BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Ginjal
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan
homeostasis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan
homeostasis dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-basa,
ekskresi sisa metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan metabolisme.
Ginjal terletak dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan kanan kolumn
avertebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritoneum. Batas
atas ginjal kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal kanan setinggi iga ke-12, sedangkan
batas bawah setinggi vertebralis lumbalis ke-3.
2.1.2 Struktur Ginjal
Ginjal terdiri atas:
1) Medulla (bagian dalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis,
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeksnya menghadap ke sinusrenalis.
2) Korteks (bagian luar): subtansi kortek alis berwarna coklat merah, konsistensi
lunak, dan bergranula. Subtansi tepat di bawah fibrosa, melengkung sepanjang
1
2
basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis. Bagian dalam diantara
piramid dinamakan kolumna renalis.
2.1.3 Pembungkus Ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula adiposa
(peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang
melalui hilusrenalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh lamina khusus dari
fasia subserosa yang disebut fasiarenalis yang terdapat diantara lapisan dalam dari
fasiaprofunda dan stratum fasia subserosa internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi
dua.
1) Lamella anterior atau fasia prerenalis.
2) Lamella posterior atau fasia retrorenalis.
2.1.4 Struktur Makroskopis Ginjal
Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai + 1,3juta.
Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis membawa
darah murni dari aorta keginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada renal pyramid
masing-masing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan malpigi yang
disebut glomerulus
2.1.5 Bagian-bagian dari Nefron
1) Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam
kapsula bowman menerima darah dari arteriole aferen dan meneruskan ke
sistem vena melalui arteri ola feren. Natrium secara bebas difiltrasi ke dalam
glomerulus sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium juga difiltrasi
secara bebas, diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat oleh protein
dalam keadaan normal.
2) Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman dengan
panjang 15 mm dan diameter 55. Bentuknya berkelok-kelok berjalan dari
korteks ke bagian medulla lalu kembali ke korteks, sekitar 2/3 dari natrium
yang terfiltrasi akan diabsorbsi secara isotonik bersama klorida. Proses ini
melibatkan transport aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan
mengurangi pengeluaran air dan natrium.
3
Gagal ginjal kronis bisa berkembang melalui stadium - stadium berikut ini:
1) Cadangan ginjal berkurang (tingkat filtrasi glomerular [glomerular filtration
rate - GFR] sebesar 45% sampai 50% dari normal)
2) Insufisiensi ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal)
3) Gagal ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal)
4) Penyakit ginjal stadium-akhir (GFR sebesar kurang dari 20% dari normal).
(Williams dan Wilkins. 2011: 508).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya
dieliminasi diurin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal
dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit,
serta asam basa (Toto Suharyo Dan Abdul Madjid 2009: 183).
2.2.2 Klasifikasi atau Stadium GGK
Berikut tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronis
selengkapnya:
1) Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
a. Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
b. Laju flitrasi glomerulus 40-50% normal.
c. BUN dan Kreatinin serum masih normal.
d. Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling
ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita
juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan laboraturium
menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea nitrogen) masih
berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal
baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan
kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti.
5
khusus, faktor risiko terjadinya progresifitas penyakit ginjal perlu ditelaah dan
diintervensi segera.
3) Stadium 3 (GFR 30-59)
Pada gagal ginjal stadium 3 terdapat penurunan fungsi ginjal yang
bermakna. Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang perjalanannya
progresif, dalam artian terus berlangsung sehingga perlu dilakukan tindakan yang
dapat menghambat lajunya kerusakan ginjal. Faktor risiko harus dapat ditekan dan
penyebab terjadinya gagal ginjal perlu dievaluasi dengan seksama.
4) Stadium 4 (GFR 15-29)
Pada gagal ginjal stadium 4, penurunan fungsi ginjal sudah berat dan perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan hemodialisis atau tindakan cuci darah.
Hemodialisis rutin perlu ditelaah lebih baik dari segi medis maupun dari segi
ekonomi.
5) Stadium 5 (GFR < 15 atau menjalani tindakan hemodialisis rutin)
Pada gagal ginjal stadium ini, dapat dikatakan ginjal tidak berfungsi lagi
sehingga tindakan hemodialisis dianjurkan sesegera mungkin sebelum muncul
gangguan yang mengancam jiwa
Menurut Brunner & Suddarth stadium GGK dibagi menjadi 5 stadium
1) Stadium 1 : Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal (> 90 ml/menit/1,73 m2
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-
89 mL/menit/1,73 m2
3) Stadium 3 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73 m2
4) Stadium 4 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73 m2
5) Stadium5 : Kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73 m2 atau gagal
ginjal terminal
8
2.2.3 Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit. Apapun
sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Di bawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik:
1) Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini
adalah jantung, otak, ginjal, dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat langsung
dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang-
lubang dan berglanula. Secara histologi lesi yang esensial adalah sklerosis arteri
arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan
arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus,
sehingga seluruh nefron rusak (price, 2005: 933).
2) Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
a. Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
b. Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
(Price, 2005: 924)
3) Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan.
Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai
9
glomerulus atau hanya mengenai beberapa glomerulus yang tersebar. (Price, 2005:
925)
4) Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple,
bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price,
2005: 937)
5) Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis
itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bisa terjadi
melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi
berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu,
obstruksi lain, atau repluks vesikoureter (Price, 2005: 938)
6) Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah
30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan
fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup
semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat
perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi
lima fase atau stadium:
a. Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak faktor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glukagon yang abnormal hormon pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II
dan prostaglandin.
b. Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan
membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit
penumpukan matriks mesangial.
c. Stadium 3 (Nefropati insipient)
d. Stadium 4 (Nefropati klinis atau menetap)
e. Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
10
Menurut brenner dan lazarus dalam price dan wilson (1987) penyebab
penyakit ginjal stadium terminal yang paling banyak di New England adalah
sebagai berikut:
a. Glomerulonefritis kronik (24%)
b. Nefropati diabetik (15%)
c. Nefrosklerosis hipertensif (9%)
d. Panyakit ginjal polikstik (8%)
e. Pielnefritis kronis dan nefritis intertisal lain (8%)
(Toto Suharyo Dan Abdul Madjid. 2009; 183).
2.2.4 Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens Renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urine 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal
tahap-akhir; respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin dan kerjasama
11
Misalnya: jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam 400
ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 ml, maka asupan
cairan total dalam sehari adalah 400 + 500 ml = 900 ml.
(2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a. Hipertensi
- Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan.
16
memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
2.3.2 Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus
segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan
kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan.
Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk
dialysis yang lain.
2.3.3 Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
1) Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
2) Asidosis
3) kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5) Kelebihan cairan.
6) Perikarditis dan konfusi yang berat.
7) Hiperkalsemia dan hipertensi.
2.3.4 Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses hemodialisa
1) Akses Vaskuler
Seluruh dialisis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya
memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki
akses temporer seperti vascoth.
2) Membran semi permeabel
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan
kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
3) Difusi
19
cairan serta sisa-sisa metabolisme dan untuk mencegah kehilangan zat-zat vital
dari tubuh selama dialysis.
3) Alat-alat kesehatan:
a. Tempat tidur fungsional
b. Timbangan BB
c. Pengukur TB
d. Stetoskop
e. Termometer
f. Peralatan EKG
g. Set O2 lengkap
h. Suction set
i. Meja tindakan.
4) Obat-obatan dan cairan:
a. Obat-obatan hemodialisa: heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
b. Cairan infuse: NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
c. Dialisat
d. Desinfektan: alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
e. Obat-obatan emergency.
2.3.6 Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1) Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
b. Kran air dibuka.
c. Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar
atau saluran pembuangan.
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
e. Hidupkan mesin.
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
g. Matikan mesin hemodialisis.
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis.
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
21
3) Persiapan pasien
a. Menimbang BB
b. Mengatur posisi pasien.
c. Observasi KU
d. Observasi TTV
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
a) Dengan interval A-V Shunt/fistula simino
b) Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
c) Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).
2.3.7 Komplikasi yang terjadi
1) Hipotensi
Penyebab: terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,
obat-obatan anti hipertensi.
2) Mual dan muntah
Penyebab: gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
3) Sakit kepala
Penyebab: tekanan darah tinggi, ketakutan.
4) Demam disertai menggigil.
Penyebab: reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
5) Nyeri dada.
Penyebab: minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
6) Gatal-gatal
Penyebab: jadwal dialysis yang tidak teratur sesudah transfuse kulit kering.
7) Perdarahan amino setelah dialysis
Penyebab: tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis
heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
8) Kram otot
Penyebab: penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat
(UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1 kg. Posisi tidur
berubah terlalu cepat.
23
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.
oliguria, dapat menjadi anuria.
5) Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (Pernapasan amonia), Penggunaan diuretik
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir), Perubahan
turgor kulit/kelembaban.Edema (Umum, tergantung), Ulserasi gusi,perdarahan
gusi/lidah, Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
6) Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8) Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan atau tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (Edema paru).
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan baik
yang aktual maupun potensial (Mubaraq, 2006: 81). Menurut Smeltzer, (2001:
1451-1456) pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan yang
tepat untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan stress
serta cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini. Diagnosa
keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini mencakup yang berikut:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
26
b. Makanan
Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
(4) Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.
(5) Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
(6) Tingkatkan dan dorong oral hygiene dengan sering.
Rasional: Oral hygiene mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
(1) Kaji status nutrisi:
a. Perubahan berat badan.
b. Pengukuran antropometrik.
c. Nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, tranferin,
dan kadar besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
(2) Kaji pola diet nutrisi pasien:
a. Riwayat diet.
b. Makanan kesukaaan.
c. Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
28
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Permpuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Bukit Raya no. 78
Tgl MRS : 27 Februari 2017
Diagnosa Medis : CRF (Chronic Renal Failure)
2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN PRE HD
1) Keluhan Utama/Alasan HD
Pasien mengatakan bengkak sedikit dibagian kakinya
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 08 Agustus 2016, Ny. T datang ke IGD dengan keluhan sesak
nafas dan edema ekstremitas, setelah menjalani pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan kadar Kreatinin yang melebihi batas normal sehingga
klien didiagnosa menderita gagal ginjal oleh dokter dan disarankan untuk
menjalani terapi hemodialisa sehingga semenjak itu Ny. T selalu rutin
melakukan terapi hemodialisa di BLUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
31
32
GENOGRAM KELUARGA
Keterangan:
: meninggal
: hub. keluarga
: tinggal serumah
33
Tidak ada peradangan dan perlukaan, tekstur halus, suhu kulit hangat, turgor
baik, warna kulit baik, bentuk kuku simetris.
9) Pola Kebutuhan Dasar
a. Pola makan dan minum
Ny. T mengatakan pola makannya seperti biasa 3x sehari dengan jenis
makanan nasi, lauk, sayur. Ny. T mengaku nafsu makannya baik dengan
porsi -1 porsi dengan pola minum 5 gelas (1250cc) dalam 24 jam.
b. Pola istirahat
Ny. T mengatakan pola istirahat tidurnya siang 2 jam dan malam 6-8
jam.
c. Pola aktivitas
Ny. T dapat beraktivitas secara mandiri, baik di rumah maupun di tempat
kerjanya.
d. Pola eliminasi uri/bowel
Ny. T mengatakan dalam sehari BAK 5 kali 150cc/hr (sedikit-sedikit)
warna kuning, bau khas amoniak.
e. Personal Hygiene
Ny. T mengatakan melakukan personal hygiene dengan mandiri dan rutin.
10) Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36.5C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 95x/mnt
c. Pernapasan/RR : 20x/mnt
d. Tekanan Darah/BP : 134/88 mmHg
e. BB Pre HD : 46 kg
f. BBK : 44 kg
2.1.4 INTRA HD
1) Suhu/T : 36,5 C Axilla Rektal Oral
2) Nadi/HR : 93x/mnt
3) Pernapasan/RR : 20x/mnt
4) Tekanan Darah/BP : 148/98 mmHg
5) Keluhan selama HD : Tidak ada keluhan
6) Nutrisi :
35
2.1.5 POST HD
1) Keadaan Umum:
Ny. T tampak tenang, kesadaran compos menthis.
2) Tanda-tanda Vital:
a. Suhu/T : 36,7C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 112x/mnt
c. Pernapasan/RR : 22x/mnt
d. Tekanan Darah/BP : 155/95 mmHg
e. BB Post HD : 45 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan : 2000 cc
3) Perencanaan Pulang (Discharge Planning):
a. Obat-obatan yang disarankan/dibawa pulang:
Amlodipin 2x1, candesartan 2x1
b. Makanan/Minuman yang dianjurkan (jumlah):
Diet yang dianjurkan untuk Ny. T adalah diet rendah protein (DRP), diet
rendah garam (DRG), diet rendah gula dan minum air putih BAK + 500 IWL.
c. Rencana HD/Kontrol selanjutnya:
Ny. T dianjurkan untuk melakukan HD sebanyak 2x dalam seminggu yaitu hari
Senin dan Kamis pagi.
36
d. Catatan lain:
Tidak ada.
e. Data penunjang:
Golongan darah B+
Tanggal 17 November 2016 : Hb 6,7 g/dL (P = 12-16 g/dL)
Tanggal 29 Desember 2016 : Hb 7,7 g/dL (P = 12-16 g/dL)
Tanggal 23 Februari 2017 : Hb 10,5 g/dL (P = 12-16 g/dL)
Klien mendapatkan transfusi darah sebanyak 2 kolp atas indikasi anemia.
PRIORITAS MASALAH
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium
sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal.
37
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi :Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Muttaqin Arif dan Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Ed. 4. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
Tim Redaksi Vita Health. 2008. Gagal Ginjal (Informasi Lengkap Untuk
Penderita dan Keluarganya). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.