Perdarahan Uterus Disfungsional
Perdarahan Uterus Disfungsional
UTERINE BLEEDING)
Definisi
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang
didalam maupun diluar siklus haid, yang semata-mata disebabkan gangguan fungsional
mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik
alat reproduksi. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenars dan perimenopause.
Batasan Perdarahan Uterus Abnormal
ayunan, kekeringan atau kelembutan Vagina serta juga dapat menimbulkan rasa lelah
yang berlebih.
Pada siklus ovulasi
Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga
spotting atau perdarahan yang terus menerus.
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan
siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis
perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama
dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk
kurve suhu badan basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi
tanpa ada sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologi :
1. korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang
bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan
endometrium tidak teratur.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia
atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh
gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam
fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada
hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh
darah dalam uterus.
4. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru
sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim
berkepanjangan.
Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan
siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan
diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid.
Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi,
maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah
dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya
sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologiya :
1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang
bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan
ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan
banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persisten dapat pula menyebabkan
pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosa irregular
shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon
pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe
sekresi disamping tipe nonsekresi.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia
atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh
gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam
fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada
hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri; pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh
darah dalam uterus.
4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam
mekanisme pembekuan darah.
Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang kadang-
kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu
waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami
atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh
estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi
endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang
diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat
anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam
kehidupan menstrual seorang wanita, tapi paling sering pada masa pubertas dan masa
premenopause. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada
harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulatoar, pada seorang wanita dewasa terutama dalam masa premenopasue dengan
perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya
tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun,
tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Disamping itu stress dan pemberian obat
penenang juga dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar yang bisanya bersifat
sementara.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan umum dinilai adanya hipo/hipertiroid dan gangguan
homeostasis seperti ptekie, selain itu perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk
kearah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan
lain-lain.
Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan
organik, yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan
terganggu).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah biopsi endometrium (pada
wanita yang sudah menikah), laboratorium darah dan hemostasis, USG, serta radio
immuno assay
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam pemeriksaan
pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik,
maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan
pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan.
Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan
berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram
abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi
dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan bulan,
kemungkinan bersifat anovulatori.
Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( >
3 ng/ ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi
yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH,
Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika
ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi.
Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak
teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap pengobatan
harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus
genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan
kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus
abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi
lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas
endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji
coba terapeutik.
Diagnosa Banding Perdarahan Uterus Abnormal.
Patologi traktus
genitalis :
Infeksi (servisitis,
miometritis, endometritis)
Neoplasia
Kelainan anatomi
jinak: (adenomiosis,
mioma uteri, polip servik)
Lesi pra-ganas
Kehamilan dan (displasia servik,
komplikasi hiperplasia endometrium)
kehamilan : Penyakit sistemik : Lesi ganas :
Solusio plasenta Hiperplasi adrenal dan (karsinoma servik sel
Kehamilan ektopik penyakit Cushing skuamosa,
Abortus Blood Dyscrasia adenokarsinoma
Plasenta previa (leukemia dan endometrium, tumor
Penyakit trofoblas trombositopenia) ovarium penghasil
Medikasi & penyebab Koagulopatia estrogen, tumor ovarium
iatrogenik: Penyakit hepar penghasil testosteron,
Antikoagulan Supresi hipotalamik leiomiosarkom)
Antipsikotik (stress, penurunan berat Trauma, benda
Kortikosteroid badan berlebihan, olah asing, abrasi, kekerasan
Suplemen herbal raga berlebihan) atau penyimpangan
Terapi sulih hormon Sindroma seksual
AKDR ovaripolikistik Perdarahan uterus
Pil kontrasepsi Penyakit ginjal disfungsi (diagnosa per
Tamoxifen Penyakit tiroid eksklusionum)
Evaluasi Perdarahan Uterus Abnormal
Tindakan Alasan
Histeroskopi operatif Abnormalitas struktur intra uteri.
Mimektomi (abdominal,
laparoskopik,histeroskopik) Mioma uteri.
Terapi menoragia atau menometroragia
Reseksi endometrial transervikal resisten.
Terapi menoragia atau menometroragia
Ablasi endometrium (thermal resisten dalam rangka penatalaksanaan
balloon/roller ball) perdarahan uterus akut yang resisten
Embolisasi arteri uterina Mioma uteri.
Hiperplasia atipikal, karsinoma
Histerektomi endometrium.
Menghentikan perdarahan.
Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
Kuret (curettage).
Hanya untuk wanita yang sudah menikah.
Obat (medikamentosa)
1. Golongan estrogen.
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama
generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak
menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi
obat
ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver.
Dosis dan cara pemberian:
Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.
Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan
Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang
infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali
sehari.
Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai
perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif
endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan
fibrinogen dan agregasi trombosit.
Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus
endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB
sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ).2 Keberatan terapi ini ialah bahwa
setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2. Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif.
Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau
perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah
memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 6 bulan dan
dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal.
Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan
diperlukan.
3. Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat
anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen
terhadap endometrium.
Obat untuk jenis ini, antara lain:
Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum selama 7-10 hari.
Norethisteron: 31 tablet, diminum selama 7-10 hari.
Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular.
4. OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser dan
Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10
hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi
umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan
dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi
( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori
dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.2
Mengatur menstruasi agar kembali normal Setelah perdarahan berhenti, langkah
selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan
pemberian: Golongan progesteron: 21 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat
dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi.
Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik.
Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75
gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu
sekitar 4 kantong darah.
Prognosis
Terapi hormon biasanya mengurangi gejala. Selama tidak
ada masalah dengan anemia(jumlah darah rendah),pengobatan dini menunjang
prognosis yang baik.
Hindari pencetus Obesitas
Gaya hidup sehat
Komplikasi
Infertilitas dari kurangnya ovulasi
Parah anemia dari perdarahan haid berkepanjangan atau berat
Penumpukan dinding rahim tanpa perdarahan haid yang
cukup (faktor kemungkinandalam perkembangan kanker endometrium)