Anda di halaman 1dari 42

1

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Ginjal

2.1.1 Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan
homeostasis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan
homeostasis dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-basa,
ekskresi sisa metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan metabolisme.
Ginjal terletak dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan kanan kolumn
avertebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritoneum. Batas
atas ginjal kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal kanan setinggi iga ke-12, sedangkan
batas bawah setinggi vertebralis lumbalis ke-3.
2.1.2 Struktur Ginjal
Ginjal terdiri atas:
1) Medulla (bagian dalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis,
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeksnya menghadap ke sinusrenalis.
2) Korteks (bagian luar): subtansi kortek alis berwarna coklat merah, konsistensi
lunak, dan bergranula. Subtansi tepat di bawah fibrosa, melengkung sepanjang

1
2

basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis. Bagian dalam diantara
piramid dinamakan kolumna renalis.
2.1.3 Pembungkus Ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula adiposa
(peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang
melalui hilusrenalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh lamina khusus dari
fasia subserosa yang disebut fasiarenalis yang terdapat diantara lapisan dalam dari
fasiaprofunda dan stratum fasia subserosa internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi
dua.
1) Lamella anterior atau fasia prerenalis.
2) Lamella posterior atau fasia retrorenalis.
2.1.4 Struktur Makroskopis Ginjal
Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai + 1,3juta.
Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis membawa
darah murni dari aorta keginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada renal pyramid
masing-masing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan malpigi yang
disebut glomerulus
2.1.5 Bagian-bagian dari Nefron
1) Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam
kapsula bowman menerima darah dari arteriole aferen dan meneruskan ke
sistem vena melalui arteri ola feren. Natrium secara bebas difiltrasi ke dalam
glomerulus sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium juga difiltrasi
secara bebas, diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat oleh protein
dalam keadaan normal.
2) Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman dengan
panjang 15 mm dan diameter 55. Bentuknya berkelok-kelok berjalan dari
korteks ke bagian medulla lalu kembali ke korteks, sekitar 2/3 dari natrium
yang terfiltrasi akan diabsorbsi secara isotonik bersama klorida. Proses ini
melibatkan transport aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan
mengurangi pengeluaran air dan natrium.
3

3) Lengkung Henle (ansahenle)


Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke segmen
tebal, panjangnya 12 mm, total panjangnya ansahenle 2-14 mm. Klorida secara
aktif diserap kembali pada cabanga sendens gelung henle dan natrium bergerak
secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
4) Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letaknya jauh
dari kapsula bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal di masing-masing
nefron bermuara ke duktus kolingetis yang panjangnya 20 mm.
5) Duktus kolingetis medulla
Saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halu sekskresi
natrium urin terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan terhadap
rearb sopsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan untuk mereabsorpsi dan
menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus kolingen
kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

2.2 Konsep Dasar


2.2.1 Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (Smaltzer, 2001:1448).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat lagi memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak
& Gallo).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisasi atau
transplantasi ginjal).
4

Gagal ginjal kronis bisa berkembang melalui stadium - stadium berikut ini:
1) Cadangan ginjal berkurang (tingkat filtrasi glomerular [glomerular filtration
rate - GFR] sebesar 45% sampai 50% dari normal)
2) Insufisiensi ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal)
3) Gagal ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal)
4) Penyakit ginjal stadium-akhir (GFR sebesar kurang dari 20% dari normal).
(Williams dan Wilkins. 2011: 508).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya
dieliminasi diurin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal
dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit,
serta asam basa (Toto Suharyo Dan Abdul Madjid 2009: 183).
2.2.2 Klasifikasi atau Stadium GGK
Berikut tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronis
selengkapnya:
1) Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
a. Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
b. Laju flitrasi glomerulus 40-50% normal.
c. BUN dan Kreatinin serum masih normal.
d. Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling
ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita
juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan laboraturium
menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea nitrogen) masih
berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal
baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan
kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti.
5

2) Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%)


Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
4) Anemia dan azotemia ringan
5) Nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa,
walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan
dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan
gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah
gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan cepat dan
tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak.
Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat melampaui batas
normal
3) Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
a. Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
b. BUN dan kreatinin serum meningkat.
c. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
d. Poliuria dan nokturia.
e. Gejala gagal ginjal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara lain mual,
muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air kemih
berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan kesadaran
hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
6

4) Stadium IV (End-stage Renal Disease/ESRD)


Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
a. Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
c. BUN dan kreatinin tinggi.
d. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
e. Berat jenis urine tetap 1,010.
f. Oliguria.
g. Gejala gagal ginjal.
Stadium akhir kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR
10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan
kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar
BUN juga meningkat secara mencolok. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit di dalam tubuh.
Biasanya, penderita menjadi oliguria (Pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari
karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita harus
mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Berdasarkan kemampuan filtrasinya, gagal ginjal dapat dibagi menjadi 5
stadium. Stadium ini dibedakan berdasarkan perkiraan GFR (Glomerular
Filtration Rate). Pada stadium 1, fungsi ginjal masih relatif baik dan terdapat
penurunan minimal pada stadium 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah
ini:
1) Stadium 1 (GFR > 90)
Pada gagal ginjal stadium 1 fungsi ginjal dalam batas normal, namun
terdapat kelainan pada pemeriksaan urine rutin, pemeriksaan struktur ginjal, atau
terdapat faktor genetik. Tidak ada pengobatan khusus pada stadium ini, target
tekanan darah harus dicapai sesegera mungkin.
2) Stadium 2 (GFR 60-89)
Pada gagal ginjal stadium 2 terdapat penurunan minimal fungsi ginjal selain
ditemukannya kelainan pada pemeriksaan urin rutin, pemeriksaan struktur ginjal,
atau adanya faktor genetik. Sama seperti pada stadium 1, tidak ada pengobatan
7

khusus, faktor risiko terjadinya progresifitas penyakit ginjal perlu ditelaah dan
diintervensi segera.
3) Stadium 3 (GFR 30-59)
Pada gagal ginjal stadium 3 terdapat penurunan fungsi ginjal yang
bermakna. Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang perjalanannya
progresif, dalam artian terus berlangsung sehingga perlu dilakukan tindakan yang
dapat menghambat lajunya kerusakan ginjal. Faktor risiko harus dapat ditekan dan
penyebab terjadinya gagal ginjal perlu dievaluasi dengan seksama.
4) Stadium 4 (GFR 15-29)
Pada gagal ginjal stadium 4, penurunan fungsi ginjal sudah berat dan perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan hemodialisis atau tindakan cuci darah.
Hemodialisis rutin perlu ditelaah lebih baik dari segi medis maupun dari segi
ekonomi.
5) Stadium 5 (GFR < 15 atau menjalani tindakan hemodialisis rutin)
Pada gagal ginjal stadium ini, dapat dikatakan ginjal tidak berfungsi lagi
sehingga tindakan hemodialisis dianjurkan sesegera mungkin sebelum muncul
gangguan yang mengancam jiwa
Menurut Brunner & Suddarth stadium GGK dibagi menjadi 5 stadium
1) Stadium 1 : Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal (> 90 ml/menit/1,73 m2
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-
89 mL/menit/1,73 m2
3) Stadium 3 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73 m2
4) Stadium 4 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73 m2
5) Stadium5 : Kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73 m2 atau gagal
ginjal terminal
8

2.2.3 Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit. Apapun
sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Di bawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik:
1) Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini
adalah jantung, otak, ginjal, dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat langsung
dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang-
lubang dan berglanula. Secara histologi lesi yang esensial adalah sklerosis arteri
arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan
arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus,
sehingga seluruh nefron rusak (price, 2005: 933).
2) Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
a. Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
b. Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
(Price, 2005: 924)
3) Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan.
Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai
9

glomerulus atau hanya mengenai beberapa glomerulus yang tersebar. (Price, 2005:
925)
4) Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple,
bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price,
2005: 937)
5) Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis
itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bisa terjadi
melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi
berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu,
obstruksi lain, atau repluks vesikoureter (Price, 2005: 938)
6) Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah
30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan
fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup
semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat
perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi
lima fase atau stadium:
a. Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak faktor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glukagon yang abnormal hormon pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II
dan prostaglandin.
b. Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan
membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit
penumpukan matriks mesangial.
c. Stadium 3 (Nefropati insipient)
d. Stadium 4 (Nefropati klinis atau menetap)
e. Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
10

Menurut brenner dan lazarus dalam price dan wilson (1987) penyebab
penyakit ginjal stadium terminal yang paling banyak di New England adalah
sebagai berikut:
a. Glomerulonefritis kronik (24%)
b. Nefropati diabetik (15%)
c. Nefrosklerosis hipertensif (9%)
d. Panyakit ginjal polikstik (8%)
e. Pielnefritis kronis dan nefritis intertisal lain (8%)
(Toto Suharyo Dan Abdul Madjid. 2009; 183).
2.2.4 Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens Renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urine 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal
tahap-akhir; respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin dan kerjasama
11

keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecendrungan


untuk kehilangan garam; mencetuskan risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin
memperburuk status uremik.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk menyekresi amonia (NH) dan mengabsorpsi natrium
bikarbornat (HCO). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari reproduksi eritropoentin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecendrungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama
dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi
oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina, dan nafas sesak.
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat. Abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar
serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik; jika salah
satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh
tidak berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan
akibatnya, kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25-dihidrokolekalsiferol)
yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal
ginjal.
Penyakit tulang uremik, seiring disebut osteodistrofi Renal, terjadi dari
perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan kesimbangan parathormon. Laju
penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan
gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi.
12

Pasien yang mengeksresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami


peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka
yang tidak mengalami kondisi ini (Suzzane C. Smeltzer Brenda G. 2002; 1448).
13

2.2.5 Manifestasi klinis


1) Kardiovaskular: kardiomiopati, gagal jantung, hipertensi dan aritmia,
termasuk takikardi atau fibrilasi ventrukiler yang bisa membahayakan jiwa,
efusi perikardial, edema periferal dan perikarditis.
2) Kutaneus: rambut keriting dan rapuh yang bisa berubah warna dan rontok
dengan mudah, peteksia, purpura, gatal parah, kuku jari tipis dan rapuh
dengan garis khas, beku uremik.
3) Perubahan endokrin: amenorea dan mens berhenti (pada wanita), kerusakan
metabolisme karbohidrat, impotensi dan produksi sperma berkurang (pada
pria), sekresi aldostrone meningkat, infertilitas dan libido menurun,
pertumbuahn kerdil (pada anak-anak)
4) Gastro intestinal: anoreksia, mual, muntah, inflamasi dan ulserasi mukosa GI
yang menyebabkan stomatitis, ulserasi dan pendarahan gusi dan kemungkinan
parotitis, esofagitis, gastritis, ulser duodenul, lesi disus kecil dan besar, kolitis
uremik, pankreatitis dan proktiti, rasa seperti logam didalam mulut, fetor
uremik.
5) Perubahan hemotopoitik: anemia, kehilangan darah akibat dialisis dan
perdarahan GI, waktu bertahan hidup sel darah merah (red blood count-RBC)
berkurang, pendarahan yang semakin parah dan gangguan pengumpulan,
yang ditunjukan oleh purpura, hemoragi daro orifikum tubuh, mudah memar,
ekimosis, peteksia, trombositopenia ringan dan kelainan keping darah.
6) Neurologis: apatis koma. Konfusi, rasa kantuk, perubahan EEC yang
mengidikasikan ensefalopati metabolik, iritabilat, otot kram dan kejang,
sindrom kaki gelisah, sawan, jangkauan memori dan perhatian memendek.
7) Renal dan urologis: output urin berkurang; urin sangat encer dan mengandung
warna lain dan kristal. Kelebihan cairan dan asidosis metabolik, awalnya
hipotensi, mulut kering, kekencangan kulit hilang, tidak bergairah, letih dan
mual; kemudian timbul rasa kantuk dan konfusi, iritabilitas otot dan
kemudian otot melemah saat kadar kalium naik dan retensi natrium.
8) Respiratorik: dispnea akibat gagal jantung, respirasi kussmaul akibat asidosis,
geseka friksi dan efusi pleural, nyeri pleuritik, edema pulmoner, pleritis
uremik dan paru-paru uremik.
14

9) Perubahan skeletal: klasifikasi arteri yang bisa menyebabkan penyakit arteri


koroner, ketidak seimbangan kalsium-fosforus yang menyebabkan nyeri otot
dan tulang, demineralisasi skeletal, fraktur patologis, dan klasifikasi di otak,
mata, gusi, sendi, miokardium dan embuluh darah, osteodistrofi renal pada
anak-anak (Williams dan Wilkins. 2011; 509-510)
2.2.6 Komplikasi
1) Pada gagal ginjal progersif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2) Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat, asidosis metabolik memburuk.
3) Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensafalopati uremik, dan
pruiritus adalah komplikasi yang sering terjadi.
4) Penurunan pembentukan eritropoiten dapat menyebakan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama,penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebakan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
5) Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
6) Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian (Elizabeth J.Corwin. 2007; 730-
731)
2.2.7 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1) Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredekan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan:
(1) Pengaturan diet protein, kalsium, natrium, dan cairan
a. Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah
15

terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat


terjadinya gagalm ginjal (Zeller dan Jacobus, 1989).
Pembatasan protein berdasarkan pada GFR:
GFR (ml/menit) Pembatasan protein (g)
10 40
5 25-30
3 atau kurang 20 20
Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60-80 g/hari,
apabila penderita mendapatkan pengobatan dialisis teratur.
b. Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut.
Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari.
Penggunaan makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya
dapat menyebabkan hiperkalemia.
c. Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan hadala 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan
natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema
perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d. Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan
dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran
berat badan harian. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban
sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang
terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi
ginjal. Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan
adalah:
Jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)

Misalnya: jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam 400
ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 ml, maka asupan
cairan total dalam sehari adalah 400 + 500 ml = 900 ml.
(2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a. Hipertensi
- Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan.
16

- Pemberian obat antihipertensi: metildopa (aldomert), propranol,


klonidin (catapres).
- Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa, pemberian
antihipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan
syok yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui
ultrafiltrasi.
- Pemberian diuretik: furosemid (lasix)
b. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+
serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan
juga henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian
glukosa dan insulin intervena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel,
atau dengan pemberian kalsium Glukonat 10% .
c. Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi
eritropoeitin oleh ginjal, pengobatannya adalah pemberian hormon
eritropoeitin, yaitu rekombinan eritropoeitin (r-EPO) (Esch bach et al,
1987), selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan
tranfusi darah.
d. Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun
dibawah angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan
pemberian Na HCO3 (Natrium Bikarbonat) parental. Koreksi pH darah
yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetani, maka harus
dimonitori dengan seksama.
e. Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di
dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama
dengan makanan.
f. Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut
adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat
17

dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang


dihasilkan tubuh.
2) Dialisis dan Transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan transplantasi
ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam
keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis dilakukan
apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/100 ml pada laki-laki atau
4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit (Toto Suharyo Dan
Abdul Madjid. 2009; 189-192).

2.3 Konsep Dasar Hemodialisa


2.3.1 Definisi
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut.
Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati
membrane semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra
filtrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal
(ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau
terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
terganggu fungsinya itu.
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal
dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya
(biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien
18

memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
2.3.2 Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus
segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan
kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan.
Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk
dialysis yang lain.
2.3.3 Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
1) Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
2) Asidosis
3) kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5) Kelebihan cairan.
6) Perikarditis dan konfusi yang berat.
7) Hiperkalsemia dan hipertensi.
2.3.4 Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses hemodialisa
1) Akses Vaskuler
Seluruh dialisis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya
memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki
akses temporer seperti vascoth.
2) Membran semi permeabel
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan
kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
3) Difusi
19

Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan


pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi
tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut
yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
4) Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan
mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
5) Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi
artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe
dari tekanan dapat terjadi pada membrane:
a. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan
resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positif
mendorong cairan menyeberangi membrane.
b. Tekanan negatif merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane
oleh pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negatif menarik
cairan keluar darah.
b. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan
dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain
dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable
terhadap air.
2.3.5 Perangkat Hemodialisa
1) Mesin hemodialisa
Ginjal buatan (dializer) yaitu: alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa
metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2
ruangan atau kompartemen, yaitu kompartemen darah dan kompartemen
dialisat.
2) Blood lines: selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan kembali
ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi, yaitu untuk mengeluarkan dan menampung
20

cairan serta sisa-sisa metabolisme dan untuk mencegah kehilangan zat-zat vital
dari tubuh selama dialysis.
3) Alat-alat kesehatan:
a. Tempat tidur fungsional
b. Timbangan BB
c. Pengukur TB
d. Stetoskop
e. Termometer
f. Peralatan EKG
g. Set O2 lengkap
h. Suction set
i. Meja tindakan.
4) Obat-obatan dan cairan:
a. Obat-obatan hemodialisa: heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
b. Cairan infuse: NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
c. Dialisat
d. Desinfektan: alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
e. Obat-obatan emergency.
2.3.6 Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1) Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
b. Kran air dibuka.
c. Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar
atau saluran pembuangan.
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
e. Hidupkan mesin.
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
g. Matikan mesin hemodialisis.
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis.
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
21

2) Menyiapkan sirkulasi darah


a. Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
b. Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi inset (tanda merah)
diatas dan posisi outset (tanda biru) dibawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung inset dari dialiser.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung outset adri dialiser dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.
e. Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
f. Hubungkan set infuse ke slang arteri.
g. Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.
h. Memutarkan letak dialiser dengan posisi inset dibawah dan ouset di atas,
tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
j. Buka klem dari infuse set ABL, UBL.
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian
naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
l. Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
m. Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan
tidak lebih dari 200 mmHg).
n. Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
p. Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
q. Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20
menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
r. Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana inset diatas dan
outset dibawah.
s. Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit
siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
22

3) Persiapan pasien
a. Menimbang BB
b. Mengatur posisi pasien.
c. Observasi KU
d. Observasi TTV
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
a) Dengan interval A-V Shunt/fistula simino
b) Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
c) Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).
2.3.7 Komplikasi yang terjadi
1) Hipotensi
Penyebab: terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,
obat-obatan anti hipertensi.
2) Mual dan muntah
Penyebab: gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
3) Sakit kepala
Penyebab: tekanan darah tinggi, ketakutan.
4) Demam disertai menggigil.
Penyebab: reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
5) Nyeri dada.
Penyebab: minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
6) Gatal-gatal
Penyebab: jadwal dialysis yang tidak teratur sesudah transfuse kulit kering.
7) Perdarahan amino setelah dialysis
Penyebab: tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis
heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
8) Kram otot
Penyebab: penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat
(UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1 kg. Posisi tidur
berubah terlalu cepat.
23

2.3.8 Pemeriksaan Diagnostik


1) Studi darah menunjukkan kenaikan kadar nitrogen, kreatinin, natrium, dan
kalium urea; kadar pH dan bikarbonat turun; dan kadar hemoglobik (Hb) dan
hematokri (HCT) rendah.
2) Uji pembersihan kreatinin menunjukkan deteriorasi perlahan-lahan pada fungsi
ginjal.
3) Biopsi ginjal memungkinkan indentifikasi histologis pada paotologi mendasar
4) Sinar-X pada ginjal atau abdomen computed tomography scan pada ginjal,
magnetic resonance imaging, atau ultrasonografi menunjukan ukuran ginjal
mengecil. studi sinar-X meliputi radiografi ginjal-ureter-kandung kemih,
urografi ekskretorik, nefrotomografi, scan renal, dan arterigrafi renal.
(Williams dan Wilkins. 2011; 510-511)
Pemeriksaan diagnostik lain dibutuhkan pada gagal ginjal kronik:
1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa
2) Intra Vena Pielografi (IVG) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat
3) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal ,tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviiokalises, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat
4) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskular, perenkim, ekskresi), sertas sisa fungsi ginjal.
5) EKG untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
peikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hipekalemia) (Arif Muttaqin dan
Kumala Sari. 2011; 173).
24

2.4 Manajemen Keperawatan


2.4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan sismatis
terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang
dihadapi oleh masayarakat baik individu, keluarga atau kelompok yang
menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis, sosial ekonomi, maupun
spiritual dapat ditentukan. Dalam tahap pengkajian ini terdapat lima kegiatan
yaitu: pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, perumusan atau
penentuan masalah kesehatan dan prioritas masalah (Mubarak, 2006:73).
Menurut Doenges (1999:626) pengkajian pada pasien gagal ginjal adalah
sebagai berikut:
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise, Gangguan tidur (Insomnia/
gelisah atau somnolen)
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi: nyeri dada (Angina)
Tanda: Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan, Disritmia jantung, Nadi lemah halus, hipertensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, Friction rub
pericardial (Respons terhadap akumulasi sisa), Pucat; kulit coklat kehijauan,
kuning. Kecenderungan perdarahan.
3) Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4) Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
25

Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.
oliguria, dapat menjadi anuria.
5) Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (Pernapasan amonia), Penggunaan diuretik
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir), Perubahan
turgor kulit/kelembaban.Edema (Umum, tergantung), Ulserasi gusi,perdarahan
gusi/lidah, Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
6) Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8) Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan atau tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (Edema paru).
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan baik
yang aktual maupun potensial (Mubaraq, 2006: 81). Menurut Smeltzer, (2001:
1451-1456) pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan yang
tepat untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan stress
serta cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini. Diagnosa
keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini mencakup yang berikut:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
26

2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
2.4.3 Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien
(Mubaraq, 2006: 84). Menurut Smeltzer, (2001: 1452-1454) perencanaan
keperawatan dari diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil :
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
(1) Kaji status cairan:
a. Timbang berat badan harian.
b. Keseimbangan masukan dan haluaran.
c. Turgor kulit dan adanya edema.
d. Distensi vena leher.
e. Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
(2) Batasi masukan cairan.
Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
(3) Identifikasi sumber potensial cairan:
a. Medikasi dan cairan yang di gunakan.
27

b. Makanan
Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
(4) Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.
(5) Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
(6) Tingkatkan dan dorong oral hygiene dengan sering.
Rasional: Oral hygiene mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
(1) Kaji status nutrisi:
a. Perubahan berat badan.
b. Pengukuran antropometrik.
c. Nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, tranferin,
dan kadar besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
(2) Kaji pola diet nutrisi pasien:
a. Riwayat diet.
b. Makanan kesukaaan.
c. Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
28

(3) Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:


a. Anoreksia, mual atau muntah.
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
c. Depresi.
d. Kurang memahami pembatasan diet.
e. Stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
(4) Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
(5) Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur,
produk susu, daging.
Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
(6) Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara
waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan
dan penyembuhan jaringan.
(7) Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan
rasa kenyang.
(8) Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet,
urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.
(9) Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang
dapat digunakan di rumah.
29

(10) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.


Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
(11) Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan yang
bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Intervensi:
(1) Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya:
a. Penyebab gagal ginjal pasien.
b. Pengertian gagal ginjal.
c. Pemahaman tentang fungsi renal.
d. Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
e. Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi).
Rasional: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan
lebih lanjut.
(2) Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah
mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan
konsekuensinya.
(3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah
akibat penyakit.
(4) Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat tentang:
a. Fungsi dan kegagalan renal.
30

b. Pembatasan cairan dan diet.


c. Medikasi.
d. Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
e. Jadwal tindak lanjut.
f. Sumber dikomunitas.
g. Pilihan terapi.
Rasional: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya di rumah.
2.4.4 Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun (Mubaraq, 2006: 87).
2.4.5 Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara
proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut (Mubaraq, 2006:88).
1) Klien Tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, produksi urine > 600
ml/hari.
2) Masukan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik.
3) Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
31

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Nopa raska kristina


NIM : 2010.C.02a.0383
Ruang Praktek : Hemodialisa
Tanggal Praktek : 27-4 maret 2017
Tanggal & Jam Pengkajian : 27 Februari 2017 pukul 08.40 WIB

2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Permpuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Bukit Raya no. 78
Tgl MRS : 27 Februari 2017
Diagnosa Medis : CRF (Chronic Renal Failure)
2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN PRE HD
1) Keluhan Utama/Alasan HD
Pasien mengatakan bengkak sedikit dibagian kakinya
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 08 Agustus 2016, Ny. T datang ke IGD dengan keluhan sesak
nafas dan edema ekstremitas, setelah menjalani pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan kadar Kreatinin yang melebihi batas normal sehingga
klien didiagnosa menderita gagal ginjal oleh dokter dan disarankan untuk
menjalani terapi hemodialisa sehingga semenjak itu Ny. T selalu rutin
melakukan terapi hemodialisa di BLUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

31
32

3) Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Ny. T sebelumnya pernah menderita Diabetes Mellitus sejak 17 tahun yang
lalu, penyakit diabetes mellitus diturunkan oleh orangtuanya dan juga tidak
menjaga pola hidup yang benar selama bertahun-tahun, sehingga keadaan
kesehatannya menjadi semakin parah dengan adanya ulkus di kaki kiri dan
dianjurkan untuk menjalani operasi amputasi jari telujuk kaki kiri akibat
adanya Ulkus Diabetik pada tahun 2014.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Ny. T mengatakan dalam keluarganya juga ada riwayat penyakit Diabetes
Melitus, yaitu ibu dan kakak kandung klien, namun tidak ada yang menderita
gagal ginjal seperti dirinya.

GENOGRAM KELUARGA

Keterangan:

: laki-laki : pasien Ny. T


: perempuan

: meninggal

: hub. keluarga

: tinggal serumah
33

2.1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1) Keadaan Umum:
Pasien tampak tenang, kesadaran Compos Menthis, GCS= 15 (E4,V5,M6
Normal), berbicara lancar, penampilan rapi, pasien terpasang AVBL
terpasang akses vascular : AV-fistula pada lengan dan femoralis dextra
dengan pemberian heparin 5000 iu/ml (bolus: 3000 iu, intermiten 2000 iu).
2) Kepala
Tidak ada bekas luka atau benjolan di kulit kepala, tekstur rambut halus
beraturan, bentuk kepala normal, wajah tidak tampak bengkak.
3) Mata
Fungsi penglihatan baik, gerakan bola mata bergerak normal, sklera putih
tidak ikterik, kornea bening, konjungtiva merah muda.
4) Leher
Mobilitas leher normal, tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
pembesaran jaringan limfa, dan kelenjar tiroid tidak teraba.
5) Paru
Bentuk dada simetris, tidak ada sesak nafas, irama nafas teratur dengan
frekuensi 20x/menit, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
6) Abdomen
Tidak terdapat asites atau pembengkakan di abdomen.
7) Ekstremitas
Ny. T mampu menggerakkan anggota tubuhnya secara spontan, ada edema
pada kaki kanan dan kiri dengan pitting edema derajat 1 dengan kedalaman 2
mm dengan waktu kembali 2 detik, tidak ada nyeri, tidak ada fraktur, tulang
belakang normal, tidak ada kelemahan anggota gerak, kekuatan tonus otot
normal.
5 5
5 5
5 : anggota gerak atas dan bawah kiri dapat melawan gravitasi dan dapat
melawan tahanan yang diberikan.
8) Integumen
34

Tidak ada peradangan dan perlukaan, tekstur halus, suhu kulit hangat, turgor
baik, warna kulit baik, bentuk kuku simetris.
9) Pola Kebutuhan Dasar
a. Pola makan dan minum
Ny. T mengatakan pola makannya seperti biasa 3x sehari dengan jenis
makanan nasi, lauk, sayur. Ny. T mengaku nafsu makannya baik dengan
porsi -1 porsi dengan pola minum 5 gelas (1250cc) dalam 24 jam.
b. Pola istirahat
Ny. T mengatakan pola istirahat tidurnya siang 2 jam dan malam 6-8
jam.
c. Pola aktivitas
Ny. T dapat beraktivitas secara mandiri, baik di rumah maupun di tempat
kerjanya.
d. Pola eliminasi uri/bowel
Ny. T mengatakan dalam sehari BAK 5 kali 150cc/hr (sedikit-sedikit)
warna kuning, bau khas amoniak.
e. Personal Hygiene
Ny. T mengatakan melakukan personal hygiene dengan mandiri dan rutin.
10) Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36.5C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 95x/mnt
c. Pernapasan/RR : 20x/mnt
d. Tekanan Darah/BP : 134/88 mmHg
e. BB Pre HD : 46 kg
f. BBK : 44 kg
2.1.4 INTRA HD
1) Suhu/T : 36,5 C Axilla Rektal Oral
2) Nadi/HR : 93x/mnt
3) Pernapasan/RR : 20x/mnt
4) Tekanan Darah/BP : 148/98 mmHg
5) Keluhan selama HD : Tidak ada keluhan
6) Nutrisi :
35

a. Jenis Makanan : nasi, lauk, pauk, sayur


Jumlah : porsi habis.
b. Jenis Minuman : air putih
Jumlah : 1 gelas.
7) Catatan Lain :-
Catatan Observasi selama proses hemodialisa
Jam UF removed QB Vital Sign Setting mesin
08.05 WIB 0,53 170 134/88 mmHg Time : 4,5 jam
09.15 WIB 0,42 145 148/98 mmHg UF Goal : 2.00 L

11.30 WIB 0,68 145 155/95 mmHg Uf rate : 0.44 L/h


Heparin : 5000 ui
sirkulasi

2.1.5 POST HD
1) Keadaan Umum:
Ny. T tampak tenang, kesadaran compos menthis.
2) Tanda-tanda Vital:
a. Suhu/T : 36,7C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 112x/mnt
c. Pernapasan/RR : 22x/mnt
d. Tekanan Darah/BP : 155/95 mmHg
e. BB Post HD : 45 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan : 2000 cc
3) Perencanaan Pulang (Discharge Planning):
a. Obat-obatan yang disarankan/dibawa pulang:
Amlodipin 2x1, candesartan 2x1
b. Makanan/Minuman yang dianjurkan (jumlah):
Diet yang dianjurkan untuk Ny. T adalah diet rendah protein (DRP), diet
rendah garam (DRG), diet rendah gula dan minum air putih BAK + 500 IWL.
c. Rencana HD/Kontrol selanjutnya:
Ny. T dianjurkan untuk melakukan HD sebanyak 2x dalam seminggu yaitu hari
Senin dan Kamis pagi.
36

d. Catatan lain:
Tidak ada.
e. Data penunjang:
Golongan darah B+
Tanggal 17 November 2016 : Hb 6,7 g/dL (P = 12-16 g/dL)
Tanggal 29 Desember 2016 : Hb 7,7 g/dL (P = 12-16 g/dL)
Tanggal 23 Februari 2017 : Hb 10,5 g/dL (P = 12-16 g/dL)
Klien mendapatkan transfusi darah sebanyak 2 kolp atas indikasi anemia.

2.2 ANALISIS DATA


DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB

DS : Kerusakan struktur Kelebihan volume


Klien mengatakan ada sedikit ginjal cairan
bengkak dibagian kakinya
DO : BUN dan kreatinin
ada edema pada kaki kanan
dan kiri dengan pitting Ketidakseimbangan
edema derajat 1 dengan glomerulus dan tubulus
kedalaman 2 mm dengan
waktu kembali 2 detik Ketidakmampuan tubuh
BB pre HD 46 kg untuk mempertahankan
BB kering 44 kg metabolisme dan
TTV: keseimbangan cairan
TD: 155/95 mmHg maupun elektrolit
N: 112x/mnt
RR: 22x/mnt Retensi Na dan cairan
S: 36.5C
Setting Mesin
- UF Goal: 2.00 L
- UF Rate: 0.44 L/h
- Time 4,5 jam
Minum 1250 cc /hr
BAK 150 cc/hr (sedikit-
sedikit)
37

PRIORITAS MASALAH

1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium
sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal.
37

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


Nama Pasien : Ny. T
Ruang Rawat : Hemodialisa
DIAGNOSA TUJUAN
NO INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN (KRITERIA HASIL)
1. Kelebihan volume Tujuan: 1. Observasi status cairan: 1. Adanya peningkatan jumlah
cairan b.d penurunan Setelah dilakukan tindakan timbang BB, turgor kulit, cairan yang meningkatkan
haluaran urin, retensi perawatan 1x4,5 jam diharapkan edema, TD dan Nadi beban kerja jantung
cairan dan natrium tidak terjadi kelebihan volume
sekunder terhadap cairan tubuh. 2. Kolaborasi pelaksanaan tindakan 2. Dialisis akan menurunkan
penurunan fungsi Dengan kriteria hasil: Hemodialisa volume cairan yang berlebih
ginjal - Penurunan BB post HD 2 kg
-
TTV dalam batas normal 3. Batasi masukan cairan 3. Menentukan BB ideal,
TD: 150/90 mmHg haluaran urine, dan respon,
N: 80-110x/mnt terhadap terapi
S: 36,5-37,5oC
RR: 16-24x/mnt 4. Jelaskan kepada klien dan 4. Menguatkan pemahaman dan
-
Intake & output seimbang keluarga rasional pembatasan kerjasama klien dan keluarga

5. Anjurkan pasien tirah baring 5. Tirah baring untuk


jika saat edema terjadi meningkatkan diuresis yang
bertujuan mengurangi edema

6. Anjurkan pasien untuk HD 6. melakukan HD sesuai jadwal


sesuai jadwal yang diberikan akan mengurangi resiko
kelebihan cairan
38

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Senin, 27 Februari Kelebihan volume cairan b.d 1. Observasi TTV intra HD S:
2017 penurunan haluaran urin, 1) Suhu: 36,5 C Ny. T mengatakan dirinya merasa
Pukul: 07.00-11.30 retensi cairan dan natrium 2) Nadi: 93x/mnt agak lemas
WIB 3) RR: 20x/mnt O:
sekunder terhadap penurunan
4) TD: 148/98 mmHg - BB pre HD 46 kg
fungsi ginjal 2. Kolaborasi pelaksanaan HD: - BB post HD 45 kg
a. Mempersiapkan alat hemodialisa - Uf Removed 1 liter
(memasang AVBL, Priming dan - Minum 250 cc
Sirkulasi) - TTV:
b. Menyeting alat Hemodialisa Suhu/T:36,7C, Nadi:112x/mnt,
Setting Mesin RR: 22x/mnt, TD: 155/95 mmHg
- UF Goal: 2.00 L
- Uf Rate: 0.44 L/h A:
- Time 4,5 jam Masalah teratasi sebagian
c. Membantu Memasang AV-Shunt P:
kepada vena brakialis dan Lanjutkan intervensi:
femoralis dextra - Edukasi untuk HD rutin sesuai
jadwal Senin dan Kamis tanggal 2
d. Menghubungkan AV-Shunt ke
maret 2017 dan 6 maret 2017.
mesin HD dan memulai proses - Anjurkan klien untuk banyak
hemodialisis mengkonsumsi makanan yang
3. Menjelaskan kepada klien dan banyak mengandung zat besi
keluarga rasional pembatasan: (hati, kuning telur), asam folat
a. Hindari makanan dengan rasa asin (jamur, pisang, apel), dan protein
dan pedas. Rasa asin dan pedas (telur, susu, tempe, kacang-
akan meningkatkan rasa haus, kacangan).
39

sedangkan rasa asin akan - Anjurkan klien untuk


cenderung meningkatkan tekanan menghindari minum teh, kopi dan
darah, dan peningkatan kadar cokelat.
Natrium dalam darah dapat
mengikat air dalam tubuh sehingga
air tidak dapat keluar
mengakibatkan edema pada tubuh.
b. Lakukan perencanaan dan
pembagian cairan yang akan
dikonsumsi dalam sehari, misalnya
jika dibatasi 1000 ml/hari dapat
dibagi dalam 6 kali minum dengan
pembagian: sarapan sekitar 150 ml,
snack pagi 100 ml, makan siang
250 ml, snack sore 100 ml, makan
malam 150 ml, snack malam 100
ml. sisanya sekitar 150 ml didapat
dari makanan, baik berupa sayuran,
buah-buahan, sup, snack, dan lain
sebagainya.
c. Saat minum obat gunakan sedikit
air. Sebaiknya obat diminum
setelah makan, sehingga jumlah
cairan yang sudah direncanakan
pada saat makan juga cukup
digunakan untuk minum obat
kecuali obat yang harus diminum
sebelum makan.
40

4. Menganjurkan pasien tirah baring


pada saat edema terjadi
37

DAFTAR PUSTAKA

Aprianti. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal Ginjal.


http://www.skripsipedia.com.

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed 8


Volume 2. Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi :Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed 3. Jakarta:
EGC.

Muhammad, Asadi. 2012. Serba-Serbi Gagal Ginjal. Yogyakarta: DIVA press.

Muttaqin Arif dan Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Ed. 4. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit,


Ed 6. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.

Surhayanto, toto. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Perkemihan. Jakarta: TIM.

Tim Redaksi Vita Health. 2008. Gagal Ginjal (Informasi Lengkap Untuk
Penderita dan Keluarganya). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai