Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pendidikan kedokteran mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat
cepat, sehingga mahasiswa dituntut untuk mengikuti perkembangan tersebut. Di
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (FK UMI) sendiri telah terjadi
perubahan pada metode pembelajarannya, yaitu berupa proses belajar dan
mengajar yang singkat, jadwal kuliah yang padat, praktikum, serta adanya skill
laboratorium. Karena alasan diatas, mahasiswa dituntut agar memiliki
kemandirian dalam belajar.1,2
Kemandirian tersebut dapat dipengaruhi oleh motivasi diri. Individu yang
memiliki motivasi diri yang kuat dan positif akan membentuk kemandirian belajar
yang tinggi terhadap diri sendiri. Kemandirian belajar merupakan evaluasi
terhadap diri sendiri akan menentukan individu yakin akan kemampuan dan
keberhasilan dirinya, sehingga segala perilakunya akan selalu tertuju pada
keberhasilan. Individu yang memiliki konsep diri yang positif akan berusaha dan
berjuang untuk selalu melakukan hal yang terbaik bagi dirinya. Sebaliknya,
individu yang tidak memiliki motivasi diri dan kemandirian akan memiliki
evaluasi yang negatif terhadap dirinya.
Pandangan individu bahwa dirinya tidak kompeten atau bahkan bodoh akan
mempengaruhi cara belajar, mengerjakan tugas dan mengerjakan ujian. Individu
yang memiliki motivasi diri yang kuatakan mendorong individu untuk meraih
prestasi. Level motivasi akan mempengaruhi pencapaian prestasi.2-7
Prestasi akademik adalah hasil evaluasi dari suatu proses yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk kuantitatif atau angka.8 Salah satu indikator prestasi
belajar di FK UMI adalah pencapaian indeks prestasi kumulatif (IPK). Indeks
prestasi kumulatif diperoleh dari nilai A, B, C, serta E yang didapatkan pada
setiap blok. Penelitian Ginzberg (2003) di Amerika pada 342 mahasiswa
Universitas Colombia menemukan bahwa keberhasilan akademik dipengaruhi
oleh motivasi diri yang kuat. Penelitian Fahrozi (2003) terhadap 109 mahasiswa
2

Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran yang diterima melalui seleksi


penerimaan mahasiswa baru (SPMB) menunjukkan perlunya motivasi diri dalam
mencapai prestasi tinggi. Penelitian lain juga dilakukan oleh Naam (2009) pada
mahasiswa S1 keperawatan semester III kelas eksternal program studi ilmu
keperawatan Fakultas Kedokteran Sumatra Utara juga menyatakan adanya
hubungan yang bermakna antara motivasi diri dengan prestasi akademik.9
Mahasiswa tahun pertama adalah mahasiwa peralihan dari SMA menuju
perkuliahan. Tuntutan akademis yang tinggi dirasakan oleh para mahasiswa tahun
pertama. Pada tingkat pendidikan tinggi, mahasiswa dituntut untuk aktif dalam
proses belajar mengajar melalui media yang ada, seperti perpustakaan, jurnal,
maupun internet yang tidak pernah dijumpai pada saat SMA. Semua tugas yang
diberikan di pendidikan tinggi umumnya menuntut mahasiswa untuk mencari
literatur lain dan mengembangkan pola pikirnya sendiri guna penyelesaian tugas
secara efektif. Persyaratan akademik di pendidikan tinggi bukan sekedar
mengikuti perkuliahan saja, tetapi ada ketentuan-ketentuan lain seperti persentase
kehadiran dalam perkuliahan, penyelesaian tugas-tugas, dan ikut aktif dalam
kegiatan akademik lainnya (diskusi, presentasi, mengikuti ujian). Setelah
melengkapi ketentuan-ketentuan yang ada, mahasiswa berhak memperoleh nilai
akademik sesuai dengan usaha yang dilakukan.
Keberhasilan mahasiswa dalam bidang akademik ditandai dengan prestasi
akademik yang dicapai, ditunjukkan melalui indeks prestasi (IP) maupun indeks
prestasi kumulatif (IPK) serta ketepatan dalam menyelesaikan studi. Semakin
lama masa studi mahasiswa maka akan menjadi beban bagi fakultas itu sendiri,
salah satunya bagi dosen pengajar. Selain itu, masa perkuliahan yang lama juga
dapat membuat mahasiswa menjadi stress.10
Di samping harus menghadapi perubahan dalam metode pembelajaran,
mahasiswa baru juga harus mendapatkan nilai yang baik agar dapat bertahan di
Universitas Muslim Indonesia. Kemahasiswaan hanya berlaku sekali. Seorang
mahasiswa yang sedang menjalani masa perkuliahan disetiap Universitas, pasti
berharap dapat mencapai tahap wisuda atau lulus dan menyandang gelar sarjana.
Namun, sebelum mencapai tahap yang di inginkan, seorang mahasiswa
3

diharuskan menyusun skripsi atau karya sebagai tugas akhir dan mahasiswa yang
sedang dalam proses pembuatan skripsi atau karya, kerap kali menemukan
kesulitan, baik teknis, menentukan tema, kumpulan meteri bahkan hingga masalah
pembimbing akademik. Kondisi ini menjadi beban dan kendala bagi seorang
mahasiswa tersebut. Bahkan banyak juga menjumpai mahasiswa yang tidak
sampai proses penyusunan tugas akhir hingga tidak sampai kejenjang sarjana, dan
sebagian besar mahasiswa yang berhenti ditengah jalan lantaran terkena sistem
DO atau sistem Drop Out.
Drop Out atau DO merupakan satu kata yang bisa menghantui seorang
mahasiswa. Ancaman DO dikeluarkan dari Universitas memang bukan perkara
yang bisa dianggap enteng. Sebab, hal ini menyangkut dengan masa depan
seorang mahasiswa. Kendati berkesan negatif dan menakutkan tetapi di satu sisi
kebijkan, sistem ini dapat menjadi cambuk atau motivasi bagi mahasiswa untuk
menjalani proses perkuliahan dengan lancar. Dengan adanya sistem DO mampu
membuat seorang mahasiswa untuk menciptakan sebuah jati diri yang baik.
Pemberlakuan sistem DO secara konsisten, sekaligus bisa menjadi syok
terapi bagi mahasiswa lainnya. Dengan kondisi ini, bisa dipahami kebijakan yang
dikeluarkan pihak perguruan tinggi sebagai salah satu upaya mendidik mahasiswa.
Apabila pada evaluasi dua semester pertama hanya 2 blok dari 6 blok yang lulus,
maka mahasiswa masuk kriteria usulan drop out dan mendapat surat peringatan
pertama untuk menjadi acuan agar memperbaiki nilai semester berikutnya dengan
cara meningkatkan motivasi untuk belajar lebih giat agar nantinya mereka tidak
mendapatkan nilai yang tidak mencukupi standar yang ditentukan dan menjadi
siswa yang dikembalikan ke universitas dalam kata lain Drop Out.1
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba mendeskripsikan masalah
Pengaruh Sistem Drop Out Terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Angkatan 2011-2013.
4

I.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah yang
dapat diambil dalam penelitian ini adalah apakah sistem drop out dapat
memberikan dampak positif yang signifikan terhadap motivasi belajar dalam
meingkatkan prestasi belajar Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia angkatan 2011-2013 ?

I.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
I.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran motisvasi belajar mahasiswa terhadap prestasi
belajar dengan adanya sisem drop out di Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan
intensitas waktu belajar dengan adanya sistem drop out di Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.
2. Mengetahui gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan
metode belajar dengan adanya sistem drop out di Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.
3. Mengetahui gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan
fasilitas belajar dengan adanya sistem drop out di Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.
4. Mengetahui gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan
prestasi belajar dengan adanya sistem drop out di Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.
5

I.4. Manfaat Penelitian


1. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan
kedokteran terutama dalam rangka meningkatkan prestasi belajar.
2. Memberikan bukti empiris kebenaran teori pendapat para ahli Pendidikan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.
3. Memberikan bukti bahwa sistem drop out yang diberlakukan oleh
kebijakan universitas dapat memberikan dampak positif terhadap
mahasiswa.
4. Dapat digunakan sebagai bahan acuan dan bahan pertimbangan bagi
penelitian selanjutnya.
5. Sebagai wadah pengembangan berpikir dan penerapan ilmu pengetahuan
teoritis yang telah dipelajari di masa kuliah.
6. Menambah kesiapan dan wawasan peneliti untuk menjadi tenaga pendidik.
7. Sebagai masukan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat meningkatkan
prestasi belajar mahasiswa.
8. Sebagai bahan pertimbangan yang strategis dalam upaya pencapaian
tujuan universitas sehingga universitas mampu memenuhi tuntutan
masyarakat untuk menghasilkan output yang kompeten dan berkualitas.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Landasan Teori


II.1.1. Motivasi Belajar
Faktor penting yang mempengaruhi Prestasi Belajar salah satunya adalah
Motivasi belajar. Di dalam pengelolaan pengajaran, Motivasi belajar merupakan
suatu masalah penting. Tanpa adanya kesadaran akan keharusan melaksanakan
aturan yang sudah ditentukan sebelumnya pengajaran tidak mungkin mencapai
target yang maksimal. Menurut Slameto Agar siswa belajar lebih maju, siswa
atau mahasiswa harus memiliki motivasi belajar baik di sekolah, di rumah, dan di
perpustakaan. Seorang mahasiswa perlu memiliki motivasi yang kuat dengan
melakukan latihan yang memperkuat dirinya sendiri untuk selalu terbiasa patuh
dan mempertinggi daya kendali diri.
Motivasi Belajar adalah dorongan mahasiswa terhadap dirinya sendiri
untuk terus belajar dalam kondisi apapun serta bentuk kesadaran akan tugas dan
tanggung jawabnya sebagai pelajar, baik motivasi belajar di rumah maupun di
kampus dengan tidak melakukan sesuatu yang dapat merugikan tujuan dari proses
belajarnya. Motif disebut juga dengan dorongan orang untuk bertindak. Misalnya
suatu pertanyaan mengapa orang pagi-pagi sudah berangkat dari rumahnya. Tentu
ada sesuatu yang ditujunya, sesuatu yang mendorong untuk berbuat. Hal ini
dikatakan ada motif yang melatarbelakangi tindakannya.
Motif ada yang positif dan ada pula yang negatif. Motif positif mendorong
orang untuk lebih maju, memiliki daya juang yang tinggi untuk berhasil.
Sedangkan motif negatif adalah frustasi dan konflik. Tapi karir yang maju ada
juga frustasinya jika tidak diikuti oleh pendidikan yang memadai. Frustasi dapat
juga mendorong untuk maju. Berbagai motif negatif adalah :
a. Stress, yaitu batin tertekan, maju kena, mundur kena begitulah orang dalam
keadaan stress. Orang stress ada dua kemungkinan akan terjadi yaitu malas
bekerja, atau tambah giat mengejar tujuannya.
7

b. Neurosis, yaitu semacam gejala penyakit jiwa yang ringan. Orang neurosisi
sudah hidup dalam lamunannya. Mungkin juga dia berkeinginan untuk mati
atau bunuh diri.
c. Maladjustived behavior, yaitu perilaku negatif yang tidak baik dalam
penyesuaian dirinya terhadap orang lain. Yang termasuk ke dalam prilaku ini
adalah agresif, isolasi (mengasingkan diri), escape (melarikan diri dari
masyarakat).
Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan dari dalam diri untuk selalu
meraih prestasi. Apabila dorongan itu tinggi, maka keberhasilan akan besar
kemungkinan. Mahasiswa-mahasiswa di dalam kampus berbeda-beda motif
prestasinya. Hal itu disebabkan pengaruh luar banyak atau sedikit. Bagi anak yang
selalu didorong oleh orang tuanya untuk belajr giat maka motif berprestasinya
akan meningkat. Sebaliknya orang tua yang tak pernah sukses, malas ataupun
sibuk, ada kemungkinan pada anak menjadi kendor motif berprestasinya.
Disamping itu anak yang menonton TV dan jarang belajar, maka prestasinya akan
kendor.10
Beberapa faktor penentu bagi motif berprestasi adalah sebagai berikut :
1. Harapan untuk sukses. Bila harapan sukses ini besar, kemungkinan
besar dia akan berhasil. Tetapi jika sebaliknya yang terjadi, maka
kemungkinan untuk gagal akan terjadi. Setidaknya dengan nilai rata-
rata.
2. Tingkat aspirasi atau cita-cita. Bagi anak-anak yang bercita-cita tinggi
tentu dia akan berhasil. Dan sebaliknya bagi anak-anak yang tidak ada
cita-cita atau hanya sekedarnya saja, maka aspirasinya akan rendah. Hal
ini tergantung dari lingkungan anak terutama orang tuanya. Kalau
dorongan dan harapan dari lingkungan tinggi terutama dari orang tua,
maka anak akan mempunyai apresiasi yang tinggi. Dari lingkungan
misalnya, kesuksesan tokoh-tokoh yang diidolakan seperti para
pahlawan bangsa, orang pintar-pintar yang diidolakannya seperti
Mohammad Hatta, Natsir, dan sbagainya.
8

3. Peran insentif, misalnya ada hadiah bagi yang berhasil. Maka motif
berprestasi akan tinggi. Misalnya para pembalap sepeda. Yang dikejar
ada dua hadiah, pertama ketenaran dan kudua adalah sebuah hadiah
mobil.10

II.1.2. Metode Belajar


Pada dasarnya seorang pendidik adalah orang dewasa dengan segala
kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengubah psikis dan pola pikir anak
didiknya dari tidak tahu menjadi tahu serta mendewasakan anak didiknya. Salah
satu hal yang harus dilakukan oleh dosen adalah dengan mengajar di kelas. Salah
satu yang paling penting adalah performance dosen di kelas. Bagaimana seorang
dosen dapat menguasai keadaan kelas sehingga tercipta suasana belajar yang
menyenangkan. Dengan demikian pembimbing harus menerapkan metode
pembelajaran menyenangkan. Dengan demikian dosen harus menerapkan metode
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didiknya.11
Tiap-tiap mahasiswa bisa kemungkinan menggunakan metode
pembelajaran yang berbeda dengan mahasiswa lain. Untuk itu seorang mahasiswa
harus mampu menerapkan berbagai metode pembelajaran. Beberapa metode
belajar secara umum adalah sebagai berikut :
1. Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan
pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan
oleh Mc Leish, melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Dengan
metode ceramah, seorang dosen dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi
pendengarnya. Gage dan Berliner, menyatakan metode ceramah cocok untuk
digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk
penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar
tersebut sukar didapatkan.
9

2. Metode Diskusi
Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang peserta
atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling
mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan
kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode
diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif. Menurut Mc.
Keachie-Kulik dari hasil penelitiannya, dibanding metode ceramah, metode
diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman konsep dan keterampilan
memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan, penggunaan
metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah. Sehingga
metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak
dari pada metode diskusi.
3. Metode Demonstrasi
Metode pembelajaran demontrasi merupakan metode pembelajaran yang
sangat efektif untuk menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan seperti : Bagaimana cara mengaturnya? Bagaimana proses
bekerjanya? Bagaimana proses mengerjakannya. Demonstrasi sebagai metode
pembelajaran adalah bilamana seorang dosenatau seorang demonstrator (orang
luar yang sengaja diminta) atau seorang siswa memperlihatkan kepada seluruh
kelas sesuatau proses. Misalnya bekerjanya suatu alat pencuci otomatis, cara
membuat kue, dan sebagainya.
Kelebihan Metode Demonstrasi :
a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan.
b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat
dalam diri siswa.
Kelemahan metode Demonstrasi :
a. Siswa kadang kala sukar melihat dengan jelas benda yang
diperagakan.
b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan.
10

c. Sukar dimengerti jika didemonstrasikan oleh pengajar yang kurang


menguasai apa yang didemonstrasikan.
4. Metode Resitasi
Metode Pembelajaran Resitasi adalah suatu metode pengajaran dengan
mengharuskan siswa membuat resume dengan kalimat sendiri.
Kelebihan Metode Resitasi adalah :
a. Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri
akan dapatdiingat lebih lama.
b. Peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan keberanian,
inisiatif,bertanggung jawabdanmandiri.
Kelemahan Metode Resitasi adalah :
a. Kadang kala peserta didik melakukan penipuan yakni peserta didik
hanya meniru
b. Hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah mengerjakan
sendiri.Kadang kala tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa
pengawasan
c. Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual.
5. Metode Eksperimental
Metode pembelajaran eksperimental adalah suatu cara pengelolaan
pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan
mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode
ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri
dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis,
membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang
dipelajarinya.
6. Metode Study Tour (Karya wisata).
Metode study tour (karya wisata) adalah metode mengajar dengan
mengajak peserta didik mengunjungi suatu objek guna memperluas
pengetahuan dan selanjutnya peserta didik membuat laporan dan
mendiskusikan serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan
didampingi oleh pendidik.
11

7. Metode Latihan Keterampilan


Metode latihan keterampilan (drill method) adalah suatu metode
mengajar dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada
peserta didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk
melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu (misal : membuat
tas dari mute). Metode latihan keterampilan ini bertujuan membentuk
kebiasaan atau pola yang otomatis pada peserta didik.
8. Metode Pemecahan Masalah (problem solving method)
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya
sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab
dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang
dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan.
Metode problem solving merupakan metode yang merangsang berfikir
dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang
disampaikan oleh siswa. Seorang dosen harus pandai-pandai merangsang
siswanya untuk mencoba mengeluarkan pendapatnya.11
Dari beberapa metode belajar yang dibahas secara umum diatas,
Mahasiswa Fakultas Kedokteran menggunakan metode pembelajaran yang khusus
yaitu PBL (Problem Based Learning).
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah
pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi mahasiswa
untuk belajar.12 Duch, et.al. menyatakan bahwa prinsip dasar yang mendukung
konsep dari PBL sudah ada lebih dulu dari pendidikan formal itu sendiri, yaitu
bahwa pembelajaran dimulai (diprakarsai) dengan mengajukan masalah,
pertanyaan, atau teka-teki, yang menjadikan siswa yang belajar ingin
menyelesaikannya. Dalam pendekatan berbasis masalah, masalah yang nyata dan
kompleks memotivasi mahasiswa untuk mengidentifikasi dan meneliti konsep dan
prinsip yang mereka perlu ketahui untuk berkembang melalui masalah tersebut.
Mahasiswa bekerja dalam tim kecil, dan memperoleh, mengomunikasikan, serta
memadukan informasi dalam proses yang menyerupai atau mirip dengan
menemukan (inquiry).
12

Tan juga menyebutkan bahwa PBL telah diakui sebagai suatu


pengembangan dari pembelajaran aktif dan pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada mahasiswa, yang menggunakan masalah-masalah yang tidak
terstruktur (masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah simulasi yang
kompleks) sebagai titik awal dan jangkar atau sauh untuk proses pembelajaran.
Sedangkan Roh mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah strategi
pembelajaran di kelas yang mengatur atau mengelola pembelajaran matematika di
sekitar kegiatan pemecahan masalah dan memberikan kepada para siswa
kesempatan untuk berfikir secara kritis, mengajukan idekreatif mereka sendiri,
dan mengomunikasikan dengan temannya secara matematis.
PBL menggambarkan suatu suasana pembelajaran yang menggunakan
masalah untuk memandu, mengemudikan, menggerakkan, atau mengarahkan
pembelajaran. Pembelajaran dalam PBL dimulai dengan suatu masalah yang harus
diselesaikan, dan masalah tersebut diajukan dengan cara sedemikian hingga para
siswa memerlukan tambahan pengetahuan baru sebelum mereka dapat
menyelesaikan masalah tersebut. Tidak sekedar mencoba atau mencari jawab
tunggal yang benar, para siswa akan menafsirkan masalah tersebut,
mengumpulkan informasi yang diperlukan, mengenali penyelesaian yang
mungkin, menilai beberapa pilihan, dan menampilkan kesimpulan.
Dari beberapa pengertian PBL seperti tersebut di atas dapatlah
disimpulkan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata atau masalah simulasi yang kompleks sebagai titik
awal pembelajaran, dengan karakteristik : (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah
yang menantang; (2) Para siswa bekerja dalam kelompok kecil; (3) Guru/Dosen
mengambil peran sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
PBL dapat dimulai dengan mengembangkan masalah yang menangkap
minat mahasiswa dengan menghubungkannya dengan isue di dunia nyata,
menggambarkan atau mendatangkan pengalaman dan belajar mahasiswa
sebelumnya, memadukan isi tujuan dengan ketrampilan pemecahan masalah,
membutuhkan kerjasama, metode banyak tingkat (multi-staged method) untuk
menyelesaikannya, serta mengharuskan mahasiswa melakukan beberapa
13

penelitian independent untuk menghimpun atau memperoleh semua informasi


yang relevan dengan masalah tersebut. Karena dalam PBL pembelajaran
mendasarkan pada masalah, maka pemilihan masalah menjadi hal yang sangat
penting. Masalah untuk PBL seharusnya dipilih sedemikian hingga menantang
minat mahasiswa untuk menyelesaikannya, menghubungkan dengan pengalaman
dan belajar sebelumnya, dan membutuhkan kerjasama dan berbagai strategi untuk
menyelesaikannya. Untuk keperluan ini, masalah open-ended yang disarankan
untuk dijadikan titik awal pembelajaran.
Masalah yang open-ended adalah masalah yang mempunyai lebih dari satu
cara untuk menyelesaikannya, atau mempunyai lebih dari satu jawaban yang
benar. Foong (2002) menyebutkan ciri-ciri masalah open-ended, antara lain adalah
: (1) Metode penyelesaiannya tidak tertentu; (2) Jawabannya tidak tertentu; (3)
Mempunyai banyak jawaban yang mungkin; (4) Dapat diselesaikan dalam cara
yang berbeda; (5) Memberi mahasiswa ruang untuk membuat keputusan sendiri
dan untuk berfikir matematis secara alamiah; (6) Mengembangkan penalaran dan
komunikasi; atau (7) Terbuka untuk kreativitas dan imaginasi mahasiswa.
Eric (2002) menyatakan hal yang hampir sama, yaitu bahwa tugas-tugas
masalah open-ended akan menyediakan : (1) Kesempatan kepada mahasiswa
untuk menghasilkan beberapa pilihan dan penyelesaian; (2) Kesempatan kepada
mahasiswa untuk merundingkannya bersama mahasiswa lain; dan (3) Kesempatan
kepada mahasiswa untuk membuat keputusan dan menjelaskan keputusan mereka.
Dari ciri-ciri masalah open-ended yang demikian tampak bahwa tujuan mahasiswa
dihadapkan dengan masalah open-ended yang demikian bukan hanya untuk
mendapatkan jawaban, tetapi lebih menekankan kepada cara bagaimana ia
memperoleh jawaban. Dengan demikian, cara mendapatkan jawaban akan lebih
variatif tergantung pada tingkat pengetahuan yang dimiliki mahasiswa. Sesuai
karakteristik PBL, dosen perlu pandai-pandai menempatkan diri sebagai fasilitator
yang baik. Dosen disarankan memfasilitasi diskusi mahasiswa hanya jika benar-
benar diperlukan. Dalam keadaan diskusi menemui kebuntuan, dosen dapat
memancing ide mahasiswa dengan pertanyaan yang menantang, atau memberi
petunjuk kunci tanpa mematikan kreativitas.
14

Menurut Duch, et.al. (2000) peran dosen dalam PBL adalah membimbing,
menggali pemahaman yang lebih dalam, dan mendukung inisiatif mahasiswa,
tetapi tidak memberi ceramah pada konsep yang berhubungan langsung dengan
masalah. Weissinger (2004) menyebutkan bahwa meskipun dosen tidak dapat
mengontrol apapun dalam kehidupan mahasiswa, namun dosen dapat memonitor
lingkungan belajar mahasiswa. Dosen adalah bagian integral dari proses
pembelajaran yang membuat keputusan tentang kegiatan pembelajaran, memilih
jenis pertanyaan untuk disampaikan di kelas, dan memutuskan kapan waktu untuk
diskusi atau refleksi, disesuaikan dengan tujuan pembelajarannya. Suatu
pembelajaran PBL akan menjadi student-directed ataukah teacherdirected,
diputuskan oleh dosen berdasarkan pada ukuran kelas, kedewasaan intelektual
mahasiswa, dan tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, pada kelas yang besar dari
mahasiswa baru, dosen dapat menginterupsi proses penyelesaian masalah dalam
kelompok setiap selang 10 15 menit untuk keseluruhan diskusi kelas, atau
memberi pembelajaran singkat yang membantu mahasiswa memperoleh sedikit
petunjuk atau jalan, atau mengijinkan mereka untuk membandingkan catatannya
dalam mendekati masalah tersebut.
Bagaimanapun, selain interaksi antar mahasiswa, interaksi antara dosen
dan mahasiswa juga merupakan salah satu faktor yang paling kuat dalam
melancarkan jalannya proses pembelajaran. Oleh karena itu, PBL memberikan
kesempatan untuk terjadinya kedua interaksi tersebut. Meskipun kemampuan
matematis yang lain seperti penalaran, pembuktian, koneksi, dan representasi juga
dapat ditingkatkan melalui PBL, namun kemampuan pemecahan masalah
matematis dan kemampuan komunikasi matematis akan menjadi lebih nyata
peningkatannya dalam PBL. Karena PBL dimulai dengan suatu masalah untuk
diselesaikan, maka mahasiswa yang belajar dalam lingkungan PBL akan dapat
menjadi trampil dalam menyelesaikan masalah, dan diskusi yang intensif
merupakan forum yang sangat tepat untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi matematis. Memperhatikan masalah yang dipilih, apa yang akan
terjadi, dan apa yang akan diperoleh mahasiswa dalam diskusi mereka ketika
menyelesaikan masalah, dan bagaimana peran dosen dalam melaksanakan PBL,
15

jelaslah bahwa dalam pendekatan pembelajaran yang berbasis masalah, dapat


diduga besar kemungkinan kemampuan pemecahan masalah matematis dan
kemampuan komunikasi matematis mahasiswa akan meningkat secaranyata.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangatlah tepat memilih PBL untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan
komunikasi matematis mahasiswa. Namun demikian, tidak berarti tidak akan ada
masalah bagi dosen untuk melaksanakan PBL. Oleh karena dalam PBL basis dari
pembelajaran adalah masalah, maka pemilihan masalah yang tepat merupakan hal
yang penting sekali untuk keberhasilan pelaksanaannya. Kendala yang kemudian
muncul pada para dosen adalah pemilihan masalah yang tepat bukanlah hal
mudah. Kondisi, kemampuan awal, tingkat dan kecepatan berfikir, dan aspek-
aspek lain pada diri mahasiswa pada kelas yang heterogen, seringkali juga
menjadi masalah tersendiri. Untuk itu seorang dosen harus terus menerus
mengasah kepekaannya untuk dapat melihat mahasiswa atau kelompok
mahasiswa mana yang lebih memerlukan bantuan dibandingkan mahasiswa atau
kelompok mahasiswa yang lain.12

II.1.3. Mempelajari Cara-cara Belajar Yang Efektif


A. Membuat rangkuman
Sesuai dengan namanya rangkuman adalah ikhtisar tentang hal-hal
esensila yang dikandung oleh baca atau pemaparan lisan yang kita simak
tersebut yang dengan sendirinya mempunyai bentuk yang lebih ramping.
Rangkuman dapat berupa narasi, tetapi dapat juga merupakan suatu bagan
yang sifatnya sangat individual dan personal dalam arti bahwa yang
memahami secara lengkap adalah orang yang membuatnya. Rangkuaman ini
sangat membantu seseorang ketika mengulang pekerjaan atau ketika mencoba
mengingat kembali apa yang telah dibacanya. Pekerjaan membaca sebenarnya
merupakan pekerjaan yang sangat berat bagi seseorang yang tidak meminati
pekerjaan tersebut, untuk itu rangkuman sangat membantu untuk orang yang
tidak suka membaca.
16

B. Membuat situasi yang kondusif


Belajar adalah pekerjaan yang memerlukan pengarahan, penglihatan,
pendengaran, latihan dan fikiran. Oleh karena itu diperlukan suasana yang
menunjang, seperti tempat yang relatif tenang dan fikiran yang terkonsentrasi.
Kekuatan seseorang untuk mengkonsentrasikan fikiran, berbeda antara satu
dengan yang lain. Ada orang yang dapat belajar dalam kereta api yang
berderu-deru atau dengan musik yang sedikit hingar binger, tetapi kebanyakan
orang memerlukan suatu latar yang tenang dan menyenangkan. Kalaupun ada
musik maka musik itu adalah musik yang tidak terlalu bising. Ada pula yang
merasa terganggu meskipun dengan suara Nyamuk. Secara fisik pada waktu
belajar diperlukan suasana yang nyaman, banyak orang yang baru merasa
bersungguh-sungguh apabila ia sendirian menghadapi buku di meja belajar
dengan sikap duduk yang sempurna, sebaliknya ada juga yang dapat belajar
sambil berbaring-baring.
Akan tetapi, cara belajar yang sehat adalah cara yang rileks, tidak
mengganggu postur tubuh, dan tidak mengganggu konsentrasi. Setelah
beberapa puluh menit belajar, biasanya orang akan menjadi lelah. Inilah
saatnya untuk beristirahat sejenak, mengalihkan perhatian ke hal lain, dan
kalau perlu memejamkan mata atau bahkan ada yang melakukannya dengan
mengompres atau membasahi bola mata dengan kain yang dibasahi untuk
memperoleh ketenangan. Setelah beberapa menit baru dilanjutkan lagi
memulai kegiatan belajar.

II.1.4. Fasilitas Belajar


Prantiya (2008) berpendapat fasilitas belajar identik dengan sarana
prasarana pendidikan. Senada dengan hal tersebut, Arikunto dalam Sam (2008)
juga berpendapat fasilitas dapat disamakan dengan sarana yang ada di sekolah.
Mulyasa (2005) dalam Manajemen Berbasis Sekolah menyatakan bahwa,
yang dimaksud dengan sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang
secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya
proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat
17

dan media pengajaran. Lebih lanjut Mulyasa menerangkan bahwa prasarana


pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses
pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju
sekolah tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengaja,
komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, BAB VII Standar Sarana dan Prasarana, pasal 42 menegaskan bahwa:
1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar
lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan,
ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang
tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja,
ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat
olahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan
ruang/ tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa fasilitas belajar
adalah segala sesuatu yang dapat menunjang dan mempermudah kegiatan belajar
mengajar. Fasilitas yang dimaksud adalah sarana pendidikan yang ada di sekolah
berupa, gedung atau ruang kelas dan perabot serta peralatan pendukung di
dalamnya, media pembelajaran, buku atau sumber belajar lainya.
Aspek Fasilitas Belajar
Prantiaya (2008) mengelompokkan Fasilitas belajar atau sarana dan
prasarana belajar menjadi tiga bagian. Ketiga bagian tersebut adalah sumber
belajar, alat belajar dan pendukung pembelajaran. Menurut Edgar Dale dalam
Kherid (2009) mengemukakan sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat
dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang. Sedangkan pendapat lain
dikemukakan oleh Association Educational Communication and Technology
(AECT) yang dikutip oleh Kherid (2009) yaitu berbagai atau semua sumber baik
18

berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar,
baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam
mencapai tujuan belajar.
Alat belajar merupakan bahan atau alat apapun yang digunakan untuk
membantu dan peyampaian dan penyajian materi pembelajaran. Alat ini dapat
berupa alat peraga baik itu alat elektronik maupun alat lainnya yang digunakan
dalam proses belajar mengajar. Bagian lain yang cukup penting dalam fasilitas
belajar adalah prasarana pendukung berupa gedung, terkhusus ruang kelas yang
digunakan dalam pembelajaran.pkan dalam ruangan atau gedung tersebut tercipta
suasaniia yang kondusif guna kelancaran dan tercapainya tujuan pembelajaran.13

II.1.5. Intensitas waktu belajar


A. Pengertian Intensitas
Kata intensitas berasal dari Bahasa Inggris yaitu intense yang berarti
semangat, giat (John M. Echols, 1993: 326). Sedangkan menutrut Nurkholif
Hazim (t.t: 191), bahwa: Intensitas adalah kebulatan tenaga yang dikerahkan
untuk suatu usaha. Jadi intensitas secara sederhana dapat dirumuskan sebagai
usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan penuh semangat untuk mencapai
tujuan.
Seseorang yang belajar dengan semangat yang tinggi, maka akan
menunjukan hasil yang baik, sebagaimana pendapat Sadirman A.M. yang
menyatakan bahwa intensitas belajar siswa akan sangat menentukan tingkat
pencapaian tujuan belajarnya yakni meningkatkan prestasinya.
Perkataan intensitas sangat erat kaitannya dengan motvasi, antara
keduanya tidak dapat dipisahkan sebab untuk terjadinya itensitas belajar atau
semangat belajar harus didahului dengan adanya motivasi dai siswa itu
sendiri. Sebagaimana Sardiman AM.(1996), Menyatakan: Belajar diperlukan
adanya intensitas atau semangat yang tinggi terutama didasarkan adanya
motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula
pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas balajar
siswa.
Intensitas merupakan realitas dari motivasi dalam rangka mencapai tujuan
yang diharapkan yaitu peningkatan prestasi, sebab seseorang melakukan usaha
19

dengan penuh semangat karena adanya motivasi sebagai pendorong


pencapaian prestasi.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Intensitas dalam belajar siswa
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas balajar siswa, adalah:
1. Adanya keterkaitan dengan realitas kehidupan
2. Harus mempertimbangkan minat pribadi si murid

3. Memberikan kepercayaan pada murid untuk giat sendiri

4. Materi yang diberikan harus bersifat praktis

5. Adanya peran serta dan keterlibatan siswa


Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa intensitas atau semangat yang
tinggi yang dilakukan siswa untuk belajar baik dikelas atau dalam kegiatan
belajar privat Pendidikan Agama Islam akan sangan berpengaruh terhadap
presatasi kognitif mereka pada bidang studi Pendidikan Agama Islam.14
C. Indikator Intensitas dalam belajar siswa
a. Motivasi
Menurut Gletmen dan Reber yang dikutip Muhibbin Syah (1994) bahwa
pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme (baik manusia
maupun hewan) yang mendorongnya untiuk melakukan sesuatu. Disini
motivasi berarti pemasok daya untuk berbuat atau bertingkah laku secara
terarah. Hal ini sejalan dengan pendapat M.C. Donal yang memberikan
pengertian bahwa Motivasi adalah perubahan energi di dalam diri seseorang
yang ditandai dengan timbulnya reaksi untuk mencapai tujuan.
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah keadaan yang berasal dari dalam
diri individu yang dapat melakukan tindakan belajar, termasuk didalamnyan
adalah perasaan menyukai materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang mendorong untuk
melakukan tindakan karena adanya rangsangan dari luar individu, pujian , dan
hadiah atau peraturan sekolah, suri tauladan orang tua, dosen dan seterusnya,
merupakan contoh konkrit motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa
20

untuk belajar. Dalam hal ini Sadirman A.M. (1990), mengemukakan bahwa
fungsi motivasi dalam belajar adalah untuk mendorong manusia untuk
berbuat, jadi sebagai penggerak motor yang melepaskan energi. Motivasi
dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dicapai. Jadi, fungsi motivasi dalam belajar dalah:
1. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai;
2. Mendorong manusia untuk berbuat.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang


harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Dengan demikian, cukup jelaslah bahwa motivasi itu akan mendorong
seseorang yang belajar untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Dengan
kata lain, bahwa dengan adanya usaha yang tekun yang terutama didasari
adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat mencapai
prestasi yang baik. Intensitas meotivasi seseorang peserta didik/mahasiswa
akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajar.
b. Durasi kegiatan
Durasi kegiatan yaitu berapa lamanya kemampuan penggunaan untuk
melakukan kegiatan. Dari indicator ini dapat dipahami bahwa motivasi akan
terlihat dari kemampuan seseorang menggunakan waktunya untuk melakukan
kegiatan. Yaitu dengan lamanya siswa menyediakan waktu untuk belajar setiap
harinya.
c. Frekuensi kegiatan
Frekuensi dapat diartikan dengan kekerapan atau kejarangan kerapnya,
frekuensi yang dimaksud adalah seringnya kegiatan itu dilaksanakan dalam
periode waktu tertentu. Misalnya dengan seringnya siswa melakukan belajar
baik disekolah maupun diluar sekolah.

d. Presentasi
Presentasi yang dimaksud adalah gairah, keinginan atau harapan yang
keras yaitu maksud, rencana, cita-cita atau sasaran, target dan idolanya yang
21

hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan. Ini bsia dilihat dari keinginan
yang kuat bagi siswa untuk belajar.
e. Arah sikap
Sikap sebagai suatu kesiapan pada diri seseorang untuk bertindak secara
tertentu terhadap hal-hal yang bersifat positif ataupun negatif. Dalam
bentuknya yang negatif akan terdapat kecendrungan untuk menjauhi,
menghindari, membenci, bahkan tidak menyukai objek tertentu. Sedangkan
dalam bentuknya yang positif kecendrungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Contohnya, apabila siswa
menyenangi materi tertentu maka dengan sedirinya siswa akan mempekajari
dengan baik. Sedangkan apabila tidak menyukai materi tertentu maka siswa
tidak akan mempelajari kesan acuh tak acuh.
f. Minat
Minat timbul apabila individu tertari pada sesuatu karena sesuai dengan
kebutuhannya atau merasakan bahwa sesuatu yang akan digeluti memiliki
makna bagi dirinya, Slamteo (1998) mengatakan bahwa minat adalah suatu
rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada
yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penermiaan akan suatu hubungan
antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya. Sedangkan menurut Kartini
Kartono (1990) mengatakan bahwa minat meripakan moment dari
kecendrungan yang terarah dan intesnsif kepada suatu objek yang dianggap
penting. Minat ini erat kaitannya dengan kepribadian dan selalu mengandung
unsur afektif, kognitif, dan kemauan. Ini memberikan pengertian bahwa
individu tertarik dan kecendrungan pada suatu objek secara terus menerus,
hingga pengalaman psikisnya lainnya terabaikan.Hal ini sejalan dengan
pendapat Usman Efendi (1985) menyatakan bahwa minat timbul apabila
individu tertarik kepada sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau
merasakan bahwa sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi
dirinya.Minat juga dapat diartikan sebagai kecendrungan jiwa kepada sesuatu,
karena kita merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu pada umumnya disertai
dengan perasaan senang akan sesuatu itu. Hal ini senada dengan pendapat
Muhibbin Syah (1995) yang menyatakan bahwa minat adalah kecendrungan
22

dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.W.S.
Winkel (1991), mendefinisikan minat sebagai kecendrungan subjek yang
menetap untuk merasa tertarik pada mata pelajaran atau pokok bahasan
tertentu dan merasa senang. Disamping adanya ketertarikan yang disadari
individu, minat juga ditunjukkan oleh adanya rasa lebih suka pada suatu hal
atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh, seseorang memiliki minat terhadap
sesuatu akan merasa senang dan cenderung memusatkan perhatian terhadap
objek atau kegiatan yang diminatinya. Dari beberapa pendapat di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa minat adalah kemauan, perhatian, hasrat dan
kecenderungan individu untuk aktif melakukan kegiatan dalam rangka
mencapai tujuan. Minat erat kaitannya dengan merasa senang seseorang
terhadap sesuatu. Minat juga merupakan hasrat atau keinginan individu
terhadap sesuatu objek untuk memenuhi kebutuhan psikis maupun fisik,
sehingga individu dapat menikmati hal yang diinginkan.
Adapun ciri-ciri siswa yang mempunyai minat tinggi adalah :
1. Pemusatan perhatian
Pemusatan perhatian dapat mempengaruhi terhadap prestasi. Sebab
dengan perhatian siswa terhadap materi dapat mempengaruhi kualitas
pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang studi tertentu.
Umpamanya, seorang siswa yang menaruh perhatian besar terhadap
matematika akan meusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa
lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap
materi itulah yang meingkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan
akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.

2. Keingintahuan
Kadar keingintahuan siswa dalam belajar dapat terlihat dari
partisipasinya ketika kegiatan itu berlangsung. Misalnya ketika
kegiatan itu berlangsung, siswa aktif untuk berperan dalam latihan
dengan selalu mengikuti kegiatan tersebut atau bertanya. Ketika dalam
suatu hal yang belum dipahami dan juga mampu mengomentari
terhadap suatu permasalahan.
23

3. Kebutuhan
Siswa yang merasa butuh dan tertarik atau menaruh minat pada suatu
kegiatan atau pelajaran maka ia akan selalu menekuni kegiatan itu
dengan giat belajar baik pada waktu acara formal maupun diluar acara
formal. Misalnya apabila siswa merasa butuh pada pelajaran maka,
siswa itu akan berusaha dengan cara apapun juga.
4. Aktifitas
Aktivitas diartikan sebagai suatu kegiatan yang mendorong atau
membangkitkan potensi-potensi yang dimiliki oleh seorang anak.
Sertiap gerak yang dilakukan secara sadar oleh seorang dapat
dikatakan sebagai aktivitas. Aktivitas merupakan cirri dari manusia,
demikian pula dalam proses belajar mengajar itu sendiri merupakan
sejumlah aktivitas yang sedang berlangsung. Itulah sebabnya prinsip
atau azas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar
aktivitas W.J Poerdarminta (1985) bahwa aktivitas sebagai atau
kesibukan.Pada dasarnya aktivitas dipandang sebagai sarana
kelangsungan pengajaran, memiliki bobot dan kualitas dalam proses
belajar mengajar, sehingga mempengaruhi keberhasilan belajarnya
serta dapat membangkitkan potensi-pontensi anak dalam berbagai
pekerjaan yang mereka senangi dan mewujudkan kecendrungan
kepribadian mereka sesuai dengan kesiapannya, membangkitkan
kesenangan, gairah dan optimisme.J.J Rouseau yang dikutif oleh
Sadirman A.M (2001) memberikan penjelasan bahwa segala
pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,
pengalaman sendiri, dengan faslitas yang diciptakan sendiri, baik
secara rohani maupun takhnis. Ini menunjukkan setiap orang yang
belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktifitas maka proses belajar
mengajar tidak mungkin terjadi.Berdasarkan uraian yang dikemukakan
oleh para ahli di atas, maka dalam kegiatan belajar mengajar subjek
didik atau siswa harus aktif berbuat dengan kata lain bahwa belajar
sangat diperlukan adanya aktifitas karena tanpa adanya aktifitas belajar
itu tidak mungkin berlangsung dengan baik.
24

Ada beberapa aktifitas siswa sewaktu berlangsungnya suatu kegiatan


yaitu:
a. Membaca
Membaca merupakan aktifitas belajar. Belajar merupakan set maka
belajar atau membaca untuk keperluan belajar harus menggunakan set,
maka belajar atau membaca untuk keperluan belajar harus
menggunakan set. Misalnya dengan mulai memperhatikan judul bab,
topic-topik utama, dengan berorientasi kepada tujuan dan keperluan.
b. Bertanya
Bertanya merupakan proses aktif, bila siswa tidak atau bahkan kurang
dilibatkan maka hasil belajar yang dicapai akan rendah. Bentuk
keterlibatan siswa itu misalnya, dengan bertanya tentang hal-hal yang
belum dipahami atau menjawab pertanyaan yang diajukan.
c. Mencatat
Mencatat erat kaitannya sebagai aktivitas belajar adalah mencatat yang
didorong oleh kebutuhan dan tujuan, dengan menggunakan set tertentu
agar catatannya itu berguna.
d. Mengingat
Mengingat yang termasuk aktivitas belajar adalah mengingat yang
didadasari untuk suatu tujuan, misalnya menghafal suatu materi
e. Latihan
Latihan termasuk aktivitas belajar, orang yang melaksanakan latihan
tentunya mempunyai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang
dapat mengembangkan suatu aspek pada dirinya. Dalam latihan terjadi
interaksi yang interaktif antara subjek dengan lingkungannya hasil
belajar akan berupa pengalamannya yang dapat mengubah dirinya
yang kemudian akan mempengaruhi terhadap lingkungan sekitarnya.
f. Mendengarkan
Dalam proses belajar mengajar seorang dosensering menggunakan
metode ceramah dalam penyampaian materi disamping metode
lainnya. Dalam hal ini, tugas pokok siswa ketika dosensedang
menyampaikan materi adalah mendengarkan yang didorong oleh minat
dan tujuan. Untuk memahami suatu materi seseorang siswa tidak
hanya dipengaruhi oleh kerajinan saja tetapi dipengaruhi juga oleh
25

ketelitian dan ketekunan seseorang siswa dalam mendengarkan materi


yang disampaikan.14

II.1.6. Sistem Drop Out.


Drop Out atau DO merupakan satu kata yang bisa menghantui seorang
mahasiswa. Ancaman DO dikeluarkan dari Universitas memang bukan perkara
yang bisa dianggap enteng. Sebab, hal ini menyangkut dengan masa depan
seorang mahasiswa. Kendati berkesan negatif dan menakutkan tetapi di satu sisi
kebijakan, sistem ini dapat menjadi cambuk atau motivasi bagi mahasiswa untuk
menjalani proses perkuliahan dengan lancar. Dengan adanya sistem DO mampu
membuat seorang mahasiswa untuk menciptakan sebuah jati diri yang baik.
Pemberlakuan sistem DO secara konsisten, sekaligus bisa menjadi syok
terapi bagi mahasiswa lainnya. Dengan kondisi ini, bisa dipahami kebijakan yang
dikeluarkan pihak perguruan tinggi sebagai salah satu upaya mendidik mahasiswa.
Apabila pada evaluasi dua semester pertamahanya 2 blok dari 6 blok yang lulus,
maka mahasiswa masuk kriteria usulan drop out dan mendapat surat peringatan
pertama untuk menjadi acuan agar memperbaiki nilai semester berikutnya dengan
cara meningkatkan motivasi untuk belajar lebih giat agar nantinya mereka tidak
mendapatkan nilai yang jelek dan menjadi mahasiswa yang dikembalikan ke
Universitas dalam kata lain Drop Out.1
Menurut Suharsimi (2003) disiplin dan motivasi merupakan sesuatu yang
berkenaan dengan dorongan dan kemauan diri untuk maju. Motivasi atau tindakan
yang timbul dari kesadarannya sendiri akan dapat lebih memacu dan tahan lama
dibandingkan dengan sikap tindakan yang timbul karena adanya pengawasan dari
orang lain.15
Mahasiswa yang memiliki disiplin yang tinggi akan belajar dengan baik dan
teratur sehingga akan menghasilkan prestasi yang baik. Lingkungan teman sebaya
juga merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Lingkungan Teman Sebaya juga
merupakan lingkungan dimana terjadinya suatu interaksi yang intensif dan cukup
teratur dengan orang-orang yang mempunyai kesamaan dalam usia dan status,
26

yang memberikan dampak atau pengaruh positif maupun negatif yang


dikarenakan interaksi di dalamnya.
Lingkungan Teman Sebaya yang merupakan lingkungan bersentuhan
langsung dengan kehidupan mahasiswa setiap harinya. Slavin (2008)
mengungkapkan bahwa Lingkungan Teman Sebaya merupakan suatu interaksi
dengan orang-orang yang mempunyai kesamaan dalam usia dan status. Intensitas
pertemuan antar mahasiswa di kampus yang tinggi memiliki pengaruh yang besar
dalam suasana perkuliahan. Teman sebaya mampu memberikan motivasi
sekaligus suasana yang membangun apabila berada sedang di dalam kelas.
Mahasiswa juga lebih merasa nyaman jika belajar ataupun bertanya mengenai
materi kuliah dengan teman sebaya karena apabila bertanya dengan dosen
biasanya akan muncul suatu ketakutan tersendiri. Dengan adanya Disiplin Belajar
yang tinggi dan Lingkungan Teman Sebaya yang mendukung maka Prestasi
Belajar akan meningkat dan begitu juga sebaliknya jika Disiplin Belajar rendah
dan Lingkungan Teman Sebaya yang kurang mendukung maka Prestasi Belajar
akan rendah. Sehingga kedua faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar tersebut
mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar.
Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia belum seluruhnya mencapai hasil yang optimal. Dengan diterapkannya
evaluasi keberhasilan studi untuk empat semester pertama ternyata masih ada satu
mahasiswa yang terkena Drop Out (DO) karena tidak mencapai Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK) minimum tercapai untuk tiga semester pertama sebesar 2,00 dan
jumlah Sistem Kredit Semester (SKS) minimum sebesar 40.
Adanya kenyataan bahwa masih ada mahasiswa yang terkena Drop Out (DO)
karena tidak mencapai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimum dan jumlah
Sistem Kredit Semester (SKS) minimum sebesar 40 maka berbagai usaha perlu
dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan agar Prestasi Belajar
mahasiswa FK UMI menjadi optimal. Untuk mengatasi hal tersebut perlu
ditelusuri faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, diharapkan pada akhirnya masalah-
27

masalah tersebut dapat dipecahkan dan mahasiswa dapat mencapai Prestasi


Belajar yang lebih baik.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, ternyata masih sajaterdapat
mahasiswa yang kurang disiplin dalam hal belajar maupun perkuliahan.
Fenomena SKS atau Sistem Kebut Semalam masih menjadi primadona dalam cara
belajar mahasiswa Pendidikan Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Baik itu
dalam hal mengerjakan tugas ataupun menghadapi ujian yang deadline-nya esok
hari sehingga hasil yang didapat kurang maksimal. Ketidakdisiplinan juga terlihat
dalam hal menghadiri perkuliahan, fenomena terlambat atau memanfaatkan 25%
ijin tidak mengikuti kuliah masih menghiasi suasana perkuliahan meskipun tidak
ada alasan kuat untuk tidak menghadiri perkuliahan padahal dosen menerapkan
presensi kedatangan mahasiswa menjadi salah satu indikator pemberian nilai.
Anggapan mahasiswa mengenai mata kuliah yang rumit dan terlalusulit juga
menyebabkan mahasiswa kurang termotivasi untuk belajar. Hal ini menyebabkan
minat mahasiswa untuk belajar menjadi kurang dan Prestasi Belajar mahasiswa
menjadi kurang optimal.
Kondisi lain juga terlihat pada pelayanan Pembimbingan Akademik
Mahasiswa, melihat dari manfaatnya yang cukup dominan, di mana dosen sebagai
pemberi motivator, ternyata pada kenyataannya pemanfaatan layanan
Pembimbingan Akademik oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi
belum optimal. Sebagian mahasiswa melakukan bimbingan dengan Pembimbing
Akademik hanya sebatas untuk pengisian KRS.
Lingkungan Teman Sebaya juga mempengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
kenyataan yang ada saat ini, banyak mahasiswa yang lebih banyakbergantung
dalam hal-hal negatif dengan teman sebayanya seperti tidak saling mengingatkan
dalam belajar atau bercanda pada saat perkuliahan, banyaknya mahasiswa yang
jarang mengerjakan tugas karena ikut-ikutan temannya, sebagian mahasiswa lebih
asyik mengobrol dengan teman sebelahnya daripada mendengarkan dosen yang
sedang menjelaskan di depan kelas.16
28
29

II.2. Kerangka Pemikiran

II.2.1. Kerangka Teori


Berdasarkan teori yang telah dipaparkan dapat dibuat kerangka teori
sebagai berikut :

Intensitas Waktu
Evaluasi
Belajar
Belajar

Jangka Waktu
Belajar

IPK Sistem Drop


Motivasi Fasilitas Belajar
Out
belajar
Kondisi
Ekonomi

Kondisi
Kesehatan Metode Belajar
30

II.2.2. Kerangka Konsep

Sistem Drop Out

Motivasi Belajar Prestasi Belajar


1. Cara belajar
2. Intensitas waktu belajar
3. Fasilitas belajar

Keterangan
1. = Variabel Independent
2. = Variabel dependent
31

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1. Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
menggunakan metode cross sectional dengan melakukan wawancara dalam
bentuk kuisioner terhadap subjek penelitian untuk mengetahui gambaran motivasi
belajar mahasiswa dengan adanya sistem drop out di Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian


III.2.1. Tempat
Tempat penelitian yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indoneisa Makassar.
III.2.2. Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan Mei-Juni 2014.

III.3. Bahan dan Alat


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
berisikan pertanyaan yang didesain khusus untuk penelitian ini, untuk
mengetahui pengaruh sistem drop out terhadap motivasi belajar mahasiwsa
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2011-2013
variabelnya antara lain metode belajar, intensitas waktu belajar dan fasilitas yang
digunakan dalam menunjang proses pembelajaran.

III.4. Populasi dan Sampel


III.4.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia Makassar yang terdaftar sebagai mahasiswa aktif.
32

III.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

III.5. Teknik Pengambilan Sampel


Penarikan sampel dala m penelitian ini dilakukan dengan cara Total
Sampling dimana sampel diambil secara menyeluruh dengan memperhatikan
kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

III.6. Kriteria Pemilihan Subjek


a. Kriteria Inklusi
Mahasiswa yang terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia Makassar yang masih aktif di kampus
Telah melewati 2 semester.
Mahasiswa yang mempunyai nilai IPK <2.00
Mahasiswa bersedia ikut mengisi kuesioner
b. Kriteria Eksklusi
Mahasiswa yang mengundurkan diri dalam penelitian.
Tidak hadir dalam pengumpulan data.
Tidak mengembalikan kuisioner.

III.7. Teknik Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan adalah data primer dari kuesioner dan dari
dokumentasi Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia Makassar yang didapatkan dari bagian administrasi
fakultas.
Dalam penelitian ini, peneliti membagikan kuesioner yang disusun dalam
kalimat-kalimat pertanyaan bagi pengukuran pelaksanaan perkuliahan. Responden
diminta memberikan tanggapannya dengan memilih salah satu dari dua pilihan
yang dianggap paling benar. Format kuesioner yang digunakan adalah pertanyaan
tertutup, yakni kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan
33

responden tidak diberi kesempatan memberikan jawaban yang lain. Pengukuran


diukur dengan metode skala likert forced choice yang mana tidak diberikan
pilihan tengah antara sikap setuju dan tidak setuju. Hal ini dilakukan untuk
mencegah bias nilai tengah (contered tendency bias) pada penelitian. Tiap
jawaban diberi skor yang sudah ditentukan berdasarkan alternatif.

III.8. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


Untuk menilai semua variable, maka dilakukan kuisioner dan jawabannya
dinilai dengan menggunakan skor :

III.8.1. Intensitas Waktu belajar


Waktu efektif yang digunakan mahasiswa untuk memperdalam ilmu yang
mereka dapatkan agar lebih mudah memahami materi.
Kategori dan Kriteria Obyektif :
Kategori Skor
Baik 1
Buruk 0

III.8.2 Metode belajar


Beberapa metode belajar yang mengacu pada belajar secara alamiah dan
mengacu pada keunikan individu yang perlu dikembangkan adalah problem-based
learning. Metode ini menekankan pada hal-hal seperti kerjasama tim, diskusi,
jawaban-jawaban terbuka (open-ended answer), interaktivitas, mengerjakan
proyek nyata bukan hanya menghafal, serta belajar cara untuk belajar, bukan
hanya memperoleh ilmu pengetahuan dan sebagainya.
Kategori dan Kriteria Obyektif :
Kategori Skor
Membantu 1
Tidak Membantu 0
34

III.8.3 Fasilitas belajar


Peserta didik perlu ditunjang dengan akses tanpa batas ke berbagai sumber
informasi seperti internet dan perpustakaan.
Kategori dan Kriteria Obyektif :
Kategori Skor
Cukup 1
Kurang 0

III.8.4 Infrastruktur yang Menunjang


Fasilitas pendamping pendidikan seperti perpustakaan, museum
sekolah, laboratorium, pusat komputer maupun layanan administrasi yang
memudahkan, responsif, simpatik, serta mengacu pada kepuasan dan kebutuhan
peserta didik, akan sangat mendukung.
Kategori dan Kriteria Obyektif :
Kategori Skor
Cukup 1
Kurang 0

III.8.5 Indeks Prestasi Kumulatif


Indeks Prestasi Kumulatif merupakan indeks prestasi yang dihitung
berdasarkan jumlah keseluruhan badan kredit yang diambil mulai dari semester I
sampai dengan semester yang terakhir, dikalikan dengan bobot prestasi tiap-tiap
mata kuliah dibagi dengan beban kredit yang diambil.
Kategori dan Kriteria obyektif11 :
Kategori Skor
Dengan pujian 3,51 4,00
Sangat memuaskan 2,76 3,50
Memuaskan 2,00 2,75
Gagal 0,00 1,99
35

III.9. Alur Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan mei sampai dengan Juni dengan mencari
sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel yang bersedia
mengikuti penelitian akan membuktikan kesanggupannya dengan menandatangani
inform consent. Peneliti akan memberikan kuesioner kepada responden yang
berisi beberapa pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang sudah disediakan
jawabannya yakni ya dan tidak sehingga responden tinggal memilih jawabah
tersebut sesuai dengan keyakinannya. Jawaban ya dengan pernyataan positif
mendapatkan nilai 1 dan jawaban tidak dengan pernyataan negative mendapatkan
nilai 0.

III.10 Pengolahan dan Analisis Data


III.10.1. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan program SPSS20.0
for windows dengan komputer.
III.10.2. Penyajian Data
Data yang telah diolah dan dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel
disertai keterangan.
III.10.3. Analisis Data
Data penelitian yang telah diperoleh akan diolah dan dianalisis dengan
menggunakan bantuan komputer. Data yang telah diolah dan dianalisis akan
disajikan dalam bentuk tabel untuk menggambarkan distribusi disertai penjelasan.
36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian

Tabel 1.1 : Gambaran motivasi belajar mahasiswa terhadap prestasi belajar


dengan adanya sistem drop out di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
angkatan 2011-2013.

Gambaran motivasi belajar N %


mahasiswa dengan adanya
sistem drop out
Berpengaruh 17 51,5
Tidak Berpengaruh 16 48,5
Total 33 100
Sumber : Data Primer 2014

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa motivasi belajar terhadap prestasi

belajar mahasiswa dengan adanya sistem drop out di fakultas kedokteran UMI

tidak berpengaruh signifikan, dimana prevalensi sebesar 51,5% yang menyatakan

bahwa motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh sistem drop out.

Tabel 1.2 : Gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan intensitas


waktu belajar dengan adanya sistem drop out di Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.

Variabel N %
(Intensitas waktu belajar)
Baik 26 78,8

Buruk 7 21,2
Total 33 100
Sumber : Data Primer 2014

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa terjadi peningkatan waktu atau

intensitas belajar yang tinggi, dimana ditemukan 26 mahasiswa yang


37

meningkatkan intensitas waktu belajarnya dengan adanya sistem drop out atau

prevalensinya sebesar 78.8%.

Tabel 1.3 : Gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan metode


belajar dengan adanya sistem drop out di Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.

Variabel N %
(Metode Belajar)
Membantu 29 87,9
Tidak membantu 4 12,1
Total 33 100
Sumber : Data Primer 2014

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa terjadi perubahan metode

belajar yang sangat membantu, dimana ditemukan 29 mahasiswa mengubah

metode belajar dengan adanya sistem drop out atau prevalensinya sebesar 87.9%

Tabel 1.4 : Gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan fasilitas


belajar dengan adanya sistem drop out di Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.

Variabel N %
(Fasilitas Belajar)
Cukup 17 51,5
Kurang 16 48,5
Total 33 100

Sumber : Data Primer 2014

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa terjadi peningkatan fasilitas

belajar yang tidak terlalu signifikan, dimana ditemukan 17 mahasiswa yang

memperbaiki fasilitas belajar dengan adanya sistem drop out atau prevalensinya

sekitar 51.5%.
38

Tabel 1.5 Gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan prestasi


belajar dengan adanya sistem drop out di Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.

Variabel N %
(Prestasi Belajar)
Cukup 25 75,8
Kurang 8 24,2
Total 33 100
Sumber : Data Primer 2014

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa terjadi peningkatan prestasi

belajar yang tinggi, dimana ditemukan 25 mahasiswa yang memperbaiki prestasi

belajar dengan adanya sistem drop out atau prevalensinya sebesar 75,8%

IV.2 Hasil pembahasan

IV.2.1 Prevalensi Pengaruh Sistem Drop Out Terhadap Motivasi Belajar

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan 51.5% mahasiswa yang

menyatakan bahwa sistem drop out mempengaruhi motivasi belajar mereka

walaupun tidak secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh karena sistem ini dapat

menjadi cambuk atau motivasi bagi mahasiswa untuk menjalani proses

perkuliahan dengan lancar. Dengan adanya sistem DO mampu membuat seorang

mahasiswa untuk memotivasi dan memperbaiki diri agar menjadi lebih baik.

Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang terancam drop out

melakukan perubahan yang untuk memotivasi dirinya agar terbebas dari drop out

mulai dari menambah waktu intensitas belajar, memperbaiki metode belajar,

menambah fasilitas belajar, dan meningkatkan prestasi belajar.


39

IV.2.2 Gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan intensitas waktu


belajar dengan adanya sistem drop out di Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia angkatan 2011-2013.
Peningkatan intensitas waktu belajar juga didapatkan pada mahasiswa

yang terancam drop out, dimana ditemukan 26 mahasiswa yang meningkatkan

intensitas waktu belajarnya dengan adanya sistem drop out atau prevalensinya

sebesar 78.8%.Hal ini disebabkan oleh karena sebelum adanya sistem drop out,

mereka tidak memperhatikan intensitas waktu belajar, dan lebih cenderung untuk

melakukan kegiatan atau aktifitas yang lain daripada belajar dan setelah adanya

sistem drop out mereka meningkatkan waktu belajar >1 jam setiap harinya.

Kata intensitas berasal dari Bahasa Inggris yaitu intense yang berarti

semangat, giat (John M. Echols, 1993: 326). Sedangkan menutrut Nurkholif

Hazim (t.t: 191), bahwa: Intensitas adalah kebulatan tenaga yang dikerahkan

untuk suatu usaha. Jadi intensitas secara sederhana dapat dirumuskan sebagai

usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan penuh semangat untuk mencapai

tujuan.14

IV.2.3 Gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan metode belajar


dengan adanya sistem drop out di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia angkatan 2011-2013.
Motivasi belajar juga sangat berpengaruh terhadap metode belajar, dimana

didapatkan bahwa mahasiswa yang terancam drop out cenderung mengubah

metode belajarnya dengan cara mulai memusatkan perhatian terhadap mata kuliah

yang dikuliahkan dan lebih sering mendiskusikan suatu masalah agar dapat

terpecahkan dimana ditemukan 29 mahasiswa mengubah metode belajar dengan

adanya sistem drop out atau prevalensinya sebesar 87.9%


40

Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan

pembelajaran yang bersifat interaktif. Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil

penelitiannya, metode anak dalam pemahaman konsep dan keterampilan

memecahkan masalah.11

IV.2.4 Gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan fasilitas belajar


dengan adanya sistem drop out di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia angkatan 2011-2013.

Pada penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar dari responden

menyatakan bahwa dengan adanya sistem drop out, mereka berusaha untuk

memperbaharui fasilitas yang mereka miliki walau tidak secara signifikan, mulai

dari buku buku ilmu dasar kedokteran, menambah pengetahuan dan

memperbaharui infromasi dengan menggunakan media sosial internet dll, dimana

ditemukan 17 mahasiswa yang memperbaiki fasilitas belajar dengan adanya

sistem drop out atau prevalensinya sekitar 51.5%..

Fasilitas belajar adalah segala sesuatu yang dapat menunjang dan

mempermudah kegiatan belajar mengajar. Fasilitas yang dimaksud adalah sarana

pendidikan yang ada di sekolah berupa, gedung atau ruang kelas dan perabot serta

peralatan pendukung di dalamnya, media pembelajaran, buku atau sumber belajar

lainya.

Prantiaya (2008) mengelompokkan Fasilitas belajar atau sarana dan

prasarana belajar menjadi tiga bagian. Ketiga bagian tersebut adalah sumber

belajar, alat belajar dan pendukung pembelajaran. Menurut Edgar Dale dalam

Kherid (2009) mengemukakan sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat
41

dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang. Sedangkan pendapat lain

dikemukakan oleh Association Educational Communication and Technology

(AECT) yang dikutip oleh Kherid (2009) yaitu berbagai atau semua sumber baik

berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar,

baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam

mencapai tujuan belajar.

Alat belajar merupakan bahan atau alat apapun yang digunakan untuk

membantu dan peyampaian dan penyajian materi pembelajaran. Alat ini dapat

berupa alat peraga baik itu alat elektronik maupun alat lainnya yang digunakan

dalam proses belajar mengajar. Bagian lain yang cukup penting dalam fasilitas

belajar adalah prasarana pendukung berupa gedung, terkhusus ruang kelas yang

digunakan dalam pembelajaran.pkan dalam ruangan atau gedung tersebut tercipta

suasaniia yang kondusif guna kelancaran dan tercapainya tujuan pembelajaran.13

IV.2.5 Gambaran motivasi belajar mahasiswa berdasarkan prestasi belajar


dengan adanya sistem drop out di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia angkatan 2011-2013.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 25 orang dari 33 responden atau

75.8% yang menjawab bahwa tidak puas dengan prestasi belajar mereka,

walaupun sudah berusaha keras dalam menguasai materi kuliah, oleh karna itu

diperlukan motivasi atau dorongan yang kuat untuk mengubah prestasi belajar

mereka dari yang biasa-biasa saja menjadi yang luar biasa.

Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia belum seluruhnya mencapai hasil yang optimal. Dengan diterapkannya

evaluasi keberhasilan studi untuk empat semester pertama ternyata masih ada satu
42

mahasiswa yang terkena Drop Out (DO) karena tidak mencapai IndeksPrestasi

Kumulatif (IPK) minimum tercapai untuk tiga semester pertama sebesar 2,00 dan

jumlah Sistem Kredit Semester (SKS) minimum sebesar 40.16


43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan mengenai deskriptif

gambaran motivasi belajar terhadap prestasi belajar mahasiswa dengan

adanya sistem drop out di fakultas kedokteran UMI angkatan 2011-2013 pada

bulan Juni-Juli 2013, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sistem drop out tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi belajar

mahasiswa fakultas kedokteran UMI angkatan 2011-2013.


2. Perbandingan antara mahasiswa yang termotivasi dengan mahasiswa yang

tidak termotivasi oleh sistem drop out hanya sedikit.


3. Motivasi mahasiswa cenderung tidak meningkat hanya karena

diberlakukannya sistem drop out.

V.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis dapatkan, maka penulis

mengajukan saran sebagai berikut :

1. Dianjurkan kepada responden agar bisa meningkatkan motivasi belajar

dengan cara meningkatkan intensitas waktu belajar, fasilitas belajar dan

memperbaharui metode belajar sehingga dapat terbebas dari ancaman drop

out.
2. Dianjurkan kepada pimpinan fakultas agar dapat memperbaharui sistem

atau kebijakan sehingga dapat sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dalam

meningkatkan motivasi belajar.


44

Anda mungkin juga menyukai