Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 menyatakan setiap orang berhak atas
kebebasan agama (Pasal 18). Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik mengakui hak
kebebasan beragama dan berkeyakinan (Pasal 18). Definisi hak kebebasan beragama
secara formal terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam Pasal 18 yang berbunyi:
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan batin dan agama, dalam hak ini
termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan
agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan
menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat
umum maupun yang tersendiri.
Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri dari hak
untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan agama dengan cara
mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun kelompok dan di tempat
umum atau tempat pribadi.
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama
merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945juga menyatakan bahwa
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD
1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD
1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-
pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap
patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.
3. UUD yang mengatur /menegaskan kebebasan beragama.
landasan hukum tentang kebebasan beragama tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:
a) Pasal 28 E
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan hati nuraninya.
b) Pasal 28 I
1. Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
c) Pasal 29
d) Pasal 22
1. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.
2. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
b. Hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ini.
e) Pasal 4
Hak beragama adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan
oleh siapapun.
UU No.12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik Mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional
tentang Hak-hak Sipil dan Politik) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 1 (pasal 1, ayat 1).
Dengan pengesahan Kovenan ini, maka Kovenan ini mengikat Indonesia secara hukum.
Hukum Internasional
a). Pasal 18
1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup
kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik
secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk
menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan
pengajaran.
2. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau
menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
3. Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat
dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan,
ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.
4. Negara Peserta dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila
diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak
mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.
Pertama, Internal freedom (Kebebasan internal). Berdasarkan pada norma ini, setiap
orang dipandang memiliki kebebasan berfikir, berkesadaran dan beragama. Norma ini juga
mengakui kebebasan setiap individu untuk memiliki, mengadopsi, mempertahankan atau mengubah
agama dan kepercayaannya.
Kedua, External freedom (Kebebasan eksternal). Norma ini mengakui kebebasan mewujudkan
kebebasan atau keyakinan dalam berbagai bentuk manifestasi seperti kebebasan dalam mengajaran,
praktik, peribadatan dan ketaatan. Manifestasi kebebasan beragama dan berkepercayaan dapat
dilaksanakan baik diwilayah pribadi dan publik. Kebebasan juga bisa dilakukan secara individual dan
bersama-sama orang lain.
Ketiga, Noncoercion (Tanpa paksaan). Norma ini menekankan adanya kemerdekaan individu
dari segala bentuk paksaan dalam mengadopsi suatu agama atau berkepercayaan. Dengan kata lain,
setiap individu memiliki kebebasan memiliki suatu agama atau kepercayaan tanpa perlu dipaksa oleh
siapa pun.
Kelima, Rights of parent and guardian(Hak orang tua dan wali). Menurut norma ini, negara
berkewajiban menghargai kebebasan orang tua dan para wali yang absah secara hukum untuk
memastikan pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan kepercayaan
mereka sendiri. Negara juga harus memberikan perlindungan atas hak-hak setiap anak untuk bebas
beragama atau berkepercayaaan sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
Keenam, Corporate freedom and legal status (Kebebasan berkumpul dan memperoleh status
hukum). Aspek penting kebebasan beragama atau berkepercayaan terutama dalam kehidupan
kontemporer adalah adanya hak bagi komunitas keagamaan untuk mengorganisasikan diri atau
membentuk asosiasi.
Kedelapan, Nonderogability. Negara tidak boleh mengurangi hak kebebasan beragama atau
kepercayaan bahkan dalam situasi darurat sekalipun
Dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan beragama di Indonesia
ternyata negara dan pemerintah belum benar-benar bisa menegakkan pasal pasal yang ada
di dalam UUD 1945. Mulai dari aparat kepolisian yang seharusnya mengayomi masyarakat
malah menjadi pelanggar HAM terbanyak. Negara juga kurang tegas dalam menangani
kasus kasus pelanggaran tesebut maka dari itu bukan semakin berkurang kasus yang terjadi
tetapi malah semakin bertambanhnya kasus pelanggaran HAM tentang kebebasan
beragama, bukan hanya tentang kebebasan beragama tapi masih banyak juga pasal lain
yang masih sering dilanggar.
-Dari pantauan Komnas HAM selama satu tahun terakhir, kasus-kasus terkait rumah ibadah
cenderung meningkat. Pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan dalam bentuk
penutupan, perusakan, penyegelan, atau pelarangan rumah ibadah merupakan isu
menonjol," kata Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat saat konferensi pers di Kantor
Komnas HAM, Jakarta, Selasa
Selain itu, ada pula kasus pengabaian penyelesaian pembangunan musala Asyafiiyyah,
Denpasar, Bali, GKI Taman Yasmin Bogor, dan pengabaian penyelesaian pemulangan
pengungsi warga Syiah Sampang dari tempat pengungsian di Surabaya, Jawa Timur.