yang
mempunyai beberapa puncak bernanah
pada folikel rambut kulit? Pemeriksaan klinis,
d. Apakah pernah melakukan kontak dengan vital sign dan lup
orang lain dengan keluhan yang sama?
e. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes
melitus, imunodefisiensi atau penyakit
Penegakan Diagnosa
sistemik lainnya?
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Terapi, Konseling dan Edukasi
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. Atau Rujukan
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Lesi
berupa papul, vesikel atau pustul
perifolikuler dengan eritema di sekitarnya
atau kumpulan lesi tersebut yang berbentuk

228
nodus supurasi di beberapa puncak.
6.5 Tatalaksana Kasus
a. Insisi pus menggunakan spuit 3cc,
kemudian kompres NaCl 0,9%.
b. Pengobatan topikal: diberikan gentamisin
salep dioleskan 2-3 kali sehari selama 7-10
hari.
c. Antibiotik oral: untuk lesi luas dan resisten
terhadap terapi topikal:
- Eritromisin dosis dewasa 4 x 250-500
mg / hari, anak 20-50 mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis, selama 5-7 hari.
- Sefalosporin dengan dosis 10-25
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, selama 5-
7 hari.
d. Pasien harus menjaga higiene kulit dan
stamina, diet TKTP, hindari kontak dengan
orang lain dengan keluhan yang sama.
e. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh
dengan pengobatan selama 5-7 hari,
komplikasi selulitis dan terdapat penyakit
sistemik.
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh dan stamina
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

229
SOP TATALAKSANA KASUS
ERITRASMA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Eritrasma adalah infeksi bakteri gram positif yaitu Corynebacterium
minutissimum pada lapisan superfisial kulit yang ditandai dengan
lesi berwarna merah kecoklatan, batas tidak tegas, didapatkan pada
daerah inguinal, lipatan paha dan di daerah ketiak. Eritrasma banyak
ditemukan pada orang dewasa dan penderita diabetes, paling banyak
ditemukan di daerah tropis.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan - Lup

49. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berwarna merah Anamnesa
kecoklatan, batas tidak tegas, didapatkan
pada daerah dimana kulit bersentuhan pasien
seperti pada inguinal, lipatan paha dan di
daerah ketiak?
b. Apakah pernah melakukan kontak dengan
orang lain dengan keluhan yang sama? Pemeriksaan klinis,
c. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes vital sign dan lup
melitus, imunodefisiensi atau penyakit
sistemik lainnya?
Penegakan Diagnosa
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Terapi, Konseling dan Edukasi
b. Cuci tangan
Atau Rujukan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Lesi
kulit dapat berukuran sebesar milier sampai
plakat, lesi eritroskuamosa dengan skuama
halus berwarna merah kecoklatan.

6.3 Tatalaksana Kasus


a. Pengobatan topikal: diberikan gentamisin

230
salep dioleskan 2-3 kali sehari selama 7-10
hari.
b. Antibiotik oral: untuk lesi luas dan resisten
terhadap terapi topikal:
1. Eritromisin dosis dewasa 4 x 250-500
mg / hari, anak 20-50 mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis, selama 5-7 hari.
2. Sefalosporin dengan dosis 10-25
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, selama 5-
7 hari.
c. Pasien harus menjaga higiene kulit dan
stamina, menjaga kulit tetap kering.
d. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh
dengan pengobatan selama 5-7 hari,
komplikasi selulitis dan terdapat penyakit
sistemik.
7. Hal-hal yang perlu Pasien harus menjaga kebersihan tubuh dan stamina
diperhatikan Menular dengan kontak fisik
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

231
SOP TATALAKSANA KASUS
ERISIPELAS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Erisipelas adalah selulitis superfisial yang disebabkan oleh infeksi
Streptococcus. Erisipelas adalah peradangan epidermis dan dermis
yang ditandai dengan infiltrat eritema, edema, berbatas tegas, dan
disertai dengan rasa panas dan nyeri. Onset penyakit ini sering
didahului dengan trauma lokal, gejala prodromal berupa menggigil,
panas tinggi, sakit kepala, mual muntah, dan nyeri sendi. Pada
pemeriksaan darah rutin dapat dijumpai lekositosis 20.000/mm3
atau lebih.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup

50. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi berwarna merah, bengkak, Anamnesa
terasa panas, nyeri dan berbatas tegas?
b. Apakah pernah mengalami luka atau pasien
robekan di kulit?
c. Apakah ada gejala prodromal berupa
menggigil, panas tinggi, sakit kepala, mual
muntah, dan nyeri sendi? Pemeriksaan klinis,
d. Apakah pasien memiliki penyakit diabetes vital sign dan lup
melitus, imunodefisiensi atau penyakit
sistemik lainnya?
Penegakan Diagnosa
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
Terapi, Konseling dan Edukasi
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup.
Ditemukan infiltrat eritema, edema, Atau Rujukan
berbatas tegas, dan disertai dengan rasa
panas dan nyeri. Gejala prodromal berupa
menggigil, panas tinggi, sakit kepala, mual

232
muntah, dan nyeri sendi.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Antibiotik oral: untuk infeksi ringan:
1. Eritromisin dosis dewasa 4 x 250-500
mg / hari, anak 20-50 mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis, selama 5-7 hari.
2. Sefalosporin dengan dosis 10-25
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, selama 5-
7 hari.
b. Rujuk apabila penyakit tidak sembuh
dengan pengobatan selama 5-7 hari, infeksi
berat, KU tidak stabil, komplikasi selulitis
dan terdapat penyakit sistemik.
7. Hal-hal yang perlu Segera rujuk jika KU tidak stabil
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

233
SOP TATALAKSANA KASUS
SKROFULODERMA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Skrofuloderma adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang mengenai subkutan dan
merupakan perluasan langsung dari tuberkulosis pada jaringan di
bawah kulit yang kemudian membentuk abses dingin yang makin
lama makin membesar dan pecah pada kulit atasnya. Predileksi pada
tembat-tempat yang banyak terdapat KGB superfisialis yaitu
tersering pada leher, ketiak dan paling jarang pada lipatan paha.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup
b. NaCl 0.9%
c. Kasa steril
51. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada benjolan yang bisa digeser dan Anamnesa
kemudian pecah keluar nanah, tidak nyeri
dan tidak merah pada leher, ketiak atau pasien
lipatan paha?
b. Apakah ada gejala prodromal berupa
menggigil, panas tinggi, sakit kepala, mual
muntah, dan nyeri sendi? Pemeriksaan klinis,
c. Apakah pasien memiliki penyakit vital sign dan lup
tuberkulosis, imunodefisiensi atau penyakit
sistemik lainnya?
Penegakan Diagnosa
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan. Terapi, Konseling dan Edukasi
b. Cuci tangan
Atau Rujukan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup.
Benjolan yang berfluktuasi, tidak merah,
tidak nyeri, jika sudah pecah mengeluarkan
nanah dan membentuk ulkus.

234
6.3 Pemeriksaan penunjanng
Tes tuberkulin (+)

6.4 Tatalaksana Kasus


a. Jika ulkus basah, kompres NaCl 0,9%. Beri
Gentamisin salep 2-3 kali sehari.
b. OAT kategori III : 2HRZ 6HE, 2HRZ4HR,
2HRZ4H3R3.
c. Rujuk apabila, infeksi berat, KU tidak
stabil, komplikasi selulitis dan terdapat
penyakit sistemik.
7. Hal-hal yang perlu Segera rujuk jika KU tidak stabil
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

235
SOP TATALAKSANA KASUS
LEPRA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Lepra atau Morbus hansen adalah penyakit menular, menahun dan
disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular
obligat. Penularan kemungkinan terjadi melalui saluran pernapasan
atas dan kontak kulit pasien lebih dari 1 bulan terus menerus. Masa
inkubasi rata-rata 2,5 tahun, namun dapat juga bertahun-tahun.
Bercak kulit berwarna merah atau putih berbentuk plakat, terutama
di wajah dan telinga. Bercak kurang/mati rasa, tidak gatal. Lepuh
pada kulit tidak dirasakan nyeri. Kelainan kulit tidak sembuh dengan
pengobatan rutin, terutama bila terdapat keterlibatan saraf tepi.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi
a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup

52. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.2 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada bercak kulit berwarna merah Anamnesa
atau putih berbentuk plakat, terutama di
wajah dan telinga? pasien
b. Apakah bercak kurang/mati rasa, tidak gatal.
Lepuh pada kulit tidak dirasakan nyeri?
c. Kelainan kulit tidak sembuh dengan
pengobatan rutin, terutama bila terdapat Pemeriksaan klinis, vital
keterlibatan saraf tepi? sign dan penunjang
d. Apakah ada keluarga dengan penyakit yang
sama?
e. Apakah pasien memiliki penyakit Penegakan Diagnosa
tuberkulosis, imunodefisiensi atau penyakit
sistemik lainnya?
Konseling dan Edukasi
6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Melakukan informed consent tentang dan Rujukan
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup.
Perhatikan setiap bercak, bintil (nodul),
bercak berbentuk plakat dengan kulit
mengkilat atau kering bersisik. Kulit tidak

236
berkeringat dan berambut. Terdapat baal pada
lesi kulit, hilang sensasi nyeri dan suhu,
vitiligo. Pada kulit dapat pula ditemukan
nodul.
e. Penebalan nervus perifer, nyeri tekan dan
atau spontan pada saraf, kesemutan, tertusuk-
tusuk dan nyeri pada anggota gerak,
kelemahan anggota gerak dan atau wajah,
adanya deformitas, ulkus yang sulit sembuh.

6.3 Pemeriksaan penunjanng


a. BTA dlm kerokan jaringan kulit
6.4 Diagnosis
1. Lesi kulit yang mati rasa
2. Penebalan saraf tepi yang disertai
gangguan fungsi saraf.
3. BTA +
Lepra dibagi menjadi 2 tipe yaitu Pausibasiler
(PB) dan Multibasiler (MB).
a. Tipe PB:
1. Bercak kusta 1-5.
2. Penebalan saraf tepi hanya 1 saraf.
3. BTA negatif jaringan kulit
4. Distribusi unilateral atau bilateral
asimetris
5. Permukaan bercak kering kasar
6. Batas bercak tegas
7. Mati rasa jelas
8. Proses deformitas cepat
b. Tipe MB:
1. Bercak kusta lebih dari 5.
2. Penebalan lebih dari 1 saraf tepi
3. BTA positif
4. Distribusi bilateral simetris
5. Permukaan bercak halus,
mengkilap
6. Batas tidak tegas
7. Mati rasa kurang jelas
8. Mandarosis, hidung pelana, wajah
singa, ginekomastia pada laki-laki.

6.5 Tatalaksana Kasus


a. Rujuk untuk mendapat pengobatan lebih
lanjut.
7. Hal-hal yang perlu Seger rujuk jika KU tidak stabil
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

237
SOP TATALAKSANA KASUS
SIFILIS STADIUM I DAN II
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULIT
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Sifilis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Treponema pallidum dan bersifat sistemik. Istilah lain penyakit ini
adalah lues veneria atau lues. Di Indonesia disebut dengan raja singa
karena keganasannya. Sifilis dapat menyerupai banyak penyakit dan
memiliki masa laten.
2. Tujuan - Mengobati penyakit dan mencegah penyebaran serta rekurensi
- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup

53. 6. Langkah- Langkah BaganAlir


6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada lesi ulkus tanpa nyeri di bagian Anamnesa
predileksi?
b. Apakah ada ruam atau beruntus pada kulit, pasien
dan dapat menjadi luka, merah atau coklat
kemerahan, ukuran dapat bervariasi, di
manapun pada tubuh termasuk telapak
tangan dan telapak kaki? Pemeriksaan klinis, vital
c. Apakah ada demam, kelelahan, perasaan sign dan penunjang
tidak nyaman, pembesaran kelenjar getah
bening, sakit tenggorokan dan kutil seperti
luka di mulut atau daerah genital? Penegakan Diagnosa
d. Apakah dapat berganti-ganti pasangan
seksual, homoseksual dan PSK? Apakah
dapat berhubungan dengan penderita tanpa Konseling dan Edukasi
kondom?
dan Rujukan
e. Apakah ada keluarga dengan penyakit yang
sama?
f. Apakah pasien memiliki penyakit
tuberkulosis, imunodefisiensi atau penyakit
sistemik lainnya?

6.2 Pemeriksaan Fisik


a. Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign.

238
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup. Papul
lentikuler yang permukaannya segera erosi
dan menjadi ulkus berbentuk bulat dan
soliter, dindingnya tak bergaung dan
berdasarkan eritem dan bersih, diatasnya
hanya serum (ulkus durum) pada genitalia
eksterna, lidah, tonsil dan anus.
e. Seminggu setelah afek primer, terdapat
pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
regional yang soliter, indolen, tidak lunak,
besarnya lentikular, tidak supuratif dan tidak
terdapat periadenitis di ingunalis medialis.
f. Bentuk lesi pada stadium II: Roseola
sifilitika, papul, pustul, onikia sifilitikum,
pembesaran KGB, uveitis anterior.
6.3 Tatalaksana Kasus
a. Sifilis yang sedang dalam inkubasi dapat
diobati dengan regimen penisilin atau dapat
menggunakan ampisilin, amoksisilin, atau
seftriakson mungkin juga efektif.
b. Pengobatan profilaksis harus diberikan
pada pasangan pasien, namun sebaiknya
diberikan sejak 3 bulan sebelumnya, tanpa
memandangserologi.
c. Kontak seksual harus ditelusuri, diketahui
dan diobati
d. Pasien perlu diuji untuk penyakit lain yang
ditularkan secara seksual (sexually
transmitted diseases/ STD), termasuk HIV,
harus dilakukanpada semua penderita.
e. Pada sifilis dengan kehamilan untuk wanita
berisiko tinggi, uji serologis rutin harus
dilakukan sebelum trimester pertama dan
awal trimester ketiga serta pada persalinan.
f. Bila tanda-tanda klinis atau serologis
memberi kesan infeksi aktif atau diagnosis
sifilis aktif tidak dapat dengan pasti
disingkirkan, maka indikasi untuk
pengobatan.
g. Semua stadium dan klasifikasi sifilis harus
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
memiliki dokter spesialis kulit dan kelamin.
h. Pasien diberikan pemahaman tentang
penyakit, penularan serta penatalaksanaan
di tingkat rujukan.
i. Pasien disarankan untuk tidak melakukan
hubungan seksual selama penyakit belum
tuntas diobati.
7. Hal-hal yang perlu
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

239
SOP TATALAKSANA KASUS
LIPOMA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/BEDAH
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Lipoma adalah benjolan lemak yang tumbuh secara lambat diantara
kulit dan lapisan otot. Benjolan tanpa disertai nyeri dan biasanya
asimtomatik kecuali jika tumbuh menekan saraf atau di leher. Massa
bergerak di bawah kulit, bulat, yang memiliki karakteristik lembut,
terlihat pucat. Ukuran diameter kurang dari 6 cm, pertumbuhan
sangat lama.
2. Tujuan - Mengobati penyakit atau memberikan rujukan
- Mencegah terjadinya komplikasi
a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.01 / Pusk / 2016

b. 4. Referensi - Permenkes No. 05 Tahun 2014


c. 5. Alat dan Bahan a. Lup
b. Mess
c. Kasa steril
d. Doek steril
e. Hecting set
f. Plester
54. 6. Langkah- Langkah BaganAlir
6.1 Anamnesa Pasien
a. Apakah ada benjolan di bawah kulit Anamnesa
berbentuk bulat, lembek, dapat digerakan
dan membesar dalam waktu lama? pasien
b. Dimanakah letak, ukuran brapa,jumlsh
benjolan brapa?

6.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan klinis,


a. Melakukan informed consent tentang vital sign dan lup
tindakan yang akan dilakukan.
b. Cuci tangan
c. Melakukan pemeriksaan vital sign. KU Penegakan Diagnosa
tampak sihat atau sakit ringan-sedang.
d. Melakukan pemeriksaan dengan lup.
Benjolan teraba empuk, bergerak jika
ditekan.
Terapi, Konseling dan Edukasi
6.3 Tatalaksana Kasus Atau Rujukan
a. Biasanya lipoma tidak perlu tindakan
apapun.
b. Eksisi lipoma dengan indikasi kosmetika

240
tanpa keluhan lain. Terapi pasca eksisi:
antibiotik, anti nyeri.
c. Terapi simptomatik: anti nyeri.
d. Rujuk apabila ukuran massa > 6 cm dengan
pertumbuhan cepat, ada gejala nyeri
spontan atau tekan, predileksi beresiko
bersentuhan dengan pembuluh darah atau
saraf.
7. Hal-hal yang perlu Prognosis umumnya bonam, namun tergantung dari letak dan
diperhatikan ukuran lipoma, serta ada atau tidaknya komplikasi.
8. Unit terkait - Loket
- Poli Umum ( BP )
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Leaflet
3. Dokumen/ rekam medik

241
SOP TATALAKSANA KASUS
PITIRIASIS VESIKOLOR
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
2. Pengertian Infeksi pada superfisial kulit dan berlangsung kronis yang
disebabkan oleh jamur malassezia furfur

3. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

a. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
b. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
c. 5. Alat dan Bahan 8. Lup
9. KOH 10-20%
10. Mikroskop
11. Obyek Glass
55. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal pada area tertentu
Anamnesa
di tubuhnya terutama saat berkeringat?
o Apakah terdapat bercak-bercak putih pada pasien
tubuh?
o Apakah pasien sering berkeringat atau biasa di
tempat lembab?
Pemeriksaan fisik
6.2 Pemeriksaan Fisik dan gambaran lesi
Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Mengarahkan pasien untuk tidur di tempat
tidur pasien dan memperlihatkan bagian tubuh
yang gatal pada pemeriksa biasanya di atas Pemeriksaan
dada, leher, ketiak, lipah paha, muka. penunjang
Memeriksa lesi di tubuh pasien dengan
menggunakan senter lihat warna lesi
hipopigmentasi, berbatas tegas, tampak
skuama tipis seperti sisik
(finger nail sign) Penegakan Diagnosis
6.3 Pemeriksaan Penunjang
Lakukan kerokan pada bagian dalam salah
satu lesi di tubuh pasien lalu letakan hasil
kerokan di atas obyek glass, lalu teteskan
KOH 10-20% setelah itu letakan obyek glass

242
dibawah mikroskop. Hasil positif jika melihat
adanya hifa pendek dan spora bulat Konseling dan
bergerombol edukasi

6.4 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis, gambaran
klinis dan lokalisasinya

6.5 Tatalaksana Kasus


Tatalaksana
Non Medikamentosa
Edukasi untuk menjaga kebersihan kulit dan Medikamentosa
lingkungan, memakai pakaian dari bahan
katun dan rajin mengganti pakaian, mandi
secara teratur dan menjaga kulit tetap kering.

Medikamentosa
1. Pengobatan Topikal
suspense sselenium sulfide 1,8% dalam
bentuk shampoo digunakan 2-3kali
seminggu. obat digosokan pada lesi dan
didiamkan 15-30 menit sebelum mandi.
Deivat azol topical antara lain
mikonazol dan klotrimazol
2. Pengobatan Sistemik
Diberikan apabila penyakit terdapat pada
daerah luas atau topical tidak berhasil.
ketokonazol per oral dosis 1x200mg
sehari selama 10 hari
itrakonazol per oral dosis 1x200mg
sehari selama 5-7 hari (pada kasus
tidak sembuh dengan terapi lainya)

7. Hal-hal yang perlu Luas lesi, edukasi


diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

243
SOP TATALAKSANA KASUS
KANDIDIASIS MUKOKUTAN RINGAN
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Sekelompok gangguan heterogen yang ditandai oleh infeksi
superfisial pada jaringan mukokutan yang dissebabkan oleh candida
albicans

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

d. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
e. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
f. 5. Alat dan Bahan 1. Lup
2. KOH 10-20%
3. Mikroskop
4. Obyek Glass
56. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal pada area tertentu
Anamnesa
di tubuhnya?
o Apakah terdapat lesi merah pada tubuh? pasien

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan Pemeriksaan fisik
Mengarahkan pasien untuk tidur di tempat dan gambaran lesi
tidur pasien dan memperlihatkan bagian tubuh
yang gatal pada pemeriksa biasanya di atas
dada, leher, ketiak, lipat paha, muka.
Memeriksa lesi di tubuh pasien dengan Pemeriksaan
menggunakan senter lihat warna lesi eritema penunjang
berwarna merah, basah, terdapat papul atau
pustule pada daerah sekitar lesi (lesi satelit)

6.3 Pemeriksaan Penunjang


Lakukan kerokan pada bagian dalam salah Penegakan Diagnosis
satu lesi di tubuh pasien lalu letakan hasil
kerokan di atas obyek glass, lalu teteskan
KOH 10-20% setelah itu letakan obyek glass
dibawah mikroskop. Hasil positif jika melihat
adanya pseudohifa atau gambaran sel ragi.

244
6.4 Penegakan Diagnosis
Ditegakan berdasarkan gambaran klinis dan Konseling dan
tes KOH
edukasi
6.5 Tatalaksana Kasus
Non Medikamentosa
Edukasi untuk menjaga kebersihan kulit dan
lingkungan, memakai pakaian dari bahan
katun dan rajin mengganti pakaian, mandi
secara teratur dan menjaga kulit tetap kering. Tatalaksana
Medikamentosa
Medikamentosa
1. Pengobatan Topikal
nistatin cream
gentian violet
amfoterisin B
mikonazol atau klitrimazol cream
7. Hal-hal yang perlu Luas lesi, derajat lesi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

245
SOP TATALAKSANA KASUS
CUTANEUS LARVA MIGRAN
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Kelainan kulit berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok-
kelok yang disebabkan oleh invasi larva cacing tambang dimana
penularan melalui kontak langsung dengan larva dan bersifat
progresif.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

g. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
h. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
i. 5. Alat dan Bahan 1. Lup
57. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal dan panas pada
Anamnesa
area tertentu di tubuhnya?
o Apakah terdapat papul atau lesi berbentuk pasien
menjalar pada salah satu tubuh?
o Apakah ada riwayat kontak dengan
tanah/pasir tanpa alas kaki?
Pemeriksaan fisik
6.2 Pemeriksaan Fisik dan gambaran lesi
Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Mengarahkan pasien untuk tidur di tempat
tidur pasien dan memperlihatkan bagian tubuh
yang gatal pada pemeriksa biasanya di daerah
telapak kaki, bokong, genital dan tangan. Penegakan Diagnosis
Memeriksa lesi di tubuh pasien dengan
menggunakan lup lihat lesi awal berupa papul
eritema atau berkelok-kelok menyerupai
benang.

6.3 Penegakan Diagnosis Konseling dan


Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
edukasi
gambaran klinis

6.4 Tatalaksana Kasus


Non Medikamentosa
Edukasi untuk menjaga kebersihan kulit dan

246
lingkungan, selalu memakai alas kaki dan
sarung tangan jika kontak dengan tanah atau
pasir Tatalaksana
Medikamentosa
Medikamentosa
1. Tiabendazol 50mg/kgBB/hari diberikan 2
kali sehari selama 2 hari atau Albendazol
400mg sekali sehari selama 3 hari
2. Rujuk pasien apabila dalam 8 minggu tidak
membaik dengan terapi.

7. Hal-hal yang perlu Luas lesi, infeksi sekunder


diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

247
SOP TATALAKSANA KASUS
FILARIASIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Disebut juga penyakit kaki gajah adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh nyamuk, bersifat
kronis dan menimbulkan cacat menetap.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

j. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
k. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
l. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

58. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah ada demam berulang selama 3-5 hari?
Anamnesa
o Apakah terdapat pembengkakan kelenjar
getah bening di daerah lipatan paha, ketiak pasien
yang nyeri?
o Jika ada pembengkakan kelenjar getah bening,
apakah mengeluarkan cairan berupa pus atau
darah? Pemeriksaan
o apakah ada pembengkakan tungkai, lengan, fisik
buah dada, kantong zakar yang disertai nyeri?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan Penegakan Diagnosis
yang akan dilakukan
Mengarahkan pasien untuk tidur di tempat
tidur pasien dan ditemukan adanya
limfadenitis.
Pada pemeriksaan genital dapat ditemukan
adanya hidrokel atau limfedema vulva atau Konseling dan
orkitis. edukasi
Pada pemeriksaan ekstremitas limfedema dan
elefantiasis terutama di tungkai bawah

6.3 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis, gambaran
klinis dan pemeriksaan penunjang
mikrofilaria.

248
6.4 Tatalaksana Kasus
Melakukan rujukan ke tingkat kesehatan yang Rujukan kasus
lebih tinggi untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang mikrofilaria dan penatalaksanaan
lebih lanjut.

7. Hal-hal yang perlu Stadium penyakit


diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

249
SOP TATALAKSANA KASUS
PEDIKULOSIS KAPITIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Infeksi dan infestasi kulit kepala dan rmabut manusia yang
disebabkan oleh kutu kepala Pediculus humanus var capitis.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

m. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
n. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
o. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

59. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal di kepala?
Anamnesa
o Apakah pasien jarang keramas atau tidak
menjaga kebersihan kepala dan rambut? pasien

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan Pemeriksaan fisik
Menemukan lesi bekas garukan dalam bentuk
erosi atau ekskoriasi di kulit kepala.
Menemukan tanda infeksi sekunder akibat
garukan berupa pus atau krusta

6.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan


Dengan lup ditemukan kutu atau telur kutu penunjang
yang hidup pada kulit kepala dan rambut

6.4 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan menemukan kutu atau Penegakan Diagnosis
telur kutu di kulit kepala

6.5 Tatalaksana Kasus


Non Medikamentosa
Edukasi untuk memotong rambut sependek
mungkin, kemudian disisir dengan sisir serit Konseling dan edukasi
dan menjaga kebersihan kulit kepala.
Hindari kontak dengan penderita pedikulosis

250
kapitis lain.

Medikamentosa
1. Pengobatan Topikal
Jangan diberikan pada anak usia < 2 tahun Tatalaksana
Malathion 0,5% atau 1% dalam bentuk Medikamentosa
losio, dibiarkan 1 malam, atau
Permetrin 1% dalam bentuk cream rinse
dibiarkan 2 jam, atau
Gameksan 1% dibiarkan 12 jam
7. Hal-hal yang perlu Tanda infeksi sekunder
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

251
SOP TATALAKSANA KASUS
PEDIKULOSIS PUBIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Infeksi dan infestasi kulit pada daerah kelamin dan rambut kelamin
manusia yang disebabkan oleh kutu Pediculus humanus.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

p. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
q. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
r. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

60. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal di daerah Anamnesa
kelamin?
o Apakah pasien jarang atau tidak menjaga pasien
kebersihan daerah kelamin?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan Pemeriksaan fisik
yang akan dilakukan
Menemukan lesi bekas garukan dalam bentuk
erosi atau ekskoriasi di kulit kelamin.
Menemukan tanda infeksi sekunder akibat
garukan berupa pus atau krusta
Pemeriksaan
6.3 Pemeriksaan Penunjang penunjang
Dengan lup ditemukan kutu atau telur kutu
yang hidup pada kulit kelamin dan rambut
kelamin

6.4 Penegakan Diagnosis Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan menemukan kutu atau
telur kutu

6.5 Tatalaksana Kasus


Non Medikamentosa Konseling dan
Edukasi untuk menghilangkan rambut edukasi
kelamin dan menjaga kebersihan daerah sekita
kelamin dan rambut kelamin

252
Medikamentosa
1. Pengobatan Topikal
Jangan diberikan pada anak usia < 2 tahun
Malathion 0,5% atau 1% dalam bentuk Tatalaksana
losio, dibiarkan 1 malam, Medikamentosa
atau
Permetrin 1% dalam bentuk cream rinse
dibiarkan 2 jam
atau
Gameksan 1% dibiarkan 12 jam
7. Hal-hal yang perlu Tanda infeksi sekunder
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

253
SOP TATALAKSANA KASUS
SKABIES
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Penyakit kulit yang disebabkan infestasi dan sensitisasi kulit oleh
tungau Sarcoptes scabiei dan produknya.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

s. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
t. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
u. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

61. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal saat malam hari Anamnesa
atau saat berkeringat?
o Apakah terdapat bintik-bintik di sela-sela jari, pasien
pergelangan tangan dan kaki, aksila,
umbilikus, areola mammae dan genital
pasien?
o Apakah ada anggota keluarga atau orang yang Pemeriksaan fisik
tinggal dekat dengan pasien mengalami
keluhan yang sama?
o Apakah pasien kurang menjaga kebersihan
diri?

6.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan


Melakukan informed consent tentang tindakan penunjang
yang akan dilakukan
Menemukan lesi berupa terowongan berwarna
putih atau abu-abu diujungnya terdapat
vesikel, pustule dan ekskoriasi.
Penegakan Diagnosis
6.3 Pemeriksaan Penunjang
Lakukan kerokan pada terowongan, lalu lihat
dengan lup dan ditemukan tungau

6.4 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan 4 tanda cardinal Konseling dan edukasi
(minimal 2 dari 4 tanda) :
1. Pruritus nokturia
2. Menyerang manusia berkelompok

254
3.Ada gambaran polimorfik di daerah
predileksi
4. Ditemukan tungau

6.5 Tatalaksana Kasus


Non Medikamentosa Tatalaksana
1.Melakukan hiegine diri sendiri dan Medikamentosa
lingkungan dengan tidak menggunakan
pakaian berganti-ganti dan hindari kontak
dengan pasien scabies lain
2.Pengobatan yang diberikan dilakukan
serentak oleh seluruh kelompok orang yang
dekat dengan pasien.
Medikamentosa
1. Pengobatan Topikal
Jangan diberikan pada anak usia < 2 tahun
Salep 2-4 dioleskan di seluruh tubuh
selama 3 hari berturut-turut dipakai
setiap habis mandi
permetrin 5% di seuruh tubuh didiamkan
selama 10 jam lalu di bilas

7. Hal-hal yang perlu Tanda infeksi sekunder


diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

255
SOP TATALAKSANA KASUS
REAKSI GIGITAN SERANGGA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan
terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga yang dapat
menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

v. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
w. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
x. 5. Alat dan Bahan 1. Lup
2. Tabung dan masker oksigen
3. Infus set

62. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal atau nyeri pada
Anamnesa
daerah tubuh?
o Apakah ada kemerahan atau bengkak pada pasien
daerah tubuh?
o Apakah ada gejala sistemik seperti bengkak
seluruh tubuh, demam, muntah atau sesak?
o Apakah ada riwayat digigit oleh serangga? Pemeriksaan fisik
o Apakah ada riwayat alergi pada pasien atau
keluarga?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Penegakan Diagnosis
Menemukan lesi berupa papul atau urtika
yang timbul di tempat gigitan dikelilingi
eritema dimana bagian tengahnya terdapat
punctum gigitan, dapat dikelilingi ekskoriasi
akibat garukan.
dapat ditemukan gejala sistemik seperati
takipneu, wheezing,bronkospasme, hipotensi Konseling dan edukasi
atau eritema generalisata dengan angioedema.
6.3 Penegakan Diagnosis
Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik

256
6.4 Tatalaksana Kasus
Tatalaksana
Non Medikamentosa
1.Mencuci daerah gigitan dengan air dan Medikamentosa
sabun dan kompres es
2.Menggunakan pakaian yang menutupi tubuh
agar terhindar dari serangga.

Medikamentosa
1. Pada kondisi stabil
Antihistamin sistemik :
Chlorpheniramine Maleat 3x4 mg
selama 7 hari atau Loratadine 1x10 mg
selama 7 hari
Kortikosteroid topical potensi ssedang
kuat krim betametason valerat 0,5%
diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.
2. Pada kondisi ada gangguan sistemik
pasang IV line dengan cairan normal
saline
pasang masker oksigen
rujuk ke tingkat kesehatan lebih tinggi

7. Hal-hal yang perlu Tipe reaksi, keluhan sistemik, tanda syok anafilatik
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

257
SOP TATALAKSANA KASUS
DERMATITIS KONTAK IRITAN
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Reaksi peradangan kulit non-imunologik yang tarjadi secara
langsung tanpa didahului oleh proses sensitisasi.
Disebabkan oleh bahan yang bersifat iritan.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

y. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
z. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
aa. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

63. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal pada daerah
Anamnesa
tertentu di tubuh?
o Apakah terdapat bercak kemerahan pada pasien
daerah tertentu tubuh pasien?
o Apakah ada riwayat kontak dengan bahan
iritan apda waktu tertentu?
o Apakah pekerjaan pasien? Pemeriksaan fisik
o Apakah ada riwayat atopi pada pasien atau
keluarganya?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Penegakan Diagnosis
Menemukan lesi yangs sesuai dengan
penyebab atau faktor tertentu :
- Bahan iritan kuat seperti asam sulfat
atau bahan kimia akan ditemukan lesi
berupa eritema, edema, bula, berbatas
tegas dan umumnya asimetris
- Bahan iritan yang menyebabkan DKI Konseling dan edukasi
tipe lambat seperti aetilen oksida,
podofilin, asam hidofluorat atau bulu
serangga akan ditemukan lesi setelah
8-24 jam kontak berupa eritema,
vesikel bahkan sampai nekrosis.
- Bahan yang menyebabkan lesi setelah

258
kontak berulang dengan tubuh seperti
deterjen, sabun, besi pada jam atau
akesoris lain akan ditemukan lesi Tatalaksana
polimorfik eritema, vesikel dengan Medikamentosa
fisur atau skuama tanpa eritema.

6.3 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik

6.4 Tatalaksana Kasus


Non Medikamentosa
1. Konseling untuk menghindari bahan iritan
2. Edukasi menggunakan alat pelindung diri
seperti sarung tangan dan sepatu boot dan
memodifikasi lingkungan tempat bekerja.

Medikamentosa
1. Topikal
Pelembab krim hidrofilik urea 10%
dilakukan 2 kali sehari
Kortikosteroid Desonid krim 0.05%
(catatan: bila tidak tersedia dapat
digunakan fluosinolon asetonid krim
0.025%), golongan betametason valerat
krim 0.1%) diberikan 2 kali sehari
Pada kasus infeksi sekunder, perlu
dipertimbangkan pemberian antibiotik
topikal.
2. Oral sistemik
Antihistamin Loratadine 1x10 mg/hari
selama maksimal 2 minggu.

7. Hal-hal yang perlu Klasifikasi dermatitis kontak iritan, tanda infeksi sekunder
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

259
SOP TATALAKSANA KASUS
NAPKIN ECZEMA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Disebut juga dermatitik popok atau diaper rash.
Dermatitis di daerah genito krural sesuai dengan tempat kontak
popok.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

bb. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
cc. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
dd. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

64. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien biasa menggunakan popok?
Anamnesa
o Apakah pasien merasa gatal pada bagian
tubuh yang kontak dengan popok? pasien
o Apakah ada riwayat atopi pada pasien atau
keluarganya?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang Pemeriksaan fisik
tindakan yang akan dilakukan
Menemukan lesi berupa makula eritematosa
berbatas tegas (mengikuti bentuk popok),
tampak papul, vesikel, erosi, ekskoriasi dan
tampak lesi satelit jika sudah terinfeksi
Penegakan Diagnosis
jamur.

6.3 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik

6.4 Tatalaksana Kasus Konseling dan edukasi


Non Medikamentosa
1. Memberitahu keluarga mengenai penyebab
dan menjaga higiene
2. Mengajarkan cara penggunaan popok dan
mengganti secepatnya bila popok basah

260
3. Mengganti popok sekali pakai bila
kapasitas telah penuh Tatalaksana
Medikamentosa
Medikamentosa
1. Bila ringan: krim/ salep kortikosteroid
potensi lemah (salep hidrokortison 1-
2.5%) dipakai 2 kali sehari selama 3-7
hari.
2. Bila terinfeksi kandida: berikan antifungal
nistatin sistemik 1 kali sehari selama 7
hari atau derivat azol topikal dikombinasi
dengan zinc oxide diberikan 2 kali sehari
selama 7 hari.
7. Hal-hal yang perlu Tanda infeksi sekunder
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

261
SOP TATALAKSANA KASUS
DERMATITIS NUMULARIS
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin), berbatas tegas biasanya
mudah pecah sehingga lesinya basah.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

ee. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
ff. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
gg. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

65. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien ada keluhan gatal yang hilang
Anamnesa
timbul?
o Apakah ada riwayat atopi pada pasien atau pasien
keluarganya?
o Apakah ada faktor resiko seperti stress,
konsumsi alkohol, lingkungan lembab atau
infeksi kulit sebelumnya? Pemeriksaan fisik
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Menyarankan pasien untuk posisi berbaring
dan menunjukan lokasi tubuh yang
Penegakan Diagnosis
dikeluhkan. Ditemukan lesi berupa vesikel
dan papulo vesikel (0.3 1.0 cm), berbentuk
uang logam, eritematosa, sedikit edema, dan
berbatas tegas. Jumlah lesi dapat satu, dapat
pula banyak dan tersebar, bilateral, atau
simetris, dengan ukuran yang bervariasi.
Biasanya ditemukan terutama di tungkai Konseling dan edukasi
bawah, badan, lengan, termasuk punggung
tangan.

6.3 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis dan Tatalaksana
pemeriksaan fisik Medikamentosa

262
6.4 Tatalaksana Kasus
Non Medikamentosa
1. Edukasi bahwa kelainan bersifat kronis
dan berulang, sehingga penting untuk
pemberian obat topikal rumatan
2. Menjaga terjadinya infeksi sebagai faktor
risiko terjadinya relaps
Medikamentosa
1. Topikal (2x sehari)
Kompres terbuka dengan larutan PK
(Permanganas Kalikus) 1/10.000,
menggunakan 3 lapis kasa bersih, selama
masing-masing 15-20 menit/kali
Kortikosteroid topikal: Desonid krim
0.05% atau golongan betametason valerat
krim 0.1% diberikan 2 kali sehari
Pada kasus infeksi sekunder, perlu
dipertimbangkan pemberian antibiotik
topikal atau sistemik bila lesi meluas.
2. Oral sistemik
Antihistamin yaitu Loratadine 1x10 mg/
hari selama maksimal 2 minggu.
3. Jika ada infeksi bakterial, diberikan
antibiotik topikal atau sistemik bila lesi
luas.

7. Hal-hal yang perlu Tanda infeki sekunder


diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

263
SOP TATALAKSANA KASUS
PITIRIASIS ROSEA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Kelainan kulit yang dimulai dengan sebuah lesi inisial kemuadian
disusul lesi-lesi lebih kecil lainya.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

hh. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
ii. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
jj. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

66. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien ada keluhan gatal di tubuh? Anamnesa
o Apakah pasien mengeluh terdapat bercak-
bercak merah di tubuh? pasien

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan Pemeriksaan fisik
Menemukan lesi eritema dengan skuama
halus dimana satu berukuran besar (herald
patch) dan disekitarnya terdapat lesi yang
lebih kecil di tempat predileksi pada badan,
lengan atas dan paha atas.
Penegakan Diagnosis
6.3 Penegakan Diagnosis
Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik

6.4 Tatalaksana Kasus Konseling dan edukasi


Non Medikamentosa
1.Informasikan pasien bahwa penyakit ini
adalah self limiting disease
Medikamentosa
1. Topikal
Antipruritus seperti bedak salisilat 1-2% Tatalaksana
atau mentol 0,25-0,5% diberikan 2 kali Medikamentosa
sehari

264
7. Hal-hal yang perlu Tanda infeksi sekunder
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

265
SOP TATALAKSANA KASUS
DERMATITIS SEBOROIK
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman :

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dimana tempat
predileksinya di tempat-tempat kelenjar sebum

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

kk. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
ll. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
mm. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

67. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah ada rasa gatal di kepala atau bgaian Anamnesa
tubuh tertentu?
o Apakah ada bercak-bercak merah yang berbau pasien
tidak sedap?
o Apakah ada faktor resiko seperti stress,
kelelahan,infeksi atau riwayat penyakit
defisiensi imun? Pemeriksaan fisik

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Menemukan lesi berupa papul sampai plak
eritema dengan skuama beminyak kekuningan
Penegakan Diagnosis
berbatas tidak tegas di kulit kepala, kelopak
mata, alis mata, umbilikus atau daerah
anogenital
Terdapat lesi yang ditutupi krusta dan berbau
(cradle cap)
Konseling dan edukasi
6.3 Penegakan Diagnosis
Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik

6.4 Tatalaksana Kasus Tatalaksana


Non Medikamentosa Medikamentosa
1.Memberitahukan pada orang tua untuk
menjaga kebersihan bayi dan rajin emrawat

266
kulit kepala bayi
2.Kelainan ini umumnya muncul pada bulan
pertama kehidupdan dan membaik seiring
pertambahan usia

Medikamentosa
1. Topikal
Bayi:
a. Pada lesi di kulit kepala bayi diberikan
asam salisilat 3% dalam minyak kelapa
atau kompres minyak kelapa hangat
1x/hari selama beberapa hari.
b. Dilanjutkan dengan krim hidrokortison
1% atau lotion selama beberapa hari.
c. Selama pengobatan, rambut tetap dicuci.
Dewasa:
a. Pada lesi di kulit kepala dapat diberikan
shampo selenium sulfida 1.8 (Selsun-R)
atau ketokonazol 2% shampoo dengan
frekuensi 2-3 kali seminggu selama 5-15
menit per hari.
b. Pada lesi di daerah badan diberikan
kortikosteroid topikal betametason
valerat krim 0.1% diberikan 2 kali sehari
c. Pada kasus dengan infeksi jamur perlu
dipertimbangkan pemberian krim
ketokonazol 2% topikal.
2. Oral sistemik
Antihistamin Loratadine 1x10 mg/ hari
selama maksimal 2 minggu.

7. Hal-hal yang perlu Tanda infeksi sekunder


diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

267
SOP TATALAKSANA KASUS
DERMATITIS ATOPI
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/3

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Peradangan kulit kronik dan residif yang sering terjadi pada bayi dan
anak disertai gatal dan berhubungan dengan riwayat atopi pada
keluarga.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

nn. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
oo. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
pp. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

68. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah ada keluhan rasa gatal di tubuh
Anamnesa
pasien?
o Apakah terdapat ruam-ruam berwarna merah pasien
di daerah wajah, lengan atau kaki pasien?
o Apakah ada riwayat atopi pada pasisen atau
keluarganya?
Pemeriksaan fisik
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Menemukan kulit pasien yang teraba kering,
pucat, terdapat lesi polimorfik terdiri dari
Pemeriksaan
eritema, papul, likenifikasi, erosi, ekskoriasi
penunjang
dan krusta.
Temukan tanda-tanda infeksi sekunder

6.3 Pemeriksaan Penunjang


Bila memungkinkan dapat dilakukan Penegakan Diagnosis
pemeriksaan IgE serum

6.4 Penegakan Diagnosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan Pemeriksaan Fisik harus terdiri dari 3 Konseling dan edukasi
kriteria mayor dan 3 kriteria minor dari
kriteria Williams (1994) di bawah ini :

268
Kriteria Mayor:
a. Pruritus
b. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi
dan anak
c. Dermatitis di fleksura pada dewasa Tatalaksana
d. Dermatitis kronis atau berulang Medikamentosa
e. Terdapat riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya
Kriteria minor:
a. Xerosis.
b. Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus atau
virus herpes simpleks).
c. Iktiosis / hiperliniar palmaris atau keratosis
piliaris.
d. Pitriasis alba.
e. Dermatitis di papilla mamae.
f. White dermogrhapism dan delayed blanch
response.
g. Kelilitis.
h. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan

Pada bayi, kriteria Diagnosis dimodifikasi


menjadi 3 kriteria mayor berupa:
a. Riwayat atopi pada keluarga.
b. Dermatitis pada muka dan ekstensor.
c. Pruritus.
ditambah 3 kriteria minor berupa:
a. Xerosis atau iktiosis/hiperliniaris palmaris,
aksentuasi perifolikular.
b. Fisura di belakang telinga.
c. Skuama di scalp kronis

6.5 Tatalaksana Kasus


Non Medikamentosa
1.Memberitahukan pada orang tua bahwa
penyakit ini bersifat berulang
2.Menjaga kebersihan, gunakan pakaian tipis
dan menyerap keringat
3. Hindari faktor pencetus

Medikamentosa
1. Topikal
Bila lesi akrif kompres dnegan larutan Nacl
0,9% 2-3 kali sehari selama 1 -2 jam
Kortikosteroid krim potensi sedang
hidrokortison 1-2,5% atau betametason
0,1% diberikan 1-2 kakli sehari
Oleskan pelembab atau emolien setiap

269
habis mandi
2. Oral sistemik
Antihistamin Chlorpheniramine maleat 3
kali sehari selama 2 minggu atau Loratadin
1x10 mg selama 2 minggu.

7. Hal-hal yang perlu Riwayat atopi, Derajat luas lesi, Tanda infeksi sekunder
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

270
SOP TATALAKSANA KASUS
AKNE VULGARIS RINGAN
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Peradangan kronis folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya
komedo, papull atau pustule di daerah predileksi seperti wajah, bahu,
dada dan punggung

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

qq. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
rr. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
ss. 5. Alat dan Bahan 1. Lup
2. Komedo ekstraktor
69. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah terdapat benjolan-bbenjolan kecil
Anamnesa
pada bagian tubuh pasien?
o Dibagian tubuh manakah lesi muncul? pasien
o Apakah ada keluhan gatal atau nyeri apda lesi
tersebut?
o Apakah ada faktor resiko sseperti stress atau
penggunaaan kosmetik? Pemeriksaan fisik

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Menemukan lesi berupa komedo, papul,
Pemeriksaan
pustule, nodul atau kista dimana isi dari
komedo adalah sebum yang kental atau padat penunjang
sedangkan isi kista adalah pus atau darah.
Tempat predileksi ditemukan lesi adalah
wajah, bahu, punggung atas, leher, dada dan
lengan atas.
Penegakan Diagnosis
6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ekskokleasi sebum yaitu
mengeluarkan sumbatan sebum dengan
komedo ekstraktor maka akan didapatkan
massa lunak seperti nasi uang ujungnya Konseling dan edukasi
berwarna hitam.

271
6.4 Penegakan Diagnosis
Ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Tatalaksana
6.4 Tatalaksana Kasus Medikamentosa
Non Medikamentosa
1.Memberitahukan pasien penyebab penyakit
2.Menghentikan sementara kosemtik yang
digunakan
3.Menjaga kebersihan kulit dan tidak
menyentuh lesi dengan tangan yang kotor
karena dapat menimbulkan infeksi sekunder

Medikamentosa
1. Topikal
Bahan-bahan iritasi (asam salisilat 3-5%,
asam vitamin A 0,05%)
Krim anti bakteri (tetrasiklin 1%,
eritromisin 1%, klindamisin 1%)
2. Oral sistemik
Antibakteri (tetrasiklin 3x250 mg perhari,
kotrimoksazol 2gr perhari, klindamisin
4x150 mg perhari)
Retinoid 1-2 mg/kgBB perhari
Vitamin A 3x150000IU perhari
7. Hal-hal yang perlu Tanda infeksi sekunder
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

272
SOP TATALAKSANA KASUS
URTIKARIA AKUT
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Reaksi vaskular pada kulit akibat bermacam-macam sebab. Ditandai
oleh edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di
permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

tt. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
uu. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
vv. 5. Alat dan Bahan 1. Lup
2. Es batu
3. Air hangat
4. Obat Emergency
6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal dan bentol pada Anamnesa
daerah tertentu di tubuh?
pasien
o Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan
tertentu?
o Apakah ada keluhan sistemik seperti demam,
sesak atau angioedema?
o Apakah ada riwayat atopi atau alegi pada Pemeriksaan fisik
pasien atau keluarganya?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Menemukan lesi berupa patch eritema Pemeriksaan
berbatas tegas, bagian tengah tampak pucat penunjang
disertai edema linier dan tanda bekas garukan.
Menemukan tanda angioedema dan obstruksi
pernapasan

6.3 Pemeriksaan Penunjang


Uji gores untuk melihaat dermografisme Penegakan Diagnosis
tes fisik dingin dengan es batu panas dengan
air hangat

273
6.4 Penegakan Diagnosis
Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik

6.5 Tatalaksana Kasus


Konseling dan edukasi
Non Medikamentosa
1. Pasien menghindari penyebab yang dapat
menimbulkan urtikaria, seperti:
Kondisi yang terlalu panas, stres, alkohol,
dan agen fisik.
Penggunaan antibiotik penisilin, aspirin,
NSAID, dan ACE inhibitor.
Agen lain yang diperkirakan dapat Tatalaksana
menyebabkan urtikaria Medikamentosa
Medikamentosa
1. Oral sistemik
Antihistamin misalnya Loratadin 10
mg/hari pemakaian 1 x sehari selama 1
minggu.
Bila tidak berhasil dikombinasi dengan
Hidroksizin 3 x 25 mg atau
diphenhydramine 4 x 25-50 mg / hari
selama 1 minggu.
Apabila terjadi angioedema atau
urtikaria generalisata diberikan
Prednison oral 3x60 mg selama 3 hari
dan dosis diturunkan 5-10 mg/hari.
Bila disertai obstruksi saluran napas, berikan
epinefrin subkutan yang dilanjutkan dengan
Prednison 60-80 mg/hari selama 3 hari, dosis
diturunkan 5-10 mg/hari.

7. Hal-hal yang perlu Klasifikasi dermatitis kontak iritan, tanda infeksi sekunder
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

274
SOP TATALAKSANA KASUS
MILIARIA
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Kelainan kulit akibat retensi ekringat yang ditandai oleh adanya
vesikel milier. Biasanya disebut biang keringat.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

ww. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
xx. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
yy. 5. Alat dan Bahan 1. Lup
70. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal pada area tertentu
Anamnesa
di tubuhnya?
o Apakah terdapat bintik-bintik kecil di tubuh? pasien
o Apakah ada riwayat sering berkeringat?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan Pemeriksaan fisik
yang akan dilakukan dan gambaran lesi
Mengarahkan pasien untuk tidur di tempat
tidur pasien dan memperlihatkan bagian tubuh
yang gatal pada pemeriksaakan ditemukan
vesikel miliar dengan atau tanpa tanda
inflamasi atau dapat berupa papul putih keras Penegakan Diagnosis
yang disertai pustul.
Tempat predileksi di bagian tubuh yang selalu
tertutup.

6.3 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis dan Konseling dan
gambaran klinis edukasi

6.4 Tatalaksana Kasus


Non Medikamentosa
Edukasi untuk memakai pakaian yang tipis
dan dapat menyerap keringat, menghindari
panas dan kelembaban yang berlebihan,
menjaga kebersihan kulit dan mengusahakan

275
ventilasi yang baik

Medikamentosa
1. Topikal
Bedak salisil 2% dibubuhi mentol -2 % Tatalaksana
sekaligus diberikan 2 kali sehari selama 1 Medikamentosa
minggu
2. Sistemik
Antihistamin sedatif Chlorpheniramine
maleat 3 x 4 mg per hari selama 7 hari atau
antihistamin non sedatif loratadin 1x 10 mg
per hari selama 7 hari.
7. Hal-hal yang perlu Tipe miliaria
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

276
SOP TATALAKSANA KASUS
EXANTHEMATOUS DRUG ERUPTION
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Salah satu bentuk reaksi alergi ringan pada kulit yang terjadi akibat
pemberian obat yang sifatnya sistemik.
Bentuk reaksi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

zz. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
aaa. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
bbb. 5. Alat dan Bahan 1. Lup
71. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien merasa gatal pada kulit?
Anamnesa
o Apakah terdapat kemerahan serta bintik kecil
di kulit? pasien
o Apakah ada riwayat mengkonsumsi obat
beberapa hari terakhir?
o Apakah ada riwayat atopi pada pasien atau
keluarga pasien? Pemeriksaan fisik
o Apakah ada riwayat alergi obat sebelumnya? dan gambaran lesi

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Mengarahkan pasien untuk tidur di tempat Penegakan Diagnosis
tidur pasien dan memperlihatkan bagian tubuh
yang gatal pada pemeriksaakan ditemukan
eupsi makulopapular dan kelainan simetris
Tempat predileksi di tungkai, lipat paha, lipat
ketiak.
Tatalaksana
6.3 Penegakan Diagnosis medikamentosa
Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
gambaran klinis

6.4 Tatalaksana Kasus


Nonmedikamentosa
Menghentikan obat yang terduga menjadi

277
penyebab
Memberitahukan bahwa pasien dan keluarga
harus ingat nama obat yang terduga alergi Konseling dan
edukasi
Medikamentosa
1. Topikal
Bedak salisil 2% dibubuhi mentol 0,5-1 %
sekaligus diberikan 2 kali sehari selama 1
minggu
2. Sistemik
Antihistamin sedatif Chlorpheniramine
maleat 3 x 4 mg per hari selama 7 hari atau
antihistamin non sedatif loratadin 1x 10 mg
per hari selama 7 hari atau cetirizine 2x10
mg perhari selama 7 hari.
Kortikosteroid prednisone tablet 30mg/hari
dibagi dalam 3 kali sehari selama 1
minggu.
7. Hal-hal yang perlu Luas lesi, daerah yang terkena lesi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

278
SOP TATALAKSANA KASUS
FIXED DRUG ERUPTION
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Salah satu bentuk reaksi alergi pada kulit yang terjadi akibat
pemberian obat yang sifatnya sistemik dan bekali-kali di tempat yang
sama. Lesi yang berbeda dengan exanthematous drug eruption.
Bentuk reaksi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe II.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

ccc. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
ddd. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
eee. 5. Alat dan Bahan 1. Lup
2. Kasa steril
3. Nacl 0,9%
72. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien mengeluh kemerahan dan Anamnesa
terasa panas di sekitar mulut atau alat
kelamin? pasien
o Apakah disertai gatal pada kulit?
o Apakah ada riwayat mengkonsumsi obat
beberapa jam atau beberapa hari terakhir?
o Apakah ada riwayat atopi pada pasien atau Pemeriksaan fisik
keluarga pasien? dan gambaran lesi
o Apakah ada riwayat alergi obat sebelumnya?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Mengarahkan pasien untuk tidur di tempat Penegakan Diagnosis
tidur pasien dan memperlihatkan bagian tubuh
yang gatal pada pemeriksaakan ditemukan lesi
khas berupa vesikel, ebrcak eritema, elsi
target yang berbentuk bulat lonjong, kadang-
kadang disertai erosi.
Tempat predileksi di sekitar mulut, bibir, Tatalaksana
penis atau vulva. medikamentosa
6.3 Penegakan Diagnosis
Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
gambaran klinis

279
6.4 Tatalaksana Kasus
Nonmedikamentosa
1. Menghentikan obat yang terduga menjadi
penyebab Konseling dan
2. Memberitahukan bahwa pasien dan edukasi
keluarga nama obat yang terduga alergi
Medikamentosa
1. Topikal
Tergantung dari keadaan lesi, bila terjadi
erosi dilakukan kompres Nacl 0,9% dengan
3 lapis kasa selama 10-15 menit 3 kali
sehari sampai lesi kering.
Kortikosteroid potensi ringan sedang
hidrokortison 2,5% diberikan 2 kali sehari.
2. Sistemik
Antihistamin sedatif Chlorpheniramine
maleat 3 x 4 mg per hari selama 7 hari atau
antihistamin non sedatif loratadin 1x 10 mg
per hari selama 7 hari atau cetirizine 2x10
mg perhari selama 7 hari.
Kortikosteroid prednisone tablet 30mg/hari
dibagi dalam 3 kali sehari selama 1
minggu.
7. Hal-hal yang perlu Luas lesi, daerah yang terkena lesi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

280
SOP TATALAKSANA KASUS
LUKA BAKAR DERAJAT 1 DAN 2
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/3

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Kerusakan kulit yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
Luka bakar derajat 1 kerusakan terbatas pada lapisan epidermis
(superfisial)
Luka bakar derajat 2 kerusakan meliputi epidermis dan sebagian
dermis berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit
- Mencegah terjadinya komplikasi

fff. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
ggg. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
hhh. 5. Alat dan Bahan 1. Lup
2. Tensimeter
3. Stetoskop
4. Kateter urine
5. Ringer laktat
6. Infus set
73. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
Pada luka bakar derajat 1
Anamnesa
o Apakah pasien mengeluh kulit terasa nyeri
dan tampak kemerahan? pasien
o Apakah ada riwayat kontak dengan sumber
panas sebelumnya?

Pada luka bakar derajat 2


o Apakah pasien mengeluh kulit terasa nyeri?
o Apakah pasien mengeluh pada kulit timbul Pemeriksaan fisik dan
bula? menentukan luas luka
o Apakah ada riwayat kontak dengan sumber bakar
panas sebelumnya?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang tindakan
yang akan dilakukan
Mengarahkan pasien untuk tidur di tempat Penegakan Diagnosis
tidur pasien dan memperlihatkan bagian tubuh
yang dikeluhkan.
Melakukan pemeriksaan vital sign pasien

281
Pada luka bakar derajat 1 hanya tampak
eritema dengan perabaan hangat, tidak ada
bula.
Pada luka bakar derajat 2a tampak gelembung
atau bula berisi cairan eksudat, kulit memucat
Resusitasi dan
dengan penekanan.
Tatalaksana
Pada luka bakar derajat 2b permukaan putih,
tampak bula, tidak memucat dengan medikamentosa
penekanan.
Menentukan luas luka bakar dengan rule of
nine
Memasang kateter urine pada pasien untuk
memonitor cairan Konseling dan
edukasi
6.3 Pemeriksaan Penunjang
EKG
AGD dan elektrolit bila diperlukan

6.4 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
gambaran klinis

6.5 Tatalaksana Kasus


Luka bakar derajat 1
Penyembuhan terjai secara spontan tanpa
pengobatan khusus.

Luka bakar derajat 2


Tergantung dari luas luka bakar
Resusitasi cairan dengan formula baxter
Dewasa
Cairan RL 4cc x KgBB x luas luka bakar
cc jumlah cairan diberikan 8 jam pertama dan
sisanya diberikan 16 jam berikutnya.
Anak
Cairan RL : Dextran=17 : 3 2cc x KgBB x
(luas luka bakar + kebutuhan faali)
cc jumlah cairan diberikan 8 jam pertama
dan sisanya diberikan 16 jam berikutnya.
Antibiotik spectrum luas
Monitor urine output pada kateter urine

Konseling dan Edukasi


Informasi bahwa luka bakar derajat 1 akan
sembuh spontan
Tetap menjaga kebersihan diri dan luka bakar
Luka jangan sering terkena air

Rujuk ke tingkat kesehatan lebih tinggi jika


merupakan luka bakar derajat sedang atau berat.

282
7. Hal-hal yang perlu Luas luka bakar, derajat luka bakar, trauma inhalasi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

283
SOP TATALAKSANA KASUS
HIDRADENITIS SUPURATIF
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Peradangan kulit kronis yang berasal dari kelenjar apokrin dan
menimbulkan sikatriks. Biasanya terjadi pada usia pubertas.

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

iii. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
jjj. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
kkk. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

74. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien ada keluhan gatal pada daerah
lipatan tubuh? Anamnesa
o Apakah pasien merasa nyeri pada daerah pasien
lipatan tubuh?
o Apakah ada benjolan kecil yang bertumpuk
pada daerah lipatan tubuh pasien?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Melakukan informed consent tentang Pemeriksaan fisik
tindakan yang akan dilakukan
dan
Menyarankan pasien untuk posisi berbaring
dan menunjukan lokasi tubuh yang gambaran lesi
dikeluhkan. Ditemukan lesi berupa pustule
dan nodul multiple yang bertumpuk tidak
teratur, tampak abses yang pecah dengan
discharge purulen. Jika sudah parah akan
tampak sikatriks fibrosis.
Biasanya ditemukan terutama di lipatan ketiak, Penegakan Diagnosis
lipatan perianal.

6.3 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Konseling
6.4 Tatalaksana Kasus dan edukasi
Kasus akut tanpa komplikasi
Non Medikamentosa

284
1. Edukasi bahwa kelainan bersifat kronis
dan berulang
2. Cuci luka dengan sabun setiap hari
3. Hindari luka dari gesekan pakaian sehari-
hari
Tatalaksana
Medikament
Medikamentosa
osa
1. Topikal
Antibiotik chloramphenicol cream
oleskan 2 kali sehari Rujuk ke tenaga
2. Oral sistemik kesehatan lebih
Eritromisin 250-500mg/hari atau tinggi
tetrasiklin 250-500mg/hari sampai
lesi sembuh
Prednison 70mg per hari selama 2-3
hari lalu tapering off selama 14 hari

Kasus dengan komplikasi dan rekuren


Rujuk ke tenaga kesehatan lebih tinggi untuk
tindakan operatif.
7. Hal-hal yang perlu Tanda infeksi sekunder, Komplikasi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

285
SOP TATALAKSANA KASUS
DERMATITIS PERIORAL
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Peradangan pada kulit yang mengenai daerah perioral dan lipatan
nasolabialis

2. Tujuan - Menyembuhkan penyakit


- Mencegah terjadinya komplikasi

lll. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
mmm. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
nnn. 5. Alat dan Bahan 1. Lup

75. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur


6.1 Anamnesa Pasien
o Apakah pasien ada keluhan ruam kemerahan
disekitar mulut? Anamnesa
o Apakah ruam tersebut menjalar ke daerah pasien
nasolabialis?
o Apakah pada ruam terasa gatal sampai
seperti terbakar?
o Apakah pasien riwayat atau sedang
menggunakan kosmetik tertentu di wajah?
Pemeriksaan fisik dan
6.2 Pemeriksaan Fisik gambaran lesi
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Menyarankan pasien untuk menunjukan
lokasi tubuh yang dikeluhkan. Ditemukan
lesi berupa erupsi eritema berbatas tegas
disertai pustule atau papul. Penegakan Diagnosis
Daerah pedileksia dalah sekitar dagu, mulut
sampai ke nasolabialis dan sekitar hidung.

6.3 Penegakan Diagnosis


Ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan lokasi lesi. Konseling dan edukasi

6.4 Tatalaksana Kasus


Kasus akut tanpa komplikasi
Non Medikamentosa
1. Menghentikan semua kosmetik yang

286
digunakna di sekitar wajah, hidung dan
mulut
Tatalaksana
2. Cuci wajah dengan sabun yang lembut
Medikamentosa
dan tidak di gosok dengan kasar
3. Penyakit ini sewaktu-waktu dapat kambuh

Medikamentosa
1. Topikal
Metronidazole cream 2 kali sehari
2. Oral sistemik
Eritromisin 250-500mg/hari atau
tetrasiklin 250-500mg/hari 2 kali sehari
selama 2-3 bulan
7. Hal-hal yang perlu Tanda infeksi sekunder
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

287
SOP TATALAKSANA KASUS
VULNUS LACERATUM, VULNUS
PUNCTUM
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/KULITDANKELAMIN
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Vulnus laceratum adalah luka robek dengan tepi yang tidak beraturan
terjadi karena tarikan atau gesekan benda tumpul.
Vulnus punctum luka tusuk akibat tusukan benda tajam yang
biasanya kedalamanya lebih besar daripada panjangnya.
2. Tujuan - Menyembuhkan luka
- Mencegah terjadinya komplikasi

ooo. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
ppp. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
qqq. 5. Alat dan Bahan 1.Lampu
2. Kasa steril
3. Cairan isotonis Nacl 0,9%
4. Antiseptik
5. Hecting set
76. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Pasien mengeluh nyeri pada luka
o Bagaimanakah kejadianya sampai pasien bisa Anamnesa
mengalami luka tersebut? pasien
o Kapan luka tersebut terjadi?

6.2 Pemeriksaan Fisik


Vulnus Punctum
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Memeriksa tanda vital pasien Pemeriksaan fisik dan
Menyarankan pasien untuk menunjukan gambaran luka
lokasi tubuh yang dikeluhkan. Ditemukan
luka tusukan dengan kedalaman luka lebih
panjang daripada panjangnya, luka bersih
dan rapi dnegan tepi lancip, bisa tampak
daerah otot atau serat otot.
Vulnus Laceratum
Melakukan informed consent tentang Penegakan Diagnosis
tindakan yang akan dilakukan
Memeriksa tanda vital pasien
Menyarankan pasien untuk menunjukan
lokasi tubuh yang dikeluhkan. Ditemukan

288
luka yang tidak teratur, akar rambut tampak
hancur bisa disertailuka memar disekitar
luka.
Konseling dan edukasi
6.3 Penegakan Diagnosis
Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
gambaran luka
6.4 Tatalaksana Kasus
Pembersihan luka
1. Bersihkan dnegan antiseptik dari arah
dalam keluar
2. Lakukan irigasi luka dengan Nacl 0,9%
sebanyak-banyaknya sampai luka bersih
Penjahitan luka Tatalaksana Luka
1. Luka bersih dan diyakini tidak mengalami
infeksi bisa dijahit primer.
2. Beri antiseptic lalu tutup luka dengan kasa
steril lalu balut luka untuk menekan
pendarahan.
Bila luka tidak bersih berikan antitiotik oral
selama 5-7 hari dan berikan suntikan ATS
pada pasien.
Konseling dan edukasi
1. Berikan edukasi untuk merawat luka dan
mengganti setiap hari atau 2 hari sekali
2. Luka tidak boleh terkena air
7. Hal-hal yang perlu Kedalaman luka, Keadaan luka, Komplikasi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

289
SOP TATALAKSANA KASUS
KEKERASAN TUMPUL
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MEDIKOLEGAL
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Luka akibat trauma benda tumpul dimana benda tumpul yang
dimaksud memiliki definisi tidak bermata tajam, konsistensi
keras/kenyal, permukaan halus/kasar.

2. Tujuan - Menyembuhkan luka


- Mencegah terjadinya komplikasi

rrr. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
sss. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
ttt. 5. Alat dan Bahan 1.Lampu
2. Kasa steril
3. Cairan isotonis Nacl 0,9%
4. Antiseptik
5. Hecting set
6. Kamera
77. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Pasien mengeluh nyeri pada area tertentu
tubuhnya Anamnesa
o Bagaimanakah kejadianya sampai pasien bisa pasien
mengalami kekerasan tersebut?
o Kapan luka tersebut terjadi?
o Siapa yang melukai pasien?
o Alat apakah yang digunakan untuk melukai
pasien? Pemeriksaan fisik dan
gambaran luka
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Memeriksa tanda vital pasien
Menyarankan pasien untuk menunjukan Penegakan Diagnosis
lokasi tubuh yang dikeluhkan. Ditemukan
tanda kekerasan tumpul berupa luka lecet,
luka memar, laserasi, pendarahan atau fraktur

6.3 Penegakan Diagnosis


Identifikasi dan deskripsi
Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
gambaran luka luka

290
6.4 Tatalaksana Kasus
Identifikasi luka
Foto luka
Deskripsikan luka sesuai dengan jenis luka, Tatalaksana Luka
ukuran luka dan koordinat lokasi luka.
Lakukan perawatan luka

7. Hal-hal yang perlu Kedalaman luka, Keadaan luka, Komplikasi


diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

291
SOP TATALAKSANA KASUS
KEKERASAN TAJAM
No. Dokumentasi :
SOP/ADMIN/MEDIKOLEGAL
SOP No Revisi : 00
Tanggal Terbit : 02 Pebruari 2016
Halaman : 1/2

Ditetapkan Oleh
Kepala Puskesmas Susut I

Puskesmas Susut I

Dr. Ni Nyoman Kurniawati


NIP. 198406092010012008
1. Pengertian Putusnya atau rusaknya kontinuitas jaringan akibat trauma benda
tajam dimana benda tajam yang bermata tajam atau berujung
runcing.

2. Tujuan - Menyembuhkan luka


- Mencegah terjadinya komplikasi

uuu. 3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No.440/33/2016 Tentang Puskesmas


Kecamatan Susut I Kabupaten Bangli
vvv. 4. Referensi Permenkes No.05 Tahun 2014
www. 5. Alat dan Bahan 1.Lampu
2. Kasa steril
3. Cairan isotonis Nacl 0,9%
4. Antiseptik
5. Hecting set
6. Kamera
78. 6. Langkah- Langkah Bagan Alur
6.1 Anamnesa Pasien
o Pasien mengeluh nyeri pada area tertentu
tubuhnya Anamnesa
o Bagaimanakah kejadianya sampai pasien bisa pasien
mengalami kekerasan tersebut?
o Kapan luka tersebut terjadi?
o Siapa yang melukai pasien?
o Alat apakah yang digunakan untuk melukai
pasien? Pemeriksaan fisik dan
gambaran luka
6.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan informed consent tentang
tindakan yang akan dilakukan
Memeriksa tanda vital pasien
Menyarankan pasien untuk menunjukan Penegakan Diagnosis
lokasi tubuh yang dikeluhkan. Ditemukan
tanda kekerasan tajam berupa tepi luka rata,
seeudut luka tajam, rambut terpotong, tidak
ada jembatan jaringan.
Bentuk luka disesuaikan dengan arah dari
benda tajam dapat berupa luka iris, luka Identifikasi dan deskripsi
tusuk, luka tebas atau luka bacok. luka

292
6.3 Penegakan Diagnosis
Ditegakan berdasarkan anamnesis dan
gambaran luka
Tatalaksana Luka
6.4 Tatalaksana Kasus
Identifikasi luka
Foto luka
Deskripsikan luka sesuai dengan jenis luka,
ukuran luka dan koordinat lokasi luka.
Lakukan perawatan luka
7. Hal-hal yang perlu Kedalaman luka, Keadaan luka, Komplikasi
diperhatikan
8. Unit terkait - Loket
- Poli umum (BP)
- Apotek
9. Dokumen terkait 1. Buku register
2. Dokumen/Rekam medis

293

Anda mungkin juga menyukai