Rehabilitasi jantung merupakan suatu proses mengembalikan
sebuah individu yang mempunyai permasalahan jantung kepada tingkatan aktivitas maksimal yang dapat dicapai dengan kapasitas fungsional jantung yang dimilikinya. Secara tradisional, program rehabilitasi jantung ini terdiri dari pasien dengan penyakit arteri koroner dan pada saat ini mulai diikuti oleh pasien dengan miokard infar akut (AMI).
Pada dua dekade terakhir, rehabilitasi jantung digunakan
secara luas pada pasien dengan berbagai tipe penyakit jantung seperti pada angioplasti koroner atau bedah jantung. Pasien disarankan melakukan rehabilitasi setelah menerima operasi bypass arteri koroner (CABG), penggantian katup jantung, dan transplantasi janntung. Umur dan kompleksitas pengobatan bukanlah menjadi kendala yang berarti.
Pada tahun 1996-1997, The Cardiopulmonary Rehabilitation
Program Directory yang diterbitkan oleh American Association of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation (AACVPR) mendata mengenai 1191 program. Dari keseluruhan didapatkan, 511 program rehabilitasi jantung, 584 program rehabilitasi jantung dan paru, serta sebesar 96 program rehabilitasi paru. Directory of Exercise Programs for Cardiacs pertama kali diterbitkan pada tahun 1970an sebagai hasil kolaborasi dari Presiden Council on Physical Fitness and Sport dan American Heart Association. Menurutnya terdapat 83 program rehabilitasi jantung dengan tiga program yang menyediakan pelayanan tambahan seperti tes fungsi paru dan manajemen diet.
PROGRAM PENGAWASAN : AHLI KARDIOLOGI DAN FISIATRIS
Program rehabilitasi jantung dapat diawasi oleh seorang ahli jantung maupun fisiatris. Program yang tidak diawasi seharusnya dikonsultasikan pada kasus yang kompleks seperti misalnya jika seorang fisiatis akan melakukan terapi secara langsung maka konsultasi kepada ahli jantung diperlukan untuk mengetahui frekuensi terapi yang dibutuhkan, atau pada kasus yang dapat menyebabkan permasalahn klinis sehingga diperlukan diagnosis yang mendalam.
Sebaliknya, jika ahli kardiologi akan menjalankan program
sendiri, konsultasi kepada fisiatris diperlukan jika pasien mempunyai masalah yang multisistem seperti pada stroke atau penyakit obstruksi pada pembuluh darah ekstremitas bawah dengan tambahan penyakit arteri koroner. Pada pasien baik pada stroke dan AMI baik pada stroke ketika serangan atau pasca serangan ( 2% dari 750 kasus setelah serangan AMI) setelah 4 minggu dengan prevalensi tertinggi sebesar 77% terjadi pada minggu pertama.
Pasien dengan penyakit obstruksi vaskuler pada ekstremitas
bawah dan iskemik mioakrd seringkali muncul pada pada tes kegiatan berat, sedangkan iskemik miokard dan infark menimbulkan komplikasi tersering pada rekonstruksi bedah vaskuler. Pada amputasi ekstremitas bawah, faktor yang menyebabkan komplikasi secara signifikan pada pasien ini adalah masalah kardiopulmo.
Fisiatris akan mempertimbangkan program rehabilitasi jantung
lengkap secara langsung berdasarkan beberapa kriteria berikut :
1. Merekam dan menginterpretasikan 12 lead pada
elektrokardiogram (ECGs) 2. Menunjukkan dan menginterpretasikan ECG standar pada tes latihan berat, mengerti mengenai teknik pencitraan inti dan interpretasinya meskipun tidak ditunjukkan secara personal. 3. Pengawasan ECG pada latihan dengan telemeter on-line atau transtelefon. 4. Obat jantung seperti digitalis, beta adrenergik, dan calsium channel blocker, ACE inhibitor, vasodilator koroner, obat antiaritmia, antikoagulan, dan obat yang menurunkan kadar lipid termasuk dalam terapi maintenens. 5. Data yang berkaitan mengenai teknik, arti dan penerapan dari kateterasi jantung, angiografi, ekokardiografi dengan tekanan, program stimulasi elektrik, dan pengawasan Holter. 6. Ketidakmengertian mengenai konsep dari trombolisis, angioplasti koroner, stenting, atherektomi, endarterektomi. 7. Keahlian dalam mengatur latihan untuk jantung, progres, dan folow up jangka panjang ( Aerobik sebaik latihan angkat beban) 8. Prosedur intervesi diet pada arti yang luas, yang memerlukan peranan ahli gizi dan edukator diabetes. 9. Penilaian Keahlian : prosedur dan impilkasi dari beberapa evaluasi gangguan dan kecacatan. 10. Segala sesuatu yang berhubungan erat dengan melibatkan terapis okupasi dan fisik, pekerja sosial, konselor ahli, ahli psikologi, perawat, pada program ehabilitasi jantung jika individu ini memungkinkan dilibatkan dalam program. 11. Bantuan dasar dan tambahan kehidupan. 12. Teknik komunikasi untuk menginformasikan kepada rekannya mengenai ekspektasi, hasil, dan metode dari rehabilitasi jantung.
APAKAH REHABILITASI JANTUNG YANG DILAKUKAN DAPAT MEMBUAT PASIEN
MERASA MENJADI LEBIH BAIK?
Tujuan dari rehabilitasi jantung tidak hanya untuk
meningkatkan kapasitas fungsional jantung, yang juga meningkatkan kualitas kehidupan, tetapi juga untuk mengontrol faktor resiko koroner, dan meminimalisasi kekambuhan serta menurunkan morbiditas dan mortalitas. Baik pada ringkasan ahli ataupun pendapat orang awam pada rehabiliasti jantung yang diterbitkan oleh National Heart, Lung, and Blood Institute yang bekerja sama dengan American Assocoatiom of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation
Hasil yang paling jelas dari pelatihan ini adalah adanya
efekyang menguntungkan pada latihan toleransi. Meskipun hampir 100 pasien dilaporkan mendapatkan keuntungan subjektif dari program latihan, termasuk peningkatan kesejahteraan dan rasa percaya diri, pengurangan kelelahan, pengurangan angina,depresi yang berkurang, dan kualitas tidur yang lebih baik, proses ini berkualitas, mahal, dan tanpa resiko.
Efek Pelatihan Perifer
Keuntungan objektif dari pelatihan pada pasien AMI diperoleh
dari efek yang menguntungkan pada pelatihan perifer dan miokardial. Adaptasi muskuloskeletal atau perifer termasuk di dalamnya.
Peningkatan ektraksi oksigen berbeda dengan oksigenasi
arterivenosa secara luas. Muskuloskeletal akan mengambil oksigen yang memasuki pembuluh darah dan dibawa kembali oleh vena menuju jantung. Jantung akan melakukan sedikit kerja untuk membawa oksigen yang adekuat ke jaringan.
Peningkatan utilisasi oksigen dengan mengaktifkan otot
dihasilkan dari peningkatan enzim oksidatif pada otot yang dihasilkan pada pelatihan. Peningkatan konsumsi oksigen maksimal dipengauhi oleh kapasitas kerja fisik. Penyerapan oksigen maksimal dapat ditingkatkan pada 11-56% pasien AMI yang dilatih, dan 14 hingga 66% ketika pasien setelah transplantasi koroner dilatih hingga 3 sampai 6 bulan. Konsumsi oksigen maksimal (VO2 max), merupakan perkembangan terbesar. Meskipun pasien jantung tidak mempunyai kebutuhan khusus untuk meningkatkan puncak kapasaitas, sebuah peningkatan kapasitas akan berpengaruh pada aktivitas sehari-hari (ADL) yang dibawa pada puncak persentase yang lebih rendah. Daya tahan meningkat dan kelelahan berkurang.
Kondisi pasien secara umumnya berubah secara lambat, mulai
dari penurunan tekanan darah dan penurunan produksi tekanan rata- rata ( denyut jantung x tekanan darah sistolik) setelah pelatihan. Karena RPP merupakan indikator yang baik pada kebutuhan oksigen miokardial, pelatihan fungsi pasien jantung dilakukan pada kebutuhan oksigen miokardial yang rendah, dengan alasan agar penderita mampu beradaptasi. Sehingga, seorang pasien angina mungkin akan hidup di bawah ambang angina pada kehidupan sehari-harinya dan dapat menunjukkan gambaran aktivitas yang pasti tanpa angina atau silent iskemik, yang diidentifikasi dengan moitor Holter, yang tidak dapat dinilai sebelum pasien memulai program pelatihan mereka. Pelatihan ini akan menghasilkan prekembangan simptomatik dengan beberapa mekanisme menyerupai beta bloker. Hal-hal yang dilakukan di atas dapat dicapai sebagai hasil perbaikan efisiensi muskoloskeletal.
Efek Latihan Miokard
Diantara 169 pasien yang diamati selama 7 tahun sebelum tahun
1976, beberapa subjek dilatih melalui program rehabilitasi. Diantaranya sebanyak 85% menunjukkan efek lathian perifer dan hanya 8,9% yang menunjukkan efek pelatihan miokardium. Kelompok terakhir menunjukkan depresi ST yang menurun secara konsisten kurang dari 1,0 mm pada RPP yang sama yang disebabkan karena depresi ST sebelum pelatihan, Keseluruhan pasien yang menunjukkan depresi ST yang lebih rendah pada RPP yang sama akan dilatih kurang dari 2 tahun tanpa penyakit baru dan tanpa perubahan medikasi karena masing-masing perubahan dihasilkan dalam beberapa penemuan.
Hal ini sukar dipahami sehingga banyak pencarian untuk
mengkonfirmasi keuntungan miokard yang berkelanjutan. Peningkatan fungsi kontraksi ventrikel ditunjukkan oleh Ehansi dan teman- temannya ketika pasien jantung mendapatkan latihan dengan intesitas yang tinggi hingga 85%- 90% dengan denyut jantung rata- rata pada regimen pelatihan mereka. Froehlicher dan kawannya, serta Jensen dan kawannya melaporkan suatu peningkatan fungsi ventrikel, dan Sebrechtes dkk serta Goodman dan kawan-kawannya melaporkan peningkatan perfusi miokardium pada thalium setelah pelatihan, tetapi hanya orang-orang tertentu yang dapat menunjukkan stimulasi terhadap perkembangan pembuluh darah baru pada miokardium.
Pada binatang seperti anjing, monyet, dan babi, latihan
tersebut memang meningkatkan vaskularisasi miokardium dan memperbesar pembuluh darah utama. Penelitian yang dilakukan oleh Kramsch dan kawan-kawannya dalam tujuan khsusus pada monyet yang ditempatkan pada diet aterogenik dan kebutuhan untuk berlari pada treadmill menunjukkan penurunan aterosklerosis koroner yang signifikan dan pelebaran arteri koroner daripada kelompok dengan diet aterogenik yang tidak dilatih. Meskipun sangat menarik, tetapi hasil ini tidak dapat diterapkan di manusia, meskipun pengamatan patologik didapatkan pada laki-laki yang melakukan kegiatan fisik berat sepanjang hidupnya akan menunjukkan pelebaran arteri koroner. Gambar 54-1A dan B akan menunjukkan kerja beban, denyut jantung, tekanan darah, dan jumlah iskemia EKG pada pasien yang tidak melakukan pelatihan (sebelum program), ketika dilatih pada perifernya, dan ketika mulai menunjukkan efek pelatihan miokardium. Gambar 54-1. A. B. Hasil yang menguntungkan pada perifer dan miokardium sebagai efek dari latihan berdasarkan denyut jantung, tekanan darah, dan iskemi EKG.
Mortalitas dan Morbiditas
Percobaan individual secara random pada latihan rehabilitasi
jantung setelah AMI tidak menunjukkan penurunan kematian secara signifikan pada kelompok rehabilitasi jantung. Namun demikian berdasarkan data yang didapat dari percobaan random dan dari beberapa metaanalisis, terdapat sebuah keuntungan yang signifikan yang didapat pada setiap kematian pada periode 3 tahun terakhir setelah terjadinya infark. May dan kawan-kawan menunjukkan penurunan total mortalitas sebesar 19% pada kelompok latihan. Shephard melaporkan sebuah penurunan sebesar 29% pada rata-rata kematian 3 tahun. Colins dan kawan-kawan mengestimasi penurunan sekitar 20%. Oldridge dan kawan-kawan melaporkan penurunan sebesar 24% pada keseluruhan kasus mortalitas dan penurunan 25% pada kematian karena kardiovaskuler. Sedangkan OConor dan kawan- kawan menemukan penurunan kematian sebesar 20% dari keseluruhan di kelompok rehabilitasi jantung. Meskipun dilaporkan penurunan mortalitas, tetapi secara khusus dilaporkan kematian mendadak selama tahun pertama setelah terjadi infark, yang tidak terdapat perbedaan terjadinya infark berulang antara kelompok rehabilitasi dan kontrol. Van Hees dan kawan-kawan pada kerjanya dan konsumsi oksigen puncak (VO2) setelah pelatihan fisik menemukan bahwa penurunan kematian kardiovaskular lebih besar pada peningkatan puncak VO2 setelah latihan fisik, meskipun nilai puncak dari VO2 lebih tinggi setelah latihan daripada sebelumnya. Hal ini dibenarkan baik pada pasien post AMI maupun pasien post CABG. Penurunan Faktor Resiko Penyakit Koroner
Penurunan faktor resiko penyakit koroner penting dalam
memperlambat perkembangan aterosklerosis koroner, sebagai tambahan penurunan yang berkelanjutan dari faktor resiko ini setelah dilakukan operasi bypass koroner yang akan membantu memperpanjang keutuhan dari jahitan. Latihan yang dilakukan akan memacu penurunan berat badan, peningkatan HDL, kolesterol, penurunan LDL, dan trigliserida, dan memberikan efek yang menguntunkan pada tekanan darah serta meningkatkan utilisasi glukosa dan resistensi insulin. Pada hipertensi, latihan fisik mempunyai efek yang menguntungkan dalam menurunkan baik tekanan sistolik maupun tekanan diastolik, tetapi efek ini akan melibatkan latihan yang intensif dalam waktu yang singkat dan hanya berlangsung beberapa bulan setelah latihan dihentikan.
REHABILITASI JANTUNG PADA PASIEN
Di rumah sakit atau pelayanan privat, pasien akan memulai
program dari pasien itu sendiri dan mungkin gangguan maupun sakit lain yang didapat ketika berada di rumah sakit. Jika pasien stabil dan mampu pada perawatan komprehensif beberapa hari terakhir, atau jika terdapat penurunan fasilitas, rehabilitasi jantung dimulai dari edukasi dan aktivitas fisik yang progresif. Pasien post AMI, post bedah jantung dan pasien yang mempunyai insufisiensi koroner akut tanpa AMI. Ini adalah keuntungan yang paling sering ditemui, akan tetapi pada pasien yang menjalani rawat inap dalam waktu yang lama akan menimbulkan berbagai komplikasi yang sukar dikondisikan kembali.
Latihan diberikan dalam berbagai bentuk baik gerakan latihan
progresif, dari pasiff hingga gerakan aktif yang menggunakan beban seberat 1 hingga 2 pound atau kalistenik. Kalistenik lebih baik digunakan karena melibatkan tidak hanya gerakan ekstremitas tetapi juga leher dan badan, dan mereka akan menirukan gerakan yang digunakan untuk menjaga diri dan gerakan dalam kehidupan sehari-hari. Kalistenik didesain oleh Karpovich dan Weiss dan dipaparkan melalui gambaran sederhana yang mudah untuk diikuti oleh pasien. Kebutuhan energi pada masing-masing latihan tertera, sehingga dapat diukur setelah latihan selesai dikerjakan.
Pergerakan seawal mungkin dilakuka sesegera mungkin pada
pasien pasien yang keluar dari ruangan ICU, dengan menggunakan ruangan pasien ataupun sepanjang koridor rumah sakit. Latihan berjalan seawal mungkin dapat dimulai pada sebuah treadmil. Pergerakan dengan treadmil dapat dimulai dari tingkatan 0% pada kecepatan 1 meter per jam selama 10-15 menit hingga 3 meter per jam ketika daya tahan pasien mulai membaik. Latihan berjalan seawal mungkin dengan treadmil seharusnya tidak menghasilkan denyut jantung diatas 70% dari prediksi maksimum berdasarkan usia dan seharusnya tidak menunjukkan gejala , iskemi, atau aritmia. Tekanan darah diukur setelah 3 menit pertama dan sebelum dilanjutkan pada kecepatan yang lebih tinggi. Seharusnya tidak terjadi peningkatan tekanan darah lebih dari 20 mmHg pada tingkatan ini dan latihan seharusnya tidak dilanjutkan jika tekanan darah mulai menurun.
Terapi okupasional dapat diberikan pada pasien saat ini
sehingga sebuah program aktivitas yang progresif akan mengalami perkembangan dari gerakan yang biasa dilakukan ketika mengurusi diri sendiri dan pada kegiatan sehari-hari.
Selama masa perawatan, edukasi pasien berfokus pada anatomi
dan fisiologi penyakit jantung, tujuan pengobatan, akibat dari merokok, diet makanan sehat untuk jantung, proses rehabilitasi dan tujuannya. Sesi inisial seharusnya dipersingkat (5 hingga 15 menit) dan melibatkan keluarga jika memungkinkan. Kelompok pasien dapat dilanjutkan selama 30 hingga 50 menit jika interaksi antara pasien dan staf membantu. Pada sesi edukasi pasien yang biasanya berhubungan dengan perawat dan asistennya yang ditunjukkan pada rehabilitasi medis (seperti terapis, ahli latihan fisiologis, fisiatris, perawat, atau residen) juga ahli diet, pekerja sosial, dan mungkim ahli psikologi.
Ketika tim rehabilitasi jantung tidak tersedia, fisiatris
atau ahli kardiologi seharusnya menyiapkan panduan yang dapat mengontrol faktor resiko yang mungkin terjadi. Kebiasaan ini tidak dapat dilakukan melalui kontak pasien personal karena waktu yang tersedia antara ahli fisiologi dalam menilai diet, teknik yang membantu pasien menghentikan merokok, konseling seks, dan rekomendasi latihan spesifik sangat terbatas. Beberapa alternatif yang dapat diberikan diantaranya adalah :
Berdasar pelayanan menyeluruh pada program pasien
rehabilitasi jantung lokal. Daftar tersebut tersedia pada American Heart Association.
Memantau diet yang dilakukan pasien dalam 3 hari ( 2 minggu
dan akhir minggu pertama) termasuk pada tipe dan porsi makanan yang dimakan, dan evaluasi ini dicatat terutama lemak. Persentase lemak jenuh dan tak jenuh, dan kalori total. American Heart Association merekomendasikan jumlah lemak seharusnya sebesar kurang dari 30% dari kalori total, dengan lemak jenuh kurang dari 10%.
Berdasar pada pasien yang tercatat dalam catatan diet dengan
pengalaman konseling, dan tidak hanya ahli gizi. American Diets Association akan menyediakan nama-nama individu yang berkualitas di daerah anda. Pembayar pihak ketiga umumnya tidak mengganti untuk konseling gizi, tetapi evaluasi tunggal oleh ahli diet harus mempertimbangkan makanan pasien yang mungkin terjangkau bahkan ketika konseling yang dilakukan tidak berkelanjutan. Program komputer sesuai untuk analisis diet pada kantor atau rumah sakit.
Motivasi munculnya program penghentian merokok, mendorong
hinpnotis, atau akupuntur. Pengunyahan permen karet dan klonidin untuk mengurangi keinginan merokok dapat membantu pada beberapa pasien.
Tes Penekanan pada Pasien
Tes tersebut merupakan tes yang sering dipraktekkan oleh
seorang pengelola pada pasien, yang mana memungkinkan diterapkan di pasien yang dapat dilakukan sendiri di luar rumah seperti tes bertahap dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan menyetir.
Tes latihan ini dilakukan sebelum memasuki rumah sakit, dan
khsusunya untuk membagi resiko dan membantu terapi medis. Tes ini juga menyediakan panduan latihan untuk sehari-hari tetapi tidak sesuai sebagai dasar dari resep karena tes ini tidak diproses dalam lever kerja yang tinggi.
Tes ini biasanya dilakukan seawal mungkin, kurang lebih 5
atau 6 hari setelah serangan jantung. Tes ini dapat berupa tes EKG atau sebuah tes thalium dan scan reperfusi. Level yang dikehendaki disesuaikan berdasarkan pada hal-hal yang disebutkan berikut ini:
1. 70% dari prediksi denyut jantung maksimal (gambar 54-2)
2. Rata-rata denyut jantung 140 kali per menit atau 7 METs untuk pasien dibawah usia 40 tahun dan 130 kali per menit atau 5 METs untuk pasien berusia lebih dari atau sama dengan 40 tahun. ( 1 MET : konsumsi oksigen pada saat istirahat yang bervariasi). 3. Pasien yang mendapatkan terapi beta bloker dapat dites dengan treadmil dengan kecepatan 2,5 meter per jam, level 10% (6METs) pada protokol Kattus jika berusia dibawah 50 tahun dan 2,0 meter per jam, level 10% (5 METs) jika berusia lebih dari atau sama dengan 50 tahun. Kerja ini merepresentasikan kurang lebih 60% dari konsumsi oksigen maksimal berdasarkan umur. 60% dari konsumsi oksigen maksimal pada pasien yang tidak mendapat terapi beta bloker, dan kira- kira 70% konsumsi oksigen maksimal pada pasien yang mendapatkan terapi beta bloker. 4. Tes yang terbatas pada gejala, lebih sering digunakan dibandingkan tes tekanan yang diberikan sewaktu-waktu pada denyut jantung tertentu dan dengan beban tertentu, tes ini dilakukan pada beberapa kelompok meskipun tidak biasa digunakan. Tes ini akan menunjukkan adanya depresi ST yang lebih besar atau angina dan keamanannya masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
FASE KONVALESEN AWAL PADA REHABILITASI JANTUNG
Setelah keluar dari rumah sakit, latihan berjalan merupakan
latihan yang disarankan karena pasien dapat berjalan setiap hari baik di dalam mamupun di luar rumah, secara progresif latihan berjalan dilakukan dengan durasi 15 hingga 30 menit, kemudian secara bertahap ditingkatkan kecepatan berjalan hingga batas yang ditoleransi.
Diantara 4 dan 8 minggu setelah episode akut,di mana
tergantung pada luasnya kerusakan miokardium, usia pasien, urgensi dalam kembali bekerja, dan filosofi dari fisisian, maka pasien seharusnya melakukan sebuah tes latihan untuk menghasilkan upaya maksimal dan memulai sebuah program pengkondisian yang terencana untuk meningkatkan kapasitas fungsional karidovaskular dan daya tahan tubuh.
Edukasi pasien selama periode ini secara langsung dilanjutkan
dengan tambahan modifikasi perilaku. Para perokok lanjutan yang mengembangkan gaya hidup yang sadar akan kesehatan dan mematuhi program latihan reguler sehingga mampu untuk tidak merokok dan selanjutnya akan berhenti merokok. Sebaliknya, program latihan sendiri tidak selalu menunjukkan adanya keuntungan secara psikososial seperti menganai harga diri, percaya diri, depresi dan aktivitas domestik. Hal ini penting untuk melibatkan anggota keluarga atau anggota lain yang berperan dalam edukasi pasien karena kepatuhan dari perubahan perilaku dipengaruhi oleh berbagai ekspektasi dari pihak-pihak yang berpengaruh. Konseling keluarga penting dalam hal ini untuk mencegah kegagalan pengobatan pada pasien.
Sebagai akhir dari masa konvalesen, sebuah tes latihan
fungsional akan dilakukan, berlawanan dengan tipe tes diagnostik. Tes fungsional dilakukan untuk mengevaluasi kapasitas kerja fisik dan fungsi kardiovaskular, salah satu diagnosis yang perlu diketahui. Tes fungsional akan menghasilkan upaya yang maksimal, dimana tes diagnostik akan dihentikaan setelah terjadi depresi ST yang signifikan sebagai informasi diagnostik. Tes fungsional dilakukan dalam pengobatan, dimana informasi diagnostik biasanya tersamarkan atau menjadi rancu karena pengobatan. Hasil dari tes fungsional biasanya digunakan untuk membuat keputusan untuk memperbolehkan pasien kembali bekerja, olahraga, dan aktivitas seksual. Tes fungsional jga berguna untuk menilai efek pengobatan, pengobatan yang sesuai, angioplasti, atau revaskularisasi. Maksimal atau Submaksimal
Tes untuk keadaan fisiologis maksimum dinilai dari denyut
nadi, tekanan darah, atau konsumsi oksigen, atau ketiganya untuk meningkatkan beban kerja. Latihan untuk level ini biasanya mungkin diterapkan pada orang yang normal dan sehat atau pada atlet yang akan mengikuti pertandingan olahraga. Pasien jantung biasanya terbatas pada penyakitnya atau pengkondisian kembali sehingga keadaan fisiologis maksimum pada umunya jarang dicapai. Pasien biasanya diuji untuk usaha puncak atau klinik maksimum, yang mana biasanya titik gejala, atau iskemia signifikan, aritmia, atau respon hemodinamik abnormal. Pasien seharusnya dimotivasi untuk melakukan latihan maksimum klinik lanjut bahkan jika mereka ingin mencobanya.
Hal ini peting untuk mengetahui fungsi dan tes diagnostik
untuk meyakinkan pasien untuk setidaknya melakukan 85% dari denyut jantung maksimal yang diprediksikan, karena setengah dari abnormalitas tersebut akan dihilangkan jika pasien tidak berubah pada level terendah ini. Pasien pada denyut nadi yang rendah karena pengobatan (seperti beta bloker) seharusnya diuji dengan beban kerja eksternal yang akan menimbulkan konsumsi oksigen sebesar 80% dari VO2 maksimum, yang mana kira-kira sama dengan 85% dari denyut jantung maksimal jika tidak ada supresi pada denyut jantung.
Tes submaksimal biasanya digunakan untuk tes non fisik yang
diterapkan pada orang-orang sehat. Tes ini akan mencapai level selanjutnya ke tingkatan yang diharapkan pada sebuah tempat senam tetapi di bawah denyut jantung maksimum rata-rata. Meskipun EKG dapat digunakan pada tes ini untuk penghitungan denyut jantung yang akurat, tes ini tidak diperbolehkan untuk mengintrepretasikan latihan EKG karena pada prakteknya dilakukan dengan pengobatan atau tanpa pengobatan. Tes submaksimal biasanya berhenti dengan adanya beberapa abnormalitas. Pada opini kami tes submaksimal umumnya tidak berguna pada pasien. Statistik nasional pada morbiditas dan mortalitas dari tes penekanan sama dengan tes maksimal dan submaksimal, dimana satu orang meninggal dan terjadi penyakit jantung yang lebih serius tiap 10.000 tes tekanan. Penyakit jantung ini meliputi MI yang tidak fatal, disaritmia serius, sinkop, gagal nafas, dan lainnya.
Kontraindikasi
Sebuah kondisi klinis yang dapat diperburuk karena berbagai
macam latihan merupakan suatu kontraindikasi dilakukannya tes latihan fungsional. Kondisi jantung akut seperti AMI, miokarditis dan perikarditis akut, dan angina yang tidak stabil merupakan kontraindikasi absolut karena hal tersebut sangat berbahaya bagi AMI dan penyakit sistemik akut lainnya yang berkontraindikasi baik. Gagal jantung stabil tidak berpengaruh. Hadirnya gagal jantung akut atau perburukan dari gagal jantung kronik merupakan kontraindikasi dari tes. Stenosis aorta yang buruk, hipertensi buruk yang tidak terkontrol, kardiomioptai obstruktif dengan riwayat sinkop juga dipertimbangkan sebagai sebuah kontraindikasi.
Kadang-kadang kontraindikasi terrlihat sebagai bukan
kontraindikasi. Contohnya, meskipun hipertensi yang buruk merupakan suatu kontraindikasi pada tes tekanan, pada fasilitas kami kami seringkali memulai sebuah tes dengan meningkatkan tekanan darah dasar pda waktu istirahat (sepeti 250/115 mmHg) tanpa komlikasi lanjut. Pada beberapa pasien yang mengalami hipertensi karena kecemasan pada awal test, tekanan darah akan sama atau menurun pada level yang lebih sesuai selama satu, dua, atau tiga tingkatan tanpa diiringi tanda dari kegagalan sirkulasi atau perubahan EKG yang abnormal, dan peningkatan kecemasan pada latihan.
Tabel 54-1. Kontraindikasi absolut dan relatif pada tes latihan.
Kontraindikasi absolut Kontraindikasi relattif
Infark miokard akut atau Penyakit non kardiak yang perubahan terbaru pada fase kurang serius istirahat EKG Arterial signifikan atau Angina aktif yang tidak stabil hipertensi pulmonal Aritmia jantung yang serius Takiaritmia atau bradiaritmia Peikarditis akut Katup moderat atau penyakit Endokarditis jantung miokardium Stenosis aorta berat Efek obat atau abnormalitas Disfungsi ventrikel kiri berat elektrolit Emboli pulmo akut atau Infark Obstruksi koroner kiri utama pulmo atau ekuivalennya Penyakit non kardiak akut atau Hipertrofi kardiomiopati serius Penyakit psikiatri Gangguan atau cacat fisik yang memburuk
Tes tidak seharusnya diteruskan, namun demikian, jika selama
awal level latihan terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut.
Kadangkala, tes ini akan menunjukkan sebuah kontraindikasi
yang aman daripada pada pasien yang tidak di tes. Pada pasien dengan stenosis aorta yang berat yang tidak memiliki kelemahan atau sinkop an pasien yang dapat melakukan berbagai macam latihan, dapat melakukan tes fungsional pada level yang aman.
Hal yang hampir sama, meskipun hipertropi kardiomiopati
merupakan penyebab utama kematian dalam latihan dan ditemukan pada sebagian besar kasus kematian yang tiba-tiba terjadi pada atlet kompetisi yang muda, tidak semua hipertensi idiopatik stensosi subaortik (IHSS) akan menyebabkan kematian. Meskipun ekokardiografi dapat menunjukkan adanya ketebalan septum interventrikular yang abnormal, aliran yang tidak terobstruksi signifikan. Tes latihan dapat mengukur kapasitas fungsional jika tidak terdapat kontraindikasi pada berbagai sitasi. Oleh karena itu, dokter yang mengatasi pengobatan olahraga seharusnya paham mengenai IHSS obstruktif yang signifikan dan menjadi murmur fngsional ataupun non fungsional pada keadaan istirahat, murmur dapat menjadi karakteristik hanya pada auskultasi pasca latihan. Tes ini menjadi abnormal pada orang muda yang asimptomatik, dan evaluasi jantung lanjutan. Hipertrofi stenosis subaorta idiopatik dapat diduga terjadi ketika didapatkan gejala berupa nyeri dada, dispnea ekersional, palpitasi, dan sinkop yang muncul pada orang muda, khsusunya ketika EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri. Tes tekanan seharusnya menunggu hingga kerja jantung lannya komplet pada beberapa kasus.
Meskipun aritmia pada atrium dan ventrikel yang cepat
merupakan kontraindikasi dari tes tekanan, adanya disaritmia pada saat istirahat bukan merupakan kontraindikasi tes tekanan. Ekstrasistol atau ejeksi seringkali muncul pada keadaan lanjut. Sebuah periode panjang setelah tes tekanan sangat penting, namun demikian karena adanya disaritmia di awal tes akan menyebabkan denyut jantung kembali lambat. Faktanya, pasien dengan dasar disaritmia, tes tekanan penting sebelum latihan dilakukan untuk mengetahui apakah akan terjadi disaritmia. Ketika disaritmia meningkat karena latihan pada koroner, premedikasi dengan nitrogliserin sebelum tes tekanan dapat membantu apakah disaritmia dibutuhkan pada respon iskemik.
Masing-masing kriteria objektif dan subjektif dibutuhkan
untuk mengakhiri sebua tes latihan yang terdapat pada Tabel 54-2. Prinsip akhir dari tanda dan gejala utama dari iskemia yang mengenai berbagai sistem organ seperti angina, aritmia, atau insufisiensi atau tanda dari sirkulasi pada iskemi jantung, kelemahan atau kelumpuhan pada iskemia sistem saraf pusat, mual atau muntah pada iskemia gastrointestinal, dan nyeri tungkai atau ketidaknyamanan pada penyakit iskemi vaskular perifer. Keadaan lainnya umumnya tidak berbahaya tetapi akan menunjukkan hasil tes yang akurat, termasuk munculnya abnormalitas konduksi atau takikardi yang cepat, dengan diastol pendek, kegagalan pengisian koroner, dan menyebabkan iskemia yang tidak berhubungan dengan penyakit obstruktif koroner.
Tes tekanan harus diketahui secara jelas oleh pasien
(beberapa pasien mempunyai iskemia diam) dan mencegah overinterpretasi dari penemuan yang tidak signifikan sebagai iskemia. Juga, sinyal berbahaya dari kolaps sirkulasi perifer, seperti pucat, kulit dingin, atau penurunan tekanan darah, yang umumnya tidak dialami oleh pasien. Sayangnya, penurunan tekanan darah tunggal tidak diikuti oleh gejala dan tanda dan seharusnya diulang dan tes tidak akan dilanjutkan jika terdapat penurunan yang terus menerus.
TES TEKANAN EKOKARDIOGRAFI
Penilaian tes ekokardiografi pada gerakan dinding ventrikel
dan frkasi ejeksi saat istirahat kadangkala diikuti dengan latihan lainnya untuk menginduksi dan mendeteksi iskemi miokardium. Latihan eko dapat ditunjukkan baik dengan ergometer siklus atau treadmil. Atau ekokardiogram dapat diamati setelah infus dipridamol. Meskipun latihan eko secara tekniknya lebih sukar dibandingkan dengan pencitraan inti, hal itu dapat mendeteksi abnormalitas dinding karena iskemia.
KONDISI FISIK KARDIOVASKULAR
Setelah sebuah tes tekanan fungsional maksimal dilakukan pasien dapat mengikuti sebuah program fisik dalam sebuah pengawasan dan supervisi, supervisi tetapi tidak termonitor, atau penyetingan yang tak tersupervisi. Tidak semua pasien harus diterpi dengan menggunakan pengawasan rehabilitasi jantung yangmahal oleh perawat, supervisor, dokter, dan terapis fisik, bahkan sepertiganya membayar dengan tagihan tunggakan. Beberapa ahli kardiologi, ahli interna dan keluarga dokter akan menganjurkan latiahan dan penilaian yang bagus.
Pengawasan Rehabilitasi, Supervisi Rehabilitasi atau Keduanya?
Laporan terbaru dari rehabilitasi jantung AACVPR dan
National Institute of Health akan menunjukkan mengenai keamanan dan efektivitas latihan rehabilitasi jantung yang tidak disupervisi.
Tidak terdapat penelitian formal yang menunjukkan bahwa
monitoring terhadap rehabilitasi jantung lebih aman dibandingkan dengan yang tidak termonitor. Van Camp dan Peterson meyakini bahwa program yang tidak termonitor mempunyai morbiditas dan mortalitas yang sama . Pada komunitas Montefiore terdapat tiga orang yang diresusitasi dan satu diantaranya meninggal di usia 25 tahun. Masih menjadi kontroversi apakah seorang pasien membutuhkan sebuah supervisi, program monitor. Kami meyakini beberapa kandidat di bawah ini untuk dimonitor :
1. Penderita yang mempunai penurunan fungsi ventrikel kiri yang
buruk ( fraksi ejeksi ventrikel kiri kurang dari 25% (LVEF)) setelah AMI berat 2. Individu yang memiliki iskemi selama EKG pada program latihan 3. Pasien angina atau hampir angina 4. Pasien yang kurang dari 6 bulan mengalami serangan jantung, angioplasti, atau bedah jantung, khsusunya jika mereka memiliki komplikasi ketika dirawat di RS. 5. Pasien yang dikondisikan akan dilatih dalam intensitas tinggi. 6. Pasien yang membutuhkan monitoring ekstra pada denyut jantung atau denyut jantung yang tak dapat diukur. 7. Pasien yang mempunyai penyakit mayor dan disertai dengan masalah jantung ( diabetes, amputasi karena stroke, dll). 8. Pasien yang memberikan pelayanan pada disiplin rehabilitasi jantung lainnya yang baik
Pasien yang mempunyai monitor program lengkap mungkin akan
lebih baik, Namun demikian pemulihan pasien jantung seharusnya tidak dilakukan seorang diri dalam sebuah lingkungan dimana kira- kira tidak ada yang membantu ketika terjadi keadaan gawat,
Untuk pasien resiko rendah jantung koroner, pengobatan dapat
dianjurkan dilakukan di rumah dan tidak diawasi. Program ini meliputi petunjuk diet, penghentian merokok, dan terapi penurunan lemak.
Pengkondisian Latihan pada Pasien Jantung yang Lebih Tua
Jumlah pasien yang berusia 65 tahun ke atas di Amerika
meningkat dua kali lipat dalam populasi. Golongan yang paling tua (85 tahun atau lebih) jumlahnya meningkat lebih cepat (134)dengan perkiraan setengah dari golongan ini memiliki beberapa kelainan jantung.(135)
Proses penuaan diikuti oleh penurunan fungsi fisiologis yang
bertahap dengan penurunan fungsi yang lebih cepat pada sistem kardiovaskular dan kekuatan otot, mengingat adanya perubahan kondisi akibat penurunan aktivitas fisik. Penurunan tersebut berkisar antara 25% atau dapat kurang dengan tetap menjaga gaya hidup fisik yang aktif. Orang dengan usia lanjut yang tidak lagi aktif dapat meningkatkan kapasitas aerobic dan kekuatan ototnya dengan latihan (136,137), tetapi orang yang lebih tua memiliki derajat perkembangan yang lebih rendah ketika mereka memulai latihan fisik pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan usia muda (138).
Pada pasien manula yang dirawat di rumah sakit, mobilisasi
bertahap awal dinilai penting untuk mencegah penurunan kondisi lebih lanjut. Semakin lemah pasien, makin ringan latihan yang bisa diberikan untuk melihat ada tidaknya perkembangan. Seseorang dapat mulai latihan dengan meningkatkan durasi dan frekuensi duduk, lalu melatih keseimbangan berdiri di samping tempat tidur, diikuti dengan perpindahan secukupnya, dan meningkatkan kegiatan pemeliharaan diri sendiri. Latihan terbaik untuk orang tua adalah dengan latihan berjalan.
Uji stres latihan dilakukan untuk memastikan kapasitas
fungsional individu yang lebih tua dinilai penting sebelum program latihan dilaksanakan. Pasien yang tidak memilikidaya tahan yang cukup untuk melakukan uji treadmill terus-menerus dapat diuji dengan protokol yang terputus-putus, atau dapat pula melakuakan uji dengan cycle ergometer. Penggunaan EKG telemetric pada pasien saat berjalan dengan kecepatannya sendiri mungkin cukup sebagai uji stres pra-latihan untuk individu dengan kondisi lemah. Ditemukan juga bahwa berjalan 600 kaki membuat detak jantung pasien mencapai target zone untuk melakukan latihan, sebagaimana ditentukan oleh uji treadmill pada pasien yang sama. (139)
Tidak adanya chest pain sebagai indikator iskemia tidak
dapat diterapkan pada orang tua. Dispneu dapat timbul sebagai tanda-tanda angina dibandingkan sebagai masalah pernapasan. Pada orang tua yang berusia >70 tahun, lebih dari 70% menunjukkan hasil uji stres yang abnormal, sering disertai silent ischemia.
Yang penting dilakukan khususnya pada pasien manula adalah
latihan pemanasan untuk meningkatkan fleksibilitas sendi dan meningkatkan ketangkasan. Mungkin lebih perlu untuk lebih melatih ekstremitas bagian atas untuk menjaga kemampuan perpindahan dengan menggunaan alat bantu, atau sekedar aktivitas memindahkan. Edukasi pasien tentang pentingnya aktivitas fisik yang teratur juga diperlukan. Karena adanya penurunan kemampuan jantun dan kemampuan berkeringat, harus diperkirakan periode waktu istirahat di antara aktivitas fisik, juga menghindari latihan dan kerja berat pada cuaca yang panas dan lembab.
Kembali bekerja
Evaluasi untuk memastikan kapasitas kembali bekerja harus
disertai pengukuran terhadap status klinis pasien serta jenis pekerjaan. Klasifikasi fungsional cardiovaskular oleh New York Heart Association and Canadian Cardiovascular Society, berhubungan dengan level pengeluaran metabolik yang sesuai dengan pekerjaan yang diperbolehkan, berguna untuk menyesuaikan kapasitas pasien dengan kebutuhan pekerjaan. (152,153)
Level kinerja yang ditunjukkan pada uji stres dapat
dipergunakan untuk memperkirakan pekerjaan mana yang terlalu berat untuk pasien. Di AS, pasien yang menunjukkan MET 7 atau lebih tinggi tanpa keterbatasan atau respon abnormal dapat kembali pada hampir semua jenis pekerjaan, kecuali dunia industri berat. Pasien yang menunjukka MET 5-6 dapat melakukan pekerjaan yang menetap dan pekerjaan rumah sehari-hari, sementara pasien dengan MET 3-4 tidak sesuai untuk kembali ke pekerjaan. Program pengkondisian kardiovaskuler dapat menbantu bila penyebab rendahnya pencapaian beban kerja adalah rendahnya level kebugaran fisik. Pasien jantung dengan tingkat MET 5 atau lebih dapat meningkatkan kapasitasnya 15% hingga skitar 50% setelah 2 atau 3 bulan rekondisi.(154)
Agar dapat menyesuaikan status klinis pasien dan kapasitas
fungsional kardiovakular dengan keperluan perkerjaan, evaluasi berkelanjutan terhadap pekerjaan harus memasukkan analisis detail pemakaian energi untuk berjalan, naik tangga, mengangkat, dan aktivitas yang dilakukan dalam 8 jam pekerjaan. Kondisi lingkungan pekerjaan, pemakaian transportasi menuju dan dari tempat bekerja, serta pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan setelah bekerja harus dipertimbangkan.
Sayangnya, disamping perkiraan-perkiraan mengenai kapasitas
kerja, beban kerja, edukasi pasien, konseling, dan intervensi kebiasaan, masalah kembali bekerja tidak dapat dikembangkan lebih lanjut karena melibatkan isu sosial dan peraturan. (18)
REHABILITASI PASIEN DISABILITAS FISIK DENGAN KOMPLIKASI JANTUNG
Kadang-kadang pasien dengan kelainan neuromuskuloskeletal,
seperti hemiplegi atau amputasi, dirujuk ke tempat pelayanan rehabilitasi dengan kelainan jantung akut yang baru terjadi hampir bersamaan, pada saat, atau sesaat setelah gangguan fisik berlanjut. Hal ini menunjukkan bahwa kedua keadaan tersebut dapat ditangani bersamaan sehingga proses rehabilitasi dapat berjalan tanpa hambatan. Dipyridamole thalliumscan stress test yang didiskusikan di bagian awal sangat membantu memastikan integritas sirkulasi koroner dan miokardium sebelum memulai rehabilitasi.
Dua disabilitas fisik yang paling umum dikaitkan dengan coronary
artery disease (CAD) adalah stroke dan amputasi disvaskular ekstremitas bawah. Kapasitas jantung untuk merespon kebutuhan fungsional metabolik dalam latihan perpindahan adalah permasalahan utama pada pasien kelompok ini. Evaluasi awal dan permulaan latihan pergerakan biasanya adalah periode penuh tekanan karena pasien cenderung cemas dan berada dalam fase paling inefisien. Bahkan, pasien yang memperlihatkan tanda-tanda medis yang stabil mungkin tidak dapat mengimbangi aktivtas fisik dalam level yang lebih tinggi. Memantau kinerja awal pasien dengan telemetri EKG bisa menjadi sangat berguna dalam memandu jalannya terapi.
Pada amputasi kardial, sebelum memulai latihan pergerakan
pre-prostetik, kapasitas jantung untuk berjalan pada satu ekstremitas dapat diukur dengan ergometri extremitas atas. Dengan mengetahui berat badannya, dapat menguji pasien untuk tahap pekerjaan spesifik (155). Prosthetic ambulation, meskipun pada individu terlatih, adalah aktivitas fisik yang menghabiskan banyak energi. Dibandingkan dengan pengeluaran energi rata-rata pada pergerakan normal pada 3 MET, prosthetic ambulation memerlukan peningkatan 9%-28% pada amputasi di bawah lutut unilateral, 40%-65% pada amputasi di atas lutut unilateral, 125% pada pasien hemipelvectomy, dan 280% pada amputasi di atas lutut bilateral. (156-158). Klasifikasi fungsional amputasi New York Heart Association membantu memperkirakan kapasitas fungsional jantung dan kemampuan pasien untuk menggunakan kaki palsu (Tabel 54-6). Terkecuali untuk beberapa amputasi di bawah lutut, pasien kelas III biasanya harus melakukan pekerjaan di atas kursi roda, kelas II memiliki kapasitas untuk berjalan dengan kaki palsu, kecuali pada pasien dengan amputasi di atas lutut, yang tergolong kelas I dan tergolong fit untuk menggunakan kaki palsu.
Pada pasien stroke, hemiplegi rawat jalan yang berlatih
mandiri, dengan atau tanpa orthosis ekstremitas atas, berjalan dengan kecepatan 40%-45% lebih lambat daripada individu normal, sementara pengeluaran energi pada hemiplegic ambulation 50%-65% lebih tinggi.
Menggunakan tangga adalah kegiatan lain yang memiliki
intensitas tinggi, sehingga pengawasan diperlukan untuk memastikan keamanannya selama periode latihan dan untuk pemulangan ke rumah. Aktivitas latihan rehabilitasi fisik lainnya yang memerlukan pengawasan adalah penggunaan alat bantu gerak, aktivitas kursi roda, dan latihan penguatan ekstremitas atas. Pengawasan juga dapat menjadi cara untuk meyakinkan seorang pasien bahwa pada amputasi ekstremitas bawah tetap aman untuk melakukan latihan kaki palsu, atau bahwa latihan tersebut dikontraindikasikan dan bahwa penggunaan kursi roda adalah yang terbaik menurut kapasitas jantungnya.