Anda di halaman 1dari 14

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

A. DEFINISI

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan


disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).

Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk,
2006).

Preeklamsi adalah suatu sindroma klinis dalam kehamilan viable ( usia


kehamilan > 20 minggu dan / berat janin 500 gram ) yang ditandai dengan hipertensi,
proteinuria dan edema. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila
terjadi penyakit trofoblastik. ( Taufan, 2011)

Preeklamsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang ditandai


dengan adanya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menunjukkan tanda-
tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, adapun gejalanya biasanya
muncul setelah kehamilan berumur 20 minggu (Obgynacea, 2009)

Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan


timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai
udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009)

B. KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIK PREEKLAMSIA

Menurut Wiknjosastro (2008) preeklamsia dibagi menjadi :

1. Preeklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut :


1) Tekanan darah 140/90mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang, atau dengan kenaikkan diastolic 15mmHg atau lebih,atau kenaikan
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

sistolik 30mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurangkurangnya pada 2 kali


pemeriksaan dengan jarak periksa 1jam, sebaiknya 6 jam
2) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka serta kenaikkan berat badan 1kg atau
lebih setiap minggunya
3) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1 + atau 2+ pada
urin kateter atau midstream
2. Preeklamsia berat
1) Tekanan darah 160/100 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5gr atau lebih per liter
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
4) Adanya gangguan serebal, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium
5) Terdapat edema paru atau sianosis
6) Keluhan subjektif : nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala,
odema paru, dan sianosis gangguan kesadaran.
7) Pemeriksaan : kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada
retina, tromosit kurang dari 100.000 /mm.

C. ETIOLOGI

Menurut Bobak (2005) preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan pertama,


kehamilan diusia remaja dan kehamilan wanita diatas 40th, namun ada beberapa factor
resiko yang dapat menyebabkan terjadinya preeklamsia, factor tersebut adalah :

1. Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis


2. Riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan
3. Kegemukan
4. Riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya
5. Riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan
6. Gizi buruk
7. Gangguan aliran darah ke rahim
8. Kehamilan kembar
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia


diantaranya yaitu :

1. Primigravida

Primigravida diartikan sebagai wanita yang hamil untuk pertama kalinya.13


Preeklampsia tidak jarang dikatakan sebagai penyakit primagravida karena
memang lebih banyak terjadi pada primigravida daripada multigravida
(Wiknjosastro, 2008).

2. Primipaternitas

Primipaternitas adalah kehamilan anak pertama dengan suami yang kedua.13


Berdasarkan teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin dinyatakan bahwa
ibu multipara yang menikah lagi mempunyai risiko lebih besar untuk terjadinya
preeklampsia jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.

3. Umur yang ekstrim

Kejadian preeklampsia berdasarkan usia banyak ditemukan pada kelompok usia


ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Bobak,
2004). Menurut Potter (2005), tekanan darah meningkat seiring dengan
pertambahan usia sehingga pada usia 35 tahun atau lebih terjadi peningkatkan
risiko preeklamsia.

4. Hiperplasentosis

Hiperplasentosis ini misalnya terjadi pada mola hidatidosa, kehamilan multipel,


diabetes mellitus, hidrops fetalis, dan bayi besar.

5. Riwayat pernah mengalami preeklampsia

Wanita dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan pertamanya memiliki


risiko 5 sampai 8 kali untuk mengalami preeklampsia lagi pada kehamilan
keduanya. Sebaliknya, wanita dengan preeklampsia pada kehamilan keduanya,
maka bila ditelusuri ke belakang ia memiliki 7 kali risiko lebih besar untuk
memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan pertamanya bila dibandingkan
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

dengan wanita yang tidak mengalami preeklampsia di kehamilannya yang


kedua.

6. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia

Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia akan meningkatkan


risiko sebesar 3 kali lipat bagi ibu hamil. Wanita dengan preeklampsia berat
cenderung memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia pada kehamilannya
terdahulu.

7. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

Pada penelitian yang dilakukan oleh Davies dkk dengan menggunakan desain
penelitian case control study dikemukakan bahwa pada populasi yang
diselidikinya wanita dengan hipertensi kronik memiliki jumlah yang lebih
banyak untuk mengalami preeklampsia dibandingkan dengan yang tidak
memiliki riwayat penyakit ini.

8. Obesitas

Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi


jaringan lemak berlebihan sehingga dapat menganggu kesehatan. Indikator yang
paling sering digunakan untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada
orang dewasa adalah indeks massa tubuh (IMT). Seseorang dikatakan obesitas
bila memiliki IMT 25 kg/m2.16

Sebuah penelitian di Kanada menyatakan risiko terjadinya preeklampsia


meningkat dua kali setiap peningkatan indeks massa tubuh ibu 5-7 kg/m2, terkait
dengan obesitas dalam kehamilan, dengan mengeksklusikan sampel ibu dengan
hipertensi kronis, diabetes mellitus, dan kehamilan multipel. Sedangkan
penelitian yang dilakukan di RSUP Dr Kariadi didapatkan ibu hamil dengan
obesitas memiliki risiko 3,9 kali lebih besar untuk menderita preeklampsia.
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

D. PATOFISIOLOGI

Menurut Mochtar (2011) pada preeklamsia terdapat penurunan plasma dalam


sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokri dimana perubahan pokok pada
preeklamsia yaitu mengalami spasme pembuluh darah, perlu adanya kompensasi
hipertensi yaitu suatu usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifir agar oksigenasi
jaringan tercukupi).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG PREEKLAMPSIA

1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan


infeksi urin.

2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk


menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.

3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.

4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma
serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)

5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan


kardiomegali.

F. PENCEGAHAN

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini
preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu
lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi
seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat
dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian
penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita
hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.
Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari
perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat
penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan
kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.

G. PENATALAKSANAAN

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia


berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :

1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah


pengobatan medisinal.

1) Perawatan aktif

Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan


pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :

a. Ibu

Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi


konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan
desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala
status quo (tidak ada perbaikan)

b. Janin

Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)

Adanya tanda IUGR (janin terhambat)

c. Laboratorium

Adanya HELLP Syndrome (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,


trombositopenia)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2) Pengobatan mediastinal

Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :

a. Segera masuk rumah sakit.

b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30
menit, refleks patella setiap jam.

c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125


cc/jam) 500 cc.

d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).

a) Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1


gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5
menit). Diikuti segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan
(40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak
mengandung adrenalin pada suntikan IM.

b) Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis


awal lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana
pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

c) Syarat-syarat pemberian MgSO4

Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10%


dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit.

Refleks patella positif kuat.

Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.

Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5


cc/KgBB/jam)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

d) MgSO4 dihentikan bila :

Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis


menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan
selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat
adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-
10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot
pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 : hentikan pemberian


MgSO4, berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc)
secara IV dalam waktu 3 menit, berikan oksigen, lakukan
pernapasan buatan

MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah


terjadi perbaikan (normotensi).

e) Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,


payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid
injeksi 40 mg IM.

f) Anti hipertensi diberikan bila :

Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau
MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta.

Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada


umumnya.

Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat


diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),
catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc
cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet


antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5
kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang
sama mulai diberikan secara oral (syakib bakri,1997)

3) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah


pengobatan medisinal.

a. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-


tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada


pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup
intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat
kanan.

c. Pengobatan obstetri :

a) Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti


perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

b) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda


preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

c) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan


medisinal gagal dan harus diterminasi.

d) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih


dulu MgSO4 20% 2 gr IV.

d. Penderita dipulangkan bila :

a) Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan


dan telah dirawat selama 3 hari.

b) Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan :


penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

H. KOMPLIKASI

1. Perubahan pada plasenta dan uterus.


Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.
Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu. Pada hipertensi yang
lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan
oksigenasi.
2. Perubahan pada ginjal.
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah kedalam ginjal menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glumerulus berkurang. Pada penyelidikan biopsi
menunjukkan kelainan pre eklampsi berupa: kelainan glomerulus, hiperplasia sel-
sel jukstaglomerulus, kelainan pada tubulus-tubulus Henle, dan spasmus pembuluh
darah ke glomerulus.
3. Hati.
Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis pada tepi
lobulus, disertai trombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena
porta.
4. Otak.
Pada pemeriksaan yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan lanjut dapat ditemukan perdarahan.
5. Retina.
Kelainan yang sering ditemukan pada retina adalah spasmus pada arteriola-
arteriola, terutama pada siklus optikus dan retina.
6. Paru.
Yaitu menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi.
7. Jantung.
Biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan
degenerasi lemak serta nekrosis dan perdarahan.
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Data Biografi
b. Riwayat Kesehatan
c. Riwayat Kehamilan
d. Riwayat KB
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Kesadaran
c. Pemeriksaan Fisik
3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2) Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
3) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
4) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
5) Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na
4. Rencana Keperawatan
1. Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas


kembali normal

Kriteria hasil : bebas dari sianosis, pala nafas normal RR : 24 x/mnt

Intervensi :

a. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman

Rasional : untuk mengetahui pola nafas pasien

b. Auskultasi bunyi nafas

Rasional : mengetahui ada tidaknya nafas tambahan

c. Atur posisi pasien semi fowler

Rasional : merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

d. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi

Rasional : meningkatkan pengiriman oksigen ke paru

2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas


pasien dapat terpenuhi

Kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/di perlukan

Intervensi :

a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas

Rasional : mengetahui tingkat kelemahan

b. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi

Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

c. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

Rasional : Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong


kemandirian dalam melakukan aktivitas.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri


berkurang/menghilang

Kriteria hasil : wajah tidak menyeringai, tidak pusing

Intervensi :

a. Kaji skala nyeri

Rasional : mengetahui intensitas nyeri

b. Pertahankan tirah baring

Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

c. Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala


misalnya, mengejan, batuk panjang

Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menambah beratkan


penyakit

d. Ajarkan taknik relaksasi dan distraksi

Rasional : membantu menghilangkan rasa nyeri

e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi misalnya lorazepam, diazepam

Rasional : menurunkan nyeri dan menurunkan rengsang system saraf simpatis.

4. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na

Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam BB stabil

Kriteria hasil : Tidak ada destensi vena perifer dan edema, paru bersih dan BB
stabil

Intervensi :

a. Obervasi input dan output

Rasional : Mengetahui pengeluaran dan pemasukan cairan

b. Jelaskan tujuan pembatasan cairan / Na pada pasien

Rasional : Na dapat mengikat air sehingga meningkatkan volume cairan


bertambah

c. Kolaborasi pemberian deuretik , contoh : furosemid (lazix),asam etakrinik


(edecrin) sesuai dengan indikasi.

Rasional : Menghambat reabsorpsi natrium dan menurunkan kelebihan cairan

d. Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional : diet pembatasan Na sesuai indikasi


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk. 2005. Keperawatan Maternitas. Diterjemahkan oleh Cristantie


Effendie. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif dkk. 2006. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta

Obgynacea. 2009. NANDA NIC NOC jilid 2. Diterjemahkan oleh Amin Huda. N, Hardhi
Kusuma. Yogyakarta : Media Action

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka

Rustam Mochtar. 2011. Sinopsis Obstetri Fisiologi/ Patologi. Diterjemahkan oleh Sofian
Amru. Jakarta : EGC

Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika : Jogjakarta

Wiknjosastro, Bambang. 2008. Keperawatan Maternitas. Jakara: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai