Anda di halaman 1dari 20

BAB I

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. Fitria Ningsih


Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 18 Tahun
Alamat : Kp. Regon Pandan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal periksa : 31 Juli 2017

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 31Juli 2017 di poli THT RSUD dr.
Dradjat Prawiranegara Serang.

Keluhan utama : Keluar cairan dari telinga kanan

Keluhan tambahan : Pilek, batuk, sakit kepala, demam

Riwayat penyakit sekarang:

Sekitar 3 bulan yang lalu pasien mengeluh kuping terasa sakit seperti berdenging.
Kemudian 2 bulan yang lalu tiba-tiba keluar cairan dari kupinnya disertai rasa sakit yang sangat
hebat. Pasien mengaku sempat juga keluar darah dari liang telinga. Pasien mengeluh setiap
mendengar suara keras telinganya terasa sangat sakit. Pasien sempat mencoba berobat ke klinik
dan diobati dengan tetes telinga chloramphenicol dan sempat kering, namun seminggu
kemudian keluar cairan lagi dari telinga hingga sekarang.
Karena sudah sangat mengganggu dengan cairan yang keluar dari teling tersebut, pasien
akhirnya datang ke poli klinik THT dan pasien didiagnosis Otitis Media Supuratif Kronis.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat alergi (+), sinusitis (-) hidung tersumbat (-) asma (-) operasi (-)
Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat alergi (-), sinusitis (-) hidung tersumbat (-) asma (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

1
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,8C

Status generalis
Kepala : Normocephali
Mata : conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Leher : KGB tidak teraba membesar , Tiroid tidak teraba membesar
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status lokalis

Pemeriksaan Telinga

Auric
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Bentuk telinga Normotia
Aurikula Kelainan kongenital - -
Peradangan - -
Massa - -
Nyeri tarik - -
Nyeri tekan tragus - -
Preaurikuler & Kelainan kongenital - -
retroaurikuler Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Sikatrik - -
Fistula - -
Pembesaran KGB - -
Nyeri tekan - -
Liang telinga Kelainan kongenital - -
luar Peradangan + -
Massa - -
Edema - -
Fistula - -
Kelainan kulit - -
Sekret (+), Mukoid, Warna -
Serumen putih, Berbau -
-
Membran Kondisi Perforasi Intak

2
timpani Cone of light - +
refleks cahaya
arah jam 7

Pemeriksaan Fungsi Pendengaran


Tes Penala
512 Hz
Jenis Tes Kanan Kiri
Rinne Positif Positif
Weber Lateralisasi Normal
Schwabach Sesuai Pemeriksa Sesuai Pemeriksa

Pemeriksaan Hidung

Cavum Nasi
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Inspeksi
Bentuk Tampak Simetris kanan dan kiri
Sikatrik - -
Hematom - -

3
Racoons eye - -
Palpasi
Nyeri tekan sinus paranasal - -
Krepitasi - -
Massa - -
Rhinoscopy anterior
Cavum nasi Lapang Lapang
Mukosa cavum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret - -
Konka inferior Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Konka media Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Meatus inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Meatus media Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Massa (-) Massa (-)
Septum anterior Deviasi (-) Deviasi (-)
Rhinoscopy posterior
Nasofaring
Koana
Konka superior
Tidak dilakukan pemeriksaan
Konka media
Kelenjar adenoid
Massa

Pemeriksaan Tenggorok

Pemeriksaan Kondisi
Faring & Rongga Mulut
Bibir Sianosis (-)
Mukosa mulut Hiperemis (-)
Lidah Normal
Gusi Normal
Gigi berlubang Kiri atas
Palatum durum Hipermis (-)
Palatum mole Hipermis (-)

4
Uvula Hipermis (-), Deviasi (-)
Arkus faring Hipermis (-), Simetris
Tonsil Normal, T1 T1
Hipofaring & Laring
Pita suara Hipermis (-), Deviasi (-), massa (-)
Epiglottis Hipermis (-)
Esophagus Lapang

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

V. DIAGNOSIS

Diagnosis : Otitis Media Supuratif Kronis

DD :- Otitis Media Supuratif Kronis Maligna

- Otitis Media Supuratif Akut

VI. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

i. Antibiotik:

Cefixime 100mg, 1 tablet 2x sehari

ii. Obat tetes telinga:

Otopain

iii. Anti-Alergi

Cetirizine

iv. Obat ISPA

Tremenza

Ambroxol 3x1

Aural Toilet

5
Pasien dianjurkan menghindari daripada kemasukan air pada telinga kanan.

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : Ad Bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan
otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa
penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi
dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah1.

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah dengan
perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau hilang timbul,. sekret
dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2
jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna2.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis yaitu
terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh
yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk2. gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe
yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di
telinga dan vertigo1.

II. ANATOMI TELINGA TENGAH

Telinga tengah terdiri dari :1,2

1. Membran timpani.

2. Kavum timpani.

3. Tuba eustachius.

4. Prosesus mastoideus

1. Membran Timpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar
dari kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membrana timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan
membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks
cahaya .1

7
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :3

1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.

2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.

3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum3.

Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :

1. Pars tensa

2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa
dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :

a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).

b. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).

2. Kavum Timpani

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf.
Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum
timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding
anterior, dinding posterior.4

Atap kavum timpani.

Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis
dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama
dan garis sutura petroskuama4.

Lantai kavum timpani

Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau
tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena
jugularis4.

Dinding medial.

Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan
dinding lateral dari telinga dalam4.

Dinding posterior

8
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang
menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding
posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid4.

Dinding anterior

Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang
yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke
anterior5. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang membawa
serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari
arteri karotis interna1. Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius4.

Kavum timpani terdiri dari :6,7

1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).

2. Dua otot.

3. Saraf korda timpani.

4. Saraf pleksus timpanikus

Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :

1. Malleus ( hammer / martil).

2. Inkus ( anvil/landasan)

3. Stapes ( stirrup / pelana)

3. Tuba Eustachius

Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. Bentuknya seperti huruf S. Pada
orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah
13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm1.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu1 :

1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).

2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga

4. Prosesus Mastoideus

9
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid
adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid
terletak dibawah duramater pada daerah ini10.

Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :7

1. Prosesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.

2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.

3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.

III. FISIOLOGI PENDENGARAN

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan mengenai
membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang
pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong
(foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimf dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui
membran Reissener yang mendorong endolimf dan membran basal kearah bawah, perilimf dala m
skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame rotundum) terdorong ke arah luar. Skala
media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan mendorong membran basal, sehingga menjadi
cembung kebawah dan menggerakkan perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel
rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran
listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat
sensorik pendengaran diotak ( area 39-40) melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis1,4.

IV. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga
tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak ( perforasi ) dan ditemukan sekret (otorea),
purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan
berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran
timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior,
posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis
lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan patologis yang ireversibel,2,4.

10
V. KLASIFIKASI OMSK

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu2,11 :

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang
bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

1.1. Penyakit aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran
nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga
luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen1,2.

1.2. Penyakit tidak aktif

` Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang
pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo,
tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga1,4.

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering
mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya
keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :1,3

a. Kongenital

b. Didapat.

Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi marginal. teori itu
adalah2,5 :

1. Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini ia membentuk
kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat
keatas.

2. Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom.

3. Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi (metaplasia teori menurut
Wendt).

4. Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida ( attic retraction cholesteatom).

11
1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang
sub total 1,2,4.

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal
yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior
berhubungan dengan kolesteatom1,2,4

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma1,2,4.

VI. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial, ekonomi, suku,
tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan melaporkan prevalensi
OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data yang
tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia7,9.

VII. ETIOLOGI

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah
dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis),
mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan
faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di
Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti
infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis1,2.

Penyebab OMSK antara lain 1,2,5:

1. Lingkungan

2. Genetik

3. Otitis media sebelumnya.

4. Infeksi15

5. Infeksi saluran nafas atas

6. Autoimun

12
7. Alergi

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK1,2 :

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga
purulen berlanjut.

Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.

Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel.

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi
medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis majemuk,
antara lain 10 :

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.

a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.

b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh.

VIII. PATOGENESIS

Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium kronis
dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret
yang terus menerus 1,6. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada
telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan
inaktif dari otitis media kronis1. OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada
menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada
keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:

1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.

2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit

13
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya.

4. Pneumatisasi mastoid7

OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara 5-10
tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia
tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terusberlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik,
sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang1.

IX. GEJALA KLINIS

1. Telinga Berair (Otorrhoe)

Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga
tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada
OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid
dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret
yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan
merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberculosis 2.

2. Gangguan Pendengaran

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung
dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran
suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat 8.

3. Otalgia (Nyeri Telinga)

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis1,2.

4. Vertigo

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin
oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum4.

14
X. TANDA KLINIS

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna3 :

1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular

2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.

3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)

4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

XI. PEMERIKSAAN KLINIK

Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula
dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas 3.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB

2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila


disertai perforasi.

3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan
tuli konduktif 55-65 dB.

4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang,
menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan Radiologi.

1. Proyeksi Schuller

Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen3.

2. Proyeksi Mayer atau Owen,

3. Proyeksi Stenver

4. Proyeksi Chause III

15
Bakteriologi

Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan
Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella
kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella

XII. PENATALAKSANAAN

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat
dibagi atas :

1. Konservatif

2. Operasi 2,3

OMSK BENIGNA TENANG

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air
jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi
saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

OMSK BENIGNA AKTIF

Prinsip pengobatan OMSK adalah3:

1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (aural toilet)

2.Pemberian antibiotika : - topikal antibiotik ( antimikroba)

- sistemik.

Pemberian antibiotik topikal

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu,
adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung
antibiotik dan kortikosteroid.4 Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai
telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya
tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi3.

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi
dengan pembersihan telinga.

16
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah3:

1. Polimiksin B atau polimiksin E

Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla,
Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan
susunan saraf.

2. Neomisin

Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp.
Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.

3. Kloramfenikol

Obat ini bersifat bakterisid

Pemberian antibiotik sistemik

Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila
terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita
tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan
aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu
daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,
misalnya golongan beta laktam.

Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah2,3:

Pseudomonas : Aminoglikosida karbenisilin

P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosporin

P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida Karbenisilin

Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida

E. coli : Ampisilin atau sefalosforin

S. Aureus : Anti-stafilikokus penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

B. fragilis : Klindamisin

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat
yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan
untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim,
seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun

17
dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut
Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan
kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu1,2,6.

OMSK MALIGNA

Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa
hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi3.

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain3:

1.Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)

2.Mastoidektomi radikal

3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

4.Miringoplasti

5.Timpanoplasti

6.Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang
perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran. Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma
berikut2,7.

KOMPLIKASI

Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan
otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan
menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi
suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe
benigna pun dapat menyebabkan komplikasi1,2.

Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi

akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom1,2.

A. Komplikasi ditelinga tengah :

18
1. Perforasi persisten

2. Erosi tulang pendengaran

3. Paralisis nervus fasial

B. Komplikasi telinga dalam

1. Fistel labirin

2. Labirinitis supuratif

3. Tuli saraf ( sensorineural)

C. Komplikasi ekstradural

1. Abses ekstradural

2. Trombosis sinus lateralis

3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat

1. Meningitis

2. Abses otak

3. Hindrosefalus otitis

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan1,2:

1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak

2. Menembus selaput otak.

3. Masuk kejaringan otak.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi ketujuh. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62

2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi ketujuh. Jakarta: FKUI,
2001. h. 63-73

3. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi H,
Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118

4. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Diunduh dari:
http://www.pediatrics.org

5. Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media, attico-antral
type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39. Diunduh dari: http://www.jneuro.org

6. Yeds PD, Flood LM, Banerjee A, Cliford K. CT-scanning of middle ear cholesteatome: what does
the surgeon want to know? The British Journal of Radiology. 2002; 75: 847-852. Diunduh dari:
http://www.bjradio.org

7. Loy AHC, Tan AL, Lu PKS. Microbiology of chronis suppurative otitis media in Singapore.
Singapore Med J. 2002; 43: 296-9. Diunduh dari: http://www.singaporejournalmed.org

8. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical antibiotics for


chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a community-based, multicentre, double-
blind randomised controlled trial. Medical Journal of Australia. 2003. Diunduh dari:
http://www.mja.com.au

9. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of Australia.
2004. Diunduh dari: http://www.mja.com.au

10. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis
media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005. Diunduh dari:
http://www.rborl.org.br

20

Anda mungkin juga menyukai