Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBINEMIA

OLEH :

ASWINDA LESTARI
NPM.016.02.0609

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NERS ANGKATAN

XII.C SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

(STIKES)MATARAM 2017
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBINEMIA

A. Definisi Hiperbilirubin

Hiperbilirubinemia adalah akumulasi


berlebihan dari bilirubin di dalam darah.
(Wong, 2003). Hiperbilirubinemia adalah
peningkatan kadar bilirubin serum yang
dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah
dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari
usus kecil, yang ditandai dengan jaundice pada
kulit, sclera mukosa, dan urine. (Mitayani,
2012).

B. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin indirek larut dalam lemak dan
bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk
kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang
memudahkan terjadinya hal tersebut ialah
imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir,
BBLR (kurang dari 2500 gram), infeksi,
hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar
bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil
transverse menjadi bilirubin direk yang larut
dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu,
selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi
sterkobilin. sebagian di serap kembali dan
keluar melalui urin sebagai urobilinogen (Wong,
2005 ).
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah
menjadi bilirubin indirek didalam usus karena
disini terdapat beta-glukoronidase yang
berperan penting terhadap perubahan tersebut.
bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus
selanjutnya masuk kembali ke hati (inilah
siklus enterohepatik) ( Wong, 2005 ).
Metabolisme bilirubin terdiri dari empat
tahap :
1. Produksi.
Sebagian besar bilirubin terbentuk
sebagai akibat pemecahan haemoglobin
(menjadi globin dan hem) pada sistem
retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh
hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan
oleh bilirubin reduktase diubah menjdai
bilirubin. Merupakan bilirubin indirek /
tidak terkonjugasi.
2. Transportasi.
Bilirubin indirek kemudian
ditransportasikan dalam aliran darah
hepatik. Bilirubin diikat oleh protein
pada plasma (albumin), selanjutnya secara
selektif dan efektif bilirubin diambil
oleh sel parenkim hepar atau protein
intraseluler (ligandin sitoplasma atau
protein Y) pada membran dan ditransfer
menuju hepatosit.
3. Konjugasi.
Bilirubin indirek dalam hepar diubah
atau dikonjugasikan oleh enzim Uridin
Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau
glukoronil transferase menjadi bilirubin
direk atau terkonjugasi yang bersifat
polar dan larut dalam air.
4. Ekskresi.
Bilirubin direk yang terbentuk,
secara cepat diekskresikan ke sistem
empedu melalui membran kanalikuler.
Selanjutnya dari sistem empedu
dikskresikan melalui saluran empedu ke
sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan
dan diabsorpsi oleh bakteri / flora
normal pada usus menjadi urobilinogen.
Ada sebagian kecil bilirubin direk yang
tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis
menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi melalui sirkulasi
enterohepatik.

C. Klasifikasi Hiperbilirubin.
Klasifikasi menurut Kliegman (Nelson,
2007).
1. Hiperbilirubinemia Fisiologis
a. Kriteria
Tidak terjadi pada hari pertama
kehidupan (muncul setelah 24 jam)
Peningkatan bilirubin total tidak lebih
dari 5 mg % perhari. Pada cukup bulan
mencapai puncak pada 72 jam. Serum
bilirubin 6 8 mg %. Pada hari ke-5
akan turun sampai 3 mg %. Selama 3 hari
kadar bilirubin 2 3 mg %. Turun
perlahan sampai dengan normal pada umur
11 -12 hari. Pada BBLR/prematur
bilirubin mencapai puncak pada 120 jam
serum bilirubin 10 mg % (10-15 %) dan
menurun setelah 2 minggu.
2. Hiperbilirubinemia Patologis / Non
Fisiologis
a. Kriteria
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama
kehidupan, serum bilirubin total
meningkat lebih dari 5 mg % perhari.
Pada bayi cukup bulan serum bilirubin
total lebih dari 12 mg %, pada bayi
prematur > 15 mg %. Bilirubin
conjugated > 1,5 2 mg %. Ikterus
berlangsung > 1 minggu pada bayi cukup
bulan dan 2 minggu pada bayi prematur.

D. Penilaianikterus berdasarkan kreer


1. Dejajat 1 : apabila warna kuning dari
kepala sampai leher.
2. Derajat II : apabila warna kuning dari
kepala, badan sampai dengan
umbilikus
3. Derajat III :apabila warna kuning dari
kepala, badan, paha, sampai
dengan lutut
4. Dejarat IV : apabila warna kuning dari
kepala,badan, ekstermitas
sampai dengan pergelangan
tangan dan kaki
5. Derajat V : apabila warna kuning dari
kepala, badan, semua
ekstermitas sampai dengan
ujung jari.
E. Etiologi Dan Faktor Resiko
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir
dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan
transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya
kecepatan pemecahan sel darah merah.Disebut
juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula
timbul karena adanya perdarahan tertutup.
a. Gangguan transportasi akibat penurunan
kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh
obat-obatan tertentu.
b. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh
beberapa mikroorganisme atau toksin yang
dapat langsung merusak sel hati dan sel
darah merah seperti : infeksi toxoplasma,
Siphilis.Penyebab ikterus pada bayi baru
lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor:Produksi
yang berlebihan. Hal ini melebihi
kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya,
misal pada hemolisis yang meningkat pada
inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi enzim G6PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
c. Gangguan proses uptake dan konjugasi
hepar : Gangguan ini dapat disebabkan
oleh immturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan
fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom Criggler-
Najjar) penyebab lain atau defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
d. Gangguan transportasi : Bilirubin dalam
darah terikat pada albumin kemudian
diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapat
bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
e. Gangguan dalam ekskresi : Gangguan ini
dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya disebabkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar
oleh penyebab lain.
F. Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara
lain:
1. Faktor Maternal
a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia,
Native American,Yunani)
b. Komplikasi kehamilan (DM,
inkompatibilitas ABO dan Rh)
c. Penggunaan infus oksitosin dalam
larutan hipotonik.
2. Faktor Perinatal
a. Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
b. Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
a. Prematuritas
b. Faktor genetic
c. Polisitemia
d. Obat (streptomisin, kloramfenikol,
benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
e. Rendahnya asupan ASI
f. Hipoglikemia
g. Hipoalbuminemia

G. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning
apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai
akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna
kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna
kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan
ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang
berat (Nelson, 2007).
Menurut Surasmi (2003) gejala
hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai
fase pertama kernikterus pada neonatus
adalah letargi, tidak mau minum dan
hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking
(high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis
serebral dengan atetosis, gengguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata
dan displasia dentalis).

H. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme.
Sebagian besar(85-90%) terjadi dari penguraian
hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari
senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin
dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari
sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan
untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin
heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin,
yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut
dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek).
Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam
plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam
medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh
dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas
bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya
air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi,
direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi,
bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam
usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon
menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah
menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai
feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah
porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen
daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke
ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai
senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan
penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu
keruskan otak akibat perlangketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala
klinik pada permulaan tidak jelas antara lain :
bayi tidak mau menghisap, letargi, mata
berputar-putar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.
Selain itu dapat juga terjadi Infeksi/sepsis,
peritonitis, pneumonia (Nelson, 2007).

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai
kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih
dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin
mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7
hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang
lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya
metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati,
seperti abses hati atau hepatoma.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara
kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa
terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan
intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan
dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan
dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.

K. Penatalaksanaan
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri
atau dikombinasi dengantranfusi pengganti
untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus padacahaya dengan intensitas
yang tinggi ( a bound of fluorencent
light bulbsorbulbs in the blue-light
spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam
kulit.
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang
tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap
Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk
yang Tersensitisasi (kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin
dan meningkatkan keterikatandengan
Bilirubin
3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi
hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan
mengekresinya. Obat ini efektifbaik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa
hari sampai beberapa minggusebelum
melahirkan.
Penggunaan penobarbital pada post
natal masih menjadipertentangan karena
efek sampingnya (letargi).Colistrisin
dapat mengurangi Bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urinesehingga
menurunkan siklus Enterohepatika.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu
pernah mengalami hal yang sama, apakah
sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-
obat atau jamu tertentu baik dari
dokter maupun yang di beli sendiri,
apakah ada riwayat kontak denagn
penderiata sakit kuning, adakah rwayat
operasi empedu, adakah riwayat
mendapatkan suntikan atau transfuse
darah. Ditemukan adanya riwayat
gangguan hemolissi darah
(ketidaksesuaian golongan Rh atau darah
ABO), polisitemia, infeksi, hematoma,
gangguan metabolisme hepar, obstruksi
saluran pencernaan dan ASI, ibu
menderita DM.
b. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu
dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan
dan ASI.
c. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan
dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, masalah Bonding,
perpisahan dengan anak.
d. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan,
perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama,
tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia .
e. Pola Kebutuhan sehari-hari.
Data dasar klien:
1) Aktivitas / istirahat :
Latergi, malas
2) Sirkulasi :
Mungkin pucat, menandakan anemia.
3) Eliminasi :
Bising usus hipoaktif, Pasase
mekonium mungkin lambat, Feses
lunak/coklat
kehijauan selama pengeluaran
bilirubin,Urine gelap pekat, hitam
kecoklatan ( sindrom bayi bronze )
4) Makanan/cairan :
Riwayat perlambatan/makan oral
buruk, ebih mungkin disusui dari
pada menyusu botol, Palpasi abdomen
dapat menunjukkan perbesaran limfa,
hepar.
5) Neurosensori :
Hepatosplenomegali, atau
hidropsfetalis dengan
inkompatibilitas Rh berat.
Opistetanus dengan kekakuan lengkung
punggung,menangislirih, aktivitas
kejang (tahap krisis).
6) Pernafasan :
Riwayat afiksia
7) Keamanan :
Riwayat positif infeksi/sepsis
neonatus , Tampak ikterik pada
awalnya di wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh, kulit
hitam kecoklatan sebagai efek
fototerapi.
8) Penyuluhan/Pembelajaran :
Faktor keluarga, misal:
keturunan etnik, riwayat
hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakithepar,distrasias
darah (defisit glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu,
mencerna obat-obat (misal:
salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO.
Faktor penunjang intrapartum, misal:
persalinan pratern.
2. Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pemeriksaan derajat ikterus, ikterus
terlihat pada sclera, tanda-tanda
penyakit hati kronis yaitu eritema
palmaris, jari tubuh (clubbing),
ginekomastia (kuku putih) dan termasuk
pemeriksaan organ hati (tentang ukuran,
tepid an permukaan); ditemukan adanya
pembesaran limpa (splenomegali),
pelebaran kandung empedu, dan masa
abdominal, selaput lender, kulit nerwarna
merah tua, urine pekat warna teh,
letargi, hipotonus, reflek menghisap
kurang/lemah, peka rangsang, tremor,
kejang, dan tangisan melengking
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Golongan darah bayi dan ibu,
mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
b. Bilirubin total: kadar direk bermakna
jika melebihi 1,0 1,5 mg/dL kadar
indirek tidak boleh melebihi
peningkatan 5 mg/dL dalam 24 jam, atau
tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi
cukup bulan atau 15 mg/dL pada bayi
pratern.
c. Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1
mg/dL) karena hemolisis.
d. Meter ikterik transkutan:
mengidentifikasi bayi yang
memerlukan penentuan bilirubin serum.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul :
1. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan
dengan tidak adekuatnya intake cairan, serta
peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan
defikasi sekunder fototherapi.
2. Risiko /gangguan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi.
3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek
fototerapi.
4. Kecemasan meningkat berhubungan dengan
therapi yang diberikan pada bayi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Risiko /defisit volume cairan b/d tidak
adekuatnya intake cairan serta peningkatan
IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi deficit volume cairan dengan
kriteria :
a) Jumlah intake dan output seimbang
b) Turgor kulit baik, tanda vital dalam
batas normal
c) Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi & Rasional :
a. Kaji reflek hisap bayi
Rasional/R : mengetahui kemampuan hisap
bayi )
b. Beri minum per oral/menyusui bila reflek
hisap adekuat
(R: menjamin keadekuatan intake )
c. Catat jumlah intake dan output ,
frekuensi dan konsistensi faeces
( R : mengetahui kecukupan intake )
a. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital (
suhu, HR ) setiap 4 jam
(R : turgor menurun, suhu meningkat HR
meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi )
b. Timbang BB setiap hari
(R : mengetahui kecukupan cairan dan
nutrisi).

2. Risiko /Gangguan integritas kulit


berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi gangguan integritas kulit dengan
kriteria :
a) tidak terjadi decubitus
b) Kulit bersih dan lembab
Intervensi :
a. Kaji warna kulit tiap 8 jam
(R : mengetahui adanya perubahan warna
kulit )
b. Ubah posisi setiap 2 jam
(R : mencegah penekanan kulit pada daerah
tertentu dalam waktu lama ).
c. Masase daerah yang menonjol
(R : melancarkan peredaran darah sehingga
mencegah luka tekan di daerah tersebut ).
d. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan
baby oil atau lotion pelembab
( R : mencegah lecet )
e. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar
bilirubin, bila kadar bilirubin turun
menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan
(R: untuk mencegah pemajanan sinar yang
terlalu lama )

3. Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek


fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi hipertermi dengan kriteria suhu
aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.
Intervensi dan Rasional :
a. Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4
- 6 jam
(R : suhu terpantau secara rutin )
b. Matikan lampu sementara bila terjadi
kenaikan suhu, dan berikan kompres dingin
serta ekstra minum
(R : mengurangi pajanan sinar sementara )
c. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap
tinggi
(R : Memberi terapi lebih dini atau
mencari penyebab lain dari hipertermi ).

4. Kecemasan meningkat berhubungan dengan


therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan : Setelah diberikan penjelasan
selama 2x15 menit diharapkan orang tua
menyatakan mengerti tentang perawatan bayi
hiperbilirubin dan kooperatif
dalamperawatan.
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan keluarga tentang
penyakit pasien
(R : mengetahui tingkat pemahaman
keluarga tentang penyakit )
b. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari
kuning, proses terapi dan perawatannya
(R : Meningkatkan pemahaman tentang
keadaan penyakit )
c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah
(R : meningkatkan tanggung jawab dan
peran orang tua dalam erawat bayi)
DAFTAR PUSTAKA

Betz, & Linda. (2009). Buku Saku Keperawatan


Pediatri edisi 5. Ahli bahasa, Eny Meiliya,
Editor edisi bahasa Indonesia, Egi Komara
Yudha. Jakarta : EGC
R Dwienda octa, & Liva maita, dkk. (2012). Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak
Prasekolah untuk Bidan ed 1. Yogyakarta : ECG
Hidayat A Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu
Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Sukadi. 2002. Ikterus Neonaturum Diktat Kuliah
Perinatologi. Bandung, FKUP RSHS.

Wong, 2005. Clinical Manual of Pediatric Nursing.


San Fransisco. Mosby

Anda mungkin juga menyukai